BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PROSES PENCAPAIAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA MANTAN PECANDU NARKOBA (Studi Kasus Pada Mantan Pecandu Narkoba yang Menjadi Konselor Adiksi di Panti Rehabilitasi Narkoba YPI. Nurul Ichsan Al-Islami Purbalingga) - r

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pecandu narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan

  dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah mengungkap 807 kasus narkoba dan mengamankan 1.238 tersangka. Dari jumlah tersebut, jika dibandingkan dengan tahun 2015, pengungkapan kasus narkoba terjadi peningkatan sebanyak56%.

  Pemulihan dari kecanduan narkoba merupakan suatu hal yang sulit, banyak dari mantan pecandu narkoba yang kembali mengalami kekambuhan atau yang disebut dengan relapse. Menurut Pinel (2012) ada tiga penyebab

  relapse yang berbeda secara fundamental pada mantan pecandu narkoba,

  yaitu: pertama, kebanyakan mantan pecandu menunjukkan stres sebagai faktor utama relapse. Salah satu permasalahan yang dapat memicu terjadinya stres pada mantan pecandu narkoba adalah adanya labelling dari masyarakat. Seorang mantan pecandu narkoba yang ingin kembali hidup dengan normal seperti bekerja dan beraktivitas dengan lingkungan sosialnya, terbentur oleh masalah diskriminasi yang kental dari masyarakat sekitarnya. Mantan pecandu narkoba yang telah pulih, tetap dianggap pecandu yang meresahkan masyarakat dan dapat membawa dampak buruk bagi lingkungannya karena perilakunya yang dulu sebagai pecandu narkoba. Pada akhirnya, mantan pecandu narkoba menjadi merasa terkucilkan, hingga timbul kembali

  1 perasaan tidak berharga, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Sehingga, apa yang telah didapatkan selama rehabilitasi menjadi tidak berguna dan hal ini menghambat potensi-potensi yang seharusnya dapat diolah mantan pecandu narkoba tersebut.

  Keduadrug primiting, yaitu mengutamakan obat satu paparanobat yang sebelumnya disalahgunakan. Faktor ini merupakan faktor dari individu sendiri yang terjadi karena rasa kangen terhadap narkoba, dan hal tersebut biasanya terjadi saat sugesti dari dirinya mengenai narkoba tersebut sedang tinggi.Ketiga paparan isyarat-isyarat lingkungan, misalnya orang, waktu, tempat atau objek yang sebelumnya terkait dengan pecandu narkoba tersebut.

  Faktor lingkungan ini salah satunya, dimana saat mantan pecandu tersebut tersugesti begitu besar oleh temannya yang sedang atau masih menggunakan narkoba, maka timbul perasaan yang sulit dicegah untuk kembali menggunakan narkoba meskipun hanya sekedar mencicipi.

  Dinamika yang relatif kompleks tersebut, tentunya membutuhkan adanya penanganan salah satunya adalah melalui rehabilitasi narkoba. Ada beberapa tahap yang harus dilewati pecandu narkoba dalam proses rehabilitasi menurut Musdalifah (2015) yaitu: pertama, tahap transisi. Tahap ini dimulai ketika seseorang pertama kali mengalami masalah kecanduan narkoba. Ketika kecanduan narkoba seseorang meningkat, ia mencoba strategi untuk mengendalikan pemakaian narkoba tersebut. Tahap ini diakhiri oleh kesadaran bahwa pemakaian narkoba tidak lagi aman bagi dirinya.

  Kedua, tahap stabilisasi. Umumnya pecandu mengalami penurunan fisik dan masalah kesehatan lainnya. Pecandu belajar mengatasi kondisi psikologis yang mendorongnya untuk tetap menggunakan narkoba, serta membuat keseimbangan terhadap krisis hidup yang mereka alami. Umumnya diperlukan waktu 6 minggu sampai 6 bulan bagi pecandu untuk melewati tahap ini. Penyebab utama kegagalan pada tahap ini adalah, kurangnya kemampuan mengelola kondisi stabil dalam diri.Ketiga, tahap intensif. Tahap ini merupakan proses penyembuhan secara psikis dimana motivasi dan potensi diri mantan pecandu narkoba dibangun pada tahap ini.

  Keempat, tahap rekonsiliasi. Pada tahap ini mantan pecandu narkoba tidak langsung berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi ditampung di sebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu, sampai benar-benar siap mental kembali ke lingkungan semula.Kelima, tahap pemeliharaan lanjutan. Tahap ini merupakan proses jangka panjang, dimana mantan pecandu yang telah pulih, mengatasi transisi hidup, mengelolah rutinitas hidup sehari-hari, dan menjaga diri agar tidak kembali relapse.

  Sulitnya lepas dari kecanduan narkoba, bukanlah suatu hal yang mustahil bagi seorang mantan pecandu narkoba untuk dapat pulih kembali, bahkan tidak sedikit dari mantan pecandu narkoba yang tergerak hatinya untuk membantu pecandu narkoba lainnya untuk dapat pulih seperti dirinya sehingga memutuskan untuk menjadi konselor adiksi.Peran konselor adiksi dalam rehabilitasi narkoba menurut Dinas Sosial (dalam Yolanda, 2014) yaitu, konselor dalam penanganan penyalahgunaan narkoba, bertugas membantu Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) untuk memperbaiki keberfungsian sosial pecandu narkoba, dengan memahami lebih baik tentang perasaan, modifikasi perilaku, dan belajar mengatasi situasi bermasalah yang dihadapinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Panti Rehabilitasi Narkoba YPI. Nurul Ichsan Al-Islami di Purbalingga, diketahui jumlah mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi pada Tahun 2017 berjumlah 3 orang dengan jenis kelamin laki-laki.

  Widyaningrum (2014) menyatakan bahwa, tenaga konselor dalam

  

Therapeutic Community seringkali menggunakan mantan pecandu narkoba

  yang telah menyelesaikan proses rehabilitasinya, yang biasa disebut dengan konselor adiksi. Pelibatan mantan pecandu narkoba sebagai konselor adiksi, dijadikan sebagai role model untuk memotivasi diri pecandu narkoba yang belum pulih untuk tetap fokus menjalani proses rehabilitasinya.

  Pengalaman yang sama yang dialami konselor adiksi saat mengalami kecanduan narkoba, membuatnya memahami perasaan pecandu narkoba lainnya. Sehingga dapat menangani pecandu narkoba lainnya sesuai kejiwaan dan emosional yang sedang dialami. Gladding (2012)menyatakan bahwa, kemampuan konselor untuk bekerja dari perspektif pengalaman emosional yang sudah teratasi, yang membuat seseorang peka terhadap diri sendiri dan orang lain adalah karakter yang disebut sebagai penyembuh luka. Hal ini merupakan fenomena paradoks, dimana individu yang pernah tersakiti dan mampu mengatasi rasa sakitnya, serta memperoleh wawasan tentang kondisi yang pernah dialaminya, akan mampu menolong orang lain yang berjuang untuk mengatasi masalah emosionalnya.

  Selain bermanfaat bagi pecandu narkoba lainnya, menjadi konselor adiksi juga menjadikan seorang mantan pecandu narkoba menemukan kebermaknaan hidupnya.Bastaman (2007)menyatakan bahwa, ada pribadi- pribadi yang dapat mengatasi pengalaman musibah tertentu yang biasanya menimbulkan penderitaan berat berkepanjangan dan penghayatan diri tak bermakna. Pribadi-pribadi yang dapat mengatasi pengalaman musibah tertentu pada dirinya, ternyata berhasil mengembangkan kehidupannya secara normal dan bermakna. Hal ini menurut Bastaman (2007) merupakan keberhasilan memenangkan perjuangan hidup yaitu mengubah nasib buruk menjadi baik dan mengubah penghayatan diri tidak bermakna menjadi bermakna.

  Fenomena ini juga terjadi pada mantan pecandu narkoba yang mampu mengatasi dengan baik ketakutan akan terjerumus kembali kedalam jerat narkoba, ketakutan karenakondisi kesehatan yang buruk akibat narkoba dan ketakutan karena label negatif dari masyarakat tentang dirinya. Mantan pecandu narkoba yang berhasil mengembangkan kehidupannya secara normal dapat menemukan kebermaknaan hidupnya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) yang menyatakan bahwa,semakin tinggi siswa pusat rehabilitasi narkoba Rumah Damai dalam menghayati hidup atau memberi kualitas pada kehidupannya yang penuh makna akan semakin menilai dirinya sendiri secara positif dan mempunyai kepercayaan yang besar terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan dan kebermaknaannya.

  Frankl (2003)menyatakan bahwa,kebermaknaan hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Kehidupan akan memuaskan dan individu akan mampu mengatasi berbagai kesulitan dan masalah dalam hidupnya apabila kehidupannya memiliki makna. Hal tersebut didukung oleh pendapat Koeswara (dalam Bukhori, 2012)yang menyatakan bahwa, kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu terhadap keberadaan dirinya, memuat hal- hal yang dianggap penting, dirasakan berharga dan dapat memberikan arti khusus yang menjadi tujuan hidup sehingga membuat individu menjadi berarti dan berharga.

  Bastaman (2007)menyatakan bahwa,kebermaknaan hidup adalah hal- hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berguna, berharga dan berarti yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia dalam mencapai kebermakna dalam hidupnya akan menimbulkan dampak psikologis yang negatif. Dampak tersebut antara lain: sulit merasakan kebahagiaan, merasa hidupnya hampa dan kosong, depresi hingga menuju tindakan bunuh diri. Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi kebermaknaan hidup akan menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna, hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan dan apatis.

  Bastaman (2007) menyatakan bahwa, dalam kehidupan ini terdapat empat bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup didalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Keempat nilai ini yaitu nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai bersikap dan nilai-nilai pengharapan. Pertama nilai-nilai kreatif, yaitu kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggungjawab. Menemukan suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan kebermaknaan hidup, kebermaknaan hidup tidak terletak pada pekerjaan tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaan.

  Kedua nilai-nilai penghayatan, yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidupnya dari agama yang diyakininya.

  Ketiga nilai-nilai bersikap, yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah hal-hal tragis yang tidak dapat dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan berguna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan bagaimanapun (sakit, nista, dosa, bahkan maut) makna hidup masih dapat ditemuka, asalkan saja dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.

  Keempat Nilai-nilai pengharapan, yaitu keyakinan akan terjadinya hal- hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari.

  Harapan dapat memberi solusi dan peluang serta tujuan baru yang menjanjikan sehingga dapat menimbulkan semangat dan optimisme.

  Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan buruk dan sikap optimisme menyongsong masa depan.

  Pada wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap seorang mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi di Panti Rehabilitasi Narkoba YPI. Nurul Ichsan Al-Islamidi Purbalingga yang berinisial JN pada 03 November 2016, diketahui bahwa setelah sembuh dari penyalahgunaan narkoba JN memutuskan untuk menjadi konselor adiksi di Panti Rehabilitasi YPI. Nurul Ichsan Al-Islami di Purbalingga, awalnya hal ini JN lakukan dengan sukarela dan dengan maksud ingin membantu pecandu narkoba lainnya untuk dapat sembuh seperti dirinya dan sebagai pengingat bagi dirinya sendiri. Hal tersebut merupakan realisasi dari nilai kreatif dalam menemukan kebermaknaan hidup.

  JN juga menyatakan bahwa, saat ini JN merasa lebih dapat membedakan mana tindakan yang baik dan yang buruk dan merasa menjadi orang yang lebih bertanggungjawab, lebih taat dalam menjalankan perintah agama seperti sholat 5 waktu. Hal tersebut merupakan realisasi dari nilai penghayatan dalam menemukan kebermaknaan hidup.

  Selain itu, JN juga menyatakan bahwa setelah menjadi konselor adiksi JN merasa menjadi orang yang lebih berguna karena bisa membantu pecandu narkoba lainnya untuk dapat sembuh dan hal tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi dirinya. JN juga menyatakan bahwa ia sekarang menjadi lebih optimis dalam menjalani hidup serta lebih bersemangat untuk menimba ilmu yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba dan lebih dapat mengontrol emosi negatifnya saat mengalami masalah. Hal tersebut merupakan realisasi dari nilai bersikap dalam menemukan kebermaknaan hidup.

  Berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertarik untuk meneliti proses pencapaian kebermaknaan hidup pada mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana proses pencapaian kebermaknaan hiduppada mantan pecandu narkoba yang menjadi konseor adiksi di Panti Rehabilitasi Narkoba YPI. Nurul Ichsan Al-Islami di Purbalingga?” C.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini yaitu “Mengkajiproses pencapaian kebermaknaan hidup pada mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi di Panti Rehabilitasi Narkoba YPI. Nurul Ichsan Al-Islami, di Purbalingga.” D.

   Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

  Memberikan sumbangan pengetahuan dalam ilmu Psikologi Klinis mengenai proses pencapaian kebermaknaan hidup pada mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi mantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi, diharapkan mampu memberikan apresiasidalam upayanya mencapai kebermaknaan hidup.

  b.

  Bagi mantan pecandu narkoba lainnya, diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya menemukankebermaknaan hidup. c.

  Bagi keluargamantan pecandu narkoba yang menjadi konselor adiksi, diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan kesadaran untuk senantiasa memberi dukungan sebagai upaya mempertahankankebermaknaan hidupnya.