PANDUAN BAGI MASYARAKAT DALAM PENANGANAN PENGADUAN TENTANG PELANGGARAN PENCEMARAN AIR
PANDUAN BAGI MASYARAKAT
DALAM PENANGANAN PENGADUAN
TENTANG PELANGGARAN
PENCEMARAN AIR Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air PANDUAN BAGI MASYARAKAT DALAM PENANGANAN PENGADUAN TENTANG PELANGGARAN PENCEMARAN AIR Kontributor Raynaldo Sembiring – Margaretha Quina – Shafira Anindia Alif Hexagraha Penyunting Raynaldo Sembiring Supervisi Laure d’Hondt Diterbitkan oleh: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Jl. Dempo II No. 21, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12120, Indonesia Phone: (62-21) 7262740, 7233390 | Fax: (62-21) 7269331 www.icel.or.id | info@icel.or.id Penerbitan buku ini dimungkinkan dengan dukungan dari International Development
Law Organization (IDLO) dan Van Vollenhoven Institute (VVI). Isi dari publikasi ini adalah
tanggungjawab penuh dari ICEL dan VVI. ISBN 978-602-95603-8-1 Cetakan Pertama, Januari 2018Pengutipan, pengalihbahasaan dan perbanyakan (copy) isi buku ini demi pembaharuan
hukum diperkenankan dengan menyebut sumbernya. Tata Letak dan Design Sampul: Basuki RahmatKata Sambutan Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administratif Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan
Partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah pilar penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Konteks ini sudah diamanatkan dalam prinsip ke-10 Deklarasi Rio yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hal penegakan hukum lingkungan pun, partisipasi masyarakat sangatlah penting, yang salah satunya adalah dalam hal menyampaikan pengaduan. Pengaduan merupakan sarana penting dalam mengumpulkan informasi sebelum dilakukannya pengawasan, penegakan hukum atau bahkan kebijakan-kebijakan di bidang lingkungan hidup lainnya. Di dalam regulasi tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, aspek pengaduan telah diatur dalam Peraturan Menteri LHK No. P.22/MENLHK/ SETJEN/SET.1/3/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan (“Peraturan MenLHK P/22/2017”).
Sejak terbitnya Peraturan MenLHK P/22/2017, belum ada literatur pendukung
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
khususnya bagi masyarakat dalam mengoptimalkan sarana pengaduan sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut. Terbitnya Buku Panduan Bagi
Masyarakat Dalam Penanganan Pengaduan Tentang Pelanggaran Pencemaran
Airini merupakan langkah maju dan strategis yang diinisiasi oleh Indonesian
Center for Environmental Law (ICEL) dalam mendukung implementasi kebijakan
mengenai pengaduan lingkungan hidup, khususnya dalam hal pencemaran air.Panduan ini penting agar masyarakat mengetahui haknya dalam mendukung terciptanya lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta sebagai sarana untuk mendorong pemerintah lebih baik lagi dalam mengelola pengaduan, pengawasan dan pengenaan sanksi administratif. Isi buku panduan ini juga menarik karena menggabungkan instrumen hukum administrasi tidak hanya dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 saja, melainkan juga dari Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kami mengapresiasi atas terbitnya buku panduan ini dan berharap buku panduan ini dapat mendorong terciptanya pengelolaan pengaduan yang lebih akuntabel. Akhir kata, semoga buku panduan ini hanyalah langkah awal dari advokasi ICEL dalam mendorong kebijakan pengelolaan pengaduan yang lebih baik yang akan diteruskan dengan kerja-kerja pembaharuan hukum dan kebijakan lingkungan hidup lainnya.
Jakarta, Januari 2018
Yazid Nurhuda, S.H., M.A Kata Sambutan Direktur Eksekutif Indonesian Center For Environmental Law
Pencemaran air merupakan salah satu masalah “klasik” lingkungan hidup yang sampai saat ini masih sering terjadi. Efektifitas pengawasan dan penegakan hukum menjadi salah satu kunci penting dalam mengatasi permasalahan pencemaran air tersebut. Namun demikian, pengawasan dan penegakan hukum yang selama ini dilakukan pemerintah belum dapat berjalan secara efektif tanpa dukungan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan hak dan akses bagi masyarakat untuk berpartisipasi dengan menyampaikan usul, keberatan dan melakukan pengaduan. Ketentuan tersebut juga telah diatur lebih lanjut dalam beberapa peraturan pelaksana, salah satunya adalah Peraturan Menteri LHK No. P.22/MENLHK/SETJEN/SET.1/3/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup dan/ atau Perusakan Hutan.
Panduan ini diterbitkan guna memberikan dukungan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk melakukan partisipasi dalam pengawasan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
dan penegakan hukum atas dugaan adanya pencemaran air. Melalui panduan ini, masyarakat diharapkan mampu mengidentifikasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dengan mendasarkan pada analisa kepatuhan penanggung jawab usaha atau kegiatan atas berbagai ketentuan yang terdapat dalam instrumen pengendalian seperti dokumen perizinan dan laporan pelaksanaannya, melakukan pengaduan sesuai dengan prosedur yang ada, hingga memastikan bahwa pengelolaan pengaduan dilaksanakan oleh pemerintah yang berwenang sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Oleh karena itu, panduan ini juga dilengkapi dengan bagaimana masyarakat mendayagunakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan untuk mendorong akuntabilitas pengelolaan pengaduan lingkungan hidup oleh pemerintah yang berwenang. Panduan ini disusun dengan menggabungkan beberapa temuan empirik yang dilakukan secara observasional dan temuan dari studi-studi normatif. Oleh karena itu, atas terbitnya panduan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada para peneliti ICEL, yaitu: Raynaldo Sembiring, Margaretha Quina dan Shafira Anindia Hexagraha yang telah berkontribusi secara maksimal sampai dengan terbitnya panduan ini. Terima kasih pula kepada Laure d’Hont dan
Van Vollenhoven Institute yang banyak memberikan masukan, serta kepada
International Development Law Organization atas dukungannya.Kami menyadari bahwa publikasi ini tidak terlepas dari kekurangan. Saran dan kritik merupakan hal yang berharga bagi kami untuk dapat terus mengembangkan publikasi ini maupun berbagai publikasi ICEL berikutnya. Akhirnya, Saya berharap panduan ini dapat berguna bagi masyarakat dalam berpartisipasi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik.
Jakarta, Januari 2018 Henri Subagiyo, S.H., M.H.
Pendahuluan Daftar Isi
Kata Sambutan Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi
v
Administratif Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan Kata Sambutan Direktur Eksekutif Indonesian Center For
vii
Environmental Law
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Bagan xi
Daftar Singkatan xii
BAB I Pendahuluan
3 I.1. Latar Belakang
3 I.2. Tujuan, Kegunaan Dan Ruang Lingkup Panduan
5 BAB II Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
9 II.1. Jenis-Jenis Izin Dan Dokumen Lainnya Dalam
9 Pengendalian Pencemaran Air
II.2. Cara Mendapatkan Izin dan Dokumen Pengendalian Pencemaran Air Berdasarkan Mekanisme Keterbukan
10 Informasi Publik
II.3. Cara cepat memahami konten izin dan dokumen
11 lingkungan
BAB III Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
19 III.1. Memahami jenis-jenis objek pengaduan
19 III.1.1. objek pengaduan pada tahap perencanaan
19 Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
III.1.2. objek pengaduan pada tahap pelaksanaan
20 III.1.3. objek pengaduan pasca pelaksanaan
21 III.2. Instansi yang bertanggungjawab mengelola pengaduan
22 III.2.1. Instansi di tingkat kabupaten/kota
23 III.2.2. Instansi di tingkat provinsi
23 III.2.3. Instansi di tingkat nasional
23 III.3. Tata cara penyampaian pengaduan
24 III.3.1. Tata cara pengaduan secara langsung
25 III.3.2. Tata cara pengaduan secara tidak langsung
26 III.4. Monitoring Pengaduan
29 III.4.1. Monitoring perkembangan pengaduan
29 III.4.2. Monitoring laporan hasil pengaduan
31 III.4.3. Monitoring tindak lanjut pengaduan
31 III.5. Upaya yang dapat dilakukan atas pengaduan yang
32 disampaikan
III.5.2. Hambatan Pengaduan Pada Tingkat Pusat (KLHK)
36 III.5.3. Menyampaikan Permohonan Dengan Kemungkinan
36 Terjadinya Fiktif Positif
BAB IV Strategi Mengawal Tindak Lanjut Pengelolaan Pengaduan
41 IV.1. Pengawalan Ketaatan Pelaku Usaha atas Pelaksanaan
41 Sanksi Administratif yang Dijatuhkan
IV.2. Melaporkan Hasil Pengawalan Pelaksanaan Sanksi
43 Administratif
IV.3. Strategi advokasi Melalui Media, DPR dan Ombudsman
43 Daftar Pustaka
47 Pendahuluan Tabel II.1. :
Jenis Izin dan Dokumen Lain Dalam Pengendalian Pencemaran Air
9 Tabel II.2. : Kewajiban Informasi Proaktif Untuk AMDAL dan Izin Lingkungan
11 Tabel III.1 : Jenis Sanksi Administratif dan Kualifikasi Pelanggaran
37 Bagan III.1. : Tata Cara Menyampaikan Pengaduan
24 Bagan III.2. : Alur Proses Pengaduan
28 Bagan III.3. : Upaya Yang Dapat Dilakukan Atas Pengaduan Yang Disampaikan Dengan Menggunakan Mekanisme Oversight & Secondline Enforcement (UU 32/2009) serta Keberatan & Banding Administratif (UU 30/2014)
33 Daftar Tabel
Daftar Bagan Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan DAS : Daerah Aliran Sungai DLHK : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan GPS : Global Positioning System
IPAL : Instalasi Pembuangan Air Limbah
IPLC : Izin Pembuangan Limbah Cair KAN : Komite Akreditasi Nasional KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KTUN : Keputusan Tata Usaha Negara PPLH : Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara RKL - RPL :
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
SKKLH : Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup SPPL :
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
UKL-UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Daftar Singkatan
Pendahuluan Pendahuluan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Pendahuluan
I Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Saat ini Indonesia tengah mengalami permasalahan serius berkaitan dengan kualitas air, khususnya sungai. Sungai yang merupakan salah satu sumber air di Indonesia terus menunjukan tren penurunan kualitas setiap tahunnya. Data dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Air, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa status mutu air sungai yang tercemar berat berjumlah 67.94% (Direktorat Pengendalian Pencemaran Air, 2016). Menyikapi hal ini, Pemerintah telah melakukan upaya dengan mencanangkan target pemulihan terhadap 15 Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas. Namun, program ini nyatanya belum menyelesaikan masalah. Berangkat dari situasi ini, pada tahun 2016 yang lalu, Indonesian Center for Environmental Law (“ICEL”) bersama dengan Van Vollenhoven Institute-University of Leiden (“VVI”), Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (“ECOTON”), serta pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan melakukan penelitian yang salah satu tujuannya, untuk mengidentifikasi secara empirik dan normatif permasalahan dalam pengelolaan kualitas air dan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
pengendalian pencemaran air. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa beberapa permasalahan fundamental yang menghambat implementasi pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air adalah tidak maksimalnya pengawasan dan penegakan hukum. Misalnya saja minimnya tindak lanjut dari pengaduan masyarakat atau tidak berjalannya pengawasan rutin yang merupakan kewajiban dari para pemberi izin. Pengawasan dilakukan hanya dengan mengandalkan laporan swapantau tanpa memiliki strategi untuk memverifikasi kebenaran laporan tersebut. Selain itu, penegakan hukum yang dilakukan sering tidak sesuai dengan aturan, cenderung diganti dengan pembinaan atau berhenti pada penyelesaian sengketa alternatif walaupun telah terjadi pencemaran. Permasalahan lainnya adalah kekurangan atau bahkan ketiadaan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) yang berwenang untuk melakukan pengawasan dan keterbatasan anggaran. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ini berimplikasi terhadap ketaatan pelaku usaha dan/ atau kegiatan yang sering sekali berkontribusi terhadap terjadinya pencemaran air.
Berangkat dari permasalahan di atas, ICEL mengusulkan pembaharuan sistem pengawasan dan penegakan hukum dalam konteks pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang salah satu caranya dapat dilakukan dengan keterlibatan aktif masyarakat. Partisipasi masyarakat berguna untuk membantu dan memberikan “tekanan” agar pemerintah menjalankan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam hal pengelolaan pengaduan, pengawasan dan penegakan hukum atas pencemaran air. Partisipasi masyarakat dimungkinkan karena Pasal 65 UU 32/2009 memberikan hak dan akses bagi masyarakat untuk terlibat dalam mengajukan usul, mengajukan keberatan, melakukan pengaduan dan mengawal pengawasan serta penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai langkah mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam pengendalian pencemaran air, ICEL bersama dengan VVI menyusun “Panduan Bagi Masyarakat Dalam Penanganan Pengaduan Tentang Pelanggaran Pencemaran Air”. Panduan ini memuat konsep dan strategi bagi masyarakat dalam melakukan
Pendahuluan
pengaduan, memilah dan mengumpulkan informasi yang relevan sebagai objek pengaduan, mengawal proses pengaduan sampai dengan mengawal tindak lanjut pengaduan. Pengawalan tindak lanjut pengaduan dilakukan dengan pengawalan terhadap pengawasan dan penjatuhan sanksi administratif oleh pemerintah (selaku penerbit izin lingkungan) serta pengawalan melalui instansi atau media di luar penerbit izin lingkungan. Pengawalan ini salah satunya dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Agar informasi yang disampaikan dalam panduan ini menjawab masalah kekinian, maka muatan dari panduan ini utamanya didasarkan dari analisis terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 32/2009), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ( “UU 30/2014”), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“Permen LH 2/2013”) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.22/MENLHK/SETJEN/SET.1/3/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan (“Permen LHK 22/2017”).
Untuk menjawab temuan dari penelitian dan pengalaman advokasi sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka isi buku panduan ini menggabungkan pendekatan “legal” dan “extralegal” untuk memastikan pemerintah menjalankan kewajiban mengelola pengaduan, pengawasan dan penegakan hukum. Atau dalam kalimat lain: memastikan pemerintah lebih akuntabel dalam menjalankan kewajibannya. Adapun sasaran pengguna panduan ini adalah masyarakat yang di dalamnya termasuk: masyarakat terdampak atau potensial terdampak pencemaran air dan civil society organization (CSO).
I.2. Tujuan, Kegunaan Dan Ruang Lingkup Panduan
Secara umum, panduan ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran aktif masyarakat dalam melakukan pengaduan serta pengawalan terhadap pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Peran
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
aktif masyarakat ini diharapkan juga dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Sedangkan tujuan khusus panduan ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai bagaimana cara memeriksa dokumen lingkungan terkait pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air;
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hak dan akses yang dapat mereka tempuh jika mengalami hambatan dalam pengaduan;
3. Memberikan pengetahuan agar masyarakat mampu mengawal pengawasan dan penegakan hukum atas pencemaran air;
4. Mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawal sanksi administratif yang dijatuhkan oleh pemerintah terhadap pelaku usaha/kegiatan; dan
5. Memberikan pengetahuan mengenai strategi menggabungkan pendekatan hukum dengan pendekatan ”ekstra”, melalui media, parlemen dan instansi lainnya yang relevan.
Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
II Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
II.1. Jenis-Jenis Izin dan Dokumen Lainnya dalam Pengendalian Pencemaran Air
Terdapat beberapa dokumen lingkungan hidup yang harus dimiliki usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah ke sungai dan/atau berpotensi menimbulkan pencemaran air pada sumber air. Dokumen-dokumen tersebut dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu dokumen kajian yang akan menentukan pengambilan keputusan pemberian izin, dokumen perizinan, dan dokumen laporan pelaksanaan kewajiban izin.
Dokumen-dokumen tersebut akan dijelaskan secara ringkas berdasarkan kategorinya pada tabel berikut:
Tabel II.1
Jenis Izin dan Dokumen Lain dalam Pengendalian Pencemaran Air
Kajian Izin/Dokumen Sejenis Laporan
AMDAL atau Izin Lingkungan Laporan Pelaksanaan Izin
UKL-UPL* Lingkungan (atau Laporan Pelaksanaan RKL-RPL) Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air Tidak ada Surat Pernyataan Kesanggupan Tidak ada Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup
Kajian Izin Pembuangan Air Limbah; Laporan Pelaksanaan Izin
pembuangan atau Pembuangan Air Limbah /
atau Izin Pemanfaatan Air LimbahIzin Pemanfaatan Air Limbah
pemanfaatan air untuk Aplikasi pada Tanah /
untuk Aplikasi pada Tanah; ataulimbah Izin Injeksi pada Formasi
Izin Injeksi pada Formasi
*) Untuk kegiatan yang tidak wajib AMDAL atau UKL-UPL, maka wajib membuat
Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan
II.2. Cara Mendapatkan Izin dan Dokumen Pengendalian Pencemaran Air Berdasarkan Mekanisme Keterbukan Informasi Publik
Semua izin dan dokumen pengendalian pencemaran air sebagaimana dipaparkan di atas merupakan dokumen publik. Terdapat 2 (dua) cara mengakses dokumen-dokumen tersebut, yaitu jika dokumen tersebut diumumkan secara proaktif (misalnya: penerbitan izin lingkungan) atau meminta dokumen tersebut melalui mekanisme Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi Proaktif Kewajiban pemberian informasi secara proaktif hanya terdapat bagi dokumen AMDAL dan izin lingkungan, keduanya sebagai bagian dari proses penerbitan izin lingkungan. Pengaturan ini ditemukan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
Tabel II.2
Kewajiban Informasi Proaktif Untuk AMDAL dan Izin Lingkungan
Penyusunan Ka-ANDAL.
Sekalipun AMDAL tidak “diumumkan” secara langsung, namun ringkasan informasi mengenai usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji serta prakiraan dampak penting hipotetik dari kegiatan wajib diumumkan pada tahap penyusunan Ka-ANDAL. Kewajiban ini melekat pada pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan. Pengumuman ini setidak-tidaknya
AMDAL selama 10 (sepuluh) hari kerja.
Informasi mengenai dimana AMDAL dapat didapatkan. Baik pengumuman di tahap Ka-ANDAL, pada saat permohonan Izin Lingkungan, maupun pemberian Izin Lingkungan; mensyaratkan pencantuman informasi dimana AMDAL dapat didapatkan.
Permohonan izin lingkungan.
Saat usaha dan/atau kegiatan mengajukan permohonan izin lingkungan, instansi yang berwenang memberikan izin harus mengumumkan permohonan izin tersebut selama 5 (lima) hari kerja dengan kesempatan SPT (saran, pendapat dan tanggapan) oleh masyarakat selama 10 Izin Lingkungan (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan.
Pemberian Izin Lingkungan. Penerbitan Izin Lingkungan juga wajib diumumkan, dengan jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak izin diterbitkan.
II.3. Cara Cepat Memahami Konten Izin dan Dokumen Lingkungan
1. Izin Lingkungan
a) AMDAL atau UKL-UPL dan Surat
Konten penting dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
AMDAL atau UKL/UPL:
1. Rencana pengelolaan
AMDAL atau UKL-UPL sama-sama
dan pemantauan
merupakan dokumen kajian lingkungan
lingkungan hidup
hidup yang dipersyaratkan bagi usaha
2. Prakiraan dampak
dan/atau kegiatan yang diperkirakan berdampak bagi lingkungan hidup. lingkungan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Bedanya, AMDAL dipersyaratkan bagi kegiatan dan/atau usaha yang “berdampak penting,” yang ditentukan berdasarkan beberapa kriteria terkait sifat dan besaran dampak (Pasal 22 dan 23 UU 32/2009); sementara UKL-UPL dipersyaratkan bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL berdasarkan penapisan (Pasal 34 dan 35 UU 32/2009 dan Lampiran I Permen LH 13/2010).
Di dalam AMDAL atau UKL-UPL ditentukan juga rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang harus dilakukan untuk memitigasi dampak yang diperkirakan. Berdasarkan hasil kajian dalam AMDAL atau UKL-UPL yang memprakirakan dampak lingkungan secara sendiri-sendiri maupun holistik, pemberi izin menentukan layak atau tidaknya suatu usaha dan/atau kegiatan. Jika usaha dan/atau kegiatan layak, maka AMDAL akan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH), yang akan menjadi dasar penerbitan Izin Lingkungan. Seharusnya, AMDAL atau UKL/UPL ini akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Izin Lingkungan.
b) Izin Lingkungan
Izin lingkungan merupakan
Konten Penting Izin Lingkungan:
keputusan tata usaha negara
1. Izin-izin terkait perlindungan
(KTUN) yang wajib dimiliki
dan pengelolaan lingkungan
usaha dan/atau kegiatan
hidup yang harus dipenuhi
yang wajib AMDAL atau UKL-
2. Persyaratan teknis
UPL. Tanpa izin lingkungan,
yang wajib dipatuhi
usaha dan/atau kegiatan tidak
penanggungjawab usaha/
dapat memperoleh izin usaha
kegiatan
maupun “melakukan” usaha dan/atau kegiatannya, karena
3. Jangka waktu berlakunya
kegiatan tanpa izin lingkungan
izin Lingkungan
dapat dipidana. Izin lingkungan mencantumkan ketentuan yang wajib dipatuhi penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan, yang mencakup persyaratan hukum dan teknis, termasuk izin- izin terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup lain yang harus dipenuhi penerima izin lingkungan. Jangka waktu berlakunya Izin Lingkungan adalah sepanjang berlakunya izin usaha; akan tetapi dalam hal usaha dan/atau
Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
kegiatan mengalami perubahan, maka izin lingkungan juga wajib diperbarui (diubah) (Pasal 40 ayat (3) UU 32/2009).
c) Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (“SPPL”)Pada dasarnya, SPPL merupakan surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL berdasarkan penapisan (Lampiran 3 Permen LH 13/2010). Jangka waktu berlaku SPPL adalah sampai dengan “berakhirnya usaha dan/ atau kegiatan,” atau dalam hal terjadi perubahan tertentu.
d) Laporan Pelaksanaan Izin Lingkungan (atau Laporan Pelaksanaan RKL-RPL)
Bagi penanggungjawab usaha
Laporan Pelaksanaan Izin
dan/atau kegiatan yang diberikan
Lingkungan atau RKL/RPL:
izin lingkungan, terdapat
1. Memuat data swapantau
kewajiban untuk menyampaikan
yang diujikan di
laporan pelaksanaan persyaratan
laboratorium lingkungan
dan kewajiban dalam izin
dan terakreditasi
lingkungan kepada pemberi
2. Disampaikan secara berkala
izin. Laporan ini disertai dengan setiap enam bulan sekali. data swapantau yang diujikan di laboratorium lingkungan dan terakreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional). Laporan ini wajib disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali (Pasal 53 ayat (2) 27/2012), kecuali ditentukan lain (lebih singkat, i.e. 3 bulan) dalam peraturan daerah. Di beberapa daerah, nomenklatur yang digunakan bisa berbeda, misalnya: Laporan Pelaksanaan RKL-RPL.
2. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait Pengendalian
Pencemaran Aira) Kajian pembuangan/pemanfaatan air limbah
Dalam proses permohonan izin pembuangan air limbah maupun izin
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
pemanfaatan air limbah, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib membuat dan melampirkan kajian dampak pembuangan air limbah ke sumber air (Pasal 41 PP 82/2001) dan/atau dampak pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah (Pasal 36 PP 82/2001). Kajian ini harus dipertimbangkan oleh pemberi izin untuk menentukan kelayakan lingkungan pembuangan air limbah ke sumber air atau pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah. Seharusnya, kajian ini menjadi dasar diterbitkannya izin terkait (Pasal 41 ayat (4) dan (5) PP 82/2001).
b) Izin Pembuangan Air Limbah ke Sumber Air
Usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah ke sumber air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air dan memiliki izin pembuangan air limbah ke sumber air (Pasal 37 dan 38 ayat (1) PP 82/2001). Sumber air tidak hanya sungai, melainkan meliputi air permukaan alami seperti sungai, rawa, waduk, danau; maupun sumber air buatan seperti kanal; namun tidak termasuk laut. Izin ini diberikan Bupati/Walikota dimana usaha dan/atau kegiatan membuang air limbah. Izin ini menjadi alat pengendalian agar sumber air tidak menerima beban pencemaran lebih dari daya tampungnya (Pasal 11 ayat (1) dan (2) PermenLH No. 1 Tahun 2010). Persyaratan teknis dalam mengelola dan membuang air limbah wajib dicantumkan dalam izin ini untuk memastikan pencemaran air dapat dicegah (Pasal 38 ayat (2) PP 82/2001), sebagai berikut:
a. kewajiban untuk mengolah limbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan; c. persyaratan cara pembuangan air limbah;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat; e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan; g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan
Pengawalan Melalui Penelaahan Dokumen Lingkungan
dadakan;
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
c) Izin Pemanfaatan Air Limbah untuk Aplikasi pada Tanah
Usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah. Izin ini diberikan oleh Bupati/Walikota. Fungsi dan materi muatan izin ini serupa dengan izin (f). Tidak semua aplikasi pada tanah dapat diizinkan, terdapat beberapa larangan pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada lahan gambut, lahan dengan permeabilitas lebih besar 15 cm/jam atau kurang dari 1,5 cm/jam, lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 2m (Pasal 29 ayat (3) Permen LH 1/2010).
d) Izin Injeksi pada Formasi
Khusus bagi usaha dan/atau kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi, pengelolaan air limbah dapat diizinkan dengan cara injeksi (Permen LH 13/2007). Izin injeksi pada formasi merupakan instrumen pengendalian untuk menentukan layak atau tidaknya injeksi air limbah pada formasi. Injeksi dilarang dilakukan jika air limbah dinyatakan sebagai limbah berbahaya dan beracun atau mengandung radiokatif (Pasal 2 ayat (3) Permen LH 13/2007). Izin mencantumkan kewajiban pengelolaan air limbah berdasarkan hasil kajian injeksi (Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 6 Permen LH 13/2007).
e) Laporan Pelaksanaan (b), (c), atau (d)
Bagi usaha dan/atau kegiatan yang diberikan izin (b), (c) atau (d), kewajiban melaporkan pelaksanaan izin secara berkala sesuai jangka waktu yang ditetapkan merupakan salah satu diktum dalam izin. Laporan ini biasanya bersifat lebih detail dan memuat hasil uji swapantau air limbah sesuai dengan metode dan frekuensi pemantauan pada titik pemantauan yang disyaratkan.
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
III Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
III.1. Memahami Jenis-jenis Objek Pengaduan
Permen LHK 22/2017 mengatur beberapa jenis objek pengaduan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Untuk kasus pencemaran air, maka objek pengaduan adalah terhadap usaha dan/atau kegiatan yang: (a) tidak memiliki izin lingkungan dan/atau izin PPLH; (b) tidak sesuai dengan izin lingkungan; dan/atau (c) melanggar peraturan perundang-undangan. Contoh dari objek pengaduan ini bisa bermacam-macam yang akan dijelaskan pada bagian berikut.
III.1.1. Objek Pengaduan Pada Tahap Perencanaan
Pengaduan dapat dilakukan tidak hanya untuk kegiatan yang telah berjalan saja, melainkan juga pada tahap perencanaan sebuah usaha dan/atau kegiatan.
Contoh kasus:
PT X yang bergerak dalam bidang properti, berencana membangun apartemen
yang terletak disekitar Sungai ABC. Unit yang akan dibangun berjumlah 1000 unit.
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air Pada tahap sosialisasi AMDAL, diketahui bahwa PT X tidak menyediakan instalasi pembuangan air limbah (IPAL). Berdasarkan contoh kasus ini, masyarakat dapat mengajukan pengaduan ke instansi penanggung jawab, karena ketiadaan IPAL akan membuat limbah apartemen tidak dapat dikelola dengan baik, sehingga berpotensi mencemari Sungai ABC.
Masih banyak contoh kasus lainnya yang dapat terjadi pada tahap perencanaan sebuah usaha dan/atau kegiatan. Intinya, untuk kegiatan yang wajib AMDAL, masyarakat dapat mengakses ringkasan informasi mengenai usaha dan/ atau kegiatan yang akan dikaji serta prakiraan dampak penting hipotetik. Pengumuman ini merupakan kewajiban pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan pada tahap penyusunan Ka-ANDAL.
Selain itu, masyarakat sebaiknya berperan aktif untuk mengetahui rencana pembangunan yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal mereka. Jika ditemukan kejanggalan, segera adukan ke instansi penanggung jawab. Untuk dapat mengetahui apakah ada kejanggalan atau tidak, masyarakat dapat berkonsultasi dengan DLHK, organisasi lingkungan hidup, perguruan tinggi, ataupun dengan pihak lainnya yang memiliki kapasitas.
III.1.2. Objek Pengaduan Pada Tahap Pelaksanaan
Pengaduan pada tahap pelaksanaan merupakan pengaduan yang paling banyak dilakukan. Banyak sekali jenis objek pengaduan pada tahap pelaksanaan, seperti: pembuangan limbah ilegal ke sungai, tidak melakukan penanggulangan dan pemulihan dalam keadaan darurat, tidak memiliki IPAL, tidak memiliki izin, dll.
Contoh kasus:
PT. X merupakan perusahaan pulp and paper yang berlokasi di pinggir Sungai
ABC. Dikemudian hari, diketahui oleh para petambak ikan di Sungai ABC, ada
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
saluran pembuangan limbah ilegal yang membuang limbah pada malam hari. Atas
temuan ini, petambak ataupun masyarakat yang lebih luas dapat mengajukan
pengaduan kepada instansi penanggung jawab.Selain contoh kasus di atas, terdapat juga beberapa objek pengaduan pada tahap pelaksanaan, antara lain:
1. Legalitas izin: Izin Lingkungan, SKKLH, Izin Pembuangan Air Limbah, dan
IPLC masih dalam masa berlakunya. Jika jangka waktu berlakunya sudah berakhir maka hal ini dapat diadukan.
2. Persyaratan pembuangan air limbah:
a. Titik penaatan: Perusahaan hanya boleh membuang air limbah di titik penaatan yang ditentukan. Pembuangan yang dilakukam di luar titik penaatan merupakan pelanggaran.
b. Dampak air limbah terhadap sumber air yang diterima: Bagaimana relevansi buangan limbah dengan kualitas badan air penerima? Jika pembuangan air limbah mengganggu perumtukannya, hal tersebut dapat diadukan.
c. Volume air limbah: observasi empiris dibutuhkan dalam mengamati ketaatan mengenai ketentuan volume air limbah seperti berapa volume air limbah yang dibuang dan seberapa besar kontribusi air limbah yang dibuang dibandingkan dengan sumber pencemar lainnya.
III.1.3. Objek Pengaduan Pasca Pelaksanaan
Pada tahap pasca pelaksanaan juga dimungkinkan adanya permasalahan pencemaran air. Karena dampak/akibat dari pencemaran dapat terjadi dalam rentang waktu pasca usaha/kegiatan selesai beroperasi.
Contoh kasus:
PT. X merupakan pabrik yang berlokasi di pinggir Sungai ABC. Air limbah PT.
X selama ini diketahui mengadung radioaktif. Selama beroperasi, tidak ada
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air keluhan dari masyarakat sekitar. 2 tahun pasca PT. X selesai beroperasi, ditemukan banyaknya keluhan sakit penyakit. Hasi laboratorium Dinas Kesehatan menunjukan bahwa banyak warga terpapar zat radio aktif akibat mengkonsumsi air Sungai ABC. Atas permasalahan seperti ini, masyarakat dapat mengajukan pengaduan kepada instansi penanggung jawab.
Pengaduan pada tahap pasca pelaksanaan juga penting, mengingat adanya kemungkinan resiko dampak terhadap kesehatan dan/atau pencemaran yang terjadi pasca usaha dan/atau kegiatan. Pengaduan pada tahap ini memungkinkan bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan ataupun pemerintah (jika tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab) untuk melakukan tindakan penanggulangan dan/atau pemulihan lingkungan.
III.2. Instansi Yang Bertanggungjawab Mengelola Pengaduan
Dalam Permen LHK 22/2017 diatur
Jika ternyata substansi
beberapa instansi yang bertanggung
pengaduan bukan jawab untuk mengelola pengaduan. merupakan kewenangan
Mengelola pengaduan yang dimaksud
kabupaten/kota, maka
disini adalah mulai dari menerima
DLHK wajib melimpahkan
pengaduan, melakukan verifikasi,
pengaduan tersebut ke
sampai dengan mengeluarkan instansi yang relevan. rekomendasi.
Berdasarkan Permen LHK 22/2017, instansi penanggung jawab berkewajiban menerima pengaduan yang disampaikan. Artinya, instansi-instansi tersebut tidak boleh menolak pengaduan yang disampaikan. Dalam menyampaikan pengaduan masyarakat bebas memilih untuk menyampaikan ke instansi penanggung jawab manapun. Hanya saja, demi efektivitas sebaiknya pengaduan disampaikan kepada instansi yang menerbitkan izin lingkungan.
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
III.2.1. Instansi Di Tingkat Kabupaten/Kota
Instansi yang bertanggung jawab di tingkat kabupaten/kota adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Nomenklatur dinas ini dapat berbeda-beda pada masing-masing daerah. Ada kabupaten/kota yang menggabungkan urusan lingkungan hidup dengan urusan lain, misalnya pemukiman dan kebersihan. Ada juga yang hanya membebankan urusan lingkungan hidup saja. Sejatinya, penting untuk diperhatikan apakah dinas tersebut memiliki tanggung jawab dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun, cara cepat mengetahuinya adalah memastikan bahwa adanya nomenklatur “lingkungan hidup” pada instansi tersebut. Adapun pengaduan yang disampaikan sebaiknya kepada instansi yang izin lingkungan dan/atau izin PPLH-nya diterbitkan oleh bupati/walikota. Jikapun substansi tersebut ternyata bukan merupakan kewenangan kabupaten/kota, maka DLHK wajib melimpahkan pengaduan tersebut ke instansi yang relevan. Selain DLHK Kabupaten/Kota, pengaduan juga dapat disampaikan kepada Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan instansi di bawah KLHK yang bertanggung jawab mengelola pengaduan di bidang kehutanan. Namun jika hanya KPH saja instansi yang mudah dicapai oleh masyarakat atau tidak ada saluran komunikasi lainnya, maka pengaduan mengenai pencemaran air dapat disampaikan ke KPH.
Selanjutnya KPH akan meneruskan kepada instansi yang relevan.
III.2.2. Instansi Di Tingkat Provinsi
Adapun instansi di tingkat provinsi yang bertanggung jawab adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK). Pada prinsipnya setiap pengaduan yang disampaikan harus diterima oleh DLHK, ketika substansi pengaduan tersebut bukan merupakan kewenangan DLHK Provinsi, maka akan dilimpahkan kepada instansi yang relevan. Oleh karena itu, dalam menyampaikan pengaduan terkait pencemaran air ke DLHK Provinsi sebaiknya disesuaikan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Provinsi, yaitu atas izin lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Gubernur.
III.2.3. Instansi Di Tingkat Nasional
Instansi di tingkat nasional yang bertangung jawab untuk mengelola pengaduan
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
adalah KLHK yang beralamat di Gedung Manggala Wanabakti Blok I, Lantai 1, Jalan Gatot Subroto-Senayan Jakarta Pusat. Adapun Sekretariat Pelayanan Penanganan Pengaduan Kasus-kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan terletak pada Blok I disebelah meja resepsonis. Sekretariat pengaduan tersebut berada pada ruang kaca. Setiap pengaduan mengenai pencemaran air yang diterima oleh sekretariat ini akan diteruskan kepada Direktorat Pengelolaan Pengaduan, Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administratif untuk diproses sebagaimana amanat Permen LHK 22/2017.
III.3. Tata Cara Penyampaian Pengaduan Pengaduan dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaduan secara langsung dilakukan dengan mendatangi sekretariat atau pos pengaduan yang ada pada instansi penanggung jawab. Sedangkan pengaduan secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan media pengaduan, seperti: telepon, surat, faksimili, surat elektronik, website, dll. Baik pengaduan secara langsung maupun tidak langsung adalah bersifat pilihan, yang artinya pengadu bebas memilih mengadukan secara langsung atau tidak.
Bagan III.1.
Tata Cara Menyampaikan Pengaduan
Tidak Langsung Langsung Melalui media pengaduan seperti: Mendatangi sekretariat
/pos pengaduan Telepon & Website & Media sosial Faksimili Pesan singkat (SMS)
Surat/ & Aplikasi pengaduan Email
& Media lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
III.3.1. Tata Cara Pengaduan Secara Langsung
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, pengaduan secara langsung disampaikan dengan mendatangi instansi penanggung jawab sebagaimana yang telah disampaikan pada bagian III.2. Pada saat melakukan pengaduan secara langsung, maka pengadu harus mengisi form pengaduan. Adapun informasi yang harus diisi meliputi:
a) Identitas pengadu identitas yang diisi disini adalah nama, alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi jika diperlukan informasi lebih lanjut. Jika pengadu tidak ingin identitasnya dibuka dengan alasan keamanan, maka pengadu dapat untuk menyampaikan hal tersebut kepada petugas.
b) Lokasi kejadian pada saat mengisi dimana lokasi kejadian, pastikan pengadu sudah memiliki alamat perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran atau lokasi mengenai dimana terjadinya pencemaran air.
c) Dugaan sumber atau penyebab (jika diketahui) jika diketahui, pengadu juga dapat menyampaikan dari mana dugaan sumber atau penyebab terjadinya pencemaran. Misalnya pengadu melihat instalasi pembuangan air limbah ilegal.
d) Waktu dan uraian kejadian waktu dan uraian kejadian merupakan satu rangkaian yang penting untuk diisi oleh pengadu. Pengadu perlu untuk menjelaskan bagaimana dan kapan terjadinya kejadian tersebut. Waktu dan uraian kejadian yang disampaikan disesuaikan dengan apa yang pengadu lihat atau alami.
e) Penyelesaian yang diinginkan. pengadu juga perlu untuk mengisi bagaimana penyelesaian yang diinginkan oleh pengadu. Umumnya dalam pencemaran air, penyelesaian yang diinginkan meliputi pemulihan dan tindakan tertentu untuk menghentikan dampak pelanggaran serta ganti rugi, dalam hal jika ada kerugian materiil yang dialami oleh pengadu.
Penanganan Pengaduan Pelanggaran Pencemaran Air
Jika pengadu memiliki keterbatasan untuk mengisi formulir, pengadu dapat meminta petugas untuk mengisi formulir tersebut sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh pengadu. Pada saat menyampaikan pengaduan secara langsung, disarankan pengadu juga membawa bukti pendukung yang relevan. Bukti pendukung yang relevan ini berupa data dan informasi seputar fakta kejadian, misalnya: foto, video, surat, dll. Jika pengadu ingin melampirkan foto atau rekaman video, maka sebaiknya diberikan keterangan lokasi dan waktu pengambilan gambar atau rekaman tersebut. Namun membawa bukti pada saat pengaduan bukan merupakan sebuah kewajiban pengadu. Setelah formulir selesai diisi oleh pengadu atau petugas, maka pengadu akan mendapatkan tanda terima pengaduan. Tanda terima pengaduan penting
untuk memantau perkembangan pengelolaan pengaduan. Oleh karena itu
jika petugas lupa atau tidak memberikan tanda terima, maka pengadu harus
pro aktif memintanya.III.3.2. Tata Cara Pengaduan Secara Tidak Langsung
Pada dasarnya, substansi pengaduan yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung adalah sama. Yang membedakan hanya media yang digunakan saja. Pada pengaduan secara tidak langsung, media yang digunakan adalah telepon, faksimili, surat, surat elektronik, website, media sosial, pesan singkat dan aplikasi pengaduan. Pengaduan yang disampaikan melalui media tersebut, akan ditindaklanjuti oleh petugas dengan mengisi formulir pengaduan.
a) telepon pada saat menyampaikan pengaduan
Membawa bukti pada
melalui telepon. Pengadu juga harus
saat pengaduan,
menyampaikan informasi yang sama
bukanlah kewajiban
seperti halnya menyampaikan pengaduan
pengadu
secara langsung, meliputi: identitas, lokasi kejadian, dugaan sumber atau
Tata Cara Pengelolaan Pengaduan
penyebab (jika diketahui), waktu dan uraian kejadian, serta penyelesaian yang diinginkan. Pada KLHK, nomor telepon yang dapat dihubungi adalah 0811-932-932. Jika pengadu ingin menelfon, maka harus diperhatikan karena layanan ini hanya beroperasi pada saat jam kerja saja. Namun pengadu dapat menggunakan short message service (sms) yang tersedia selama 24 jam.
b) faksimili pengaduan melalui faksimili juga harus memuat: identitas, lokasi kejadian, dugaan sumber atau penyebab (jika diketahui), waktu dan uraian kejadian, serta penyelesaian yang diinginkan. Hanya saja, akan lebih baik juga jika pengadu melampirkan bukti terkait seperti surat dan foto. No faksimili pada masing-masing daerah tentunya berbeda-beda. Maka penting bagi pengadu untuk mengetahui nomor faksimili instansi penanggung jawab terlebih dahulu, jika ingin menyampaikan pengaduan. Adapun pada KLHK, nomor faksimili yang tersedia adalah 0251-573-3940.