Kemiskinan dan perilaku keagamaan : studi kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor

(1)

KEMISKINAN DAN PERILAKU KEAGAMAAN

(Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor)

Oleh: Lilis Suaedah 102032224685

SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

2009


(2)

KEMISKINAN DAN PERILAKU KEAGAMAAN

(Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Oleh: Lilis Suaedah 102032224685

Pembimbing

Joharotul Jamilah, S.Ag, M.S.i NIP. 150282401

SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

2009


(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah segala rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas nikmat yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga senantiasa terceruhkan kepada rasulallah S.A.W. yang banyak menitikkan perjuangan untuk memberikan contoh betapa berharga suatu perjuangan dan semangat.

Merupakan kebahagian dan kebanggaan tersendiri bagi penulis, setelah sekian lama penulis berkutat dalam penyelasaian skripsi ini. Walau banyak jatuh bangun, namun berkat orang-orang di sekitar yang selalu memberi perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Karya ini merupakan persembahan pengabdian seorang siswa, persembahan rasa syukur sebagai seorang anak, mudah-mudahan menjadi kebanggaan untuk semua. Berkat dukungan semua pihak, karya ini bisa terselasaikan. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungannya, yaitu:

1. Kedua orang tua tercinta dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan doa yang selalu dipanjatkan untuk kesuksesan penulis yang begitu besar dan tidak terhingga. Semoga Allah S.W.T. memberikan balasan, rahmat, dan magfirah-Nya kepada mereka.

2. Dr. M. Amin Nurdin, M.A., selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Joharotul Jamilah, S.Ag., M.Si., sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya, dan Bapak Dr. Hamid Nasuhi, Dr. Masri Mansoer, MA., Dr. Yusron Razak, MA. yang telah memberikan banyak masukkan untuk perbaikan skripsi ini.


(4)

4. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta seluruh petugas perpustakaan UIN dan FIF, atas ilmu dan bantuannya yang sangat berguna bagi penulis sehingga banyak memberikan kemudahan selama menjalani perkulihaan. 5. Aparatur pemerintahan desa Cinangka, khususnya Bapak Drs. Cecep Mansur

sebagai kepala desa Cinangka, terima kasih atas kerjasamanya sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

6. Suamiku tercinta Abi Dedeng, S.H.I., putraku M. Najmi Rosyadil Umam, adik-adikku Yayang dan Udi, serta saudara-saudaraku yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

7. Teman-teman senasib dan seperjuangan, Maryani, Aminah, Dila, Rahma, Yayoh Syamsuddin, teman-teman KKS’05, rekan-rekan Sosiologi Agama angkatan 2002 yang telah bersama-sama menempuh dan berjuang dengan penuh gairah dan haus akan pengetahuan.

8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini khususnya kepada semua informan warga masyarakat Cinangka kecamatan Ciampea Bogor Jawa Barat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penerapan kalimat serta isinya, oleh karena itu mohon maaf atas segala kekurangannya, dan sekiranya dapat memakluminya.

Akhir kata dengan kerendahan hati, semoga semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, senantiasa mendapatkan limpahan karunia Allah S.W.T dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.


(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul: Kemiskinan dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada hari Rabu, 28 Januari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Januari 2009 Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Dr. Hamid Nasuhi, MA. Joharotul Jamilah, S.Ag. M.Si NIP. 150 241 817 NIP.150 282 401

Penguji I Penguji II

Dr. Masri Mansoer, MA. Dr. Yusron Razak, MA. NIP. 150 244 493 NIP. 150 216 359

Pembimbing

Joharotul Jamilah, S.Ag. M.Si NIP.150 282 401


(6)

SURAT PERNYATAAN Bismillahirrohmanirrohim

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lilis Suaedah

NIM : 102032224685

Jurusan : Sosiologi Agama

Fakultas : Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kemiskinan dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor) adalah benar-benar hasil karya saya. Apabila dikemudian hari ternyata terbukti bersalah, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan harap maklum.

Bogor, 11 Februari 2009 Yang menyatakan,

Lilis Suaedah


(7)

ABSTRAK

Perkembangan zaman meyebabkan perubahan segala bidang, salah satunya adalah berkembangnya kebutuhan masyarakat, di sisi lain perkembangan zaman memberikan dampak positif bagi perkembangan kreatifitas antar individu untuk bersaing dalam memenuhi kebutuhan hidup. Namun dampak tersebut menyisakan problem sosial, yaitu terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat Di antaranya muncul kelompok marginal yang secara sosial melahirkan kemiskinan.

Kemiskinan secara sosial dipahami sebagai kondisi serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan pokok; sandang, papan, pangan dan kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, dan keinginan berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat tanpa dibatasi dengan kelas-kelas sosial.

Selanjutnya, selain dimensi kemanusiawian, manusia secara trasenden memerlukan agama yang dipahami sebagai sistem kepercayaan untuk menyatakan sebuah keimanan, sistem penghambaan dan penyerahan diri yang sekaligus menjadi pengikat sosial ataupun pegangan hidup.

Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari adanya dua dimensi yang saling terkait, yaitu dimensi vertikal (teologi) dan dimensi horizontal (sosial). Oleh krena itu, sudah semestinya satu dimensi berpengaruh pada dimensi yang lain. Dalam konteks penelitian ini, kemiskinan diasumsikan sebagai problem sosial yang secara intern berpengaruh pada perilaku seseorang, baik terkait dengan pola hidup, pendidikan maupun perilaku keagamaannya.

Dengan asumsi ini maka penelitian ini dilakukan dengan melihat konteks kemiskinan masyarakat Cinangka dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat, sehingga didapatkan gambaran mengenai keduanya. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.

Dari metodologi di atas dapat disimpulkan bahwa konteks kemiskinan masyarakat Cinangka dan perilaku keagamaan memberikan hasil yang beragam, pertama, bahwa kemiskinan tidak memberikan dampak secara signifikan terhadap kehidupan sosial-keagamaan masyarakat Cinangka. Kedua, kemiskinan berakibat pada lahirnya keterasingan, baik individual maupun sosial-keagamaan.


(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……… i

Pengesahan Panitia Ujian ………. iii

Surat Pernyataan .……….. iv

Abstrak ...………. v

Daftar Isi ……… vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ...11

BAB II : KAJIAN TEORI A. Konsep Kemiskinan 1. Definisi Kemiskinan... 12

2. Dimensi Kemiskinan ... 14

3. Ukuran Kemiskinan ... 16

4. Aspek-aspek Kemiskinan ... 22

B. Pengertian Keagamaan ...24

C. Ciri-ciri dan Sikap Keagamaan... 27

D. Hubungan Agama dan Kemiskinan ... 28


(9)

CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

A. Letak dan Kondisi Geografis ...………...……….. 31 B. Kepadatan Penduduk ……….………... 32 C. Pendidikan ………... 33 D. Kondisi sosial

1. Kondisi Sosial Politik dan Keamanan ………...… 35 2. Kondisi Sosial Keagamaan ………... 35 3. Kondisi Sosial Ekonomi ………... 39

BAB IV : KELUARGA MISKIN DAN PERILAKU KEAGAMAANNYA DI DESA CINANGKA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

A. Profil Keluarga Miskin ... 43 B. Perilaku Keagamaan Keluarga Miskin ...56 C. Pengaruh Kemiskinan terhadap Perilaku Keagamaa ... 61

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran-saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan adalah kondisi kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan-kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan hidup yang sehat, dan kebutuhan pendidikan dasar bagi anak-anak. Adapun yang disebut miskin adalah orang yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, tidak saja karena mereka tidak memiliki asset sebagai sumber pendapatan, tetapi

juga karena faktor-faktor lain seperti struktur sosial ekonomi, sosial-budaya, dan sosial politik yang tidak membuka peluang bagi mereka untuk keluar dari

lingkaran kemiskinan yang tidak berujung pangkal.1

Dalam kehidupan bermasyarakat, kemiskinan menjadi suatu problem sosial, karena persoalan ini mempengaruhi setiap kehidupan manusia dan tidak menutup kemungkinan kemiskinan menjadi bahaya besar terhadap perilaku keagamaan seseorang.2

Secara umum kemiskinan yang melanda masyarakat merupakan sebuah kompleksitas yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, baik yang berhubungan sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun peluang atau prasarana dan permodalan yang kesemuanya itu masih harus dilihat dalam perspektif mikro dan makro.

Dalam perspektif mikro, kompleksitas kemiskinan terkait dengan keadaan individu yang relatif memiliki keterbatasan untuk keluar dari jerat kemiskinan,

1 Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, (Yogykarta: Aditya Media, 1996), h. 27. 2 Yusuf Qardhawi, Konsepsi Islam dalam Mengetaskan Kemiskinan, ter. Umar Fanany, B.A., (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 13.


(11)

seperti lamban dalam bekerja keras, tidak memiliki keahlian, keterbatasan finansial dan lain sebagainya. Sedangkan dalam tatanan makro, kemiskinan dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada, dan ditandai dengan adanya keterbatasan kesempatan dan peluang.3

Kendati kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks, namun secara umum penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, oleh struktur sosial, karena struktur yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-faslitas secara merata. Kedua, sebab kultural, di mana kemiskinan timbul sebagai akibat sumber daya yang langka dan tingkat pengetahuan yang rendah.4

Kemiskinan struktural, artinya struktur yang membuat orang menjadi miskin, dimana masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan tidak mendapatkan akses secara baik. Disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karena turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang. Semakin banyak program-program yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan, namun makin banyak pula jumlah orang miskin. 5

Sementara Hidayatullah Muttaqin mengatakan: Kemiskinan dapat digolongkan dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan

3 Bagong Suyanto, Perangkat Kemiskinan Problem dan Strategi Pengentasannya, (Yogyakarta: Aditya Media, 1996), h. 2.

4 Bagong Suyanto, Perangkap Kemiskinan Problem dan Strategi Pengentasannya, h. 2.-3. 5 Browsing dari http://www.pu.go.id./publik/P2KP/24/12/2007/Sarmiati, Kemiskinan Kultural dan FGD-RK, pada tanggal 7 Februari 2009.


(12)

natural. Kemiskinan struktural disebabkan oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia. Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja, rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.6

Dari ketiga katagori kemiskinan tersebut, pada dasarnya kemiskinan berpangkal pada masalah distribusi kekayaan yang timpang dan tidak adil. Karena itu Islam menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan di dalam masyarakat dapat dihilangkan. Firman Allah SWT, “… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …”( Q.S. Al-Hasyar: 7.)7

Dengan kata lain, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Kesalahan negara-negara dalam mengatur urusan rakyat, hingga menghasilkan kemiskinan struktural, disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Akhirnya, rakyat dibiarkan berkompetisi secara bebas dalam

6 Browsing dari http://jurnal-ekonomi.org/09/01/2006/Hidayatullah Muttaqin/Peranan Negara dan Masyarakat dalam Mengetaskan Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

7

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an), h. 915.


(13)

masyarakat. Realitas adanya orang yang kuat dan yang lemah, yang sehat dan yang cacat, yang tua dan yang muda, dan sebagainya, diabaikan sama sekali. Yang berlaku kemudian adalah hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang dan berhak hidup.8

Masalah kemiskinan sering muncul juga akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi kepribadian maupun keterampilan. Inilah yang disebut dengan kemiskinan kultural. Masalah ini dapat diatasi melalui penyediaan layanan pendidikan oleh negara. Hal ini dimungkinkan karena pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya berkepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki keterampilan untuk berkarya.

Syariat Islam telah mewajibkan negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian, kemiskinan kultural akan dapat teratasi.9

Berbagai macam agama dan aliran filsafat sejak dahulu telah berusaha menanggulangi problem kemiskinan dan meringankan penderitaan orang-orang miskin, yang ada kalanya dilakukan dengan memberikan anjuran-anjuran berbagai nasehat, dan dorongan-dorongan yang dapat membangkitkan semangat kerja.

Islam menyatakan perang terhadap kemiskinan, dan berusaha keras untuk membendungnya, serta mengawasi kemungkinan yang dapat menimbulkan guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan, memelihara kehidupan rumah

8 Browsing dari http://hizbut-tahrir.or.id/07/292008//Lajnah Mashlahiyah HTI/Syari’at Islam dan Masalah Kemiskian, pada tanggal 7 Februari 2009.

9 Browsing dari http://hizbut-tahrir.or.id/07/29/2008/Lajnah Mashlahiyah HTI/Syari’at Islam dan Masalah Kemiskian, pada tanggal 7 Februari 2009.


(14)

tangga dan melindungi kestabilan dan ketentraman masyarakat. Karena itu, Islam mengharuskan setiap individu mencapai taraf hidup yang layak.10

Kemiskinan harus selalu diwaspadai, sebab dengan kemiskinan ini, akan timbul berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Bagi manusia yang bersabar tentu hal ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. Namun sebaliknya, bagi orang yang tidak bersabar hal ini dijadikan sebagai alasan untuk menghalalkan segala cara.

Secara etimologis kata kemiskinan diambil dari akar kata miskin, yang berarti tidak berharta, kekurangan dalam hidup karena penghasilan yang rendah.11 Istilah kemiskinan biasanya digunakan untuk menunjukkan keadaan di mana kebutuhan pokok tidak terpenuhi dan atau pendapatan yang rendah.

Ajaran Islam mendekati masalah hidup di dunia ini secara wajar dan realistis sesuai fitrah manusia itu sendiri. Manusia memerlukan makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang wajar dan baik, karena ini semua merupakan keperluan hidup. Rasul telah menegaskan bahwa adalah hak manusia memiliki tiga hal, yakni rumah kediaman dan tempat tinggal yang layak bagi diri dan keluarganya, makanan yang memenuhi persyaratan pokok dalam kualitas dan kuantitas serta air bersih yang dapat mencegah dahaga, menjaga kesehatan tubuh dan lingkungannya.12

Sedangkan ditinjau dari sudut sosial, kemiskinan itu lemahnya potensi suatu keluarga miskin untuk berkembang. Kemiskinan sekelompok keluarga

10 Yusuf Qardhawi,

Konsepsi Islam dalam Mengetaskan Kemiskinan, terj. Umar Fanany B.A., h. 31.

11 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 587.

12 Nabil Subhi at-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), h. 36-37.


(15)

miskin ini akan menimbulkan suatu kesenjangan dan pada akhirnya kesenjangan tersebut lebih berbahaya dari kemiskinan.13

Kemiskinan dapat juga terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat proses politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur sosial yang paling bawah.14

Ajaran Islam yang cukup asasi, seperti akidah atau ibadah dan karenanya tetap terperinci dan tidak terbuka terhadap pemikiran di satu pihak dan keterbukaannya menerima adat istiadat dan budaya dalam ajaran non-akidah, dan syari’ah di pihak lain, dengan sendirinya telah menyebabkan adanya persamaan pengamalan pokok-pokok ajaran keagamaan, seperti akidah tentang perbedaan keesaan Tuhan, ibadat, shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.15

Di sisi lain, kehidupan perekonomian juga sangat mempengaruhi kehidupan keagamaan, sebagaimana dengan kehidupan yang miskin akan mempengaruhi kehidupan sosial. Dengan kata lain akan timbul dan terjadi penyimpangan perilaku keagamaan dan sosial, dimana seseorang akan melanggar aturan-aturan dan ajaran-ajaran agama dan norma-norma sosial karena himpitan ekonomi yang melandanya, contohnya; meninggalkan kewajiban shalat, puasa, mencuri dan lain sebagainya. Begitupun yang terjadi pada sebagian warga miskin yang ada di desa Cinangka kecamatan Ciampea Bogor khususnya keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah atau miskin, sangat memungkinkan terjadi perilaku yang menyimpang dari ajaran agama dan kehidupan sosial.

13 Felik Sitorus,

Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan, (Jakarta: Grasindo, 1996), h. 46-47.

14 Amin Rais,

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1995), h. 31-32.

15 Baihaqi, Agama Perilaku dan Pembangunan, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Perguruan Tinggi Agama, 1985), h. 4.


(16)

Apabila melihat kondisi sosial keluarga miskin di desa Cinangka, terutama akan memungkinkan munculnya perilaku keagamaan yang berbeda antara keluarga miskin yang satu dengan keluarga miskin yang lainnya dalam pelaksanaan ritual keagamaannya.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan mengkaji masalah di atas sebagai tugas akhir dengan judul ”KEMISKINAN DAN PERILAKU KEAGAMAAN (Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor).

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana profil masyarakat miskin di desa Cinangka?

2. Bagaimana perilaku keagamaan pada masyarakat miskin yang ada di desa Cinangka?

Sedangkan dengan penyusunan skripsi ini, penulis hanya membatasi pokok permasalahan yaitu:

1. Profil masyarakat miskin di desa Cinangka.

2. Perilaku keagamaan keluarga miskin di desa Cinangka dalam pelaksanaan ritual keagamaan seperti shalat, puasa, zakat, akhlak dan pengajian rutin.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apakah terdapat hubungan antara keluarga miskin dengan perilaku keagamaannya. Sedangkan manfaat dari penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Sebagai bahan pengetahuan bagi penulis mengenai kemiskinan dan prilaku keagamaan di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.


(17)

2. Bagi desa Cinangka sebagai bahan masukan untuk perbaikan dalam mengembangkan desa Cinangka.

3. Bagi kepala desa Cinangka sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam memberikan bimbingan dan pembinaan dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam berorganisasi.

4. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat, khususnya civitas akademika di lingkungan mahasiswa UIN Jakarta tentang keberadaan keluarga miskin yang ada di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Bogor.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitain

Metode pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.16 Menurut Klick dan Miller yang dikutif oleh Moleong, penelitian kualitatif adalah sebuah model tradisi penelitian tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada masyarakat dan kawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang tersebut dan dalam peristilahannya. Sedangkan penelitian deskriptif yang digunakan adalah bertujuan untuk mengambarkan dan menganalisis bagaimana kemiskinan dan prilaku keagamaan di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.17

16 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000) h. 3.

17 Lexy J. Moleong,


(18)

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksnakan dilaksanakan di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Bogor, dan waktu penelitian dilaksanakan pada bualn Februari, Oktober, dan Desember.

3. Informan dan Key Informan

Informan dalam penelitian ini adalah 10 warga keluarga miskin di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Bogor. Alasan diambilnya subyek tersebut karena mereka warga miskin yang terdaftar di data kinerja desa Cinangka. Di samping itu, penulis juga melibatkan Bapak Kepala Desa Cinangka sebagai key informan

4. Teknik Pengumulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian Pustaka (Library Research)

Teknik yang digunakan adalah dengan cara-cara melihat-lihat dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, bisa merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti arsif data, surat-surat, rekaman gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan peristiwa.18

b. Penelitian Lapangan ( Field Research) 1. Pengamatan (Observasi)

18 Imam Suprayogo dan Tabrani, Metodologi dalam Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 164.


(19)

Pengamatan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Surpayogo dan Tabrai adalah suatu proses mengamati dan mendengar dalam kerangka unuk memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena.19 Dalam ini peneliti melakukan observasi secara langsung ke tempat penelitian untuk mendapatkan data.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan unuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden.20 Untuk keperluan wawancara penulis menggunakan pedoman wawancara yang terlebih dahulu disiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mendapatkan kejelasan dari permasalahan yang ada. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu 11 warga miskin desa Cinangka, Ujang, Nuria, Arnah, Minta, Ateng, Iri, Encih, Udin, Dodih, Sama, dan Maman 3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran penelitian.

5. Teknik Analisa Data

Analisisa data adalah di mana dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai dapat disimpulkan kebenaran-kebenaran yang dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian.21 Data yang diperoleh adalah data kualitatif, dan dalam data tersebut teknik analisisnya yaitu peneliti

19 Imam Suprayogo dan Tabrani,

Metodologi dalam Penelitian Sosial Agama, h. 167. 20 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 63.

21 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), h.. 269.


(20)

harus mempelajari halaman catatan penelitian yang dibuat tiap hari tatkala berada di lapangan, yang secara rinci memuat tidak hanya hasil wawancara mendalam dengan para subyek penelitiannya tetapi juga hasil pengamatan terhadap perilaku para subyek penelitian serta orang lain yang berada di tempat penelitian. Analisis data kualitiatif ini berlangsung terus-menerus dari semenjak peneliti mulai memasuki lapangan dan arah penelitian ini dapat berubah sesuai dengan hasil analisis yang ada di lapangan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab secara terperinci, sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian teoritis yang meliputi konsep kemiskinan, pengertian keagamaan, ciri-ciri dan sikap keagamaan.

BAB III : Gambaran umum desa Cinangka kecamatan Ciampea kabupaten Bogor Jawa Barat yang meliputi letak dan kondisi geografis, kepadatan penduduk, pendidikan, serta kondisi sosial.

BAB IV : Kemiskinan dan perilaku keagamaan keluarga miskin desa Cinangka yang meliputi profil keluarga miskin, perilaku keagamaannya, dan pengaruh kemiskinannya terhadap perilaku keagamaannya.

BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Kemiskinan 1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dapat didefinisikan secara variatif. Pertama; sebagai kondisi yang diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang layak untuk meningkatkan taraf hidup,kesehatan yang buruk dan kekurangan transportasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua; dari segi kurang atau tidak memiliki asset, seperti rumah, tanah, peralatan, uang dan lain sebagainya. Ketiga; kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan atau ketiadaan non-materi yang meliputi berbagai macam kebebasan hak untukmemperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga dankehidupan yang layak.22

Dalam pengertian yang lain, kemiskinan diartikan sebagai kondisi serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup yang sehat, dan kebutuhan akan pendidikan dasar bagi anak-anak. Penduduk miskin tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, tidak saja karena mereka tidak memiliki asset sebagai sumber pendapatan, tetapi juga karena struktur sosial ekonomi, budaya dan politik tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkaran kemiskinan yang tidak berujung pangkal.23 Pada dasarnya pengertian tentang kemiskinan merujuk pada suatu kondisi serba kekurangan harta benda untuk pemenuhan dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan hidup.

22 Tjetjep Rohendi Rohidi,

Ekspresi Seni Orang Miskin; Adaptasi Simbolik Terhadap Kemiskinan, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2000), h. 24-25.


(22)

Sedangkan implikasi serba kekurangan ini berpengaruh terhadap beberapa hal. Pertama; adalah tingkat pemenuhan kebutuhan primer, kesehatan, makanan yang dikomsumsi dan kondisi tempat tinggal.Kedua; tingkat atau bentuk pemenuhan kebutuhan sekunder untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial yang luas dan. ketiga; secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, estetika yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.24

Musa Asy’arie menyatakan bahwa kemiskinan erat kaitannya dengan etos kerja dan pemberdayaan ekonomi umat bahwa kemiskinan sebagai realitas kehidupan, selalu digambarkan sebagai suatu keadaan kehidupan yang kekurangan, lemah dan tidak berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik dalam pengertian spiritual maupun material.25

Dengan demikian, kesimpulan tentang pengertian kemiskinan dari berbagai pendapat diantaranya ada yang mengatakan bahwa terjadinya kemiskinan itu dikarenakan orang-orang miskinnya kurang produktif dan kurang terampil dalam segi keahlian sehingga kemiskinan pun melanda mereka, dan penghasilan atau pendapatan yang mereka peroleh pun sangat rendah. Bila dilihat dari sifatnya kemiskinan terbagi menjadi dua bentuk:Pertama; kemiskinan material, Kedua;, kemiskinan spritual. Di mana bentuk kedua lebih sebagai gambaran dari keimanan, ketaqwaan dan rasa syukur seseorang terhadap kesempatan dan karunia yang diberikan oleh Tuhan. Sedangkan bentuk pertama terkait dengan kesempatan, dukungan dan penghargaan pemerintah maupun masyarakat luas secara material dari usaha yang telah dilakukan oleh seseorang.s

24 Suparlan, “

Kebudayaan Jakarta: Pemikiran Bagi Pola-pola Penanggulagannya”, Makalah dalam Forum Komunikasi Pengembangan Budaya, Jakarta, 21 Agustus 1992. h. 11.

25 Musa Asy’arie, Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Yogykarta: Lesfi, 1997), h. 26.


(23)

2. Dimensi Kemiskinan

Dimensi kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu Pertama; Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, lanjut usia atau karena bencana alam Kedua; Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor budaya seperti malas, tidak disiplin dan lain sebagainya. Ketiga; kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti distribusi asset atau produkitf yang tidak merata, kebijakan ekonomi yang tidak adil, korupsi dan kolusi serta tatanan perekonomian dunia yang cenderung menguntungkan kelompok keluarga tertentu.26

Kemiskinan kultural mendekati kemiskinan pada tiga tingkatan analisis: individual, keluarga dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat seperti; sikap parokial (kelompok orang beriman), apatisme (bersikap acuh), fatalisme (sikap percaya terhadap takdir Tuhan), atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga miskin, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Sedangkan pada tingkat masyarakat kemiskinan identik dengan tidak bersatunya kaum miskin dengan institusi-institusi secara efektif27.

Sedangkan perspektif Amien Rais ada tiga dimensi yang berkaitan dengan kemiskinan28, yaitu; Pertama; bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material. Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang sifatnya material, seperti pangan, papan, sandang, perumahan dan lain-lainnya.

26 Revrison Baswir

, Agenda Ekonomi Kerakyatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Berkerjasama dengan IDEA, 1997), h. 21.

27 Suryanto Usman,

Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 128.

28 Amin Rais, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1999), h. 31-32.


(24)

Dimensi ini dapat diukur dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah-rubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat rupiah itu sendiri

Kedua; kemiskinan berdimensi sosial budaya, ukuran kuantitatif kurang dapat dipergunakan untuk memahami dimensi ini, sehingga ukurannya sangat bersifat kualitatif. Karena pada lapisan ekonomi miskin dapat membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan ini dapat ditunjukkan dengan melembaganya nilai-nilai seperti apatis, fatalistis dan ketidakberdyaan. Untuk itu serangan terhadap kemiskinan sama artinya pula dengan pengikisan budaya itu. Apabila budaya ini tidak dihilangkan maka kemiskinan ekonomi juga sulit ditanggulangi.

Ketiga; kemiskinan berdimensi struktural atau politik, artinya orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural atau politis. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tidak memiliki kekuatan politik, sehingga menduduki sosial paling bawah. Ada asumsi yang menegaskan bahwa orang miskin secara struktural atau politis berakibat pula miskin material (ekonomi).

Dimensi-dimensi kemiskinan ini pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam artian ekonomi, tetapi secara struktural memperhatikan adanya prioritas. Namun bersamaan dengan itu, seyogyanya juga mengejar target untuk mengatasi kemiskinan non-ekonomi. Ini sejalan dengan pergeseran strategi pembangunan kualitas manusia seutuhnya (sosial, budaya, politik).29

29 Amin Rais,


(25)

3. Ukuran Kemiskinan

Kerja keras pemerintah dalam memerangi kemiskinan seolah dianggap sebelah mata dan tanpa hasil. Kemiskinan yang telanjur meraksasa di Indonesia memang menjadi sulit untuk diatasi, program-program penanggulangan kemiskinan menjadi mandul dan tidak menampakkan hasil. Jumlah orang miskin di negara kita adalah sekitar 37 juta–90 juta orang. Besaran kemiskinan di Indonesia berbeda, tergantung pada siapa yang mengeluarkan data. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia kurang dari 40 juta jiwa, sementara Bank Dunia menyatakan penduduk miskin kita lebih dari 90 juta jiwa.30

Tidak bisa dihakimi mana di antara dua institusi tersebut yang benar. Persoalannya bukan sekadar menghitung orang miskin, tetapi hal ini terkait pula dengan ukuran kemiskinan yang digunakan. Garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.Melalui pendekatan sosial rasanya sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat. Namun, dengan indikator ekonomi dapat dihitung batas kemiskinan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran.Saat ini yang dilakukan BPS untuk menetapkan garis kemiskinan adalah dengan pendekatan pengeluaran.31

Menurut BPS (2006), garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp175.324 per kapita per bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp131.256 per kapita per bulan. Dengan uang senilai tersebut seseorang

30 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

31 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.


(26)

diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lain seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi.32

Angka garis kemiskinan ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan. Konsep dasar garis kemiskinan (poverty line) selama ini ditetapkan berdasarkan besarnya pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan normal.33

Garis kemiskinan dinyatakan dalam satuan pendapatan per kapita per bulan.Menurut laporan PBB, terdapat 12 komponen kebutuhan dasar, yaitu (1) kesehatan; (2) makanan dan gizi; (3) pendidikan; (4) kondisi pekerjaan; (5) situasi kesempatan kerja; (6) konsumsi dan tabungan; (7) pengangkutan; (perumahan; (9) sandang; (10) rekreasi dan hiburan; (11) jaminan sosial; serta (12) kebebasan Kriteria rumah tangga miskin yang ditetapkan BPS didasarkan pada besarnya rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan minimum pangan dan nonpangan per kapita per bulan.34

Komoditas pangan terpilih terdiri atas 52 macam, sedangkan komoditas nonpangan terdiri atas 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa. BKKBN menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan kesejahteraan. Keluarga dapat

32 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

33 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

34 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.


(27)

dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus. Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah,dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.35

Miskin menurut BKKBN adalah mereka yang termasuk dalam kategori prasejahtera dan sejahtera I. Sajogyo (sosiolog IPB) tiga dekade lalu menggunakan pendekatan pengeluaran setara beras sebagai penentu garis kemiskinan yang dibedakan antara daerah perdesaan dengan daerah perkotaan. Untuk daerah perdesaan ditetapkan rumah tangga miskin jika pengeluarannya kurang dari 320 kg setara beras, miskin sekali jika pengeluaran kurang 240 kg setara beras, dan paling miskin jika pengeluaran kurang dari 180 kg setara beras per kapita per tahun. Untuk daerah perkotaan rumah tangga miskin, miskin sekali,dan paling miskin berturutturut adalah pengeluaran rumah tangga sebesar 480, 360, dan 270 kg setara beras.36

Garis kemiskinan BPS maupun Sajogyo diduga masih terlalu rendah untuk menopang kebutuhan hidup minimum. Kedua garis kemiskinan tersebut masih lebih rendah daripada garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD 2 per kapita per hari. Garis kemiskinan yang rendah tersebut menyebabkan ketidakakuratan dalam penentuan jumlah orang miskin secara nasional. Dengan menggunakan garis kemiskinan BPS, seolah-olah orang bisa hidup layak dengan penghasilan setara

35 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

36 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.


(28)

Rp6.000 sehari. Rasanya sulit kita bisa makan kenyang dengan uang sebesar itu. Apalagi ditambah kebutuhan untuk sandang,papan maupun kesehatan. BPS harus berani mengoreksi garis kemiskinan yang tidak logis ini dengan melihat realitas kehidupan orang miskin di masyarakat.37

Poverty line menurut Bank Dunia mensyaratkan penghasilan minimal Rp. 540.000 per orang per bulan. Garis kemiskinan ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan batasan yang kini dipakai BPS. Oleh sebab itu, dapat dimengerti kalau jumlah orang miskin di Indonesia menjadi lebih dari 90 juta jiwa. Sekelompok peneliti pemerhati kemiskinan kini sedang mencoba menelaah garis kemiskinan yang realistis dengan pendekatan focus group discussion.38

Dengan cara ini garis kemiskinan dapat dirumuskan sesuai dengan kelayakan pengeluaran minimum untuk menopang hidup orang miskin.Diperkirakan garis kemiskinan ini akan berada di antara dua selang, yaitu antara garis kemiskinan BPS dan Bank Dunia. Kemiskinan adalah potret rendahnya daya beli,kekurangan gizi,rendahnya status kesehatan, dan kurangnya pendidikan.39

Kemiskinan merupakan resultan proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi yang kemudian mendorong terjadinya deprivasi pemenuhan kebutuhan orang miskin. Kelangkaan lapangan kerja akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material. Sebab itu menyediakan kesempatan kerja,melalui

37 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

38 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

39 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.


(29)

pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan.40

Pada dasarnya masyarakat di mana pun di dunia ini sangat takut menghadapi kemiskinan. Kemiskinan adalah sesuatu yang dibenci, tetapi sulit untuk diatasi.Agama-agama besar di dunia pasti sepakat untuk membenci kemiskinan,tetapitidakadaajaranagama agar kita membenci orang miskin. Ada dua jenis kemiskinan. Pertama, kemiskinan absolut, yaitu apabila seseorang atau sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu.

Kedua, kemiskinan relatif. Kemiskinan jenis ini hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya. Kemiskinan kini merupakan bagian tragedi yang dialami 37 juta penduduk Indonesia (versi BPS). Pemerintah sudah sejak lama mengupayakan eradikasinya. Namun kenyataannya, problem kemiskinan masih merupakan hantu yang terus membayangi kehidupan kita.41

Secara sistematis, kemiskinan dapat dianalisa berdasarkan beberapa ukuran. Dengan demikian, timbul beberapa macam pengukuran kemiskinan dalam dunia ilmu pengetahuan, antara lain:42

Pertama, mengukur dengan Income perkapita atau pendapatan rata-rata per-kepala. Menurut kelayakan yang digunakan oleh badan PBB, maka suatu masyarakat yang pendapatannya rata-rata per-orang setahun kurang dari U$ 300

40 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

41 Browsing dari http://www.depsos.go.id/28/03/2008/Prof. Ali Khomsan/Menggugat Ukuran Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009.

42 Loekman Soetrisno, dkk., Pikiran-pikiran Alternatif Kemiskinan, (Yogyakarta: PPK UGM, 1997), h. 20.


(30)

digolongan sebagai masyarakat miskin, sedangkan yang lebih dari batas pendapatan itu termasuk masyarakat yang tidak miskin. Yang menjadi soal adalah bahwa uang dolar Amerika yang dijadikan dasar ukuran itu selama sepuluh tahun yang lampau ini senantiasa nilainya turun dibandingkan dengan nilai uang negara lain.

Kedua, Mengukur kemiskinan dengan banyaknya gizi yang ada dalam makanan orang sehari-hari. Kalau jumlah protein dan kalori dalam makanan sehari-hari kurang dari suatu batas tertentu, maka kekurangan itu dapat dianggap sebagai indikasi bahwa seseorang atau kelompok tidak mempunyai kekayaan yang cukup besar untuk memenuhi keperluan hidup yang paling utama, yaitu makanan. Jadi masyarakat yang rata-rata perhitungan gizi dalam sehari-hari kurang dari jumlah tertentu, maka dapat digolongkan sebagai masyarakat yang miskin, sedang yang dapat melebihinya disebut sebagai masyarakat yang tidak miskin.

Ketiga, mengukur kemiskinan dengan mengambil angka rata-rata kematian (deat rate). Apabila angka rata-rata kematian di dalam suatu masyarakat tinggi maka masyarakat itu dianggap miskin. Tentunya kalau banyak orang yang meninggal, maka makanan orang di dalam masyarakat itu terdapat wabah, maka masyarakat tersebut mungkin terlalu miskin, sehingga tidak dapat mengusahakan supaya wabah itu tidak menjatuhkan banyak korban.

Diukur secara menyeluruh yang memperhitungkan baik kebutuhan utama ataupun kebutuhan tambahan, maka tidak akan salah apabila diprediksi bahwa lebih dari 50% penduduk Indonesia termasuk golongan miskin. Memang kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan pangan dan kekurangan sandang saja, akan tetapi kemiskinan struktural juga meliputi


(31)

kekurangan sandang saja, akan tetapi kemiskinan struktural juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, bahkan sering juga kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah.43

4. Aspek-aspek Kemiskinan

Dalam ilmu-ilmu sosial dan khususnya dalam antropologi, aspek-aspek yang mempunyai peran secara signifikan dalam masalah kemiskinan adalah aspek-aspek kebudayaan dan sosial. Dalam pengertian ini, setiap manusia hidup dalam kesatu-satuan sosial yang tampak batas-batasnya antara anggota yang satu dengan yang lainnya, yaitu satuan-satuan sosial yang terwujud berdasarkan atas perbedaan kesanggupan untuk memperoleh dan memiliki kekayaan dan harta benda yang berharga, sehingga dalam suatu keluarga terdapat adanya ketidaksamaan kedudukan sosial diantara sesama warga. Ketidaksamaan tersebut terjalin dalam kehidupan sosial warga yang bersangkutan, dan dapat dilihat sebagai struktur-struktur yang saling berkaitan secara menyeluruh. Serta menjadi landasan bagi corak struktur sosial pada suatu keluarga tersebut.44

Dalam pemahaman primitif kemiskinan adalah sedikit makan dan pakaian. Kendati demikian, kemiskinan terkait dengan aspek-aspek yang beragam, di samping berbeda-beda tingkatannya dalam tiap-tiap negara.45 Dalam kehidupan bermasyarakat, perihal munculnya kemiskinan berbeda-beda, karena erat kaitannya dengan budaya dan kondisi lingkungan, maka oleh itu kemiskinan sering dihubungkan dengan rendahnya etos kerja anggota atau dengan ungkapan

43 Amin Rais,

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, , h. 8.

44 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 12-13.

45 Irawan dan M. Suparmoko,


(32)

yang lebih populer, sebab kemiskinan terkait dengan rajin dan tidaknya seseorang dalam bekerja atau mengolah sumber alam yang tersedia.46

Hal yang menjadi sebab kemiskinan dalam suatu masyarkat karena adanya suatu ketidakadilan dalam pemilikan faktor produksi dalam masyarakat. Pemilikan tanah yang tidak merata dalam suatu masyarakat pedesaan akan menimbulkan kemiskinan dalam masyarakat itu. Pada umumnya, kemudian kelompok yang memiliki tanah mendominasi yang tidak memiliki tanah, baik secara ekonomis maupun dalam kehidupan politik masyarakat pedesaan.47

Salah satu persepsi yang dominan di kalangan para perencana dan pelaksana pembangunan yang melihat bahwa kemiskinan muncul dalam masyarakat berhubungan erat dengan budaya masyarakat.48 Orang menjadi miskin karena orang-orang itu malas dan enggan melakukan kerja yang produktif.

Dari persepsi di atas muncul kategorisasi yang membedakan kelompok miskin menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok miskin produktif dan kelompok miskin non produktif. Pengelompokkan ini menjadi sangat penting karena merupakan dasar seleksi untuk menentukan siapa-siapa dari kelompok miskin itu yang dapat ikut dalam suatu program anti kemiskinan yang dikembangkan pemerintah.

Lebih dari itu, kemiskinan dapat dikaitkan dengan pembagian keluarga dalam masyarakat, yang pada umumnya terdapat keluarga miskin yang pra-sejahtera dan pra-sejahtera I.

Keluarga pra-sejahtera secara operasional adalah keluarga yang tidak mampu memenuhi salah satu dari beberapa indikator berikut; menjalankan

46 Loekman Soetrisno,

Kemiskinan Perempuan dan Pemberdayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 16.

47 Loekman Soetrisno, Kemiskinan Perempuan dan Pemberdayaan, h. 16. 48 Loekman Soetrisno,


(33)

ibadah secara teratur, makan minimal dua kali sehari, pakaian lebih dari satu pasang, sebagian besar lantai rumahnya tidak dari tanah.49

Sedangkan keluarga sejahtera I merupakan tipe kelurga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik minimun, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis seperti kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan yang menjamin kehidupan yang layak.footnot

Secara operasional keluarga sejahtera I ini tidak mampu memenuhi salah satu indikator berikut; menjalankan ibadah secara teratur, minimal seminggu sekali makan daging, telur atau ikan, luas lantai rumah rata-rata 8 meter persegi pernggota keluarga, tidak ada anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun yang buta huruf, semua anak berusia 5-15 tahun bersekolah.50

Pada umumnya program-program anti kemiskinan hanya menerima kelompok orang miskin yang produktif, sedang mereka yang tergolong kelompok non produktif biasanya diserahkan pembinaannya kepada Departemen Sosial untuk dibina sehingga mereka mampu menjadi manusia produktif.

B. Pengertian Keagamaan

Dikatakan bahwa agama merupakan pengalaman batin yang bersifat individuil dikala seseorang merasakan sesuatu yang ghaib, maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap, dan juga agama menyakut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka

49 Lihat Menteri Negara Kependudukan,

Pokok-pokok Sambutan pada Seminar indikator Keseimbangan Penduduk, 28 Februari 1996.

50 Lihat Menteri Negara Kependudukan, Pokok-pokok Sambutan pada Seminar indikator


(34)

masalah agama sulit untuk diteliti secara seksama, terlepas dari pengaruh subjektifitas. 51

Lebih dari itu, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganut yang berporos pada kekuatan–kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.52

Dalam definisi tersebut di atas sangat terasa bahwa pendayagunaan semata-mata ditunjukkan kepada kepentingan supra empiris saja. Seakan-akan orang yang beragama hanya mementingkan kebahagian akhirat dan lupa akan kebutuhan mereka di dunia sekarang ini. Banyak orang berdoa kepada Tuhan untuk keperluan sehari-hari yang dirasa tidak akan tercapai hanya dengan kekuatan manusia sendiri saja, misalnya; menjelang ujian banyak anak sekolah berdoa kepada Tuhan untuk lulusan ujian, keluarga yang anggotanya sakit untuk mohon kesembuhan.

Bagi Joachim Watch sebagaimana yang dikutip oleh Hendro Puspito, aspek yang perlu diperhatikan khusus ialah pertama unsur teoritis, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan. Kedua, unsur praktis, ialah yang berupa sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga, aspek sosiologis, bahwa agama mempunyai sistem perhubungan dan interaksi sosial.53

Pengertian agama lebih dipandang sebagai wadah lahiriah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataan iman itu di forum terbuka atau masyarakat dan dapat dilihat dalam kaidah-kaidah, ritus, kultus doa-doa dan sebagainya. Bahkan orang dapat menyaksikan sejuimlah ungkapan lain yang sangat menarik seperti

51 Prof. Dr. H. Ramayulis,

Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 52.

52 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), h. 34. 53 Hendro Puspito,


(35)

lambang-lambang keagamaan, pola-pola kelakuan tertentu, cara berdakwah, rumah-rumah ibadat, potongan pakaiannya dan sebagainya.

E. B. Tylor mengemukakan apa yang dikenal dengan definisi minimun agama yang tidak akan memberikan penilaian lagi atau fungsinya. Dia mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap adanya wujud-wujud spritual. Namun, ketidakpuasannya dikemukakan terhadap definisi atas dasar bahwa definisi itu terlalu bercorak intelektualitas, dan tidak mengacu kepada emosi-emosi khidmat dan hormat secara khusus bercorak keagamaan dan yang berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan semacam itu.54 Definisi dari Tylor ini dikritik lebih jauh karena tampaknya definisi itu berimplikasi bahwa sasaran sikap keagamaan selalu berupa wujud personal, padahal bukti antropologis yang semakin banyak jumlahnya menunjukkan bahwa wujud spritual pun sering dipahami sebagai kekuatan impersonal lebih bersikap netral.

Secara umum ada yang memaknai agama sebagai keyakinan atau sistem kepercayaan, serta merupakan seperangkat sistem kaidah. Sedangkan secara sosiologis, agama sekaligus menjadi sistem perhubungan dan interaksi sosial. Lebih kongkritnya, agama dimaknai sistem pengertian, sistem simbol, dan sistem ibadah yang menimbulkan kekuatan bagi pemeluknya untuk menghadapi tantangan hidup. Hal ini serupa juga diungkapkan oleh Asghar Ali Enggineer bahwa dalam tingkat yang paling primitif, manusia secara material dan intelektual membutuhkan agama yang disertai dengan ibadah, sedangkan pada saat menderita dan tertindas manusia membutuhkan agama sebagai pelipur lara.55

54 Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995), h. 30. 55 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustka Pelajar, 2002), h. 87-88.


(36)

Teori ini pada dasarnya berbicara tentang proses mengenal diri sendiri, yakni bagaimana manusia menjadi subyek atas dirinya sendiri untuk mengolah segala bentuk hakikat yang ada dalam diri, sehingga manusia sempurna menjadi diri sendiri. Di samping itu, pada kenyataannya proses di luar diri manusia secara individual tidak selamanya berpihak, terlebih adanya praktek dominasi individu lain dalam ekonomi. Dengan demikian, agama yang dimaknai sebagai bentuk penyerahan dan penghambaan menurut Marx menjadi sebuah ekpresi keterputusaan manusia atas kegagalannya menjadi diri sendiri.56

C. Ciri-ciri dan Sikap Keagamaan

Berdasarkan temuan psikologis agama, latar belakang psikologis baik diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti itu memberi bekas pada sikap seseorang terhadap agama. William James sebagaimana dikutip oleh Jalaludin melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.57

Lebih dari itu, William James yang dikutip oleh jalaluddin menilai secara garis besarnya sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua tipe; sebagaimana di bawah ini: 58

1. Tipe Orang Sakit Jiwa (The Sick Soul)

Maksud tipe orang yang sakit jiwa ini adalah dimana seseorang meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan

56 Frans Magnis Suseno, Pemikiran Kalr Mark Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan

Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 73.

57 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003), h. 118. 58 Jalaluddin, Psikologi Agama, h. 118.-119.


(37)

beragama yang secara bertahap sejak usia anak-anak hingga menginjak dewasa seperti yang terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka ini menyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin ataupun sebab yang lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.

Latar belakang itulah yang kemudian menjadi penyebab perubahan sikap yang mendadak terhadap keyakinan agama. Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami sebelumnya mereka yang pernah mengalami penderitaan ini terkadang secara mendadak dapat menunjukkan sikap yang taat hingga ke sikap fanatik terhadap agama yang diyakininya.

2. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy Mindedness)

Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa ini, lebih menghayati segala bentuk ajaran dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya adalah hasil jerih payah yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia. Mereka yakin bahwa Tuhan bersifat pengasih dan penyayang dan bukan pemberi adzab.

D. Hubungan Agama dengan Kemiskinan

Ketegasan Rasulullah dalam hadist yang diriwayatkan Ath-Thabrani bisa membuat bulu kuduk merinding: Kemiskinan sangat dekat dengan kekufuran. (HR. Ath-Thabrani). Teks hadist tersebut menjelaskan bahwa kemiskinan dapat membawa diri seseorang pada kekufuran, artinya kondisi ekonomi yang lemah dan tekanan-tekanan hidup yang berat serta keinginan yang tidak tercapai dalam memenuhi kebutuhan hidup akan membawa seseorang dalam perilaku menyimpang baik agama maupun sosial. Misalnya, saat-saat ini sedang


(38)

marak-maraknya judi togel, mabuk-mabukan dan pemalakan, pencurian, perampokan serta pembunuhan.

Dengan demikian kemiskinan adalah satu hal yang sangat berbahaya bagi individu dan masyarakat, akidah dan kepercayaan, pikiran dan kebudayaan, juga terhadap keluarga dan bangsa. Tidak diragukan lagi, bahwa kemiskinan merupakan bahaya besar terhadap kepercayaan agama, khususnya kemiskinan yang sangat parah yang berada dihadapan orang-orang kaya yang egois, yang mengkhawatirkan lagi, kalau orang-orang miskin itu tidak menentu mata pencahariannya, sedangkan orang-orang kaya sama sekali tidak lagi peduli atau tidak mau mengulurkan tangannya.

Di saat itulah kemiskinan akan mengundang keraguan terhadap aturan-atruan agama, serta ada rasa ketidakadilan dalam pembagian rizki. Inilah bahaya kegoncangan akidah yang ditimbulkan oleh kemiskianan dan kemelaratan. Karena itu, Yusuf Qardhawi pernah berkata:

Manakala kemiskinan itu pergi ke suatu negeri, kakafiran akan meminta padanya dengan ucapan bawalah aka bersama.”59

Kemiskinan memang sangat berdampak negatif terhadap perilaku dan moral sesorng. Kesengsaraan hidup memberi stimulus untuk melakukan tindakan nekat dengan melakukan tindakan nekat dengan melakukan kriminal, menjual harga diri, bahkan gelap mata dengan membahayakan diri sendiri atau bunh diri dengan cara tragis.

Himpitan ekonomi tersebut juga ancaman bagi akidah umat Islam. Terutama kaum miskinyang hidup di lingkungan orang kaya yang tidak peduli dengan nasib

59 Yusuf Qardhawi, Konsepsi Islam dalam Mengentas Kemiskian, Terj. Umar Fanany, B.A., (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 14


(39)

mereka. Dalam kondisi ini kemiskinan cenderung menawarkan keragu-raguan terhadap keadilan dalam membagikan rezeki, bahkan di beberapa daerah di indonesia, kondisi ini ditengarai paling rentan terhadap pemurtadan. Maka Rasullullah pernag berdoa: ‘Aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan dan kekufuran.” (H.R. Abu Dawud).

Dengan demikian, terjadinya tindakan kriminal dan menggejalanya penyimpangan nilai-niali sosial-keagaman dapat dipastikan terjadi, dan pada gilirannya hal itu akan menjurus pada mengabaikan nilai-nilai agama secara praktis.


(40)

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA CINANGKA KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

A. Letak dan Kondisi Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah

Desa Cinangka adalah salah satu desa yang ada di wilayah kecamatan Ciampea kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 340 Ha, dengan wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinangneng - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cibuntu - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cihideng hilir 2. Kondisi Geografis

Desa Cinangka merupakan wilayah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut kurang lebih 350 M, dengan tinggi curah hujan 327 M, yang memiliki suhu udara dengan rata-rata 28-31’c.

Letak wilayah Desa Cinangka cukup strategis yaitu berada tidak jauh dari keramaian kota, sehingga memudahkan masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.

Orbitasi dengan Pusat Pemerintahan

Pusat Wilayah Pemerintahan Jarak KM. Jarak ke ibu kota kecamatan 6 KM.

Jarak ke kabupaten 20 KM.

Jarak ke ibu kota propinsi Jawa Barat 100 KM. Jarak ke ibu kota Negara 60 KM.


(41)

Sumber: Data Monografi dari Desa Cinangka Tahun 2005

B. Kepadatan Penduduk

Berdasarkan data monografi 2005, penduduk Desa Cinangka berjumlah 10.404 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 5.297 jiwa dan perempuan sebanyak 5.107 jiwa. Dengan total kepala keluarga sebanyak 2.460 jiwa dengan kepadatan penduduk per/km 104 jiwa. Sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 5.297 Jiwa

Perempuan 5.107 Jiwa

Total 10.404 Jiwa

Sumber: Data monografi dari Desa Cinangka Tahun 2005

Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Cinangka adalah laki-laki, karena pengaruh kaum pendatang dari berbagai daerah yang kebanyakan laki-laki yang sekarang menempati perumahan Griya Indah Salak Asri Pasir oray Cinangka Kaum.

Sedangkan keadaan penduduk berdasarkan data statistik 2005, mayoritas beragama Islam dengan jumlah 10.369 jiwa, katolik 25 jiwa dan protestan 10 jiwa. Sebagaimana dalam tabel di bawah ini;

Tabel 3.

Jumlah Penduduk Menurut Agama

Sumber: Data monografi dari Desa Cinangka Tahun 2005

No Agama Jumlah

1 Islam 10.369 Jiwa

2 Katolik 25 Jiwa

3 Protestan 10 Jiwa

4 Hindu -

5 Budha -


(42)

Berdasarkan tabel 3 di atas bahwa jumlah penduduk agama yang ada di Desa Cinangka mayoritas beragama Islam, dan agama lainnya minoritas karena para penganut non-Islam hanyalah sebagai pendatang dari berbagai daerah. Apabila hari kebaktian tiba atau pada saat ritual keagamaan, mereka mendatangi tempat ibadah yang ada di kota.

C. Pendidikan

Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di Desa Cinangka cukup baik. Hal ini karena ditunjang dengan ada sarana dan prasarana lembaga pendidikan formal maupun non formal mulai dari tingkat kanak-kanak sampai SMA. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.

Jumlah Sarana Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 3 Buah

2 SDN 4 Buah

3 SMA 1 Buah

4 TK AL-Qur’an 1 Buah

5 Madrasah Ibtidaiyyah 2 Buah

6 MAN 1 Buah

7 MTS 2 Buah

8 Majlis Ta’lim 2 Buah

9 Pondok Pesantren 3 Buah

10 Madrasah Diniyyah 4 Buah

Total 23 Buah

Sumber: Data Monografi dari Desa Cinangka Tahun 2005

Dengan adanya berbagai sarana pendidikan seperti tabel 4 di atas, maka sangat memungkinkan bagi anak-anak yang ada di Desa Cinangka tersebut untuk bisa menyelesaikan pendidikannya tidak hanya sebatas SD atau SMP saja, akan tetapi bisa sampai setingkat SMA atau lebih.


(43)

Jika dilihat jumlah penduduk masyarakat Desa Cinangka berdasarkan pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Tingkat Pendidikan

Lulusan Pendidikan Jumlah

TK 115 Orang

SD 660 Orang

SLTP /Sederajat 306 Orang SLTA /Sederajat 156 Orang

Diploma 125 Orang

S-1 35 Orang

Pondok Pesantren 80 Orang

Madrasah 125 Orang

Total 1.572 Orang

Sumber: Data Momongrrafi dari Desa Cinangka Bogor Jabar 2005

Tabel 6. Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Belum sekolah 1.098 Orang

2 Usia 7-45 tidak pernah sekolah 975 Orang 3 Pernah sekolah tapi tidak tamat 985 Orang

4 Masih sekolah 2.988 Orang

Total 6.046 Orang

Sumber: Data Monografi dari Desa Cinangka Bogor Barat Jabar 2005

Dilihat dari tabel 5 dan 6 tersebut, ternyata sebagian besar latar belakang penduduk Desa Cinangka adalah lulusan SD, karena sebagian warga masyarakat Desa Cinangka yang miskin tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya dan mereka akhirnya memilih untuk membantu pekerjaan orang tuanya khususnya mereka lebih banyak membantu ibunya di rumah. Dan ketika mereka cukup dewasa, biasanya mereka membantu pekerjaan bapaknya atau mereka sibuk dengan pekerjaannya sendiri.


(44)

D. Kondisi Sosial

1. Kondisi Sosial Politik dan Keamanan

Secara umum kondisi politik serta ketentraman dan ketertiban di wilayah Desa Cinangka baik, aman dan terkendali. Seiring bergulirnya reformasi ada beberapa partai politik yang berkembang di wilayah Cinangka yang terdiri dari Golkar, PDI, PPP, PKS dan PKB. Dalam hal ini juga, kehidupan kelompok keluarga miskin ini dapat tesalurkan sesuai dengan aspirasinya masing-masing.

Berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban wilayah Cinangka terbilang aman. Ini disebabkan ketatnya keamanan khususnya pada malam hari dengan adanya ronda keliling secara bergantian dengan jadwal yang telah ditetapkan.60

2. Kondisi Sosial Keagamaan

Kondisi keagamaan pada sebagian keluarga miskin yang ada di desa Cinangka kaum dapat di golongkan sebagai kelompok yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai sosial keagamaan secara baik. Terbukti, suasana kehidupan mereka sehari-hari cukup rukun antar sesama. Sifat gotong royong sangat menonjol sekali, apabila di antara mereka melaksanakan hajatan keluarga seperti resepsi pernikahan atau musibah kematian selalu bahu-membahu untuk membantu sesamanya.61

Untuk melaksanakan ritual keagamaan, seperti shalat lima waktu dan shalat Jum’at, sarana peribadatan yang ada di Desa Cinangka cukup tersedia dengan 9 masjid dan 15 mushola. Masjid dan mushola ini dibangun sudah lama dengan

60 Wawancara Pribadi dengan Bapak Cecep, Kepala Desa Cinangka (Bogor, Pada Tanggal 27 Februari 2006).

61 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ustadz Ishaq, Salah Satu Tokoh Agama di desa


(45)

dana dari hasil gotong royong, sumbangan warga masyarakat dan bantuan dari pemerintah desa. Sedangkan untuk sarana peribadatan agama lain tidak ada. Untuk sarana peribadatan berdasarkan tabel berikut ini:

Tabel 6. Sarana Ibadah

NO Tempat ibadah Jumlah

1 Masjid 9 Buah

2 Mushola 15 Buah

3 Gereja -

4 Wihara -

5 Pura -

Total 24 Buah

Sumber:Data Monografi dari Desa Cinangka Tahun 2005

Memperhatikan tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa sarana ibadah tersedia di Desa Cinangka hanyalah masjid dan mushola saja, hampir semua kegiatan keagamaan dilaksanakan di masjid. Kegiatan keagamaan itu ada yang rutin harian, mingguan, bulanan, dan ada yang hanya waktu-waktu tertentu saja.

Sementara sarana ibadah yang non-Islam tidak ada sama sekali, karena di samping penganutnya yang minoritas dan tidak ada dukungan dari warga asli Cinangka untuk mendirikan gereja. Bagi mereka yang non muslim dalam melaksanakan kebaktian pada hari-hari tertentu atau ritual keagamaanya mereka pergi kekota.

Dari segi kegiatan keagamaan yang cukup beragama di Desa Cinangka, berdasarkan penelitian di lapangan kegiatan keagamaan yang sering di ikuti seperti pengajian, baik bersifat rutin maupun insidentil, yaitu peringatan hari-hari besar (PHBI). Di antara kegiatan keagamaan yang diikuti yaitu pengajian Al-Qur’an setiap hari, yang diikuti oleh anak-anak dan remaja, pengajian ibu-ibu, pengajian rutin bapak-bapak dan para pemuda


(46)

Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan warga muslim Desa Cinangka antara lain:

a. Pengajian Al-Qur’an

Kegiatan pengajian Al-Qur’an dilaksanakan setiap malam, yaitu setelah shalat Magrib sampai waktu Isya tiba. Adapun bentuknya berkelompok dengan tempat yang berbeda, ada yang di mesjid, di mushola, di pesanteran dan ada juga di rumah ustadz. Materi yang diberikan antara lain membaca Al-Qur’an beserta tajwidnya dan mahrajnya. Pesertanya adalah anak-anak dan para remaja, bagi yang sudah bagus bacaannya diberi tugas untuk membimbing yang belum bisa.

Perlu diketahui juga bahwa kegiatan ini libur dua kali yaitu ada yang malam selasa, ada yang malam Jum’at dan malam Senin tergantung kampungnya masing-masing. Karena pada malam Selasa dan malam Jum’at digunakan Yasinan, Tahlilan dan pengajian bapak-bapak. Sedangkan malam seninnya biasa diadakan pengajian untuk para pemuda.

Selain dari kegiatan pengajian Al-Qu’an, untuk kalangan anak-anak diadakan juga Madrasah Diniyyah setaip hari kecuali hari Jum’at dari pukul 15.30 WIB. sampai dengan 17.00 WIB. Termasuk sebagian keluarga miskin juga mengikutinya, bahkan mereka yang tidak mampu secara finansial diberikan keringanan. Bapak Ustadz Jajat sebagai pengelola Madrasah Diniyyah Al-Muttaqin-salah satu Madrasah Diniyyah yang ada di Desa Cinangka saat ditemui di kediamannya menuturkan: ”Bahwa anak-anak dari kalangan kelurga miskin yang masuk madrasah diniyyah di sini pembayarannya semampunya saja, tidak


(47)

ada paksaan, sebab visi kami adalah berusaha menciptakan generasi yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.”62

b. Pengajian Ibu-ibu

Pengajian ini dilaksanakan tiga kali dalam semingu yaitu setiap hari Senin, hari Selasa, dan hari Jum’at dengan waktu yang sama yaitu pagi hari sampai siang jam 11.00 WIB, namun tempat yang berbeda . Khususnya hari Selasa pengajian ibu-ibu dilaksanakan di mushola desa dengan dihadiri ibu-ibu dari berbagai kampung yang ada di desa Cinangka. Kegiatan ini diisi oleh ustadz dan ustadzah yang memberikan ceramah keagamaan dengan materi yang berbeda-beda. Dengan materi seputar akidah (tauhid), akhlak (tasawuf) dan fiqh ibadah maupun fiqh muamalah.

c. Kuliah Shubuh

Kuliah shubuh ini biasa diadakan setiap bulan Ramadhan yang dilaksanakan selesai jamaah shalat Shubuh sebagai pengganti dari pengajian bapak-bapak, para pemuda, dan remaja yang biasa dilaksanakan malam hari. Sedangkan pengajian ibu-ibu di bulan Ramadhan sama seperti hari biasanya.

d. Pengajian Umum pada Waktu-waktu Tertentu

Pengajian ini adalah pengajian dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam (PHBI), seperti Isra dan Mi’raj, Maulid Nabi, Nuzul Qur’an, 10 Muharram dalam rangka santunan yatim-piatu dan sebagainya. Pengajian PHBI ini biasanya diisi penceramah-penceramah kondang dari luar kota yang sengaja diundang

62 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ustadz Jajat Sudarajat, Pegelola Madrasah Diniyyah


(48)

panitia. Adapun isi ceramah pengajian tersebut menyesuaikan dengan peringatan-peringatan hari besar.

e. Shalat Tarawih Berjamaah

Pada bulan Ramadhan masyarakat Desa Cinangka sudah terbiasa berjamaah shalat tarawih di masing-masing masjid kampung, namun perkembangan shalat tarawih hampir sama dengan daerah-daerah yang lain seperti, pada hari pertama pada semangat untuk melaksanakannya akan tetapi pada hari selanjutnya, mereka mulai malas untuk melaksanakan, karena mungkin mereka merasa kelelahan untuk melaksanakannya setelah seharian bekerja.63

3. Kondisi Sosial Ekonomi

Ekonomi merupakan tiang dalam menyangga kehidupan. Dalam hal ini tingkat perekonomian juga berarti tingkat kesejahteraan. Lebih jauh lagi, ekonomi juga dapat mengkategorikan suatu wilayah pada status makmur atau miskin. Begitu pula halnya dengan keadaan sosial ekonomi yang ada di desa Cinangka ini, dengan fasilitas yang serba terbatas dan pendapatan yang rendah sangat memungkinkan sekali masuk dalam kategori miskin.

Di samping itu, di masyarakat Cinangka terdapat kurang lebih 2.460 kepala keluarga (KK), tingkat yang paling besar berprofesi sebagai pedagang kecil dan kurang lebih berjumlah 300 jiwa, dengan penghasilan sebesar kurang lebih dari Rp. 20.000,-/hari, maka setiap kepala rumah tangga berpendapatan Rp.600.000,-/bulan. Dalam satu keluarga terdiri dari empat orang anggota keluarga, yaitu seorang suami, istri dan dua anak. Dengan demikian dilihat

63 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ustadz Jajat Sudarajat, Pegelola Madrasah Diniyyah


(49)

dari rumusan mengenai batasan teoritik tingkat penghasilan keluarga miskin, maka konteks pendapatan pada sebagian kepala keluarga miskin desa Cinangka akan didapatkan rumusan sebagai berikut: Rp. 600.000,-/bulan/tingkat kebutuhan x 4 orang. Apabila dilakukan taksiran bahwa untuk kebutuhan pangan / keluarga membutuhkan biaya sebesar Rp. 20.000 x 30 hari = Rp. 600.000, maka sisa pendapatan berjumlah 0/nol. Dalam batas ini maka secara ekonomi, sebagian besar penduduk di desa Cinangka hanya mampu memenuhi pangan secara minimal, dan masih terbatas pada kepala keluarga yang berpenghasilan Rp.600.000.-/bulan, karena pada kenyataannya ada kepala keluarga yang berpenghasilan kurang dari Rp 20.000,-/harinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian dari keluarga miskin di desa Cinangka yang berprofesi sebagai pedagang baik di kampung halamannya sendiri maupun di kota yang tidak terlepas dari pasang surut dalam penjualannya. Dan sebagian lain berprofesi sebagai petani, pegawai negeri, buruh tani, buruh pabrik, dan lain-lain.

Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi keluarga miskin di desa Cinangka dapat dilihat dari jumlah penduduk menurut mata pencaharian mereka pada tabel berikut:


(50)

Tabel 7.

Jumlah Penduduk Menurut Mata pencaharian

NO Pekerjaan Jumlah

1 Petani 350 Orang

2 Buruh tani 450 Orang

3 Pegawai swasta 302 Orang

4 Pegawai Negri 150 Orang

5 Pengrajin 435 Orang

6 Pedagang 500 Orang

7 Peternak 4 Orang

8 Montir 3 Orang

Total 2.194 Orang

Sumber: Data Monografi dari Desa Cinangka Bogor Jabar 2005 Tabel 8.

Pendapatan Keluarga Miskin

No. Nama Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

1. Ujang SD Buruh Tani Rp.20-30.000/per hari

2. Nuria MA Penjahit Rp300-400.000/per bulan

3. Arnah SD Penjual Gorengan Rp. 20-30.000/per hari 4. Minta SD Tukang Las Rp. 600.000/per bulan 5. Ateng SMK Pedagang Buah Rp. 400-500.000/per bulan

6. Iri SD Pedagang

Perabotan

Rp. 500.000/per bulan

7. Encih SD PRT Rp. 30.000/per hari

8. Udin SD Buruh Bangunan Rp. 25.000/per hari 9. Dodih SMPN I Pedagang Mainan Rp. 500.000/per bulan 10. Sama SD Pemeriksa Darah Rp. 20.000/per hari 11. Maman SD Tukang Baslok Rp. 30.000 /per hari


(51)

Dari tabel 7 di atas dapat diketahui dan diteliti bahwa mayoritas keluarga miskin di Desa Cinangka berprofesi sebagai pedagang dan buruh tani. Pada sebagian keluarga miskin di Desa Cinangka yang lebih banyak memilih berprofesi sebagai pedagang, mereka mengatakan dengan alasan karena tidak punya lahan untuk bertani atau berkebun, dan dari segi penghasilan dengan berdagang keuntungan dapat diperoleh tiap hari walaupun sedikit.

Barang dagangan mereka yang dijajakan di antaranya barang kelontongan yang dijualnya di depan rumahnya, ada yang berdagang gorengan keliling, ada juga yang cuma dagang mainan anak-anak, dan juga ada yang berdagang roti keliling yang ditanggung dan masih banyak yang lainnya. Walaupun mereka berdagang dengan penghasilan yang diperoleh belum mencukupi segala keperluan, namun bagi mereka yang penting cukup untuk makan dan biaya sekolah anak-anak

Sedangkan dari tabel 8 di atas, Secara umum dapat dikatakan, bahwa tingkat pendapatan pada keluarga miskin di desa Cinangka ini berdasarkan data di atas, terbilang sangat rendah sekali, dan kehidupan mereka penuh dengan serba kekurangan. Untuk profil masing-masing informan dan prilaku keagamaannya akan dijelaskan pada bab berikutnya.


(52)

(53)

(54)

(1)

HASIL WAWANCARA Nama : Bapak Sama

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Pemeriksa Darah Keliling 1. Pewawancara : Pendidikan terakhir anda apa?

Informan : Bapak sekolahnya hanya sampai SD saja, tidak biaya untuk meneruskan sampai SMP.

2. Pewawancara : Berapa jumlah keluarga anda?

Informan : Satu isteri dan tiga orang anak, yang pertama laki-laki yang berumur enam belas tahun yang masih duduk di sekolah SMA kelas satu, dan yang kedua berumur sepuluh tahun kelas empat SD, sedangkan yang ketiga masih berumur dua tahun.

3. Pewawancara : Kira-kira dalam sebulan atau perhari penghasilan anda berapa?

Informan : Kalau perhari seringnya bapak dapat Rp. 20.000-an

4. Pewawancara : Dengan penghasilan yang anda yang ada kira-kira cukup atau tidak untuk keluarga Anda?

Informan : Tidak cukup. Kadang kalau bapak lagi tidak ada uang paling bapak suka pinjam ke saudara-saudara dekat apalagi dua anak bapak masih sekolah.

5. Pewawancara : Bagaimana dengan puasa anda apakah kesibukan anda mempengaruhinya juga atau tidak?

Informan : Kadang-kadang kalau lagi kelelahan banget bapak suka buka puasa.

6. Pewawancara : Apakah dengan kesibukan anda mempengaruhi ibadah anda seperti shalat fardu lima waktu?

Informan : Waktu Dzuhur sering bapak lewati, karena biasanya bapak masih sibuk keliling langganan. Shalat Tarawihpun sering bapak tinggalkan, karena kecapean seharian kerja, lebih-lebih cari tambahan untuk persiapan menghadapi lebaran

7. Pewawancara : Apakah anda mengeluarkan zakat fitrah, dan bagaimana dengan shadaqah anda?


(2)

Informan : Bagi bapak jangankan untuk zakat fitrah, untuk bertahan hidup saja susah, apalagi bershadaqah, untuk kebutuhan sehari-hari saja sulit.

8. Pewawancara : Apakah dengan kesibukan anda mempengaruhi kegiatan keagamaan seperti pengajian bapak-bapak atau tidak? Informan : Pengajian bapak-bapak dan kuliah Shubuhpun sesekali kali

bapak mengikutinya.

9. Pewawancara : Bagaimana dalam keadaan ekonomi anda yang sedang kesulitan dalam hal keuangan apakah anda akan melakukan hal-hal yang dapat menyimpang dari ajaran agama? Informan : Doain saja jangan sampai bapak salah jalan.

10. Pewawancara : Apakah anda selalu merasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?

Informan : Ya begitulah.

11. Pewawancara : Apakah menurut anda saling tolong-menolong antar tetangga itu merupakan kewajiban?

Informan : Selama kita mampu maka kita berkewajiban untuk saling membantu, dan tolong menolong.


(3)

HASIL WAWANCARA Nama : Bapak Maman

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : Tukang Baslok (Baso dicolok) 1. Pewawancara : Pendidikan terakhir anda apa? Informan : Tamatan sekolah SD saja. 2. Pewawancara : Berapa jumlah keluarga anda?

Informan : Bapak punya 6 anak, dua orang masih anak-anak. 3. Pewawancara : Kira-kira dalam sebulan pengahasilan anda berapa? Informan : Tukang baslok gak sebarapa paling Rp.30.000-an.

4. Pewawancara : Dengan penghasilan yang sudah anda dapatkan sekarang kira-kira cukup tidak untuk penghidupan keluarga?

Informan : Kalau untuk makan sehari-hari buat bapak dan keluarga cukup lah tapi kalau untuk persiapan lebaran seperti beli baju baru untuk anak-anak masih kurang.

5. Pewawancara : Apakah kesibukan anda mempengaruhi ibadah

anda seperti shalat fardu lima waktu dan shalat Tarawih? Informan : Bapak kalau lagi sibuk kerja malas mendirikan shalat,

kebanyakan shalat Dzuhur yang sering saya ditinggalinn. Untuk shalat Tarawih, kalau tidak kecapean, bapak ikut berjamaah shalat Tarawih

6. Pewawancara : Apakah kesibukan anda mempengaruhinya puasa juga? Informan : Gak begitu.

7. Pewawancara : Apakah anda sering mengeluarkan zakat Fitrah, dan bagaimana dengan shdaqah anda?

Informan : Kalau ada iya bapak ngeluarin.

8. Pewawancara : Apakah anda sering atau tidak mengikuti kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin bapak-bapak? Informan : Jarang-jarang.


(4)

9. Pewawancara : Bagaimana dalam keadaan ekonomi anda yang sedang kesulitan dalam hal keuangan apakah anda akan melakukan hal-hal yang dapat menyimpang dari ajaran agama?

Informan : Dulu emang pernah sih, gak usah diceritain ya, malu, pokoknya pernah

10. Pewawancara : Apakah anda selalu merasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?

Informan : Kekurangan sih pasti ada saja, tapi untuk beli beras dan ikan asin dan sayuran buat makan hari-hari mah bapak masih bisa beli.

11. Pewawancara : Apakah menurut anda saling tolong-menolong antar tetangga itu merupakan kewajiban?


(5)

(6)