Sebuah Legenda dari Daerah Cilacap

..... 'l

RAWA PASUNG
Sebuah Legenda dari Daerah Cilacap

TIDAK DIPERDAGANGKAN UNTUK UMUM

RAWA PASUNG
Sebuah Legenda dari Daerah Cilacap

Diceritakan kembali oleh
Wiwin Erni Siti Nurlina

PERPUSTJ'.KAAN
PUSAT BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PUSAT BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA


2006

PERPUSTAK.A.AN PUSAT BAHASA
Klaf ig kasi

'11 a-~Pf
,(J

vI<
IL

f1 .t.

No.lnduk : _ / ~-­

Tgl.

~.;-:="/

Ttd.


RAWA PASUNG
Sebuah Legenda dari Daerah Cilacap
Diceritakan kembali oleh
Wiwin Erni Siti Nurlina

ISBN 979-685-589-5

Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta Timur

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
lsi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya,
dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari penerbit,
kecuali dalam hal pengutipan
untuk keperluan penulisan artikel atau karangan ilmiah


KATA PENGANTAR
KEPALA PUSAT BAHASA
Sastra itu mengungkap kehidupan suatu masyarakat, masyarakat desa ataupun masyarakat kota. Sastra berbicara
tentang persoalan hidup pedagang, petani, nelayan, guru,
penari, penulis, wartawan, orang dewasa, remaja, dan anakanak. Sastra menceritakan kehidupan sehari-hari mereka
dengan segala persoalan hubungan sesama, hubungan
dengan alam, dan ataupun hubungan dengan Tuhan. Tidak
hanya itu, sastra juga mengajarkan ilmu pengetahuan,
agama, budi pekerti, persahabatan, kesetiakawanan, dan
sebagainya. Melalui sastra, kita dapat mengetahui adat dan
budi pekerti atau perilaku kelompok masyarakat.
Sastra Indonesia menceritakan kehidupan masyarakat
Indonesia, baik di desa maupun di kota. Bahkan, kehidupan
masyarakat Indonesia masa lalu pun dapat diketahui dari
karya sastra pada masa lalu. Kita memiliki karya sastra masa
lalu yang masih relevan dengan tata kehidupan sekarang.
Oleh karena itu, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan
Nasional meneliti karya sastra masa lalu, seperti dongeng
dan cerita rakyat. Dongeng dan cerita rakyat dari berbagai
daerah di Indonesia ini diolah kembali menjadi cerita anak.

Buku Rawa Pasung ini bersumber dari cerita rakyat
yang sudah turun-temurun di daerah Cilacap. Banyak
pelajaran yang dapat kita peroleh dari membaca buku cerita

v

vi

karena buku ini memang untuk anak-anak, baik anak
Indonesia maupun bukan anak Indonesia yang ingin
mengetahui tentang Indonesia. Untuk itu , kepada pengolah
kembali cerita ini saya sampaikan terima kasih.
Semoga terbitan buku cerita seperti ini akan memperkaya pengetahuan kita tentang kehidupan masa lalu yang
dapat dimanfaatkan dalam menyikapi perkembangan kehidupan masa kini dan masa depan.
1n1

Jakarta, 1 September 2006

Dendy Sugono


UCAPAN TERIMA KASI H
Rawa Pasung merupakan salah satu rawa yang berada
di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tanah di daerah Cilacap,
dahulu berupa rawa-rawa. Cerita "Rawa Pasung" ini bersumber dari cerita rakyat di daerah Cilacap kota bagian utara.
Legenda ini sudah menjadi cerita turun-temurun, khususnya di
masyarakat desa Sidanegara dan sekitamya.
Adapun maksud dituliskannya cerita "Rawa Pasung" ini
ialah untuk menambah bacaan anak-anak, terutama anakanak SO. Selain itu, buku ini dimaksudkan untuk meningkatkan
penghayatan nilai-nilai budaya yang mengandung nilai-nilai
pendidikan. Hal itu dapat digunakan untuk memberi motivasi
dan suri tauladan sikap anak.
Akhimya, saya mengucapkan terima kasih dan berharap, mudah-mudahan cerita ini dapat menjadi salah satu
cerita yang ikut meningkatkan pendidikan budi perkerti pada
anak.

vii

DAFTAA lSI

Kata Pengantar Kepala Pusat Bahasa...................................


v

Prakata ............. .............. ......................................................... vii
Daftar lsi ..... .... ... ......... .. .......................... .. ..... ... .. ............ .. ....... viii
1. Sebuah Rawa yang Penuh Misteri ....... ... .......... ... ....... .....

1

2. Santri Gudig ....................................................................... 17
3. lsteri Santri Gudig yang Jahat........................................... 37
4. Sepeninggallsteri Santri Gudig ........................................ 50

5. Cobaan Santri Gudig di Rawa Pasung ............................. 60

viii

1

1. SEBUAH RAWA YANG PENUH MISTER!


onon ceritanya, pada zaman dahulu ada suatu daerah yang sangat luas berupa rawa-rawa. Daerah rawa

. itu sangat jauh dari pemukiman penduduk, yang dikitari oleh perbukitan. Tidak ada seorang pun yang bermukim
di tempat itu. Di dalam rawa-rawa itu banyak ditumbuhi teratai
yang bunganya sangat indah. Bunga itu berwama-wami, ada
yang putih, merah jambu, biru, dan ungu. Jika sedang musim
berbunga, air kolam sampai tidak terlihat karena tertutup
bunga. Bunga-bunga teratai yang terapung di atas air rawa terlihat seperti hamparan tilam permadani yang bermotif bunga.
Di dalam rawa-rawa itu juga tumbuh beraneka ragam
tanaman air. Karena jemih, dasar rawa yang penuh dengan
aneka tanaman itu tampak jelas. Di situ dapat terlihat tanaman
air yang dijadikan tempat persembunyian ikan-ikan yang
berwama-wami. lkan-ikan itu telah ada sejak dahulu dan terus
berkembang biak sehingga jumlahnya menjadi sangat banyak
dan berukuran besar-besar. Walaupun ikan di rawa itu sangat
banyak dan besar-besar, tidak ada seorang pun yang berani

2
menangkapnya. Ketakutan itu


te~adi

karena rawa tersebut ter-

kenal sangat angker dan keramat.
Sudah berkali-kali terjadi peristiwa yang berkaitan dengan perihal keangkeran itu. Pemah ada peristiwa yang menimpa seorang penduduk yang datang ke rawa tersebut untuk
berburu dan menangkap ikan. Ia bemama Pak Karto, yang
tinggalnya di desa kecil di balik bukit. Ia seorang petani miskin
yang sangat mencintai anak dan istrinya. Pak Karto juga
sangat memanjakan anak perempuan semata wayangnya sehingga apa pun yang diminta oleh anaknya selalu dipenuhinya.
Suatu hari anak Pak Karto yang bemama Ninis, merengek untuk dibelikan kain selendang baru. Dia melihat
teman-temannya memiliki selendang yang bagus-bagus sebagai penggendong golekan (boneka). Bahkan, ada ternan
Ninis yang punya selendang sutera merah yang sangat indah.
Hal itulah yang menjadikan Ninis sangat ingin memiliki selendang baru. Saat itu Ninis hanya memiliki selendang tenun berwama hijau tua yang sudah kumal dan sedikit robek. Sepulang
dari bermain, Ninis langsung menghampiri bapaknya yang sedang menata kayu bakar di depan gubugnya.
Sambil merengek anak itu berkata, "Pak, sudah lama aku
tidak punya selendang baru! Apa bapak tidak melihat temantemanku yang memakai selendang bagus dan wama-wami?
Malah ada yang memakai selendang sutera. Aku malu Pak.
Selendangku hanya tenun dan sudah sangat usang, bahkan

sudah banyak lubangnya!"

3
Dengan mengusap peluh di dahinya, Pak Karto mendekati anaknya dan jongkok di depannya. Pak Karto bemiat
menunda keinginan anaknya itu karena belum cukup uang dan
sedang paceklik. Katanya, "Nduk, bapak memang sangat ingin
membelikan selendang buatmu. Bapak lagi mengumpulkan
uang dengan menjual kayu bakar ini. Nanti, kalau sudah
banyak uangnya, Ninis bapak ajak ke pasar. Ninis bisa milih
selendang yang kausukai. Sekarang belum cukup uangnya."
Namun, setiap hari anaknya terus merengek dan meminta segera dibelikan selendang baru. Pak Karto merasa sedih dan tidak tega bila melihat wajah anaknya yang mengiba.
Anak itu terlihat sangat mengiba dan akhimya dia sering
menangis terisak-isak sendiri. lsakan tangisnya terdengar
tertahan-tahan seperti ada sesuatu yang mengganjalnya. Pak
Karto sangat iba serta bingung jika melihat anaknya menangis
seperti itu.
Sekali lagi Pak Karto memberi pengertian pada anaknya.
"Nduk, bapak sangat ingin membelikan selendang baru untuk-

mu, tapi sekarang sedang musim paceklik. Saat seperti ini harga barang-barang menjadi mahal. Sayuran dan buah-buahan

kita belum bisa dipanen. Jadi, belum ada yang dapat Bapak jual.
Sabar ya . . . nduk. Bapak pasti membelikan selendang yang
bagus buatmu."
'Tapi sampai kapan aku

hi~l

i' S

bersabar? Sementara se-

tiap hari aku terus melihat teman-temanku memakai selendang
yang indah-indah. Pak, aku sudah sangat ingin memiliki selendang baru !" jawab Ninis.

4
"Nduk, bapak akan semakin giat mengumpulkan kayu

bakar sambil menunggu panen tiba. Besok pagi Bapak akan
menjual kayu bakar ini biar cepat jadi uang. Dua hari lagi Pak
Kidis yang rumahnya di ujung sana mau punya hajat. Dia akan

membeli kayu bakar yang banyak. Dia sudah pesan sama
Bapak. Begitu, Nduk ... kau akan kubelikan selendang yang
indah."
Setiap hari Pak Karto berusaha mendapatkan cara agar
ia dapat mempunyai uang. Ia melihat ladangnya yang kering
dan tidak menghasilkan apa-apa.
Ninis tetap merengek minta dibelikan selendang sekarang. Pak Karto sampai tidak habis pikir, mengapa anaknya
jadi keras kepala seperti itu. Biasanya, kalau dia minta sesuatu, hanya disampaikan lewat ibunya. Tapi mengapa, yang
kali ini dia berani dan memaksa sekali pada ayahnya. Keml,ldian, kata Ninis sambil mengganduli tangan bapaknya, "Ah ...
Bapak sudah tidak sayang lagi dengan aku! Masa Bapak tak
punya uang untuk membeli sehelai selendang saja. Berapa,
sih, harganya?"
Pak Karto sangat sedih mendengar perkataan anaknya
itu. Ia berusaha membujuk anaknya untuk bersabar, tetapi
tidak berhasil. Dengan menelan ludah, Pak Karto berkata
pelan, "Baiklah nduk ... Bapak akan membelikanmu selendang
baru. Tapi, tolong beri sedikit waktu, barang sehari saja."
Mendengar perkataan bapaknya, Ninis sangat girang. Dia
meloncat-loncat sambil mengusap air matanya. Matanya ber ~
sinar-sinar. Ditatapnya mata Pak Karto dalam-dalam. Tangan-

5
nya didekapkan di dadanya dan beri