Representasi Peranggkatt Linguistikk Wacana Politik di Media Televisi Indonesia.

REPRESENTASI PERANGKAT LINGUISTIK
WACANA POLITIK DI MEDIA TELEVISI INDONESIA1
I Wayan Pastika & Made Sri Satyawati
Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
wayanpastika@unud.ac.id
Abstract
The Indonesian mass media has enjoyed their press freedom since the Reformation Era
established as the consequences of the fall down of Suharto’s regime. The political narration of the
public is no longer vertically engineered in top-down way where a single television station
employed to deliver the discourse. Nowadays the media or ordinary people can criticize the people
in power without any fear. However, political discourse is always about power, democracy,
hegemony and commodification and all of them are determined by the power of using language. In
this game, the television media plays a very important role because they are equipped by a
sophisticated technology, language engineering and desperate men power.
Kata-kata kunci: wacana, politik, media.

PENDAHULUAN
Dalam wacana media ada tiga tindakan yang menngendalikan teks: (1) inisiasi (inisiator )
yang merangsang munculnya berbagai gagasan dinamis, (2) tanggapan yang berperan menanggapi
atau merespon topik yang dikemukakan oleh mitra tutur, dan (3) umpan balik (feedback) sebagai
bentuk interaksi pengembanngan tema.

Praktek Wacana, sebagai unsur pertama wacana media, meliputi tiga proses: (1) produksi
teks, (2) distribusi, dan (3) konsumsi. Wacana itu didistribusikan oleh media televisi kepada
masyarakat dalam berbagai bentuk: (a) berita, (b) talk show, (c) siaran pidato tokoh politik, dan (d)
parodi politik. Sementara itu, wacana sebagai ‘Praktek Sosial’ (Failclough, 1992: 86—96)
ditekankan pada hubungan dengan ideologi dan kekuasaan. Ideologi dalam hal ini dijelaskan
sebagai konstruksi dari realitas (dunia fisik, relasi sosial dan identitas sosial) yang melahirkan
berbagai dimensi bentuk yang bertransformasi dari hububungan dominasi.
ANALISIS TEKS
Pola Teks Inisiasi: teks pra-pendahuluan dan teks pendahuluan
Ada tiga bentuk teks pra-pendahuluan yang terjadi pada teks media massa: (i) penyampaian
salam pembukaan atau tanpa salam pembukaan, (ii) langsung pada sapaan dan pengenalan diri atau
langsung pada pengenalan topik tanpa didahului salam pembuka, dan (iii) tanpa sapaan dan tanpa
pengenalan diri.
(1) Inisiasi diawali salam pembuka
Selamat malam selamat datang di Mata Najwa Shihab tuan rumah Mata Najwa (Mata
Najwa di Metro TV: “Apa Kata Mega.” www.youtube.com 22/01/2014)
(2) Insisasi tanpa salam pembuka, tetapi sapaan dan pengenalan diri

1


th

Makalah disajikan pada The 7 International Seminar on Austronesian - Non-Austronesian Languuages and
Literatures , in Denpasar Bali, Indonesia, 28—29 August 2015

1

Saudara, saat ini saya Dwi Tunjung Sari mendapatkan kesempatan yang langka untuk
bisa berbincang-bincang bersama dengan bapak Prabowo Subianto . (TVRI:
“Wawancara dengan Prabowo” www.youtube.com 26/01/2014)
(3) Memberi gambaran pengantar latar belakang topik: inisiasi tanpa salam pembuka, tanpa
sapaan dan tanpa pengenalan diri.
Pewawancara:
Mas Sujiwo Tedjo.. kalau bisa disarikan-Sujiwo Tedjo:
Hmm
Pewawancara:
--ketika… berusaha sudah sangat keras begitu walaupun
ada yang bisa ke-GR-an, bisa tempatnya tidak tepat, salah
caranya dan lain-lain…. (TVRI www.youtube.com 24/11/2014)
Berbeda halnya dengan teks pendahuluan yang berisi pengenalan topik dan ruang lingkup

pembahasan sehingga seluruh partisipan dapat mempersiapkan diri berkontribusi dalam
pembahasan. Rangsangan didapatkan dari mereka yang menyatakan persetujuan terhadap sudut
pandang maupun mereka yang tidak setuju karena gagasan pendukung yang dimilikinya tidak sama.
(4) Pembawa Acara: “Awalnya.. seratus enam anggota.. menandatangani..putusan untuk..
membentuk panitia angket dan juga menjatuhkan…terhadap.. Gubernur DKI tapi
belakangan ...anginpun berubah…malam ini juga kita mengundang... pak Wakil Ketua
DPRD DKI Pak Haji Abraham Lunggana..” (ILC di TVONE 03/03/2015)
Topik yang diperkenalkan oleh pembawa acara talk show politik adalah rencana DPRD
Provinsi DKI Jakarta untuk mengajukan hak angket terhadap Gubernur DKI. Setelah pengenalan
topik dan dukungan latar belakang dianggap gayut, maka pembawa acara mengundang tanggapan
dari partisipan.
(5) “Pak Haji bagaimana awal mulanya de DPRD sampai ke inginan atau. menjadikan
persoalan ini menjadi hak angket DPRD…”(ILC di TVONE 03/03/2015)
Talk show politik juga dapat dilangsungkan antara pembawa acara dengan partispan tunggal.
Tahapan-tahapan inisiasi, pra-pendahuluan dan pendahuluan secara umum tidak berbeda dengan
partisipan jamak. Berikut adalah pendahuluan talk show politik dengan partisipan tunggal.
(6) Pembawa Acara: Ya, tadi kita baru saja menyaksikan e Partai Gerindra
mendeklarasikan enam program aksi transformasi bangsa ya pak. … apa sih maksud
enam program aksi transformasi bangsa ini? (TVRI: “Wawancara dengan Prabowo”
www.youtube.com 26/01/2014)


Pola Teks Tanggapan
Pola teks tanggapan secara verbal direpresentasikan dengan kalimat-kalimat pernyataan
yang intinya memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh pihak
lain. Namun, seorang penanggap dapat saja menggunakan kalimat tanya atau kalimat imperatif jika
dia ingin mendapatkan tanggapan balik dari partisipan lain.
A. Kalimat pernyataan untuk mengendalikan wacana
(7) Sebenarnya masalahnya ini adalah kesadaran kita sebenarnya untuk membahas
anggaran ini sesuai dengan undang-undang. …(ILC di TVONE 03/03/2015)
B. Kalima Tanya untuk mendapatan tanggapan balik
Kalimat Tanya dapat dibedakan atas empat jenis: kalimat tanya formatif (di man, siapa ,
kapan, bagaimana , mengapa/kenapa, dan apa ), kalimat tanya konfirmatif (apakah…?), kalimat
tanya retorik, (…, bukan ? atau …, kan?), dan pertanyaan alternatif (“…atau…?”).
(8) … sektor keunggulan kita. Kenapa keunggulan ? (Prabowo di TVRI)
(9) …(apakah ) menurut ketentuan, begitu, Pak Julian? (ILC di TVONE 03/03/2015)
2

(10) … rakyat sudah menghasilken, tidak ada yang beli, ya, kan? (Prabowo di TVRI)
(11) Selalu Bapak bawa atau karena memang spesial malam ini? (Mata Najwa di Metro
TV www.youtube.com 22/01/2014)

C. Kalimat imperatif untuk menekan
(12) Harus dilaporkan kepada kementrian dalam negeri. (ILC di TVONE 03/03/2015)
PRAKTEK WACANA
Produksi
Wacana merupakan satu unit informasi lengkap yang dikemas dalam teks verbal yang
mengandung tema, topik dan fokus utama sebagai transformasi dari fenomena sosial yang terjadi.
Wacana yang mengandung topik mutakhir dan/atau kontroversial diproduksi oleh media massa
dalam berbagai bentuk wacana: (1) percakapan, (2) deskripsi, (3) argumentasi, (4) drama
komedi, dan (5) prosodural atau hortatori (dalam bentuk Iklan Layanan Masyarakat).
Distribusi
Distribusi wacana dapat berlangsung dari atas ke bawah (top-down) atau dari bawah ke atas
(bottom-up) bergantung pada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing pihak
tersebut. Media massa dewasa ini, karena kebebasan memberikan penapsiran wacana, memiliki
pandangan atau ideologi sendiri untuk memaknai pesan dari wacana tersebut. Atas dasar gagasan
itu, pihak media melakukan reinterpretasi, reproduksi, dan redistribusi wacana dengan pemaknaan
baru.
PENGUASA
Sumber wacana

PENGUASA

Sasaran Wacana

MEDIA MASSA:
sasaran perantara wacana (reinterpretatif, reproduktif,
redistributif)

MASYARAKAT
Sasaran Akhir Wacana

MASYARAKAT

Sumber Wacana

Gambar: Mekanisme distribusi wacana
(Catatan:
= arah distribusi)

Konsumsi
Produk dan distribusi wacana, baik yang bersumber dari elit bangsa maupun masyarakat
biasa, kemudian dinikmati atau dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai lapisan: gender, usia,

pendidikan, ekonomi, dan sosial. Distribusi wacana dengan rekayasa teks dapat menempatkan
sumber penentu wacana sebagai pihak yang membela kepentingan masyarakat umum, sementara
terhadap pesaingnya direkayasa teks yang tidak membela masyarakat umum.
3

Representassi tuturan dari pendukung Gubernur Ahok :
(13) Pengikut Ahok: … saya itu pengagum Ahok … menurut saya Ahok ini punya banyak
kekuatan … Ahok itu sebagai bapak pembuktian terbalik. … tunjukkan dulu uang lu
asalnya darimana, berapa pajak lu orang tunjukkan dulu, uang lu asalnya darimana?
Berapa pajak lu dan bagaimana cara memperolehnya? Baru lu lawan gue” ... (ILC di
TVONE 03/03/2015)
Representasi tuturan dari penentang Gubernur Ahok:
(14) Lawan Politik Ahok: … apa yang terjadi dengan 12, 1 triliyun itu,… Ahok mati
jalan di situ. … dia bermain pencitraan dalam ranah hukum … kita duga Ahok
melanggar hukum ... (ILC di TVONE 03/03/2015)
PRAKTEK SOSIAL
Praktek sosial dimaknai sebagai proses interaksi manusia satu dengan manusia lain, baik
interaksi antarindividu, antarkelompok, maupun antara individu dan kelompok atau sebaliknya,
demi terciptanya satu hubungan sosial yang didasarkan atas kepentingan. Di dalam kepentingan itu,
tersirat hegemoni, demokratisasi dan komoditifikasi.

Hegemoni
Hegemoni dalam pandangan Gramsci (dalam Fairclough, 1992: 92—93) merupakan
kepemimpinan untuk mendominasi kehidupan ekonomi, politik, budaya dan ideologi masyarakat.
Di Indonesia, narasi politik masyarakat dewasa ini ditentukan oleh kemampuan media bersaing
untuk mendapatkan sumber wacana dengan kemasan kontroversial sehingga menjadi menarik,
informatif dan persuasif.
A. Hegemoni wacana politik ditentukan oleh ketokohan narasumber
(15) Najwa Shihab (NS):…Inilah Mata Najwa “Apa Kata Mega”….
NS : … Ibu saya ingin melihat bagaimana naga merah berpidato, di konggres PDIPerjuangan… kenapa sampai sedemikian terharu?
Megawati (M) : Bukanya bagaimana ya, kita kan sekarang liat, coba saya, statistik
ndak tau betul atau tidak, tapi kan kemiskinan itu masih ada , kita kan berharap di ibu
kota, tapi kan kalo kita, liat seperti itu Gubernur kurus itu , … saya kan suka
membesarkan hatinya …
NS: Jadi ibu sering membesarkan hati Pak Jokowi?
M: Ya, kasian . (Mata Najwa di Metro TV www.youtube.com 22/01/2014)
Megawati, sebagai narasumber dalam wacana politik itu, tidak memaparkan ide-ide
pengendali, kecuali dia menanggapi dengan bahasa sederhana tanpa menggunakan terminologi
politik bermakna kompleks, misalnya, “ … statistik ndak tau betul atau tidak…kemiskinan itu
masih ada … liat seperti itu Gubernur kurus itu… Jokowi…saya kan suka membesarkan
hatinya … … Ya, kasian.”

B. Hegemoni wacana politik ditentukan oleh kekontroversialan topik wacana
Selain ketokohan narasumber, wacana politik dapat pula ditentukan oleh kekontroversialan
topik: “KPK vs Polri: ujungnya sampai dimana ?” “Ahok Dipecat atau DPRD Buba r,” “Presiden
Milik Rakyat atau Milik Partai,” dan sebagainya. Berikut adalah topik tentang perselisihan “KPK
vs. PLORI.”.
(16) Karni Ilyas/Pembawa Acara: Pemirsa, … bapak-bapak yang pernah di KPK ..
jiwanya sudah KPK-lah...
4

Kenapa Ruhut ...sebelum BG ..diputuskan DPR ..Luhut salah satu pendukung BG.. di
seminar dia bicara untuk BD..di media juga. Ketika Partai Demokrat abstain memilih
BG..Ruhut hilang.
Ruhut Sitompul: ... Saya sebagai Komisi Tiga .. jujur saja.. permasalahan antara KPK
dan Kepolisian ini... antara KPK dengan polisi…(ILC di TVONE 03/03/2015)

Pada teks (16) di atas, isu mutakhir saat acara itu ditayangkan adalah berkaitan dengan
perselisihan hukum antara KPK dan Polri. Persoalan hukum bermula dari KPK terlebih dahulu
menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Tidak lama kemudian dua
pimpin KPK (Bambang Wijayanto dan Abraham Samad) dan satu penyidik KPK, Novel Basweden,
ditetapkan pula sebagai tersangka oleh Polri.

Demokrastisasi: politik dan linguistik
Pada bagian ini dapat ditampilkan beberapa pola penalaran yang bersumber dari partisipan
talk show ILC yang berupaya melakukan usaha demokratisasi terhadap persoalan politik dalam
topik “Presiden Milik Rakyat atau Milik Partai.” Fokus ulasan partisipan tersebut terletak pada sisi
positif dan negatif dari masing-masing pihak yang berbeda pendapat.
(17)
Karni Ilyas: …Bagaimana Anda melihat pidato tersebut? …
Effendi Gozali: … pidato pembukaan itu ada dua ribu enam ratus lima puluh
tiga kata ... itu memang acara internal partai ...dan kita bukan bagian dari acara
itu… ada istilah petugas partai…disebutkan bahwa petugas partai menurut Bu
Megawati .. adalah pelayan partai.. .. undangan itu datang ke Pak Joko
Widodo di situ ditulis sebagai apa ? …
………………… ah?, boleh..boleh.
Partisipan lain: boleh menyela? …(ILC di TVOne www.youtube.comm

14/04/2015)
Bagian teks yang berada di dalam kurung siku paling atas merupakan rangsangan dari
pembawa acara, kurung siku kedua merupakan penyajian data kuantitatif (fakta dan data) berupa
frekuensi pemakaian kata/istilah yang digunakan oleh Megawati Sukarno Putri, dan pada kurung
siku ketiga merupakan analisis politik dari narasumber berkatan dengan data.

Salah satu bentuk demokratiisasi linguistik dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada
penggunaan bentuk pronominal: dia , kamu (personal), Anda (formal). Pada data (18) berikut,
narasumber B.J. Habibie tanpa ragu memilih menggunakan kata ganti dia (bukan beliau) untuk
mengacu Pak Harto. Kata dia digunakan secara sadar oleh B.J Habibie untuk menunjukkan
kesetaraan antara dua tokoh. Sementara itu, penggunaan kata kamu dalam teks tersebut
menunjukkan bahwa Pak Harto sebagai pembicara mempunyai hubungan dekat dengan B.J.
Habibie, tetapi Pak Harto memposisikan diri sebagai orang yang lebih senior.
(18)
Najwa Shihab: Apa ruginya dua pemimpin saling bertemu?
B.J.Habibie: … Dia kan orang yang sangat bijaksana … dia mengatakan, beginilah kamu
selesaikan masalah-masalah yang kamu hadapi. … Trus dia bilang. Habibie saya tahu
kamu … Kamu sholat lima kali sehari. … kamu harus tahu. … Saya doa untuk kamu
supaya kamu selamat … Laksanakan tugasmu . Trus dia diem. (Mata Najwa di Metro TV
www.youtube.comm 05/02/2014)
5

Namun demikian, demokratisasi linguistik “dapat diselewengkan” oleh partisipan wacana
politik untuk menghegemoni narasi politik masyarakat. Dewasa ini ada kecenderungan masyarakat
Indonesia dipengaruhi oleh para politisi dalam bertutur, misalnya, penggunaan kita .
(19) Pembawa Acara/Mitra Bicara: … Asal mula Ahok center ?
Gubernur Ahok/Pembicara: … Ahok Center itu gak pernah ada, …, kita minta beberapa
orang sumbang … kan kita butuh pengawas, … relawan kita yang pernah menang
kampanye …( “Wawancara Aiman Wicaksono dan Basuki Tjahaja Purnama di Kompas TV”
www.youtube.com 17/03/2015)
Dalam teks (19) tersebut, makna kata kita diselewengkan oleh si pembicara dengan
mengikutsertakan orang kedua di dalam masalahnya, padahal orang kedua itu sama sekali tidak
menjadi bagian dari representasi pembicara.
Komoditifikasi
Wacama politik yang dijadikan komodi oleh pihak media massa bertumpu pada dua hal:
ketokohan narasumber dan kekontroversialan isu. Kemasan isu kontroversial dan mutakhir
ditentukan paling sedikit oleh tiga faktor: (i) pilihan judul, (ii) penekanan ulasan, dan (iii)
perdebatan. Judul-judul ditekankan pada penggunaan kosa-kata singkat/kata dasar, terdiri dari
beberapa kata saja, mudah dipahami, dan bersifat lugas, contohnya: “Presiden Milik Rakyat atau
Milik Partai”, “KPK vs POLRI”, “Ahok Dipecat atau DPRD Bubar” (TV One: “ILC”. Penekanan
ulasaan berkaitann dengan persepsi dan argumentasi dari sumber wacana. Sementara iitu,
perdebatan dalam acara talk show politik berpartisipan jamak merupakan “amunisi” untuk
mempertahankan dan menambah jumlah penonton.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B.R.O‟G. 1990. Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia . New
York: Cornell University Press.
Fairclough, N. 1992. Discourse and Social Change. Oxford: Blackwell Publisher.
Johnson, T. 1996. „The decline of television's family hour‟ dalam USA Today. Academic Research
Library
Pastika, I.W. dkk. 2014. „The Indonesian Language in the Indonesian Media during the
Reformation Era.‟ Makalah disajikan pada International Seminar on
Translinguistics
di Universitas Indonesia, Jakarta, 02 Desember 2014.
Searle, J. 1969. Speech Acts. Cambridge: Cambridge University Press.
Sita Supit, R. 2005. “Fenomena Bahasa Film dan Bahasa Siaran di Indonesia.” Disampaikan dalam
Seminar Penggunaan Bahasa dalam Film, Sinteron, Televisi, dan Media Luar Ruang.
Dilaksanakan oleh Pusat Bahasa dan Lembaga Sensor Film di Jakarta: 10 Agustus 2005.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thompson, J.B. 1984. Studies in the Theory of the Ideology. California: University of California
Press. (diterjemahkan oleh Haqqul Yaqin menjadi: Analisis Ideologi, Kritik Wacana
Ideologi-ideologi Dunia. Penyunting: Fathurrahman. Penerbit IRCiSod, Yogyakarta.
Van Dijk, Teun A (ed.), 1985. “Structures of News in the Press” Discourse and Communication
New Approachs to the Analysis of Mass Media Discourse and Communication . New York:
Walter de Gruyter.

6