PERKEMBANGAN GERAKAN PETANI DI KABUPATEN SLEMAN

  PERKEMBANGAN GERAKAN PETANI DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Ekonomi Disusun oleh :

  WIDYANINGSIH NIM: 031324022 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Tuhanku Yesus Kristus

  Orang tuaku Bapak R. Suharno dan Ibu Sumirah Mbakku Bernadetta Widyarini Masku Yunianto

  MOTTO LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

  Nama : WIDYANINGSIH Nomor Mahasiswa : 031324022

  Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PERKEMBANGAN GERAKAN PETANI DI KABUPATEN SLEMAN beserta perangakat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memeberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 17 Januari 2008 Yang menyatakan (Widyaningsih)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 17 Januari 2008 Penulis

  Widyaningsih

  

ABSTRAK

PERKEMBANGAN GERAKAN PETANI

DI KABUPATEN SLEMAN

  Widyaningsih Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2008

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa orde baru dan pada masa reformasi. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman yang terdiri dari 17

  Kecamatan pada bulan Juli sampai bulan September 2007. Data yang dikumpulkan meliputi dokumen, pemerian, pernyataan lisan dan relief yang dilakukan oleh peneliti. Sampel penelitian diambil 10% dari jumlah kelompok tani di masing-masing kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sleman. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada gerakan petani yang ada di Kabupaten Sleman setelah adanya perubahan masa Orde Baru ke masa Reformasi.

  1. Gerakan petani pada masa Orde Baru a.

  Gerakan petani disebut kelompencapir.

  b.

  Tujuan kelompencapir adalah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah.

  c.

  Kegiatan kelompencapir adalah penyuluhan oleh Mantri Tani serta dialog para anggota kelompencapir dengan Matri Tani d.

  Hambatan yang dihadapi kelompencapir adalah masalah permodalan dan kurangnya tenaga penyuluh.

  2. Gerakan petani pada masa Reformasi a.

  Gerakan petani disebut kelompok tani.

  b.

  Tujuan dibentuknya kelompok tani adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para anggota dalam bidang pertanian.

  c.

  Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani adalah penyuluhan oleh Petugas Penyuluh Lapangan dan Lembaga Swadaya Masyarakat, arisan, simpan pinjam, promosi industri (pupuk, bibit), sekolah pertanian, wadah belajar petani.

  d.

  Hambatan yang dihadapi kelompok tani adalah masalah permodalan dan masalah dalam bidang pertanian.

  

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF FARMERS’ MOVEMENT

IN SLEMAN

  Widyaningsih Sanata Dharma University

  Yogyakarta 2008

  The purpose of this research is to know the development of farmers’ movement in Sleman During New Rezim and Reformasi Era. The research held in Sleman which consists of 17 subdistricts from July to

  September 2007. The data collected by applying documentation, distribution, oral statement and relief done by researcher. 10 % of research samples were taken from the farmers in each subdistrict in Sleman. Data analysis used was descriptive qualitative analysis.

  The result of the research shows that there are changes on farmers movement in Sleman after the change of New Rezim to Reformasi Era.

  1. The Farmers Movement in New Rezim a.

  The farmers movement called “kelompencapir” b.

  The purpose of “kelompencapir” is Agricultural Extension to execute the goverment policy c.

  The activities of “Kelompencapir” are extension by agricultural experts and dialogues of Kelompencapir members.

  d.

  The obstractions that “kelompencapir” faced are capital problems and less of extension staff.

  2. The Farmers Movement in Reformasi Era a.

  The farmers movement called “ kelompok tani” b.

  The purpose of “Kelompok Tani” is increasing knowledge and skill improvement of the members in agriculture c.

  The activities of “Kelompok Tani” are extension by staff of field extension and Society Effort Organization, regular social gathering, save and loan, industry promotion (fertilizer, seed), agricultural school and farmers study space.

  d.

  The obstractions that “Kelompok Tani” faced are capital problem and agricultural problem.

  KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berrjudul “Perkembangan Gerakan Petani Di Kabupaten Sleman” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

  Selesainya penulisan skripsi ini bukan berarti lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah mendampingi, mengarahkan dan memberikan semangat kepada penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

  3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

  4. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan sabar dan perhatian serta memberikan banyak kritik dan saran yang membangun yang berguna bagi penyelesaian penulisan skripsi ini.

  5. Bapak Drs. P.A. Rubiyanto selaku pembimbing II yang dengan sabar dan perhatian dalam membimbing penulis serta memberikan masukan- masukan yang bermanfaat sehingga dapat membuat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

  6. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si. yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

  7. Bapak Y.M Vianey Mudayen, S.Pd. yang telah membantu kelancaran

  8. Pihak sekretariat yaitu mbak Titin yang telah membantu kelancaran penulis dari permulaan pembuatan skripsi sampai selesai.

  9. Staf Perpustakaan Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam memperoleh referensi-referensi yang berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini.

  10. Orang tua yaitu Bapak R. Suharno dan Ibu Sumirah yang selalu memberikan spirit keberhasilan dan tak lupa banyak terima kasih atas doa dan nasehatnya selama ini.

  11. Kakaku Bernadetta Widyarini yang telah memberikan dorongan dan semangatnya .

  12. Masku Yuniato yang telah memberikan semangat, dorongan dan doanya.

  13. Sahabat-sahabatku: Meyta Diah Sukmawati, Asti Vitaningrum, Christina Yuyun Kurniawati, Eka Yulianti, Isnani Pujiyatmi, Maria Thomas Tini terima kasih atas bantuan, persahabatan, pengertian dan kekompakkannya yang tulus dari kalian.

  14. Seluruh teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2003, terima kasih atas keceriaan, dukungan dan semangat kalian.

  15. Mbak Us, Mas Aji, Mas Panggung dan Dek Majid terima kasih atas bantuannya.

  16. Para Ketua Kelompok Tani dan anggota kelompok tani di Kabupaten Sleman terima kasih atas bantuannya.

  Yogyakarta, 17 Januari 2008 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................... vi HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT

  ....................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ..................................................................................... x DAFTAR ISI.................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................

  1 A. Latar Belakang .........................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ....................................................................

  4 C. Tujuan Penelitian .....................................................................

  5 D. Manfaat Penelitian ...................................................................

  5 BAB II . TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

  7 A. Perkembangan Pertanian..........................................................

  7 B. Hak-hak Petani.........................................................................

  9 C. Latar Belakang Dilanggarnya Hak-Hak Petani........................ 15 D. Gerakan Petani Di Indonesia.................................................... 16 E.

  Kerangka Pemikiran................................................................. 20

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 22 A. Jenis Penelitian......................................................................... 22 B. Lokasi Penelitian...................................................................... 22 C. Populasi,Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel................. 22

  E.

  Sumber Data............................................................................. 26 F. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 26 G.

  Variabel Penelitian dan Batasan Operasional .......................... 27 H. Teknik Analisis Data................................................................ 29 BAB IV. GAMBARAN UMUM ..................................................................

  31 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................... 31 B. Deskripsi Kelompok Tani ........................................................ 36 BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................

  40 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................

  65 A. Kesimpulan .............................................................................. 65 B. Saran......................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

  71 LAMPIRAN 1 FORMAT WAWANCARA....................................................

  72 LAMPIRAN 2 SURAT IJIN PENELITIAN ...................................................

  73 LAMPIRAN 3 JUMLAH KELOMPOK TANI TAHUN 2006.......................

  74 LAMPIRAN 4 SAMPEL PENELITIAN.........................................................

  88 LAMPIRAN 5 WAWANCARA DENGAN KETUA KELOMPOK TANI ...

  90

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan merupakan upaya untuk memajukan kehidupan

  masyarakat dan warganya. Jadi bukan masalah peningkatan materi sebagai tujuan yang pertama dan terutama atau yang lebih mendasar lagi, pembangunan haruslah merupakan pembebasan manusia secara terus menerus. Dengan demikian pembangunan pertanian pertama-pertama bukan masalah peningkatan produksi pertanian, melainkan upaya pembebasan manusia petani dan termasuk di dalamnya adalah peningkatan kesejahteraan manusia pada umumnya. Peningkatan produksi pertanian menjadi faktor yang ada di dalam pembangunan dan mengikutinya. Masalah manusia dalam pembangunan pertanian bukan dalam arti peningkatan sumber daya manusia (SDM).

  Pembangunan pertanian bukan upaya menciptakan manusia sebagai faktor produksi, melainkan manusia petani yang benar-benar merdeka. Menurut Arief Budiman, pembangunan harus mampu menciptakan kondisi lingkungan yang mendorong lahirnya manusia kreatif (Soetomo, 1996).

  Sejak awal manusia petani senantiasa kalah. Kekalahan yang pertama datang dari alam. Hal ini merupakan sesuatu yang ironis bila mengingat pada awalnya budaya bercocok tanam lahir dari anugerah alam. Tetapi hal ini dapat dipahami karena ketergantungan petani pada alam sebenarnya akan menciptakan ancaman pada petani. Sementara kekalahan kedua yang sistem kekuasaan dan politik yang ada didalamnya. Akhirnya upaya untuk mencapai pencerahan petani lewat ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi tradisionalitas yang penuh dengan mitos-mitos yang menindas tidak tercapai. Justru sebaliknya ilmu pengetahuan dan teknologi berubah menjadi bentuk-bentuk dominasi baru yang tidak kurang menindas.

  Manusia petani dengan dasar bahwa ia adalah manusia harus diperlakukan sungguh-sungguh sebagai manusia. Hal ini merujuk pada hak- hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia karena ia manusia, bukan diberikan oleh masyarakat berdasarkan suatu hukum positif tertentu, melainkan karena martabatnya sebagai manusia (Rengka, 2004).

  Pengakuan hak-hak asasi manusia dalam diri petani memberikan implikasi yang penting. Jaminan otonomi manusia atas kehidupan pribadinya sangat penting terutama berhadapan dengan tendensi totaliter pemerintah yang ingin mengatur segala segi kehidupan petani hingga yang paling kecil.

  Tuntutan ini secara positif harus diperluas dalam bentuk pembangunan pertanian yang direncanakan secara demokratis, direncanakan dan dilaksanakan bersama segenap masyarakat petani. Demokratisasi dalam kehidupan petani antara lain terwujud dalam penghapusan segala unsur-unsur monopoli yang berasal dari kaum politisi dan pejabat. Para ilmuwan dan teknokrat tidak dapat begitu saja menentukan kebijakan-kebijakan yang dianggapnya paling baik untuk petani ( Soetomo, 1996).

  Masyarakat petani mempunyai hak untuk menuntut pemerintah atas negara tidak pernah mempunyai tujuan di dalam diri sendiri. Negara harus menjamin bahwa petani tidak hidup dibawah tingkat minimal yang dianggap wajar, melainkan berhak untuk merasakan serta menerima secara adil harta benda material dan kultural bangsa ini. Hal ini ditegaskan dalam realitas negatif manusia petani. Di satu pihak petani sebagai manusia dalam kancah pembangunan diakui hak-haknya, tetapi di lain pihak petani begitu akrab dengan kemiskinan dan ketidakberdayaan. Keadaan inilah yang membuat bargaining power dan bargaining position petani dalam perjuangan dan persaingan hidup ditengah-tengah masyarakat menjadi sangat lemah. Hal ini berarti bahwa petani tidak menyumbang apa-apa untuk pembangunan.

  Pembangunan tetap berjalan tanpa petani, bahkan laju pembangunan sering dianggap terhambat karena kemiskinan petani. Posisi seperti itulah yang membuat petani menjadi kurang berdaulat atas kehidupannya dan kurang bermartabat serta begitu hina dalam kehidupan masyarakat (Soetomo, 1996).

  Kesulitan para petani bukan hanya menyangkut ketidakberdayaan secara psikologis dan kultural. Bukan sekedar menyangkut kelemahan petani memahami iptek yang modern dalam dunia pertanian, hambatan mentalitas dari petani untuk maju ataupun kemiskinan dalam mengantisipasi berbagai persoalan usaha tani. Kemiskinan petani harus dilihat dalam perspektif adanya ketergantungan struktural yang berasal dari semua bidang yang menjadi persyaratan bagi petani untuk maju.

  Sejak jaman penjajahan sampai reformasi petani tetap saja dalam petani selalu menjadi manusia yang kalah. Untuk menghilangkan ketidakberdayaan petani tersebut banyak kaum petani yang membentuk sebuah organisasi yang dapat memenuhi hak-hak petani. Pada masa orde lama organisasi petani dikenal dengan nama koperasi pertanian, sedang pada masa orde baru organisasi kaum petani sering dikenal dengan nama kelompencapir, namun saat orde reformasi kelompencapir tersebut berubah nama menjadi kelompok tani. Organisasi para petani mempunyai tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para petani dalam mengelola usaha pertanian sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Selain itu dalam organisasi ini pula petani dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan pendidikan mengenai teknologi pertanian ataupun cara-cara yang baik untuk mengembangkan usaha tani.

  Pembentukan kelompencapir pada masa orde baru dan kelompok tani pada orde reformasi termasuk ke dalam sebuah gerakan tani yang bertujuan agar petani memperoleh hak-haknya serta meningkatkan kesejahteraan petani. Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “ Perkembangan Gerakan Petani di Kabupaten Sleman” dengan alasan karena daerah Sleman termasuk daerah pertanian yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.

  B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

  1. Bagaimanakah perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Orde Baru ?

  2. Bagaimana perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Reformasi ?

  C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1.

  Mengetahui perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Orde Baru.

  2. Mengetahui perkembangan gerakan petani Di Kabupaten Sleman pada masa Reformasi.

  D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak diantaranya : 1.

  Bagi Masyarakat Umum, hasil penelitian ini dapat memberi informasi mengenai perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Orde Baru dan Reformasi.

  2. Bagi Pemerintah Daerah Sleman, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Orde Baru dan Reformasi.

  3. Bagi Penulis, hasil penelitian dapat menambah pengetahuan tentang perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman pada masa Orde Baru

4. Bagi Universitas, hasil penelitian dapat menambah literature yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkembangan Pertanian Dari berbagai sektor ekonomi Indonesia, sektor pertanianlah yang

  merupakan sektor yang sangat sarat dengan campur tangan pemerintah dan aparatnya. Sejak dari penanaman sampai dengan penentuan harga dan pemasaran produk pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan atau biasa disebut dengan padi, semua diatur oleh pemerintah. Pemerintah setiap tahunnya disamping menentukan harga dasar padi, pemerintah juga mengatur jenis padi yang harus ditanam, sementara di Jawa pemerintah juga mengatur giliran pemakaian sawah untuk menanam tebu, sebuah warisan yang diterima dari pemerintah kolonial Belanda. Pemasaran produk pertanian juga diatur oleh pemerintah melalui Koperasi Unit Desa yang berada di setiap tingkat kecamatan. Koperasi Unit Desa berfungsi utama untuk membantu pemerintah membeli padi dari petani untuk kemudian diserahkan kepada Badan Urusan Logistik yaitu sebuah badan yang dibentuk pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia. Koperasi Unit Desa juga melayani saprodi (sarana produksi) bagi petani.

  Sektor pertanian Indonesia dapat dikatakan belum siap untuk memasuki abad ke-21. Secara intern sebagian besar dari petani masih merupakan petani subsisten dengan segala keterbatasan mereka, khususnya dalam bidang penguasaan teknologi pertanian yang modern. Secara ekstern dalam pengembangannya secara menyeluruh apabila dibandingkan dengan perhatian pemerintah terhadap sektor industri. Sektor pertanian bahkan harus mensubsidi sektor industri melalui penetapan harga padi yang rendah. Sementara sektor industri mendesak sektor pertanian dari lahan subur ke lahan yang marginal seperti lahan gambut. Insentif petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tanipun sangat minim.

  Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk memilih industrialisasi sebagai sebuah strategi pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Sebelum krisis moneter melanda Indonesia proses industrialisasi berjalan cepat. Laju proses industrialisasi di Indonesia khususnya di pulau Jawa sangat berpengaruh pada proses perkembangan sektor pertanian. Laju proses industrialisasi di Indonesia telah mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan tapak industri. Akibatnya memang meprihatinkan karena dengan beralihnya lahan beririgasi teknis kemampuan Indonesia mempertahankan swasembada padi menjadi lemah. Impor beras terpaksa dilakukan pemerintah sejak tahun 1990-an untuk memenuhi keperluan pangan domestik.

  Disamping masalah lahan, industrialisasi juga menimbulkan persaingan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian dalam pemanfaatan air. Disamping itu industri sering juga membuang limbahnya ke sungai yang menyebabkan timbulnya kerugian pada para petani, karena berakibat pada kegagalan usaha tani. Meskipun Indonesia mengalami berpengaruh pada pembangunan sektor pertanian. Kurangnya insentif pada petani dan banyak lahan yang beralih fungsi menyebabkan Indonesia tidak dapat mempertahankan program swsembada pangan. Pertumbuhan ekonomi juga belum mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosial petani (Soetrisno, 1999).

  B.

  Hak-Hak Petani Petani adalah seseorang, laki-laki maupun perempuan yang secara sendiri, sebagai bagian dari sebuah rumah tangga yang selanjutnya disebut sebagai keluarga batih dan yang ikut tinggal satu atap dan makan satu dapur, sebagai bagian dari paguyuban maupun kelompok masyarakat hukum adat, baik yang diam di negara RI sebelum beradanya–sebagai kesatuan administrasi dan politik maupun sesudahnya, memiliki maupun menguasai, mengawasi maupun mengelola dan mengerjakan sumber-sumber daya agraria dengan tenaga kerja serta daya cipta pikirannya dan asupan-asupan lainnya sehingga menghasilkan sebagian maupun seluruh kebutuhan-kebutuhan hidup yang digunakan untuk melangsungkan maupun mengembangkan diri dan keturunannya, dengan cara dikonsumsi, disimpan maupun ditukarkan dengan berbagai kebutuhan lainnya, agar semakin meningkatkan kelayakan hidupnya, semakin memberikan arti akan keberadaannya sebagai manusia, serta menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati kurnia Allah Penyelenggara Alam Semesta (Wahono, 2002).

  Pengertian hak petani adalah hal-hal yang mendasar yang dimiliki dan diperoleh untuk kelangsungan hidupnya sebagai petani yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Hak-hak petani adalah hak atas hidup, hak atas penguasaan dan pemakaian sumber daya alam dan kemampuan pribadi, hak petani atas produksi, hak petani atas konsumsi, hak petani akan pemasaran produk dan pengadaan asupan , jaminan mutu dan hak kekayaan intelektual akan produknya, hak petani akan keberorganisasian, hak petani akan pelanjutan keturunannya serta makhluk hidup lainnya yang menjamin kelangsungan hidupnya dan hak petani akan ekspresi atau pengungkapan.

  1. Hak Petani atas Hidup: petani serta keluarganya berhak atas kehidupan sebagaimana dijamin dalam piagam hak-hak azasi PBB; berhak membangun keluarga secara sejahtera dan bermartabat; berhak akan makanan yang cukup; aman, sehat, bergizi secara berkelanjutan, berhak akan pendapatan yang layak; berhak mendapat penghargaan dan imbalan yang layak atas pekerjaannya; berhak akan pemenuhan sandang yang layak; berhak atas tanah tinggal dan tempat tinggal yang memadai dari segi kesehatan, budaya, pekerjaan, kenyamanan dan lingkungan hidup; berhak atas tersedianya pelayanan kesehatan, hiburan, olah raga yang terjangkau bagi petani serta pelayanan umum seperti transportasi, listrik, air bersih, informasi yang benar; berhak akan pendidikan dan pengajaran yang bermutu dan terjangkau; berhak mendapatkan bahan-bahan, alat-alat produksi dan teknologi; berhak memeluk dan melaksanakan agama dan serius terutama anak-anak, kaum jompo dan perempuan; berhak atas ruang dan fasilitas publik; berhak untuk mendapatkan dan memilih secara bebas bantuan dari pihak lain.

2. Hak Petani atas Penguasaan dan Pemakaian Sumber Daya Alam dan

  Kemampuan Pribadi: petani berhak atas kepemilikan akan lahan pertanian secara individu dan kolektif yang layak dan adil; berhak menerima pelayanan irigasi seadil-adilnya; berhak untuk mendapatkan kemudahan memperoleh semua kebutuhan asupan produksi pertanian; berhak secara individu dan kelompok akan kepuasan atas sumber-sumber alam yang tidak tergantikan dan merupakan anugerah alam; berhak akan perlindungan hukum atas lahan pertanian dan tempat tnggal serta sumber- sumber alam dan keanekaragaman hayati dari perampokan dan klaim dari masyarakat lain atau institusi lain; berhak atas perlindungan terhadap pemerasan, pencarian, manipulasi dan pemaksaan dari orang lain; berhak untuk menggarap dan atau memiliki tanah negara yang sudah menjadi sumber pokok kehidupan ekonomi dan kehidupan masyatakat.

  3. Hak Petani atas Produksi: petani berhak untuk memproduksi dalam hal jenis tanaman atau varietas, jumlah, mutu dan caranya; berhak memprioritaskan penggunaan hasil produksinya; berhak untuk menanam dan memelihara tanaman menurut cara dan teknologi yang dipilihnya secara bebas; berhak memproses dan menyimpan hasil usahanya menurut teknologi yang dikuasainya; berhak akan prioritas untuk melestarikan dan temurun; berhak untuk mendapatkan kemudahan modal produksi; berhak untuk mendapatkan kompensasi sepadan atas kerugian dan kerusakan kesehatan dan lingkungan.

  4. Hak Petani atas Konsumsi: petani berhak untuk secara prioritas mengkonsumsi hasil produksinya secara cukup bagi kebutuhan pokok keluarganya; berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, lengkap tentang barang-barang dan jasa-jasa yang dikonsumsinya; berhak untuk mengkonsumsi barang dan jasa apa saja yang dibutuhkan oleh keluarganya; berhak akan perlindungan dari pemerintah atau lembaga independen yang diterima masyarakat luas; berhak dijamin secara hukum untuk menuntut ganti rugi yang sepadan atas konsumsi barang dan jasa yang merugikan; berhak secara prioritas dan dilindungi oleh hukum untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan

5. Hak Petani akan Pemasaran Produk dan Pengadaan Asupan,

  Jaminan Mutu dan Kekayaan Intelektual akan Produknya: petani berhak mendapat jaminan secara hukum nasional maupun internasional untuk memasarkan produknya serta jaminan suplai asupan yang dibutuhkan dalam proses produksi; berhak mendapatkan jaminan mutu baik secara nasional maupun internasional atas barang dan jasa yang dipasarkan; berhak untuk dibebaskan dari atau mendapatkan perlindungan hukum secara nasional maupun internasional dari kewajiban untuk mempatenkan makhluk hidup dan kearifan yang dikuasainya; berhak secara bebas memilih pendamping ahli, teknis, manajerial dan advokasi baik pada tingkat nasional maupun internasional; berhak untuk dibangunkannya sarana transportasi yang memadai guna pemasaran produk; berhak untuk mendapatkan jaminan harga.

  6. Hak Petani akan Keberorganisasian: petani berhak secara bebas tanpa halangan dari siapapun dan negara untuk membentuk dan menyelenggarakan organisasi dan kerjasama ekonomi bagi kepentingan sendiri maupun kelompok dan kepentingan bersama; berhak untuk secara bebas menentukan dan menuliskan anggaran dasar dan rumah tangga organisasi yang dibentuknya; berhak untuk secara bebas memilih dan dipilih sebagai pimpinan atau pengurus organisasi; berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara adil dan benar dalam aktivitas menyuarakan pendapat lewat sarana media yang dipilih; berhak mendapatkan pengadilan yang jujur dan adil; berhak mendirikan organisasi dari tingkat lokal seperti dusun, desa dan sederajatnya sampai tingkat regional, nasional ataupun internasional; berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum nasional maupun internasional dalam menyelenggarakan organisasi serta memperjuangkan hak-hak pada forum nasional maupun internasional; berhak menolak kebijakan pemerintah yang merugikannya.

7. Hak Petani akan Pelanjutan Keturunannya Serta Makhluk Hidup

  Lainnya yang Menjamin Kelangsungan Hidupnya: petani berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum nasional maupun internasional dalam memilih secara bebas pembentukan keluarga dan melangsungkan

  8. Hak Petani akan Ekspresi atau Pengungkapan: petani berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum nasional maupun internasional berkenaan dengan pengungkapan dirinya dalam hal bahasa lokal atau adat, budaya setempat, agama dan ungkapan-ungkapan kesusastraan maupun kesenian lokal.

  9. Hak Petani Berkaitan dengan Penentuan Budidaya/ Produksi: petani berhak untuk memproduksi dan menentukan benih lokal; berhak untuk mendapatkan kembali varietas lokal; berhak menentukan komoditi dan varietas; hak untuk mengolah tanah sesuai dengan kemampuan petani; berhak menentukan waktu pengolahan tanah; berhak menentukan teknologi pertanian; berhak mengetahui unsur hara dalam tanah; berhak menentukan jenis, cara, waktu dan dosis pemupukan; berhak untuk memproduksi pupuk alami; berhak menentukan cara pengendalian hama; berhak menggunakan pestisida buatan sendiri; berhak mendapatkan kompensasi atas pencemaran dan keracunan.

  10. Hak Petani Berkaitan dengan Lingkungan Hidup: petani berhak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat meliputi lingkungan air, tanah, udara dan produk-produk pertanian; berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas pencemaran yang mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia dan lingkungan baik lokal maupun global; berhak memperoleh kompensasi atas rusaknya lingkungan akibat kebijakan pemerintah seperti pencemaran tanah dan air akibat kebijakan proteksi tanaman, pertanian, industri; berhak memperoleh perlindungan dan pemeliharaan C.

  Latar Belakang Dilanggarnya Hak-Hak Petani 1.

  Dari Sudut Sosial Historis: cara-cara penjajah mengelola perkebunan; telah terjadi perampasan hak-hak petani (orde baru); sejak kapitalisme tradisional terjadi peminggiran petani; model pembangunan orde baru yaitu terjadi eksploitasi sumber daya petani, revolusi hijau, pertumbuhan ekonomi ynag tidak berorientasi pada kerakyatan; watak agama besar dunia yang tidak mendukung kelas petani; terjadi kelas priyayi dan kelas pekerja; tercerabutnya akar-akar tradisi.

2. Dari Sudut Kehidupan Petani: tidak ada domestifikasi tanaman pangan dan ternak.

  3. Dari Sudut Struktur Politik: pemanfaatan massa petani untuk kepentingan kelompok tertentu; massa mengambang; wadah tunggal organisasi petani; UU Pemerintahan Desa.

  4. Dari Sisi Ekonomi: berjalannya ekonomi rente; sentralisasi ekonomi di birokrasi; tidak ada anggaran khusus pertanian; lebih banyak padat modal, hasil murah, upah rendah, petani mensubsidi industri; hasil pertanian dimonopoli oleh segelintir orang; rendahnya nilai tukar produk pertanian.

  5. Dari Segi Hukum dan Budaya: tidak ada pengadilan agraria; tidak terumusnya hak-hak petani dengan jelas; militerisme lewat transmigrasi; dipinggirkannya hak-hak masyarakat adat; jawanisasi budaya dan bahasa.

  6. Dari Sisi Ketimpangan Gender: perempuan menjadi tulang punggung dalam proses pertanian; terabainya hak-hak petani perempuan di sektor

  7. Dari Sisi Teknologi: pilihan teknologi tidak mendukung karakter dan budaya masyarakat petani; informasi searah dari atas.

  8. Dari Sisi Pangan: politisasi monokultur tanaman pangan.

  9. Dari Sisi Industrialisasi: industri biaya tinggi diproteksi dan disubsidi negara.

  D.

  Gerakan Petani 1.

  Gerakan Petani di Negara-Negara Berkembang Asia dan Afrika Utara Sesudah Perang Dunia II

  Kaum petani merupakan lapisan yang paling banyak diantara lapisan penduduk lainnya. Kaum petanipun masih merupakan penyedia terbesar tenaga kerja dalam ekonomi yang sedang berkembang sebagaimana yang sudah berlangsung selama berabad-abad, sekaligus menjadi unsur penting dalam perimbangan kekuasaan politik. Secara umum sebagian besar kaum petani khususnya di negara yang lebih berkembang seperti Syria, India dan Turki pada akhir perang Dunia Kedua berada di bawah pengaruh ideologis dan borjuasi nasional. Namun pada saat yang bersamaan berbagai lapisan kaum petani di berbagai negara mulai menganut paham sosialisme, dengan dianutnya paham sosialisme ini maka timbullah kesadaran sosial kaum petani yang kemudian mendorong terbentuknya banyak organisasi petani nasional di seluruh Afrika dan Asia. Kisan Sabha (Serikat Tani Seluruh India) memiliki anggota 825.000 pada tahun 1945 dan sejumlah organisasi yang meliputi petani yang besar muncul di Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, dan Serikat Tani seluruh Burma yang bergabung dalam Liga Kemerdekaan Rakyat Anti Fasis bangkit kembali pada tahun 1945. kelompok- kelompok kepentingan petani nasional lainnya muncul di Filipina, Korea dan Malaya dan Komite Petani mulai dibentuk di Pakistan dan Syria.

2. Gerakan Petani Pada Masa Pembaharuan Agraria

  Sepanjang awal tahun 1950-an dan akhir tahun 1950-an pemerintah dari negara-negara Afrika Utara dan Asia menyadari perlunya adanya pembaharuan agraria atau perundang-undangan agraria. Perundang-undangan agraria ini bertujuan untuk merintangi kekuasaan ekonomi dan politik dari para penguasa tanah feodal tradisional dengan membatasi perluasan tanah dan hak-hak istimewa para tuan tanah. Undang-undang agraria ini juga bertujuan memperkokoh petani bertanah dan mendorong sektor kapitalis desa memberikan hak yang pasti akan tanah kepada pemegang tanah garapan.

  Dampak dari pembaharuan perundang-undangan agraria terhadap gerakan petani adalah penyatuan semua lapisan kaum petani, memperkokoh organisasi petani yang telah ada serta mendorong terbentuknya kelompok- kelompok desa. Salah satu contoh dari meningkatnya kegiatan organisasi dikalangan para petani sesudah pembaharuan undang-undang agraria dapat dijumpai di India, di mana Kisan Sabha seluruh India yang dipimpin oleh Partai Komunis memiliki anggota yang paling besar sepanjang sejarah yaitu mencapai 1.100.000 orang. Di Filipina tidak terdapat gerakan petani yang Nasional yang dipimpin oleh Komunis. Namun sesudah landreform, para petani yang berhadapan dengan kebutuhan untuk mempertahankan haknya mulai mendirikan berbagai organisasi kecil yang biasanya dipimpin oleh para ahli hukum muda yang berasal dari daerah tersebut, yang dibayar oleh para petani untuk berhadapan dengan para tuan tanah. Pada tahun 1953, Federasi Petani Merdeka yang berlingkup nasional dan dipimpin oleh Kaum Intelektual Katolik serta diawasi oleh pemerintah Magsaysay didirikan. Federasi tersebut memainkan peranan penting dalam mendesak “ Pembaharuan Magsaysay “ pada pertengahan tahun 1950-an dan pada tahun 1959 keanggotaannya mencapai 400.000 orang. Di Pakistan sebuah organisasi petani berlingkup nasional didirikan pada tahun 1958 yaitu Himpunan Petani Seluruh Pakistan, di Irak pada tahun 1959 sesudah landreform dapat mempersatukan 200.000 petani (Landsberger, 1984) .

3. Gerakan Petani Di Indonesia

  Sejumlah organisasi petani dari berbagai aliran politik juga aktif di Indonesia pada tahun 1950-an. Diantaranya adalah Barisan Tani Indonesia (BTI), yang berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1957 anggota dari Barisan Tani Indonesia mencapai 3.500.000 orang. Barisan Tani Indonesia mempunyai tujuan yaitu pembagian tanah harus dibagi secara sama rata. Selain BTI para petani juga tergabung dalam Partai Nasional Indonesia dan Partai Islam Nahdatul Ulama.

  Segi negatif dari kebebasan tersebut adalah masyarakat petani menjadi terkotak-kotak atas dasar ideologi partai. Namun kondisi kebebasan tersebut juga mempunyai segi positif yaitu aspirasi dan kepentingan petani menjadi tersalur dan terlindungi dengan baik. Masih dalam minimnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan politik dalam masyarakat, Sultan HB IX sebagai Gubernur/ Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya Beliau mendemokratisasikan kehidupan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1946 melalui sebuah maklumat menentukan hal-hal sebagai berikut: pertama, Sultan HB IX memerintah agar disetiap desa di Daerah Istimewa Yogyakarta didirikan Dewan Perwakilan Rakyat Kelurahan yang anggotanya terdiri dari anggota partai politik yang dipilih oleh masyarakat desa. Kedua, pemerintah kelurahan bertanggung jawab pada DPR Kelurahan tersebut. Ketiga, Sultan melarang pemakaian bahasa Jawa sebagai wahana komunikasi antara para Lurah dan perangkatnya dengan para anggota pangreh praja, sebagai gantinya mereka harus menggunakan bahasa Indonesia.

  Kondisi tersebut berubah pada tahun 1965. dalam rangka menghilangkan pengaruh yang negatif dari pengaruh-pengaruh partai politik di desa, maka pemerintah mengintrodusir sebuah pendekatan baru dalam pembinaan kehidupan politik di daerah pedesaan. Pendekatan baru tersebut dikenal dengan pendekatan “masa mengambang” atau “floating mass”. Pendekatan masa mengambang ini pada hakekatnya menempatkan negara sebagai patron tunggal di daerah pedesaan. Pendekatan masa mengambang dengan kata lain merupakan upaya depolitisasi masyarakat pedesaan. Atas dasar inilah pemerintah membubarkan semua organisasi petani yang semula dibentuk oleh partai politik dan menggantikannya dengan satu jenis organisasi

  Dengan adanya organisasi petani tersebut serta depolitisasi petani, tujuan pemerintah untuk mereduksi petani dari homo socio politikus menjadi homo ekonomikus telah tercapai. Petani hanya berfungsi sebagai produsen pangan dan pemerintah akan memperhatikan nasibnya. Dalam kenyataannya tidaklah demikian, para petani diharuskan memproduksi pangan sebanyak- banyaknya dengan harga jual yang ditetapkan rendah. Sementara pemerintah terus menerus mengurangi subsidi harga saprodi sehingga margin keuntungan petani menjadi kecil (Soetrisno, 1999).

  Organisasi petani pada masa orde lama adalah koperasi pertanian sedangkan pada orde baru sering disebut klompencapir, sedang pada masa orde reformasi organisasi petani tersebut berubah nama menjadi kelompok tani. Tujuan dari didirikannya organisasi petani tersebut tetap sama yaitu memenuhi hak-hak seorang petani yang oleh pemerintah hak-hak petani tersebut tidak diperhatikan.

  E.

  Kerangka Pemikiran Hakikat pembangunan nasional adalah memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan haruslah merupakan pembebasan manusia secara terus menerus. Dalam pembangunan pertanian yang harus dilakukan adalah membebaskan manusia petani yang termasuk didalamnya adalah peningkatan kesejahteraan manusia pada umumnya. Pembangunan pertanian bukan merupakan upaya menciptakan manusia sebagai factor berbagai kebijakan pembangunan pertanian yang dapat membebaskan manusia petani agar kehidupan manusia petani dapat berubah.

  Gerakan petani merupakan sebuah organisasi atau perkumpulan para petani yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Gerakan petani pada masa orde lama sering disebut koperasi pertanian. Pada masa orde baru gerakan petani disebut dengan kelompencapir sedangkan pada masa reformasi gerakan petani disebut kelompok tani.

  Pergantian kepemimpinan dari masa orde baru ke masa reformasi telah membuat perubahan pada gerakan petani di Indonesia diantaranya adalah pergantian nama dari kelompencapir menjadi kelompok tani. Perubahan lain adalah kelompencapir merupakan gerakan petani yang dibentuk atas prakarsa pemerintah pusat yang bertujuan untuk menjalankan kebijakan pemerintah pusat di bidang pertanian. Kelompok tani merupakan gerakan petani yang dibentuk oleh para petani sendiri dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Para petani pada masa reformasi telah mendapatkan kebebasan dalam hal membentuk sebuah organisasi hal ini terbukti dengan adanya peningkatan dalam hal jumlah kelompok tani khususnya di daerah Kabupaten Sleman. Maka penulis bermaksud meneliti perkembangan gerakan petani di Kabupaten Sleman.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian sejarah yang merupakan expost facto research yang dinaungi oleh penelitian kualitatif. Dalam penelitian sejarah tidak terdapat manipulasi atau kontrol terhadap

  variabel, sebagaimana penelitian eksperimen. Penelitian sejarah adalah penelitian yang secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merekontruksikan apa yang terjadi di masa lalu selengkap dan seakurat mungkin dan biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi ( Zuriah, 2006).

  B.

  Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, karena daerah Sleman sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2007.

  C.

  Populasi dan Sampel

  1. Populasi Penelitian Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelompok tani yang ada di

  2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah

  10% dari jumlah kelompok tani di masing-masing kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sleman. Sampel diambil 10% dengan beberapa pertimbangan yaitu kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga serta dana. Selain sampel tersebut bersifat homogen karena sifat-sifat atau ciri-ciri yang dikandung dalam subjek penelitian dalam populasi adalah sama. (Suharsimi A, 1989: 107). Dalam penelitian terdapat 650 populasi yang terdiri dari 17 kecamatan yaitu: 1.

  Kecamatan Moyudan terdapat 44 kelompok tani 2. Kecamatan Minggir terdapat 41 kelompok tani 3. Kecamatan Godean terdapat 37 kelompok tani 4. Kecamatan Gamping terdapat 32 kelompok tani 5. Kecamatan Seyegan terdapat 44 kelompok tani 6. Kecamatan Tempel terdapat 51 kelompok tani 7. Kecamatan Mlati terdapat 33 kelompok tani 8. Kecamatan Sleman terdapat 33 kelompok tani 9. Kecamatan Ngaglik terdapat 41 kelompok tani 10.

  Kecamatan Pakem terdapat 51 kelompok tani 11. Kecamatan Turi terdapat 31 kelompok tani 12. Kecamatan Ngemplak terdapat 38 kelompok tani

14. Kecamatan Depok terdapat 12 kelompok tani 15.

  Kecamatan Berbah terdapat 38 kelompok tani 16. Kecamatan Prambanan terdapat 43 kelompok tani 17. Kecamatan Kalasan terdapat 26 kelompok tani

  Dalam penelitian ini sampel diambil adalah 10% dari jumlah kelompok tani di masing-masing kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sleman.

  3. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik sampling yang dipergunakan adalah

  Quota Sampling serta Simple Random Sampling. Quota Sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan mendasarkan diri pada jumlah yang sudah ditentukan. Sampel penelitian dapat dirinci sebagai berikut: 1. : 44 x 10% = 4,4 4 kelompok tani

  Kecamatan Moyudan 2. : 41 x 10% = 4,1 4 kelompok tani

  Kecamatan Minggir 3. : 37 x 10% = 3,7