PRAKTEK PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA WONOGIRI (TAHUN 2014-2017) - iainska repository

  

PRAKTEK PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA WONOGIRI

(TAHUN 2014-2017)

SKRIPSI

  Diajukan Kepada Fakultas Syariah

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

  Gelar Sarjana Hukum Oleh:

  

Yuliani Nur Saraswati

142121007

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI

  ’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2018

  

MOTTO

ِسَكًُُْْنا َو ِءٓاَشْحَفْنا ٍَِع ً ٰهََُْ َو ًٰت ْسُقْنا يِذ ِٕيۤاَتَِْا َو ٌِاَسْحِ ْلْا َو ِلْدَعْناِت ُسُيْأََ َ هاللّٰ ٌَِّا ٌَ ْوُسَّكَرَت ْىُكَّهَعَن ْىُكُظِعََ ۚ ٍِْغَثْنا َو

  Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."

  1

  (Q.S An-Nahl Ayat: 90)

1 Departemen Agama RI,

  Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 1993), hlm. 415.

  

PERSEMBAHAN

  Puji Syukur selalu dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufiq serta hidahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Sebuah karya sederhana akan dipersembahkan kepada: 1.

  Kedua orang tua tercinta Bapak Sukardi dan Ibu Tumiyem yang selalu melindungi, mengasuh, mendidik, memberikan semangat, dukungan dan selalu mendoakan di setiap saat demi suatu keberhasilan. Berkat keduanyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga semua ini menjadi kado terindah untuk keduanya.

  2. Kakak Katwanto dan Pitri Susilowati, serta adik Agung Tri Ardiyanto yang juga membantu mendoakan dan memberikan semangat dalam proses pengerjaan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh tekad yang kuat.

  3. Ketua PC IPNU Kabupaten Wonogiri dan patner berjuang Rekan Arif Budiman yang banyak memotivasi dan mendoakan penulis selama proses pengerjaan skripsi.

  4. Rekan-rekanita pengurus dan anggota IPNU & IPPNU Kabupaten Wonogiri yang setia memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

  5. Sahabat-sahabatku Siti Zulaikah, Vicky Catur Probosari, Auliya Nugraheni Putri, A.Millati Azka A.M, Nahar Surur, Fariz Fatkhuri Wibowo, Sebta Aditya Qosim Veratih, serta sahabat-sahabat seperjuanganku HKI angkatan 2014, yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, saran dan motivasi kepada penulis.

6. Almamater tercinta Fakultas Syariah Hukum Keluarga Islam Islam IAIN Surakarta.

PEDOMAN TRANSLITERASI

  Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman transliterasi tersebut adalah :

1. Konsonan

  Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin adalah sebagai berkut:

  Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

  Tidak ا Alif Tidak dilambangkan dilambangkan

  Ba B Be ب

  Ta T Te ت

  Es (dengan titik di atas) ث Ṡa Ṡ

  Jim J Je ج

  Ha (dengan titik di bawah) ح Ḥa Ḥ

  Kha Kh Ka dan ha خ

  Dal D De د

  Zet (dengan titik di atas) ذ Żal Ż

  Ra R Er ز

  Zai Z Zet ش

  Sin S Es ض

  Syin Sy Es dan ye ش

  ص Ṣad Ṣ Es (dengan titik di bawah) ض Ḍad Ḍ De (dengan titik di bawah)

  Te (dengan titik di bawah) ط Ṭa Ṭ

  ظ Ẓa Ẓ Zet (dengan titik di bawah) Koma terbalik di atas

  ع „ain …‟… Gain G Ge

  غ Fa F Ef

  ف Qaf Q Ki

  ق ك Kaf K Ka

  Lam L El ل

  Mim M Em و

  Nun N En ٌ

  Wau W We و

  ِ Ha H Ha Hamzah Apostrop

  ء ...ꞌ… Ya Y Ye

  ٌ 2.

   Vokal

  Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

  Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama

  Fathah A A Kasrah

  I I Dammah U U

  Contoh: No Kata Bahasa Arab Transiterasi

  1. ةتك Kataba 2. سكذ Żukira 3.

  ةهرَ Yażhabu

  b. Vokal Rangkap

  Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf maka transliterasinya gabungan huruf, yaitu :

  Tanda dan Nama Gabungan Huruf Nama Huruf

  Fathah dan ya Ai a dan i ي...أ

  و...أ Fathah dan wau Au a dan u Contoh :

  No Kata Bahasa Arab Transliterasi 1. فُك Kaifa 2. لىح Ḥaula 3.

   Maddah

  Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut :

  

Harakat dan Nama Huruf dan Nama

Huruf Tanda

  Fathah dan alif ٌ...أ Ā a dan garis di atas atau ya

  Kasrah dan ya i dan garis di atas ٌ...أ Ī

  Dammah dan و...أ Ū u dan garis di atas wau

  Contoh: No Kata Bahasa Arab Transliterasi 1.

  لاق Qāla 2. مُق Qīla

  3. لىقَ Yaqūlu 4.

  ٍيز Ramā 4.

   Ta Marbutah

  Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua (2), yaitu : a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah, kasrah atau dammah transliterasinya adalah /t/.

  b.

  Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.

  c.

  Apabila pada suatu kata yang di akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/.

  Contoh : No Kata Bahasa Arab Transliterasi

  1. لافطلأا ةضوز Rau ḍah al-aṭfāl 2.

  ةحهط Ṭalḥah 5.

   Syaddah (Tasydid)

  Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.

  Contoh : No Kata Bahasa Arab Transliterasi 1.

  Rabbana> اُّتز 2.

  Nazzala ل ّصَ 6.

   Kata Sandang Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf yaitu لا.

  Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf Qamariyyah.

  Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang yang diikuti leh huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesua dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti dengan huruf Syamsiyyah atau Qamariyyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung.

  Contoh : No Kata Bahasa Arab Transliterasi 1.

  Ar-rajulu مج ّسنا

  2. للاجنا Al- Jalālu 7.

   Hamzah

  Sebagaimana yang telah disebutkan di depan bahwa Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di akhir kata. Apabila terletak diawal kata maka tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa huruf alif. Perhatikan contoh berikut ini :

  No Kata Bahasa Arab Transliterasi 1.

  Akala مكأ

  2. ٌورخأت Taꞌkhuzūna 3.

  An- ؤُنا Nauꞌu 8.

   Huruf Kapital

  Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku dalam EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandangan maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

  Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak digunakan.

  Contoh : No Kata Bahasa Arab Transliterasi

  لىسزلْإ دحًي ايو Wa mā Muḥammadun illā rasūl ًٍُناعنا بز للهدًحنا Al- ḥamdu lillahi rabbil ꞌālamīna 9.

   Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata baik fi‟il, isim, maupun huruf ditulis terpisah.

  Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya bisa dilakukan dengan dua cara yaitu bisa dipisahkan pada setiap kata atau bisa dirangkai.

  Contoh : No Kata Bahasa Arab Transliterasi

  Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqin / ٍُقشاسناسُخىهن الله ٌإو

  Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn Fa aufū al-Kaila wa al-mīzāna / Fa

  ٌاصًُناو مُكنا اىفوأف auful- kaila wal mīzāna

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum Wr. Wb

  Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya yang telah memberikan kenikmatan iman, Islam, dan kesehatan jasmani maupun rohani. Sehingga skripsi dengan judul

  “PRAKTIK

PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA WONOGIRI (TAHUN

2014-2017)

  , dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi

  Jenjang Strata 1 (S1) Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

  Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

  1. Dr. H. Mudofir, S. Ag, M. Pd, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.

  2. Dr. M. Usman S.Ag, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

  3. Muh. Zumar Aminuddin, S.Ag, M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari‟ah.

  4. Sidik, M.Ag, selaku dosen Pembimbing Akademik Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari‟ah.

  5. Dr. Sutrisno, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak perhatian dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi.

  6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

  7. Ibu dan Bapakku, terima kasih atas do‟a, cinta dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya, kasih sayangmu tidak akan pernah kulupakan.

  8. Teman-teman angkatan 2014 yang telah memberikan keceriaan kepada penulis selama penulis menempuh studi di Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

  9. Majelis Hakim Pengadilan Agama Wonogiri, Bapak Miftahul Huda, S.H, Ibu Dra. Nur Habibah dan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Wonogiri Bapak Kusnan, S.Ag yang telah memberikan informasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

  10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu yang telah berjasa dan membantuku baik moril maupun spiritnya dalam penyusunan skripsi. Tak ketinggalan pada seluruh pembaca yang budiman.

  11. Terhadap semuanya tiada kiranya penulis dapat membalasnya, hanya do‟a serta puji syukur kepada Allah SWT, semoga memberikan balasan kebaikan kepada semuanya. Amiin.

  Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

  Surakarta, November 2018 Penulis

YULIANI NUR SARASWATI 14.21.2.1.007

  

ABSTRAK

  Yuliani Nur Saraswati, NIM: 142121007;

  “PRAKTIK PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA WONOGIRI (TAHUN 2014- 2017)”

  Penelitian ini membahas dua permasalahan diantaranya: 1) bagaimana hakim di Pengadilan Agama Wonogiri dalam menentukan seseorang dapat diterima atau ditolak untuk menggunakan perkara prodeo; 2) faktor apa yang mempengaruhi rendahnya praktik perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri pada tahun 2014-2017.

  Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dari wawancara langsung dengan hakim yang memeriksa perkara prodeo nikah di Pengadilan Agama Wonogiri.

  Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa hakim dalam memutus seseorang yang mengajukan perkara menggunakan prodeo dengan melihat syarat yang diajukan sebagai kelengkapan administrasi dan juga melihat dana dari anggaran DIPA (Daftar Isian Pengeluaran Anggaran) yang sudah dianggarkan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan fasilitas prodeo apabila dilihat dari segi pengadilan sudah adanya penyebaran informasi terkait penggunaan perkara prodeo, sedangkan dari segi masyarakat dikarenakan masyarakat sendiri yang tidak mau menggunakan perkara dengan prodeo.

  Kata Kunci: perkara prodeo, dana DIPA, pertimbangan hakim.

  

ABSTRACT

  Yuliani Nur Saraswati, NIM: 142121007; "Prodeo Practices In The Wonogiri Religion Court (In 2014-2017)". This study addresses two issues including: 1) how judges in the Wonogiri

  Religious Court determine whether a person can be accepted or refused to use a prodeo case; 2) what factors influence the low practice of prodeo cases in the Wonogiri Religious Court in 2014-2017.

  This study is a qualitative normative research type using primary data sources from direct interviews with judges who examined marriage prodeo cases in the Wonogiri Religious Court. From the results of the study, it was shown that the judge in deciding someone who filed a case using the prodeo by looking at the requirements submitted as administrative completeness and also seeing funds from the budget of the DIPA (List of Budget Expenditure Fields) that had been budgeted. As for the factors that influence the low use of prodeo facilities when viewed from a court point of view there has been a spread of information related to the use of prodeo cases, while from the community point of view the community itself does not want to use cases with prodeo.

  Keywords: prodeo cases, DIPA funds, judge's consideration.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN COVER...........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI.........................................iii HALAMAN NOTA DINAS..............................................................................iv HALAMAN PENGESAHAN............................................................................v MOTTO.............................................................................................................vi PERSEMBAHAN............................................................................................vii PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................ix KATA PENGANTAR....................................................................................xvii ABSTRAK.......................................................................................................xix DAFTAR ISI...................................................................................................xxi

  BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................8 C. Tujuan Penelitian.................................................................................8 D. Manfaat Penelitian...............................................................................9 E. Kerangka Teori..................................................................................10

  F.

  Telaah Pustaka..................................................................................13 G.

  Metodologi Penelitian.......................................................................15 H. Sistematika Pembahasan...................................................................17

  BAB II PRAKTIK PERKARA PRODEO DAN PERTIMBANGAN HAKIM..................................................................................................20 A. Prodeo................................................................................................20 B. Syarat-Syarat Prodeo.........................................................................28 C. Prosedur PengajuanProdeo................................................................32 D. Pertimbangan Hakim.........................................................................43 BAB III DESKRIPSI DATA PENELITIAN....................................................46 A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Wonogiri..............................46 1. Keadaan Geografis.......................................................................46 2. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Wonogiri............................48 3. Sejarah Pengadilan Agama Wonogiri...........................................49 4. Visi dan Misi Pengadilan Agama Wonogiri.................................50 5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Wonogiri........................51 6. Prosedur Pelaksanaan Sidang.......................................................52 7. Proses Persidangan.......................................................................56 B. Perkara Prodeo Di Pengadilan Agama Wonogiri..............................60 C. Data Hasil Penelitian.........................................................................63

  BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN PERKARA DENGAN PRODEO..............................................................................68 A. Pertimbangan Hakim dalam Menentukan Dikabulkan atau Ditolaknya Perkara Secara Prodeo.....................................................68 B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkara Prodeo..........................74 BAB V PENUTUP.............................................................................................78 A. Kesimpulan.........................................................................................78 B. Saran...................................................................................................79

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1: Jadwal Penelitian Lampiran 2: Daftar Pertanyaan Lampiran 3: Laporan Perkara Prodeo Tahun 2014-2017 Lampiran 4: Contoh Salinan Putusan Perkara Prodeo Lampiran 5: Foto Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Wonogiri Lampiran 6: Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang luas wilayahnya dan banyak

  penduduknya. Masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya tidak sedikit dengan berbagai macam suku, ras, agama, serta latar belakang sosial budaya yang berbeda yang tentunya beragam ini tidak semua penduduk itu merata pertumbuhan ekonominya, tidak semua kemampuan ekonomi di atas rata-rata, atau sebaliknya berada digaris menengah ke bawah. Akan tetapi jika terjadi demikian semua berhak mendapat pelayanan yang sama dan adil dibidang hukum. Yakni adanya jaminan persamaan hak dihadapan hukum. Sesuai yang termaktub dalam Pancasila sila ke 5 berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 a yat 1 “setiap warga negara bersamaan kedudukannya di negara hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan baik dan tidak ada

2 Selain itu setiap orang juga berhak atas pengakuan, jaminan, kecualinya”.

  perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

  3 dihadapan hukum”.

  Pasal 27 di atas tidak membedakan antara warga negara yang satu 2 dengan yang lain, semua sama dihadapan hukum dan berhak memperoleh 3 Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 1.

  Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28 D ayat 1. perlindungan hukum termasuk fakir miskin. Karena fakir miskin

  4

  jugadiatur dalam pasal 34 terlantar terpelihara oleh negara. Tetapi negara tidak menjamin keberlangsungan hidup mereka semua, realitanya masih banyak rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Rakyat miskin hampir semuanya buta hukum dan pada umumnya mereka tidak paham hak dan kewajiban serta tidak tahu sebagaimana menghadapi dan menyelesaikan perkara sendiri.

  Tugas pemerintah adalah bersosialisasi Undang-undang ini secara intensif, sehingga Undang-undang ini bukan saja secara formal merupakan hukum yang berlaku (positive law) tetapi secara faktual juga merupakan hukum hidup (living law). Dengan intensifnya upaya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah, diharapkan kesadaran hukum masyarakat akan fungsi dan peranan peradilan agama menjadi lebih meningkat.

  Peraturan hukum bukan sekedar barang yang mati, akan tetapi peraturan hukum ini hidup diruang pengadilan dan diwujudkan dalam

  5 perbuatan. Pengadilan merupakan salah satu simbol dari kekuasaan Islam.

  Manusia sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan tidak bisa lepas dari perselisihan ataupun sengketa. Dan hukum telah memberikan jalan bahwa jika terdapat pihak yang merasa dirugikan maka dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan yang berkompeten.

  4 5 Undang-Undang Dasar 1945, pasal 34 ayat 1.

  Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia, Cet. II (Jakarta: PT Inter Masa, 1986), hlm. 18.

  Tujuan dilakukannya gugatan adalah untuk mendapatkan perlindungan hak serta perlindungan hukum dari pengadilan.

  Ironisnya tidak semua anggota masyarakat mampu dan mengenal hukum. Dalam mengajukan perkara ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Dalam tahapan litigasi maupun non litigasi haruslah dilakukan sesuai dengan aturan hukum itu sendiri atau jika tidak permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan padahal bisa jadi hanya karena tidak memenuhi aspek prosedural hukum.

  Secara teoritis, melalui aturan yang telah ada baik dalam Herzein

  Inland Reglemen (HIR) / Reglemen Buiten Govesten (RBg)n maupun

  dalam literatur hukum acara telah dibuktikan bahwa peradilan di Indonesia peduli terhadap masyarakat ekonomi lemah yang juga ingin mendapatkan dan merasakan perlindungan serta pengayoman, dalam memperoleh hak perdata mereka.

  Dalam hal berperkara, masyarakat atau seorang yang berperkara tersebut diproses dan diadili dengan seadil-adilnya sesuai ketentuan yang berlaku. Berperkara tidak semata-mata hanya terjadi perkara kemudian diadili, tetapi juga memerlukan biaya atau disebut dengan “beracara

6 Artinya dalam penyelesaian perkara di pengadilan akan dikenakan biaya”.

  dikenakan biaya, mulai dari biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan 6 proses selanjutnya sampai eksekusi. Bagi mereka yang jika dilihat dari

  Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, 2013, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, hlm. 17. sudut pandang ekonominya yang kurang mampu, maka proses berperkarapun masih tetap berjalan.

  Dalam realitanya tidak setiap orang mampu untuk membayar biaya perkara jika berniat untuk menyelesaikan masalahnya di pengadilan karena golongan masyarakat yang tidak mampu membayar biaya perkara, juga harus mendapatkan pelayanan hukum yang sama termasuk dalam hal beracara di pengadilan. Golongan masyarakat ini sudah sepatutnya mendapat bantuan hukum dalam hal beracara di pengadilan, yakni dengan

  7 jalan mengajukan perkara perdata tanpa biaya perkara.

  Namun demikian bagi anggota masyarakat yang tergolong tidak mampu membayar biaya perkara, juga mendapatkan pelayanan hukum yang sama. Sesuai dengan amanat pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, golongan masyarakat yang tidak mampu ini tetap berhak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan atau pelayanan hukum yang sama dihadapan hukum dengan warga negara Indonesia yang lainnya, termasuk pula dalam hal beracara didalam pengadilan. Bahkan golongan masyarakat seperti ini sudah sepatutnya pula mendapat bantuan hukum untuk beracara, salah satu bentuk bantuan hukum yang dapat diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu dalam beracara perdata adalah: diperbolehkannya untuk mengajukan

  8 7 perkara perdata tanpa biaya perkara (prodeo). 8 M Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, 2004, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 37.

  Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, 1993, Yogyakarta: Liberty, hlm. 16.

  Dengan mengajukan perkara secara cuma-cuma sebagaimana prosedurnya, masyarakat akan ringan dalam melakukan proses berperkara, masyarakat akan terbantu dan tidak menambah beban keluarganya. Meskipun demikian masyarakat terkadang enggan untuk menggunakan perkara prodeo tersebut. Melihat kondisi ekonomi masyarakat Wonogiri dalam kehidupan sehari-hari terkadang masih harus meminjam untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun dalam proses berperkara justru masyarakat tidak mau memperlihatkan kondisi yang sebenarnya yang kemudian pada akhirnya menambah beban dikehidupan keluarganya.

  Dalam pasal 56 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan pasal 60 B Undang-Undang No 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa “setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara

  9

  menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu”.

  Selain dalam Undang-Undang bentuk bantuan hukum atau fasilitas yang dalam hal ini berperkara secara prodeo juga disebut dalam Ditjen Badilag (Direktur Jendral Badan Peradilan Agama) yang menetapkan bentuk bantuan hukum atau fasilitas yang dalam hal ini berperkara secara prodeo juga disebut dalam Ditjen Badilag (Direktur Jendral Badan 9 Peradilan Agama) yang menetapkan justice for all pada tahun 2011.

  Nisfatul Laili, “Pendapat Hakim Dan Para Pihak Yang Berperkara Di Pengadilan Agama Wonogiri Terhadap Pelaksanaan Sidang Keliling Tahun 2012”, Skripsi, Fakultas Syariah, IAIN Surakarta, Surakarta, 2013, hlm. 4.

  Dengan program justice for all Badilag bermaksud memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan keadilan melalui pengadilan agama. Program-program tersebut diimplementasikan dalam wujud perkara prodeo, sidang keliling, dan

  10 bantuan hukum.

  Dalam hukum acara perdata terdapat pengecualian bagi yang miskin dapat mengajukan perkara prodeo dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah. Namun anggaran yang disiapkan oleh negara dalam anggaran DIPA (Daftar Isian Pengeluaran Anggaran) Pengadilan Agama Wonogiri kurang memadai sehingga setiap tahunnya hanyalah 10 perkara. Hal ini tentu tidak sebanding dengan jumlah perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama Wonogiri untuk setiap tahunnya.

  Di Pengadilan Agama Wonogiri dalam pembiayaan perkara dengan prodeo menggunakan dana DIPA dari pemerintah yang setiap tahunnya sejumlah Rp. 2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk 10 perkara dalam rentang waktu satu tahun.

  Berdasarkan data yang didapat dari Pengadilan Agama Wonogiri terhitung dari tahun 2014-2017, terdapat 2 perkara di tahun 2014 dalam pemanfaatan perkara prodeo, pada tahun 2015 tidak terdapat atau tidak ada 10 pemanfaatan perkara prodeo. Pada tahun 2016 juga tidak terdapat

  Nafiul Falah, “Analisis Terhadap Pelaksanaan Sidang Keliling Di Pengadilan

Agama Wonogiri (Ditinjau Dari SK TUADA ULDILAG Nomor: 01/SK/TUADA-

AG/I/2013 Tentan Pedoman Pelaksanaan Sidang Keliling Di Lingkungan Peradilan Agama)”, Skripsi, Fakultas Syariah, IAIN Surakarta, Surakarta, 2017, hlm. 3. penggunaan perkara prodeo, dan terakhir untuk tahun 2017 penggunaan

  11 perkara prodeo sebanyak 10 perkara.

  Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan sensus jumlah penduduk miskin di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2017 sebanyak

  12

  123.04 jiwa dari 951.975 jiwa. Dari data BPS yang menyatakan penduduk Wonogiri yang dapat dikatakan banyak masyarakat yang kurang mampu dalam hal ekonomi maka juga tidak sedikit masyarakat yang berperkara kurang mampu dalam pembiayaan.

  Secara geografis Wonogiri termasuk daerah tertinggal di Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 1.350.666 pada tahun 2009. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Wonogiri berjumlah Rp 63 miliar di Wonogiri terdapat

  13 80.032 kepala keluarga (KK) penerima bantuan raskin ditahun 2009.

  Menghadapi situasi sosial seperti ini, maka perlu adanya strategi perubahan hukum dimana harus dimulai dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Hukum juga harus bersentuhan pada kebutuhan masyarakat yang kurang mampu, dalam arti tidak semata-mata membebaskan mereka keterangan hukum tetapi justru memperkuat dan menjadikan mereka sebagai masyarakat yang menentukan masa depan mereka sesuai dengan misi Mahkamah Agung yaitu mewujudkan supremasi hukum melalui 11 kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, efisien, serta mendapatkan 12 pa.wonogiri.co.id 13 wonogirikab.bps.go.id Muhammad Julijanto, dkk, “Dampak Perceraian dan pemberdayaan Keluarga Studi

  

Kasus Di Kabupaten Wonogiri,” Buana Gender, (LP2M IAIN Surakarta), Vol. 1 Nomor 1, 2016, hlm. 57. kepercayaan publik, profesional dan memberikan pelayanan hukum yang berkualitas, etis, dan biaya yang terjangkau bagi masyarakat serata mampu menjawab panggilan pelayan publik.

  Dalam rentang waktu tahun 2014-2017 berdasarkan data di atas pemanfaatan perkara prodeo tidak selalu digunakan hal ini yang menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui pemanfaatan fasilitas tersebut disebabkan karena faktor apa saja yang terjadi dan apa yang menjadi pertimbangan atau dasar hakim untuk menerima atau menolak seseorang yang mengajukan perkara prodeo. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dipilih jud ul “Praktik Perkara Prodeo Di Pengadilan Agama Wonogiri (Tahun 2014-2017

  )”, guna meneliti kesenjangan yang terdapat dalam pemanfaatan perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri.

  B. Rumusan Masalah 1.

  Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan seseorang untuk dikabulkan atau ditolak menggunakan perkara prodeo ?

  2. Faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya praktik perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri pada tahun 2014-2017?

  C. Tujuan Penelitian

  Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang dicapai, dengan berdasarkan rumusan permasalahan yang dirangkai. Diantara tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui cara hakim di Pengadilan Agama Wonogiri dalam menentukan seseorang dikabulkan atau ditolak menggunakan perkara prodeo.

2. Untuk mengetahui faktor atau kendala dalam praktik perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri pada tahun 2014-2017.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian yang dibuat harus memberikan manfaat, berharap manfaat yang diperoleh yaitu:

  1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai konstribusi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum yang berkaitan dengan hukum acara peradilan agama berkenaan penggunaan perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri dan ditinjau dari efektivitas hukumnya. Selain itu dapat memperkaya teori kepustakaan hukum atau referensi untuk bahan diskusi bagi para mahasiswa fakultas syariah maupun masyarakat.

  2. Secara praktis, bagi Pengadilan Agama Wonogiri penelitian itu bermanfaat untuk kelangsungan fasilitas berperkara prodeo, dan bagi masyarakat dengan adanya perkara prodeo dapat membantu masyarakat yang tidak mampu dalam menjalankan proses berperkara.

  3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai pelaksanaan tugas akademik yaitu untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

E. Kerangka Teori

  Salah satu asas-asas hukum perdata yaitu pengenaan biaya saat beracara. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan pemberitahuan para pihak serta biaya materai. Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara.

14 Aturan yang mengatur mengenai perkara

  prodeo sebagai berikut: 1.

Pasal 237 HIR (Herzein Inslandsch Reglement) Pada pasal tentang izin untuk berperkara dengan tak berbiaya, yaitu Orang-orang yang demikian, yang sebagai penggugat, atau sebagai

  tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya perkara dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak berbiaya.

  Penjelasan: pasal 237 sampai dengan pasal 245 mengatur tentang kemungkinan untuk berperkara dengan tidak membayar biaya bagi orang yang tidak mampu, syarat-syarat dan cara-caranya berperkara itu. Adapun mereka yang tidak mampu diberi izin untuk berperkara dengan tidak membayar biaya itu sebabnya yaitu oleh karena dalam 14 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberti, 1990), hlm. 16. suatu negara yang beradab harus juga diberikan kesempatan kepada mereka itu untuk dapat mencari keadilan pada hakim. Sebagai akibat dari izin berperkara dengan cuma-cuma itu ialah tidak diminta biaya administrasi kepaniteraan dan juga tidak akan ditarik pembayaran upah juru sita.

  Apabila yang meminta izin itu penggugat, maka permohonan itu harus diajukan pada waktu ia memasukkan surat gugatannya atau pada waktu ia mengajukan gugatannya dengan lisan, sedangkan apabila yang memohon untuk diperkenankan berperkara dengan cuma-cuma itu orang yang digugat, maka permintaan itu harus diajukan pada

  

15

waktu ia menjawab gugatan itu.

  2. Pasal 273 Rbg (Rechtreglement voor de Buitengewesten)

  Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara diizinkan berperkara tanpa biaya. Dan dilanjut pada pasal 274 yakni: a.

  Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada waktu mengajukan gugatan tertulis atau lisan; b.

  Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama dengan jawabannya di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal sebelum ada jawaban atas haknya; c. Permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang 15 tidak mampunya yang dikeluarkan oleh kepata polisi di tempat Herzein Inslandsch Reglement, pasal 237. tinggal pemohon, yang memuat keterangan pejabat itu bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mapu untuk membayar. (Rv. 875; IR. 238.); d. Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan diri tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan keterangan-keterangan dan atau dengan

  16 cara lain.

3. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2014

  Layanan pembebasan biaya perkara adalah negara menanggung proses biaya berperkara di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, sehingga setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara secara cuma- cuma. Adapun prosedur pengajuannya diantara lain melampirkan: a.

  Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Wilayah setempat; b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial seperti Kartu Keluarga Miskin

  (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Bantuan Langsung tunai (BLT), ataupun dokumen lain yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin dalam basis data terpatu pemerintah atau instansi;

16 Rechtreglement voor de Buitengewesten, pasal 274.

  c.

  Surat keterangan tidak mampu yang dibuat dan ditandatangani

  17 pemohon diketahui oleh ketua pengadilan.

F. Tinjauan Pustaka

  Pertama, skripsi dari Nisafatul Laili (Mahasiswa Fakultas Syariah

  IAIN Surakarta, yang lulus pada tahun 2013) dengan judul

  “Pendapat Hakim dan Para Pihak Yang Berperkara di Pengadilan Agama Wonogiri Terhadap Pelaksanaan Sida ng Keliling”, dalam penelitian ini menjelaskan

  tentang pendapat hakim mengenai sidang keliling yang dilakukan Pengadilan Agama Wonogiri dan terkait apakah hukum acara dalam sidang keliling sama dengan hukum acara dalam peradilan agama.

  Penelitian ini tidak memfokuskan pada adanya keringanan atau fasilitas yang dapat membantu masyarakat yang tidak mampu (perkara prodeo) dalam berperkara.

  Kedua, skripsi dari Nafiul Falah (Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN

  Surakarta, yang lulus tahun 2017) dengan judul

  “Analisis Terhadap Pelaksanaan Sidang Keliling Di Pengadilan Agama Wonogiri (Ditinjau Dari SK TUADA ULDILAG Nomor: 01/SK/TUADA-AG/I/2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sidang Keliling Di Lingkungan Peradilan Agama”, penelitian ini hanya memfokuskan tentang proses pelaksanaan 17 sidang keliling di Pengadilan Agama Wonogiri dan kesesuaian antara

  Mahkamah Agung Republik Indonesia, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan

Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan, pelaksanaan sidang keliling di Pengadilan Agama Wonogiri dengan SK TUADA ULDILAG No: 01/SK/TUADA-AG/I/2013, yang di dalamnya menjelaskan bahwa dalam berperkara masyarakat yang tidak mampu dapat diringankan beban biaya berperkaranya karena adanya sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Wonogiri.

  Ketiga, skripsi yang ditulis Muchamad Arifin (Mahasiswa Fakultas

  Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang lulus tahun 2011), yang berkenaan dengan perkara prodeo, dengan judul

  

“Penyelesaian Perkara Secara Prodeo Di Pengadilan Agama Jakarta

Barat (Analisis Yuridis Putusan Nomor: 085/Pdt.G/2010/Pengadilan

Agama Jakarta Barat)”, secara spesifikasi belum mengungkapkan

  penyebab khusus dalam pemanfaatan perkara prodeo ini. Oleh karena itu berbeda dengan judul yang diangkat oleh penulis. Muchamad Arifin menuliskan penyebab dan kendala penggunaan perkara prodeo di Jakarta Barat, sedangkan keadaan masyarakat yang berbeda dengan mayoritas mereka lebih mampu dalam perekonomiannya dibanding dengan masyarakarat Wonogiri.

  Oleh karena itu dari ketiga skripsi yang mengenai tentang perkara prodeo karena permasalahan yang diangkat berbeda maka penulis mengambil permasalahan tersebut untuk dijadikan sebuah penelitian.

G. Metodologi Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan penelitianjenis lapangan. Penelitian ini bersifat kualitatif.

  Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang manusia atau gejala-gejala

  18 lainnya.

  2. Tempat Penelitian Adapun tempat penelitiannya adalah di Pengadilan Agama Wonogiri, yang beralamat Jl. Pemuda 1, Giripurwo, Kec. Wonogiri, Kabupaten

  Wonogiri, Jawa Tengah 57612. E-mail Kantor

  Peneliti melakukan penelitian di Pengadilan Agama Wonogiri karena peneliti ingin mengetahui tentang perkara prodeo dari anggaran DIPA untuk setiap tahunnya dari tahun 2014-2017.

  3. Metode Pendekatan Penelitian ini dilakukan dan ditunjukan pada praktik pelaksanaan hukum (law in action) terhadap peraturan perundang-undangan tertulis serta praktiknya dan dokumen-dokumen hukum yang ada di Indonesia (law in the books), maka metode pendekatannya dengan mendeskripsikan peristiwa yang menjadi titik fokus penelitian.

18 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI, 1986), hlm.

  10.

  4. Sumber Data Penelitian ini menggunakan 2 sumber data, yaitu: a.

  Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari keterangan dan penjelasan dari pihak yang berwenang di obyek penelitian, yaitu: ketua pengadilan dan wakil ketua pengadilan yang menangani proses perkara prodeo di Pengadilan Agama Wonogiri yang menjadi lokasi penelitian.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak secara langsung diperoleh dari lokasi penelitian, melainkan diperoleh dari suatu kepustakaan, buku dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Sehingga sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah berkas-berkas perkara, buku-buku, dokumen- dokumen, HIR/RBg, direktori putusan, KUH perdata dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

  5. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan sumber data di atas, maka metode pengumpulan data yang digunakan yaitu: wawancara (Interview) yakni dengan teknik ini peneliti menggunakan tanya jawab secara lisan dan berpedoman pada daftar pertanyaan dengan hakim ketua majelis atau hakim anggota Pengadilan Agama Wonogiri. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara secara terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman.

  Selain dengan wawancara, penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini peneliti membaca, mengkaji, dengan mempelajari literatur dan dokumen yang erat kaitannya dengan masalah-masalah yang diteliti. Dengan melakukan observasi di Pengadilan Agama Wonogiri sebagai bahan utama untuk penelitian.

6. Teknik Analisa Data

  Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan- bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.

H. Sistematika Pembahasan

  Untuk mempermudah memahami skripsi ini maka penyusun menyusun sistematikanya sebagai berikut :