KAJIAN LOGAM BERAT Pb DALAM TANAH DAN BAWANG MERAH (Allium ascalonium L.) DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut (Sunarjono, 2004). Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi 15

  • – 50 cm membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim (Wibowo, 2009).

  Pangkal daun menyatu membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsinya, membesar dan akhirnya membentuk umbi lapis. Umbi bawang merah merupakan umbi semu yang terbentuk dari lapisan

  • – lapisan daun yang membesar dan menyatu (Suriana, 2011). Menurut Tjitrosoepomo (2010), bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales Famili : Liliaceae Genus : Allium Spesies : Allium ascalonicum L.

  Bawang merah memiliki aroma yang spesifik yang dapat merangsang keluarnya air mata karena mengandung minyak eteris allin. Bawang merah memiliki akar serabut dan pendek yang berfungsi untuk menyerap air dan nutrisi yang ada di sekitarnya. Morfologi akar serabut menyebabkan akar bawang merah hanya berkembang di permukaan tanah dan sangat dangkal sehingga tanaman ini rentan terhadap kekeringan (Suriana, 2011).

  Batangnya berbentuk cakram dan di cakram tersebut tumbuh tunas dan akar serabut. Bunganya berkumpul dalam bongkol pada ujung tangkai panjang yang Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan, pada ujungnya terdapat 50

  • – 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seperti payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5
  • – 6 helai mahkota bunga berwarna putih, 6 benang sari yang berwarna hijau atau kekuning- kuningan, satu putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga (Sudirja, 2007).

  Ukuran buahnya kecil, berbentuk kubah dengan tiga ruangan, tidak berdaging. Tiap ruangan buah terdapat dua biji yang agak lunak dan tidak tahan terkena sinar matahari (Sunarjono, 2004).

  Tanaman bawang merah dapat ditanam dan tumbuh di dataran rendah yaitu antara 0

  • – 250 mdpl, tetapi akan lebih baik apabila ditanam pada ketinggian 30 mdpl. Bawang merah dapat tumbuh pada tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian memiliki aerasi dan drainase yang baik (Wibowo, 2009).

  Tanaman bawang merah rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300

  • – 1500
mm/tahun dengan intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari dan suhu ideal untuk penanaman bawang merah adalah antara 25 - 30ºC (Wiyatiningsih, 2007). Oleh sebab itu, tanaman ini tidak memerlukan naungan atau pohon peneduh. Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah dengan suhu udara yang hangat atau panas, kering dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan suhu udara rendah atau dingin akan membuat pertumbuhannya terhambat. curah hujannya tinggi, bawang merah tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena tanaman bawang merah yang tergenang banyak air tidak akan tumbuh secara optimal (Festiani, 2011).

  Ada beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan di Indonesia yaitu Bima Brebes, Maja Cipanas, Kramat 1, Kramat 2, Kuning, Sembrani, Katumi, Mentes, Pancasona, Pikatan dan Trisula. Namun demikian sampai saat ini mayoritas petani bawang merah di Indonesia lebih banyak menggunakan varietas bawang merah Bima Brebes (Sembiring, 2017).

  Wanasari adalah salah satu Kecamatan sentra produksi bawang merah di

  2 Kabupaten Brebes. Wanasari memiliki luas daerah sebesar 74,44 km yang terdiri

  dari 20 desa. Kecamatan Wanasari memiliki luas panen dan kapasitas produksi bawang merah paling tinggi di antara Kecamatan

  • – Kecamatan lainnya di Kabupaten Brebes (Wikipedia, 2017).

Tabel 2.1 menunjukan luas panen, produksi dan rata-rata produksi bawang merah menurut Desa di Kecamatan Wanasari tahun 2012.

  Selain Kecamatan Wanasari, ada beberapa Kecamatan lain yang dikenal sebagai sentra produksi bawang merah yaitu Kecamatan Larangan. Kecamatan

  12 Siasem

  Desa tersebut memiliki jumlah produksi yang tertinggi ketiga dengan luas panen yang cukup besar, namun tingkat produktivitasnya belum menunjukan angka yang tertinggi bila dibandingkan dengan Desa

  terbesar ketiga di Kecamatan Wanasari, desa ini merupakan desa yang memiliki tingkat produksi yang cukup tinggi di tahun 2012 yaitu sebesar 11.543,980 Ton.

Tabel 2.1 Menunjukan bahwa Desa Sidamulya memiliki luas panen terbesar ketiga setelah Desa Tanjungsari. Namun, meskipun luas panen Desa Sidamulya

  (Sumber: Anonim, 2012)

  20 Sawojajar

  19 Kertabesuki 154,14 104 16.031,12

  18 Dumeling

  17 Kupu 500,25 10,4 5.202,634

  16 Keboledan 166,99 9,788 1.634,533

  15 Pesantunan 385,36 11,012 4.243,533

  14 Pebatan 706,49 11,624 8.212,021

  13 Klampok

  11 Wanasari 847,79 11,122 9.429,129

Tabel 2.1 Luas dan Produksi Bawang Merah Menurut Desa di Kecamatan

  10 Sidamulya 834,95 13,826 11.543,980

  9 Sigentong

  8 Dukuhwringin 462,43 9,788 4.526,435

  7 Siwungkuk

  6 Tanjungsari 876,05 11,991 10.504,472

  5 Lengkong 192,68 11,012 2.121,766

  4 Sisalam

  3 Glonggong 462,43 13,948 6.450,170

  2 Jagalempeni 462,43 13,948 6.450,170

  1 Tegalgandu

  Rata-rata Produksi per Ha Produksi (Ton)

  Wanasari Tahun 2012 No Desa/Kelurahan Luas Panen

  • – Desa lainnya di Kecamatan Wanasari (Suryaman, 2015).
Larangan terdiri dari 11 desa dengan komoditi utama bawang merah. Batas wilayah Kecamatan Larangan antara lain sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Wanasari, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bantarkawung, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ketanggungan dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Songgom dan Kabupaten Tegal (Wikipedia, 2017). Tabel 2.2 menunjukan data luas panen, 2014.

Tabel 2.2 Luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah tertinggi di

  Kecamatan Larangan tahun 2014 Luas Panen Produktivitas

  No Desa Produksi (Ton) (Ha) (Ton/Ha)

  1 Pamulihan 731 7593

  10.39

  2 Kedungbongkar 382 4103

  10.74

  3 Larangan 796 9420 11,84

  4 Karangbale 250 3128

  12.51

  5 Slatri 397 4768

  12.02

  6 Sitanggal 612 7749

  12.66

  7 Siandong 484 5965

  12.33

  8 Rengaspendawa 4367 54345

  12.44

  9 Desa lainnya 316 3416

  10.81

  (Sumber: Anonim, 2015) B.

   Logam berat

  Logam berat didefinisikan sebagai unsur logam berat dengan berat molekul

  

3

  tinggi, berat jenisnya lebih dari 5 g/cm (Cornel et al., 2006). Unsur

  • – unsur logam berat yang potensial menimbulkan pencemaran pada lingkungan adalah; Fe, As, Cd, Pb, Hg, Mn, Ni, Cr, Zn dan Cu karena unsur ini lebih ekstensif penggunaannya karena toksisitasnya yang tinggi (Saeni, 2002). Logam berat dalam tanah terdiri atas berbagai bentuk seperti bentuk yang terikat pada partikel
organik, bentuk tereduksi (hidroksida), bentuk karbonat, bentuk sulfida dan bentuk larutan dalam tanah. Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang stabil dan sulit untuk diuraikan. Logam berat dalam tanah yang membahayakan pada kehidupan organisme dan lingkungan adalah dalam bentuk terlarut. Di dalam tanah logam tersebut mampu membentuk kompleks dengan bahan organik dalam tanah sehingga menjadi logam yang tidak larut. Logam yang bagi tanaman. Dengan demikian senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang disebabkan oleh logam berat beracun (Pendias et al., 2000).

  Adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas tanah dan mutu hasil pertanian. Selain itu juga logam berat dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi produk pangan yang tercemar. Hal ini karena logam berat terserap ke dalam jaringan akar yang selanjutnya masuk ke dalam rantai makanan (Subowo dalam Nurjaya et al., 2006). Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus

  • – menerus dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Samin et al., 2007).

  Logam berat dalam tanah dapat berdifusi ke permukaan akar melalui pertukaran ion dan melalui hubungan langsung antara akar dengan fraksi liat tanah. Logam berat dapat pula masuk ke dalam sistem perakaran karena adanya asam

  • – asam organik yang dikeluarkan oleh akar. Asam – asam organik tersebut berikatan dengan logam (Pendias et al., 2000). Logam berat dapat memasuki tanah melalui sumber yang berbeda
  • – beda sehingga menjadi polutan. Pupuk, pestisida, penambahan bahan organik dan anorganik, residu limbah dan lumpur aktif mengandung sejumlah logam berat (Yulipriyanto, 2010).

  Logam berat dalam tanaman dapat berasal dari tanah tempat tumbuhnya pada tanaman tersebut. Kadar logam berat dalam tanaman dipengaruhi oleh jangka waktu tanaman kontak dengan logam berat, kadar logam berat dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman serta jenis tanaman yang tumbuh di sekelilingnya. Pada umumnya logam berat masuk ke dalam tanaman melalui akar dan daun. Khususnya kation logam berat bebas. Logam berat di dalam kompleks serapan dalam jangka panjang dapat dibebaskan untuk mengimbangi penurunan konsentrasi kation bebas akibat serapan oleh akar tanaman. Bila konsentrasi logam berat menurun karena sebagiannya diserap oleh akar tanaman, maka logam berat dalam ion kompleks, kelat, endapan, dan atau jerapan akan dibebaskan sehingga tingkat kelarutan logam berat tertentu akan tercapai kembali melalui reaksi kesetimbangan (Adji, 2006).

  Pb (Plumbum) atau yang lebih dikenal dengan timbal merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Unsur Pb dengan nomor atom 82, bobot atom

  3

  207,2 g/cmol dan densitas 11,4 g/cm adalah logam yang sangat beracun yang dapat dideteksi hampir pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem hayati (Sulistyawati, 2008). Logam berat Pb adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu

  • – batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Pb 95% bersifat anorganik dan pada umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air. Pb termasuk logam berat “trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air (Tangio, 2013).

  Selain di dalam tanah, logam berat Pb juga terdapat di atmosfer yang berasal

  • – bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor seperti timbal tetraetil dan timbal tetrametil, selain itu juga berasal dari asap
  • – asap buangan pabrik seperti timbal oksida. Dalam kegiatan industri timbal banyak digunakan sebagai bahan pewarna cat dan pencetakan tinta. Timbal juga digunakan sebagai penyusun patri dan solar dan sebagai formulasi penyambung pipa (Saeni, 2002).

  Logam berat Pb merupakan logam yang sangat rendah daya larutnya bersifat pasif, dan mempunyai daya translokasi yang rendah mulai dari akar sampai organ tanaman lainnya. Logam Pb juga memiliki toksisitas yang tertinggi dan menyebabkan racun bagi beberapa spesies. Logam berat Pb bersifat racun terutama pada saat tanaman melakukan fotosintesis, sintesa klorofil dan sintesa enzim antioksidan. Akumulasi Pb dalam tanaman dapat melalui dua cara yaitu melalui penyerapan akar dan daun (stomata). Penyerapan melalui akar terjadi jika Pb dalam tanah terdapat dalam bentuk terlarut. Penyerapan melalui daun terjadi karena partikel Pb di udara jatuh pada permukaan daun dan terserap melalui stomata menuju jaringan lainnya. Penyerapan Pb dari tanah dan udara dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan spesies tanaman. Tanaman yang tumbuh pada lingkungan dengan kadar logam berat tinggi akan mengandung logam dengan konsentrasi yang tinggi. Tingkat penyerapan organ oleh tanaman berbeda untuk tiap jenis tanaman (Aprilia et al., 2013).

  Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Charlena, 2004).

C. Sumber Logam Berat Pada Lahan Pertanian

  Logam berat seperti Pb dapat ditemukan secara alami di alam atau sebagai akibat dari kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang memiliki andil besar adalah penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi Pb anorganik. Selain itu kegiatan industri yang memakai Pb sebagai bahan baku seperti industri pengecoran, baterai, bahan bakar dan sebagainya berpotensi dalam meningkatkan kadar cemaran logam berat Pb di tanah (Widowati et al., 2008).

  Pada dasarnya kontaminasi logam dalam tanah pertanian bergantung pada: jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, jumlah mineral yang ditambahkan pada tanah sebagai pupuk, jumlah deposit logam dari atmosfer yang jauh ke dalam tanah dan jumlah yang terambil pada proses panen ataupun merembes ke dalam tanah yang lebih dalam. Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman (Darmono, 2001).

  Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang terus menerus akan menyebabkan logam berat sebagai residu pupuk anorganik dan pestisida akan terakumulasi dan akan menyebabkan pencemaran dalam lahan pertanian. Selain berasal dari pupuk anorganik dan pestisida yang diberikan langsung ke tanaman, terkontaminasi logam berat (Jaya et al., 2014).

  Pestisida memberikan masukan logam berat ke dalam tanah. Serapan pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis tanah, dan kemampuan tanaman menyerap pestisida. Beberapa penelitian tentang residu pestisida pada sayuran didapatkan residu insektisida golongan organofosfat dengan kandungan profenofos dan klorpirifos pada bawang merah 0,565

  • – 1,167 ppm, cabai merah 0,024 – 1,713 ppm dan pada kentang 0,125 – 4,333 ppm.

  Sedangkan berdasarkan batas maksimum residu (BMR) untuk pestisida klorpirifos dan profenofos yaitu sebesar 0,1 mg/kg (Afriyanto, 2008). Hasil analisis pada bawang merah yang diperoleh dari Kabupaten Brebes Jawa Tengah menunjukan adanya residu profenofos dan klorpirifos dengan kadar 0,0063 ppm untuk kandungan profenofos dan 0,0011

  • – 0,0052 ppm untuk kandungan klorpirifos (Miskiyah, 2009).

Dokumen yang terkait

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KECAMATAN WANASARI KABUPATEN BREBES

1 39 158

SURVEI PETANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TENTANG PENGENDALIAN HAMA DI KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI

0 0 11

UJI RESISTENSI LOGAM BERAT PB ISOLAT FUNGI NON – SIMBIOSIS INDIGENUS LAHAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERCEMAR LOGAM BERAT Pb

0 1 15

RESPON PERTUMBUHAN AWAL DAN KADAR Pb BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) YANG BERBEDA DENGAN MEDIA TANAM TERCEMAR Pb - repository perpustakaan

0 0 15

HALAMAN PENGESAHAN ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES Amalia Saputri 1404020017

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Bawang Merah - ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES - rep

0 0 16

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES - repository perpustakaan

1 3 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI NON-SIMBIOSIS DI RIZOSFER BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. ) PADA LAHAN TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI KABUPATEN BREBES - repository perpustakaan

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Bawang Merah - ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI NON-SIMBIOSIS DI RIZOSFER BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. ) PADA LAHAN TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI KABUPATEN BREBES - repository perpu

0 0 12

KAJIAN LOGAM BERAT Pb DALAM TANAH DAN BAWANG MERAH (Allium ascalonium L.) DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES

0 0 17