ANALISIS PENGARUH MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP LIKUIDITAS PASAR SAHAM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

(1)

ANALISIS PENGARUH MEKANISME TATA

KELOLA PERUSAHAAN DAN MANAJEMEN

LABA TERHADAP LIKUIDITAS PASAR

SAHAM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)

pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Disusun oleh : AGNES CAROLINA NIM. 12030110120083

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014


(2)

ii

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama Penyusun

: Agnes Carolina

Nomor Induk Mahasiswa

: 12030110120083

Fakultas/Jurusan

: Ekonomika dan Bisnis/Akuntansi

Judul Skripsi

:

ANALISIS

PENGARUH

MEKANISME TATA KELOLA

PERUSAHAAN

DAN

MANAJEMEN

LABA

TERHADAP

LIKUIDITAS

PASAR SAHAM

Dosen Pembimbing

: Dr. Darsono, S.E., MBA., Akt

Semarang, 24 Februari 2014

Dosen Pembimbing,

(Dr. Darsono, SE., MBA., Akt)

NIP. 196208131990011001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN

Nama Penyusun

: Agnes Carolina

Nomor Induk Mahasiswa

: 12030110120083

Fakultas/Jurusan

: Ekonomika dan Bisnis/Akuntansi

Judul Skripsi

:

ANALISIS

PENGARUH

MEKANISME TATA KELOLA

PERUSAHAAN

DAN

MANAJEMEN

LABA

TERHADAP

LIKUIDITAS

PASAR SAHAM

Telah dinyatakan lulus pada tanggal 12 Maret 2014

Tim Penguji :

1.

Dr. Darsono, S.E., MBA., Akt

(...)

2.

Dr. Hj. Zulaikha, M.Si., Akt

(...)


(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Agnes Carolina, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pengaruh Mekanisme Tata Kelola

Perusahaan dan Manajemen Laba terhadap Likuiditas Pasar Saham, adalah

hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/ atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut diatas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah – olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Semarang, 24 Februari 2014 Yang Membuat Pernyataan

Agnes Carolina NIM : 12030110120083


(5)

v

ABSTRACT

The aim of this study is to examine the influence of corporate governance mechanisms and earnings management on trading volume. Trading volume is calculated by Trading Volume Activity (TVA). Independent variables used in this study are board independence and public ownership, which are proxy of corporate governance mechanisms, and earnings management. Dependent variable used in this study is trading volume.

The population of this study is manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2009 to 2011. Sampling is done by using purposive sampling method. Sample of this study is composed of 177 companies during the 3-years observation. Hypotesis are tested by the use of multiple regression analysis.

The results showed that board independence and earnings management has no significant effect on trading volume, while public ownership has significant effect on trading volume. Higher public ownership tends to higher the trading volume.

Keywords: trading volume, board independence, public ownership, earnings management.


(6)

vi

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan dan manajemen laba terhadap volume perdagangan saham. Volume perdagangan saham dihitung dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah komisaris independen dan kepemilikan publik, yang merupakan proksi dari mekanisme tata kelola perusahaan, serta manajemen laba. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah volume perdagangan saham.

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Sampel penelitian ini terdiri dari 177 perusahaan selama tiga tahun pengamatan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komisaris independen dan manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham, sedangkan kepemilikan publik berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. Kepemilikan publik yang semakin tinggi akan meningkatkan volume perdagangan saham.

Kata Kunci: volume perdagangan saham, komisaris independen, kepemilikan publik, manajemen laba.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP LIKUIDITAS PASAR SAHAM”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, petunjuk, bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. H. Mohamad Nasir, M.Si., Akt, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

2. Prof. Dr. H. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt selaku Ketua Jurusan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

3. Dr. Darsono, S.E., MBA., Akt selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, bimbingan, serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Adityawarman, S.E., M.Acc., Ak selaku dosen wali yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.


(8)

viii

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, atas ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh karyawan dan staf Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro yang telah membantu selama proses perkuliahan.

7. Kedua orang tua penulis, Robert Gunawan Palti Manurung dan Tri Martha Uli Nainggolan, yang telah memberikan dukungan baik moril, materiil, kasih sayang, semangat, serta doanya yang tidak kunjung henti.

8. My partners in crime, Jonathan O. Manurung dan Michael L. Manurung,

yang selalu memberikan dukungan, doa, dan hiburan.

9. Teman dan sahabat seperjuangan dan sependeritaan yang sangat kooperatif dan menyenangkan, Amos Rico Brolin.

10.Teman-teman CGSM, Tenrie, Donna, Ana, Lanny, Caca, Andra, atas semangat, motivasi, serta dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Special Friends, Rheza, Amos, Syoraya, Vira, Tika, Rika, Arvina, Emma, Desty, Olin, Yanuar, Yogi, Aritama, Habibi, Yahdi, Aldo, Andhika, Norman, Irwan, Febri, Bowo, Gusrida, Anggiat, Ka Ayu, Ka Okta, Jojo, Mas Ade, atas bantuan, dukungan, doa, semangat, kenangan, dan hiburannya selama kuliah ini.

12.Keluarga besar PMK yang selalu ada untuk memberikan doa, dukungan, semangat, dan wadah untuk bertumbuh dalam Tuhan.


(9)

ix

13.Teman-teman Akuntansi 2010 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

14.Teman-teman Kos 31, Mas Agus, Mba Ina, Ka Tri, Mba Bina, Rara, Mba Kiki, Mba Denok, Mba Wulan, Alsa, Nana, Arina, atas kenangannya.

15.Teman-teman KKN, Emil, Mentari, Jean, Ani, Tika, Ical, Mas Duta, Mas Dimas, Akhsan, Mas Ade, atas kerja sama dan kenangannya.

16.Pasukan perpus yang selalu menemani dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

17.Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini mungkin masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat demi penulisan yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, bagi peneliti selanjutnya, dan bagi dunia pendidikan.

Semarang, 12 Maret 2014 Penulis,


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Teori Agensi ... 14

2.1.2 Likuiditas Pasar Saham ... 20

2.1.3 Manajemen Laba... 15

2.1.4 Tata Kelola Perusahaan ... 29

2.1.4.1 Komisaris Independen ... 32

2.1.4.2 Kepemilikan Publik ... 35

2.2 Penelitian Terdahulu ... 38

2.3 Kerangka Pemikiran ... 40

2.4 Pengembangan Hipotesis ... 41

2.4.1 Tata Kelola Perusahaan dan Likuiditas Pasar ... 41

2.4.2 Manajemen Laba dan Likuiditas Pasar ... 45

BAB III METODE PENELITIAN... 49

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 49

3.1.1 Variabel Dependen ... 49

3.1.2 Variabel Independen ... 50

3.1.2.1 Tata Kelola Perusahaan ... 50

3.1.2.1.1 Komisaris Independen ... 51

3.1.2.1.2 Kepemilikan Publik ... 52

3.1.2.2 Manajemen Laba ... 52


(11)

xi

3.2 Populasi dan Sampel ... 55

3.3 Jenis dan Sumber data ... 56

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56

3.5 Metode Analisis... 56

3.5.1 Statistik Deskriptif ... 57

3.5.2 Uji Asumsi Klasik ... 57

3.5.2.1 Uji Normalitas ... 58

3.5.2.2 Uji Multikolonieritas ... 59

3.5.2.1 Uji Heteroskedastisitas ... 60

3.5.2.1 Uji Autokorelasi ... 60

3.5.3 Uji Hipotesis ... 61

3.5.3.1 Uji Regresi Berganda ... 61

3.5.3.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 62

3.5.4 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 63

3.5.5 Uji Koefisien Determinasi (R2)... 63

BAB IV HASIL DAN ANALISIS ... 64

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 64

4.2 Analisis Data ... 65

4.2.1 Statistik Deskriptif ... 65

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 67

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 67

4.2.2.2 Uji Multikolinieritas ... 69

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 70

4.2.2.4 Uji Autokorelasi ... 74

4.2.3 Uji Hipotesis ... 75

4.2.2.1 Uji Regresi Berganda ... 75

4.2.2.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ... 76

4.2.4 Hasil Uji Hipotesis ... 77

4.2.5 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)... 78

4.2.6 Uji Koefisien Determinasi (R2)... 79

4.3 Interpretasi Hasil ... 80

4.3.1 Pengaruh Komisaris Independen terhadap Volume Perdagangan Saham ... 80

4.3.2 Pengaruh Kepemilikan Publik terhadap Volume Perdagangan Saham ... 81

4.3.3 Pengaruh Manajemen Laba terhadap Volume Perdagangan Saham .. 82

BAB V PENUTUP ... 84

5.1 Kesimpulan... 84

5.2 Keterbatasan ... 85


(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN ... 92


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 38

Tabel 4.1 Sampel Penelitian ... 64

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 65

Tabel 4.3 Uji Normalitas ... 69

Tabel 4.4 Uji Multikolinieritas ... 70

Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas ... 72

Tabel 4.6 Uji Heteroskedastisitas Model Regresi Kedua ... 73

Tabel 4.7 Uji Autokorelasi ... 74

Tabel 4.8 Uji Regresi Berganda ... 75

Tabel 4.9 Uji Signifikansi Parameter Individual ... 76

Tabel 4.10 Uji Signifikansi Simultan ... 79


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 41

Gambar 4.1 Uji Normalitas ... 68

Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas ... 71


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A TABULASI DATA ... 92 LAMPIRAN B HASIL OUTPUT SPSS ... 100


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saham adalah suatu nilai yang dimiliki oleh perusahaan berupa instrumen-instrumen keuangan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam jangka panjang. Tempat diperdagangkannya saham yang dipegang umum di Indonesia adalah pasar saham atau yang dikenal dengan Bursa Efek Indonesia. Sumber permodalan eksternal yang utama bagi perusahaan dan pemerintah adalah Bursa Efek dan Pasar Uang. Pertiwi (2010) mengatakan bahwa perusahaan dinilai baik apabila nilai pasar atau nilai buku ekuitas perusahaan lebih tinggi daripada laba yang dihasilkan oleh perusahaan pesaing. Apabila lebih rendah daripada nilai pasar atau nilai buku ekuitas perusahaan pesaing, maka nilai perusahaan itu cenderung kurang baik, namun demikian nilai pasar atau nilai buku ekuitas bukanlah satu-satunya indikator dalam menentukan nilai perusahaan.

Harga saham dari perusahaan yang ada di pasar saham dapat menjadi indikator nilai perusahaan. Salah satu elemen fundamental yang mempengaruhi perkembangan pasar saham adalah likuiditas dari pasar saham itu sendiri. Tujuan utama investor adalah untuk memperoleh keuntungan, sehingga investor akan lebih tertarik untuk menanamkan uangnya di portofolio yang likuid dengan harapan bahwa portofolio tersebut dapat dengan mudah nantinya dijual untuk menghasilkan dana yang dibutuhkan oleh investor itu sendiri. Likuiditas


(17)

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya segmentasi secara alamiah di pasar saham.

Literatur yang masih ada tentang hubungan antara likuiditas pasar, yang diwakili oleh bid-ask spreads, manajemen laba dan mekanisme tata kelola perusahaan menunjukkan bahwa bid-ask spreads berhubungan positif dengan tingkat manajemen laba dan berhubungan negatif dengan mekanisme tata kelola perusahaan (corporate governance) yang lebih baik, dimana pada hal ini mekanisme tata kelola perusahaan diukur dengan tingkat independensi dewan pengurus (apabila di Indonesia yang dimaksud adalah komisaris independen) dan kurangnya dualitas CEO. Dualitas CEO merupakan jabatan CEO dan chairman yang diemban oleh satu orang. Di Indonesia tidak terdapat dualitas CEO karena Indonesia menggunakan two-tiers board system.

Menurut pendapat Tricker (2009) yang dimuat oleh Ali dalam blognya, struktur dari two-tiers board system terdiri dari dua board. Pertama adalah dewan pengawas (supervisory board) yang terdiri dari dewan non-esksekutif independen dan dewan non-eksekutif non-independen. Kedua adalah dewan pelaksana (executive board) yang terdiri dari semua direktur pelaksana seperti CEO, CFO, COO, CIO (C-level management). Di Indonesia dewan non-eksekutif independen sering disebut dengan nama komisaris independen. Oleh karena board system yang berbeda, dalam penelitian ini dualitas CEO tidak digunakan sebagai variabel yang mewakili tata kelola perusahaan.

Dalam pengaturan pasar saham di Indonesia, pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan dan manajemen laba terhadap likuiditas mungkin berbeda


(18)

dengan di Italia meskipun sebagian besar perusahaan di Indonesia memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi. Perbedaan yang mungkin terjadi dapat dilihat dari proksi mekansime tata kelola perusahaan yang tidak melibatkan CEO duality. Hal ini adalah salah satu perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini kualitas mekanisme tata kelola perusahaan diukur dari independensi dewan (komisaris independen) dan kepemilikan oleh publik karena menyesuaikan dengan sistem dewan di Indonesia. Semakin independen dewan komisaris dalam suatu perusahaan, akan semakin baik pula pengawasan terhadap manajemen, sehingga dengan demikian akan mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Kepemilikan publik merupakan ukuran dari pemegang saham biasa yang merupakan pihak eksternal dari suatu perusahaan, dimana pemegang saham tersebut dapat memantau kinerja manajemen. Kepemilikan oleh publik dalam penelitian ini juga mewakili mekanisme tata kelola perusahaan.

Konsentrasi kepemilikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan suatu perusahaan. Konsentrasi kepemilikan terkait dengan besarnya kepemilikan saham oleh sejumlah pemegang saham dalam suatu struktur kepemilikan saham. Kepemilikan tersebut dapat dimiliki oleh publik ataupun non-publik, institusi maupun non-institusi. Apabila kepemilikan saham didominasi oleh pihak eksternal maka masalah agensi antara manajemen (sebagai agent) dan stakeholders (sebagai principal) dapat dikurangi. Interaksi ekonomi yang terjadi dalam ekonomi konsentrasi kepemilikan tinggi berbeda secara fundamental dalam hal kelompok pelaku pasarnya, dalam arti masalah agensi bukan antara manajer


(19)

dan stakeholders seperti beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai asimetri informasi dan likuiditas. Ketika terdapat pemegang saham dengan kepemilikan yang tinggi (presentasi jumlah saham yang dimiliki) dan memungkinkannya untuk mendapatkan informasi rahasia, konflik yang mungkin muncul yaitu antara mayoritas blokholder dan investor lainnya.

Masalah agensi tipe II ini menjadi lebih signifikan dalam konsentrasi kepemilikan tinggi. Masalah agensi ini juga dapat memimpin pada hubungan yang berbeda secara signifikan antara atribut ekonomi perusahaan dan likuiditas pasar ketika dibandingkan dengan konflik umum antara manajer dan pemegang saham. Contohnya adalah penelitian oleh Lev (1988) menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan yang tinggi dapat menawarkan kepada para pemegang saham dominan, akses yang mudah pada informasi unggul dan juga dorongan yang lebih besar untuk menggunakan informasi tersebut untuk keuntungannya dalam perdagangan saham, sehingga mau tidak mau akan mempengaruhi likuiditas saham perusahaan tersebut di pasar. Menurut Prencipe dan Bar-Yosef (2011), hubungan managemen laba dan efektifitas mekanisme tata kelola perusahaan dapat terpengaruh dalam pengaturan konsentrasi kepemilikan tinggi, sehingga dalam pasar yang bercirikan konsentrasi kepemilikan tinggi pengaruh tata kelola perusahaan dan manajemen laba pada likuiditas pasar masih belum jelas.

Menurut Schipper (1989), suatu manajemen dikatakan melalukan praktik manajemen laba apabila manajemen melakukan campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan atau bahkan menurunkan laba. Berbeda dengan Schipper, Healy dan


(20)

Wahlen (1999) berpendapat bahwa keputusan manajemen untuk memberikan informasi kondisi kinerja ekonomi perusahaan yang salah kepada stakeholders, melalui pelaporan keuangan atau pengubahan transaksi-transaksi yang terkait, merupakan praktik manajemen laba.

Likuiditas pasar dalam penelitian ini diwakili oleh volume perdagangan (trading volume). Volume perdagangan merupakan jumlah saham yang diperdagangkan oleh para investor dan pemodal di pasar modal. Semakin besar volume perdagangan, semakin tinggi pula tingkat likuiditas dari saham-saham yang diperdagangkan. Menurut Ang (1997) volume perdagangan juga dapat mencerminkan tingkah laku investor melalui kekuatan permintaan dan penawaran saham dalam pasar. Semakin tingginya permintaan dan penawaran akan saham, mencerminkan bahwa saham tersebut semakin diminati oleh banyak investor, sehingga sebagai akibatnya, akan terjadi fluktuasi harga akan saham di bursa yang dapat menghasilkan kenaikan harga/return saham tersebut.

Pada beberapa penelitian sebelumnya, pengaruh dari manajemen laba dan mekanisme tata kelola perusahaan pada likuiditas telah dianalisis secara terpisah, bukan bersamaan. Bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik tata kelola perusahaan ini terhadap volume perdagangan cukup terbatas dan pengaruh dari manajemen laba dan tata kelola perusahaan pada elemen likuiditas pasar (volume perdagangan) dengan adanya kepemilikan publik yang terkonsentrasi belum ditelusuri secara detail. Pada umumnya perusahaan manufaktur Indonesia memiliki konsentrasi kepemilikan tinggi yang beragam, ada yang konsentrasi kepemilikan tertinggi dimiliki oleh institusional, ada yang dimiliki oleh asing, ada


(21)

pula yang dimiliki oleh publik. Kepemilikan publik yang tinggi di sisi lain dapat mengindikasikan bahwa saham perusahaan aktif diperdagangkan di bursa saham. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan konsentrasi kepemilikan oleh publik sebagai proksi dari mekanisme tata kelola perusahaan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bar-Yosef dan Prencipe (2013), yang merupakan jurnal acuan pada penelitian ini, dalam pengaturan pasar saham Italia dihasilkan bahwa mekanisme tata kelola perusahaan yang lebih baik akan meningkatkan likuditas pasar baik dalam bid-ask spreads maupun volume perdagangan, dimana sejalan dengan hasil laporan sebelumnya. Konsentrasi kepemilikan dalam beberapa pasar saham Eropa sangat signifikan, dimana rata-rata tingkat konsentrasi kepemilikan publiknya cenderung melebihi lima puluh persen. Konsentrasi kepemilikan ditemukan berkorelasi positif dan signifikan pada bid-ask spreads dan berkorelasi negatif dengan volume perdagangan, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat manajemen laba dan bid-ask spreads. Oleh karena itu, penelitian kali ini hanya menggunakan volume perdagangan sebagai proksi dari likuiditas pasar.

Bar-Yosef dan Prencipe (2013) menyatakan bahwa kurangnya pengaruh manajemen laba pada bid-ask spreads dapat terjadi karena dalam pengaturan konsentrasi kepemilikan tinggi, para pembentuk pasar tidak terlalu memperhatikan laporan keuangan suatu perusahaan, melainkan fokus pada indikator lain dari risiko asimetri informasi seperti karakteristik-karakteristik tata kelola perusahaan. Kurangnya pengaruh manajemen laba terhadap bid-ask spreads dalam pengaturan konsentrasi kepemilikan tinggi juga dapat terjadi para


(22)

pembentuk pasar mungkin tidak mempertimbangkan manajemen laba sebagai salah satu faktor resiko karena adanya pengawasan secara langsung yang dilakukan oleh para pemegang saham dominan.

Penjelasan yang mungkin dari hubungan manajemen laba dan likuiditas adalah bahwa tingkat manajemen laba yang lebih tinggi akan meningkatkan asimetri informasi dan, sebagai akibatnya, terjadi pertentangan diantara para investor mengenai hasil yang mungkin diperoleh di masa yang akan datang, hal ini diartikan sebagai peningkatan dari volume perdangangan saham. Berbeda dengan penelitian Bar-Yosef dan Prencipe (2013) dimana manajemen laba diproksikan dengan Abnormal Working Capital Accruals, pada penelitian ini manajemen laba diproksikan dengan Discretionary Accruals.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah mekanisme tata kelola perusahaan dan manajemen laba secara bersamaan memiliki pengaruh terhadap likuiditas pasar modal dalam pengaturan konsentrasi kepemilikan.

1.2 Rumusan Masalah

Mekanisme tata kelola perusahaan dewasa ini sering diminati para peneliti untuk menilai pengaruhnya terhadap asimetri informasi dalam perusahaan. Mekanisme tata kelola perusahaan yang baik atau lebih sering dikenal dengan good corporate governance akan mengurangi resiko dari asimetri informasi dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, suatu perusahaan sering dinilai baik apabila memiliki mekanisme tata kelola perusahaan yang baik pula. Mekanisme tata kelola perusahaan yang baik bukan hanya menguntungkan bagi manajemen


(23)

perusahaan, melainkan juga untuk para investor. Hal ini dikarenakan tata kelola perusahaan dapat memberikan keyakinan yang lebih tinggi kepada para investor bahwa manajer bertindak atas kepentingan para pemegang saham bukan kepentingan dirinya sendiri. Mekanisme tata kelola perusahaan salah satunya dapat dilihat dari dewan komisaris yang independen.

Menurut Bar-Yosef dan Prencipe (2013), berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Bursa Italia pada tahun 1999, dewan dapat dikatakan independen apabila dewan tersebut merupakan dewan non-eksekutif (komisaris) yang tidak memiliki dan atau baru memiliki hubungan bisnis dengan emiten atau orang yang terkait dengan penerbit, yang dapat mempengaruhi penilaiannya. Dengan adanya komisaris independen ini maka pengawasan terhadap manajemen akan lebih maksimal, sehingga investor merasa yakin untuk menanamkan sahamnya karena resiko asimetri informasi yang dihasilkan akan semakin rendah.

Resiko asimetri yang tinggi mengindikasikan kurang baiknya kinerja perusahaan dalam menghasilkan informasi kepada pihak eksternal khusunya investor, sehingga tidak menarik para investor tersebut untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Adanya pengawasan yang baik dari komisaris independen dapat mempengaruhi likuiditas pasar modal khususnya mempengaruhi dalam volume perdagangannya. Oleh karena itu, masalah pertama yang muncul dalam penelitian ini adalah:

Pertanyaan penelitian 1: Apakah komisaris independen berpengaruh positif terhadap volume perdagangan saham?


(24)

Konsentrasi kepemilikan dapat menyebabkan pemegang saham mayoritas cenderung ikut ambil bagian dalam mengendalikan jalannya operasional perusahaan. Pemegang saham mayoritas tersebut dapat pula mengendalikan dewan komisaris perusahaan untuk mengubah kebijakan manajemen perusahaan selama hal tersebut memberikan keuntungan bagi para pemegang saham mayoritas. Apabila konsentrasi kepemilikan publik tinggi maka publik tersebut dapat memanfaatkan informasi unggul yang didapatnya untuk meningkatkan transaksi sahamnya di pasar saham. Oleh karena itu, masalah kedua yang muncul dalam penelitian ini adalah:

Pertanyaan penelitian 2: Apakah kepemilikan publik berpengaruh positif terhadap volume perdagangan saham?

Bukan hanya mekanisme tata kelola perusahaan, dewasa ini praktik manajemen laba sangat marak terjadi pada banyak perusahaan di berbagai belahan dunia. Manajemen laba dapat berupa penurunan laba, peningkatan laba, atau perataan laba. Menurut Scott (2000) ada beberapa alasan yang mendorong dilakukannya praktik manajemen laba. Beberapa manajer melakukan manajemen laba agar menarik para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan. Beberapa manajer lain melakukan manajemen laba agar meningkatkan kepercayaan pemegang saham kepada manajer, karena prestasinya dilihat dari tinggi rendahnya laba atau keuntungan operasional perusahaan. Manajer juga bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, khusunya perusahaan yang terancam tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya tepat waktu.


(25)

Scott (2000) juga mengatakan bahwa terdapat beberapa motivasi manajer melakukan praktik manajemen laba. Dua diantaranya adalah Initial Public Offering (IPO) dan pentingnya memberi informasi kepada investor. Perusahaan yang baru akan go public (belum memiliki nilai pasar), akan melakukan manajemen laba yaitu dengan menyajikan nilai laba perusahaan yang tinggi dengan harapan akan menaikan harga saham perusahaan tersebut. Pentingnya memberikan informasi kepada investor mendorong beberapa manajer melakukan manajemen laba agar investor menilai bahwa perusahaan tetap dalam kinerjanya yang baik. Apabila perusahaan dalam kinerja yang baik, maka mengindikasikan bahwa manajer melakukan tugas pengelolaan perusahaan dengan baik. Bahkan seorang manajer bisa mendapatkan bonus dari para shareholders karena kinerja manajer tersebut yang baik. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa manajemen laba dapat berpengaruh pada investor, dimana akan berkaitan dengan saham perusahaan itu sendiri di pasar modal.

Setiap perubahan informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan akan merubah keyakinan para investor yang dapat dilihat dari reaksi pasar. Salah satu reaksi tersebut adalah reaksi volume perdagangan saham, sehingga adalah mungkin praktik manajemen laba dapat mempengaruhi volume perdagangan saham. Adanya konsentrasi kepemilikan disisi lain memungkinkan para pelaku pasar untuk tidak terlalu memperhatikan laporan keuangan, melainkan mekanisme tata kelola perusahaan sebagai resiko asimetri informasi dan tidak menjadikan manajemen laba sebagai salah satu resiko dari asimetri informasi, sehingga manajemen laba tidak berpengaruh terhadap likuiditas pasar saham.


(26)

Dengan adanya konsentrasi kepemilikan tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme tata kelola perusahaan menjadi sorotan utama para investor sebelum melakukan investasi. Tidak menutup kemungkinan manajemen laba mempengaruhi volume perdagangan dengan adanya konsentrasi kepemilikan tersebut. Oleh karena masih belum jelas apakah manajemen laba berhubungan atau tidak dengan likuiditas pasar saham, maka dapat dirumuskan masalah yang selanjutnya sebagai berikut:

Pertanyaan penelitian 3: Apakah manajemen laba berpengaruh positif terhadap volume perdagangan saham?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang: 1. Pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan yang diwakili dengan

komisaris independen dan kepemilikan publik terhadap volume perdagangan saham.

2. Pengaruh manajemen laba terhadap volume perdagangan saham. 1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pembaca dan peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan dan manajemen laba terhadap likuiditas pasar saham.


(27)

2. Bagi para pengguna laporan keuangan dan manajemen perusahaan, agar dapat memahami bagaimana mekanisme tata kelola perusahaan dan manajemen laba dapat memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang dalam penelitian ini dilihat dari likuditas saham perusahaan tersebut di pasar saham.

3. Bagi para akademisi, memberikan pandangan lain dari agency theory bukan dari hubungan antara manajemen perusahaan dan shareholders, melainkan dari hubungan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan yang terjadi dalam struktur kepemilikan terkonsentrasi.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab yang akan menjelaskan secara rinci isi peneletian ini, antara lain sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini dipaparkan secara jelas latar belakang dari penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah penelitian yang didalamnya terdapat pertanyaan penelitian. Tujuan dan manfaat dari penelitian juga dipaparkan dalam bab ini.

BAB II Tinjauan Pustaka, bab ini berisi tentang landasan teori yang menjelaskan teori yang mendasari penelitian ini dan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Bab II juga menggambarkan kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini yang menjelaskan tujuan penelitian dalam bentuk skema, serta pengembangan hipotesis yang berisi pernyataan mengenai jawaban atau dugaan sementara terhadap masalah penelitian.


(28)

BAB III Metodologi Penelitian, bab ini berisi penjelasan mengenai variabel-variabel penelitian dan definisi operasional yang mendeskripsikan lebih dalam mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Bab ini juga memaparkan populasi yang menjadi objek penelitian, sampel yang diambil dengan metode tertentu, jenis dan sumber data yang menjelaskan data seperti apa yang digunakan dan darimana memperoleh data tersebut, metode pengumpulan data yang mejelaskan bagaimana data-data penelitian diperoleh, serta metode analisis yang menjelaskan metode yang digunakan agar data-data penelitian diolah untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.

BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini berisi deskripsi dari objek penelitian yang membahas mengenai objek dan variabel penelitian, kemudian terdapat pula analisis data yang berisi data-data penelitian yang mudah untuk dipahami oleh para pembaca, serta hasil penelitian yang menjelaskan tentang pengaruh tata kelola perusahaan dalam konsentrasi kepemilikan tinggi dan manajemen laba terhadap likuiditas pasar saham.

BAB V Penutup, bab ini berisi kesimpulan yang merangkum secara menyeluruh mengenai penelitian ini yang telah dibahas di bab-bab sebelumnya. Bab ini juga memuat keterbatasan dari penelitian ini dan saran kepada pihak-pihak berkepentingan untuk penelitian selanjutnya.


(29)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori Agensi menurut Anthony dan Govindarajan (2005) merupakan teori yang mendasari hubungan antara principal dan agent dengan asumsi bahwa setiap individu termotivasi atas kepentingannya masing-masing, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara keduanya. Principal yang dimaksud disini adalah shareholders, dimana principal ini mempekerjakan individu lain sebagai agent (manajer) untuk melakukan suatu jasa tertentu dan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Konflik agensi dapat dikurangi apabila manajer dan shareholders memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan, sehingga manajer akan bertindak atas kepentingan principal (shareholders).

Menurut Jensen dan Meckling (1976), potensi konflik agensi akan muncul apabila manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut, yang mendorong manajer untuk memaksimalkan keuntungan dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena adanya pemisahan kekuasaan antara fungsi pengelola (manajer) dan fungsi kepemlikan (shareholders). Apabila manajemen melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan, yang akan menerima dampaknya adalah para pemegang saham. Dampak ini dapat berupa tingkat pengembalian berupa dividen yang menurun ataupun nilai perusahaan yang


(30)

cenderung menurun sehingga nilai saham perusahaan tersebut di pasar modal akan menurun pula dan dapat mempengaruhi tindakan para investor lainnya dalam menyikapi masalah yang terjadi. Investor bisa saja menjual saham perusahaan di pasar modal, atau investor dapat pula menahannya.

Ketika konflik agensi terjadi maka akan menimbulkan biaya agensi (agency cost), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan hubungan agensi yang efektif antara principal dan agent. Contoh biaya agensi adalah bonus yang ditawarkan kepada manajer untuk melakukan pekerjaan untuk kepentingan pemegang saham. Hampir tidak mungkin suatu perusahaan memiliki zero agency cost untuk menjamin manajer bertindak atas kepentingan para pemegang saham, hal ini dikarenakan perbedaaan kepentingan yang besar antara kedua belah pihak.

Menurut Jensen dan Meckling (1976), terdapat tiga jenis utama dari biaya agensi, yaitu antara lain: (1) pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial, seperti biaya audit; (2) pengeluaran untuk struktur organisasi dalam hal membatasi perilaku-perilaku tidak diinginkan yang dilakukan oleh pihak manajerial, seperti penunjukan dewan direksi eksternal, restrukturisasi unit bisnis perusahaan dan hierarki manajemen; (3) biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika adanya pembatasan pada para pemegang saham. Apabila tidak ada upaya dari pemegang saham untuk mengontrol tindakan manajer, maka akan memungkinkan terjadinya kehilangan sebagian kekayaan pemegang saham oleh karena perilaku manajerial yang menyimpang.

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), solusi optimal untuk mengurangi konflik antara manajer dan pemegang saham yaitu dengan


(31)

kompensasi eksekutif berdasarkan kinerja serta diikuti dengan beberapa tindakan pemantauan. Bukan hanya tindakan pemantauan yang diperlukan, tetapi juga beberapa mekanisme yang mendorong manajer untuk bertindak bukan berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, melainkan kepentingan para pemegang saham. Pertama, rencana insentif berbasis kinerja. Salah satu rencana insentif yang paling populer di beberapa perusahaan publik adalah kinerja saham, dimana saham diberikan kepada eksekutif berdasarkan kinerjanya di perusahaan.

Jika kinerja perusahaan berada di atas targetnya, maka eksekutif perusahaan akan mendapatkan lebih banyak saham. Jika kinerja perusahaan berada di bawah target kinerja, sebaliknya, eksekutif menerima saham lebih sedikit yaitu dibawah 100 persen. Rencana insentif berbasis kinerja saham bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, dan membantu perusahaan menarik dan mempertahankan manajer, yang mau mengambil resiko akan keuangan masa depan mereka atas kemampuan yang mereka miliki yang akan membuat kinerja mereka lebih baik dari waktu ke waktu.

Kedua, intervensi secara langsung oleh pemegang saham. Para pemegang saham khususnya pemegang saham institusional dapat mempengaruhi manajer perusahaan dalam dua cara, yaitu: (1) pemegang saham institusional dapat bertemu manajer untuk menawarkan saran-saran mengenai kegiatan operasional perusahaan; (2) pemegang saham institusional dapat mensponsori sebuah proposal agar dipilih dalam rapat umum pemegang saham tahunan, bahkan apabila manajemen menentang proposal tersebut.


(32)

Ketiga, ancaman langsung oleh pemegang saham. Ancaman ini merupakan ancaman kecil karena meskipun pemegang saham memiliki kepemilikan yang besar, namun kontrol manajemen juga sangat kuat sehingga sulit untuk mendapatkan suara dalam hal memberhentikan manajer. Keempat, ancaman pengambil alihan. Ancaman disiplin pengambil alihan ini mengubah perilaku manajerial dan mendorong manajemen untuk meningkatkan nilai saham.

Berbeda dengan Anthony dan Govindarajan, Bathala et al (1994) menyatakan bahwa mengurangi konflik antara manajer dan shareholders dapat dilakukan dengan: (1) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer (insider ownership); (2) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax); (3) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang; (4) serta kepemilikan oleh institusi (institutional holdings). Menurut Masdupi (2005) dalam Ichsan (2013), dengan adanya peningkatan kepemilikan oleh manajer, maka diharapkan adanya kedudukan yang sama antara manajer dan pemegang saham. Kedudukan yang sama tersebut akan memotivasi manajer untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kemakmuran perusahaan. Peningkatan hutang dapat membatasi penggunaan saham yang pada akhirnya meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Peningkatan hutang ini di sisi lain perlu dikendalikan agar tidak terlalu besar jumlahnya karena dapat menimbulkan konflik antara debtholders dengan para pemegang saham.

Beberapa studi yang membahas mengenai asimetri informasi dan likuiditas berasumsi bahwa konfik agensi terutama terjadi antara manajer dan pemegang saham. Berbeda dengan penelitian tersebut, dimana penelitian ini berlandaskan


(33)

ekonomi konsentrasi kepemilikan, interaksi ekonomi dapat terjadi antara kelompok pelaku pasar yang berbeda. Ketika terdapat pemegang saham dengan hak kepemilikan yang tinggi dimana pemegang saham tersebut dapat memperoleh informasi rahasia atau unggulan, konflik yang berpotensi untuk muncul yaitu antara mayoritas pemegang block saham (blockholders) dengan investor-investor lainnya. Tipe agensi ini dapat mengarah pada hubungan yang berbeda antara atribut ekonomi perusahaan dan likuiditas pasar ketika dibandingkan dengan konflik agensi yang biasanya terjadi antara manajer dan pemegang saham.

Menurut Abor dan Biekpe (2006), pemegang saham block adalah pemegang saham yang memegang minimal lima persen dari seluruh modal perusahaan. Kepemilikan saham block oleh pihak eksternal dapat mengurangi konflik agensi antara manajer dan shareholders, hal ini dikarenakan adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap manajer. Ketika kepemilikan saham block didominasi oleh manajemen perusahaan, Lins (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hal ini akan meningkatkan konflik agensi antara manajer dan shareholders yang dapat berakibat pada turunnya nilai perusahaan dan eksploitasi pemegang saham minoritas.

Konsentrasi kepemilikan adalah besarnya presentase kepemilikan saham yang dimiliki publik maupun non-publik dalam struktur kepemilikan saham suatu perusahaan. Apabila konsentrasi kepemilikan didominasi oleh pihak eksternal maka dapat mengurangi konflik agensi antara manajer dan pemegang saham, karena pemegang saham dominan dapat mengendalikan kebijakan manajemen dengan bebas tanpa menimbulkan konflik antara pemegang saham block.


(34)

Meskipun dalam konsentrasi kepemilikan tinggi tidak terjadi konflik antara manajer dan pemegang saham, namun konflik dapat terjadi antara pemegang saham block dengan investor lainnya yang tidak memiliki kepemilikan yang lebih besar dari para pemegang saham block. Hal ini juga dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham block dengan pemegang saham biasa lainnya. Terdapat kemungkinan perbedaan kepentingan antara pemegang saham block dengan pemegang saham biasa lainnya.

Pemegang saham block mayoritas dapat bertindak demi kepentingan mereka untuk memaksimalkan keuntungan mereka dari saham yang dimiliki, sehingga para pemegang saham block lebih mendahulukan untuk memperoleh keuntungan dari sahamnya di perusahaan tersebut dan cenderung menomor duakan nasib dari pemegang saham biasa lainnya. Pemegang saham block mayoritas juga dapat mengubah dengan bebas kebijakan manajemen dalam rangka memaksimalkan keuntungan mereka, tanpa melibatkan investor lain selama proses pengambilan keputusan atas kebijakan manajemen di masa mendatang.

Konsentrasi kepemilikan dapat menawarkan akses yang mudah kepada para pemegang saham mayoritas atas informasi-informasi unggul, serta memberi kesempatan yang lebih tinggi kepada para pemegang saham mayoritas untuk menggunakan informasi-informasi unggul tersebut sebagai keuntungan dalam memperdagangkan saham mereka, sehingga mau tidak mau akan mempengaruhi likuiditas saham perusahaan tersebut di pasar saham. Akibat dari adanya konsentrasi kepemilikan tersebut, maka terjadi konflik agensi antara pemegang saham block mayoritas dengan pemegang saham lainnya (minoritas).


(35)

2.1.2 Likuiditas Pasar Saham

Suatu perusahaan tidak akan terlepas dari saham yang merupakan bagian dari kepemilikan perusahaan itu sendiri. Pihak-pihak yang memiliki hak kepemilikan dari suatu perusahaan, ditandai dengan besarnya saham yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah saham yang dimiliki seorang atau sekelompok pemegang saham, maka semakin besar pula kewenangannya untuk ambil bagian dalam keberlangsungan perusahaan agar berjalan sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Dalam upaya meningkatkan modal bisnisnya, perusahaan menerbitkan saham untuk mendapatkan pendanaan jangka panjang dalam bentuk uang tunai atas penerbitan saham tersebut. Saham yang diterbitkan dapat berbeda-beda jenisnya. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001), saham dibedakan dari beberapa sudut pandang: (1) dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim; (2) dari cara peralihannya; (3) dari kinerja perdagangan.

Dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham dibedakan menjadi saham biasa dan saham preferen. Pemegang saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas dimana apabila suatu perusahaan pailit, kerugian yang ditanggung adalah sebesar saham yang dimiliki. Saham preferen memiliki ciri gabungan dari obligasi dan saham biasa, dimana saham ini dapat menghasilkan pendapatan seperti bunga obligasi tetapi masih mungkin untuk tidak mendatangkan keuntungan, seperti yang dikehendaki para investor.

Dari cara peralihannya, saham dibedakan menjadi saham atas unjuk (bearer stock) dan saham atas nama (registered stock). Saham atas unjuk tidak tertulis nama pemiliknya, dengan tujuan agar mudah dipindah tangankan. Saham


(36)

atas nama, sebaliknya, nama pemilik saham tertulis secara jelas sehingga cara peralihannya harus mengikuti prosedur tertentu.

Dari kinerja perdagangannya, saham dibedakan menjadi blue-chip stocks, income stocks, growth stocks, speculative stocks, dan counter cyclical stocks. Blue-chip stocks merupakan saham biasa yang nilainya tinggi yang dimiliki emiten dengan pendapatan yang tinggi dan pembayaran dividen yang konsisten (leader). Income stocks kemampuan pembayaran dividennya berada diatas rata-rata pembayaran dividen pada tahun sebelumnya. Growth stocks terdiri dari

well-known dan lesser-known. Saham well-known merupakan saham dari emiten yang

memiliki pendapatan yang tinggi (leader), sedangkan saham lesser-known dari emiten yang bukan leader namun memiliki ciri dari growth stocks. Speculative stocks merupakan saham dari emiten yang penghasilan tiap tahunnya tidak konsisten namun memiliki kemungkinan berpenghasilan tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti. Counter cyclical stocks merupakan saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro atau situasi bisnis secara umum.

Setelah membahas jenis-jenis saham, akan dibahas lebih dalam mengenai pasar saham. Pasar saham adalah tempat diperdagangkannya saham-saham perusahaan yang dipegang umum. Pasar saham sering disebut juga sebagai bursa saham atau bursa efek. Bursa efek ini mempertemukan pembeli dan penjual efek atau saham perusahaan yang terdaftar di bursa tersebut. Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, proses perdagangan surat berharga di bursa mengarah pada sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) dan perdagangan jarak jauh (remote trading). Bursa ini dikategorikan


(37)

sebagai bursa utama (main board). Perusahaan yang ingin listing di bursa efek suatu negara harus memenuhi persyaratan bursa efek di negaranya sehingga sahamnya dapat diperdagangkan di bursa tersebut.

Likuiditas pasar saham merupakan elemen penting karena terkait dengan fungsi ekonomi yang dilakukan pada pasar tersebut. Semakin likuid pasarnya, maka aliran dana dari pihak yang surplus ke pihak yang defisit akan berjalan semakin cepat, sehingga menghasilkan pergerakan sumber daya modal yang semakin cepat pula dan kebutuhan dunia akan sumber daya modal akan lebih mudah teratasi. Likuiditas juga dapat memberi keuntungan dan kemudahan kepada para investor, serta memungkinkan para investor melakukan variasi investasi pada instrumen-instrumen yang tersedia, dengan resiko dan pengembalian (return) yang bervariasi pula.

Investor yang menanamkan dananya pada obligasi (saham) yang semakin likuid, maka semakin rendah pula resiko likuiditas yang dialami investor tersebut. Hal ini dikarenakan investor tersebut dapat menjual investasinya kapan saja dengan mudah untuk mendapatkan dana. Pada akhirnya, likuditas pasar saham yang optimal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Shen dan Star (2002), likuiditas pasar finansial adalah kemampuan untuk menyerap secara baik, permintaan pembelian dan penjualan. Berbeda dengan penelitian tersebut, Lee, Mucklow dan Ready (2003) menyatakan bahwa penting untuk memasukan beberapa dimensi kuantitas kedalaman (depth) ke dimensi persebaran (spread) harga. Menurut Von Wyss (2004), likuiditas melibatkan beberapa dimensi antara lain trading time, tighness, depth, resiliency.


(38)

Larry Haris (2003) menyatakan bahwa terdapat empat dimensi dari likuiditas, antara lain: (1) immediacy (kesegaran), yang mengukur seberapa cepat investor bertransaksi dalam suatu aset; (2) width (lebar bid-offer spread), dimana likuiditas dilihat dari biaya yang harus ditanggung untuk transaksi suatu aset; (3) depth (kedalaman), dimana likuditas dilihat dari banyaknya order beli dan jual yang ada di pasar; (4) resiciliency (kelenturan), dimana likuiditas dilihat dari seberapa cepatnya aset dapat kembali ke tingkat sebelumnya jika terjadi ketidakseimbangan kegiatan jual beli dalam jumlah yang besar.

Krisnilawati (2007) menyatakan beberapa cara untuk mengukur likuiditas pasar antara lain: (1) pengukuran biaya transaksi, yang mencakup biaya perdagangan aset-aset finansial dalam pasar sekunder; (2) pengukuran berdasarkan volume dimana likuiditas pasar dibandingan berdasarkan volume transaksi dan perbedaan harga terutama dalam mengukur width dan depth; (3) pengukuran berdasarkan harga yang menjelaskan pergerakan harga menuju harga keseimbangan (mengukur resiliency); (4) pengukuran dampak pasar yang membedakan harga antara yang disebabkan faktor likuiditas atau faktor lain.

Dalam penelitian ini, pengukuran likuiditas dilihat dari volume perdagangan saham di pasar saham. Volume perdagangan mengindikasikan kemudahan dalam memperdagangkan saham. Menurut Sumiyana (2002), volume diperlukan untuk menggerakkan harga saham. Perdagangan saham terjadi ketika ada beragam pendapat tentang nilai intrinsik saham atau ketika penjual membutuhkan uang tunai langsung. Perubahan volume perdagangan saham di pasar saham menunjukkan aktivitas perdagangan saham di bursa dan


(39)

mencerminkan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor. Salah satu kondisi yang membawa likuiditas saham adalah diperlukan perintah waktu eksekusi untuk saham tertentu. Menurut Bar- Yosef dan Prencipe (2012) serta Ready (1999), waktu ini dipengaruhi oleh volume saham yang diperdagangkan.

Menurut Ang (1997) volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) akan saham yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor. Indarti (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa volume perdagangan saham yang semakin meningkat mengindikasikan naiknya aktivitas jual beli para investor di suatu bursa. Semakin meningkat volume pernawaran dan permintaan suatu saham, maka semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham tersebut di bursa. Semakin meningkatnya volume perdagangan saham juga menunjukkan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat, sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return saham.

Volume perdagangan yang lebih tinggi menunjukkan probabilitas pelaksanaan order yang lebih tinggi. Harga saham yang semakin tinggi akan meningkatkan minat investor untuk melakukan investasi sehingga akan menunjukkan likuiditas pasar yang tinggi. Investor juga harus jeli dalam memilih saham, karena harga saham berubah setiap saat di pasar sekunder.

Menurut Bar-Yosef dan Prencipe (2012), waktu tersebut dipengaruhi oleh volume perdagangan dimana volume yang lebih tinggi menunjukkan probabilitas perintah eksekusi yang lebih tinggi juga, tetapi dalam penelitian ini volume


(40)

perdagangan saham tidak mengindikasikan mengenai bagaimana perdagangan saham mempengaruhi harga saham tersebut. Hal ini dikarenakan volume perdagangan saham hanya dapat mempengaruhi harga saham dalam konteks perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Perdagangan saham terjadi ketika ada beragam pendapat tentang nilai intrinsik saham suatu perusahaan atau ketika penjual saham membutuhkan uang tunai langsung.

Menurut Huberman & Stanzl (2005), strategi perdagangan saham yang optimal adalah dengan meminimalisasi biaya perdagangan. Menurut Ambarwati (2006), ada kemungkinan dealer akan mengubah posisi kepemilikan sahamnya pada saat perdagangan saham semakin tinggi atau dealer tidak perlu untuk memegang saham lebih lama, sehingga volume perdagangan saham dapat menurunkan kos kepemilikan saham.

2.1.3 Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan suatu praktik yang dilakukan manajemen perusahaan dalam hubungannya dengan laba perusahaan dalam suatu periode tertentu. Menurut Scott (2000), manajemen laba merupakan pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk berbagai tujuan spesifik. Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rachmawati dkk (2006) menyatakan bahwa manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, karena manajemen laba menambahkan bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba rekayasa sebagai angka laba yang sesungguhnya, sehingga manajemen laba dapat mengurangi integritas dari pelaporan keuangan suatu perusahaan.


(41)

Berbeda dengan Setiawati dan Na’im, Haryanto (2012) menyatakan bahwa manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi cenderung dikaitkan dengan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP. Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, karena pada komponen-komponen akrual ini dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan penyusun laporan keuangan. Komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik, sehingga apabila besar kecilnya komponen tersebut dipermainkan, tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.

Dalam memahami manajemen laba, Scott (2003) memiliki dua cara. Pertama, manajemen laba identik dengan perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, manajemen laba memberikan fleksibilitas kepada manajer untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam menghadapi kejadian-kejadian yang tidak terduga untuk semua pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba dapat dilakukan dengan beberapa pola yaitu diantaranya sebagai berikut ini:

1. Taking a bath

Manajemen laba yang melaporkan laba pada tahun berjalan dengan nilai yang sangat rendah, atau sebaliknya, yaitu dengan nilai yang sangat tinggi.


(42)

2. Income minimization

Manajemen laba yang melaporkan laba pada tahun berjalan lebih rendah dari laba yang sesungguhnya.

3. Income maximization

Manajemen laba yang melaporkan laba pada tahun berjalan lebih tinggi dari laba yang sesungguhnya.

4. Income smoothing

Manajemen laba yang melaporkan tingkat laba yang cenderung berfluktuasi secara normal pada tahun-tahun tertentu.

Lebih lanjut lagi, Scott (2003) menemukan bahwa terdapat beberapa motivasi yang mampu mendorong seorang manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba dalam suatu perusahaan. Motivasi tersebut yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Bonus purposes

Manajer akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan laba saat ini untuk kepentingan pribadinya agar mendapat keuntungan. Keuntungan yang didapat oleh manajer dapat berupa uang tunai maupun sejumlah saham yang dapat dimiliki.

2. Political motivation

Motif ini lebih banyak terlihat pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang yang menaungi kelangsungan hidup orang banyak, sehingga beberapa perusahaan melakukan manajemen laba untuk mengurangi visibilitasnya di masyarakat.


(43)

3. Taxation motivation

Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan, mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver, sehingga beberapa perusahaan melakukan manajemen laba untuk mengurangi beban pajak yang harus ditanggung perusahaan tersebut.

4. Perubahan CEO

CEO yang masa kontraknya akan habis, biasanya melakukan manajemen laba agar laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi dimana hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan bonus yang lebih tinggi. Manajer yang kinerjanya buruk juga dapat melakukan praktik manajemen laba ini agar mereka terhindar dari pemecatan yaitu dengan meminimalkan laba pada laporan keuangan perusahaan.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang baru akan go public akan berusaha agar sahamnya menarik berbagai investor untuk membelinya. Untuk menarik investor, manajemen perusahaan banyak yang menaikkan labanya menjadi lebih tinggi untuk memberikan sinyal kepada investor yang potensial.

6. Informasi kepada investor

Manajemen perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada para investor mengenai kinerja perusahaan selama periode berjalan, sehingga mendorong beberapa manajer untuk menaikkan laba


(44)

perusahaan. Dengan pemikiran bahwa laba yang tinggi, mencerminkan kinerja perusahaan yang baik.

Berdasarkan penejelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa manajemen laba telah banyak dipraktikan di berbagai negara termasuk Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi informasi yang diterima oleh para pengguna laporan keuangan, khususnya investor yang menjadi perhatian dalam penelitian ini.

2.1.4 Tata Kelola Perusahaan

Tata Kelola Perusahaan meliputi berbagai pengendalian dan prosedur yang memberi keyakinan yang lebih tinggi bahwa manajer bertindak atas kepentingan para pemegang saham, melalui jumlah dan kualitas informasi yang diungkapkan ke pihak luar. Menurut Wahyudi Prakarsa (2007) dalam Syarah (2011), tata kelola perusahaan merupakan mekanisme administratif yang mengatur hubungan antara atribut ekonomi perusahaan yaitu manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok stakeholders.

Mekanisme tata kelola perusahaan berbentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja dalam menentukan tujuan-tujuan perusahaan beserta cara pencapaiannya. Lebih lanjut lagi, Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) menyatakan bahwa tata kelola perusahaan adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemangku kepentingan internal dan eksternal, berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan merupakan: (1) struktur yang mengatur pola hubungan harmonis


(45)

tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham, dan stakeholders lainnya; (2) suatu sistem untuk mengendalikan perusahaan agar terhindar dari pengelolaan yang salah; (3) proses yang transparan untuk penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukurannya. Oleh karena itu, penerapan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik harus didukung oleh negara beserta perangkatnya sebagai regulator, para pelaku pasar dalam dunia usaha, serta masyarakat sebagai konsumen.

Tujuan dari mekanisme tata kelola perusahaan menurut Tantan (2010) adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu perusahaan agar tercipta kesejahteraan antara perusahaan dan para pemangku kepentingan. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh stakeholders dan shareholders akan diakui dan dilindungi melalui mekanisme tata kelola perusahaan yang baik, sehingga suatu perusahaan dapat dikelola dengan adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Prinsip mekanisme tata kelola perusahaan yang harus diterapkan pada perusahaan, secara umum terdiri dari lima prinsip. Kelima prinsip tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Transparency

Perusahaan harus menyediakan informasi yang akurat, jumlahnya cukup, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Segala informasi baik informasi keuangan maupun non-keuangan yang sifatnya material wajib dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Dengan menggunakan informasi tersebut, shareholders dapat


(46)

mengetahui resiko dari setiap transaksi dengan perusahaan, sehingga sebagai akibatnya efisiensi pasar juga akan terbentuk. Konflik kepentingan antara pihak-pihak perusahaan juga dapat diminimalisasi dengan mekanisme tata kelola perusahaan.

2. Accountability

Keterbukaan dalam informasi keuangan perusahaan adalah salah satu hal yang harus di kendalikan oleh perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemisahan fungsi pelaksana dan pengawas, dimana fungsi pelaksanan dijalankan oleh direksi, dan fungsi pengawas dijalankan oleh komisaris. Oleh karena itu, komisaris independen sangat diperlukan di setiap perusahaan. Mekanisme, peran, dan tanggung jawab jajaran manajemen yang profesional diperlukan agar setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat sesuai dengan tujuan perusahaan.

3. Responsibility

Perusahaan harus bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaannya dengan mematuhi peraturan perundangan yang berlaku dan sesuai prinsip korporasi yang sehat. Kerja sama yang aktif antara perusahaan dan para pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

4. Fairness

Prinsip ini berupa perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders (baik pemegang saham minoritas, pemegang saham asing, maupun lainnya) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan


(47)

perundangan yang berlaku, sehingga terhindar dari berbagai bentuk kecurangan. Kecurangan ini dapat berupa insider trading, KKN, fraud, dilusi saham, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan pemegang saham. Agar prinsip fairness ini dapat terwujud, maka harus diberlakukan peraturan perundangan yang jelas, tegas, konsisten, dan dapat diterapkan secara efektif. Peraturan perundangan seperti ini diperlukan agar terhindar dari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse).

5. Independency

Perusahaan harus dikelola secara profesional tanpa adanya konflik kepentingan atau pengaruh dari pihak manapun, terutama pemegang saham mayoritas, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan prinsip korporasi yang sehat.

Berdasarkan prinsip-prinsip mekanisme tata kelola perusahaan yang telah dijelaskan diatas, yang paling relevan dengan penelitian ini adalah prinsip accountability. Prinsip accountability ini menuntut dewan direksi dan dewan komisaris sebagai fungsi pelaksana dan pengawas agar mengerti hak dan kewajibannya masing-masing.

2.1.4.1 Komisaris Independen

Penerapan mekanisme tata kelola perusahaan yang masih lemah pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama saat menghadapi krisis perekonomian, menyebabkan para investor atau kreditor asing tidak tertarik untuk masuk ke dalam lingkungan investasi di Indonesia. Untuk mendorong penerapan mekanisme tata kelola perusahaan yang semakin baik, maka muncul suatu ide


(48)

untuk menambahkan “organ tambahan” dalam struktur perusahaan yaitu komisaris independen. Sehingga komisaris independen memegang peranan penting dalam pelaksanaan mekanisme tata kelola perusahaan.

Dewan komisaris di Indonesia masih menjadi organ yang bersifat pasif dan tidak dapat menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif terhadap dewan direksi, atau sebaliknya, pengaruh dewan komisaris yang terlalu kuat sering dilakukan dengan mengintervensi kebijakan direksi. Sikap pasif ataupun terlalu aktif ini dapat merugikan para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Menurut Surya dan Yustiayandana (2006), pemilihan komisaris di Indonesia kurang mempertimbangkan integritas serta kompetensi orang tersebut. Oleh karena itu muncul gagasan tentang keberadaaan komisaris independen.

Istilah komisaris Independen dikenal pada negara-negara yang menerapkan Two-Tier Board System. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem ini, sehingga Indonesia menggunakan istilah Komisaris Independen. Komisaris Independen di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.

Menurut Surya dan Yustiayandana (2006), istilah komisaris independen atau direksi independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor. FCGI menyatakan bahwa untuk menjamin pelaksanaan tata kelola perusahaan diperlukan anggota dewan komisaris yang memiliki integritas, berkemampuan, tidak cacat hukum dan independen serta tidak memiliki hubungan bisnis atau hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas dan dewan direksi baik


(49)

secara langsung maupun tidak langsung. Tingkat independensi dewan komisaris masih cenderung rendah. Hilangnya independensi dewan komisaris dalam proses pengambilan keputusan akan mengurangi objektivitasnya.

Menurut Murdaningsih (2009), dalam mengelola perusahaan sesuai dengan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik, komisaris independen memiliki peran yang cukup besar dalam mengawasi jalannya perusahaan agar memenuhi prinsip-prinsip good corporate governance yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas dan kewajaran. Komite Nasional Kebijakan Tata Kelola Perusahaan menyatakan bahwa misi komisaris independen adalah mendorong dan menempatkan keadilan di antara berbagai pihak, baik kepentingan perusahaan maupun kepentingan stakholders sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh dewan komisaris.

Adanya komisaris independen diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dewan komisaris, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas kerja mereka. Komisaris independen di sisi lain juga diharapkan dapat memberi pengaruh yang positif bagi perusahaan, serta dapat memimpin dewan-dewan komisaris lainnya dengan baik.

Kriteria komisaris independen menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (2009) adalah sebagai berikut :

1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;

2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas perusahaan;


(50)

3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu; 4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional

perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;

5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;

6. Komisaris Independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;

7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.

2.1.4.2 Kepemilikan Publik

Setiap perusahaan yang menggunakan saham maupun obligasi untuk mendanai aktivitas bisnisnya, kemungkinan besar memiliki sekelompok pemegang kendali atas aktivitas bisnis perusahaan tersebut. Kelompok pengendali


(51)

tersebut juga memliki hak milik atas perusahaan berdasarkan dana yang mereka investasikan pada perusahaan, sehingga secara otomatis kepemilikan perusahaan juga akan terkonentrasi pada kelompok-kelompok tersebut. Konsentrasi kepemilikan saham secara umum merupakan suatu kondisi dimana sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok sehingga individu atau kelompok tersebut memiliki jumlah saham relatif dominan dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Semakin sedikit investor (sebagai contoh adanya kelompok pemegang saham), maka tindakan pengendalian atas perusahaan akan semakin mudah untuk dijalankan meskipun harus tetap melakukan koordinasi dengan pemegang saham lainnya.

Ketika beberapa penelitian sebelumnya banyak yang secara umum mendukung gagasan bahwa komisaris independen berkaitan dengan mekanisme tata kelola perusahaan yang semakin baik, efektifitas mekanisme tersebut ketika terdapat konsentrasi kepemilikan masih belum jelas. Struktur kepemilikan saham bahkan dapat dianggap sebagai sifat lainnya dari mekanisme tata kelola perusahaan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi dapat mengurangi konflik agensi antara manajer dan stakeholder, karena konsentrasi kepemilikan yang tinggi memberikan insentif kepada pemegang saham mayoritas untuk berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan. Pemegang saham mayoritas memiliki pengaruh yang kuat dalam keberlangsungan aktivitas perusahaan.

Konsentrasi kepemilikan yang lebih tinggi di sisi lain dapat membuka pintu untuk masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas (konflik agensi penelitian ini), serta memberikan akses informasi


(52)

unggulan ke pihak-pihak internal, yang dapat berpengaruh negatif terhadap likuiditas pasar. Apabila terdapat konsentrasi kepemilikan yang tinggi, maka pelaku pasar dapat menghubungkan konsentrasi kepemilikan tersebut dengan salah satu sifat mekanisme tata kelola perusahaan yang dapat mencirikan resiko asimetri informasi yang lebih tinggi.

Konsentrasi kepemilikan dalam penelitian ini dilihat dari konsentrasi kepemilikan oleh publik. Menurut Wicaksono (2002), pemegang saham publik, meskipun biasanya merupakan pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan juga memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Pemegang saham publik ini berupaya untuk memonitor perilaku pengelola perusahaan dalam menjalankan perusahaannya, bahkan menuntut adanya tata kelola perusahaan yang baik dari suatu perusahaan. Kondisi ini akan meningkatkan transparansi suatu perusahaan. Short dan Keasey (1999), menemukan bahwa persentase pemegang saham publik yang besar juga akan meningkatkan nilai perusahaan, karena adanya campur tangan untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Oleh karena itu, kepemilikan publik dalam penelitian ini menjadi salah satu proksi dari mekanisme tata kelola perusahaan.

Wicaksono (2002) menyatakan bahwa pemegang saham dari kalangan publik memiliki karakteristik dengan tujuan investasi. Adapun tujuan investasi tersebut biasanya hanya berupaya memperoleh capital gain dan dividen, namun dalam kenyataannya sering kali terjadi konflik kepentingan antara saham pemegang saham pengendali dengan pemegang saham publik. Konflik tersebut merupakan konflik agensi tipe II yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya.


(53)

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa pengujian dari penelitian terdahulu telah disajikan dan dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Hasil

1 Bar-Yosef dan Prencipe (2013) Corporate Governance (Board independence, CEO duality, Ownership concentration); Earning Management (Abnormal working capital accruals); Market Liquidity (bid-ask spreads, trading volume)

Corporate Governance memiliki hubungan yang signifikan dengan bid-ask spreads dan trading volume. Earning Management berkorelasi positif dengan trading volume, namun tidak memiliki hubungan signifikan dengan bid-ask spreads.

2 Karamanou dan Vafeas (2005)

Firm Governance (Outside directors, board size, board meetings, insider ownership, institutional ownership); Audit comittee (comittee outsiders, comittee member with financial expertise, comittee size, comittee meetings); Forecast-induced return.

Reaksi pasar terhadap

management earnings forecast berhubungan secara signifikan dengan board characteristics dan komite audit. Perusahaan dengan mekanisme corporate governance yang efektif cenderung membuat dan memperbaharui prakiraan manajemen.

3 Patelli dan Principe (2007) Disclosure level, Independent directors, size, leverage, profitability, labour pressure, residual ownership diffusion.

Penelitian ini menunjukan korelasi positif antara komisaris independen dengan jumlah pengungkapan informasi secara sukarela oleh perusahaan dalam laporan tahunan mereka. 4 Chung,

Elder, dan

Governance index, Stock price, Return

Kualitas corporate governance memiliki korelasi positif dengan


(54)

Kim (2010)

Volality, Trading volume, assets,

company age, number of analysts, institutional ownership, insider trading, assets tangibility, R&D expenditure, Spreads, market quality index, price impact,

probability of information-based trading.

likuiditas pasar modal yang diukur dengan quote spreads dan effective spreads yang sempit, kualitas indeks pasar yang lebih tinggi, harga yang lebih rendah sebagai dampak perdagangan, dan probabilitas perdagangan berbasis informasi yang lebih rendah.

5 Levesque dkk (2010) CEO_chair, inside directors, outside directors, ownership outside directors, ownership inside directors, audit comittee, auditor, latent value, quotes, depth, quotes*depth.

Penelitian ini menghasilkan uji signifikansi statistik yang cukup rendah. Tidak konsisten dengan hipotesisnya, penelitian ini menemukan bahwa spreads meningkat dengan director’s holdings. Spreads akan semakin sempit tepat didepan antisipasi pengumuman laba, ketika CEO bukan sebagai board chair dalam waktu yang bersamaan.

6 Prencipe dan Bar-Yosef (2011) Abnormal working capital accruals, family-controlled companies, independent members of board director, Non-duality CEO, Audit comittee, institutional ownership, board size, firm size, leverage, ROA, cash flow from operations, growth rate, negative income before extraordinary item.

Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga presentasi dari komisaris independennya memiliki pengaruh yang lemah terhadap manajemen laba

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dikendalikan oleh keluarga. Dalam perusahaan keluarga, substansi komisaris independen cenderung lebih rendah dan cenderung mengurangi efektifitas para dewan dalam membatasi manajemen laba.

7 Kurniawati (2006)

Pengumuman earnings, abnormal return, bid-ask spreads, perubahan resiko asimetris (beta), volume perdagangan.

Pengumuman earnings

menunjukan adanya abnormal return yang diperoleh apra investor. Tidak terdapat

perbedaan signifikan pada bid-ask spreads dan perubahan resiko


(1)

3.5.2.1 Uji Normalitas

Untuk menguji apakah variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian ini terdistribusi secara normal, maka dilakukan uji normalitas. Suatu model regresi dikatakan baik apabila memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah data dalam penilitan ini terdistirbusi normal atau tidak, maka dilakukan dua jenis uji normalitas.

Uji normalitas pertama adalah analisis grafik. Analisis grafik ini yaitu dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot. Grafik histogram dilihat dengan membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Normal probability plot dilihat dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Dalam analisis grafik, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika terjadi sebaliknya, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji Normalitas Kedua adalah uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika nilai probabilitas (kolmogorov-smirnov) lebih besar dari taraf signifikansinya, maka distribusi data dikatakan normal. Apabila terjadi sebaliknya, yaitu nilai probabilitas (kolmogorov-smirnov) lebih kecil dari taraf signifikansinya, maka distribusi data dikatakan tidak normal. Dalam penelitian ini taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05 (tingkat kepercayaan sebesar 5%). Jika data dalam penelitian terdistribusi normal maka hasil penelitian akan valid untuk jumlah sampel yang kecil.


(2)

3.5.2.2 Uji Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah model regresi dalam penelitian ini ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila tidak terjadi korelasi antara variabel independen maka model regresi dapat dikatakan sebagai model yang baik. Menurut Ghozali (2005), jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel ini sifatnya tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antara variabel independen lainnya sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1. Tingginya nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.

2. Analisis terhadap matrik korelasi variabel-variabel independen. Matrik korelasi antar variabel yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.90) mengindikasikan adanya multikolonieritas dalam model regres, tetapi tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya efek kombinasi antara dua variabel atau lebih.

3. Melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya (menjadi variabel dependen). Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi karena VIF=1/Tolerance. Model regresi yang mempunyai nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan


(3)

VIF lebih besar dari 10, maka dapat dikatakan model regresi bebas dari masalah multikolonieritas. Apabila terjadi sebaliknya, maka dapat dikatakan dalam model regresi terdapat masalah multikolonieritas.

3.5.2.1 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas adalah uji asumsi klasik yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi heteroskedastisitas di dalamnya, atau disebut juga homoskedastisitas. Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan analisis grafik scatterplot

dan uji glejser. Analisis grafik dilakukan dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen dengan residualnya. Apabila tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Apabila terjadi sebaliknya dimana titik-titik tersebut membentuk pola tertentu, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Dalam uji glejser, apabila nilai probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari taraf signifikansinya (dalam penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 5%) maka mengindikasikan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.

3.5.2.1 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi adalah uji asumsi klasik yang digunakan untuk menguji apakah dalam model ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi harus bebas dari autokorelasi agar dapat dikatakan sebagai model regresi yang


(4)

baik. Penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson (DW test) untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi. Menurut Ghozali (2005) uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi, serta tidak ada variabel lag di antara variabel independen.

3.5.3 Uji Hipotesis

3.5.3.1 Uji Regresi Berganda

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui bagaimana pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan, dengan proksi komisaris independen dan kepemilikan publik, serta manajemen laba terhadap likuiditas pasar saham. Analisis Regresi Berganda digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel dependen dengan beberapa variabel independen.

Model regresi berganda yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

VOLit = α + β1 INDit+ β2 OWNit+ β3 DCAit+ β4 LEVit+ β5 ROAit+ εit ... (6) Keterangan :

VOL = Volume Perdagangan Saham (TVA berdasarkan persamaan 1)

IND = Komisaris Independen (rasio komisaris independen terhadap total anggota dewan komisaris)

OWN = Kepemilikan Publik (presentase agregat saham yang dimiliki pemegang saham publik)

DCA = Discretionary accruals (persamaan 5)


(5)

ROA = Return on assets (laba sebelum pajak dibagi total aset)

i = Perusahaan

t = Tahun

ε = Error item

α = Konstanta

β1–β5 = Koefisien regresi

Uji Hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui mengenai hubungan antara tata kelola perusahaan dan manajemen laba dengan likuiditas pasar saham, yang diukur dari Goodness of fit model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga jenis uji yang digunakan dalam menguji dalam hipotesis yaitu uji Koefisien Determinasi (R2), uji Signifikansi Simultan (uji statistik F), dan uji Signifikansi Parameter Individual (uji statistik t).

3.5.3.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Menurut Ghozali (2005), uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apabila dalam penghitungan nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka mengindikasikan adanya pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Apabila terjadi sebaliknya, maka mengindikasikan tidak adanya pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Uji statistik t ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t. Apabila nilai signifikansi t lebih kecil dari 0,05 maka mengindikasikan adanya pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.


(6)

3.5.4 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Apabila dalam penghitungan nilai F hitung lebih besar daripada F tabel maka mengindikasikan adanya pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Apabila terjadi sebaliknya, maka mengindikasikan tidak adanya pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Uji statistik F ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F. Apabila nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka mengindikasikan adanya pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen.

3.5.5 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Ghozali (2005), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen dalam suatu penelitian. Apabila nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Apabila terjadi sebaliknya, yaitu nilai R2 besar, hal ini berarti bahwa kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen akan semakin baik. Koefisien determinasi dinyatakan dalam presentase dengan nilai yang berkisar antara 0 < R2 < 1.