MOTIVASI DUGEM REMAJA PARTY GOERS DI YOGYAKARTA Skripsi
MOTIVASI DUGEM REMAJA PARTY GOERS DI
YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Anita Tjahjanto
NIM : 019114028
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
Penghargaan merupakan hak bagi mereka Yang berada dalam arena Mereka yang sungguh- sungguh berbuat… Mereka yang pada akhirnya, Bila berhasil, Tahu betapa manisnya sebuah sukses… Juga mereka yang,..
Bila gagal,.. Paling tidak bukan termasuk orang-orang dungu Yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya Menang atau kalah… (Theodore Roosevelt)
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Penulis, Anita Tjahjanto
ABSTRAK
Anita Tjahjanto. Motivasi Remaja Party Goers di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.
Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Perilaku dugem atau
clubbing akan timbul atau tumbuh pada diri seorang remaja, apabila diarahkan oleh
suatu motivasi, dimana proses motivasi dalam diri seorang remaja tersebut merupakan hasil interaksi antara motif yang juga disebut need (kebutuhan) dan aspek- aspek yang dimiliki oleh remaja tersebut yang meliputi aspek fisik, aspek kognitif dan aspek sosio-emosional. Motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas dugem timbul karena adanya suatu kebutuhan dasar, dan motivasi tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Motivasi disini dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kebutuhan setiap
party goers dalam memutuskan mengikuti aktivitas dugem dapat berbeda-beda
ataupun mungkin memiliki kesamaan antara party goers satu dengan yang lainnya.Subjek dalam penelitian ini adalah 3 remaja party goers yang ada di kota Yogyakarta, berusia sekitar 19-24 tahun yang memiliki kegemaran clubbing berkisar antara 2-5 kali seminggu. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara.
Hasil penelitian ini adalah motivasi intrinsik yang mendasari masing-masing subjek penelitian ketika melakukan aktivitas dugem yaitu atas dasar mencari kepuasan atas kesenangan dirinya karena merasa penat dengan aktivitas perkuliahan yang dijalaninya, sementara itu motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari aktivitas dugem yang mereka lakukan diakibatkan dari pengaruh ajakan orang lain dan adanya unsur menghindari hukuman karena tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak setia kawan.
Kata kunci: remaja party goers dan motivasi
ABSTRACT
Anita Tjahjanto (2009). Motivations of Party Goers Teenagers at
Yogyakarta. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Psychology Department.
Psychology Study Program, Sanata Dharma University.This research was qualitative descriptive research. The research aimed to get a descriptions on motivation of party goers teenagers at Yogyakarta.
Current teenagers tended to face various demand and hope, as well as danger and temptation that looked wider and more complex. One of biggest universal phenomena that teenagers faced was night life style or usually called in Indonesia “dugem”, mainly happened in urban. Behavior of night life or
clubbing would rise or grew in a teenagers, if it was directed by a motivation.
Process of the motivation in a teenager was resultof ineraction between motive or called need and teenager owned aspects including physical, cognitive and sosio- emotional aspect. A person‟s motivation in conducting “dugem” activity revealed duet to presence of basic need. And, motivation get into reaching objective that could meet or could satisfy the need. This research used intrinsic motivation and exstrinsic motivation. Need of party goers in deciding to join “dugem” activity could be different or perhaps had similiarity between party goers and others.
Subjects of this research was three teenagers of party goers who lived in Yogyakarta., aged about 19-24 years old who having hobby in clubbing ranged between 2-5 times a week. Gathering data of the research used interview method.
Result of the research concluded that intrinsic motivation by each subject when decided to join “dugem” activity was looked for satisfaction of themself because they feel bored with the university activity they had been taken, meanwhile exstrinsic motivations appeared from “dugem” activity was caused influences by other people and there was punishment avoiding factor because they didn‟t want other people had assumption as people didn‟t had solidarity.
Key words: Party Goers Teenagers and Motivations
Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala kebaikan dan kasih sayang yang telah menginzinkan selesainya tugas akhir ini. Penulis sungguh menyadari bahwa penelitian yang penulis susun ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi siapa saja yang mebutuhkannya.
Penelitian ini tidak akan terselesikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada: 1.
Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala rencana indah-Nya yang sulit untuk diraba.
3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang penuh kesabaran meluangkan waktu dan tenaga bagi penulis untuk menyelesikan tugas akhir ini dan terima kasih untuk bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bermanfaat demi hasil yang lebih baik dalam tugas akhir ini.
6. Para dosen Fakultas Psikologi USD yang telah membantu penulis dalam membentuk dan mengembangkan diri menuju arah yang lebih baik dan terima kasih atas ilmu yang diberikan.
7. Para subjek penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk membantu penulis. Tanpa kepercayaan dan keterbukaan dari mereka, penelitian ini mungkin tidak dapat terselesaikan dengan baik.
8. Mereka yang penuh arti dalam kehidupan penulis: Papi (terima kasih buat semua doa dan support yang selalu papi berikan buat kami), Mami (terima kasih buat semuanya terutama buat kesabaran mami menunggu kelulusanku.. Finally mom, I did it; even disappointed you, sorry..), Ade (thanks dul buat semuanya..), kakak‟ku Anton (thanks buat wejangan-wejangannya, mpek..).
I‟m nothing without you all.. I love you all.. Especially for cantu (thanks for everything th at you‟ve given to me.. I keep a part of u with me, and everywhere I am, there you‟ll be..).
9. Sahabat-sahabat aku: Mami Mira (thanks banget, nyet.. lo dah nemenin gw mulu..), Tyas, Ul-Ul, Vera, Ita, Cynthia, Yayak (nyai dasima), and Sonya (whatever you are, you‟re still my hero.. hihihi). Thank you for always being there for me.. You always on my heart..
11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis untuk bertahan dan tetap semangat, melalui merekalah penulis dapat meneguhkan kembali keyakinan untuk mencapai harapan dan impian yang pasti akan terlaksana pada waktunya.
Salam hormat, Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN MOTTO
………………………………………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ v ABSTRAK ......................................................................................................... vi ABSTRAC ......................................................................................................... vii
PUBILIKASI KARYA ILMIAH ……………………………………………viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………………. 7 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 7 D.
Manfaat Penelitian ………………………………………………… 7 Manfaat Teoretis
…………………………………………………... 7
M anfaat Praktis ……………………………………………………. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
………………………………………………. 8 A. Remaja ……………………………………………………………… 8 1.
Pengertian Remaja dan Batasan Usianya ……………………... 8 2. Aspek-Aspek Perkembangan Masa Remaja ............................... 10 B. Motivasi …………………………………………………………...... 17 1.
Definisi Motivasi ……………………………………………....... 17 2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinisik ................................. 21 3. Faktor-Faktor Motivasi .................................................................. 22 C. Dugem ………………………………………………………………. 24 1.
Pengertian Dugem ………………………………………………. 24 2. Pandangan atau Image Tentang Dugem atau Clubbing ………27 D. Motivasi Dugem Remaja Party Goers di Yogyakarta ....................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
…………………………………….. 33 A. Jenis Penelitian ……………………………………………………… 33 B. Subjek Penelitian …………………………………………………… 33 C. Definisi Operasional …………………………………………………34 D.
Metode Pengambilan Data ……………………………………….... 34 E. Pedoman Wawancara ……………………………………………… 37
G.
Kredibilitas Penelitian ........................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
……………………… 43 A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ……………………………. 43 B. Gambaran Umum Tempat Dugem di Yogyakarta ……………….. 45 C. Hasil Penelitian Subjek 1- Ln ……………………………………… 47 D.
Hasil Penelitian Subjek 2- Bm ……………………………………... 53 E. Hasil Penelitian subjek 3- Kr ………………………………………. 59 F. Ringkasan Motivasi Dugem Remaja Party Goers di Yogyakarta .. 66 G.
Pembahasan ………………………………………………………... 67
BAB V PENUTUP
……………………………………………………………... 71 A. Kesimpulan …………………………………………………………. 71 B. Saran ………………………………………………………………… 71
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………... 73
DAFTAR TABEL
TABEL 1: Tabel Pedoman Observasi …………………………………………………….. 37 TABEL 2: Ta bel Pedoman Umum Wawancara ………………………………………...... 37 TABEL 3: Tabel Rancangan Tabel
Analisis ………………………………………………. 38 SKEMA 1: Skema Proses Motivasi ……………………………………………………….. 20
LAMPIRA N ………………………………………………………………….. 75
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Slogan kota pelajar sangat melekat pada kota Yogyakarta. Banyaknya
universitas yang ada di Yogyakarta dan banyaknya pelajar dari berbagai daerah cukup mencerminkan bahwa kota Yogyakarta memang merupakan kota pelajar.
Seiring berubahnya waktu, masyarakat sebagai suatu sistem yang terpola dan terstruktur, juga senantiasa mengalami perubahan di berbagai bidang. Yogyakarta yang semula dianggap sebagai kota pelajar, akhir-akhir ini seakan-akan berkiblat pada metropolitan.
Yogyakarta saat ini telah mengalami banyak perubahan, baik perubahan fisik maupun non fisik. Perubahan fisik terlihat melalui (1) Perkembangan kawasan perbelanjaan, seperti; Malioboro Mall di Jl. Malioboro, Galeria Mall di daerah Sagan, Alfa, Safir Square, Plaza Ambarukmo di Jl. Adi Sucipto, Indogrosir di Jl.
Magelang, Makro, dan lain-lain. (2) Tempat-tempat hiburan, seperti; Java Café,
Boshe dan Liquid di Jl. Magelang, Hugo’s Café, Caesar dan Embassy di Jl. Adi
Sucipto, Republic di kawasan Malioboro, dan lain-lain. (3) Prasarana-sarana transportasi, komunikasi dan lain-lain. Perubahan tersebut telah menyebabkan arus informasi dan teknologi dari manapun dapat dengan mudah diakses di kota ini. Munculnya warung-warung internet (warnet) telah memudahkan masyarakat
2 untuk mengetahui perkembangan dunia dan berbagai informasi yang bersifat up to date sehingga masyarakat menjadi makin kritis.
Perkembangan tempat-tempat dugem di Yogyakarta sendiri sekarang ini berkembang sangat pesat, seringkali di jalan-jalan kita melihat adanya spanduk yang menawarkan aktivitas-aktivitas dugem di suatu café-café tertentu maupun
club-club yang ada di Yogyakarta. Bahkan, tidak jarang ada spanduk-spanduk
yang menawarkan aktivitas dugem bagi kaum pelajar yang bertuliskan university
party . Tidak jarang pula di tempat-tempat dugem justru hampir sebagian besar
pengunjung yang datang adalah kaum remaja.Majalah ”Vibe (The Ultimate
Guide for Clubber Free For Die Hard Clubber
)” menyebutkan bahwa hampir lebih dari setengah pengunjung yang datang memenuhi ruangan adalah mahasiswa dalam acara university party yang diadakan
Hugo’s cafe dan party
semacam ini sekarang sudah menjadi trend di kalangan para pelajar dan mahasiswa yang diadakan setiap hari senin malam.
Kaum remaja bisa diandaikan sebagai kelompok usia yang berada di simpang jalan yang penuh dengan pertentangan. Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Daniel Offer dan kawan-kawan (Santrock, 2003) juga mencatat adanya stereotip tentang remaja sebagai orang yang sangat tertekan dan terganggu, sehingga tidak banyak diantara para remaja memiliki citra diri yang sehat. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan buruk terhadap masa
3 pribadi dan penggambaran media, dan terkadang tidak satupun memberikan gambaran obyektif tentang bagaimana perkembangan remaja yang normal (Feldman dan Elliot dalam Santrock, 2003). Dariyo (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki emosi yang cenderung labil. Pada masa remaja ini, mereka cenderung mudah mengalami stress yang diakibatkan tekanan-tekanan yang diperoleh baik dari rutinitas sehari-hari, banyaknya tugas dan padatnya jadwal kuliah, tekanan lingkungan sosial maupun keluarga yang mengharuskan mahasiswa lulus tepat waktu; selain itu pada masa remaja ini mereka mudah mengalami marah dan tersinggung. Hal ini juga dikarenakan mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib dirinya sendiri, sehingga banyak dari remaja yang mulai mencari kesenangan untuk dirinya sendiri. Selain problematika cinta dan seks, kaum remaja juga sangat sensitif terhadap problematika jati diri (self identity).
Ada banyak definisi tentang beragam problematika masa remaja, yang secara sosial berakumulasi pada pencarian jati diri. Daradjat (Perdana, 2003), misalnya, menyatakan bahwa remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan diantara masa anak-anak ke masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan- perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Transisi dari bentuk fisik, cara berpikir dan bertindak yang bukan lagi anak-anak, namun bukan pula orang dewasa inilah yang selalu memicu
4 Pada masa remaja ini, mereka berusaha mencari dan bersosialisasi di lingkungan luar rumah. Sikap seperti itu merupakan salah satu bentuk ekspresi masa transisi itu, yaitu masa peralihan dari anggota keluarga ke anggota masyarakat. Karena setting sosial yang dihadapinya jauh lebih kaya warna dan dinamika, maka wajar saja bila mereka mendapatkan pengetahuan baru yang bisa saja bersifat konstruktif atau positif maupun bersifat destruktif atau negatif.
Berdasarkan uraian tersebut, di atas semua bentuk ekspresi jiwa muda itu, hal yang penting adalah bahwa semuanya mengarah pada upaya pencapaian jati diri.
Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja kita, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap.
Istilah ini sangat dikenal di kalangan remaja dan mereka yang menggandrungi pesta dan hiburan malam. Jika kita mendengar kata dugem, yang terlintas dipikiran kita kurang lebih gambaran akan tempat gelap dengan warna warni cahaya lampu disko, asap rokok yang memenuhi ruangan, suara hingar bingar musik dari live band atau DJ (disk jcokey), dance floor yang penuh dengan laki- laki dan perempuan yang nge-dance dengan berbagai gaya sesuai dengan musik yang dimainkan oleh band atau DJ, meja bar, dan minuman beralkohol.
Biasanya acara dugem dilaksanakan di kafe-kafe atau bar dengan suguhan akan menu makanan dan minuman serta suguhan berupa acara yang menarik.
Hingar bingar kehidupan malam, tidak pernah lepas dari sensasi. Tempat hiburan
malam rata-rata memiliki acara rutin, untuk membuat penikmatnya tidak bosan
5
kota-kota besar, tidak jarang pula digelar acara khusus supaya menarik para
pengunjung. Hal itulah yang membuat para pecinta dugem atau party goers
(istilah untuk mereka yang hobi dugem) tidak sungkan-sungkan mengeluarkan isi
kantong mereka hingga ratusan ribu rupiah hanya untuk hiburan semalam, sebab
hiburan yang disuguhkan dinilai cukup menghibur dan bisa mengendurkan
kepenatan akibat berbagai aktivitas keseharian.Dugem sendiri sering dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif bagi
sebagian orang-orang, meskipun sebenarnya aktivitas dugem sendiri bukan
merupakan hal yang bisa dianggap negatif. Negatif atau tidaknya aktivitas dugem
tergantung dari tujuannya, apa yang dilakukan seseorang ketika melakukan
aktivitas dugem itu sendiri dan adanya kontrol diri individu tersebut. Jika aktivitas
dugem dilakukan setiap hari dan menimbulkan adanya suatu perasaan
ketergantungan bagi individu yang melakukannya, mungkin hal ini dapat
dianggap negatif terutama dikalangan remaja.Meskipun dugem sering dipersepsikan sebagi hal yang negatif, namun pada
kenyataannya tempat-tempat dugem di Yogyakarta tetap ramai pengunjung,
terutama kalangan remaja. Seolah-olah para remaja party goers tidak terbebani
dengan status mereka sebagai pelajar. Mereka justru lebih banyak memilih
mengunjungi tempat-tempat dugem di waktu akhir pekan ataupun hari-hari
tertentu, seperti hari Rabu yang s udah diberikan label sebagai “Rabu gaul” oleh kaum party goers. Istilah ”Rabu gaul” sendiri diambil dari sebuah event yang6
ternyata cukup diminati walaupun tidak diadakan pada akhir minggu. Acara
inipun kemudian diadaptasi oleh tempat hiburan malam di Yogyakarta, antara lain
Hugo’s Cafe, untuk membuat suatu trend baru yaitu clubbing di hari Rabu. Sejak
itulah label ”Rabu gaul” menjadi suatu istilah yang melekat di kalangan party
goers hingga saat ini.Pada kenyataannya banyak remaja yang akhirnya memilih untuk pergi
mengunjungi tempat-tempat dugem karena takut dianggap sebagai anak yang
tidak “gaul”, ketinggalan zaman, cupu, tidak setia kawan, bahkan ada yang
merasa takut dikucilkan oleh teman-temannya jika tidak mengikuti aktivitas
dugem atau clubbing. Hal tersebut dianggap lebih penting dibandingkan adanya
bahaya-bahaya yang mungkin mengancam kaum remaja. Mereka tetap memilih
untuk mengikuti aktivitas dugem; lebih baik mengikuti trend dengan dugem
dibandingkan mendapat label sebagai remaja yang tidak “gaul”. Tidak jarang dari
mereka yang sampai mengorbankan kuliah ataupun sekolah hanya karena
aktivitas dugem, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi potensi akademis
mereka dalam hal pendidikan.Dengan adanya fenomena problematika kaum remaja saat ini, yang menjadi
pertanyaan besar adalah bagaimana motivasi remaja party goers di Yogyakarta.
Inilah tujuan yang ingin diketahui melalui penelitian ini.
7
B. Rumusan Masalah
Bagaimana motivasi keterlibatan remaja party goers di Yogyakarta dalam mengikuti aktivitas dugem.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu wacana tambahan bagi dunia psikologis, khususnya psikologi perkembangan, dan psikologi sosial mengenai motivasi remaja party goers di Yogyakarta.
2. Manfaat Praktis a.
Memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai motivasi yang mendasari kaum remaja dalam memutuskan mengikuti aktivitas dugem.
b.
Dapat memberikan pengetahuan dan informasi tambahan bagi orangtua agar orangtua lebih memberikan perhatian pada anak-anaknya yang berusia
remaja dan mewaspadai perubahan yang terjadi pada anaknya, orangtua juga dapat memahami perlunya pendampingan anak terutama ketika anak berada di usia remaja dimana pada usia tersebut merupakan proses menuju
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja dan Batasan Usianya Remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Batas usia remaja awal yaitu 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan batas usia remaja akhir yaitu 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun (Hurlock, 1999). Gunarsa (1981), mengatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja merupakan individu yang berusia antara 12- 22 tahun.
Masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak termasuk golongan orang dewasa atau tua. Remaja ada diantara anak-anak dan orang dewasa. Secara global usia remaja berlangsung antara 12-21 tahun dengan pembagian sebagai berikut, 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Monks, 2002).
9 Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis, tapi juga dalam artian fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.
Dalam masyarakat Indonesia, remaja adalah individu berusia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2003). Batasan ini dibuat dengan pertimbangan sebagai berikut: a.
Usia 11 tahun adalah usia tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).
b.
Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik secara adat dan agama (kriteria sosial).
c.
Pada usia tersebut mulai ada tanda penyempurnaan perkembangan diri seperti tercapainya identitas diri, fase genital, perkembangan kognitif dan moral (kriteria psikologis).
d.
Usia 24 tahun merupakan batas maksimal, untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas tersebut masih menggantungkan diri pada orangtua, masih belum memiliki hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat atau tradisi), belum bisa memberi pendapat sendiri, dan sebagainya.
e.
Status pernikahan sangat menentukan karena arti pernikahan sangat penting dalam masyarakat Indonesia. Seorang yang sudah menikah, pada
10 usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa. Karena itu definisi remaja dibatasi khusus yang belum menikah.
Pengertian remaja menurut peneliti, yaitu suatu tahap perkembangan individu yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju kedewasaan.
Remaja terdiri dari 2 bagian, yaitu remaja awal berusia sekitar 11 tahun-17/18 tahun dan remaja akhir berusia sekitar 18/19 tahun-24 tahun. Remaja biasanya masih berstatus belum menikah.
Seperti pada perkembangan anak-anak, faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan, dan pengalaman berinteraksi pada perkembangan remaja baik secara kontinuitas maupun diskontinuitas. Perkembangan (development) merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi dan berlanjut sepanjang siklus hidup. Perkembangan sebagian besar mencakup pertumbuhan, walaupun juga mencakup penurunan (seperti dalam kematian dan sekarat). Pola gerakan perkembangan pada individu bersifat kompleks karena merupakan hasil dari beberapa proses biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Aspek-aspek selama perkembangan remaja meliputi (Santrock, 2003): A. Perkembangan Fisik
Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun
11 yang berlebihan terhadap citra citra tubuh sendiri, sangat kuat pada masa remaja, terutama sangat mencolok selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja. Perbedaan gender menandai persepsi remaja mengenai tubuh mereka. Pada umumnya, remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja putra selama masa pubertas (Brooks-Gunn dan Paikiff dalam Santrock, 2003).
Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot mereka meningkat (Gross dalam Santrock, 2003).
B.
Perkembangan Kognitif
B.1. Tahap-tahap perkembangan kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003), seseorang berkembang melalui empat tahap utama perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Setiap tahap tersebut berkaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir yang berbeda.
a.
Pemikiran sensorimotor Tahap sensorimotor (sensorimotor stage) yang berlangsung sejak
12 Piaget. Pada tahap ini, bayi membangun pemahamannya akan dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman inderawinya (misalnya dengan melihat dan mendengar) dengan gerakan fisik, motorik, sehingga disebut sensorimotor. Pada awal tahap ini, bayi yang baru lahir hanya memiliki sejumlah pola refleks untuk bereaksi.
b.
Pemikiran praoperasional Tahap praoperasional (preoperational stage) yang berlangsung dari usia sekitar 2 sampai 7 tahun, adalah tahap perkembangan kedua Piaget. Dalam tahap ini, anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata, bayangan atau gambar. Pemikiran simbolik sudah lebih jauh daripada hubungan sederhana antara informasi dan tindakan.
c.
Pemikiran opersional konkret Tahap operasional konkret (concrete operational stage) yang berlangsung sejak sekitar usia 7 sampai 11 tahun, adalah tahap perkembangan Piaget yang ketiga. Pada tahap ini anak mampu melakukan operasi kognitif. Penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama nalar dapat diterapkan pada suatu kejadian khusus atau konkret.
d.
Pemikiran operasional formal Tahap opersional formal (formal operational stage) adalah tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif Piaget, yang
13 yang sedang berkembang pada remaja membuka cakrawala pemikiran dan sosial yang baru. Pemikiran operasional formal bersifat lebih abstrak daripada pemikiran operasional konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja di tahap operasional formal tampak jelas pada kemampuan remaja untuk memecahkan masalah secara verbal. Seiring dengan sifat abstrak dari pemikiran operasional formal pada remaja, muncul juga pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Bila anak-anak berpikir secara konkret, atau berkaitan dengan hal yang nyata dan terbatas, remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain. Pemikiran semacam itu sering kali membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Sepanjang masa remaja, pemikiran seseorang juga sering kali melayang, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Seiring dengan munculnya pemikiran remaja yang lebih abstrak dan idealistis,
14 ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya. Piaget yakin bahwa berpikir operasional formal adalah yang paling tepat menggambarkan cara berpikir remaja (Santrock, 2003).
B.2. Egosentrisme Egosentrisme remaja (adolescent egocentrism) menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian sangat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. B.3. Perkembangan kognisi sosial Perkembangan kognitif remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial.
Kognisi sosial (social cognition) mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka, orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Kognisi sosial dipandang dari sudut perkembangan kognitif terutama didasarkan pada teori Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg (Santrock, 2003). Mereka berpendapat bahwa pemikiran sosial seseorang dapat dipahami dengan lebih baik dengan meneliti perkembangannya. Seperti
15 pengalaman lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan tahap cara berpikir seseorang. Kohlberg mengemukakan bahwa remaja berusaha untuk mencapai keseimbangan intelektual atau ekuilibrium. Usaha ini dipengaruhi oleh interaksi dari waktu ke waktu dengan orang lain dan kejadian-kejadian di dunia. Dalam mencapai tahap cara berpikir yang baru, seseorang mampu menyeimbangkan kesan yang dulu dimilikinya mengenai diri dan dunianya dengan informasi yang diterimanya saat ini. Dalam pandangan pakar perkembangan kognitif, masa remaja mencakup perubahan besar dalam hal cara seseorang berpikir dan menalar mengenai dirinya maupun orang lain.
C.
Perkembangan Sosio-emosional
Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota, karena bagi mereka dikucilkan berarti stres, frustrasi, dan kesedihan. Teman sebaya (peers) yang dimaksud disini adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga dan dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya atau bahkan lebih
16 buruk dari apa yang dilakukan remaja lain. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan.
Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif, menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret mencoret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Ada pula konformitas pada remaja yang tidak negatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan aktivitas sosial yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang benar.
Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikkan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka
17 menarik dan memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologi. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Tiap kelompok di mana remaja termasuk di dalamnya memiliki dua hal umum yang sama pada kelompok-kelompok yang lain, yaitu norma-norma dan peran. Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok. Peran (role) merupakan posisi tertentu dalam kelompok yang disusun oleh aturan-aturan dan harapan-harapan. Peran menentukan bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam posisi tersebut.
B. Motivasi 1. Definisi Motivasi
Motif dan motivasi mempunyai kaitan yang sangat erat. Motif adalah setiap keadaan atau kondisi seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif yang ada dalam diri seseorang menjadi perbuatan-perbuatan atau tingkah laku yang mengarah pada pencapaian kebutuhan atau tujuan. Di sini kita melihat suatu perbedaan yang jelas antara motif dan mo tivasi. Motif hanya menyajikan “keadaan siap” sedangkan motivasi menggerakkan “keadaan siap” untuk mencapai suatu
18 merupakan suatu keadaan yang netral, atau kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misalnya pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup dan sebagainya. Dalam suatu motif umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan dan unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kedua unsur di atas terjadi di dalam diri manusia, namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal di luar diri manusia, misalnya keadaan cuaca, kondisi lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu dapat saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat, jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin terjadi (Handoko, 1992).
Kartono (www.wikipedia.org, Mei 2007) mengemukakan motivasi adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dorongan (driving force) di sini dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Menyoroti istilah motivasi dari sumber yang memberikan dorongan, maka dapat ditemukan bahwa sumber dorongan itu bisa datang dari dalam atau dari sesuatu yang menggerakkan keinginan dari luar. Sumber penggerak motivasi yang berasal dari dalam cenderung berawal dari kebiasaan individu (yang telah berkembang secara kompleks), sedangkan motivasi yang sumber penggeraknya datang dari luar selalu disertai oleh persetujuan, kemauan, dan kehendak individu.
19 Menurut Petri (1981), motivasi merupakan suatu konsep yang dipakai untuk mendeskripsikan daya-daya dalam diri seseorang yang menyebabkan timbulnya serta mengarahkan tingkah laku. menurut Steers dan Porter (1983) motivasi seseorang ditandai oleh 3 aspek, yaitu: (a) energi, yaitu apa yang memberikan kekuatan pada tingkah laku; (b) arah, yaitu apa yang memberi arah pada tingkah laku; serta (c) keajegan, yaitu bagaimana tingkah laku itu dipertahankan. Aspek energi atau intensitas dari motivasi menunjukkan kesungguhan atau keseriusan orang bertingkah laku. Aspek arah dari motivasi menggambarkan mengapa orang mengarahkan usahanya pada satu hal tertentu dan bukan pada hal lain. Aspek keajegan menunjukkan keajegan suatu tingkah laku atau kesinambungan dari kegiatan yang dilakukannya (Octavianty, 1998).
Motivasi adalah suatu proses yang berasal dari dalam diri seseorang yang mengarahkan dan menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dimana aktivitas tersebut merupakan hasil interaksi antara motif dengan aspek-aspek yang dimiliki individu, yang meliputi aspek energi, arah dan keajegan yang ditunjukkan pada pemuasan kebutuhan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energi) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.