EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y Evaluasi Pengobatan Pada Pasien Toksoplasmosis Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta Serta Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Juni 2009-Mei 2015.

(1)

i

EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN

TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y

PERIODE JUNI 2009-MEI 2015

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

MUH. FATONI

K 100090046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

ii

EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN

TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y

PERIODE JUNI 2009-MEI 2015

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

di Surakarta

Oleh :

MUH. FATONI

K 100090046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(3)

iii

PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

Berjudul :

EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN

TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y

PERIODE JUNI 2009-MEI 2015

Oleh :

MUH. FATONI

K 100090046

Dipertahankan dihadapan Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Padatanggal : 22 September 2015

Mengetahui,

Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dekan,

Azis Saifudin, Ph.D., Apt.

Penguji :

1.

Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt

1. ___________

2.

Zakky Cholisoh, Ph.D., Apt

2.__________

3.

Dr. dr. EM. Sutrisna, M.Kes

3. ___________


(4)

1 EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS

DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015

DRUG USE EVALUATION OF PATIENTS WERE TREATED FOR TOXOPLASMOSIS AT X AND Y HOSPITAL

OVER JUNE 2009- MAY 2015 PERIOD Muh. Fatoni, EM Sutrisna, dan Tanti Azizah Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102

ABSTRAK

Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi Toxoplasmas gondii dapat menyebabkan terjadinya infertilitas, abortus, dan kecacatan fisik maupun mental. Terapi farmakologi dalam penanganan penyakit ini sangatlah diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terapi serta untuk mengetahui tingkat ketepatan pengobatan toksoplasmosis pada pasien terinfeksi toksoplasma di instalasi rawat inap RS X serta RS Y periode Juni 2009-Mei 2015. Penelitian dilakukan secara non eksperimental dengan metode deskriptif. Data bersumber dari data rekam medis yang ditelusuri secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi: pasien terdiagnosis akhir menderita toksoplasmosis dan mendapatkan terapi obat-obatan antitoksoplasmosis. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan menilai tepat atau tidak tepatnya terapi. Hasilnya didapatkan Hasilnya didapatkan pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%). Hasil analisis ketepatan penggunaan obat toksoplasmosis diperoleh 100% tepat indikasi, 75% tepat pasien, 100% tepat obat dan 83,33% tepat dosis. Dari 24 rekam medis yang masuk dalam kriteria inklusi, berdasarkan analisis diperoleh 15 pasien (62,50%) mendapatkan terapi obat antitoksoplasmosis secara rasional.

Kata kunci: Toksoplasmosis, obat antitoksoplasmosis, terapi rasional

ABSTRACT

Toxoplasmosis is a disease caused by the protozoan Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii infection can lead to infertility, abortion, and physical or mental disability. Pharmacological therapy in the treatment of this disease is needed. The aim of this study is to obtain an overview of therapy and to determine the level of the toxoplasmosis treatment accuracy in patients infected with Toxoplasma inpatient in X and Y hospital in period of June 2009-May 2015. The study is conducted in a non-experimental descriptive method. Data derived from medical records were traced retrospectively. The sampling technique is done by purposive sampling with inclusion criteria: patients suffering from toxoplasmosis diagnosed and got drug therapy anti-toxoplasmosis. The data analysis is conducted using qualitative descriptive to assess the theraphy is exactly right or not. The results obtained pyrimethamine is the main regimen in the treatment of toxoplasmosis and combined with other antibiotics such as sulfadiazine (25%), clindamycin (25%), Spiramycin (16.67%), Sulfadoxin (8.33%), cotrimoxazol (12.5%) and trisulfapirimidin (8.33%). The results analysis of drug use toxoplasmosis accuracy acquired 100% precise indication, 75% right patients, 100% right drug and the right dose of 83.33%. From the 24 medical records based on the analysis obtained 15 patients (62.50%) received drug therapy antitoxoplasmosis rationally.


(5)

2 PENDAHULUAN

Toksoplasmosis adalah penyakit zoonis yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Parasit tersebut mampu menginfeksi hampir semua jenis sel berinti (nucleated cell) termasuk leukosit pada manusia dan berbagai jenis mamalia darat maupun air, bangsa burung bahkan serangga (Subekti dan Arrasyid, 2005).

Pada kehidupan manusia, ada dua populasi yang kemungkinan beresiko tinggi terinfeksi parasit Toxoplasma gondii, yaitu wanita hamil dan individu yang mengalami defisiensi sistem imun (Yowani dkk, 2007). Toksoplasmosis mungkin bukanlah penyakit yang fatal, tetapi apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menimbulkan masalah mulai infertilitas, abortus, kecacatan fisik maupun mental. Dengan meningkatnya kasus HIV-AIDS, kanker maupun kasus gizi buruk maka toksoplasmosis harus diwaspadai, karena terbukti toksoplasmosis dapat menimbulkan kelainan yang nyata pada penderita dengan status imun yang rendah (Palgunadi, 2011). Pada penderita imunosupresi, Toxoplasma gondii dapat menjadi penyebab utama infeksi sistem saraf pusat dan encephalitis yang diakibatkan oleh terapi maupun proses penyakitnya (Sanjaya, 2007).

Salah satu obat yang menjadi pilihan utama dalam terapi toksoplasmosis adalah pirimetamin yang diketahui memiliki efek antitoksoplasmosis. Namun, pada dosis dan jangka pemakaian tertentu pirimetamin dapat menimbulkan kejang, leukositopenia dan teratogenik sehingga perlu pemantauan dalam penggunaanya terutama pada wanita hamil dan pasien dengan imunodefisiensi (Subekti dkk, 2005).

METODE Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis serta data uji laboratorium.

Alat

Alat yang digunakan berupa lembar pengumpul data penelitian dan buku rujukan maupun jurnal penelitian.


(6)

3 Jalannya Penelitian

Pengajuan proposal penelitian: Proposal penelitian yang telah disetujui oleh pembimbing penelitian diajukan kepada pihak fakultas farmasi.

Persiapan administrasi: Persiapan administrasi disini adalah perizinan penelitian yang telah disetujui oleh pihak fakultas farmasi dengan pihak rumah sakit tempat dilakukannya penelitian.

Pengumpulan data: Pengumpulan data melalui rekam medik pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis meliputi data pasien, diagnosis, terapi yang diberikan serta data uji laboratorium (SGOT, SGPT, ureum, dan serum kreatinin).

Analisis Hasil: Dilakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif, secara kualitatif dengan menilai kualitas tepat atau tidak tepatnya terapi toksoplasmosis mengacu pada pedoman terapi toksoplasmosis merujuk mengacu pada pedoman penatalaksanaan toksoplasmosis yaitu Principles and Practice of Infectious

Diseases 7th edition 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pasien

Dari hasil rekam medis pasien toksoplasmosis selama tahun 2009 hingga 2015 di RS X dan RS Y yang telah ditelusuri, didapatkan 24 data rekam medis. Berikut ini Tabel 1 menunjukkan demografi pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis.

Tabel 1. Demografi Pasien Toksoplasmosis Tahun Juni 2009-Mei 2015 di RS X dan RS Y

No Umur (tahun)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki Perempuan

jumlah Persentase (%)

Jumlah Persentase (%)

1 0 – 10 2 8,33 3 12,50 5 20,83

2 11-20 0 0 1 4,17 1 4,17

3 21-30 5 20,83 0 0 5 20,83

4 31-40 5 20,83 4 16,67 9 37,50

5 41-50 2 8,33 1 4,17 3 12,50

6 51-60 0 0 1 4,17 1 4,17

Jumlah 14 58,32 10 41,68 24 100 Penyakit toksoplasmosis tidak hanya menyerang pada wanita, melainkan juga dapat menginfeksi pada pria. Berdasarkan penelitian Chiou dkk., (2002)


(7)

4 didapatkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan prevalensi toksoplasmosis (Wiyarno, 2013).

Jones dkk., (2005) menyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko yang penting dalam epidemiologi toksoplasmosis. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin banyak umur, semakin besar pula angka prevalensi toksoplasmosis. Angka prevalensi toksopalsmosis terbesar pada usia subur yaitu 25-40 tahun (Wiyarno, 2013).

Deskripsi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lama Rawat Inap serta Keadaan Pasien Saat Keluar dari Unit Rawat Inap

Berdasarkan catatan rekam medis yang tersedia, didapatkan informasi lamanya pasien dirawat di unit rawat inap, serta keadaan keluarnya pasien dari unit rawat inap dihitung berdasarkan sejak dimulainya rawat inap sampai meninggalkan unit rawat inap.

Tabel 2. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lamanya Rawat Inap di RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Lama Rawat Inap (hari) Jumlah Persentase (%) n=24

1 0-7 9 37,50

2 8-14 6 25,0

3 15-21 6 25,0

4 22-28 3 12,50

5 29-35 0 0

Jumlah 24 100

Keadaan pasien saat keluar dari unit rawat inap dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 3. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Keadaan Keluar dari Unit Rawat Inap RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kondisi Jumlah Persentase (%) n=24

1 Sembuh 0 0

2 Dalam perbaikan 12 50,0

3 Belum sembuh 1 4,17

4 Meninggal 7 29,17

5 Tanpa keterangan 4 16,67

Jumlah 24 100,01

Pada pasien dengan imunokompeten menunjukkan hasil yang positif dan tidak terpengaruh lama tidaknya proses terapi. Pada pasien imunodefisiensi juga menunjukkan hasil yang baik apabila cepat mendapatkan terapi, akan tetapi sering terjadi kekambuhan. Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil apabila menginfeksi secara kongenital kepada janin, semakin muda usia kehamilan akan semakin berat akibatnya kepada janin seperti abortus sampai lahir cacat sehingga diperlukan


(8)

5 penanganan lebih awal. Infeksi kongenital jarang terjadi pada usia kehamilan trimester terakhir (Laksemi, 2013).

Deskripsi Pengobatan Toksoplasmosis

Berdasarkan hasil pengumpulan data, tidak didapatkan pengobatan tunggal pada kasus toksoplasmosis. Terapi kombinasi dilakukan pada keseluruhan pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis. Pemakaian obat kombinasi untuk toksoplasmosis paling banyak ialah kombinasi antara pirimetamin dengan clindamycin sebanyak 25 %, serta kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadiazin yang juga sebanyak 25 %.

Tabel 4. Distribusi Penggunaan Obat Toksoplasmosis di RS X dan RS Y Kombinasi Obat Frekuensi Persentase

Pirimetamin + Sulfadiazin 6 25%

Pirimetamin + Clindamycin 6 25%

Pirimetamin + Spiramycin 4 16,67%

Pirimetamin + Cotrimoxazol 3 12,5%

Pirimetamin + Sulfadoxin 2 8,33%

Pirimetamin + Trisulfapirimidin 2 8,33%

Pirimetamin + Cotrimoxazol + Cindamycin 1 4,17%

Jumlah 24 100%

Pirimetamin dikombinasikan dengan sulfadiazin terbukti tetap sebagai pengobatan dasar untuk infeksi toksoplasmosis pada manusia. Sulfadiazin memiliki efek sinergis untuk meningkatkan aktivitas pirimetamin 6-8 kali lipat terhadap takizoit. Selain itu, kombinasi antara pirimetamin dengan clindamycin juga terbukti efektif pada pasien imunodefisiensi dengan toksoplasma encephalitis (Montoya dkk, 2007).

Analisis Kerasionalan Obat Antitoksoplasma

Pemberian obat antitoksoplasmosis yang tepat merupakan hal yang sangat penting, mengingat efek dari penyakit toksoplasmosis bisa beresiko pada cacat maupun kematian. Maka terapi toksoplasmosis harus dilakukan secara rasional baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Ketepatan terapi dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi. Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur serta dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan tepat, aman, dan efisien (Kumolosari dkk, 2001).


(9)

6 Pasien bisa dikatakan telah mencapai terapi yang rasional apabila memenuhi unsur ketepatan tersebut. Jika terdapat salah satu yang tidak tepat diantaranya, maka pasien tidak dapat memenuhi evaluasi ketepatan. Sehingga pasien dapat dikatakan tidak mendapatkan pengobatan toksoplasmosis secara rasional (Safitri, 2011).

Tepat Indikasi

Tepat indikasi adalah ketepatan penggunaan obat antitoksoplasmosis berdasarkan pada diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum pada rekam medis pasien. Penegakan diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan uji serologis antibodi spesifik yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM).

Tabel 5. Data Ketepatan Indikasi pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

Hasil Jumlah Kasus

Obat yang Diberikan Keterangan Tepat

Indikasi

6 Pirimetamin+Sulfadiazin Pasien mendapatkan pengobatan sesuai indikasi infeksi

Toxoplasma gondii 6 Pirimetamin+Clindamycin

4 Pirimetamin+Spiramycin 3 Pirimetamin+Cotrimoxazol 2 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Pirimetamin+Trisulfapirimidin

1 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin Total Kasus 24

Pada hasil analisis didapatkan data pemberian obat toksoplasmosis tepat indikasi sebesar 100%. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. Penggunaan obat pirimetamin adalah terapi primer untuk pasien yang terinfeksi toksoplasmosis. Dalam literatur yang ada, penggunaan pirimetamin terbukti efektif sebagai regimen antitoksoplasmosis. Pirimetamin dikombinasikan dengan antibiotik golongan sulfonamid, umumnya digunakan sulfadiazin. Pada kasus tertentu sulfadiazin dapat diganti dengan clindamycin (Montoya dkk, 2010).

Tepat Pasien

Tepat pasien menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian rasionalitas terapi, dimana pemberian obat antitoksoplasmosis harus sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Dari hasil analisis diperolah nilai 75% untuk pasien yang telah memenuhi kriteria tepat pasien.


(10)

7 Tabel 6. Data Kasus Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus

Obat yang Diberikan

Kondisi Pasien Kontraindikasi Referensi Fungsi

Hati (U/l)

Fungsi Ginjal (mg/dl)

2 Pirimetamin

Clindamycin Cotrimoxazol SGOT: 37 SGPT: 24 Ur: 33 SeCr: 0,9 Gangguan fungsi hati dan ginjal Essential Drugs (Practical Guidelines) 2013

3 Pirimetamin

Trisulfapirimidin SGOT: 31 SGPT: 32 Ur: 24 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

4 Pirimetamin

Sulfadoxin SGOT: 29 SGPT: 19 Ur: 29 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

8 Pirimetamin

Clindamycin SGOT: 37 SGPT: 21 Ur: 25 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

9 Pirimetamin

Spiramycin SGOT: 19 SGPT: 22 Ur: 21 SeCr: 1,3 Gangguan fungsi hati dan ginjal

10 Pirimetamin

Cotrimoxazol Dapsone SGOT: 17 SGPT: 25 Ur: 33 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

11 Pirimetamin

Spiramycin SGOT: 38 SGPT: 33 Ur: 17 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

12 Pirimetamin

Cotrimoxazol SGOT: 16 SGPT: 26 Ur: 22 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

14 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 19 SGPT: 24 Ur: 31 SeCr: 0,5 Gangguan fungsi hati dan ginjal

15 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 18 SGPT: 27 Ur: 36 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

17 Pirimetamin

Trisulfapirimidin SGOT: 27 SGPT: 41 Ur: 29 SeCr: 1,3 Gangguan fungsi hati dan ginjal

18 Pirimetamin

Clindamycin SGOT: 24 SGPT: 40 Ur: 32,5 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

19 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 17 SGPT: 28 Ur: 24 SeCr: 0,6 Gangguan fungsi hati dan ginjal

20 Pirimetamin

Cotrimoxazol SGOT: 23 SGPT: 37 Ur: 38 SeCr: 1,4 Gangguan fungsi hati dan ginjal

21 Pirimetamin

Spiramycin SGOT: 21 SGPT: 38 Ur: 22 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

22 Pirimetamin

Clindamycin SGOT: 14 SGPT: 32 Ur: 19 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

23 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 15 SGPT: 21 - - Gangguan fungsi hati dan ginjal

Bayi usia 3 bln 18 hr

24 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 19 SGPT: 36 Ur: 33,5 SeCr: 0,9 Gangguan fungsi hati dan ginjal


(11)

8 Tabel 7. Data Kasus Tidak Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus Obat yang Diberikan Kondisi Pasien

1 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 53 U/l dan SGPT: 240 U/l

Sulfadiazin

5 Pirimetamin Hamil trimester 1 Clindamycin

6 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 43 U/l dan SGPT: 38 U/l

Spiramycin

7 Pirimetamin Bayi umur 2 bulan 21 hari dengan gangguan fungsi hati, dengan nilai SGOT: 72 U/l dan SGPT: 119 U/l

Sulfadoxin

13 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 57 U/l dan SGPT: 80 U/l

Clindamycin

Contoh kasus nomor 5 menunjukkan ketidaktepatan karena pasien yang sedang hamil trimester pertama tidak tepat jika diberikan terapi dengan clindamycin. Penelitian mengenai kemungkinan peningkatan resiko teratogenik pada ibu hamil yang sedang dalam terapi clindamycin masih terbatas, meskipun demikian resiko tersebut tidak dapat dikesampingkan. Resiko pada janin dari wanita yang diobati dengan clindamycin mungkin saja terjadi (Nahum, 2006). Tepat Obat

Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi untuk penyakit toksoplasmosis yang telah ditetapkan pada literatur standar.

Dari hasil deskriptif tersebut, didapatkan seluruh pasien (100%) diberikan obat antitoksoplasmosis sesuai algoritma pemilihan obat toksoplasmosis.

Tabel 8. Data Kasus Tepat Obat pada Pasien Toksoplasmosisdi RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Obat yang Diberikan Jumlah Kasus

Referensi 1 Pirimetamin+Sulfadiazin 6 Montoya dkk (2010) 2 Pirimetamin+Clindamycin 6 Montoya dkk (2010) 3 Pirimetamin+Spiramycin 4 Montoya dkk (2010) 4 Pirimetamin+Cotrimoxazol 3 Montoya dkk (2010) 5 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Corvaisier dkk (2004) 6 Pirimetamin+Trisulfapirimidin 2 Harrel & Carvounis (2014) 7 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin 1 Schweitzer dkk (200)


(12)

9 Tepat Dosis

Dosis merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian ketepatan. Besaran dosis yang diberikan, frekuensi pemberian serta durasi pengobatan kepada pasien harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada Principles and Practice of Infectious Diseases. Dari hasil penilaian ketepatan dosis, terdapat jumlah pemberian antitoksoplasmosis yang tepat dosis sebanyak 37,50%.

Tabel 9. Data Kasus Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus

Obat Dosis Frek. Durasi Dosis Standar Referensi

3 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75mg/hari Hiswani

(2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari

4 Pirimetamin 25 mg 12 jam 6 hari 50-75 mg/hari Corvaisier

dkk (2004)

Sulfadoxin 500 mg 12 jam 6 hari 1-1,5 g/hari

7 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 14 hari 1 mg/kg/hari Corvaisier

dkk (2004)

Sulfadoxin 45 mg 12 jam 14 hari 25 mg/kg/hari

10 Pirimetamin 25 mg 12 jam 20 hari 50-75 mg/hari Montoya

dkk (2010)

Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 20 hari 960 mg/12 jam

Dapsone 50 mg 24 jam 20 hari 50 mg/hari

12 Pirimetamin 25 mg 8 jam 15 hari 50-75 mg/hari Schweitzer

(2000)

Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 15 hari 960 mg/12 jam

16 Pirimetamin 2 mg 12 jam 16 hari 1 mg/kg/hari Buck (2008)

Clindamycin 20 mg 8 jam 16 hari 15 mg/kg/hari

17 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75 mg/hari Hiswani

(2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari

20 Pirimetamin 25 mg 8 jam 8 hari 50-75 mg/hari Schweitzer

(2000)

Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 8 hari 960 mg/12 jam

23 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 13 hari 1 mg/kg/hari Serranti dkk

(2011)

Sulfadiazin 150 mg 12 jam 13 hari 50 mg/kg/12jam

Pirimetamin terabsorbsi secara lambat, dimana waktu paro pirimetamin 4 hari dan konsentrasi plasma efektif supresif dapat berakhir 14 hari. Pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan atrofik glositis, nyeri abdominal dan muntah, anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia dan pansitopenia, sakit kepala dan pusing. Overdosis akut pirimetamin menyebabkan gangguan saluran cerna dan stimulasi susunan saraf pusat dengan efek muntah, eksitabilitas dan konvulsi yang diikuti dengan takhikardia, depresi respirasi, kolaps sirkulasi dan kematian (DEPKES RI, 2008).


(13)

10 Tabel 10. Data Kasus Tidak Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus

Obat Dosis Pemberian

Frek. Dosis Standar Referensi

1 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari Principles and

Practice of

Infectious Diseases 7th edition 2010

Sulfadiazin 500 mg 6 jam 4-6 g/hari

2 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari

5 Clindamycin 300 mg 6 jam 2400 mg/hari

6 Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari

8 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari

9 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari

11 Spiramycin 500 mg 12 jam 3000 mg/hari

13 Clindamycin 300 mg 6 jam 2400 mg/hari

14 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Sulfadiazin 500 mg 6 jam 4-6 g/hari

15 Sulfadiazin 200 mg 12 jam 50 mg/kgBB/12 jam

18 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari

19 Sulfadiazin 500 mg 8 jam 4-6 g/hari

21 Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari

22 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari

24 Sulfadiazin 500 mg 8 jam 4-6 g/hari

Evaluasi Kerasionalan

Analisis evaluasi kerasionalan dilakukan dengan memperhatikan hasil evaluasi ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan obat, serta ketepatan pasien. Keempat aspek ketepatan ini harus menunjukkan nilai tepat hingga hasil akhir evaluasi dinyatakan tepat seluruhnya. Sehingga dapat dinyatakan rasional dalam terapi farmakologi pasien yang terinfeksi toksoplasmosis apabila memenuhi keempat analisis ketepatan.

Tabel 13. Data Hasil Penilaian Kerasionalan Terapi Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. No. Kasus Frek Tepat Indikasi

Tepat Pasien

Tepat Obat

Tepat Dosis

Kerasionalan 1 2,3,4,10,11,12,

15,17,18,19,20, 21,22,23,24

15 Tepat Tepat Tepat Tepat Rasional

2 1 1 Tepat Tidak

Tepat

Tepat Tidak Tepat

Tidak Rasional 3 5,6,7,13,16 5 Tepat Tidak

Tepat

Tepat Tepat Tidak Rasional 4 8,9,14 3 Tepat Tepat Tepat Tidak

Tepat Jumlah 24

Dari hasil analisis kerasionalan terapi toksoplasmosis dapat disimpulkan bahwa pemberian obat toksoplasmosis dilihat dari keseluruhan kerasionalan pada pasien, terdapat 15 pasien yang telah memenuhi kerasionalan obat.


(14)

11 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Gambaran terapi yang digunakan di RS X serta RS Y menunjukkan bahwa pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%).

2. Pemakaian obat kombinasi pada terapi toksoplasmosis paling banyak adalah pirimetamin-sulfadiazin (25%) dan pirimetamin-clindamycin (25%).

3. Berdasarkan jumlah pasien rawat inap penderita toksoplasmosis dapat dilihat aspek ketepatan sebagai berikut:

a. Ketepatan indikasi didapatkan 100% pasien mendapatkan terapi toksoplasmosis yang sesuai dengan indikasi

b. Ketepatan dosis didapatkan 83,33% pasien mendapatkan dosis yang tepat c. Ketepatan pasien, didapatkan 75% pasien mendapatkan terapi yang sudah

sesuai dengan kondisi masing-masing pasien

d. Ketepatan obat didapatkan 100% pasien toksoplasmosis mendapatkan obat yang tepat.

4. Dari jumlah total sampel 24 pasien, yang memenuhi keempat aspek ketepatan sejumlah 15 pasien (62,5%). Maka dapat disimpulkan terdapat 15 pasien rawat inap di RS X dan RS Y yang mendapatkan terapi toksoplasmosis yang rasional.

Saran

1. Perlu diadakannya penelitian serupa pada rumah sakit yang berbeda untuk mengetahui gambaran pemberian terapi toksoplasmosis pada penderita toksoplasmosis.

2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terapi toksoplasmosis secara sistematis dan teratur guna mencegah penggunaan obat toksoplasmosis yang tidak tepat.


(15)

12 DAFTAR PUSTAKA

Chahaya, Indra., 2003, Epidemiologi Toxoplasma gondii, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ernawati, 2008, Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya

Gandahusada. S., 2003, Invasi T. gondii ke dalam sel hospes serta deferensiasinya dari takizoit ke bradizoit, Majalah Kedokteran Indonesia, 49(6), 209-212. Hiswani, 2005, Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu di Waspadai oleh

Ibu Hamil, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Montoya J.G., Boothroyd J. C., & Kovacs J. A., 2010, Toxoplasma Gondii. In: Mandell G. L., John E. Bennett & Raphael D. seventh ed., Principles and Practice of Infectious Diseases, Philadelphia

Montoya J. G. & Remington J. S., 2008, Management of Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy, Infectious Diseases of America, California. Palgunadi. B. U., 2011, Toxoplasmosis dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap

Perubahan Perilaku, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.

Sanjaya. A., 2007, Studi Uji Komparasi Hasil Pemeriksaan Metode Elisa dan Aglutinasi Latex dalam Pemeriksaan Antibodi Ig G Toxoplasma gondii Pada Wanita Hamil di Puskesmas Pegirian Surabaya, Universitas Airlangga, Surabaya.

Sasmita, 2006, Toxoplasmosis Penyebab Keguguran dan Kelainan Bayi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Subekti. D. T. & Arrasyid. N. K., 2006, Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur, Wartazoa vol. 16 no. 3 (hal. 128-145)

Yowani. S., Kumolosari. E., & Marlia. S. W., 2007, Karakterisasi Toxoplasma gondii Isolat Indonesia, Jurnal Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung, Bandung.


(1)

7

Tabel 6. Data Kasus Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No.

Kasus

Obat yang Diberikan

Kondisi Pasien Kontraindikasi Referensi Fungsi

Hati (U/l)

Fungsi Ginjal (mg/dl) 2 Pirimetamin

Clindamycin Cotrimoxazol SGOT: 37 SGPT: 24 Ur: 33 SeCr: 0,9 Gangguan fungsi hati dan ginjal Essential Drugs (Practical Guidelines) 2013 3 Pirimetamin

Trisulfapirimidin SGOT: 31 SGPT: 32 Ur: 24 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

4 Pirimetamin Sulfadoxin SGOT: 29 SGPT: 19 Ur: 29 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

8 Pirimetamin Clindamycin SGOT: 37 SGPT: 21 Ur: 25 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

9 Pirimetamin Spiramycin SGOT: 19 SGPT: 22 Ur: 21 SeCr: 1,3 Gangguan fungsi hati dan ginjal

10 Pirimetamin Cotrimoxazol Dapsone SGOT: 17 SGPT: 25 Ur: 33 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

11 Pirimetamin Spiramycin SGOT: 38 SGPT: 33 Ur: 17 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

12 Pirimetamin Cotrimoxazol SGOT: 16 SGPT: 26 Ur: 22 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

14 Pirimetamin Sulfadiazin SGOT: 19 SGPT: 24 Ur: 31 SeCr: 0,5 Gangguan fungsi hati dan ginjal

15 Pirimetamin Sulfadiazin SGOT: 18 SGPT: 27 Ur: 36 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

17 Pirimetamin Trisulfapirimidin SGOT: 27 SGPT: 41 Ur: 29 SeCr: 1,3 Gangguan fungsi hati dan ginjal

18 Pirimetamin Clindamycin SGOT: 24 SGPT: 40 Ur: 32,5 SeCr: 0,8 Gangguan fungsi hati dan ginjal

19 Pirimetamin Sulfadiazin SGOT: 17 SGPT: 28 Ur: 24 SeCr: 0,6 Gangguan fungsi hati dan ginjal

20 Pirimetamin Cotrimoxazol SGOT: 23 SGPT: 37 Ur: 38 SeCr: 1,4 Gangguan fungsi hati dan ginjal

21 Pirimetamin Spiramycin SGOT: 21 SGPT: 38 Ur: 22 SeCr: 1,2 Gangguan fungsi hati dan ginjal

22 Pirimetamin Clindamycin SGOT: 14 SGPT: 32 Ur: 19 SeCr: 0,7 Gangguan fungsi hati dan ginjal

23 Pirimetamin Sulfadiazin SGOT: 15 SGPT: 21 - - Gangguan fungsi hati dan ginjal

Bayi usia 3 bln 18 hr 24 Pirimetamin

Sulfadiazin SGOT: 19 SGPT: 36 Ur: 33,5 SeCr: 0,9 Gangguan fungsi hati dan ginjal


(2)

8

Tabel 7. Data Kasus Tidak Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus Obat yang Diberikan Kondisi Pasien

1 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 53 U/l dan SGPT: 240 U/l

Sulfadiazin

5 Pirimetamin Hamil trimester 1 Clindamycin

6 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 43 U/l dan SGPT: 38 U/l

Spiramycin

7 Pirimetamin Bayi umur 2 bulan 21 hari dengan gangguan fungsi hati, dengan nilai SGOT: 72 U/l dan SGPT: 119 U/l

Sulfadoxin

13 Pirimetamin Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 57 U/l dan SGPT: 80 U/l

Clindamycin

Contoh kasus nomor 5 menunjukkan ketidaktepatan karena pasien yang sedang hamil trimester pertama tidak tepat jika diberikan terapi dengan clindamycin. Penelitian mengenai kemungkinan peningkatan resiko teratogenik pada ibu hamil yang sedang dalam terapi clindamycin masih terbatas, meskipun demikian resiko tersebut tidak dapat dikesampingkan. Resiko pada janin dari wanita yang diobati dengan clindamycin mungkin saja terjadi (Nahum, 2006). Tepat Obat

Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi untuk penyakit toksoplasmosis yang telah ditetapkan pada literatur standar.

Dari hasil deskriptif tersebut, didapatkan seluruh pasien (100%) diberikan obat antitoksoplasmosis sesuai algoritma pemilihan obat toksoplasmosis.

Tabel 8. Data Kasus Tepat Obat pada Pasien Toksoplasmosisdi RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Obat yang Diberikan Jumlah

Kasus

Referensi 1 Pirimetamin+Sulfadiazin 6 Montoya dkk (2010) 2 Pirimetamin+Clindamycin 6 Montoya dkk (2010) 3 Pirimetamin+Spiramycin 4 Montoya dkk (2010) 4 Pirimetamin+Cotrimoxazol 3 Montoya dkk (2010) 5 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Corvaisier dkk (2004) 6 Pirimetamin+Trisulfapirimidin 2 Harrel & Carvounis (2014) 7 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin 1 Schweitzer dkk (200)


(3)

9 Tepat Dosis

Dosis merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian ketepatan. Besaran dosis yang diberikan, frekuensi pemberian serta durasi pengobatan kepada pasien harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada

Principles and Practice of Infectious Diseases. Dari hasil penilaian ketepatan dosis, terdapat jumlah pemberian antitoksoplasmosis yang tepat dosis sebanyak 37,50%.

Tabel 9. Data Kasus Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus

Obat Dosis Frek. Durasi Dosis Standar Referensi 3 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75mg/hari Hiswani

(2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari

4 Pirimetamin 25 mg 12 jam 6 hari 50-75 mg/hari Corvaisier dkk (2004) Sulfadoxin 500 mg 12 jam 6 hari 1-1,5 g/hari

7 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 14 hari 1 mg/kg/hari Corvaisier dkk (2004) Sulfadoxin 45 mg 12 jam 14 hari 25 mg/kg/hari

10 Pirimetamin 25 mg 12 jam 20 hari 50-75 mg/hari Montoya dkk (2010) Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 20 hari 960 mg/12 jam

Dapsone 50 mg 24 jam 20 hari 50 mg/hari

12 Pirimetamin 25 mg 8 jam 15 hari 50-75 mg/hari Schweitzer (2000) Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 15 hari 960 mg/12 jam

16 Pirimetamin 2 mg 12 jam 16 hari 1 mg/kg/hari Buck (2008) Clindamycin 20 mg 8 jam 16 hari 15 mg/kg/hari

17 Pirimetamin 25 mg 12 jam 7 hari 50-75 mg/hari Hiswani (2001) Trisulfapirimidin 500 mg 6 jam 7 hari 2-6 g/hari

20 Pirimetamin 25 mg 8 jam 8 hari 50-75 mg/hari Schweitzer (2000) Cotrimoxazol 960 mg 12 jam 8 hari 960 mg/12 jam

23 Pirimetamin 1,5 mg 12 jam 13 hari 1 mg/kg/hari Serranti dkk (2011) Sulfadiazin 150 mg 12 jam 13 hari 50 mg/kg/12jam

Pirimetamin terabsorbsi secara lambat, dimana waktu paro pirimetamin 4 hari dan konsentrasi plasma efektif supresif dapat berakhir 14 hari. Pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan atrofik glositis, nyeri abdominal dan muntah, anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia dan pansitopenia, sakit kepala dan pusing. Overdosis akut pirimetamin menyebabkan gangguan saluran cerna dan stimulasi susunan saraf pusat dengan efek muntah, eksitabilitas dan konvulsi yang diikuti dengan takhikardia, depresi respirasi, kolaps sirkulasi dan kematian (DEPKES RI, 2008).


(4)

10

Tabel 10. Data Kasus Tidak Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. Kasus

Obat Dosis

Pemberian

Frek. Dosis Standar Referensi 1 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari Principles and

Practice of Infectious Diseases 7th edition 2010 Sulfadiazin 500 mg 6 jam 4-6 g/hari

2 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari 5 Clindamycin 300 mg 6 jam 2400 mg/hari 6 Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari 8 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari 9 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari 11 Spiramycin 500 mg 12 jam 3000 mg/hari 13 Clindamycin 300 mg 6 jam 2400 mg/hari 14 Pirimetamin 25 mg 6 jam 50-75 mg/hari

Sulfadiazin 500 mg 6 jam 4-6 g/hari

15 Sulfadiazin 200 mg 12 jam 50 mg/kgBB/12 jam 18 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari 19 Sulfadiazin 500 mg 8 jam 4-6 g/hari 21 Spiramycin 500 mg 8 jam 3000 mg/hari 22 Clindamycin 300 mg 8 jam 2400 mg/hari 24 Sulfadiazin 500 mg 8 jam 4-6 g/hari

Evaluasi Kerasionalan

Analisis evaluasi kerasionalan dilakukan dengan memperhatikan hasil evaluasi ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan obat, serta ketepatan pasien. Keempat aspek ketepatan ini harus menunjukkan nilai tepat hingga hasil akhir evaluasi dinyatakan tepat seluruhnya. Sehingga dapat dinyatakan rasional dalam terapi farmakologi pasien yang terinfeksi toksoplasmosis apabila memenuhi keempat analisis ketepatan.

Tabel 13. Data Hasil Penilaian Kerasionalan Terapi Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015

No. No. Kasus Frek Tepat Indikasi

Tepat Pasien

Tepat Obat

Tepat Dosis

Kerasionalan 1 2,3,4,10,11,12,

15,17,18,19,20, 21,22,23,24

15 Tepat Tepat Tepat Tepat Rasional

2 1 1 Tepat Tidak

Tepat

Tepat Tidak Tepat

Tidak Rasional 3 5,6,7,13,16 5 Tepat Tidak

Tepat

Tepat Tepat Tidak Rasional 4 8,9,14 3 Tepat Tepat Tepat Tidak

Tepat

Jumlah 24

Dari hasil analisis kerasionalan terapi toksoplasmosis dapat disimpulkan bahwa pemberian obat toksoplasmosis dilihat dari keseluruhan kerasionalan pada pasien, terdapat 15 pasien yang telah memenuhi kerasionalan obat.


(5)

11

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Gambaran terapi yang digunakan di RS X serta RS Y menunjukkan bahwa pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%).

2. Pemakaian obat kombinasi pada terapi toksoplasmosis paling banyak adalah pirimetamin-sulfadiazin (25%) dan pirimetamin-clindamycin (25%).

3. Berdasarkan jumlah pasien rawat inap penderita toksoplasmosis dapat dilihat aspek ketepatan sebagai berikut:

a. Ketepatan indikasi didapatkan 100% pasien mendapatkan terapi toksoplasmosis yang sesuai dengan indikasi

b. Ketepatan dosis didapatkan 83,33% pasien mendapatkan dosis yang tepat c. Ketepatan pasien, didapatkan 75% pasien mendapatkan terapi yang sudah

sesuai dengan kondisi masing-masing pasien

d. Ketepatan obat didapatkan 100% pasien toksoplasmosis mendapatkan obat yang tepat.

4. Dari jumlah total sampel 24 pasien, yang memenuhi keempat aspek ketepatan sejumlah 15 pasien (62,5%). Maka dapat disimpulkan terdapat 15 pasien rawat inap di RS X dan RS Y yang mendapatkan terapi toksoplasmosis yang rasional.

Saran

1. Perlu diadakannya penelitian serupa pada rumah sakit yang berbeda untuk mengetahui gambaran pemberian terapi toksoplasmosis pada penderita toksoplasmosis.

2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terapi toksoplasmosis secara sistematis dan teratur guna mencegah penggunaan obat toksoplasmosis yang tidak tepat.


(6)

12

DAFTAR PUSTAKA

Chahaya, Indra., 2003, Epidemiologi Toxoplasma gondii, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ernawati, 2008, Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya

Gandahusada. S., 2003, Invasi T. gondii ke dalam sel hospes serta deferensiasinya dari takizoit ke bradizoit, Majalah Kedokteran Indonesia, 49(6), 209-212. Hiswani, 2005, Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu di Waspadai oleh

Ibu Hamil, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Montoya J.G., Boothroyd J. C., & Kovacs J. A., 2010, Toxoplasma Gondii. In: Mandell G. L., John E. Bennett & Raphael D. seventh ed., Principles and Practice of Infectious Diseases, Philadelphia

Montoya J. G. & Remington J. S., 2008, Management of Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy, Infectious Diseases of America, California. Palgunadi. B. U., 2011, Toxoplasmosis dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap

Perubahan Perilaku, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.

Sanjaya. A., 2007, Studi Uji Komparasi Hasil Pemeriksaan Metode Elisa dan Aglutinasi Latex dalam Pemeriksaan Antibodi Ig G Toxoplasma gondii Pada Wanita Hamil di Puskesmas Pegirian Surabaya, Universitas Airlangga, Surabaya.

Sasmita, 2006, Toxoplasmosis Penyebab Keguguran dan Kelainan Bayi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Subekti. D. T. & Arrasyid. N. K., 2006, Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur, Wartazoa vol. 16 no. 3 (hal. 128-145)

Yowani. S., Kumolosari. E., & Marlia. S. W., 2007, Karakterisasi Toxoplasma gondii Isolat Indonesia, Jurnal Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung, Bandung.


Dokumen yang terkait

EVALUASI KETEPATAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK TERDIAGNOSA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI Evaluasi Ketepatan Antibiotik Pada Pasien Anak Terdiagnosa Pneumonia Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014.

0 4 11

EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Evaluasi Pengobatan Pada Pasien Toksoplasmosis Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta Serta Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Juni 2009-Mei 2015.

0 3 11

PENDAHULUAN Evaluasi Pengobatan Pada Pasien Toksoplasmosis Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta Serta Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Juni 2009-Mei 2015.

0 1 9

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Analgesik Pada Pasien Apendektomi Di Rsup Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten 2014.

0 3 6

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGESIK PADA PASIEN APENDEKTOMI DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO Evaluasi Penggunaan Analgesik Pada Pasien Apendektomi Di Rsup Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten 2014.

2 19 12

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGESIK PADA PASIEN APENDEKTOMI DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO Evaluasi Penggunaan Analgesik Pada Pasien Apendektomi Di Rsup Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten 2014.

0 3 12

GAMBARAN PENGOBATAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2009.

0 1 14

EVALUASI PENGOBATAN DIARE AKUT PADA PASIEN RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI EVALUASI PENGOBATAN DIARE AKUT PADA PASIEN RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009.

1 6 17

PENDAHULUAN EVALUASI PENGOBATAN DIARE AKUT PADA PASIEN RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009.

0 5 18

EVALUASI PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Evaluasi Penggunaan Inhaler Pada Pasien Asma Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Mei-Juni 2011.

0 2 14