STRUKTUR KOMUNITAS BURUNG LIAR PADA RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MATARAM SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI

  

STRUKTUR KOMUNITAS BURUNG LIAR PADA RUANG TERBUKA HIJAU DI

KOTA MATARAM SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI

ARTIKEL SKRIPSI

Oleh

MUHAMMAD RIFA’I

  

E1A 010 033

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Pendidikan Biologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

  

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2017

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

  Jl. Majapahit No. 62 Mataram NTB 83125Telp. (0370) 623873

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ARTIKEL SKRIPSI

  Artikel yang disusun oleh: Muhamad Rifa’i, NIM. E1A010033 dengan judul “Struktur

  

Komunitas Burung Liar pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram sebagai

Sumber Belajar Biologi” telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Agustus 2017.

  Mataram, Agustus 2017

  Menyetujui

  

Struktur Komunitas Burung Liar Pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram Sebagai

Sumber Belajar Biologi

1) 2) 2) , Muhamad Yamin , Jamaluddin 1) Muhammad Rifa’i

Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram

2)

Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram

  Universitas Mataram, Jalan Majapahit No. 62 Mataram e-mail:

  

ABSTRAK

  Burung dapat dapat dijadikan indikator kegiatan pengelolaan lingkungan karena keberadaannya pada suatu habitat mengindikasikan kualitas kesehatan lingkungan. Penelitian struktur komunitas burung liar pada ruang terbuka hijau di kota mataram telah dilakukan pada Bulan Mei sampai Bulan Juni 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan, keanekaragaman, dan kemerataan spesies burung pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jelajah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 16 spesies burung dari 12 famili yang menghuni Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram. Spesies burung Bondol kepala pucat (Lonchura pallida), Burung gereja erasia (Passer montanus), dan Bondol jawa (Lonchura leucogastroides) mempunyai kelimpahan tertinggi secara berturut-turut yaitu, 25,08%, 19,88%, dan 19,45% yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram. sedangkan spesies burung Kareo padi (Amauronis

  

phoenicurus ) dan Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) mempunyai nilai kelimpahan

  relatif terrendah secara berturut-turut yaitu 0,11% dan 0,05%. Indeks keanekaragaman spesies burung yang ditemukan di Kota Mataram sebesar 2,026. Nilai indeks kemerataan spesies burung yang ditemukan di Kota Mataram yaitu sebesar 0,731. Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan spesies burung yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram berbeda pada tiap lokasi.

  Kata kunci: Struktur komunitas, Burung, Ruang Terbuka Hijau.

  

ABSTRACT

  Birds can be an indicator of environmental management activities because their presence in a habitat indicates the quality of environmental health. The research of bird community structure on green spaces in the Mataram City was conducted in May to June 2017. The purpose of this research is to know the abundance, diversity, and evenness of bird in The Green Space in Mataram City. The type of this research is descriptive explorative research. The method used in this research is the cruising method. The results shown there are 16 species of birds from 12 families in The Green Space in Mataram City. Bondol kepala pucat (Lonchura pallida), Gereja erasia (Passer montanus), and Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides) have the highest abundance respectively is 25,08%, 19,88% and 19,45% Found in The Green Space in Mataram City. Kareo padi (Amauronis

  

phoenicurus ) and Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) had the lowest abundance

  respectively is 0.11% and 0.05%. The diversity of bird found in The Green Space in Mataram City is 2,026. The evenness of bird found in The Green Space in Mataram City is 0,731. The diversity and the evenness of bird found in The Green Space in Mataram City different each location.

  Keyword: Structure of Community, Bird, Green Space.

  PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati atau dikenal sebagai mega-

  biodiversity country

  . Salah satu ke- anekeragaman hayati tersebut adalah keanekagaragaman spesies burung di Indonesia. Indonesia memiliki 1598 spesies burung atau sekitar 17 persen dari total jenis burung di dunia (Sukmantoro dkk, 2007).

  (Jati, 1998) Mengatakan saat ini populasi burung cenderung menurun. Keadaan tersebut merupakan dampak antropogenik, seperti pembakaran hutan dan padang rumput, perladangan ber- pindah, perburuan dan perdagangan burung (dalam Andira, dkk 2014:1). (Novarino dkk, 2002) Kegiatan konservasi burung selama ini masih cenderung dilakukan di daerah yang dilindungi, Hutan primer, hutan yang belum terganggu, atau ditekankan kepada jenis tertentu yang keberadaannya terancam punah. Sejauh ini sangat sedikit perhatian diberikan kepada jenis-jenis yang umum dijumpai, ataupun jenis yang mendiami hutan sekunder (dalam Andira dkk, 2014:1).

  Menurut Paga dkk (2007:91) “burung dapat dijadikan sebagai indikator bagi kegiatan pengelolaan satwa liar karena kehadirannya maupun ketidak hadirannya dalam suatu habitat dapat dijadikan acuan apakah habitat tersebut stabil atau menurun kualitasnya”. Sujadnika dkk (1995), me- nyatakan burung layak dijadikan indikator karena kelompok satwa ini memiliki sifat- sifat yang mendukung, yaitu hidup di- seluruh habitat daratan di seluruh dunia, peka terhadap lingkungan, serta taksonomi dan pe-nyebarannya telah cukup diketahui (dalam Paga dkk, 2007:91).

  Burung mempunyai banyak manfaat bagi masyrakat, diantaranya sebagai sumber plasma nutfah, membantu me- ngendalikan hama, dan lain-lain. Itu sebabnya burung perlu dilestarikan. (Haryanto, 1994) mengatakan bahwa melindungi keanekaragaman hayati berarti mengambil langkah untuk melindungi gen, spesies, habitat dan ekosistem. Cara terbaik untuk melindungi jenis adalah melindungi habitatnya. Dengan demikian, melindungi keanekaragamn hayati sering- kali melibatkan upaya-upaya untuk mencegah degradasi ekosistem alam, serta mengelola dan melindunginya secara efektif (dalam Suryowati, 2000).

  Perubahan habitat terjadi akibat pengelolaan oleh manusia dapat di- tunjukkan dengan keanekaragaman jenis burung setempat, sehingga burung bisa dimanfaatkan sebagai bioindikator untuk menentukan tingkat kerusakan suatu lingkungan. (Balen dkk, 1997) mengatakan bahwa kerusakan dan kehilangan habitat dapat menggaggu proses kehidupan yang semula berjalan secara alami (dalam Yanti dkk, 2015).

  Pembangunan yang telah di- laksanakan di berbagai bidang selain bermanfaat ternyata juga telah me- nimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem kota. Pembangunan fasilitas fisik telah mengakibatkan semakin berkurangnya lahan Ruang Terbuka Hijau Kota dan sebaliknya bangunan besi, beton dan aspal semakin meningkat. Sudah banyak diketahui bahwa Ruang Terbuka Hijau mepunyai berbagai fungsi penting bagi lingkungan. Salah satu fungsinya adalah sebagai sarana untuk konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati di perkotaan lebih kompleks masalahnya dibandingkan dengan di kawasan lain seperti hutan, misalnya.

  Data struktur komunitas burung di suatu tempat merupakan salah satu contoh sumber belajar biologi yang bisa dikatakan sebagai jenis sumber belajar yang berupa pesan. (Warsita, 2008) mengatakan bahwa sesungguhnya sumber belajar itu banyak jenisnya. Adapun sumber belajar itu meliputi pesan (message), orang (people), bahan (materials), alat (device), teknik (tehnique), lingkungan (setting), dan lainnya yang bisa digunakan untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam belajar dan menambah pengetahuannya

  (dalam Badriyah, 2010). Sumber belajar pada tiap lokasi dilakukan dua kali tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengamatan dalam sehari yaitu pada pagi menunjang pembelajaran biologi. Proses hari dari pukul 07.00

  • – 09.00 WITA dan dan produk yang dihasilkan diharapkan pada sore hari dari pukul 16.00
  • – 18.00 dapat dipergunakan sebagai alternatif WITA. sumber belajar biologi di semua jenjang Kelimpahan spesies burung yang pendidikan. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan di Kota Mataram dihitung sebuah data, dimana data tersebut dibuat dengan menggunakan rumus sebagai menjadi sebuah produk dalam booklet berikut: yang dapat menunjang pembelajaran

  = % biologi terutama pembahasan yang berkaitan dengan burung.

  Keterangan: Di = Kelimpahan relatif

  Berdasarkan hal tersebut, maka (%), ni = Jumlah individu setiap jenis, dilakukan penelitian yang berjudul N = Jumlah total individu. “Struktur Komunitas Burung Liar pada

  Indeks keanekaragaman spesies Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram burung diukur berdasarkan indeks sebagai Sumber Belajar Biologi”. keanekaragaman Shannon-Wiener yaitu dengan rumus berikut:

  METODE

  = − ∑ Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Penelitian ini men-

  Keterangan:

  H’ = Indeks ke- deskripsikan kelimpahan, keanekaragaman anekaragaman Shannon

  • – Wiener, pi= dan kemerataan burung pada Ruang ni/N, ni = Jumlah individu spesies ke-

  Terbuka Hijau di Kota Mataram dengan I, N = Jumlah total individu seluruh melakukan eksplorasi tentang hubungan spesies faktor-faktor lingkungan dengan kelimpah- Indeks kemerataan spesies burung an, keanekaragaman dan kemerataan dihitung dengan rumus sebagai berikut: burung.

  

  Penelitian ini dilakukan di bulan Mei- = Juni 2017 bertempat di empat titik di wilayah Kota Mataram, yaitu Universtas 2 Keterangan: E = Indeks kemerataan,

  Mataram (1042 m ), Taman Selagalas (252 2 2 H’ = Indeks keanekaragaman m ), Taman Udayana (1021 m ), Sekitar 2 Shanoon Wiener, S = Jumlah jenis.

  PLN Tanjung Karang (677 m ).

  Alat dan bahan yang digunakan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

  penelitian ini (1) Teropong, (2) Kamera

  Hasil Penelitian

  DSLR Canon 600D, dan Buku panduan

  Spesies Burung di Kota Mataram

  lapangan Burung-burung di Kawasan Didapatkan 16 spesies dari 12

  Wallacea yang ditulis oleh Brian J. Coates famili burung pada Ruang Terbuka Hijau dan K. David Bishop. di Kota Mataram. Jumlah spesies dan

  Data burung liar di kota Mataram jumlah individu burung yang didapatkan diambil dengan menggunakan metode dari semua lokasi pengamatan dapat dilihat jelajah. Pada tiap lokasi dilakukan pada tabel 1. pengulangan pengamatan selama tiga kali. Tabel 1. Burung yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram

  Lokasi Nama

No. Famili Spesies RTH RTH RTH RTH

Indonesia

  I II

  III

  IV

  1. Halcyon chloris Cekakak sungai

  4

  3

  5

  1 Alcedinidae

  2. Halcyon sancta Cekakak suci

  2

  1

  1

  4

  3. Ixobrychus Bambangan

  2 Ardeidae 1 merah cinnamomeus

  3 Cisticolide

  4. Cisticola juncidis Cici padi

  4

  10

  8

  12

  5. Streptopelia

  4 Columbidae Tekukur biasa

  2

  6 chinensis

  6. Lonchura Bondol jawa 135

  98

  73

  53 leucogastroides

  7. Lonchura

  5 Estrildidae Bondol peking

  6

  37 punctulata

  Bondol kepala

  8. Lonchura pallid 60 141 191

  71 pucat Layang-layang

  6 Hirundinidae

  9. Hirundo tahitica

  63

  33

  61

  81 batu

  10. Lichmera Isap-madu topi

  7

  9

  13

  4 lombokia sisik

  7 Nectarinidae Burung madu

  11. Cinnyris jugularis

  8

  2 sriganti Burung gereja

  8 Passeridae

  12. Passer montanus

  87

  11 97 172 erasia

  13. Pycnonotus Merbah

  9 Pycnonotidae

  25

  8

  10 goiavier cerukcuk

  14. Amauronis

  10 Rallidae Kareo padi

  2 phoenicurus

  15. Orthotomus

  11 Sylviidae Cienenen jawa

  20

  15

  27

  16 sepium

  12 Zosteropidae

  16. Zosterops chloris Kacamata laut

  42

  23

  76

  6 Jumlah individu 465 341 560 480 Jumlah spesies

  14

  9

  12

  15 Keterangan:

  RTH I: RTH Pekarangan, RTH II: RTH Taman dan Hutan Kota, RTH III: RTH Jalur Hijau Jalan, RTH IV: RTH Fungsi Tertentu.

  

Kelimpahan Spesies Burung di Kota (Lonchura leucogastroides) merupakan

Mataram spesies burung yang kelimpahan

  Hasil perhitungan kelimpahan relatifnya tertinggi ketiga dengan nilai relatif keseluruhan spesies burung 19,45%. Sedangkan Bambangan merah menunjukkan Bondol kepala pucat (Ixobrychus cinnamomeus) dan Kareo (Lonchura pallida) merupakan spesies padi (Amauronis phoenicurus) merupa- burung yang kelimpahan relatifnya kan spesies burung yang kelimpahan paling tinggi dengan nilai 25,08%. relatifnya paling rendah secara berturut- Burung gereja erasia (Passer montanus) turut dengan nilai 0,05% dan 0,11%. merupakan spesies brung yang Hasil perhitungan kelimpahan relatif kelimpahan relatifnya tertinggi kedua spesies burung dapat dilihat pada tabel dengan nilai 19,88%. Bondol jawa 2. Tabel 2. Kelimpahan relatif spesies burung pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram.

  No. Spesies Kelimpahan Relatif (%) Kelimpahan Relatif Keseluruhan (%) RTH

II RTH

  Indeks Kemerataan Spesies Burung di Kota Mataram

  15 Orthotomus sepium 4,3 4,4 4,82 3,33 4,23

  16 Zosterops chloris 9,03 6,74 13,57 1,25 7,96 Keterangan: RTH I: RTH Pekarangan, RTH II: RTH Taman dan Hutan Kota, RTH III: RTH Jalur Hijau Jalan, RTH IV: RTH Fungsi Tertentu.

  Indeks Keanekaragaman Spesies Burung di Kota Mataram

  Grafik 1. Indeks Keanekaragaman Burung di Kota Mataram

  Indeks keanekaragaman Spesies burung yang ditemukan di Kota Mataram yaitu sebesar 2,026. Sementara itu Indeks Keanekaragaman spesies burung yang ada di setiap lokasi

  Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan pada RTH III (2,039), kemudian disusul secara berturut-turut oleh RTH I (2,035), RTH IV (1,950), dan RTH II (1,596).

  Indeks kemerataan Spesies burung yang ditemukan di Kota Mataram yaitu sebesar 0,731. Sementara itu Indeks Kemerataan spesies burung yang ada di setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada Grafik 2. Indeks kemerataan tertinggi ditemukan pada RTH III (0,821), kemudian disusul secara berturut-turut oleh RTH I (0,771), RTH

  phoenicurus

  II (0,726), dan RTH IV (0,720).

  2.035 1.596 2.039 1.950 0.000

  0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 RTH

  I RTH

  III RTH

  IV In d ek s K e an e k ar aga m an Lokasi Pengamatan

  0,42 0,11

  14 Amauronis

  I RTH

  5 Streptopelia chinensis 0,43 1,25 0,43

  IV

  1 Halcyon chloris 0,86 0,54 1,04 0,65

  2 Halcyon sancta 0,43 0,29 0,18 0,83 0,43

  3 Ixobrychus

  cinnamomeus

  0,21 0,05

  4 Cisticola juncidis 0,86 2,93 1,43 2,5 1,84

  6 Lonchura

  13 Pycnonotus goiavier 5,38 1,43 2,08 2,33

  leucogastroides 29,03 28,74 13,04 11,04 19,45

  7 Lonchura punctulata 1,29 7,71 2,33

  8 Lonchura pallid 12,9 41,35 34,11 14,79 25,08

  9 Hirundo tahitica 13,55 9,68 10,89 16,88 12,89

  10 Lichmera lombokia 1,51 2,64 2,32 0,83 1,79

  11 Cinnyris jugularis 1,72 0,36 0,54

  12 Passer montanus 18,71 3,23 17,32 35,83 19,88

II RTH

II RTH

  Kelimpahan Spesies Burung di Kota Mataram

  IV In d ek s K em er at aan Lokasi Pengamatan

  III RTH

  0.650 0.700 0.750 0.800 0.850 RTH I RTH

  0.771 0.726 0.821 0.720

  memliki kelimpahan relatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies burung lainnya. Kelimpahan relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing-masing spesies burung yang ditemukan selama pengamatan. Spesies burung pipit senang berkelompok, hidup di habitat terbuka, seperti persawahan dan rerumputan. Sering terlihat bergerak

  Passer montanus (19,88%), dan Lonchura leucogastroides (19,45%)

  Hasil perhitungan kelimpahan relatif memperlihatkan terdapat per- bedaan kelimpahan di tiap lokasi pengamatan pada tiap spesies. Spesies burung Lonchura pallida (25,08%),

  Grafik 2. Indeks Kemerataan Burung di Kota Mataram

  Pembahasan Spesies Burung di Kota Mataram

  leucogastroides, Lonchura pallida, Passer montanus adalah spesies burung

  Spesies burung Lonchura

  Burung Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) merupakan burung yang biasanya menghabiskan waktunya untuk bersembunyi diantara rumput gelagah dan rumput rawa yang tinggi. Biasanya terbang rendah diatas rawa atau lahan basah. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan. Dimana pada RTH IV ter-dapat banyak lahan basah dan rumput gelagah yang luas yang bisa di-manfaatkan burung tersebut sebagai tempat bersembunyi dan mencari makan.

  (Ixobrychus cinnamomeus) merupakan burung yang biasa hidup dengan kondisi lingkungan seperti pada RTH IV. Karena pada lokasi ini selain merupakan daerah yang sedikit dari gangguan manusia, lokasi ini juga dipenuhi oleh lahan-lahan basah seperti lahan per- sawahan dan kolam. Hal ini sesuai dengan apa yang dideskripsikan oleh Suana (2016:18) Kareo padi (Amaurornis phoenicurus) dapat di- temukan di rerumputan rawa, sawah, hutan bakau, parit-parit di tepi jalan, dan tentunya di lahan-lahan basah serta berair.

  phoenicurus ) dan Bambangan merah

  Kareo padi (Amaurornis

  Berdasarkan hasil penelitian, di- dapatkan jumlah spesies burung sebanyak 16 spesies burung dari 12 famili. Semua spesies burung ini didapatkan di empat lokasi pengamatan. Pada RTH I ditemukan 14 spesies dari 465 individu, 9 spesies di RTH II dari 341 individu, 12 spesies di RTH III dari 560 individu, dan 15 spesies di RTH IV dari 480 individu. Burung Bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus) dan Kareo padi (Amauronis phoenicurus) hanya ditemukan di RTH IV. Burung tersebut merupakan burung yang spesifik yang hanya menempati habitat tertentu saja.

  yang paling banyak dijumpai. Hal ini karena burung tersebut merupakan burung yang berkelompok dalam mencari makanan dan mampu ber- adaptasi terhadap kehadiran manusia. Selain itu 11 spesies burung yang juga ditemukan di lokasi pengamatan me- rupakan spesies burung yang tidak mempunyai habitat khusus karena bisa dijumpai di dua sampai empat lokasi penelitian. Itu artinya burung-burung tersebut mempunyai kemampuan ber- tahan hidup yang lebih tinggi dibanding- kan dengan burung yang hanya menempati habitat tertentu. dan mencari makanan dalam gerombol- an yang cukup besar. sering terlihat turun ke tanah dan di rerumputan tinggi untuk mencari makanan dan bahan membuat sarang. Hal ini sesuai dengan laporan MacKinnon (1998) yang mengatakan bahwa spesies burung yang dominan merupakan spesies burung yang suka berkelompok dalam mencari makan dan menyukai hutan sekunder dalam (dalam Ismawan, 2015:7).

  Burung yang mempunyai ke- limpahan relatif paling rendah adalah Bambangan merah (Ixobrychus

  cinnamomeus ) dan Kareo padi

  (Amauronis phoenicurus ) dengan kelimpahan relatif masing-masing sebesar 0,05% dan 0,11%. Burung- burung sangat sensitif terhadap kehadir- an manusia sehingga jarang sekali terlihat. Selain itu kedua spesies burung tersebut menyukai habitat semak. Hal ini didukung oleh pernyataan Mackinnon dkk (2010) yang mengatakan bahwa Kareo padi umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau bertiga, mengendap-endap dalam semak yang lembab dan tinggal ditempat yang cukup rapat untuk bersembunyi (dalam Winarsih, 2015:28).

  Bondol jawa (Lochura

  leucogostraides ) merupakan burung

  yang mempunyai kelimpahan relatif paling tinggi pada RTH I dengan kelimpahan relatif sebesar 29,03%. RTH I merupakan lokasi yang paling luas dibandingkan dengan lokasi lainnya. Vegetasi pada lokasi ini didominasi oleh pohon. Selain itu, lokasi ini juga ditumbuhi rumput sepanjang jalur pengamatan, dan juga terdapat lapangan olahraga. (MacKinnon dkk, 2010) Bondol jawa memiliki kebiasaan me- ngunjungi lahan pertanian dan lahan berumput alami. Selain itu, burung ini sering teramati dalam kelompok selama musim panen padi (dalam Hidayatullah, 2015:1).

  Pada RTH II dan III, spesies brung yang mempunya kelimpahan relatif paling tinggi adalah Bondol kepala pucat (Lonchura pallida) dengan nilai kelimpahan relatif sebesar 41,35% dan 34,11%. RTH II dan III merupakan lokasi yang dihuni oleh tumbuhan pohon, dua lokasi tersebut berdekatan dengan lahan persawahan yang di- manfaatkan oleh kelompok burung pemakan biji sebagai tempat mencari makan. Bondol kepala pucat (Lonchura

  pallid

  a) sering terlihat berkelompok dengan burung pemakan biji lainnya di lahan persawahan untuk mencari makanan. Rumput dan daun kering di sekitar lokasi pengamatan dimanfaatkan oleh burung tersebut untuk membuat sarang.

  Pada RTH IV, spesies burung yang mempunyai kelimpahan relatif paling tinggi adalah Burung gereja erasia (Passer montanus) dengan nilai ke- limpahan relatif sebesar 35,83%. RTH

  IV merupakan lahan yang beragam. Selain terdapat perusahan listrik, disana juga dimanfaatkan sebagai lahan pem- buangan sampah, tempat peng- gembalaan sapi, juga terdapat lahan berair seperti persawahan yang tidak difungsikan. Lokasinya dekat dengan pantai dan lahannya didominasi oleh rumput dan semak. Burung gereja erasia (Passer montanus) sering terlihat ber- kelompok mencari makanan di lokasi tersebut dan juga memanfaatkan semak yang mengering untuk membuat sarang.

  Walaupun ada kegiatan manusia di lokasi tersebut, tetapi Burung gereja erasia (Passer montanus) tetap banyak ditemukan. Menurut MacKinnon dkk (2010) Burung gereja erasia (Passer

  montanus ) mampu berasosiasi dekat

  dengan manusia, hidup berkelompok dan mencari makan di tanah (dalam Paramita, 2015:166).

  Indeks Keanekaragaman Spesies Burung di Kota Mataram

  Nilai indeks keanekaragaman di seluruh lokasi penelitian di dapatkan sebesar 2,026. Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tiap lokasi, terdapat perbedaan indeks keaneka- ragaman pada tiap lokasi.

  RTH III memiliki nilai keaneka- ragaman spesies yang paling tinggi yaitu sebesar 2,039 dengan 12 spesies burung yang ditemukan. Sedangkan RTH II memiliki nilai keanekaragaman tertinggi kedua yaitu sebesar 2,035 dengan 14 spesies burung yang ditemukan. Nilai indeks ke-anekaragaman pada kedua lokasi tersebut tidak begitu jauh berbeda, hal ini diduga disebabkan karena kondisi vegetasi kedua lokasi tidak jauh berbeda, vegetasi kedua lokasi di-dominasi oleh tumbuhan pohon dan ditumbuhi rerumputan sepanjang jalur pengamatan.

  Soerianegara (1996) menambahkan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi ditentukan juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis (dalam Dewi, 2055:21). Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan di kedua lokasi peng- amatan, dimana pada kedua lokasi ditemukan jumlah spesies dan jumlah individu yang tidak jauh berbeda. Selain itu dilihat dari luas lokasi, kedua lokasi tersebut mempunyai luas lokasi yang tidak jauh berbeda. Beberapa hal tersebut diduga mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman pada kedua lokasi.

  RTH IV mempunyai nilai indeks keanekaragaman tertinggi ketiga yaitu dengan nilai 1,950. Meskipun pada lokasi ini ditemukan jumlah spesies paling banyak yaitu 15 spesies, namun nilai indeks keanekaragaman speseis burung pada lokasi ini lebih rendah dibandingkan dengan RTH I dan III. Data tersebut menunjukkan ketidak stabilan antara nilai keanekaragaman dan jumlah spesies burung yang ditemukan di RTH IV.

  Hal tersebut diduga disebabkan karena luas dan struktur vegetasi di lokasi pengamatan. Meskipun pada RTH

  IV ditemukan struktur vegetasi yang beragam yang menyebabkan banyak jumlah spesies burung yang ditemukan, namun perbedaan jumlah individu yang begitu jauh pada tiap spesies ber- pengaruh terhadap nilai kelimpahan relatif dari satu spesies. Perbedaan nilai kelimpahan relatif berpengaruh terhadap kemerataan spesies burung yang kemudian berpengaruh terhadap nilai indeks keanekaragaman spesies burung pada RTH IV. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadiprayitno (2013:4) yang mengatakan bahwa perbedaan nilai kelimpahan relatif memberikan pengaruh terhadap kemerataan jenis burung sehingga memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keanekaragaman.

  RTH II memiliki nilai indeks keanekaragaman spesies burung yaitu 1,596. RTH II memiliki nilai indeks keanekaragaman paling rendah di- bandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Rendahnya nilai indeks keanekaragaman pada RTH II diduga karena luas RTH III yang paling kecil. Perbedaannya sangat jauh dengan luas tiga lokasi lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiens (1989) yang mengatakan bahwa ke- anekaragaman jenis burung semakin tinggi pada habitat yang lebih luas. Area yang lebih kecil memiliki daya dukung yang lebih rendah untuk populasi burung dan meningkatkan isolasi yang membatasi pergerakan individu antara fragmen (dalam Dewi, 2005:15).

  Indeks Kemerataan Spesies Burung di Kota Mataram

  Nilai kemerataan spesies burung yang didapatkan di Kota Mataram sebesar 0,731. Nilai indeks kemerataan spesies burung yang didapatkan pada tiap lokasi berbeda-beda. Perbedaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jumlah spesies, jumlah individu dan faktor lingkungan. Indeks kemerataan spesies burung tertinggi ditemukan pada RTH

  III yaitu sebesar 0,821. Besarnya indeks kemerataan ini diduga karena beberapa faktor diantaranya yaitu jumlah spesies dan jumlah individu pada lokasi tersebut.

  Dari semua spesies burung yang ditemukan di RTH III, didapatkan beberapa spesies burung mempunyai kelimpahan relatif berbeda jauh dengan spesies burung lainnya. Namun per- bedaan kelimpahan relatif tersebut hanya ditemukan pada beberapa spesies saja, perbedaan kelimpahan relatif tersebut dapat mempengaruhi indeks kemerataan spesies burung. Beberapa spesies burung yang mempunyai ke- limpahan relatif jauh berbeda diantara- nya yaitu spesies burung Cekakak sungai, Cekakak suci dan Burung madu sriganti dengan kelimpahan relatif rendah, sedangkan spesies burung Bondol kepala pucat mempunyai kelimpahan relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadinoto dkk (2012:10) yang mengatakan bahwa rendahnya indeks kemerataan jenis burung di suatu tempat menunjukkan bahwa pada tempat tersebut terdapat dominasi satu atau beberapa spesies, artinya satu atau beberapa spesies memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan dengan spesies yang lain.

  Patandang (2013:4) “sebaran individu dari jenis-jenis burung yang ada habitat lahan pertanian cenderung merata. Hal ini disebabkan karena sumber makanan burung tersebar merata dihabitat lahan pertanian”. Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan di RTH III. Dimana pada RTH III selain ditumbuhi pepohonan, lokasi ini juga berdekatan dengan area pertanian yang cukup luas yang bisa menjadi faktor tingginya nilai Indeks kemerataan spesies burung pada lokasi ini.

  Pada RTH I dan II juga didapatkan nilai indeks kemerataan yang berbeda namun tidak begitu jauh, dengan nilai secara berturut-turut yaitu 0,771 dan 0,726. RTH I dan II mempunyai kemiripan dengan RTH III dimana ketiga lokasi tersebut didominasi oleh tumbuhan pohon. Namun jumlah spesies dan jumlah individu pada RTH I dan II yang ditemukan berbeda.

  Seperti halnya RTH III, pada RTH I dan II juga didapatkan beberapa spesies yang mempunyai kelimpahan relatif berbeda jauh yang kemudian mem- berikan pengaruh terhadap kemerataan spesies burung. Spesies burung yang mempunyai kelimpahan relatif yang berbeda jauh pada RTH I yaitu Cekakak sungai, Cekakak suci, Cici padi, dan Tekukur biasa yang mempunyai nilai kelimpahan relatif rendah, sedangkan Bondol jawa mempunyai kelimpahan relatif tinggi. Spesies burung yang mem- punyai perbedaan kelimpahan relatif yang jauh pada RTH II yaitu Cekakak suci dengan nilai kelimpahan relatif rendah, dan bondol kepala pucat dengan nilai kelimpahan relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadiprayitno (2013:4) yang mengatakan bahwa perbedaan nilai kelimpahan relatif memberikan pengaruh terhadap ke- merataan jenis burung sehingga memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keanekaragaman.

  RTH IV mempunyai nilai indeks kemerataan paling rendah dibandingkan tiga lokasi lainnya yaitu sebesar 0,720. Dari keempat lokasi, RTH IV me- rupakan lokasi yang paling banyak ditemukan spesies burung dikarenakan lokasi tersebut mempunyai habitat yang beragam. Selain tumbuhan pohon, pada lokasi ini juga terdapat tumbuhan semak dan terdapat lahan basah seperti rawa dan kolam sehingga lokasi ini merupa- kan lokasi yang paling terbuka di- bandingkan tiga lokasi lainnya. Namun kondisi RTH IV yang mempunyai habitat terbuka ternyata menjadi salah satu faktor indeks kemerataan pada RTH

  IV rendah. Menurut Yoza (2006:84) “Ada kecenderungan bahwa semakin terbuka suatu tempat dengan berbagai jenis burung yang ada di tempat tersebut Sama halnya seperti tiga lokasi lainnya, indeks kemerataan spesies burung pada RTH IV juga dipengaruhi oleh nilai kelimpahan relatif. Meskipun banyak didapatkan jumlah spesies, namun jumlah individu dari tiap spesies tersebut berbeda jauh. Perbedaan jumlah individu dari tiap spesies dapat ber- pengaruh terhadap perhitungan ke- limpahan relatif yang selanjutnya berpengaruh terhadap kemerataan spesies burung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismawan dkk (2015) yang mengatakan bahwa kelimpahan relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu pada suatu habitat. Spesies burung yang mempunyai perbedaan kelimpahan relatif yang jauh pada RTH IV yaitu Cekakak sungai, Cekakak suci, Bambangan merah, Cici padi, Tekukur biasa, Isap madu topi sisik, dan Kareo padi mempunyai kelimpahan relatif rendah, sedangkan Burung gereja erasia mempunyai kelimpahan relatif yang tinggi.

  KESIMPULAN

  nian Bogor. Diakses dari pada Hari Rabu, 8 Februari 2017.

  anekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus . Skripsi. Institut P

  8 Februari 2017. Pukul 12:43 WITA. Dewi, Tiara S. 2005. Kajian Ke-

  Institut Pertanian Bogor. Diakses pada Hari Rabu,

  Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur . Skripsi.

  Skripsi. Universitas Mataram. Darmawan, Muhdian, P. 2006.

  anekaragaman dan Perilaku Harian Burung Air di Sekitar Danau Gili Meno, Lombok Utara .

  Pukul 14:08 WITA. Atmanegara, Febrian, K. 2010. Ke-

  Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Cluster Perumah- an di Sentul City, Bogor Jawa Barat . Skripsi. Institut Perta

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa spesies burung yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram sebanyak 16 spesies dari 12 famili. Spesies burung Bondol kepala pucat (Lonchura pallida), Burung gereja erasia (Passer montanus), dan Bondol jawa (Lonchura leucogastroides) mem- punyai kelimpahan tertinggi secara berturut-turut yaitu, 25,08%, 19,88%, dan 19,45% yang ditemukan pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram. Sedangkan spesies burung Kareo padi (Amauronis phoenicurus ) dan Bambangan merah (Ixobrychus

  Asmoro, Aditya, W. T. 2012.

  Diakses Pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:13 WITA.

  2014. Struktur Komunitas Burung Pada Tiga Tipe Habitat di Kampus Universitas Andalas, Padang. Jurnal Biologi Universita s AndalasVolume III (3) : 227-230. unand.ac.id/in dex.php/jbioua/article/view/133.

  DAFTAR PUSTAKA Andira, A. Nurdin, J. dan Novarino, W.

  Terbuka Hijau di Kota Mataram sebesar 0,72.

  limpahan relative terrendah secara berturut-turut yaitu 0,11% dan 0,05%. Indeks keanekaragaman spesies burung pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Mataram yaitu sebesar 2,026. Indeks kemerataan spesies burung pada Ruang

  cinnamomeus ) mempunyai nilai ke-

  ertanian Bogor. . Diakses pada Hari Kamis, 9 Februari 2017. Pukul 06:43 WITA. Hadinoto, Mulyadi, A. dan Siregar, Y. I. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Kota Pekanbaru.

  Jurnal Lingkungan Volume VI (1)

  Vol IV (2) : 109-116. Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017.

  rtalgaruda.org/arti cle.php?article=295599&val=515 6&title=KLASIFIKASI%20KOM UNITAS%20BURUNG%20DIC AGAR%20ALAM%20GUNUNG %20TINOMBALA%20KECAM ATAN%20MEPANGA%20KAB UPATEN%20PARIGI%20MOU TONG. Diakses pada Hari Rabu,

  a Rimba Volume II (2) : 33-41.

  M. 2013. Klasifikasi Komunitas Burung di Cagar Alam Gunung Tinombala Kecamatan Mepanga Kabupaten Parigi Moutong. Wart

  Pukul 12:09 WITA. Miranda, T., Ningsih, S, M. dan Ihsan,

  Pertanian Bogor. Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017.

  Ruang Terbuka Hijau Ekologis Sebagai Habitat Burung di Kawasan Perumahan Bukit Cimanggu City . Skripsi. Institut

  Khaerunnisa, Dian. 2013. Perencanaan

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:31 WITA.

  

  Jurnal Mahasiswa FKIP Universi tas Pasir Pengaraian Volume I (1 ): 1-4.

  Jenis-jenis Burung (Aves) di Persawahan Desa Pasir Baru Kabupaten Rokan Hulu Riau.

  Pukul 12:33 WITA. Jurati, Ade, F. Y. dan Dahlia. 2014.

  Julyanto, Harianto, S. P. dan Nurcahyani, N. 2016. Studi Populasi Burung Familia Ardeidae di Rawa Pacing Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari

  : 1-18. Di akses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:04 WITA. Hadiprayitno, G. Idrus, A. A. Ilhamdi, M. L. dan Mertha, I G. 2013.

  g. Diakses pada Hari Kamis, 16 Februari 2017. Pukul 12:42.

  Skripsi. Universitas Negeri Malan

  Keanekaragaman Burung di Prevab Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur Volume I (1) .

  Ismawan, Asa. 2015. Kelimpahan dan

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 05:40 WITA.

  Preferensi Bersarang Bondol Jawa (Lonchura Leucogastroides) di Kabupaten Sleman, Bantul Dan Kota Madya Daerah Istimewa Yogyakarta . Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

   Diakses pada Hari Kamis, 9 Februari 2017. Pukul 08:51 WITA. Hidayatulloh, Arik. 2015. Studi

  me 12 (2) : 141-146.

  A. B. 2013. Keanekaragam-an Burung di Taman Wisata Alam Semongkat Kabupaten Sum bawa. Jurnal Kependidikan Volu

  16 Februari 2017. Pukul 12:47 WITA. Herdiyanto, Sugiyartto, dan Harjo,

   Diakses pada Hari Kamis,

  FKIP Universitas Mataram Volu me XI (1) : 448-452.

  Keanekaragaman Jenis Burung di Kawasan Mangrove Gili Sulat Lombok Timur. Jurnal Biologi

  8 Februari 2017. Pukul 03:39 WITA. Nugroho, M. S. Ningsih, S. M. dan Ihsan, M. 2013. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Areal Dongi- Dongi di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Warta Rimb a Volume I (1): 1-10

  Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 02:45 WITA.

  Bio Volume 4 (3) :161-167.

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 02:10 WITA.

  Manajemen Hutan Tropika Volum e XII (1) : 1-3.

  A. dan Darnaedi, D. 2006. Ke- anekaragaman Jenis Pohon Dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung. Jurnal

  Bogor. Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 02:12 WITA. Setiawan, A. Alikodra, H. S. Gunawan,

  Antara Struktur Komunitas Burung Dengan Vegetasi di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya . Skripsi. Institut Pertanian

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:13 WITA. Purnomo, Harri. 2008. Hubungan

  Cocos Volume IV (5): 1-6 .

  Institut Pertanian Bogor. Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:51 WITA. Patandang, A. Tasirin, J. S. Thomas A. dan Kainde, R. P. 2013. Struktur dan Komposisi Jenis Komunitas Burung di Lahan Pertanian Kawasan Hutan Lindung Gunung Mahawu Sulawesi Utara. Jurnal

  Burung Pemakan Buah di Panaruban, Subang: Ekologi Makan Dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak . Disertasi.

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:45 WITA. Partasasmita, Ruhyat. 2009. Komunitas

  Ambarwati, R. 2015. Ke- anekaragam dan Kelimpahan Jenis Burung di Kawasan Mangrove Center Tuban. Lentera

  Nur, R, F., Novarino, W. dan Nurdin, J.

   Diakses pada Hari Rabu, 15 Februari 2017. Pukul 10:43 WITA. Paramita, E. C. Kuntjoro, S. dan

  

  

  Studi Manajemen Sumberdaya Hutan, Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang : 91-98.

  Paga, B. Dako, F. X. dan Yudhistira, A.N.R. 2007. Kajian Populasi Dan Habitat Burung Endemik Dan Sebaran Terbatas di Taman Wisata Alam Camplong. Program

  Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 03:02 WITA.

  

  Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung : 1-6.

  Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok Selatan, Sumatera Barat.

  2013. Kelimpahan dan Distribusi Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di Kawasan PT.

  Suana, I W. Amin, S. Ahyadi, H. Kalih, L. A. T. T. W. S. dan Hadiprayitno, G. 2016. Bird

  Watching di Taman Wisata Diakses pada Hari Rabu, 8 Alam Kerandangan . Yogyakarta: Februari 2017. Pukul 12:59

  K-Media. WITA. Suryowati, Catharina. 2000. Persebaran

  Burung di Koridor Hijau Jalan (Studi Kasus di Koridor Hijau Jalan di Jakarta). Thesis S2.

  Universitas Indonesia. Swastikaningrum, Hening. 2012. Ke-

  anekaragaman Jenis Burung pada Berbagai Tipe Pemanfaatan Lahan di Kawasan Muara Kali Lamongan, Perbatasan Surabaya Gersik. Universitas Airlangga . Sk

  ripsi. Diakses pada Hari Rabu,

  8 Februari 2017. Pukul 02:47 WITA. Vivanurfiani, Evi. 2003. Komunitas dan

  Jenis Makanan Burung di Kota Mataram Tahun 2003 . Skripsi.

  Universitas Mataram. Winarsih, Ai. 2015. Komunitas Burung

  di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu . Skripsi. Universitas Islam

  Negeri Syarif Hidayatulloh Jakart

  a. Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 10:44 WITA. Yanti, N. A. Y. Novarino, W. dan

  Rizaldi. 2015. Komunitas Burung Berdasarkan Zonasi Ketinggian di Gunung Singgalang, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas

  Andalas Volume IV (1) : 38-44.

   Diakses pada Hari Rabu, 8 Februari 2017. Pukul 12:55 WITA.

  Yoza, Defri. 2006. Keanekaragaman

  Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau . Tesis S2. Institut

  Pertanian Bogor.