BAB I PENDAHULUAN - BAB I PENDAHULUAN.Halaman 1 23
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik (siswa) Sekolah Menengah Atas (SMA). Proses pembelajaran masih didominasi peran guru
(teacher centered), serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara
individual (Depdiknas, 2008a). Proses pendidikan umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai kompetensi materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah. Ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar/lambat belajar. Menurut Depdiknas (2008a) pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan
(mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
Selain argumentasi tersebut, masalah kegagalan siswa lambat belajar juga diungkap pada angka mengulang (AU), angka putus sekolah (APS), dan angka terakhir, seperti dikutip dari data profil (buku saku) pendidikan Propinsi NTB tahun pembelajaran 2006/2007-2007/2008-2008/2009 berikut: “Persentase angka mengulang (AU) jenjang pendidikan SMA Propinsi NTB tahun pembelajaran 2006/2007-2007/2008-2008/2009 berturut-turut adalah 0,80;
0,55; dan 0,52. Persentase angka putus sekolah (APS) adalah 4,91; 6,61; dan 2,49. Persentase angka lulusan (AL) adalah 83,67; 87,25; dan 95,01”.
(Sumber: Depdiknas. Tanpa tahun. Profil Pendidikan Tingkat TK-SD-MI-SMP-
MTs-SMA-MA-SMK Propinsi NTB Tahun Pembelajaran 2006/2007-2007/2008- 2008/2009. @ Roren-PDIP 2004 Depdiknas).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 129a/u /2004 tentang standar pelayanan minimal bidang pendidikan dalam Bab IV ayat (1) butir b, disebutkan bahwa: angka putus sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen, sementara dari data tersebut tampak adanya siswa yang gagal dalam belajarnya seperti ditunjukkan oleh tingginya angka putus sekolah melebihi 1%. Tingginya angka putus sekolah ini boleh jadi dipicu oleh adanya siswa yang gagal karena mengulang dan atau tidak lulus ujian, sedangkan idealnya angka AU= 0% (tidak ada siswa yang mengulang), APS= 0% (tidak ada siswa yang putus sekolah), dan AL= 100% (semua siswa lulus). Dari informasi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa tingkat siswa mengulang, tingkat siswa putus sekolah, dan tingkat kelulusan SMA di provinsi
NTB masih terus diupayakan solusinya, dimana penyebab utama kegagalan adalah tidak mampu memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh sekolah Realita di lapangan mengindikasikan bahwa dalam proses pembelajaran di kelas selalu ada siswa yang mengalami lambat belajar, sehingga siswa tersebut tidak mampu mencapai target kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Akibat yang terjadi bagi siswa yang bersangkutan adalah: (1) tidak lulus ujian nasional bagi kelas XII atau tidak naik kelas bagi siswa kelas X atau XI di jenjang pendidikan tingkat SMA. (2) Pada umumnya pujian selalu muncul terhadap siswa yang cepat belajar, sementara perhatian terhadap siswa yang mengalami lambat belajar masih kurang.
Jika siswa yang cepat belajar mampu mencapai kompetensi/nilai lulus hanya dengan satu kali proses pembelajaran, mugkin saja siswa normal (rata- rata) dengan dua kali dan siswa yang mengalami lambat belajar dengan tiga kali proses pembelajaran. Bahwa sesungguhnya penanganan siswa yang mengalami lambat belajar harus segera dicari solusinya sedini mungkin, sehingga mereka dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan dan pada gilirannya nanti dapat menyelesaikan studinya tepat waktu. Selain itu, proses pembelajaran adalah menciptakan suasana belajar yang lebih aktif, kreatif, demokratis, kolaboratif, dan kontruktif (Nurasia, 2006). Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka solusinya adalah menciptakan sistem pembelajaran yang mampu mengakomodasi semua siswa, sehingga pada akhir alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan seluruh siswa dapat dinyatakan tuntas belajar.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, Direktorat
(SNP), dinyatakan bahwa tujuh tahun setelah diberlakukannya peraturan ini seluruh satuan pendidikan SMA telah memenuhi standar nasional pendidikan menjadi SKM/SSN. Karakteristik sekolah kategori mandiri/sekolah standar nasional (SKM/SNN) adalah sekolah yang hampir atau sudah memenuhi delapan standar nasional pendidikan tersebut dan mampu menjalankan sistem kredit semester (SKS). Yang dimaksud dengan standar nasional pendidikan (SNP) yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depdiknas, 2008c). Setiap satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) dimana salah satunya adalah penilaian pendidikan (implikasi PP no. 19 tahun 2005 pasal 1 butir 15). Ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar (KD) dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm
referenced). Batas ketuntasan belajar (kriteria ketuntasan minimal/KKM) harus
ditetapkan oleh guru, misalnya peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakan mencapai ketuntasan dalam belajar (Depdiknas, 2008a), dimana batas minimal KKM yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, dalam pasal 63 ayat (1) menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (b) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan (c) penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Dalam pasal 64 ayat (1): Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas, sedangkan dalam pasal 63 ayat (2) disebutkan bahwa penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. Pasal 64 ayat (4): Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Pasal 65 ayat (4): Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/ madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Dari beberapa kutipan pasal dan ayat dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP tersebut, mengindikasikan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik (guru) digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi hasil belajar siswa dan pencapaian kompetensi hasil belajar siswa diukur dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah.
Implikasinya terhadap sistem pembelajaran di sekolah bahwa setiap pendidik/guru akan selalu berupaya tentang bagaimana cara menyajikan sistem pembelajaran terbaik. Sementara nasib yang dialami bagi siswa lambat belajar biasanya dijadikan alasan dasar pembenaran sebagai siswa tidak berhasil (tidak lulus/tidak naik kelas). Memperhatikan terhadap siswa (peserta didik) yang mengalami lambat belajar tersebut, hal ini justru tidak diharapkan oleh orang tua, guru, atau pihak lembaga/sekolah dan terutama oleh siswa yang bersangkutan. Oleh karena itu perlu upaya mencari solusi bagaimana mengakselerasi hasil belajar peserta didik mencapai kompetensi yang dipersyaratkan (KKM), terutama bagi peserta didik yang mengalami lambat belajar, sehingga mereka dapat mencapai kompetensi sejajar dengan teman-temannya dan tidak mengecewakan segenap pihak, serta sekaligus dapat memperdalam pengetahuan bagi peserta didik normal/rata-rata dan yang mengalami cepat belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengakselerasi hasil belajar siswa mencapai kompetensi, utamanya siswa yang mengalami lambat belajar, salah satu solusinya adalah dengan menawarkan suatu model pembelajaran yang sesuai. Hal ini sangat dimungkinkan menggunakan perpaduan antara “Model pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (disingkat PRKKTS)”, karena model PRKKTS memberikan solusi program pengayaan bagi siswa rata-rata dan siswa cepat belajar. Pembelajaran remedial konsentris adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik (student centered) yang diorganisasi sedemikian rupa dimana materi pembelajaran berikut proses pembelajarannya disajikan secara berulang, dengan cara mengantisipasi segala kelemahan- kelemahan pada pembelajaran sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa secara heterogen, dimana tanggungjawab kelompok adalah bekerja sama, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, saling berbagi pengalaman dan pengetahuan, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah (tutor sebaya), sehingga dalam pembelajaran kooperatif ini tercermin miniatur hidup bermasyarakat.
Pembelajaran kooperatif melaui pendekatan tutor sebaya, dalam hal ini adalah strategi pembelajaran yang didesain menggunakan tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions).
Hal lain yang memperkuat alasan untuk mencari solusi dengan menciptakan model pembelajaran yang mampu mengakomodasi semua siswa sehingga diharapkan seluruh siswa dapat dinyatakan tuntas belajar, adalah jika peserta didik dibimbing dari awal untuk menguasai kompetensi dasar (KD) yang dijabarkan dalam indikator pencapaian kompetensi, menggunakan perpaduan antara “Model pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif standar kompetensi lulusan (SKL), sehingga angka ketidaklulusan atau angka tidak naik kelas dan angka putus sekolah dapat ditekan bahkan dihapuskan sama sekali. Pelaksanaan di sekolah, proses pembelajaran oleh setiap pendidik/guru pada setiap satuan pendidikan/sekolah sangatlah beragam, sangat tergantung pada faktor potensi pembelajaran, pengalaman mengajar, alat dan bahan pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah, kondisi lingkungan sekolah, sistem belajar mandiri dari peserta didik dan seterusnya. Bagi siswa SMA kelas X, mata pelajaran kimia tergolong mata pelajaran baru dengan sedikit pengenalan materi sebelumnya di SMP, dan bagi sebagian peserta didik tergolong materi yang abstrak sehingga pemahaman terhadap materi ini agak terkendala. Terlebih lagi bagi siswa yang mengalami lambat belajar materi tersebut akan dirasakan sangat sulit untuk dipahami, sehingga untuk mencapai ketuntasan belajar dengan batas minimal mencapai KKM juga sulit dipenuhi. Untuk menentukan solusi tentang pemecahan masalah pembelajaran, guru yang kreatif akan selalu mencari model pembelajaran yang baru dalam proses pemecahan masalah pembelajaran (Nurasia, 2006), dimana antara proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik untuk mencapai kompetensi merupakan hal yang tak terpisahkan. Pada saat ini banyak dikembangkan model pembelajaran inovatif-konstruktif yang kooperatif, tetapi kondisi yang diharapkan tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh guru untuk
lambat belajar dalam materi pembelajaran kimia, agar dapat mencapai kompetensi yang dipersyaratkan yang pada gilirannya nanti dapat menyelesaikan studinya tepat waktu setara dengan teman lainnya. Sementara itu, mulai tahun pembelajaran 2007/2008 di SMAN 1 Narmada telah melaksanakan program rintisan Sekolah Standar Nasional (SSN) dan di sekolah tersebut belum pernah dilaksanakan penelitian tentang model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengakselerasi hasil belajar peserta didik mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia. Oleh karena itu peneliti mengajukan Tesis dengan judul:Pembelajaran Remedial Konsentris dan Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Tutor Sebaya untuk Mengakselerasi Hasil Belajar Siswa Lambat Mencapai Kompetensi pada Pembelajaran Kimia Kelas X di SMA Negeri 1 Narmada.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan akselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009-2010 yang diperlakukan menggunakan model pembelajaran remedial konsentris, model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya, model melalui pendekatan tutor sebaya (secara bersama-sama), dan pembelajaran konvensional.
2. Bagaimana keefektifan model pembelajaran remedial konsentris, model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya, model pembelajaran remedial konsentris dan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (secara bersama-sama), dan pembelajaran konvensional digunakan untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009-2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menjajaki apakah ada perbedaan akselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009- 2010 yang diperlakukan menggunakan model pembelajaran remedial konsentris, model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya, model pembelajaran remedial konsentris dan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (secara bersama-sama), dan pembelajaran konvensional. tutor sebaya, model pembelajaran remedial konsentris dan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (secara bersama- sama), dan pembelajaran konvensional untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009-2010.
1.4. Manfaat Hasil Penelitian
Setelah diperoleh informasi tentang keefektifan model pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (PRKKTS) untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X di SMA Negeri 1 Narmada tahun pembelajaran 2009-2010, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk:
1. Para peneliti atau pihak institusi yang berminat pada pengembangan PRKKTS untuk mengakselerasi hasil belajar peserta didik mencapai kompetensi pada pembelajaran konsep tertentu atau bidang studi tertentu khususnya pada pembelajaran kimia. Diharapkan dengan penelitian yang serupa secara lebih mendalam, dapat lebih meningkatkan proses akselerasi hasil belajar secara keseluruhan.
2. Para guru bidang studi, dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) diharapkan dapat lebih menekankan model pembelajaran PRKKTS, terutama digunakan belajar untuk mencapai kompetensi, sehingga hasil belajar siswa secara keseluruhan menjadi optimal.
3. Bagi peserta didik, dengan pembelajaran PRKKTS dapat digunakan untuk mengakselerasi hasil belajar mencapai kompetensi pada pembelajaran konsep tertentu atau bidang studi tertentu atau diharapkan dapat lebih meningkatkan proses akselerasi hasil belajar secara keseluruhan.
4. Dibidang pendidikan diharapkan pembelajaran PRKKTS dapat digunakan untuk mengakselerasi hasil belajar, utamanya bagi siswa yang mengalami lambat belajar pada pembelajaran kimia, serta dapat menambah khasanah proses pembelajaran khususnya bidang studi kimia.
5. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada:
a. Satuan pendidikan dan pendidik untuk dapat merancang model pembelajaran PRKKTS yang berkualitas guna mendukung penjaminan dan pengendalian mutu lulusan.
b. Satuan pendidikan dan pendidik dapat menggunakan rancangan model pembelajaran PRKKTS yang dibuatnya untuk mengarahkan peserta didik menunjukkan penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan.
c. Satuan pendidikan dan pendidik dapat merancang model pembelajaran PRKKTS yang meliputi: (1). hakikat dan prinsip model pembelajaran PRKKTS. (2). prosedur dan mekanisme model pembelajaran PRKKTS.
(3). pelaksanaan model pembelajaran PRKKTS. (4). evaluasi hasil dari
1.5. Asumsi Penelitian
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, maka diperlukan anggapan dasar sebagai landasan untuk dijadikan pijakan berpikir dan bertindak. Beberapa asumsi yang digunakan adalah:
1.5.1. Asumsi Teoritis Proses Pembelajaran Penelitian ini secara teoritis diasumsikan bahwa:
1. Semua peserta didik memiliki fasilitas pendukung pembelajaran yang sama dan memperoleh pembelajaran dalam waktu serta kualitas yang bersamaan.
2. Peserta didik berkonsentrasi penuh dalam mengikuti model pembelajaran PRKKTS.
3. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik mencerminkan pencapaian kompetensi, yang muncul sebagai akibat dari proses pembelajaran PRKKTS.
4. Siswa cepat belajar mampu mencapai kompetensi/nilai lulus dengan satu kali proses pembelajaran, mugkin saja siswa normal dengan dua kali dan siswa yang mengalami lambat belajar dengan tiga kali proses pembelajaran, sehingga memungkinkan dilaksanakannya pembelajaran remedial bagi siswa lambat belajar melalui pendekatan tutor sebaya (oleh siswa rata-rata dan siswa cepat).
1.5.2. Asumsi Metodik sehingga tepat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diselidiki.
1.5.3. Asumsi Pelaksanaan
Penelitian ini dapat dilaksanakan di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat, karena beberapa faktor pendukung antara lain: 1. Di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang sama.
2. Kelayakan topik penelitian.
3. Didukung oleh sumber-sumber acuan/referensi.
4. Masalah penelitian dalam jangkauan peneliti.
5. Sarana dan prasarana penelitian sangat mendukung.
6. Lokasi sekolah relatif mudah terhadap jangkuan transportasi.
1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Penelitian ini akan difokuskan terhadap “Pembelajaran remedial konsentris
dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009-2010”. Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas, berdasarkan latar belakang masalah maka perlu diberikan penegasan tentang ruang lingkup dan batasan masalah penelitian.
1.6.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
pembelajaran 2009-2010 dari bulan Januari sampai dengan Mei 2010. Rancangan jadwal penelitian seperti Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan Jadwal Penelitian
No Kegiatan Januari Pebruari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan v v v v v v v v1 proposal Penyusunan v v v v
2 instrumen Pengujian v v
3 instrumen Penentu- v
4 an sampel Ujian v
5 Proposal Perbaikan v v
6 proposal
7 Penelitian
v v v v v
1.6.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik (siswa) kelas X semester genap tahun pembelajaran 2009-2010 SMA Negeri 1 Narmada kabupaten Lombok Barat provinsi NTB.
1.6.3. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah “Model pembelajaran
remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X di SMA Negeri 1 Narmada”.
1. Variabel Independen/Penentu Yang menjadi variabel independen/penentu dalam penelitian ini
adalah: (1) Pembelajaran remedial konsentris. (2) Pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya. (3) Pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (secara bersama-sama). (4) Pembelajaran konvensional (sebagai kelas kontrol).
2. Variabel Dependen/Terikat
Yang menjadi variabel dependen/terikat dalam penelitian ini
adalah: Akselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X di SMA Negeri 1 Narmada.
3. Variabel Kontrol
Yang menjadi variabel kontrol dalam penelitian ini adalah: (1) Bahan yang dipelajari (materi pembelajaran). (2) Guru. (3) Jumlah jam pelajaran/alokasi waktu pembelajaran. (4) Instrumen pembelajaran.
1.6.5. Batasan Masalah
1. Batasan penelitian
Penelitian ini dibatasi pada “Model pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif (disingkat PRKKTS) melalui pendekatan tutor sebaya untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi pada pembelajaran kimia kelas X semester
Pembelajaran kooperatif, meskipun banyak ragamnya namun
dalam penelitian ini yang digunakan adalah “Pembelajaran kooperatif tipe STAD”. Pembentukan anggota kelompok ditentukan oleh guru, dimana tiap kelompok terdiri atas siswa lambat belajar (sebagai fokus subyek pembelajaran remedial) yang dibantu belajarnya oleh siswa normal dan siswa cepat belajar (tutor sebaya) sekaligus digunakan sebagai pembelajaran pengayaan. Fungsi guru dalam membimbing siswa sebagai fasilitator pembelajaran.
3. Tutor sebaya
Tutor sebaya dibatasi pada teman sekelas yang telah mencapai standar KKM terlebih dahulu, yaitu siswa rata-rata dan siswa cepat belajar.
4. Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
Kriteria ketuntasan minimal adalah perolehan nilai hasil belajar minimal yang dipersyaratkan (penelitian ini menggunakan KKM = 65).
5. Hasil belajar
Hasil belajar adalah pencapaian kompetensi sesuai indikator pencapaian yang dikembangkan berdasarkan kompetensi dasar (KD), diukur melalui hasil postes sesuai dengan tuntutan KKM yang ditetapkan pada peserta didik kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada Kabupaten Lombok Barat tahun pembelajaran 2009-2010.
Penelitian ini akan difokuskan terhadap pembelajaran kimia dan dibatasi pada materi “Hidrokarbon” sesuai dengan silabus mata pelajaran kimia SMA 2006, yang merupakan materi pembelajaran di kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Narmada kabupaten Lombok Barat.
1.7. Penjelasan Istilah/Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap makna dari judul penelitian, maka perlu dijelaskan istilah-istilah berikut:
1. Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan ketrampilan prasyarat atau lambat dalam mencapai kompetensi (Depdiknas, 2008a).
2. Pembelajaran Remedial Konsentris
Pembelajaran remedial konsentris adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik (student centered) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-
Pada tahap awal pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin terhadap materi pelajaran yang disampaikan oleh pendidik/guru. Dari kegiatan awal ini akan memungkinkan timbulnya ketidakseimbangan dalam struktur kognitif, afektif dan psikomotorik pada diri peserta didik. Kemudian pelaksanaan proses pembelajaran diulang secara konsentris (strategi urutan penyampaian materi secara simultan) dengan penekanan terhadap pendalaman materi dan memberikan pelayanan optimal terhadap siswa yang mengalami lambat belajar. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan pembelajaran yang membutuhkan daya nalar. Jika menurut analisis hasil penilaian masih terdapat peserta didik yang belum mencapai kompetensi, maka proses pembelajaran diulang kembali dengan penekanan pada bagian materi yang belum dikuasai oleh peserta didik sampai diperoleh hasil yang memuaskan, dimana seluruh peserta didik telah menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Implementasi pembelajaran remedial konsentris, adalah menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya proses pembelajaran dengan berpegang pada prinsip “Tutwuri handayani”.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa secara heterogen, baik kemampuan akademik, gender, karakter yang berbeda, kedalam kelompok- kelompok kecil (4-5 orang) kompak partisipatif (penelitian ini hanya menggunakan pembagian anggota kelompok berdasarkan heterogenitas kemampuan akademik). Merupakan tanggungjawab kelompok adalah bekerja sama, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan, dimana dalam pembelajaran kooperatif ini tercermin miniatur hidup bermasyarakat (Lutfizulfi, 2008).
4. Tutor Sebaya
Tutor sebaya adalah teman sekelas yang telah mencapai kompetensi/ kriteria ketuntasan minimal (KKM) terlebih dulu. Dimana siswa rata-rata/ normal dan atau siswa cepat dapat bertindak sebagai tutur sebaya. Sementara siswa yang mengalami lambat belajar bertindak sebagai pebelajar. Tutor sebaya ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan/ lambat belajar, karena hubungan antara teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan guru-siswa sehingga siswa yang mengalami lambat belajar dapat lebih leluasa menggali informasi dari tutor sebaya.
5. Pembelajaran Kooperatif Melalui Pendekatan Tutor Sebaya
Pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya adalah model sekelas yang telah mencapai kompetensi/kriteria ketuntasan minimal (KKM) terlebih dulu, dimana tutor sebaya ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan/lambat belajar.
6. Pembelajaran Remedial Konsentris dan Pembelajaran Kooperatif
Melalui Pendekatan Tutor Sebaya (Secara Bersama-sama) Adalah merupakan perpaduan antara Pembelajaran remedial konsentrisdan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya yang didesain secara bersama, dengan tujuan untuk mengakselerasi hasil belajar siswa lambat mencapai kompetensi.
7. Akselerasi Hasil Belajar
Akselerasi hasil belajar adalah percepatan proses pembelajaran untuk mencapai taraf serap materi pembelajaran mencapai kompetensi yang dipersyaratkan sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM) akibat perlakuan suatu model pembelajaran.
8. Hasil Belajar (Learning Outcome)
Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar meliputi aspek pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor), dan aspek pembentukan watak seorang siswa (afektif). Dalam hal ini perlu dibedakan dengan prestasi belajar (achievement), yang terutama meliputi aspek pengetahuan dan ketrampilan saja (Umar, 1990).
Yang dimaksud dengan siswa lambat belajar adalah siswa yang mengalami kesulitan taraf serap terhadap materi pelajaran, hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan ketrampilan prasyarat atau lambat dalam mencapai kompetensi (KKM), sehingga dalam alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan siswa tersebut belum menguasai kompetensi yang dipersyaratkan (nilai hasil belajar < 65). Siswa rata-rata/normal adalah siswa yang mampu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan tepat dengan alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan atau (65 ≤ nilai hasil belajar < 75). Siswa cepat belajar adalah adalah siswa yang mampu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan dan atau (nilai hasil belajar ≥ 75).
10. Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan oleh peserta didik, yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan/kompetensi minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik dari standar kompetensi untuk suatu mata pelajaran. Kompetensi kognitif adalah kompetensi berfikir/kompetensi memperoleh pengetahuan/kompetensi yang berkaitan dengan memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Kompetensi afektif adalah kompetensi yang berkaitan dengan dengan melibatkan anggota badan/kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik. Kompetensi lulusan SMA adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh lulusan SMA yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Depdiknas, 2003a).
11. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan penguasaan materi pembelajaran atau menentukan kelulusan peserta didik berdasarkan penilaian acuan kriteria (PAK). KKM menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik, dan ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap (Depdiknas, 2008b). Penelitian ini menggunakan batas ketuntasan minimal (KKM) = 65.