TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh INDA RESKY AULIA

20120320020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Inda Resky Aulia

NIM : 20120320020

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sunber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 19 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan


(4)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur atas terselesaikannya karya tulis ilmiah ini peneliti persembahkan kepada orang-orang yang selalu menginspirasi dan memotivasi dalam perjalanan hidup dan masa-masa kuliah. Tiada kata yang lebih pantas selain kata alhamdulillah dan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua yang membantu dan mendukung penulisan Proposal ini.

Terima kasih peneliti ucapkan kepada:

 Ibunda dan ayahanda tercinta yang telah mencucurkan keringat dan mencurahkan kasih sayang, dukungan dan semangat serta doa restu sehingga kuliah yang peneliti jalani terselesaikan dan berjalan dengan lancar.

 Kakak dan adik tersayang Nidya Anggraini dan Trie Pamungkas yang selalu memberikan dorongan semangat untuk tetap kuat dalam menyelesaikan Proposal ini.

 Keluarga besar Wajdib yang selalu memberi dukungan untuk tetap kuat dalam menyelesaikan proposal ini.

 Sahabat-sahabat saya Finanti Puja, Nina Nur’aini, Aprilliana D. P, Rizsa Ayunir dan Annisa Ul Husna yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan proposal ini

 Teman-teman PSIK 2012 dan semua pihak yang membantu kelancaran penyusunan proposal penelitian ini.

 Semua yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu terima kasih atas segenap doa dan dukungan dalam penyusunan Proposal ini.


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal yang berjudul: “TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA”. Proposal ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep,.Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Romdzati S.Kep., Ns., MNS. selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran, kelembutan dan pengorbanan sehingga beliau mampu membimbing dan mengarahkan peneliti dalam menyusun Proposal ini.

3. Ibu Arianti, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan pada proposal ini sehingga proposal ini menjadi lebih baik.

4. Pihak Sekolah MAN 1 Yogyakarta yang telah memberikan tempat untuk melakukan penelitian ini.

5. Pihak Sekolah MAN 2 Yogyakarta yang telah memberikan tempat untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas


(6)

v

Peneliti menyadari bahwa Proposal ini memiliki kekurangan, mengingat keterbatasan peneliti, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 19 Agustus 2016


(7)

vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ………. i

KEASLIAN PENELITIAN ………. ii

KATA PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ………... .. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

INTISARI ………. xi

ABSTRACT ……….. ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Remaja ... 10

B. Pengetahuan ... 12

C. Anatomi Mata ... 16

D. Konjungtivitis ... 19

E. Peran Perawat ……….. ... 30

F. Peran Pemerintah ……… ... 32

G. Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

E. Definisi Operasional ... 38

F. Instrumen Penelitian ... 38

G. Cara Pengumpulan Data ... 40

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41


(8)

vii

J. Etika Penelitian ... . 44

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN... . 46

A. Hasil Penelitian ………. 46

B. Pembahasan …………..………. 54

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ....………. 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... . 64

A. Kesimpulan ………...……… 64

B. Saran ………. ...………. 65

DAFTAR PUSTAKA ………... 66 LAMPIRAN


(9)

viii Daftar Tabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional 31

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian 39

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r Reliabilitas 42

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden 47

Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden di MAN 1 Yogyakarta 48 Tabel 4.3 Persentase Jawaban Responden Setiap Komponen 50 Tabel 4.4 Presentase Tingkat Pengetahuan tentang Konjungtivitis

di MAN 1 Yogyakarta 51

Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Usia

di MAN 1 Yogyakarta 51

Tabel 4.6 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Jenis Kelamin

di MAN 1 Yogyakarta 52

Tabel 4.7 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Riwayat

Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta 53

Tabel 4.8 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Sumber


(10)

ix

Daftar Gambar

Gambar 1 Anatomi Mata ………. 18


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Permohonan menjadi responden

Lampiran 2. Pernyataan kesediaan menjadi responden Lampiran 3. Kuesioner penelitian

Lampiran 4. Lembar hasil olah data uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 5. Lembar hasi distribusi frekuensi karakteristik responden dan crosstab tingkat pengetahuan

Lampiran 6. Surat izin survey pendahuluan Lampiran 7. Surat izin uji validitas

Lampiran 8. Surat etik penelitian Lampiran 9. Surat Izin Dinas Perizinan


(12)

xi

Inda Resky Aulia, (2016), Tingkat Pengetahuan Remaja Madya tentang Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta

Pembimbing : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS INTISARI

Latar Belakang : Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Konjungtivitis masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan jalan di rumah sakit di Indonesia sebanyak 135.749 orang. Konjungtivitis harus cepat ditanggapi karena bisa menyebabkan komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi umum dari konjungtivitis adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan sangat mempengaruhi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta terhadap konjungtivitis.

Metode Penelitian : Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 251 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 5%. Tehnik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta dalam kategori cukup yaitu sebanyak 115 orang (45,8%), pengetahuan baik sebanyak 96 orang (38,2%) dan pengetahuan kurang sebanyak 40 orang (15,9%).

Kesimpulan dan Saran : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN1 Yogyakarta adalah cukup. Diharapkan pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik mengenai konjungtivitis melalui Usaha Kesehatan Sekolah atau bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di Yogyakarta.


(13)

xii

Inda Resky Aulia, (2016), Inda Resky Aulia, (2016),The level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Supervisor : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS

ABSTRACT

Background: Conjunctivitis is a disease occurred around the world and may infect

people regardless the age. Conjunctivitis is included as one of 10 diseases mostly suffered by outpatiens in Indonesia hospital (135.749 pasients). Conjunctivitis must be quickly addressed since it may lead to other complication depending on the etiology. A common complication of conjunctivitis is the loss of vision that will influence the patients in doing their daily activities.

Objective: This research aimed to find out the level of middle adolescent knowledge

about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Methods: This research was a descriptive research using survey as its approach. The

sample used was 251 respondents with relative accuracy (d): 5%. The sample was collected through stratified random sampling. The data was collected by using questionnaire. The data was analyzed by descriptive statistic method.

Results: The result indicated that level of middle adolescent knowledge in MAN 1

Yogyakarta in medium category was 115 respondents (45.8%), in good category was 96 respondents (38.2%) and in poor category was 40 respondents (15.9%).

Conclusions and Recommendations: The level of middle adolescent knowledge

about conjunctivitis at MAN 1 Yogyakarta was enough. It was expected that schools can provide a better counseling about conjunctivitis through school health program or trough the assistance of the Health Department in Yogyakarta.


(14)

(15)

Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta Pembimbing : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS

INTISARI

Latar Belakang : Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Konjungtivitis masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan jalan di rumah sakit di Indonesia sebanyak 135.749 orang. Konjungtivitis harus cepat ditanggapi karena bisa menyebabkan komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi umum dari konjungtivitis adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan sangat mempengaruhi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta terhadap konjungtivitis.

Metode Penelitian : Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 251 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 5%. Tehnik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta dalam kategori cukup yaitu sebanyak 115 orang (45,8%), pengetahuan baik sebanyak 96 orang (38,2%) dan pengetahuan kurang sebanyak 40 orang (15,9%).

Kesimpulan dan Saran : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN1 Yogyakarta adalah cukup. Diharapkan pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik mengenai konjungtivitis melalui Usaha Kesehatan Sekolah atau bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di Yogyakarta.


(16)

knowledge about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta Advisor : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS

ABSTRACT

Background: Conjunctivitis is a disease occurred around the world and may infect

people regardless the age. Conjunctivitis is included as one of 10 diseases mostly suffered by outpatiens in Indonesia hospital (135.749 pasients). Conjunctivitis must be quickly addressed since it may lead to other complication depending on the etiology. A common complication of conjunctivitis is the loss of vision that will influence the patients in doing their daily activities.

Objective: This research aimed to find out the level of middle adolescent knowledge

about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Methods: This research was a descriptive research using survey as its approach. The

sample used was 251 respondents with relative accuracy (d): 5%. The sample was collected through stratified random sampling. The data was collected by using questionnaire. The data was analyzed by descriptive statistic method.

Results: The result indicated that level of middle adolescent knowledge in MAN 1

Yogyakarta in medium category was 115 peoples (45.8%), in good category was 96 peoples (38.2%) and in poor category was 40 peoples(15.9%).

Conclusions and Recommendations: The level of middle adolescent knowledge

about conjunctivitis at MAN 1 Yogyakarta was enough. It was expected that schools can provide a better counseling about conjunctivitis through school health program or trough the assistance of the Health Department in Yogyakarta.


(17)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan yang membungkus atau melindungi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbar). Lokasi konjungtiva yang berada di luar, menyebabkan konjungtiva sangat mudah terkena mikroorganisme dan benda-benda asing yang berada di lingkungan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan terjadinya peradangan pada konjungtiva (Vaughan, 2008).

Peradangan pada konjungtiva atau konjungtivitis merupakan istilah umum yang mengacu pada berbagai kelompok penyakit terutama berpengaruh pada konjungtiva (Feder, 2013). Konjungtivitis terbagi menjadi dua kelompok yang termasuk infeksius dan noninfeksius. Konjungtivitis infeksius seperti konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri, dan virus serta yang lain disebabkan oleh chlamydia, jamur, dan parasit. Sedangkan, konjungtivitis yang termasuk noninfeksius yaitu konjungtivitis alergik (Mejia-Lopez dkk, 2011).

Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin dan strata sosial. Penyakit ini merupakan penyakit mata yang paling umum walaupun tidak ada data akurat mengenai insidensi konjungtivitis (American Academy of Opthalmology, 2013)


(18)

Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia. Sebanyak 135.749 orang yang melakukan kunjungan ke departemen mata, ditemui total kasus konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva sebanyak 99.195 orang, tetapi belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak (Kemenkes RI, 2010).

Konjungtivitis dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi konjungtivitis secara umum adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan mempengaruhi aktivitas penderita, kerusakan permanen pada mata, abrasi kornea dan pembentukan jaringan parut, serta konjungtivitis adalah gejala awal penyakit sistemik berat, yaitu penyakit Kawasaki (Corwin, 2009).

Studi yang dilakukan oleh Lung-chan dkk (2014) mengatakan bahwa konjungtiva pada anak dan remaja di Taipe,Taiwan relatif tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shakira dkk (2012) di RSUD Raden Mattaher Jambi, diketahui dari 74 kasus konjungtivitis paling banyak terjadi pada remaja usia 11 tahun sampai 18 tahun dengan jumlah 30 kasus. Berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak terkena konjungtivitis sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutagalung dkk (2011) adalah SMA dengan jumlah 57 kasus. Data rawat jalan RSUD Sleman, Yogyakarta menyatakan konjungtivitis pada usia 15 tahun – 24 tahun berada pada posisi 5 dengan jumlah 143 kasus ( Dinkes Kab.Sleman, 2010)


(19)

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik (Notoatmodjo, 2007). Remaja madya (15-18 tahun) cenderung masih bersifat kekanakan, namun pada usia ini sudah timbul unsur baru, yaitu rasa percaya diri, adanya kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri, mencintai dirinya sendiri dan tidak tahu memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Sehingga pengetahuan sangat penting diberikan pada usia tersebut untuk mengurangi kebingungan pada remaja.

Banyak remaja yang tidak mengetahui apa itu konjungtivitis dan banyak persepsi remaja yang kurang tepat mengenai konjungtivitis terutama pada penularan dan pengobatan. Setelah mewawancarai 10 remaja yang bersekolah di MAN 1 Yogjakarta, 10 remaja ini pernah mengalami konjungtivitis atau yang lebih mereka kenal dengan belekan. Kesepuluh remaja ini tidak pernah ke puskesmas atau rumah sakit jika mengalami konjungtivitis, mereka hanya menggunakan obat tetes mata yang di beli tanpa mengetahui jenis kandungannya di apotek, dengan alasan konjungitivitis bukanlah penyakit yang berbahaya.

Selain menggunakan obat tetes mata, terdapat tujuh remaja yang mengatakan bahwa konjungtivitis dapat diobati dengan menggunakan air seni (air kencing) pada pagi hari, air daun sirih dan juga celak arab yang diletakkan di sekitar mata dan dua remaja mengatakan konjungtivitis dapat diobati dengan menggunakan


(20)

saliva. Remaja-remaja ini mengatakan bahwa konjungtivitis dapat menular dan delapan diantaranya mengatakan bahwa konjungtivitis dapat menular melalui tatapan mata. Hasil dari studi pendahuluan dengan mewawancarai guru mengatakan bahwa sekolah yang diteliti peneliti MAN 1 Yogyakarta tidak pernah dilakukan penelitian tentang konjungtivitis dan juga tidak adanya pemberian pendidikan kesehatan tentang konjungtivitis baik itu dari pihak sekolah ataupun dinas kesehatan.

Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus tentang konjungtivitis terutama pada pengobatannya dalam menangani penyakit tersebut. Hal tersebut seharusnya dapat sejalan dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam meningkatkan pengendalian penyakit (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Indonesia mencanangkan vision 2020 pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden waktu itu. Vision 2020 adalah suatu inisiatif global untuk penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia yang dibuat oleh WHO (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2014). Belum adanya kebijakan khusus dari pemerintah terkait konjungtivitis membuat peran perawat sebagai seorang pendidik (educatar) tidak berjalan dengan baik, sehingga kesadaran masyarakat maupun siswa-siswi dalam memeriksakan kesehatan mata menjadi kurang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Erwin (2011) tentang tingkat pengetahuan siswa SMA Methodis Pematang Siantan terhadap


(21)

konjungtivitis adalah sedang. Menurut hasil yang di dapat, siswa mengetahui tentang pengenalan konjungtivitis, tetapi tidak mengetahui cara penularan konjungtivitis serta penyebab terjadinya konjungtivitis. Selain usia, kebudayaan di suatu daerah juga mempengaruhi pengetahuan seseorang. Kebudayaan adalah suatu kesatuan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan seseorang. Sedangkan, di setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda sesuai dengan riwayat daerah termasuk letak geografis daerah seperti di penggunungan, pantai, dan lain sebagainya (Mubarak, 2007).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

B. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan remaja terhadap konjungtivitis?” C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja terhadap konjungtivitis 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang penyebab konjungtivitis b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala


(22)

c. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang cara penularan konjungtivitis

d. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang pencegahan terjadinya konjungtivitis.

e. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang pengobatan yang tepat untuk konjungtivitis

f. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi konjungtivitis

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat untuk : 1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menjadi sumber data untuk pemerintah untuk mencanangkan program sosialisasi atau penyuluhan tentang kesehatan mata pada remaja terutama konjungtivitis.

2. Bagi Perawat

Membantu mengaplikasikan ilmu yang didapat selama proses belajar mengajar baik dari segi konsep maupun metode dan dapat memberikan intervensi kepada masyarakat atau siswa-siswi yang terkena konjungtivitis. 3. Bagi peneliti selanjutnya

Dari hasil penelitian dapat dijadikan referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya dalam ranah yang lebih spesifik.


(23)

E. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang terkait yaitu :

1. Erwin (2011), dengan judul Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Methodist Pematang Siantar tentang Konjungtivitis. Jenis penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pengambilan data secara non-probability sampling, yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 83 orang yang merupakan remaja dari usia 15-19 tahun. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa tingkat pengetahuan siswa di SMA Methodist Pematang Siantar memiliki tingkat pengetahuan sedang sebanyak 61 orang (73,6 %), tingkat pengetahuan baik 14 orang (16,8 %) ,tingkat pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (9,6%).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada pengambilan data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan stratified random sampling, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan consecutive sampling. Persamaan pada penelitian ini adalah subyek yang digunakan sama-sama remaja.

2. Anindya dan Isgiantoro (2014), dengan judul Pengetahuan Konjungtivitis pada Guru Kelas dan Pemberian Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan pada Siswa Sekolah Dasar. Jenis penelitian menggunakan penelitian potong lintang dengan pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah sampel 134 responden. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa


(24)

tingkat pengetahuan guru tentang konjungtivitis adalah kurang. Perbedaan peniliti dan penelitian sebelumnya terdapat pada variabel, responden juga pengambilan sampel. Penelitian sebelumnya menggunakan dua variabel untuk melihat tingkat pengetahuan dan perilaku pemberian pendidikan kesehatan mencuci tangan dengan respondennya adalah guru. Persamaan dari penelitian peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah sama dalam menilai tingkat pengetahuan tentang konjungtivitis.

3. Gustiana, Azhar dan Zainul (2013), Karakteristik Klinis dan Demografis Penderita Konjungtivitis yang Berobat. Jenis penelitian menggunakan design deskriptif cross sectional dengan menggunakan data primer. Objek yang diteliti adalah seluruh pasien yang di rawat serta yang datang ke poliklinik rawat jalan bagian mata di RSUD Raden Mattaher Jambi. Hasil penelitian menyebutkan dari 109 pasien yang di teliti, peneliti hanya mendapatkan 74 data penderita konjungtivitis di karenakan penolakan wawancara. Sampel penderita konjungtivitis berdasarkan jenis kelamin dari 74 kasus konjungtivitis paling banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dengan jumlah 38 kasus. Sampel konjungtivitis berdasarkan umur, diketahui bahwa dari 74 kasus konjungtivitis paling banyak terjadi pada anak usia 11-18 dengan jumlah 30 kasus. Sampel konjungtivitis berdasarkan tanda klinis, didapatkan dari 74 kasus konjungtivitis paling banyak terjadi dengan tanda klinis mata berair dan merah dengan jumlah 74 kasus. Sampel konjungtivitis berdasarkan gejala klinis, didapatkan dari


(25)

74 kasus konjungtivitis gejala klinis yang paling banyak terjadi yaitu gatal dengan jumlah 44 kasus, dan paling sedikit pada gejala klinis berupa terasa ada benda asing dengan jumlah 6 kasus.


(26)

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescent merupakan masa transisi anatara masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial (Papalia dkk, 2008). Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). WHO menetapkan batas usia remaja dalam dua bagian, yaitu remaja awal usia 10-12 tahun dan remaja akhir usia 15-20 tahun.

2. Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja (Konopka dalam Yusuf, 2011) :

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.


(27)

Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti. b. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini remaja masih bersifat kekanakan dan sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, adanya kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri, dan rasa percaya diri, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya

c. Remaja akhir (19-22 tahun)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.


(28)

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum.

Prevalensi yang didapatkan dari data kesehatan Sleman, Yogyakarta (2010) menyatakan bahwa penderita terbanyak yang terkena konjungtivitis adalah remaja pada usia 15-18 tahun. Hasil data ini menunjukan bahwa pentingnya pendidikan tentang konjungtivitis perlu diberikan pada remaja madya.

B. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2010), pengetahuan adalah hasil yang didapat dan diketahui melalui penginderaan yang dimiliki seseorang baik dari penglihatan, penghidu, pendengaran dan sebagainya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang.

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki enam karakteristik, yaitu (Notoatmodjo, 2007) :


(29)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sebelumnya telah dipelajari. Mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari termasuk dalam tingkat ini. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Menyebutkan, menguraikan, mendefinisakan, menyatakan dan sebagainya merupakan kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajarinya

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai mengetahui kemampuan untuk menjelaskan secara langsung tentang apa yang sudah didapat dan dipelajari dengan benar. Contoh: menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu bahan yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah didapatkan dan dipelajari dalam keadaan yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk mengartikan atau menjelaskan suatu materi yang telah dipelajari. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat


(30)

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagaianya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menjelaskan struktur atau pola dari materi yang telah didapat dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau yang telah ada.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan, antara lain (Mubarak, 2007) :

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang sehingga dapat berprilaku baik. Pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin mudah dalam mencerna suatu informasi, dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah.


(31)

b. Minat

Minat merupakan suatu tingkat keinginan seseorang untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan baik pengetahuan maupun ketrampilan. Hal ini dapat menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang lebih dalam.

c. Pekerjaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pekerjaan dapat mempengaruhi sebuah tingkat pengetahuan berhubungan dengan lingkungan tempat kerja yang membuat seseorang memperoleh pengetahuan secara langsung maupun tidak langsung.

d. Informasi

Informasi adalah suatu data yang diperoleh dari orang lain, media cetak maupun media masa untuk dijadikan bahan pengetahuan yang baru. Cepat lambatnya seseorang mendapatkan pengetahuan baru, tergantung dari seberapa mudah orang tersebut mendapatkan informasi. e. Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu kesatuan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan seseorang. Sehingga kebudayaan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.


(32)

f. Umur

Seiring bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi suatu perubahan fisik maupun psikologis. Sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap daya tangkap dan pola pikir.

g. Pengalaman

Pengalaman merupakan sesuatu yang pernah dilakukan seseorang dilingkungannya dalam berpartisipasi. Seseorang yang mengalami pengalaman buruk, lebih cenderung untuk cepat melupakan dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai pengalaman baik.

C. Anatomi Mata 1. Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga memiliki bentuk kelengkungan yang berbeda (Illyas, 2014). 2. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat bagian terluar yang melindungi mata dan hampir seluruhnya terdiri dari kolagen (Vaughan, 2008). Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vascular. Sklera memiliki kekakuan tertentu sehingga mempenharuhi pengukuran tekanan bola. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm, sklera masih tahan terhadap kontusi trauma tumpul (Illyas, 2014).


(33)

3. Kornea

Kornea adalah jaringan transparent yang ukuran dan struktur sebanding dengan kristal yang ada di sebuah jam tangan kecil. Rata-rata kornea dewasa adalah 550 micrometer dengan tebal di tengah, 11.75 mm diameter horizontal dan 10.6 mm diameter vertical. Dari anterior sampai posterior, kornea terdiri dari 5 lapis yaitu epithelium, membran bowman, stroma, membran descemet dan endothelium (Illyas, 2014). 4. Uvea

Uvea merupakan lapis vascular yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uvea dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea memberikan konstribusi pasokan darah ke retina (Vaughan, 2008).

5. Pupil

Ukuran pupil pada anak-anak berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf simpatis. Ukuran pupil orang dewasa adalah sedang, dan pupil akan mengecil akibat adanya cahaya yang dibangkitakan oleh lensa dan sklerosis (Vaughan, 2008).

6. Lensa Mata

Jaringan ini berasal dari permukaan ectoderm yang berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (Vaughan, 2008).


(34)

7. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang tipis, semitransparent, memiliki lembaran yang berlapis-lapis. Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada hiperimea (Vaughan, 2008).

8. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (konjungtiva tarsalis) dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitales di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2008).


(35)

Gambar I. Anatomi mata

D. Konjungtivitis 1. Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang pada selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata (Ilyas, 2014). Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi (Vaughan & Asbury’s, 2010)

Karena lokasinya, konjungtiva mudah terkena banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan luar yang mengganggu. Terdapat beberapa mekanisme pelindung permukaan mata dari substansi luar yaitu, pada film air mata, komponen aqueosa yang mengencerkan materi infeksi, mucus yang menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra yang mengalirkan air mata ke duktus air mata (air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA)).


(36)

Patogen yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, herpes simplex tipe 1 dan tipe 2, dua picornaviruses dan sebagian besar strain adenovirus pada manusia. Dua agen yang ditularkan melalui seksual adalah Clhamydia trachomatis dan Neisseria genorrhoeae (Vaughan, 2008).

2. Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu infeksius dan noninfeksius. Virus dan bakteri adalah penyebab terbanyak dalam kelompok infeksius serta yang lain disebabkan oleh jamur dan parasit. Konjungtivitis yang termasuk dalam noninfeksius adalah konjungtivitis alergi dan konjungtivitis (American Academy of Opthalmology, 2013).

a. Viral conjunctivitis

Virus merupakan penyebab tertinggi dari semua kasus konjungtivitis akut. Banyak kesalahan kasus dalam mendiagnosa viral conjunctivitis sebagai bacterial conjunctivitis (O’brien dkk, 2009). Sebanyak 60%-90% kasus dari viral conjunctivitis ini disebabkan oleh adenovirus (Kaufman, 2011)

Viral conjunctivitis memiliki resiko tinggi dalam penularan melalui kontak tangan, alat pengobatan, air pada kolam renang atau bagian tubuh lain yang terkontaminasi (Amir dkk, 2013).


(37)

Masa inkubasi pada viral conjunctivitis adalah 5 sampai 12 hari. Penularan penyakit mulai pada 10 sampai 15 hari (Hovding, 2008)

Pencegahan dalam viral conjunctivitis dengan mencuci tangan, desinfeksi yang ketat pada alat yang digunakan untuk mengobati mata, pisahkan tempat tidur penderita dari tempat tidur orang lain yang tidak terkena konjungtivitis (Amir dkk, 2013).

Walaupun tidak memiliki penatalaksanaan yang efektif, artificial tears (air mata buatan), antihistamin topikal atau kompres dingin dapat digunakan sebagai penatalaksanaan untuk mengurangi gejala yang muncul (Skevaki dkk, 2011).

Penggunaan antiviral tidak dianjurkan dan penggunaan antibiotik topikal tidak diindikasikan. Penggunaan obat tetes mata antibiotik dapat meningkatkan resiko penularan dari obat itu sendiri dan dapat meningkatkan angka resisten dari bakteri. Pasien dengan gejala yang tidak berkurang lebih dari 7 sampai 10 hari harus di rujuk ke poli mata karena dapat menyebabkan komplikasi (amir dkk, 2013).

b. Bacterial Conjunctivitis

Bacterial conjunctivitis dapat terjadi akibat dari individu yang terinfeksi, atau hasil abnormal dari perkembangbiakkan mikroorganisme di konjungtiva. Kontaminasi jari tangan, penyebaran oculogenital dan penularan melalui fomit merupakan


(38)

penularan pada bacterial conjunctivitis. Pada anak, penyakit ini sering terjadi karena H influenzae, S pneumoniae, and Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis ini berlangsung selama 7 sampai 10 hari (Amir dkk, 2013).

Hyperacute conjunctivitis ditandai dengan keluarnya kotoran mata yang bernanah dan penurunan penglihatan, pembengkakan pada kelopak mata, dan mata terasa nyeri ketika dipalpasi. Bacterial conjunctivitis dikatakan kronik jika terjadi lebih dari 4 minggu dan disebabkan oleh Staphylococcus aureus, dan Moraxellalacunata. (Yannof, 2004). Masa inkubasi dari konjungtivitis bakteri adalah 1-7 hari dan 2-7 hari adalah masa penularan konjungtivitis bakteri (Amir dkk,2013).

c. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun terganggu (Vaughan, 2010).

d. Allergic conjunctivits

Konjungtivitis alergi merupakan respon inflamasi dari konjungtiva yang disebabkan oleh tepung sari, rumput, bulu hewan dan antigen lain disekitar lingkungan. Mata merah dan


(39)

gatal dan edema merupakan gejala tersering pada konjungtivitis alergi (Bielory dkk, 2012).

Pengobatan untuk konjungtivitis alergi adalah menghindari antigen dan menggunakan larutan salin atau artificial tears ( air mata buatan) untuk mengurangi dan menghilangkan alergen dan kompres dingin untuk menghilangkan edema (Bielory dkk, 2012).

3. Gejala Klinis Konjungtivitis

Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva (Vaughan, 2010).

4. Komplikasi

a. Komplikasi Pengobatan Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara tidak rasional dan berlebihan merupakan fenomena yang terjadi di seluruh dunia. Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit yang rawan terjadi penggunaan antibiotika secara tidak rasional. Rasionalitas penggunaan antibiotik dalam penatalaksanaan konjungtivitis sangat rendah. Sebagaian besar


(40)

penggunaan antibiotika tidak rasional karena tidak ada indikasi dan tidak tepat jenis (Tampi, 2011).

Terdapat 48 catatan medik dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi berjumlah 27 (56,3 %) dan tidak ada indikasi 21 (43,7%). Berdasarkan ketepatan penggunaan antibiotik, ada 1 (3,7%) tepat dan tidak tepat 26 (96,3%). Hal tersebut terjadi karena konjungtivitis memiliki banyak macam berdasarkan penyebabnya tetapi tanda dan gejala banyak yang hampir sama (Tampi, 2011).

b. Komplikasi Pengobatan Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek antiinflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut (Sitompul, 2011).

Efek samping kortikosteroid amat banyak dan dapat terjadi pada setiap cara pemberian (Baschant & Tuckermann, 2010). Oleh sebab itu, kortikosteroid hanya diberikan apabila manfaat terapi melebihi risiko efek samping yang akan terjadi (risk-benefit ratio). Dosis dan lama terapi dengan kortikosteroid bersifat individual. Pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk dimulai dari dosis tinggi kemudian


(41)

diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis inflamasi. Apabila kortikosteroid digunakan selama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukan secara bertahap (tapering off) (American Academy of Ophthalmology, 2007).

1) Glaukoma

Pada beberapa pasien, kortikosteroid topikal menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) yang disebut sebagai corticosteroid-induced ocular hypertension. Apabila peningkatan TIO tersebut menetap dan menyebabkan gangguan lapang pandang serta kerusakan saraf penglihatan, maka terjadi corticosteroid-induced glaucoma. Corticosteroid-induced ocular hypertension terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah pemberian kortikosteroid potensi kuat atau beberapa bulan setelah pemberian kortikosteroid potensi lemah. Potensi dan konsentrasi sediaan kortikosteroid topikal berbanding lurus dengan “kemampuan” mencetuskan corticosteroid-induced ocular hypertension dan corticosteroid-induced glaucoma (Sitompul, 2011).

Kortikosteroid menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia di jaringan trabekular. Kortikosteroid mempengaruhi proliferasi, fagositosis serta bentuk dan ukuran sel pada jaringan trabekular. Selain itu, kortikosteroid menyebabkan penumpukan


(42)

materi ekstraseluler melalui induksi proliferasi apparatus Golgi, peningkatan jumlah retikulum endoplasma, dan peningkatan jumlah vesikel sekretorik, meningkatkan sintesis fibronektin, laminin, kolagen, dan elastin. Struktur aktin sitoskeleton jaringan trabekular mengalami reorganisasi menjadi cross-linked actin networks (CLANs). Seluruh perubahan morfologi dan biokimia pada jaringan trabekular menyebabkan gangguan aliran cairan aqueous. Gangguan tersebut mengakibatkan peningkatan TIO pada corticosteroid-induced glaucoma (Clark dkk, 2010).

2) Katarak

Corticosteroid-induced subcapsular cataract adalah efek samping lain yang sering ditemukan pada penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang. Penyebab timbulnya katarak adalah ikatan kovalen antara steroid dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein struktural (Sitompul, 2011). Ikatan kovalen tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan lensa pada katarak. Selain itu, kortikosteroid menghambat pompa Na-K pada lensa sehingga terjadi akumulasi cairan dan koagulasi protein lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa (Poetker & Rehh, 2010). Risiko terjadinya katarak berbanding lurus dengan lama penggunaan kortikosteroid topikal (Sitompul, 2011).


(43)

5. Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit (Noor, 2006). Pencegahan primer konjungtivitis dapat dilakukan dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, meningkatkan hygiene (mencuci tangan dengan bersih, tidak menggunakan handuk atau barang yang sama dengan penderita) dan sanitasi lingkungan, rajin membersihkan mata dan menggunakan pelindung mata saat bekerja (Hendrawati, 2008).

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi (Noor, 2006). Pencegahan ini dapat dilakukan pada saat melakukan diagnosa. Diagnosis pada konjungtivitis bervariasi tergantung jenisnya. Saat melakukan diagnosis yang perlu diperhatikan adalah jenis dari konjungitivitis, keparahan dan frekuensi gejala, durasi lamanya penyakit, penggunaan obat-obatan (hendrawati, 2008) dan riwayat penggunaan lensa kontak (Marlin, 2009).


(44)

6. Penatalaksanaan

Konjungtivitis juga dapat sembuh sendiri selama 2 minggu walaupun tanpa pengobatan. Pengobatan yang paling sering diberikan untuk penderita konjungtivitis yaitu jenis tetes mata dan salep mata. Perbedaan dalam setiap jenis pengobatan konjungtivitis yaitu kandungan yang terdapat dalam obat tetes mata atau salep mata. (Illyas, 2008).

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebabnya. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dapat diobati dengan sulfonamide atau antibiotik. Pengobatan diberikan sebelum pemeriksaan mikroorganisme dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol, tobramicin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikroorganisme (Vaughan, 2010)

Konjungtivitis karena jamur sangat jarang terjadi sedangkan konjungtivitis karena virus , pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis karena alergi pengobatannya terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen,


(45)

sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis (belekan) juga dapat diobati dengan menggunakan pengobatan konvensional. Beberapa pengobatan konvensional tersebut adalah :

a. Air rebusan daun sirih

Penggunaan daun sirih telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Ekstrak daun sirih mengandung daya antibakteri yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya yang mampu menghambat berbagai macam pertumbuhan bakteri. Ekstrak daun sirih efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aerus yang merupakan flora normal dalam tubuh manusia yang dapat menjadi pathogen pada kondisi (Inayatullah, 2012).

b. Air kencing (urine)

Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa urine memiliki manfaat bagi kesehatan, salah satunya adalah untuk mengobati konjungtivitis (belekan), sehingga urine sudah sangat banyak dijadikan terapi sejak bebrapa tahun silam.. Urine normal manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur dan


(46)

zat-zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan (Prayogo, 2009).

Masyarakat menggunakan urine sebagai obat konjungtivitis karena sudah terbukti kasiatnya. Beberapa orang melaporkan pengalaman mereka dalam terapi urine untuk menyembuhkan konjungtivitis. Urine yang digunakan adalah urine yang dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Penggunaannya dengan merendam mata pada urine yang telah di sediakan pada gelas (Fullerton, 2015).

Urine telah terbukti dapat menyembuhkan penyakit konjungtivitis, tetapi hal tersebut tidak memiliki evidence based untuk membenarkan hal tersebut (Fullerton, 2015). Dr.Slazus dari Nelson R Mandela School of Medicine, Durban, South Africa mengatakan bahwa penggunaan urine sebagai obat untuk menangani konjungtivitis dapat menyebabkan infeksi pada kornea mata yang akhirnya terjadi kebutaan ( Raibeard, 2008).

E. Peran Perawat

Perawat adalah salah satu anggota kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting dalam perawatan anak, yaitu (Asmadi, 2008) :


(47)

1. Pelaksana layanan keperawatan (Care Provider)

Perawat memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien sesuai dengan kewenangannya. Asuhan keperawatan ini diberikan karena adanya kelemahan pada fisik yaitu pada mata, serta keterbatasan pengetahuan tentang konjungtivitis. Perawat sebagai care provider bertugas untuk memberi kenyamanan dan rasa aman bagi klien, dan berusaha mengembalikan kesehatan klien. 2. Pengelola (Manager)

Perawat memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, posyandu, puskesmas, dll) maupun tatanan pendidikan sesuai dengan konsep manajamemen keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan layanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pengobatan untuk konjungtivitis serta memberikan rasa aman kepada klien.

3. Pendidik (Educator)

Perawat bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentan konjungtivitis sebagai upaya menciptakan perilaku yang kondusif bagi kesehatan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Peran ini tidak hanya dapat dilaksanakan di rumah sakit, namun perawat dapat melaksanakan peran ini dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang konjungtivitis di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.


(48)

4. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan

Keperawatan harus terus melakukan upaya untuk mengembangkan dirinya sebagai sebuah profesi. Berbagai tantangan, persoalan dan pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan diselesaikan dengan baik. Riset keperawatan akan menambah dasar pengetahuan ilmiah keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien. Riset keperawatan tentang konjungtivitis sangan membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, oleh karena itu perawat harus mampu melakukan riset keperawatan tentang konjungtivitis.

F. Peran Pemerintah

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan financial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) adalah meningkatnya pengendalian penyakit dan status kesehatan masyarakat yang dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan, salah satunya adalah pada remaja (Kemenkes RI, 2015).

WHO membuat program vision 2020 yang direkomendasikan untuk diadaptasi oleh Negara-negara anggota dalam menangani permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan. Vision 2020 merupakan suatu inisiatif global untuk


(49)

penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Vision 2020 telah dicanangkan di Indonesia pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Seokarnoputri sebagai wakil presiden saat itu (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2014).

Peran pemerintah yang mencanangkan vision 2020 dalam pengendalian penyakit terutama pada penyakit dan gangguan mata masih memprioritaskan masalah kebutaan dan gangguan penglihatan pada mata, yaitu katarak dan refraksi (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2014). Katarak merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid dengan jangka panjang. Kortikosteroid merupakan pengobatan yang banyak digunakan oleh masyarakat yang terkena konjungtivitis yang dapat beresiko terjadinya katarak jika penggunaannya kurang tepat (Sitompul, 2011). Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk tingkat kejadian konjungtivitis.


(50)

G. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab II maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka konsep tingkat pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis

Ket:

Variabel yang di teliti : Variabel yang tidak di teliti :

Baik Cukup

Tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis: 1. Etiologi 2. Gejala klinis 3. Penularan 4. Komplikasi 5. Pencegahan 6. Penatalaksanaan

atau pengobatan

Prilaku penanganan Konjungtivitis A. Farmakologi :

1. Antibiotik 2. Kortikosteroid B. Non Farmakologi :

1. Air rebusan daun sirih

2. Urine

Factor yang mempengaruhi pengetahuan :

1. Pendidikan 2. Minat 3. Pekerjaan 4. Informasi 5. Kebudayaan 6. Umur 7. pengalaman

Kurang

A. Komplikasi Famakologi : 1. Glaukoma dan

katarak pada penggunaan kortikosteroid B. Komplikasi

NonFarmakologi 1. Kebutaan pada

penggunaan urine


(51)

35

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis rancangan survey yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antarvariabel dalam suatu populasi (Nursalam, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner pada remaja di MAN 1 Yogyakarta.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi adalah keseluruhan dari semua variabel yang menyangkut masalah yang diteliti. Populasi target dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di MAN 1 Yogyakarta. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 667 siswa dengan jumlah siswa kelas X sebanyak 233 siswa, kelas XI sebanyak 214 siswa dan kelas XII sebanyak 220 siswa sesuai dengan jumlah pada tahun ajaran 2015/2016.

2. Sampel adalah populasi yang terjangkau dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Sampel yang diambil merupakan usia remaja berkisar 15-18 tahun. Kriteria usia sampel berdasarkan usia remaja madya menurut WHO dan DepKes. Adapun kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah :


(52)

a. Remaja yang bersedia menjadi responden b. Remaja yang berusia 15-18 tahun

c. Remaja yang berada di MAN 1 Yogyakarta

Teknik penarikan sampel akan menggunakan stratified random sampling, dimana pengambilan sampel melihat dari strata atau kedudukan subjek (seseorang) yang digunakan untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi untuk mencapai sampel yang representative (Nursalam,2013). Besar sampel yang digunakan dalam penelitian akan dihitung menggunakan rumus slovine (Nursalam, 2013) :

Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : tingkat signifikasi (p)

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 % dan kesalahan absolute atau ketetapan relatif (d) yang diinginkan sebesar 5%. Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :

= � 1 +� 2

= � 1 +� ( )²


(53)

= 667 1 + 667 0,05 2

= 667

1 + 667 0,0025 = 667

1 + 1.66 = 667

2,66 = 250,75 = 251

Jumlah sampel yang didapat sebanyak 251 murid dengan pembagian jumlah murid per kelas :

Murid kelas X : 233

667 251 = 87,6 = 88

Murid kelas XI : 214

667 251 = 80,5 = 80

Murid kelas XII : 220

667 251 = 82,7 = 83

Jumlah kelas tiap tingkatan di MAN 1 Yogyakarta terdiri dari 7 kelas. Maka jumlah sampel dibagi menjadi 7 bagian tiap tingkatan dengan hasil bagi yang diperoleh sebagai berikut :

Kelas X : 88

7 = 12,5 = 12−13 murid

Kelas XI : 80

7 = 11,4 = 11−12 murid

Kelas XII : 83


(54)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan MAN 1 Yogyakarta. Adapun pengumpulan data ini dilakukan dalam waktu sehari yaitu pada bulan April 2016. D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel, yaitu tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Tingkat

pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis Segala sesuatu yang diketahui responden tentang pengertian, penyebab, penularan, pencegahan serta penatalaksanaan dari konjungtivitis.

Kuisioner Baik dengan skor ≥12, cukup dengan skor 11-9 kurang dengan skor <9 Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo. 2012). Instrumen yang digunakan berupa kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner ini adalah 16 soal dengan menggunakan skala gutmann dimana pilihan jawaban berupa “ya” dan “tidak”. Berikut adalah


(55)

kisi-kisi kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner penelitian

No. Materi Pertanyaan

Favourable

Pertanyaan Unfavourable

Jumlah

1 Pengertian - 1 1

2 Penyebab 2,3,4 - 3

3 Tanda & gejala 5,6 - 2

4 Penularan 7,9 8 3

5 Pengobatan 10,11,12 - 3

6 Pencegahan 13 - 1

7 Komplikasi 15,16 14 3

Total 13 3 16

Penetapan tingkat pengetahuan didasarkan pada penjumlahan skor yang diperoleh dari tiap pernyataan pada kuisioner, dengan nilai tertinggi adalah 16 dan terendah adalah 0. Alternatif jawaban pada setiap butir pernyataan dijumlahkan kemudian bandingkan dengan jumlah nilai maksimal dikalikan 100%. Hasil berupa presentase untuk menilai tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis dengan menggunakan rumus uji mean, yaitu:

�= × 100% keterangan:

P : Persentase (%)

x : Jumlah nilai yang didapat n : Jumlah nilai maksimal


(56)

Hasil skor kemudian akan dikategorikan menjadi 3 kategori (Nursalam, 2013) :

a. Baik mencapai skor ≥76%, dengan jawaban benar ≥12

b. Sedang mencapai skor 56 – 75%, dengan jawaban benar 9-11 c. Kurang mencapai skor ≤55%, dengan jawaban benar <9

G. Cara Pengumpulan Data

Penelitian dimulai setelah proposal disetujui pembimbing dan penguji. Setelah mendapatkan kelayakan uji etik dan izin penelitian dari bidang akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, kemudian peneliti meminta surat persetujuan penelitian dari ketua program studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selanjutnya, peneliti meminta izin kepada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan surat izin yang dikeluarkan oleh dinas perizinan diserahkan kepada Kepala Sekolah MAN 1 Yogyakarta.

Setelah mendapatkan surat uji etik dan persetujuan penelitian, peneliti membagikan kuisioner penelitian yang telah di uji valid dan reliabilitas kepada responden yang telah terpilih dengan cara mengambil nomor absen yang berada didalam botol dan memenuhi kriteria inklusi. Sebelum mengisi kuisioner, peneliti meminta responden untuk mengisi informed consent sebagai bukti bahwa responden bersedia terlibat dalam penelitian ini. Setelah itu, peneliti menjelaskan tentang cara pengisian kuesioner dan memberikan waktu untuk responden


(57)

mengisi kuesioner. Selama pengisian kuesioner, responden tidak diperhatikan oleh peneliti, karena saat pengisian kuesioner tersebut terdapat beberapa ruangan yang dijaga oleh guru mata pelajaran di jam tersebut dan peneliti harus membagikan kuesioner pada responden di ruang kelas lainnya. Kuesioner yang telah selesai dikumpulkan ke ketua kelas dan langsung diberikan pada peneliti untuk dilakukan pengolahan dan analisa data yang telah diperoleh.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 murid di MAN 2 Yogyakarta. Uji validitas menggunakan rumus pearson product moment correlation, dengan menggunakan rumus :

= ( )−( )( )

2− 2) 2− 2)}

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi ∑Xi = jumlah skor item ∑Yi = jumlah skor total item n = jumlah responden (Arikunto, 2013)

Setiap pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Nilai signifikan yang diambil adalah p=0,05, maka valid jika r≥0,05 dan tidak valid jika r ≤0,05. Hasil uji validitas pada instrument tingkat pengetahuan konjungtivitis ditemukan


(58)

sebanyak 16 pernyataan valid yaitu nomor 2, 3, 4, 6, 7, 8, 12, 14, 15, 18, 19, 21, 22, 24, 25 26 dan 10 pernyataan tidak valid pada nomor 1, 5, 9, 10, 11, 13, 16, 17, 20, 23. Pernyataan yang tidak valid tersebut tidak diikuti dalam kuesioner.

Uji reliabilitas instrument tingkat pengetahuan konjungtivitis adalah dengan menggunakan rumus KR-20 menurut Arikunto (2013):

r11 =

k k−1

� − � Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal � = varians total

P = proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p = banyaknya subjek yang skornya 1 N

q = banyaknya subjek yang mendapat skor 0 (q=1−p)

Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto

Hasil uji reliabilitas instrumen menyatakan bahwa instrument tingkat pengetahuan konjungtivitis adalah reliable dengan nilai r 0.83.


(59)

I. Pengolahan dan Metode Analisis Data 1. Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data agar menjadi data yang akurat dengan menggunakan bantuan computer. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Memeriksa ulang jumlah kuesioner, mengoreksi isi kuesioner antara lain kelengkapan, tulisan jelas, dan jawaban sesuai dengan pertanyaan dalam kuesioner tersebut.

b. Coding

Setiap data kuesioner diberi kode untuk memudahkan dalam melakukan pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Terdapat beberapa kode dalam penelitian ini yaitu pada interpretasi pengetahuan dengan kode 1=baik, 2=cukup, dan 3=kurang.

c. Data Entry

Memasukkan data yang didapat ke dalam komputer dengan menggunakan salah satu program komputer (SPSS).

d. Cleanning

Proses pengecekan ulang data yang sudah dimasukan agar tidak terjadi kesalahan, yaitu dengan mengetahui data yang hilang (missing), variasi data dan konsistensi data.


(60)

e. Analysis

Menganalisa kembali data yang telah selesai dimasukkan. 2. Analisa Data

Data dari penelitian ini akan dianalisi dengan menggunakan uji univariat, yaitu analisis yang dilakukan pada variabel yang ada untuk melihat distribusi frekuensi dan kemudian akan dianalisa secara deskripsi dalam bentuk frekuensi dan persentase.

J. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian sangat penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat surat izin etik dengan nomor: 031/EP-FKIK-UMY/II/2016 dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan kemudian meminta izin atau persetujuan dari pihak sekolah melalui surat. Setelah mendapatkan izin, peneliti menemui calon responden sebagai partisipan dalam peneliti. Etika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Informed Consent

Merupakan lembar persetujuan antara pihak peneliti dan responden yang digunakan sebagai tanda bahwa responden bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Tujuan dari informed consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan dari penelitian. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan untuk menjadi responden.


(61)

2. Kemandirian (autonomy)

Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk bersedia atau tidak dalam mengikuti penelitian.

3. Kejujuran (veracity)

Peneliti jujur dalam meneliti dan mengambil data dengan mengolah data responden menjadi bermanfaat.

4. Keadilan (justice)

Peneliti dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama responden. Murid yang tidak mendapatkan lembar kuesioner akan dijelaskan oleh peneliti mengenai bagaimana cara pengambilan atau pembagian lembar kuesioner dengan baik dan benar sehingga murid dapat mengerti mengapa murid tidak mendapatkan lembar kuesioner.

5. Kerahasiaan (confidentiality)

a. Peneliti memberikan kuesioner yang bersifat tertutup untuk menjaga kerahasiaan masing-masing responden.

b. Data dari hasil penelitian digunakan hanya untuk keperluan khusus dan tidak dipublikasikan.


(1)

Pendahuluan

Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan yang membungkus atau melindungi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbar). Lokasi konjungtiva yang berada di luar, menyebabkan konjungtiva sangat mudah terkena mikroorganisme dan benda-benda asing yang berada di lingkungan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan terjadinya peradangan pada konjungtiva1.

Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin dan strata sosial. Penyakit ini merupakan penyakit mata yang paling umum walaupun tidak ada data akurat mengenai insidensi konjungtivitis2.

Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia. Sebanyak 135.749 orang yang melakukan kunjungan ke departemen mata, ditemui total kasus konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva sebanyak 99.195 orang, tetapi belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak3.

Konjungtivitis dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi konjungtivitis secara umum

adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan mempengaruhi aktivitas penderita, kerusakan permanen pada mata, abrasi kornea dan pembentukan jaringan parut, serta konjungtivitis adalah gejala awal penyakit sistemik berat, yaitu penyakit Kawasaki4.

Studi yang dilakukan mengatakan bahwa konjungtiva pada anak dan remaja di Taipe,Taiwan relatif tinggi5. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh di RSUD Raden Mattaher Jambi, diketahui dari 74 kasus konjungtivitis paling banyak terjadi pada remaja usia 11 tahun sampai 18 tahun dengan jumlah 30 kasus6. Berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak terkena konjungtivitis sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan adalah SMA dengan jumlah 57 kasus7. Data rawat jalan RSUD Sleman, Yogyakarta menyatakan konjungtivitis pada usia 15 tahun – 24 tahun berada pada posisi 5 dengan jumlah 143 kasus8.

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik9.Remaja madya (15-18 tahun) cenderung masih bersifat kekanakan, namun pada usia ini sudah timbul unsur baru, yaitu rasa percaya diri, adanya kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri, mencintai dirinya sendiri dan tidak tahu


(2)

memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Sehingga pengetahuan sangat penting diberikan pada usia tersebut untuk mengurangi kebingungan pada remaja.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, banyak remaja yang tidak mengetahui apa itu konjungtivitis dan banyak persepsi remaja yang kurang tepat mengenai konjungtivitis terutama pada penularan dan pengobatan. Hasil dari studi pendahuluan dengan mewawancarai guru mengatakan bahwa sekolah yang diteliti peneliti MAN 1 Yogyakarta tidak pernah dilakukan penelitian tentang konjungtivitis dan juga tidak adanya pemberian pendidikan kesehatan tentang konjungtivitis baik itu dari pihak sekolah ataupun dinas kesehatan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran tingkat pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta.

Bahan dan Cara

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis rancangan survey yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antarvariabel dalam suatu populasi. Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner pada remaja di MAN 1 Yogyakarta untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 667 orang. Teknik penentuan sampel

menggunakan Stratified random sampling dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 251 orang.

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel, yaitu tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis. Instrument dalam penelitian ini berupa kuesioner dengan pernyataan yang dibuat secara terstruktur dan sistematis serta diberikan kepada responden untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner data demografi dan kuesioner penilaian tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan MAN 1 Yogyakarta, pada bulan April 2016. Pelaksanaan penelitian diawali dengan melakukan kontrak waktu dengan guru. Kemudian responden diberikan kuesioner pada waktu yang sudah ditentukan. Setelah itu, kuesioner dikumpulkan kembali dan dilakukan pengecekan kelengkapan jawaban dan jumlah kuesioner yang terkumpul.

Analisa penelitian ini menggunakan analisa deskriptif dengan analisa univariat. Data akan menunjukkan gambaran dan ringkasan secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Salah satu pengamatan yang dilakukan pada tahap analisis deskriptif adalah pengamatan terhadap tabel frekuensi yang terdiri dari frekuensi dan persentase.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian berupa data demografi responden dan hasil penelitian tingkat pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis yang didapatkan dari pengisian kuesioner oleh responden.


(3)

Tabel Gambaran Karakteristik Responden Di MAN 1 Yogyakarta (n=251)

No Karakteristik Subyek Penelitian

Jumlah % 1 Kelas

X 88 35.1

XI 80 31.9

XII 83 33.1

Total 251 100

2 Usia

15 36 14.3

16 95 37.8

17 97 38.6

18 23 9.2

Total 251 100

3 Jenis Kelamin

Laki-Laki 105 41.8

Perempuan 146 58.2

Total 251 100

4 Riwayat Konjungtivitis

Ya 167 66.5

Tidak 84 33.5

Total 251 100

5 Sumber Informasi

media cetak 12 4.8

media elektronik 14 5.6

Penyuluhan 2 0.8

Keluarga 120 47.8

tidak mendapat

informasi 103 41.0

Total 251 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel di atas, karekteristik kelas dengan responden terbanyak adalah remaja kelas X sebanyak 88 orang (35.1%), dengan mayoritas usia 17 tahun sebanyak 97 orang (38.6%) dan mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 146 orang (58.2%). Pada penilitian ini didapatkan

bahwa sebanyak 167 orang (66.5%) memiliki riwayat konjungtivitis. Sumber informasi didapatkan dari keluarga responden sebanyak 120 orang (47.8%).

Tabel Persentase Jawaban per Komponen tentang Konjungtivitis (n=251)

Sumber: data primer Sub Item

Rata-Rata Jawaban

Benar % Salah %

Pengertian 134 53.4 117 46.6

Penyebab 173 68.8 78 31.2

Tanda dan

Gejala 210 83.7 41 16.3

Penularan 130 51.8 121 48.2

Pengobatan 203 81 48 19

Pencegahan 212 84.5 39 15.5 Komplikasi 141 56.3 110 43.7


(4)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jawaban benar paling banyak terdapat pada komponen pencegahan dengan jumlah 212 orang (84.5%) dan jawaban benar paling sedikit terdapat pada komponen penularan dengan jumlah 130 orang (51.8%).

Tabel. Persentase Tingkat Pengetahuan tentang Konjungtivitis (n=251)

Kategori Frekuensi (n)

Persentase (%)

Kurang 40 15.9

Cukup 115 45.8

Baik 96 38.2

Jumlah 251 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa mayoritas remaja madya di MAN 1 Yogyakarta memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang konjungtivitis sebanyak 115 orang (45.8%), pengetahuan baik 96 orang (38.2%) dan pengetahuan cukup sebanyak 40 orang (15.9%).

Diskusi

Hasil penelitian ini didapatkan gambaran pengetahuan responden tentang konjungtivitis masuk dalam kategori pengetahuan cukup dengan jumlah 115 orang (45.8%). Hal ini terjadi karena kurangnya sumber informasi yang diberikan, baik itu dari dalam sekolah ataupun luar sekolah dan hanya mendapatkan informasi dari keluarga dimana pengetahuan tentang konjungtivitis pada keluarga belum tentu baik.. Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwin (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan siswa-siswi di SMA Methodist Pematangsiantar tentang konjungtivitis adalah cukup dengan jumlah responden 61 orang (73.6%), pengetahuan baik dengan jumlah 14 orang (16.8%) dan pengetahuan kurang dengan jumlah 8 orang (9.6%).

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia atau hasil dari tahu setelah orang melihatdan mengamati sesuatu terhadap objek melalui indera yang dimilikinya dan sebagian besar diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor usia, pengalaman, dan sumber informasi yang digunakannya10.

Usia mempengaruhi pengetahuan seseorang karena pola pikir yang terus mengalami perubahan sepanjang hidupnya. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang daya tangkap juga pola pikir seseorang dan akan menurun sejalan bertambahnya usia pula11. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa usia remaja terbanyak adalah 17 tahun, dimana usia tersebut termasuk pada kelompok fase remaja madya. Pada usia ini, terjadi perubahan psikologi (mental yang taraf berpikirnya semakin matang) yang mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi. Selain itu, remaja diusia ini merupakan masa mencari jati diri atau identitas sendiri sehingga rasa ingin tahu terhadap sesuatu hal yang baru sangat besar sehingga mudah menyerap informasi yang diperoleh baik dari keluarga, media dan sebagainya. Akan tetapi pada usia ini, pendirian remaja masih labil sehingga informasi yang diterima terkadang pemahamannya


(5)

masih keliru, untuk itu terkait pengetahuan konjungtivitis perlu dilakukan pemberian informasi yang benar dan tepat12.

Sumber informasi terbanyak yang diperoleh remaja adalah keluarga sebanyak 120 orang (47.8%). Budiman dan Riyanto (2013) mengatakan bahwa sumber informasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Informasi ini berupa data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data yang dapat memerikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Dewi (2015), yaitu meningkatkan pengetahuan pendidikan kesehatan melalui layanan informasi pada siswa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase pada tingkat pengetahuan siswa sebelum dan setelah subjek penelitian diberikan informasi, yaitu dari kategori rendah dengan jumlah 39% menjadi kategori baik dengan jumlah 75%. Oleh karena itu, sumber informasi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang berupa perubahan atau peningkatan pengetahuan

Kebenaran pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman yang dimiliki seseorang. Masa lalu menjadi salah satu pengetahuan sebagai pertimbangan dalam memecahkan masalah yang sama11. Orang yang memiliki pengalaman akan mempunyai pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pengalaman12. Oleh karna itu, pengalaman menjadi faktor yang mempengaruhi pengetahuan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh

peneliti dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta dalam kategori cukup yaitu sebanyak 115 anak (45.8%), pengetahuan baik sebanyak 96 orang (38.2%) dan pengetahuan sedang sebanyak 40 orang (15.9%).

2. Pernyataan tentang konjungtivitis yang diketahui oleh responden dengan nilai tertinggi yaitu pada item pernyataan tentang pencegahan terhadap konjungtivitis sebanyak 212 orang (84.5%) dan nilai terendah yaitu pada item pernyataan tentang penularan konjungtivitis sebanyak 130 orang (51.8%)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian Tingkat Pengetahuan Remaja Madya tentang Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta, maka saran yang dapat disampaikan peneliti adalah :

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan terkait konjungtivitis kepada remaja, karena walaupun konjungitivitis merupakan penyakit yang tidak berbahaya, apabila diberikan penanganan yang telat dan tidak tepat dapat menyebabkan komplikasi seperti glaukoma dan kebutaan. 2. Bagi Perawat

Perawat baik yang bekerja di puskesmas ataupun rumah sakit perlu melibatkan para siswa/siswi dalam upaya meningkatkan pengetahuan terhadap konjungtivitis dengan melakukan penyuluhan.


(6)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain yang berminat dalam penyempurnaan penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya. Daftar Pustaka

1. Vaughan, Daniel G; Asbury. (2008).

Oftalmologi Umum (General

Ophthalmology). Ed. 17. Widya

Medika, Jakarta.

2. American Academy of Ophthalmology. (2007). Intraocular inflammation and uveitis. San Fransisco, CA: American Academy of Opthalmology

3. Kemenkes RI. (2010). 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun

2009. Available at:

http://www.depkes.go.id. Akses 5 Juni 2015

4. Corwin, ES. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 1. EGC. Jakarta 5. Chien, L-C; Lien, Y-J; Yang, C-H;

Yu, H-J. (2014). Acute Increase of

Children’s Conjunctivitis Clinic Visits

by Asian Dust Storm Exposure – A Spatiotemporal Study In Taipe,

Taiwan. Available from

www.ncbi.nlm.nih.gov. Akses 10 Juni 2015.

6. Shakira, IG; Azhar, MB; Zainul, S. (2012). Karakteristik Klinis dan Demografis Penderita Konjungtivitis

yang Berobat. Available from

www.unja.ac.id. Akses 10 Juni 2015. 7. Hutagalung, PY; Hiswani, Jemadi.

(2011). Karakteristik Penderita Konjungtivitis Rawat Jalan di RSUD.

DR.Pirngadi Medan. Universitas

Sumatera Utara. Available from : www.repository.usu.ac.id. Akses 15 Juni 2015

8. DinKes Kab.Sleman. (2010). Profil

Kesehatan Kabupaten Sleman.

Available at

www.dinkes.slemankab.go.id. Diakses 25 November 2015

9. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta : Jakarta.

10. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

11. Budiman & Agus Riyanto. (2013).

Kapita Selekta Kuesioner

Pengetahuan dan Sikap dalam

Penelitian Kesehatan.Jakarta:Salemba Medika.

12. Mubarak, W.I., dkk. (2007). Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu