Laju korosi Stainless Steel 304 pada larutan H2SO4 - USD Repository
LAJU KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN H
2 SO
4 TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin disusun oleh :
Paulus Ronny Permana Setyawan NIM : 035214019 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
CORROSION RATE OF 304 STAINLESS STELL
IN H
2 SO
4 A FINAL PROJECT
Submit for The Partial Fulfillment of Requirements to Obtain the Sarjana Technic Degree In Mechanical Engineering
By :
Paulus Ronny Permana Setyawan
Student number : 035214019
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE & TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008
Karya ini kupersembahkan untuk :
TUHAN-KU YESUS KRISTUS
PAPA & MAMA
& seluruh keluargaku
” HI’ 04 UPN, Psi’ 04 USD, TE’ 05 USD “
Dosen2 Teknik Mesin FST USD
SUKARJO CLUB HOUSE
(kax Nando, koko Drew, mas Dendra, mas Guntur, om Wendi,
Genthong, Erwin, Koreri Komenity dkk)
TUGU ASRI FAMILY
(Ma’ El, Mas Wisnu, Mba Lusi, semuanya…popi juga ikut).
Teman2 seperjuangan TM’ 03, I’ ll miss you all…, CAM’ s, Temen2
Mahesa Kost, Illusion Basketball Team, Burjo Komeng, Team Football
FST, KMTM, Progresif_net, Temen2 UPPC, Kontrakan’ 04, Ariko Keyna
Café, Anak2 DMKC, Miu, Alm. Peppy, Alm. Bubba, Alm. Dingdong,
Almamater.
Jadilah Garam dan Terang Dunia....
MOTTO
“ Kalau anda benar-benar tahu, apa yang anda
inginkan dalam hidup ini, sungguh menakjuban
bagaimana peluang-peluang akan muncul bagi anda “
* JOHN M. GODDARD *
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Juli 2008 Penulis
Paulus Ronny Permana Setyawan
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Paulus Ronny Permana Setyawan
Nomor Mahasiswa : 035214019 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Univesitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
LAJU KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN H
2 SO
4
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikanny di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 17 Juli 2008 Yang menyatakan {Paulus Ronny Permana Setyawan)
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju korosi Baja Tahan Karat (Stainless Steel) 304 yang telah mengalami pengelasan dan yang tidak mengalami pengelasan dalam larutan H SO pH 0,2 dan 0,5. Hal ini untuk mendekatkan pada
2
4
penggunaan secara nyata yaitu sebagai bahan dasar tabung Reaktor SAMOP (Sub
99 Critical Assembly for Mo Prad Action).
Spesimen yang telah mengalami pengelasan TIG (pengelasan berperisai tungsten) dibersihkan dari kerak kemudian diukur, ditimbang dan dicatat berat awalnya. Selanjutnya spesimen dicelup ke dalam larutan H SO pH 0,5 pada suhu
2
4
70 C selama 6 jam dilanjutkan pada suhu 29 C selama 18 jam setiap harinya selama 16 minggu. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada spesimen yang lainnya, namun dengan pH 0,2.
Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang tidak signifikan, antara laju korosi stainless steel yang telah mengalami pengelasan (0,4276619
2
gram/dm /bulan) dengan stainless steel yang tidak mengalami pengelasan
2 (0,5036259 gram/dm /bulan).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya hingga terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir ini, dengan judul “Laju Korosi Stainless Steel 304 Pada Larutan H
2 SO 4 ”. Adapun penyusunan tugas akhir ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains & Teknologi Universitas Sanata Dharma. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis akan meneliti laju korosi baja tahan karat (Stainless Steel) 304 dalam larutan H
2 SO
4 pH 0,2 dan pH 0,5 pada suhu 70 oC selama 6 jam dilanjutkan pada suhu 29 C selama 18 jam setiap harinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih atas segala bantuan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbingan-Nya selama pengerjaan tugas ini.
2. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc Dekan Fakultas Sains & Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. Budi Sugiharto, S.T., M.T. Ketua Program Studi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
4. Budi Setyahandana, S.T., M.T. Dosen pembimbing utama penyusunan Tugas Akhir.
5. Seluruh staf dan laboran jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Seluruh staf dan laboran jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, demi kesempuranan tugas ini penulis dengan kesungguhan hati dan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna lebih sempurnanya tugas akhir ini. Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Yogyakarta, 17 Juli 2008 Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN JUDUL (INGGRIS) ................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
MOTTO ............................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vii PERNYATAAN PUBLIKASI....................................................................... viiiINTISARI ...............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR.................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah………………………....................1 1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................
2 1.3. Batasan Masalah ...................................................................
2 1.4. Sistematika Penulisan ...........................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
2.1. Klasifikasi Besi dan Baja ......................................................4 2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)........................................
11 2.3. Korosi Pada Stainless Steel...................................................
16 2.4. Pengelasan Berperisai Tungsten (TIG) .................................
26 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 28
3.1. Bagan Alir penelitian ............................................................ 28 3.2. Bahan dan Peralatan..............................................................
29
3.3. Proses Pembuatan Laruatan H
2 SO dan Proses Perendaman 4
32
3.4. Analisis Hasil ........................................................................ 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 40
4.1. Larutan H SO pH 0,5 ..........................................................40
2 4
4.2. Larutan H 2 SO pH 0,2 .......................................................... 4 54 4.3. Perbandingan Laju korosi Spesimen I, II dan III............... ...
65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 66
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 66
5.2. Saran...................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN.................................................................................................... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel perbandingan sifat stainless steel ......................................52 Tabel 4.10 Data perubahan berat benda uji IV..............................................
64 Tabel 4.16 Tabel laju korosi rata-rata per bulan spesimen I, II dan III.........
63 Tabel 4.15 Laju korosi total spesimen V.......................................................
62 Tabel 4.14 Tabel laju korosi rata-rata spesimen V........................................
58 Tabel 4.13 Data perubahan berat benda uji V...............................................
57 Tabel 4.12. Laju korosi total spesimen IV .....................................................
56 Tabel 4.11 Tabel laju korosi rata-rata spesimen IV ......................................
51 Tabel 4.9. Laju korosi total spesimen III .....................................................
15 Tabel 4.1 Data perubahan berat spesimen I ................................................
50 Tabel 4.8 Tabel Laju korosi rata-rata spesimen III. ....................................
46 Tabel 4.7 Data perubahan berat benda uji III..............................................
45 Tabel 4.6. Laju korosi total spesimen II.......................................................
44 Tabel 4.5 Tabel Laju korosi rata-rata spesimen II ......................................
41 Tabel 4.4 Data perubahan berat benda uji II ...............................................
40 Tabel 4.3. Laju korosi total spesimen I ........................................................
31 Tabel 4.2. Tabel Laju korosi rata-rata spesimen I........................................
65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur mikro baja karbon ......................................................29 Gambar 3.3 Larutan H
35 Gambar 4.3 Benda Uji II setelah perendaman selama 16 minggu...............
35 Gambar 4.2 Benda uji I setelah perendaman selama 2 minggu ...................
31 Gambar 4.1 Benda I uji mula-mula..............................................................
31 Gambar 3.7 Water bath ................................................................................
30 Gambar 3.6 Timbangan digital ....................................................................
30 Gambar 3.5 pH meter digital........................................................................
29 4 Gambar 3.4 Tabung reaksi ...........................................................................
2 SO pekat 96% .......................................................
28 Gambar 3.2. Stainless Steel 304 yang di las TIG .........................................
10 Gambar 2.2 Pembentukan spontan lapisan oksida.......................................
27 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ...........................................................
26 Gambar 2.10 Alat Pengelasan TIG ................................................................
25 Gambar 2.9 Ilustrasi galvanic corrosion ......................................................
23 Gambar 2.8 Ilustrasi korosi batas butir pada SS ..........................................
22 Gambar 2.7 Ilustrasi stress cracking corrosion ............................................
21 Gambar 2.6 Ilustrasi Crevice Corrosion ......................................................
20 Gambar 2.5 Skema proses kimia pada saat pitting corrosion ......................
18 Gambar 2.4 Ilustrasi pitting corrosion pada SS ...........................................
17 Gambar 2.3 Korosi Uniform ........................................................................
36
Gambar 4.4 Keterangan luas benda uji ........................................................38 Gambar 4.5 Benda uji II mula-mula ............................................................
42 Gambar 4.6 Benda uji II setelah perendaman selama 2 minggu..................
43 Gambar 4.7 Benda uji II setelah perendaman selama 16 minggu................
43 Gambar 4.8 Benda uji III mula-mula ...........................................................
47 Gambar 4.9 Benda uji III setelah perendamaan selama2 minggu................
48 Gambar 4.10 Benda uji III setelah perendaman selama 16 minggu ..............
48 Gambar 4.11 Benda uji IV mula-mula...........................................................
54 Gambar 4.12 Benda uji IV setelah perendaman selama 2 minggu ................
54 Gambar 4.13 Benda uji IV setelah perendaman selama 16 minggu ..............
55 Gambar 4.14 Benda uji V mula-mula ............................................................
59 Gambar 4.15 Benda uji V setelah perendaman selama 2 minggu .................
60 Gambar 4.16 Benda uji V setelah perendaman selama 16 minggu ...............
60
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Grafik laju korosi rata-rata spesimen I........................................40 Grafik 4.2 Grafik laju korosi total spesimen I ..............................................
41 Grafik 4.3 Grafik laju korosi rata-rata spesimen II ......................................
45 Grafik 4.4 Grafik laju korosi total spesimen II.............................................
46 Grafik 4.5 Grafik laju korosi rata-rata spesimen III .....................................
51 Grafik 4.6 Grafik laju korosi total spesimen III ...........................................
52 Grafik 4.7 Grafik laju korosi rata-rata spesimen IV.....................................
57 Grafik 4.8 Grafik laju korosi total spesimen IV ...........................................
58 Grafik 4.9 Grafik laju korosi rata-rata spesimen V ......................................
63 Grafik 4.10 Grafik laju korosi total spesimen V ............................................
64 Grafik 4.11 Grafik perbandingan laju korosi spesimen I, II dan III...............
65
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan jaman dan teknologi mempengaruhi keanekaragaman kebutuhan manusia. Penerapan teknologi di negara- negara industri berkembang dengan pesat. Hampir semua peralatan dan mesin-mesin industri serta komponen-komponennya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diketahui kekuatan maksimum dan umur pakainya. Hal ini membutuhkan waktu penelitian dengan ketelitian yang tinggi. Serangkaian proses diperlukan untuk mendapatkan baja dengan sifat mekanik yang diinginkan, misalnya : keuletan, ketangguhan, kekerasan, ketahanan terhadap korosi dan lain-lain.
Dengan pesatnya teknologi, manfaat nuklir yang dahulunya dipakai sebagai senjata perang sekarang banyak dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Pemanfaatan teknologi nuklir memiliki banyak keunggulan oleh adanya sifat radiasi yang mudah dideteksi sampai kadar yang sangat rendah, berdaya tembus besar dan dapat dikendalikan baik arah, luas berkas maupun energi partikelnya.
Baja tahan karat (stainless steel) merupakan bahan yang memiliki banyak keunggulan terutama mengenai ketangguhan, keuletan dan ketahanan terhadap korosi. Karena keunggulan tesebut, dari tahun ke tahun
Baja Tahan Karat (Stainless steel) 304 sangat cocok untuk pembuatan tabung reaksi untuk reaksi-reaksi nuklir. Contoh penggunaan Stainless steel 304 adalah tabung Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly
99 for Mo Prad Action).
Dalam tugas akhir ini penulis melakukan penelitian pengaruh Larutan H
2 SO 4 dengan pH 0,2 dan 0,5 terhadap laju korosi Stainless Steel
304 yang telah mengalami pengelasan TIG dan yang tidak mengalami pengelasan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju korosi Stainless Steel 304 yang telah mengalami pengelasan dan tidak mengalami pengelasan yang direndam dalam lingkungan H
2 SO 4 dengan pH 0,2 dan 0,5 .
1.3 Batasan Masalah
Judul dari Tugas Akhir yang penulis susun sebenarnya bisa mencakup permasalahan yang luas. Maka agar pembahasannya tidak terlalu banyak dan lebih terarah, maka penulis memberikan batasan permasalahan sebagai berikut:
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pelat Stainless Steel Austenit 304 yang telah mengalami pengelasan TIG dan tidak mengalami pengelasan.
2. Proses pembuatan larutan H
2 SO 4 dengan pH 0,2 dan 0,5 dengan
3. Benda kerja yang akan diteliti dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan H
2 SO 4 masing-masing dengan pH 0,2 dan 0,5.
Kemudian tabung ditutup supaya gas dari larutan tidak mengkorosi lingkungan sekitar.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II membahas mengenai tinjauan pustaka yang berisi klasifikasi besi dan baja, sifat-sifat baja, pengaruh unsur spesifik pada baja, struktur mikro besi dan baja, jenis-jenis stainless steel, jenis-jenis korosi pada stainless steel, dan pengelasan TIG yang dilakukan.
3. Bab III membahas mengenai metode penelitian yang berisi skema penelitian, bahan yang digunakan, alat-alat yang digunakan.
4. Bab IV membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berisi data dan perhitungan laju korosi benda uji.
5. Bab V membahas mengenai kesimpulan yang diambil dari perhitungan dan data yang ada, serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Besi dan Baja
A. Besi Besi merupakan elemen logam penyusun utama pada baja.
Pada suhu 1539ºC, besi cair mulai membeku. Pada pendinginan selanjutnya, larutan padat menunjukkan titik henti pada 1400ºC dan pada suhu ini besi mengalami perubahan susunan kristal. Besi pada suhu 1539 – 1400ºC disebut besi dengan susunan
δ. Besi dengan suhu 1400 – 910ºC disebut dengan susunan ∂. Besi dengan suhu 910
- – 768 ºC disebut besi
β. Besi dengan suhu 768ºC sampai suhu kamar disebut besi α..
B. Baja
Untuk mendapatkan baja, harus dilakukan serangkaian proses peleburan bijih besi yang merupakan hasil tambang yang dilebur dalam dapur tinggi untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah yang cukup besar. Kandungan-kandungan unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh baja yang sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P, dan S dari besi mentah lewat proses oksidasi peleburan.
Berdasarkan kadar karbon baja dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Baja karbon rendah (<0,3%)
Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat besi murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las.
b. Baja karbon sedang (0,3% - 0,6%)
Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah dengan cara heat treatment. Pembentukannya dengan cara ditempa.
c. Baja karbon tinggi (0,6% - 1,4%)
Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka, untuk mempertinggi ketahanan terhadap aus dilakukan dengan heat treatment dan untuk mengurangi sifat getasnya dengan cara di temper. Baja jenis ini dipergunakan untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain. AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of
Automotive Engineers ) memberi kode untuk baja karbon biasa
dengan seri 10xx. Dua angka terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja tersebut. Sebagai contoh : seri 1050 berarti baja karbon dengan kandungan C sebesar 0,50 % berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan karbon sebesar 0,80 % berat.
B.1 Sifat-Sifat Baja
1. Malleability / dapat ditempa Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dengan mudah dibentuk, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak (misal menggunakan hammer / palu atau dirol).
2. Ductility / ulet Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.
3. Toughness / ketangguhan Adalah kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tanpa mengalami retak.
4. Hardness / kekerasan Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan penetrasi logam lain
5. Strength / kekuatan Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan gaya yang bekerja atau kemampuan untuk menahan deformasi
6. Weldability / mampu las Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat mudah dilas, baik
7. Corrosion resistance / tahan korosi
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.
8. Machinability / mampu mesin Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dikerjakan dengan mesin (misal mesin bubut, frais, dan lain-lain).
9. Elasticity / kelenturan Adalah kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula tanpa mengalami deformasi plastis yang permanen.
10. Britlleness / kerapuhan Adalah sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini berhubungan dengan kekerasan dan merupakan kebalikan dari ductility.
B.2 Pengaruh Spesifik Unsur Paduan pada Baja a.
Unsur paduan Sulfur ( S ) dan Phospor ( P ) Semua baja mengandung unsur S dan P. Unsur-unsur S dan P ini sebagian berasal dari kotoran terbawah biji besi sebelum diolah dalam dapur tinggi. Kadar S dan P harus dibuat sekecil mungkin karena unsur S dan P akan menurunkan kualitas dari baja. Kadar S dalam jumlah banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas) sedangkan unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah (dingin). Kadang-kadang unsur P perlu ditambahkan pada mendapatkan ukuran tatal lebih kecil ketika dikerjakan dengan mesin otomatis.
b.
Unsur paduan Mangan ( Mn ) Semua baja mengandung mangan, karena mangan sangat diperlukan dalam pembuatan baja. Kadar mangan lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara mencolok. Unsur mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoksider (pengikat O )
2
sehingga proses peleburan dapat berlangsung secara baik. Kadar mangan rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
c. Unsur paduan Nikel ( Ni ) Unsur nikel memberi pengaruh yang sama, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Apabila kadar Ni cukup banyak maka akan menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur butiran halus sehingga menaikan keuletan baja.
d.
Unsur pada Silikon ( Si ) Unsur silikon selalu terdapat dalam baja. Unsur silikon menurunkan laju perkembangan gas sehingga mengurangi sifat berpori baja. Silikon akan menaikkan tegangan tarik baja dan menurunkan pendinginan kritis. Unsur silikon harus selalu ada dalam baja walaupun dalam jumlah yang sangat kecil hal ini dikarenakan akan memberikan sifat mampu las dan mampu tempa pada baja.
e.
Unsur paduan Cromium (Cr) Unsur cromium dapat memindahkan titik eutektik ke kiri.
Cromium dan karbon akan membentuk karbida yang akan menaikan kekerasan baja. Cromium akan menaikan kemampuan potong, kekerasan dan daya tahan alat perkakas terhadap korosi, tetapi menurunkan keuletan. Cromium akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis dan menaikan suhu kritis baja.
f. Unsur paduan Cobalt (Co) Pada umumnya unsur cobalt digunakan bersama-sama unsur paduan lainya. Cobalt menaikan daya tahan aus dan menghalangi pertumbuhan butiran.
g. Unsur paduan Tungsten (W), Molibdenum (Mo), Vanadium (V) Seperti Cr, unsur-unsur ini akan membentuk karbida dalam baja yang akan menaikan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur-unsur ini juga memberikan daya tahan panas pada alat perkakas yang bekerja dengan kecepatan tinggi.
Unsur-unsur ini tidak begitu mempengaruhi kecepatan pendinginan baja tetapi menaikan titik eutektik baja. Unsur paduan ini terutama digunakan pada pahat baja HSS (High Speed Steel). h.
Karbon (C) Karbon merupakan unsur utama pada baja. Dengan Fe maka akan membentuk Fe C (sementit). Peningkatan kadar karbon akan
3
menambah kekerasan baja. Di atas 0,83 % C, kekuatan baja akan turun, meskipun kekerasan baja bertambah.
Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon( Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik hal 71 )
Perubahan-perubahan yang diakibatkan perbedaan kadar karbon tersaji pada Gambar 2.1. Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besar pula noda flek hitam (flek perlit), akibat dari itu berkurang pula flek putih (ferrit = besi murni). Pada saat kadar karbon mencapai 0,85% maka besi dalam keadaan jenuh terhadap karbon. Struktur seperti itu disebut perlit lamellar, yaitu campuran yang sangat halus dan berbentuk batang-batang kristal. Campuran kristal tersebut terdiri dari ferrit dan sementit. Apabila kadar karbon nilainya bertambah besar, maka sementit akan berkurang dan flek- flek perlit akan bertambah.
2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Stainless Steel (SS) adalah paduan besi dengan kadar kromium (Cr) minimal 12 %. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini bila dibandingkan dengan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium) ataupun cat.
Meskipun seluruh kategori stainless steel didasarkan pada kandungan krom, namun unsur paduan lainnya dapat ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat stainless steel sesuai penggunaannya. Kategori stainless steel berbeda dengan baja lain yang didasarkan pada prosentase kadar karbon, tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.
Dalam penggunaanya, stainless steel selain dibutuhkan sebagai logam yang tahan terhadap korosi juga dibutuhkan sifat tambahan guna meningkatkan sifat mekaniknya. Peningkatan sifat mekanik ini tergantung pada sejumlah unsur yang terkandung dalam paduan stainless steel.
Berikut ini akan dijelaskan kegunaan unsur-unsur tambahan dalam stainless steel :
1. Cromium (Cr), berguna untuk membentuk protective layer (lapisan pelindung) untuk melindungi dari korosi.
2. Nikel (Ni), sebagai penstabil austenit, meningkatkan sifat mekanik, meningkatkan ketahanan korosi pada lingkungan asam mineral.
3. Mangan (Mn), untuk membantu fungsi Ni
4. Molybdenum (Mo), sebagai penstabil lapisan pelindung dalam lingkungan yang mengandung banyak ion klorida (Cl) seperti pada lingkungan air laut (NaCl).
5. Karbon (C), untuk meningkatkan kemampuan dapat dikeraskan (hardenability) dari material stainless steel.
6. Nitrogen (N), dapat membentuk duplex stainless steel dengan meningkatkan terbentuknya austenit sehingga meningkatkan sifat mekanik stainless steel.
Ada lima golongan utama stainless steel seperti Austenit, Ferrit, Martensit, Duplex (fasa ganda) dan Precipitation Hardening stainless steel:
a. Austenit
Stainless steel austenit mengandung sedikitnya 0,15% karbon, 18% krom dan 8% nikel (grade standar untuk 304), oleh karena itu biasa disebut baja delapan belas delapan. Ketahanan korosi stainless steel ini baik, mampu bentuk dan mampu lasnya juga baik, maka banyak dipakai dalam industri kimia. Selain itu juga banyak digunakan pada bahan konstruksi, perabot dapur, turbin, mesin jet, komponen berputar, konstruksi kapal, reaktor nuklir, dan sebagainya.
Austenit cocok juga untuk penggunaan pada temperatur rendah, disebabkan unsur nikel membuat stainless steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. Walaupun ketahanan korosinya baik, namun baja ini memiliki kekurangan antara lain korosi antar butir, korosi lubang/crevice dan retakan korosi regangan.
b. Ferrit
Stainless steel jenis ini mengandung 16-18% krom. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi/machining.
Baja tahan karat ini biasanya dibentuk menjadi pelat tipis sebagai bahan untuk bagian dalam suatu konstruksi, peralatan dapur, komponen trim mobil bagian dalam, dan lain-lain. Pada lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat, tetapi bila berada pada air/larutan netral dapat terjadi korosi lubang/crevice bila terdapat sedikit ion klor, atau bila ada struktur berbentuk kervis.
Karena baja ini mengandung ≥ 15% Cr maka bersifat getas pada 457 °C karena pemanasan yang lama pada 600-650 °C terjadi kegetasan, sehingga perlu dihindari penggunaan pada daerah temperatur ini.
c. Martensit Stainless Steel jenis ini memiliki 12-13% Cr dan 0,1-0,3% C.
Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah untuk ketahanan terhadap asam, karena itu baja ini sukar berkarat di udara.
Sampai 500 °C baja ini dapat dipakai karena memiliki ketahanan terhadap panas yang baik, dan dengan pemanasan dan penemperan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik. Baja jenis ini banyak dipakai pada alat pemotong dan perkakas. Kelebihan dari stainless steel jenis ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat dihardening.
d. Duplex Stainless Steel (Baja Tahan Karat Fasa Ganda)
Stainless steel jenis ini memiliki mikrostruktur ganda, yaitu campuran antara Austenit dan Ferrit. Duplex stainless steel memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap stress corrosion cracking. Umumnya baja ini mempunyai komposisi 12% Cr + 5% Ni + 1,5% Mo + 0,03% C.
Dalam baja tahan fasa ganda, kegetasan mampu las dan kekurangan lainnya dari baja krom tinggi diperbaiki dengan penambahan Ni dan N. Kekurangan baja tahan karat ini adalah sifat pengerjaan panasnya yang kurang baik. Baja tahan karat fasa ganda mempunyai sifat-sifat bahwa sifat austenit dan ferit masing-masing memberikan pengaruh saling menutupi. Sebagai contoh, tegangan mulur yang rendah dari sifat austenit diperbaiki dengan adanya sifat ferit. Dan keuletan rendah dari sifat ferit diperbaiki oleh sifat austenit.
Ketahanan korosi pada umumnya melebihi baja 18-8, terutama baja yang memiliki kadar Cr tinggi dan mengandung Mo sangat baik dalam ketahanan korosi lubangnya sehingga baja ini dapat dipakai untuk penukar kalor yang menggunakan air laut. Meskipun kemampuan stress corrosion cracking-nya tidak sebaik Ferrit tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding Ferrit dan lebih buruk dibanding
Austenit. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenit (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 tetapi ketahanan terhadap pitting corrosion jauh lebih baik. Ketangguhan Duplex SS akan menurun pada temperatur dibawah – 50° C dan diatas 300° C.
e. Precipitation Hardening Steel
Precipitation Hardening Steel adalah stainless steel yang keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material stainless steel. Pembentukan ini disebabkan oleh penambahan unsur tembaga (Cu), titanium (Ti), Niobium (Nb) dan alumunium (Al). Proses penguatan umumnya terjadi saat dilakukan pengerjaan dingin (Cold work).
Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel dapat dilihat pada Tabel 2.1
Je n is Ke t a ha n a n Ke t a ha n a n Re spon Ke t a ha n a n M e t ode Ke - lia t - a n Ke m a m pua n St a in le ss
Te m pe r a t ur Te m pe r a t ur M a gn e t Kor osi H a r de n in g ( D u ct ilit y) W e lding St e e l Tin ggi Re nda h
Aust enit ic Tdk Sgt Tinggi Cold Work Sgt Tinggi Sgt Tinggi Sgt Tinggi Sgt Tinggi
Duplex Ya Sedang Tidak ada Sedang Rendah Sedang TinggiFerrit ic Ya Sedang Tidak ada Sedang Tinggi Rendah Rendah
Mart ensit ic Ya Sedang Q & T Rendah Rendah Rendah RendahTabel 2.1 Tabel perbandingan sifat mekanik berbagai jenis stainless steel (Sumber : Dipo Nugroho, Klasifikasi Stainless Steel).2.3 Korosi Pada Stainless Steel
Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi (protective layer).
Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material lain yang memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan juga Aluminium (Al).
Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi kromium + oksigen secara spontan membentuk kromiumoksida. Jika lapisan oksida stainless steel tergores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara spontan, tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen. Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi akan terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya udara, cairan/larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang berlainan jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
Gambar 2.2 Pembentukan spontan lapisan oksidaMeskipun alasan utama penggunaan stainless steel adalah ketahanan korosinya, tetapi pemilihan stainless steel yang tepat mesti disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula. Pada umumnya, korosi menyebabkan beberapa masalah seperti :
1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/halus pada tangki dan pipa-pipa sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.
2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan/pengurangan ketebalan/volume material sehingga 'strength' juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya.
3. Penampilan permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan kerak karat ataupun lubang-lubang
4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses produksi makanan.
Secara umum korosi pada stainless steel dapat dikategorikan sbb. :
a. Uniform Corrosion
Uniform corrosion terjadi disebabkan rusaknya seluruh atau sebagian protective layer pada SS sehingga SS secara merata akan berkurang/aus terlihat pada gambar 2.4. Korosi ini terjadi umumnya disebabkan oleh cairan atau larutan asam kuat maupun alkali panas.
Asam hidroklorit dan asam hidrofluor adalah lingkungan yang perlu dihindari SS apalagi dikombinasikan dengan temperatur serta konsentrasi yang cukup tinggi.
Gambar 2.3 Korosi uniform yang menyebabkan berkurangnya dimensi permukaan benda secara merata.b. Pitting Corrosion
Korosi berupa lubang-lubang kecil sebesar jarum, dimana dimulai dari korosi lokal (bukan seperti uniform corrosion). Pitting corrosion ini awalnya terlihat kecil dipermukaan SS tetapi semakin membesar pada bagian dalam SS yang tersaji pada gambar 2.5. Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan pH rendah, temperature moderat, serta konsentrasi klorida yang cukup tinggi (misal NaCl atau garam di air laut). Pada konsentrasi klorida yang cukup tinggi, awalnya ion-ion klorida merusak protective layer pada permukaan SS terutama permukaan yang cacat. Timbulnya cacat ini dapat disebabkan oleh kotoran sulfida, retak-retak kecil akibat penggerindaan, pengelasan, penumpukan kerak, penumpukan larutan padat. Proses kimia yang terjadi saat pitting korosi ini dapat dilihat dalam gambar 2.6. Umumnya SS berkadar Krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan Nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap pitting corrosion. Pada industri petrokimia korosi ini sangat berbahaya karena menyerang permukaan dan penampakan visualnya sangat kecil, sehingga sulit untuk diatasi dan dicegah terutama pada pipa-pipa bertekanan tinggi. Ketahanan material terhadap pitting korosi jenis ini di formulasikan sbb :
PREN = %Cr + (3,3 x %Mo) + (16 x %N) Satu hal yang menyebabkan pitting corrosion sangat serius bahwa ketika lubang kecil terbentuk, maka lubang ini akan terus cenderung berkembang (lebih besar dan dalam) meskipun kondisi SS tersebut sangat tertutup atau tidak dapat tersentuh sama sekali. Oleh karena itu dalam mendesain material untuk lingkungan kerja yang besar kemungkinan terjadinya pitting korosi digunakan nilai PREN, sebagai acuan. Contohnya bila dibandingkan antara SS austenitik seperti 304, 316L, dan SS super-austenitik seperti UR 6B. SS 304 memiliki komposisi (dalam %): < 0,015 C, 18.5 Cr, 12 Ni sedangkan untuk SS 316L memiliki komposisi : < 0,030 C, 17.5 Cr, 13,5 Ni, 2,6 Mo. SS super-austenitik UR 6B memiliki komposisi : < 0,020 C, 20 Cr, 25 Ni, 4,3 Mo, dan 0,13 N. Dengan komposisi yang berbeda maka nilai PREN untuk masing-masing SS adalah: 304 = 18, 316L = 26, dan UR B6 = 37. Dengan demikian maka UR B6 memiliki ketahanan akan pitting korosi paling kuat sedangkan 304 memiliki ketahanan pitting korosi yang terlemah.
Gambar 2.4 IIustrasi pitting corrosion pada material SS.Gambar 2.5 Skema proses kimia yang terjadi saat pitting corrosion menyerang dan terus merusak logam SS.c. Crevice Corrosion
Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi oksidasi terhadap krom (Cr) SS sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (miskin oksigen). Sering pula terjadi akibat desain konstruksi peralatan yang tidak memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misal celah antara gasket/packing, celah yang terbentuk akibat pengelasan yang tidak sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/sudut antara 2 atau lebih lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Peristiwa korosi ini terjadi di daerah yang sangat sempit (celah, sudut, takik dsb) seperti disajikan pada gambar 2.7. Crevice Corrosion dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih berat/hebat dan terjadi pada temperatur dibawah temperatur moderat yang biasa menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk menghindari masalah ini, salah satunya dengan membuat desain peralatan lebih 'terbuka' walaupun kenyataannya sangat sulit untuk semua aplikasi.
Gambar 2.6 Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material bertemu dan membentuk celah sempit, sehingga terjadi perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi.d. Stress Corrosion Cracking
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compressive maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka SS cenderung lebih cepat mengalami korosi. Karat yang mengakibatkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan SS menyebabkan tegangan kerja (working Strees) pada SS akan bertambah besar. Korosi ini dapat terjadi pula misal pada pin, baut-mur dengan lubangnya/ dudukannya, SS yang memiliki tegangan sisa akibat rolling, bending, welding dan sebagainya. Ilustrasi dari korosi ini dapat dilihat pada
gambar 2.8. Korosi ini meningkat jika part yang mengalami stress berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut yangtemperaturnya cukup tinggi. Sebagai akibatnya aplikasi SS dibatasi untuk menangani cairan panas bertemperatur di atas 50 C bahkan dengan kadar klorida yang sangat sedikit sekalipun (beberapa ppm). SS yang cocok korosi ini adalah austenitic SS disebabkan kadar Nikel- nya (Ni) relative tinggi. Grade 316 tidak lebih tahan secara siknifikan dibanding 304. Duplex SS (misal 2205/UR 45N) lebih tahan dibanding
o
304 atau 316 bahkan sampai temperatur aplikasi 150 C dan super duplex akan lebih tahan lagi terhadap stress corrosion cracking. Pada beberapa kasus, korosi ini dapat dikurangi dengan cara penembakan permukaan logam dengan butir pasir logam, atau juga meng-annealing setelah SS selesai proses permesinan, sehingga dapat mengurangi tegangan pada permukaan logam.
Gambar 2.7 Ilustrasi stress-cracking-corrosion akibat adanya tegangan sisa dan lingkungan korosif.e. Intergranular Corrosion Korosi ini disebabkan ketidak sempurnaan mikrostruktur SS.
o
Ketika austenic SS berada pada temperature 425-850 C (temperatur sensitasi) atau ketika dipanaskan dan dibiarkan mendingin secara perlahan (seperti halnya sesudah welding atau pendinginan setelah annealing) maka karbon akan menarik krom untuk membentuk partikel kromium karbida (chromium carbide) di daerah batas butir (grain boundary) struktur SS. Formasi kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan kromium pada daerah tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan mudah terserang oleh korosi (Gambar 2.9). Umumnya SS dengan kadar karbon kurang dari 2 % relative tahan terhadap korosi ini.
Ketidaksempurnaan mikrostruktur ini diperbaiki dengan menambahkan unsur yang memiliki daya tarik terhadap karbon lebih besar untuk membentuk karbida, seperti Titanium (misal pada SS 321) dan Niobium (misal pada SS 347). Cara lain adalah dengan menggunakan SS berkadar karbon rendah yang di tandai indeks 'L' - low carbon steel- (misal 316L atau 304L). SS dengan kadar karbon tinggi juga akan tahan terhadap korosi jenis ini asalkan digunakan pada temperatur tinggi pula (misal 304H, 316H, 321H, 347H)
Gambar 2.8 Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi krom (Cr).f. Galvanic Corrosion