Pergulatan orang-orang buangan di Boven Digoel dan Pulau Buru : studi narasi-diskripsi - USD Repository

  PERGULATAN ORANG-ORANG BUANGAN DI BOVEN DIGOEL DAN PULAU BURU Studi narasi-diskripsi SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh Pius Agung Setiawan NIM 994314021 NIRM 990051120111120021 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  

PERGULATAN ORANG-ORANG BUANGAN

DI BOVEN DIGOEL DAN PULAU BURU

Studi narasi-diskripsi

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

  

Oleh

Pius Agung Setiawan

NIM 994314021

NIRM 990051120111120021

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  MOTTO “Jangan pernah mengusir diri sendiri” Jangan merasa menyesal dan jangan pernah merasa putus asa. Dengan

penyesalan yang dalam Anda menghukum diri sendiri, dan jika putus asa, Anda

akan membebani jiwa Anda”

  ...Sjahrir...

  “ Katakan dalam diri Anda dan semua orang bahwa Ketika pohon terakhir telah ditebang,

  Ikan terakhir telah ditangkap, Dan sungai telah tercemar

  Manusia baru sadar

  Bahwa mereka tidak bisa makan uang ”

  HALAMAN PERSEMBAHAN “Kepada Pergulatan Yang Selalu Menghadirkan Harapan Dan Cita-Cita” Jesus Christ Kedua Orang Tua ku tercinta mas Budi, mbak Andri dan mas Agus & ponakan ku Dian Loisa dan semua keluarga di Jakarta

  

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 13 Juni 2007 Penulis

  Pius Agung Setiawan

  

ABSTRAK

  Penulisan skripsi ini berjudul “Pergulatan Orang-Orang Buangan Di Boven Digul dan Pulau Buru”, sebuah studi narasi-diskripsi. Tujuan dari penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang bagaimana sebuah kamp pengasingan/pembuangan diciptakan dan dijalankan. Dalam skripsi ini ada tiga pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu: 1. Bagaimana kekuasaan rezim kolonial Belanda dan rezim Orde Baru dijalankan, sehingga dapat melahirkan pembuangan seperti kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru?; 2. Bagaimana sistem pengasingan/pembuangan di kembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan pemerintah Orde Baru dalam konteks ini tentang kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru?; 3. Bagaimana para buangan menjalankan hidupnya dalam kamp tersebut sebagai seorang yang diasingkan/dibuang dilihat dari kacamata kemanusiaan?

  Metode sejarah yang digunakan dalam penulisan ini mencakup: pengumpulan sumber, kritik sumber, seleksi sumber, interpretasi, dan historiografi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian studi pustaka, dan penelitian arsip pada data arsip nasional, khususnya data yang berhubungan dengan narasi Kamp Boven Digul, juga ditambah dan dikuatkan lagi dengan penelitian lapangan melalui proses wawancara dengan pelaku sejarah khususnya yang berhubungan dengan narasi tentang Kamp Pulau Buru.

  Kamp pengasingan adalah sebuah produk dari sebuah kekuasaan. Kamp Boven Digul di Nieuw Guinea (sekarang Papua), diciptakan oleh kekuasaan kolonial Belanda ketika sistem kolonialisme masih berlangsung, praktik ini dilakukan sebagai bentuk usaha untuk mengamankan kekuasaan ekonomi-politik atas tana h jajahan Hindia Belanda. Kamp ini dibangun sebagai reaksi atas situasi sosial masyarakat Hindia Belanda di awal abad ke-19 yang menampakan kegairahannya atas semangat nasionalismenya. Peristiwa 1926-1927 adalah bagian dari semangat kegairahan tersebut. Mereka yang ditangkap dan diasingkan pada Kamp Boven Digul adalah bukan sebagai korban tetapi bagian resiko perjuangan, serta perintis kemerdekaan Indonesia. Untuk Kamp Pulau Buru di kepulauan Maluku, kamp ini diciptakan oleh kekuasaan Orde Baru. Penciptaan atas kamp ini adalah bagian kecil dari narasi besar perseteruan antara dua ideologi besar yakni Komunisme dan Kapitalisme yang berkembang setelah Perang Dunia ke-2. Dalam tataran domestiknya peristiwa G30S dan peristiwa setelahnya adalah bagian dari rencana besar penghancuran kaum komunis, dan mereka yang dibuang ke kamp tersebut adalah korban narasi besar tersebut.

  Pengasingan adalah sebagai sistem pemenjaraan dan penjara dipahami sebagai ruang untuk mendisiplinkan tubuh, disiplin bersifat mengoreksi dan mendidik yang fungsi utamanya untuk menbentuk individu. Dalam kehidupan penjara tentunya kita dapat mengetahui sejauh mana pembentukan terhadap individu tersebut, bagaimana pula kehidupan dan perlakuan yang mereka terima selama dalam proses pemenjaraan tersebut, baik kisah suka maupun duka.

  

ABSTRACT

  This thesis is entitled “The Struggle of the Exiles in the Boven Digul and Buru Island” – a narrative-descriptive study. The objective of this study is to acknowledge how an isolation camp is exclusively established and operated.

  There are three problems formulated in this thesis, namely: 1. How the Dutch Colonial Regime and the New Order Regime were undergone, related to the need of establishing such isolation camps as in Boven Digul and Buru Island?; 2.. How was the system of banishment developed by the Dutch Colonial government and the New Order government, in the context of the one operated in Boven Digul and Buru Island Camps?; 3. Seen from the humanistic point of view, how did the exiles run their lives in the camps as sameone being banished?

  The historical method utilized in study covers: collecting sources, criticizing sources, selecting sources, interpreting, and historiography. The data collection method is done through library research (observing books, archives and interview) by managing the data connected to this research’s problem formulations.

  Isolation camp is the product of a vastly powerful authority. Boven Digul Camp in Nieuw Guinea (now Papua), was established fuly under the authority of the Colonial Government of Dutch when the system of colonialism was still put into effect, this practice was done as a kind of effort to secure the political- economic power over the colonized land. This camp was built as a reaction to the Netherlands East Ind ies’society’s social situation which performed its

  th

  nationalistic courage in the beginning part of that of 19 century. The rebellious incidents happened in 1926-1927 were parts of that particular spirit. Those who were captured and sent to Boven Digul Camp were not considered as victims but as a part of struggle’s risks. Moreover, they were also considered as the pioneers of Indonesia’s independence. The camp located in Buru Island, which was established by the New Order Regime, is a tiny fragment out of a large narration of the confrontation of a couple of prime ideologies- Communism and Capitalism- which were largely developed soon after the Word War II. In the domestic level, the G30S incident and the ones following it were a part of the chief strategic plan of the demolishment of the communist supporters, and those who were banished to the camp were the victims of the large narration.

  Banishment is done as an act of incarceration, and, in the context, prison is understood as a room to discipline a body- to discipline is meant to correct and educate, whose main function is to from an individual. Surely, seeing the life in prison, we are able to recognize how far the moment of reconstructing an individual is done, and we can also observe how the exiles experienced their lives and how they were treated during being imprisoned, both their good and bad stories.

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas berkat dan anugerah yang Dia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pergulatan Orang-Orang Buangan Di Boven Digoel Dan Pulau Buru” sebuah studi narasi-diskripsi. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sastra bidang Ilmu Sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam menyusun skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, petunjuk serta bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis inggin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik saran maupun dorongan semangat, kususnya kepada : 1.

  Bapak Dr. Fr. B. Alip, M. Pd., M.A, Selaku Dekan Fakultas Sastra.

  2. Bapak Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum Selaku Kepala Jurusan Ilmu Sejarah.

  3. Bapak Drs. H. Purwanta, M.A, Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, petunjuk serta saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

  4. Babak/Ibu Dosen Ilmu Sejarah: Pak P.J Soewarno, Alm Pak Moejanto, Bu Ning, Pak Sandiwan, Pak Anton dan Pak Rio, Pak St. Sunardi, Pak Budiawan, Pak Manu, Mas Tri Subagya dan Rm Baskara yang penuh hangat dan keterbukaannya untuk berdiskusi telah membekali ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  5. Perpustakan S2 Ilmu Religi dan Budaya dan PUSdEP terima kasih atas koleksi dan ruang bacanya, Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang meyedikan koleksi buku-buku yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini, perpustakaan Kolosani Kota Baru melalui koleksi bukunya yang menyediakan buku-buku bagi penulisan skripsi ini.

6. Arsip Nasional RI, yang menyediakan serta mengcopykan koleksi arsip-arsip yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini.

  7. Pak Broto dan Pak Soekoco di Gondangan, Klaten terima kasih atas waktu dan kesempatannya untuk bisa ngobrol tentang pengalaman hidup selama dalam pembuangan sebagai tapol, pengalaman ini sungguh penting untuk diceritakan.

  8. Kedua Orang Tua ku, Bapak dan Ibu ku tercinta yang penuh kesabaran dan kesetiaannya menunggu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas dukungan doa serta penantiannya.

  9. Keluarga di Jakarta, mas Budi, mbak Andri terima kasih atas dukungan finansialnya, juga mas Agus yang pernah tinggal dan studi bersama di Jogja, Dian Loisa ponakanku yang lucu dan manis terima kasih kamu menyemangati Om untuk cepat selesai.

  10. Sahabat-sahabatku: Batak Marbun, Teguh Gondrong, Anjas I.

  Gunawan, Angga T-Bok, juga Yudha “Cumi”, Andre “Qiser”, Christian “Pokemon”, Agung “Bondok”, Alle “Dayak”, tempatku berbagi, untuk tertawa, gila dan menyandarkan rasa letihku, thks pren...,oh iya buat Ginting thks untuk abstractsnya.

  11. Teman-temanku Sejarah anggkatan 99 terima kasih atas persahabatan dan pertemanannya selama ini, juga buat adik-adik angkatanku di Sejarah, teruslah berproses diluar masih banyak tempat.

  12. Kawan-kawan dalam perjuangan, P3Y, Tajam, FPPI masih banyak pekerjaan rumah diluar sana kawan.

  13. Teman-teman dalam Fotografi, Ambon, Jenar, Ari “Tung”, Stenly, Daniel “Tobu”, Om Sung (UKM LC, JF, JPPJ, HISFA), tentang kisah seru hunting kita, juga teman-teman di Pengabdian Masyarakat, dan teman-teman dalam Sastra (Inggris dan Indonesia).

  14. Teman-teman AMP-Unpad (Ijoel, Abang, Lubis, Kampring, Yudha, Uni, Uut, “Dewi”) teman-teman Mapasadha (Wungkal, Pletot, Tomblok) teman-teman disaster area di HELP, Kang Gus Nugraha (Wanadri) kang Ical, Aris, David, Jawa, kang Piping (Rakata), terima kasih atas pertemanan dan persahabat kalian, banyak sudah yang ku ambil dalam setiap perjumpaan dengan kalian.

  15. Rmh Sagan (old place), Jogonalan, Gondomanan, teman-teman di kost Papringan (Bloko, Botak, Tupang dan kompor) and lovely my kost.

  16. Nicolas Hugo de Groot dan Ellis my friends seko Holand, terima kasih atas leptop jangkriknya, tanpa leptop ini entahlah skripsi saya, terima kasih atas pertemanan dan persahabatan kalian walau hanya sebentar tapi sungguh berkesan. Buat Om Geger thks buat pinjaman kemeja dan celana kainnya. tak lupa Si “Billy” motorku yang selalu setia menemani dan mengantarkanku kemana ku pergi.

17. Tanah Mataram “Ngayogyakarta” tempatku studi, angkringan lik Man

  Tugu, teh poci lik Min Bugisan, jadah bakar Pakualaman, angkringan Ramto dan tempat-tempat bersahaja lainnya, jogja terlalu mahal untuk dilupakan. Untuk waktu yang tidak pernah berhenti, debu jalanan, puncak-puncak gunung dan tempat-tempat indah yang pernah aku datangi, trima kasih buat keheningan dan kesunyiannya,the real a

  great adventure”.

  Penulis menyadari akan keterbatasan baik pengetahuan maupun kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Yogyakarta, 13 Juni 2007 Penulis Pius Agung Setiawan

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................... ii LEMBAR PENGESAHAN................................................................ iii LEMBAR MOTTO............................................................................ iv LEMBAR PERSEMBAHAN............................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN............................................................ vi ABSTRAK.......................................................................................... vii ABSTRACT........................................................................................ viii KATA PENGANTAR........................................................................ ix DAFTAR ISI........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xv DAFTAR GAMBAR........................................................................... xvi DAFTAR PETA................................................................................... xvii DAFTAR SINGKATAN...................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN....................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah...............................................................

  1 B. Pembatasan Masalah.....................................................................

  4 C. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup.....................................

  8 D. Tujuan Penelitian..........................................................................

  9 E. Manfaat Penelitian........................................................................

  10 F. Kajian Pustaka...............................................................................

  11 G. Landasan Teori dan Kerangka Pikir.............................................

  13 H. Metode Penelitian.........................................................................

  23 I. Sistematika Penulisan....................................................................

  25 BAB II IDEOLOGI KOLONIAL BELANDA DAN ORDE BARU DALAM POLITIK KEKUASAAN.....................................................

  27 A. Kolonial Belanda..........................................................................

  27 A.1.Sistem Kekuasaan Kolonial Belanda dari Culturstelsel sampai Politik Etis...................................................................

  27 A.2.Pax Nederlandica van Heutsz dan Politik Kolonial Rust en Orde............................................................................

  32 A.2.1.Pemberontakan 1926-1927..................................

  33 A.2.2.Hukuman Administratif dan Oxorbitant Rechten Gubernur Jenderal Hindia Belanda.......

  35 A.3.PID dan Jaringan Kekuasaan Kolonial.....................................

  36 B. Orde Baru..........................................................................................

  40 B.1 Perang Dingin, Efek Domino dan Politik Countaimend di Asia Tenggara.......................................................................

  40 B.1.1.Peristiwa G30S.....................................................

  43 B.1.2.Fobia Komunis, Tumpas Kelor dan Hancurkan Komunis sampai keakar-akarnya.......................

  45 B.2. Orde Baru, Supersemar sampai Trilogi Pembangunan............

  47

  B.3. Kopkamtib dan Jaringan Kekuasaan Orde Baru......................

  49 BAB III PENJARA DAN PENGASINGAN SEBAGAI SISTEM KONTROL KEKUASAAN YANG DIKEMBANGKAN OLEH KOLONIAL BELANDA DAN ORDE BARU.....................................

  51 A. Kamp Boven Digul........................................................................

  51 A.1. Latar Belakang....................................................................

  51 A.2. Bentuk dan Model Penjara..................................................

  54 A.3. Letak Geografis dan Kondisi Alam.....................................

  55 A.4.Tentang Para Tawanan.........................................................

  56 B. Kamp Pulau Buru...........................................................................

  57 B.1. Latar Belakang.....................................................................

  57 B.2. Bentuk dan Model Penjara...................................................

  59 B.3. Letak Geografis dan Kondisi Alam.....................................

  60 B.4. Tentang Para Tawanan.........................................................

  61 BAB IV PERJUANGAN HIDUP PARA BUANGAN DALAM PENGASINGAN...................................................................

  63 A. Kamp Boven Digul.......................................................................

  65 A.1.Proses Penangkapan dan Penahanan...................................

  65 A.2. Kehidupan dalam pembuangan. ........................................

  70 B. Kamp Pulau Buru..........................................................................

  83 B.1. Proses Penangkapan dan Penahanan...................................

  83 B.2. Kehidupan dalam pembuangan...........................................

  86 BAB V PENUTUP .................................................................................

  94 Penutup......................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 99 DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… 103

  DAFTAR LAMPIRAN

  Beberapa arsip tentang kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru yang isinya berkaitan dengan kehidupan para tapol di dalam kamp tersebut.

  1. Arsip Nasional, Surat keputusan pengadilan: Panitia kehakiman Makasar;

  Berita acara No 2 tahun 1937 tentang hukuman yang dijatuhkan kepada Baharoedin dkk.......................................................................................... 104

  2. Arsip Nasional, Surat Perintah Gubernur Jenderal H.B de Graeef tertanggal

  15 April 1927 tentang orang-orang hukuman yang harus dikirim ke Boven Digul ..........................................................................................106

  3. Arsip Nasional peraturan pemerintah tentang tata tertip dan pendirian

  bangunan untuk orang -orang hukuman di Digul..................................... 109

  4. Arsip Nasional; Pemimpin Gudang Tanah Tinggi: Daftar persediaan

  bahan-bahan makanan untuk bulan September-November 1932............. 111

  5. Arsip Nasional; Asisten Residen Tanah Merah: Surat Keputusan tahun 1929

  tentang pengangkatan narapidana menjadi pengawai................... ...... 113

  6. Arsip Nasional, wedana Tanah Merah: surat tanggal 23 Sept 1932,

  tentang ijin untuk membuat pesta berdirinya perkumpulan sepak bola .... 115

  7. Arsip Nasional, Narapidana kepada wakil wedana Tanah Merah,

  surat-surat bulan Mei dan Juni 1932 tentang ijin untuk mengadakan musik, tembang dan kesenian gamelan................................................................. 117

  8. Arsip Nasional; Kepala kampung Tanah Merah: daftar tahun 19271934

  tentang narapidana yang meninggal.................................................... 120

  9. Arsip Nasional; Boedisoetjitro di Tanah Merah: keterangan laporan Obing

  

tgl 6 Oktober 1937 tentang pemanahan Mohammad Saleh alias Marip

yang dilakukan oleh Kaya-Kaya didalam kebunnya................................. 121 Arsip Nasional, Kepala kampung Tanah Merah, daftar orang-orang buangan 10. yang melarikan diri pada tahun 1930.........................................................123 Koleksi pribadi pak Soekoco; Surat keputusan Pangkopkamtib tentang

  11.

  pembebasan para tapol Pulau Buru............................................................124

  DAFTAR GAMBAR

  Beberapa gambar yang mengisahkan kehidupan tentang orang-orang yang di buang ke kamp Pulau Buru dan beberap gambar tentang kamp Bonen Digul.

  1. Gambar suasana kamp Boven Digul......................................................... 103 2.

  Paraa tahanan politik yang di tahan sejak lama di dalam penjara dengan kondisi

yang sangat buruk sebelum di buang ke kamp Pulau Buru....................... 126

  3. Tempat penahanan yang sangat tidak proposional, dengan ukuran yang sempit,

di isi dengan begitu banyak tapol.............................................................. 126

  4. Bentuk penjara kamp Pulau Buru, dimana terdiri dari barak-barak dan

dikelilingi oleh pagar kawat berduri dan dijaga oleh tentara.................... 127

  5. Suasana dalam barak dimana tapol dapat berkumpul untuk makan dan

berbincang-bincang....................................................................................127

  6. Bagian dalam barak tempat tinggal para tapol untuk tidur........................128 7.

  Aktifitas bekerja para tapol di Pulau Buru................................................ 128 8. Memancing ikan untuk menambal gizi merupakan bentuk pelanggaran...129 9. Salah satu bentuk perlakuan terhadap para tapol, yakni mendapatkan hukuman

bersama...................................................................................................... 129

  10. Aktifitas berkesenian para tapol................................................................ 130 11.

  Peristiwa penembakan terhadap para tapol, terjadi karena ada peristiwa

pembunuhan terhadap seorang tentara...................................................... 130

DAFTAR PETA 1.

  Peta lokasi kamp Boven Digul.........................................................131 2. Peta perkampungan Boven Digul.................................................... 132 3. Peta Propinsi Maluku.(peta tersebut terdapat lokasi pulau P Buru).134 4. Peta Pulau Buru............................................................................... 135

  

Daftar Singkatan

  AD : Angkatan Darat ARD : Algemeene Recherche Dienst ( Dinas Penyelidikan

  Umum Hindia Belanda ) ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia BTI : Barisan Tani Indonesia BAPRERU : Badan Pengelola Resettlement Pulau Buru BIA : Badan Intelijen ABRI BAKIN : Badan Intelijen Negara Babinsa : Bintara Pembina Desa CPM : Corps Polisi Militer CGMI : Central Gerakan Mahasiswa Indonesia Golkar : Golongan Karya G 30 S : Gerakan Tiga Puluh September Gestapu : Gerakan September Tiga Puluh Gerwani : Gerakan Wanita Indonesia Inrehab : Instalasi Rehabilitasi Kopkamtib : Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Koramil : Komando Rayon Militer Korem : Komando Resort Kodam : Komando Daerah Militer KOTI : Komando Operasi Tertinggi Lekra : Lembaga Kebudayaan Rakyat Mako : Markas Komando Masyumi : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MPRS/DPRS : Majelis Permusyawaratan Rakya Sementara/ Dewan

  Perwakilan Rakyat Sementara NU : Nahdlatul Ulama PID : Politieke Inlichtingendienst ( Dinas Polisi Rahasia Hindia

  Belanda ) PKI : Partai Komunis Indonesia PDI : Partai Demokrasi Indonesia PPP : Partai Persatuan Pembangunan PARI : Partai Republik Indonesia PARTINDO : Partai Indonesia PERMI : Perhimpunan Muslimin Indonesia PSII : Partai Sarekat Islam Indonesia PNI : Partai Nasional Indonesia PD II : Perang Dunia ke-2 Supersemar : Surat Perintah Sebelas Maret SOBSI : Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia Tefat : Tempat Pemanfaatan Tapol : Tahanan Politik Tonwal : Peleton Pengawal

  VOC : Verrenigde Oost Indische Compagnie ( Persatuan Dagang Hindia Timur )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang terjadi satu kali dan tidak

  terulang kembali. Adalah penting bagi bangsa Indonesia untuk melihat dan menilai sejarahnya sebagai sebuah proses yang tidak terputuskan dalam perjalanan panjang untuk menjadi INDONESIA. Sejarah adalah ruang untuk berdialog, berkomunikasi secara kritis dan kreatif yang bersifat kontinyu antara masa lalu dan masa kini yang melibatkan para pelaku sejarah berdasarkan sumber yang relevan, Sejarah bukanlah hanya masalah “apa yang terjadi di masa lalu” melainkan juga masalah bagaimana

  1

  kejadian masa lalu itu dipahami, Oleh karena itu dengan melihat kembali perjalanan sejarah dan berusaha untuk merekonstruksi, memaknai, serta mencari relevansinya kembali di masa kini, maka sejarah akan berguna bagi kehidupan bangsa Indonesia

  2 di masa mendatang.

  Perjalanan sejarah tidak selalu berakhir dengan warna-warni kepahlawanaan, semangat kemenangan atau pun suka cita kegembiraan. Ada satu episode dimana bangsa Indonesia mengalami peristiwa yang menyakitkan dan mengharukan bahkan menistakan di antara sesama anak bangsa. Babak sejarah yang gelap dan pahit itu pun haruslah juga dinarasikan kembali, di-SEJARAH-kan untuk

  3

  tujuan pendewasaan dan pembelajaran. Maka benarlah ucapan Cicero yang

  1 2 Baskara T Wardaya, 2006: Soeharto Sehat, Galang Press, Yogyakarta. hlm 17. 3 Kuntowijoyo, 1995: Pengantar Ilmu Sejarah, Bentang, Yogyakarta. hlm 15. menyatakan bahwa barang siapa tidak mengenal SEJARAH ia akan tetap menjadi

  4 seorang anak kecil.

  Salah satu fenomena historis yang menarik dan mungkin juga terlupakan dalam memori kolektif bangsa ini adalah keberadaan tentang kamp pengasingan.

  Pada masa kolonial Hindia Belanda dikenal dengan nama kamp Boven Digul, dan semasa awal pemerintahan Orde Ba ru dikenal dengan nama kamp pembuangan Pulau Buru, di kepulauan Maluku. Kedua kamp ini dalam penulisan sejarah Indonesia sedikit sekali disinggung dan seakan terpinggirkan, mengapa?.

  Peminggiran narasi kamp Boven Digul, antara lain disebabkan para penulis sejarah Hindia Belanda pada umumnya tidak menempatkan gerakan radikal 1926 sebagai

  5

  pergerakan nasional rakyat Indonesia. Selain itu, konflik politik yang bobotnya dipandang lebih berat dari pada Gerakan 1926, yaitu peristiwa G30S’65 (Gerakan Tiga Puluh September tahun 65) menjadikan kamp Boven Digul dipahami sebagai

  6

  

7

  kurang penting. Penjelasan kamp (tefaat) Pulau Buru sendiri baik keberadaan, latar belakang dan peristiwa yang mewarnai penciptaan kamp tersebut sengaja untuk dipinggirkan, dilarang untuk ditulis dan dikaji semenjak Orde Baru berkuasa, karena 4 Sartono Kartodirjo, 1992: Pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. hlm 23. 5 Abdurrahman Surjomihardjo, “Penempatan Kamp Konsentrasi Digul dalam Penulisan Sejarah Indonesia ”, Prisma No.7 tahun XVII edisi 1988, LP3ES Jakarta. 6 ibid, Abudurrahman Surjomihardjo, hlm 20, dan istilah G30S adalah mengacu pada

  

penculikan dan pembunuhan enam jenderal AD dan satu perwira menengah AD oleh

anggota Cakrabirawa yang di komandani oleh letkol Untung, pasukan pengawal presiden

karena adanya isu dewan jenderal yang akan mengambil alih kekuasaan, yang pada akhirnya

kemudian peristiwa tersebut berdampak pada kekacauan politik, pembantaian masal, dan

pembuangan masal mereka yang dituduh komunis. 7 Tefat atau tempat pemanfaatan adalah istilah yang diberikan oleh penguasa saat itu,

yaitu rezim Orde Baru untuk memberikan pemaknaan kata yang lebih manusiawi dari

akronim tentang kerja paksa, karena sebenarnya yang terjadi adalah para tapol diperlakukan

layaknya seorang budak dan dipekerjakan secara paksa guna kepentingan penguasa.

  8

  sifat ketakutannya Orde Baru terhadap gerakan komunisme. Semua yang ada hubungannya dengan Komunisme, Leninisme dan Marxisme semasa Orde Baru

  

9

  dilarang untuk dikaji dan disebarluaskan. Kekuasaan Orde Baru memiliki versi lain dalam melihat komunisme, yakni berdasarkan buku putih versi terbitan penguasa (baca pemerintah), bahwa komunisme dalam setiap kemunculannya pada awal tahun 1910-an sampai pada akhir kehancuranya di tahun 1965 selalu saja melakukan

  10

  pemberontakan. Kamp Pulau Buru sendiri dalam pandangan Orde Baru memiliki hubungan yang sangat dekat dengan idelogi tersebut, ini ditegaskan lagi dengan mereka yang ditangkap dan dibuang ke Pulau Buru adalah mereka yang dituduh berideologi komunis (baca orang-orang kiri).

B. Pembatasan Masalah.

  Dengan berlandaskan pada realitas terpinggirnya diskripsi sejarah tentang kedua kamp ini, yakni kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru, maka usaha untuk

8 Penyakit fobia atau rasa takut pada komunisme itulah; komunisme lalu

  

digambarkan sebagai dajal, haus darah, pembunuh, ateis dsb dsb untuk membangun imaji

massa, sekaligus membangun imaji kepahlawanan dan keunggulan tentang diri mereka

sendiri – persis seperti Hitler menggambarkan tentang diri sendiri sebagai ras Aria yang

“ueber Alles”, dan Suharto sebagai Super Semar. Semar itu dewa mangejawantah, dewanya

segala dewa; dan Suharto ialah Super Semar. Semarnya Semar! Itulah keterangannya

mengapa segala tulisan tentang “kiri” dilarang, sebaliknya tiap tahun diputer film bohong Janur Kuning, Pengkhianatahn G30S/PKI. 9 Hermawan Sulistyo, 2000: Palu Arit Di Ladang Tebu, KPG. hlm 72. Tentang

beberapa dekade setelah peristiwa gestapu terjadi telah meninggalkan trauma phsikologis

dan politis, apalagi tentang pembantaian masal paska kudeta dan pembuangan beribu-ribu

dari mereka yang dituduh komunis ke Pulau Buru. Juga melalui ketetapam MPRS/Tap

MPRS No.XXV/MPRS/1966 yang melarang ajaran Marxisme-Leninisme, PKI dan seluruh

peristiwa yang berkaitan dengan Gestapu dan peristiwa setelahnya, termasuk tentang kamp Pulau Buru dilarang untuk dipelajari. 10 mengingatnya kembali agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi di masa depan menjadi penting untuk diketahui. Untuk itu penulis mencoba untuk mengkajinya.

  Pembahasan kamp pengasingan dibatasi pada latar belakang kedua kamp tersebut diciptakan, serta dinamika kehidupan di dalam kamp pemenjaraan tersebut, khususnya dinamika kehidupan orang-orang yang ditawan dan diasingkan pada kedua tempat tersebut. Dan bentuk-bentuk penahanan, pemenjaraan, serta pembuangan tersebut adalah bagian dari praktik-praktik kekuasaan yang sedang berkerja pada saat itu, yakni kekuasaan kolonial Hindia Belanda dan kekuasaan Orde Baru.

  Pengertian orang buangan yang digunakan pada kajian ini adalah untuk menyebut orang-orang yang menjadi korban dari pembuangan/pengasingan baik

  11

  12

  pada periode tahun 1927-1937 maupun pada periode tahun 1968-1976 . Nama Boven Digul dan Pulau Buru seringkali diindentisifikasikan sebagai tempat pemenjaraan yang letak serta bentuknya dikondisikan sangat terpencil dan terisolasi.

  Fungsi utamanya adalah mengasingkan para buangan baik secara fisik maupun sosial dalam kondisi hidup yang tidak normal.

11 Takashi Shiraishi, 2001: Hantu Digoel, LKiS. hlm 14 – 15. Shiraishi menjelaskan

  

bahwa mereka yang ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda diantara tahun 1930-1934

adalah mereka yang dikategorikan kaum komunis yakni para propagandis PKI, SR (Serikat

Rakyat) karena pemberontakannya ditahun 1926-1927, kemudian pada tahun 1930 ditangkap

pula para pemimpin dari serikat Buruh “Merah” Pusat, Serikat Kaum Buruh Indonesia

(SKBI), pada tahun 1933-1934 penangkapan yang ditujukan bagi kaum nasionalis non-

kooperasi seperti para pemimpin PERMI, PSII, PNI Baru, Partindo, dan pada tahun 1936

ditangkap pula generasi baru dari tokoh PARI, PNI Baru dan PKI Muda atau biasa disebut

para “agen Moskow.” 12 Hersri Setiawan, 2004 : Memoar Pulau Buru, Indonesiatera. hlm 17. Hersri

mencatat bahwa ada dua kali gelombang besar pengiriman tapol ke Pulau Buru yakni pada

  Kamp pengasingan/pembuangan, penjara atau pun kamp isolasi ini sengaja diciptakan dan diperuntukkan bagi mereka yang dianggap membahayakan negara ataupun kekuasaan. Selanjutnya judul topik di atas dipahami sebagai usaha untuk menarasikan kembali kisah hidup dari orang-orang buangan di sebuah kamp penjara yang terisolasi dan terpencil, mengetahui bagaimana mereka dapat bertahan hidup dalam keterbatasan, serta mengalami masa- masa sulit selama berada di dalam kamp pengasingan/pembuangan tersebut.

  Dalam sejarah kolonial, terutama jaman VOC (Vereenigde Oost Indische ) sampai pemerintahan Hindia Belanda, kekuasaan kolonial banyak

  Compagnie

  menciptakan kamp-kamp, penjara-penjara atau tempat buangan, baik yang ada di

  13

  dalam maupun luar wilayah Hindia Belanda dan salah satu yang terkenal adalah diciptakannya kamp pengasingan masal Boven Digul yang merupakan kamp

  14

  konsentrasi pertama dari Nederland, dan kamp tahanan politik terbesar dalam sejarah kolonial Hindia Belanda.

  Kamp pembuangan ini diciptakan dan diputuskan pada sidang luar biasa dewan Hindia Belanda (Raad van Nederlandsch-Indie) pada tanggal 18 November 1926, yang disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Graeff. Penciptaan kamp ini sendiri adalah merupakan reaksi balik pemerintah kolonial Hindia Belanda atas pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang komunis pada tanggal 12 13 H.Rosihan Anwar; “Keturunan Sumbawa di Afsel”, SKH Kompas tgl 5 Mei 2005.

  

Dalam artikel ini dipaparkan bahwa sejak tahun 1667 VOC telah melakukan pembuangan

politik terhadap orang-orang yang berasal dari daerah-daerah dan etnik, seperti dari Banten,

Betawi, Bengkulu, Jambi, Palembang, Sumatera Barat dan Sumbawa NTB ke Afrika

Selatan. Pada Tahun 1752 ada laporan singkat mengenai dua orang buangan politik di

Simonstown dan Cape Town, VOC berhasil menangkap Lalu Abdul Kadir Jealani Dea

Koasa dan putranya Lalu Ismail Dea Malela, dari kampung Pemagong. 14 I.F.M Chalid Salim, 1977: Lima Belas Tahun di Digul, Bulan Bintang Jakarta. hlm

  November 1926 yang bermula di Jakarta, berlanjut di Banten Jawa Barat, terus ke Solo yang meletus pada tanggal 17 November 1926, berlanjut ke Silungkang di

  15 Sumatera Barat pada tanggal 1 Januari 1927. Pemberontakan itu sendiri

  merupakan pemberontakan besar dan pertama kali yang berdampak luas, serta menimbulkan banyak kerugian dan korban di pihak kolonial. Pada akhirnya pemberontakan tersebut cepat dipadamkan. Mereka yang terlibat pemberontakan tersebut kemudian ditangkap dan dibuang. Boven Digul menjadi tempat yang tepat untuk membuang dan mengasingkan mereka- mereka yang membahayakan

  16 kekuasaan kolonial saat itu.

  Kamp Pulau Buru sendiri proses penciptaannya diawali dari kekacauan dan huru- hara politik pada tahun 1965 yang dihubungkan dengan peristiwa G30S sebagai

  17

  sebuah usaha kudeta (coup d’etat). Peristiwa kudeta ini pada kelanjutannya mengawali peristiwa-peristiwa kemudian yakni, tragedi kemanusiaan berupa

  18 pembantaian massal 1965/1966 dan penahanan politik pada tahun 1969-1979.

  Setelah peristiwa huru-hara politik tahun 1965 inilah Orde Baru menciptakan kamp pembuangan Buru yang menga ntarkan puluhan ribu orang ditahan tanpa proses pengadilan untuk kemudian dibuang, terutama bagi mereka yang di indentifikasikan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). 15 Takashi Shiraishi, 2001: Hantu Digoel, LKiS. hlm 3. Lihat juga Imam Soedjono, 2006: Yang Berlawanan, Resist Book.Yogyakarta. hlm 35-36. 16 17 John Ingleson, 1983: Jalan Ke Pengasingan, LP3ES. Jakarta. hlm 26.

  Baskara T Wardaya, 2006: Bung Karno Menggugat! Galang Press.Yogyakarta.

hlm 170. Coup d etat adalah usaha perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh tentara

bersama sipil, dengan istilah pronounciamento yang berarti perebutan kekuasaan yang semua

pelakunya adalah tentara, dan dengan istilah putsch yang pengertiannya perebutan kekuasaan

yang dilakukan oleh sekelompok tentara yang kemudian terkenal dengan istilah kudeta. 18 Aswi Warman Adam, 2004: Soeharto Sisi Gelap Sejarah Indonesia, Ombak.

  

Yogyakarta. hlm 33, Aswi menyebutnya sebagai sebuah trilogi yang terjadi pada masa Orde

  Judul tulisan ini ‘Pergulatan Orang-Orang Buangan di Boven Digul dan

  

Pulau Buru’ , merupakan sebuah studi narasi-diskripsi tentang kamp Boven Digul

  dan kamp Pulau Buru. Pertama, kedua tempat ini diciptakan bagi para tahanan politik, baik dimasa kolonial Hindia Belanda dan dimasa pemerintahan Orde Baru.

  , dua tempat ini diciptakan dari sebuah representasi kekuasaan yang besar dan

  Kedua

  berkuasa. Mereka ditahan/ditawan disebabkan oleh karena aktifitas-aktifitas politik yang membahayakan. Sebagai sebuah penjara politik maka keberadaanya menjadi sangat khusus, baik letak geografisnya maupun fasilitas serta sistem keamanannya. Untuk fasilitasnya dapat dilihat dari bentuk kamp atau penjara, meliputi fasilitas untuk kegiatan sehari- hari seperti mandi-cuci-kakus, aktifitas menjalankan ibadah, tempat menyalurkan bakat berkesenian dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan para tawanan untuk menjalani kehidupan normal dibawah kondisi tidak normal, dan yang terpenting apakah para tawanan diperlakukan sesuai dengan standar kemanusiaan yang berlaku pada saat itu, yakni berstandar pada jaminan hidup dalam kondisi yang minimal, seperti ketersedia an atas kebutuhan akan makan setiap harinya, pakaian, alat mandi, alat makan- minum serta alat-alat untuk bekerja sehari- hari dan juga pelayanan akan kesehatan yang memadai sesuai dengan standar kemanusian yang berlaku.

  Guna membatasi topik tulisan, fokus penulis selanjutnya hanya akan membahas dalam konteks hubungannya dengan nilai- nilai kemanusiaan, seperti mencoba menarasikan kembali kehidupan sehari-hari di dalam kamp pengasingan, pergulatan hidup dalam kamp pengasingan, suka duka juga cerita-cerita dari tawanan-tawanan yang menjadi penghuni kamp pengasingan tersebut.

C. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

a. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang maka pokok permasalahan skripsi ini adalah: 1.

   Bagaimana kekuasaan kolonial Belanda dan kekuasaan Orde Baru dijalankan,

  sehingga dapat melahirkan pembuangan, seperti kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru?

2. Bagaimana sistem pengasingan dikembangkan oleh kekuasaan kolonial

  Belanda dan kekuasaan Orde Baru dalam konteks ini tentang kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru? 3.

   Bagaimana para buangan menjalankan hidupnya dalam kamp tersebut,

  sebagai seorang yang diasingkan/dibuang dilihat dari kacamata kemanusiaan?

b. Ruang Lingkup

  Studi ini akan memfokuskan pada keberadaan awal dari kedua kamp pengasingan/pembuangan ini diciptakan, di antara periode waktu yang berbeda, kamp pengasingan Boven Digul yang diciptakan pada 1927 serta diputuskan dalam sidang luar biasa dewan Hind ia Belanda (Raad van Nederlandsch-Indie) pada tagl 18 November 1926, yang kemudian disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Graeff.

  Sedangkan kamp Pulau Buru diciptakan pada tahun 1969 melalui surat keputusan Pangkopkamptib no. KEP-009/KOPKAM/2/1969.

  D. Tujuan Penelitian

  Mendiskripsikan dan menganalisis: 1.

  Mengetahui bagaimana kolonial Belanda dan Orde Baru menjalankan praktik kekuasaannya, sehingga dapat menciptakan kamp pengasingan/pembuangan tersebut.

  2. Mengetahui sistem pengasingan/pembuangan yang dikembangkan oleh kolonial Belanda dan Orde Baru khususnya dalam konteks ini tentang kamp Boven Digul dan kamp Pulau Buru.

  3. Mengetahui bagimana para buangan menjalankan kehidupannya di kamp pengasingan/pembuangan tersebut menurut ukuran kemanusiaan yang berlaku.

  E. Manfaat Penelitian 1.

  Melalui tulisan ini dapat diketahui bahwa pengasingan/pembuangan dijadikan sebagai model serta alat penguasaan yang efektif dan sempurna, tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda terhadap para kaum bumiputra pada zaman pergerakan diawal abad ke-20 tetapi juga dipakai dan diproduksi ulang oleh kekuasaan Orde Baru yang sangat besar, terutama yang bersifat absolut dan otoriter. Kekuasaan dimanapun pastinya akan menciptakan bentuk pengamanannya sendiri unt uk melindungi kekuasaannya dari keruntuhan.

  2. Melalui tulisan ini pula dapat diketahui bahwa penciptaan kamp pengasingan/pembuangan yang kemudian di reproduksi ulang oleh Orde

  Baru, khususnya setelah peristiwa politik ‘65 lebih bertujuan pada usaha melegalitaskan dan melindungi kekuasaan yang baru saja diperolehnya sebagai bagian pembentukan pencitraan atas kekuasaan, selain untuk meredam aksi-aksi massa radikal dan membahayakan pada masa awal kekuasaan Orde Baru.

  3. Melalui tulisan ini dapat dipahami bagaimana para buangan khususnya para Digulis-Buruis melewati masa- masa sulit dalam kamp pengasingan tersebut.

  4. Melalui tulisan ini pula SEJARAH bagaimana pun pencitraan buruknya, namun haruslah tetap selalu diingat dan dinarasikan kembali.

F. Kajian Pustaka

  Seperti disinggung pada sub bab latar belakang masalah, bahwa Boven Digul dan Pulau Buru tidak banyak dikaji oleh para sejarawan. Hanya ada satu sejarawan yang melakukan kajian dan penelitian luas dengan memanfaatkan studi arsip dan beberapa catatan yang bersinggungan langs ung dengan kamp tersebut. Ia adalah Prof. Dr. Takashi Shiraishi, sejarawan asal Jepang, yang menulis tentang kamp pengasingan Boven Digul dengan judul “Hantu Digoel”. Secara diskripsi buku ini menarasikan kamp Digul dalam pandangan kolonial berdasarkan laporan resmi pemerintah kolonial. Dalam buku ini dijelaskan bahwa, Digul didirikan tidak hanya oleh keputusan politik pemerintah kolonial, tetapi juga oleh keinginan pemerintah kolonial untuk menyediakan tempat kusus sebagai tempat buangan yang terpusat yang dapat menampung banyak orang, kususnya bagi mereka yang mengacaukan keamanan dan ketertiban (rust en orde) di wilayah Hindia Belanda.

  Shiraishi juga menjelaskan tentang alat-alat kekuasaan kolonial, seperti Politieke (PID), Dinas Intelijen Politik dan Algemeene Recherche Dienst

  Inlichtingendienst

  (ARD), Dinas Penyelidikan Umum sebagai pelaksana lapangan atas proses pen Digul an dari mereka yang dituduh/dicurigai mengancam ketertiban dan keamanan.