Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand

KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD
DARI KAYU AKASIA DAN AFRIKA
BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND

NURHAIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI
TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Oriented Strand
Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2008

Nurhaida
NIM E051060081

ABSTRACT
NURHAIDA. Characteristics of Oriented Strand Board Made from Akasia and
Afrika Wood Based on Strand Orientation. Under the direction of NARESWORO
NUGROHO and DEDE HERMAWAN.
The research objectives are to evaluate physical and mechanical properties
of OSB based on strands orientation; and to evaluate physical and mechanical
properties of OSB made from akasia wood (Acacia mangium Wild) and afrika
wood (Maesopsis eminii Engl). Akasia and afrika wood are used for OSB strand
material with phenol formaldehyde (PF) as adhesives and addition of paraffin.
OSB made in this research is consist of three plies whereas are differed into eight
(8) strand orientations. In the making process, hot press was carried out at 160ºC
and pressure 25 kg/cm² for 15 minutes. Determination of OSB physical and
mechanical properties is referred to JIS A 5908-2003. Result showed that strand
orientations has no affect to OSB physical properties except for linier swelling 24
h, but it significantly influence all mechanical properties of OSB. Wood species
have an effect on mechanical properties of OSB in the dry test, wet MOE
lengthwise test and OSB physical properties, particularly to OSB density and

water absorbing capability at 2 h and 24 h. All of OSB physical properties are
meet JIS A 5908-2003 standard, but not all of the mechanical properties such as
dry MOE lengthwise, dry MOE and MOR widthwise. The best physical and
mechanical properties is presented by OSB made from akasia wood in strand
orientation F, G, B and C whereas all parameters meet JIS A 5908-2003 standard.
In comparation with strand orientation B that is frequent used in industry, strand
orientation F and G are proficient to raise the modulus elasticity value (MOE) and
strength (MOR) as much as 167.81-231.65% and 89.73-109.87%, respectively;
especially in widthwise board application. Furthermore, strand orientation F and
G are more flexible as structural components.
Key words: oriented strand board, strand orientation, phenol formaldehyde

RINGKASAN
NURHAIDA. Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika
Berdasarkan Penyusunan Arah Strand. Dibimbing oleh NARESWORO
NUGROHO dan DEDE HERMAWAN
Oriented Strand Board (OSB) merupakan papan yang mempunyai
kekuatan tinggi dan dibuat dari partikel yang berbentuk strand. Berdasarkan arah
seratnya, OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan tidak sejajar. Berdasarkan
jumlah lapisannya, OSB terdiri dari papan satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau

lebih. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam
penggunaannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan sama sebagai
bahan bangunan (Blomquist et al. 1983; Blinn et al. 1986).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB
dari pengaturan arah strand dan mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB yang
dihasilkan dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii
Engl).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu akasia dan kayu
afrika dalam bentuk strand berukuran panjang 60-70 mm, lebar 20-25 mm serta
ketebalan 0,6-1 mm. Perekat yang digunakan adalah Phenol formaldehyde (PF)
sebanyak 7 % dari berat kering oven dan parafin sebanyak 1 %.
OSB dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm sebanyak 3 lapis,
dengan perbandingan berat muka, inti dan belakang adalah sama. Penyusunan
arah strand setiap lapisan terdiri dari penyusunan arah strand A (orientasi strand
luar dan strand lapisan inti searah, 0°/0º/0°), penyusunan arah strand B (orientasi
strand luar tegak lurus dengan lapisan inti, 0°/90º/0°), penyusunan arah strand C
(lapisan inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0°/R/0°), penyusunan arah strand D
(lapisan inti terorientasi 45º terhadap lapisan luar, 0°/45º/0°), penyusunan arah
strand E (lapisan inti terorientasi 45° dan -45° terhadap lapisan luar, 0°/45°/45°/0°), penyusunan arah strand F (lapisan inti terorientasi dan lapisan luar acak,
R°/0°/R°), penyusunan arah strand G (lapisan inti terorientasi 45° dan lapisan luar

acak, R°/45°/R°), penyusunan arah strand H (lapisan inti terorientasi 45° dan 45° dan lapisan luar acak, R°/45°/-45°/R°). Penyusunan arah strand menggunakan
alat bantu former device skala laboratorium yang selanjutnya dilakukan
pengempaan panas pada suhu 160ºC dengan tekanan kempa 25 kg/cm² selama 15
menit. Setelah OSB mengalami proses pengkondisian selama 2 minggu kemudian
dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap
perlakuan berdasarkan JIS A 5908-2003.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan arah strand tidak
mempengaruhi sifat fisis OSB kecuali pengembangan linier 24 jam tetapi sangat
mempengaruhi seluruh sifat mekanis OSB. Jenis kayu yang digunakan
mempengaruhi sifat mekanis OSB pada seluruh pengujian kering, pengujian MOE
basah sejajar lebar dan juga mempengaruhi sifat fisis terutama kerapatan OSB
dan daya serap air 2 jam dan 24 jam.
Seluruh pengujian sifat fisis OSB memenuhi persyaratan JIS A 5908-2003
sedangkan sifat mekanisnya tidak semua memenuhi standar, antara lain nilai
pengujian MOE kering sejajar panjang, pengujian MOE kering sejajar lebar dan
MOR kering sejajar lebar.

Hasil terbaik penelitian ini adalah OSB dari kayu akasia dengan
penyusunan arah strand F, G, B dan C. Penyusunan arah strand F dan G dapat
meningkatkan nilai kekakuan (MOE) sebesar 167,81-231,65% dan kekuatan

(MOR) sebesar 89,73-109,87% terutama pada penggunaan searah lebar papan
dibanding penyusunan arah strand B yang umum digunakan pada industri. Dilihat
dari segi penggunaan sebagai komponen struktural penyusunan arah strand F dan
G lebih fleksibel baik pada pembebanan searah panjang maupun searah lebar.

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KARAKTERISTIK ORIENTED STRAND BOARD
DARI KAYU AKASIA DAN AFRIKA
BERDASARKAN PENYUSUNAN ARAH STRAND


NURHAIDA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia
dan Afrika Berdasarkan Penyusunan Arah Strand

: Nurhaida
: E051060081

Disetujui
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si.
Ketua

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Iman Wahyudi, M.S.

Tanggal Ujian : 14 Mei 2008


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis berjudul
“Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan
Penyusunan Arah Strand” ini dapat diselesaikan . Tesis ini disusun berdasarkan
hasil penelitian selama 4 bulan di Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium
Kayu Solid, Laboratorim Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Keteknikan Kayu
Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada:
1. Dr.Ir.Naresworo Nugroho, M.Si. sebagai ketua Komisi Pembimbing dan
Dr.Ir.Dede Hermawan, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak membimbing dan memberikan masukan serta saran dalam berbagai
kesempatan diskusi yang terkait dengan penelitian ini, Prof.Dr. Ir. Yusuf Sudo
Hadi, M.Agr. selaku penguji luar komisi dan Prof.Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S

selaku pimpinan sidang ujian yang telah banyak memberi masukan dan saran.
2. Rektor Universitas Tanjungpura, Dekan Fakultas Kehutanan, dan ketua
Jurusan Teknologi Hasil Hutan atas kesempatan untuk melanjutkan Program
Studi Pasca Sarjana dan biaya bantuan penyelesaian studi.
3. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang memberikan
Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS).
4. Staf di Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Kayu Solid, Laboratorim
Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Keteknikan Kayu yang telah banyak
memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian, Pak Abdullah,
Pak Atin, Pak Amin, Pak Kadiman dan Mbak Esti.
5. Teman-teman angkatan 2006 di pasca sarjana, arief, mbak desy, mbak erni,
cici dan teman-teman seprofesi di Fakultas Kehutanan Universitas
Tanjungpura, teman seperjuangan (teteh, anti) dan penghuni Regensi B-26
yang telah memberi semangat, masukan dan dorongan selama proses belajar.
6. Ayahnda H. Hairudin H. Ali, Ibunda Hj. Saniah, mertuaku Kartini, saudarasaudaraku (Denah Suswati, Emy Hastuti, Aswar, Anwari, Zulfikri, Muntasir),
kakak dan adik ipar serta keluarga di Sambas dan Singkawang atas segala doa
dan kasih sayangnya.
7. Suami dan putraku tercinta (Fauzi Cahyono dan M. Adib Qashmal) atas kasih,
pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi, sehingga
mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan

keluarga tercinta mustahil studi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Selain itu tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan
berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
Nurhaida

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sambas pada tanggal 15 Januari 1976. Penulis adalah
anak keenam dari tujuh bersaudara. Ayah bernama H. Hairudin H. Ali dan Ibu
bernama Hj.Saniah. Penulis menikah dengan Fauzi Cahyono pada tanggal 13
Maret 2004 dan dari pernikahan ini, penulis telah dikaruniai seorang putra yaitu
Muhammad Adib Qashmal.
Pendidikan dasar penulis selesaikan di Sekolah Dasar No. 2 Sambas tahun
1988 dan Sekolah Menengah Pertama No. 1 Sambas hingga tahun 1991,
kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sambas dan
lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Jurusan
Kehutanan Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas
Tanjungpura Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 1999.

Pada bulan Desember tahun 2002 penulis diterima menjadi Dosen di
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak. Pada tahun 2006
diterima sebagai mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Program Studi Teknologi Hasil Hutan dengan
Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul
“Karakteristik Oriented Strand Board dari Kayu Akasia dan Afrika Berdasarkan
Penyusunan Arah Strand” dibawah bimbingan Dr.Ir.Naresworo Nugroho, M.Si.
sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Dede Hermawan, M.Sc. sebagai
anggota Komisi Pembimbing.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti
Kayu Indonesia (MAPEKI) dan menyajikan karya ilmiah berjudul Teknologi
Pembuatan Kayu Lapis dengan Arah Serat 45º pada Seminar Nasional Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) X di Universitas Tanjungpura Pontianak pada
tanggal 9-11 Agustus 2007. Membuat buku “Analisis Perekatan Kayu” bersama
tim (Prof. Dr.Ir.Surdiding Ruhendi, M.Sc., Desy NK, Firda AS, Hikma Y,
Sahriyanti S, Tito S) yang telah diterbitkan tahun 2007.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

xi
xii
xiv

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ...............................................................................
Perumusan Masalah ......................................................................
Tujuan ............................................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................
Hipotesis.........................................................................................

1
1
4
5
5
5

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Oriented Strand Board ..................................................................
Perekat Phenol Formaldehyde ......................................................
Jenis Kayu ......................................................................................
Percobaan Pendahuluan .................................................................

6
6
16
17
20

MATERI DAN METODE ........................................................................
Materi Penelitian ............................................................................
Metode Penelitian ..........................................................................
Analisis Penunjang.........................................................................
Rancangan Penelitian .....................................................................

23
23
23
34
38

HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
Sifat Fisis .......................................................................................
Kerapatan .................................................................................
Kadar Air..................................................................................
Pengembangan Tebal ...............................................................
Pengembangan Linier...............................................................
Daya Serap Air.........................................................................
Sifat Mekanis ................................................................................
Modulus of Elasticity (MOE) Kering Sejajar Arah Panjang
dan Lebar .................................................................................
Modulus of Rupture (MOR) Kering Sejajar Arah Panjang
dan Lebar ................................................................................
MOE Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar .........................
MOR Basah Sejajar Arah Panjang dan Lebar .........................
Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)...............................
Retensi kekuatan (Strength Retention).....................................
Kualitas OSB terbaik .....................................................................

40
40
40
42
43
45
47
48

KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................

65
67
71

x

48
53
58
59
61
62
63

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sifat dasar kayu akasia (Acacia mangium willd) ...................................

20

2 Sifat fisis dan mekanis OSB hasil percobaan pendahuluan ...................

21

3 Perbandingan sifat-sifat fisis dan mekanis OSB dengan beberapa standar 21

xi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Penggunaan OSB untuk bahan bangunan ...........................................

7

2 Proses pembuatan OSB .......................................................................

13

3 Pembuatan strand dengan disk flaker (Nuryawan & Massijaya 2006)

24

4 Alat bantu former device skala laboratorium .......................................

25

5 Skema penyusunan arah strand ..........................................................

26

6 Penyusunan arah strand yang digunakan............................................

27

7 Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis .

29

8 Pengujian MOE dan MOR...................................................................

32

9 Pengujian keteguhan rekat internal (Internal Bond) ............................

33

10 Skema pengambilan contoh uji BJ pada penampang kayu
di setiap bagian pangkal dan tengah/ujung batang ............................

34

11 Histogram kerapatan ..........................................................................

40

12 Hasil scan permukaan strand ...............................................................

41

13 Histogram kadar air .............................................................................

42

14 Histogram pengembangan tebal ..........................................................

43

15 Histogram pengembangan linier .........................................................

45

16 Histogram daya serap air .....................................................................

46

17 Uji keterbasahan kayu akasia dan afrika..............................................

47

18 Histogram MOE kering // arah panjang ..............................................

48

19 Histogram MOE kering // arah lebar ...................................................

50

20 Histogram MOR kering // arah panjang ..............................................

53

21 Histogram MOR kering // arah lebar ..................................................

54

22 Nilai MOE dan MOR hasil penelitian dibandingkan dengan prediksi
dari Hankinson formula ......................................................................

57

23 Histogram MOE basah // arah panjang ...............................................

58

23 Histogram MOE basah // arah lebar ....................................................

59

24 Histogram MOR basah // arah panjang ...............................................

59

25 Histogram MOR basah // arah lebar....................................................

60

26 Histogram keteguhan rekat internal (Internal Bond) ..........................

61

xii

27 Histogram retensi kekuatan MOR sejajar panjang...............................

62

28 Histogram retensi kekuatan MOR sejajar lebar ...................................

62

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Nilai solid content, pH, viscosity perekat Phenol Formaldehyde ........

71

2

Hasil pengujian berat jenis dan kadar air kayu ....................................

72

3

Hasil pengukuran nisbah kelangsingan (selenderness ratio)
dan nisbah aspek (aspect ratio) ...........................................................

73

4 Kadar zat ekstraktif kayu akasia dan afrika .........................................

77

5

Hasil pengukuran dan uji t sudut kontak perekat .................................

78

6 Data hasil penelitian sifat fisis ............................................................

79

7 Data hasil penelitian sifat mekanis ......................................................

80

8 Hasil analisis sidik ragam kerapatan ...................................................

81

9

Hasil analisis sidik ragam kadar air ...................................................

82

10 Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam ........................

83

11 Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 24 jam ......................

84

12 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 2 jam .......................

85

13 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 24 jam .....................

86

14 Hasil analisis sidik ragam daya serap air 2 jam .................................

87

15 Hasil analisis sidik ragam daya serap air 24 jam ................................

88

16 Hasil analisis sidik ragam nilai MOE kering sejajar arah panjang ......

89

17 Hasil analisis sidik ragam nilai MOE kering // arah lebar ...................

90

18 Hasil analisis sidik ragam nilai MOR kering // arah panjang ..............

92

19 Hasil analisis sidik ragam nilai MOR kering // arah lebar ...................

93

20 Hasil analisis sidik ragam nilai MOE basah // arah panjang................

95

21 Hasil analisis sidik ragam nilai MOE basah // arah lebar ....................

96

22 Hasil analisis sidik ragam nilai MOR basah // arah panjang ...............

97

23 Hasil analisis sidik ragam nilai MOR basah // arah lebar ....................

99

24 Hasil analisis sidik ragam nilai keteguhan rekat (Internal Bond) ........

100

25 Uji t perbedaan lebar dan tebal strand akasia, afrika ...........................

102

26 Uji t perbedaan selenderness ratio strand akasia dan afrika................

103

27 Uji t model F, G, H pengujian MOE dan MOR // arah panjang dan lebar

104

28 Gambar kerusakan contoh uji ...............................................................

105

xiv

29 Rangking pengujian .............................................................................

107

30 Rangkuman nilai sifat fisis dan mekanis ..............................................

109

31 Contoh perhitungan bahan untuk pembuatan OSB...............................

110

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun
menyebabkan peningkatan konsumsi kayu dengan berbagai bentuk penggunaan
akhir, terutama untuk kebutuhan pembangunan perumahan. Peningkatan
kebutuhan terhadap kayu tidak diimbangi dengan kemampuan pasokan kayu dari
hutan. Peningkatan konsumsi terhadap kayu menimbulkan akibat negatif, yaitu
semakin menurunnya potensi hutan berupa kayu dan semakin sempitnya lahan
hutan produktif di Indonesia. Laju kerusakan hutan Indonesia adalah termasuk
yang tertinggi di dunia. Sampai saat ini diperkirakan antara 1,9-2,8 juta ha per
tahun dalam lima tahun terakhir (2000-2005), sebagaimana dinyatakan oleh
Menteri Kehutanan Indonesia sehingga secara keseluruhan, Indonesia telah
kehilangan lebih dari 72% dari wilayah hutan alam utuhnya dan 40% dari tutupan
hutannya sama sekali hancur. Penebangan besar-besaran berskala industri dan
operasi pembalakan liar yang tak terhitung jumlahnya semua berkontribusi
terhadap terjadinya kerusakan ini (Greenpeace 2006).
Kayu lapis yang menjadi primadona ekspor non migas selama ini memiliki
tingkat efisiensi (rendemen) yang baik dibandingkan dengan kayu gergajian,
namun mensyaratkan bahan baku berupa kayu bulat yang berkualitas tinggi
sedangkan industri panil-panil kayu di luar kayu lapis (plywood) tidak
memerlukan persyaratan bahan baku yang istimewa, artinya bahan baku panilpanil tersebut bisa berasal dari kayu bernilai rendah, log berdiameter kecil, limbah
eksploitasi atau limbah pengolahan kayu.
Produksi kayu lapis cenderung menurun dari tahun ke tahun sejak tahun
1996/1997. Pada tahun 2002 produksi kayu lapis Indonesia hanya mencapai angka
produksi 1,20 juta m3, terus menurun dari tahun-tahun sebelumnya (Departemen
Keuangan 2004).
Dari 120 pabrik kayu lapis nasional, pabrik yang sampai saat ini tercatat
masih mengekspor hasil produksinya tinggal 52 pabrik. Lebih parah lagi, pabrikpabrik ini rata-rata berproduksi dengan kapasitas terpakai kurang dari 50%

2

kapasitas normal. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Panel Kayu Indonesia
(Apkindo), penurunan ekspor kayu lapis belakangan ini lebih karena kesulitan
bahan baku (Tempo 2006).
Masalah keterbatasan bahan baku mengharuskan adanya efisiensi yang
tinggi dalam industri kayu lapis. Jenis industri pengolahan kayu yang mempunyai
peluang bertahan di masa mendatang adalah industri-industri dengan efisiensi
tinggi dan berbasis pada bahan baku kayu kecil, limbah pembalakan, atau produk
daur ulang. Oleh karena itu mulai dari sekarang sudah harus dipikirkan struktur
industri dan strategi investasi yang tepat sesuai dengan prediksi keadaan masa
depan (Nurrochmat 2006).
Dunia perkayuan dewasa ini harus berupaya melakukan diversifikasi
bahan baku, salah satu sumber bahan baku menurut Rowell (1998) diantaranya
dapat memanfaatkan kayu yang berasal dari pohon berdiameter kecil dan limbah
penanaman seperti hasil penjarangan dan pemangkasan, tapi kayu ini dianggap
mempunyai mutu yang rendah bila dibandingkan dengan kayu hutan alam
sehingga diversifikasi bahan baku berdiameter kecil yang biasa ditemukan pada
kayu cepat tumbuh memerlukan ilmu dan teknologi pengolahan kayu, misalnya
mengolah kayu menjadi kayu majemuk (composite wood) (Santoso et al. 2000).
Bentuk-bentuk produk kayu majemuk diantaranya adalah papan serat, papan
partikel, papan wafer, flake board, oriented strand board (OSB) dan comply
(Maloney 1986 dalam Youngquist 1999 dan Rowell 1998).
OSB sebagai bahan material struktural dan salah satu produk panel-panel
kayu dirancang untuk menggantikan kayu lapis (Nishimura et al. 2004). OSB
yang telah dikembangkan di Amerika dan Kanada sekitar tahun 1960-an dan
1970-an. OSB mulai masuk dalam skala industri dan menjadi bagian dalam pasar
panil-panil kayu struktural internasional sejak tahun 1980 dan meraih sukses besar
di Amerika Utara dan Eropa (ATTC 1994). OSB telah digunakan secara luas di
Amerika dan Kanada untuk atap, dinding, pelapis lantai pada perumahan dan
bangunan komersial (Lowood 1997). Kapasitas produksi OSB di Eropa meningkat
tajam, pada akhir tahun 2000 kapasitas industrinya mencapai 2 juta m³ / tahun
(Nishimura et al. 2004).

3

Perkembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan fast growing
spesiesnya dapat merupakan sumber bahan baku potensial untuk produksi OSB di
masa depan. Didukung dengan ketersediaan kayu hutan tanaman industri yang
akan terus meningkat dan sebaliknya produksi kayu bulat dari hutan alam akan
terus menurun atau diturunkan. Pada tahun 2005 produksi Hutan Tanaman
Industri adalah sebesar 12,8 juta m³ dan produksi hutan alam hanya mencapai
produksi 5,7 juta m³ (Departemen Kehutanan RI 2006).
Pemilihan jenis kayu yang cocok untuk bahan baku OSB dihadapkan pada
masalah keragaman jenis dan kerapatan kayu, sehingga diperlukan kondisi
pengolahan yang sesuai. Pada umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan OSB, kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35–
0,65 lebih disukai dan disarankan (Tambunan 2000) .
OSB merupakan produk panel kayu struktural yang diproduksi dari
partikel yang berbentuk strand dan perekat thermosetting tahan air (waterproof)
dan dibentuk lapik (mats) dengan arah serat masing-masing strand diatur
sedemikian rupa dimana arah serat lapisan permukaan tegak lurus terhadap arah
serat lapisan inti sehingga memiliki kekuatan dan karakteristik seperti kayu lapis
(APA 2006).
Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi
sifat akhir papan yaitu : jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat,
jumlah dan distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi lapik,
lapisan berdasarkan ukuran partikel, lapisan berdasarkan kerapatan, serta orientasi
partikel. Pengaturan arah partikel dimaksudkan untuk memperbaiki sifat modulus
patah dan modulus elastisitas panel.
Penelitian tentang OSB telah mulai dilakukan di Indonesia antara lain oleh
Sutrisno (1999) yang meneliti pengaruh nisbah tekan terhadap sifat OSB kayu
sengon dan tusam, dengan orientasi strand inti tegak lurus dengan lapisan
permukaan, OSB yang memenuhi standar dari jenis kayu tusam untuk lapisan luar
dan lapisan tengah sebesar 86,67%, kayu campuran antara kayu sengon dan tusam
untuk lapisan luar dan lapisan tengah sebesar 78,89%, lapisan luar kayu tusam
lapisan tengah kayu sengon sebesar 71,67%, serta jenis kayu sengon untuk lapisan
luar dan lapisan inti sebesar 60,70 %. Nishimura dan Ansell (2002) melaporkan

4

penggunaan analisis image filter untuk memonitor orientasi strand selama proses
produksi di industri. Sudut orientasi rata-rata yang digunakan berkisar 25-30°,
sedangkan sudut 25° dan 60° digunakan untuk produksi OSB komersial diperoleh
bahwa perbaikan sudut orientasi pada produksi OSB komersial akan
meningkatkan nilai maksimum MOR dan MOE searah panjang OSB tanpa
mengurangi MOR dan MOE searah lebarnya. Moses (2003) meneliti model
strand pada laminated strand lumber (LSL) dari jenis kayu aspen

dengan

kombinasi seluruhnya terorientasi (model A), seluruhnya acak (model B), lapisan
inti acak dan lapisan luar terorientasi, 0°/R/R/0° (model C), lapisan atas acak/inti
terorientasi, R°/0°/0°/R (model D), delapan orientasi lapisan, 0°/+45°/-45/0°/0°/45°/+45°/0° (model E), model E menunjukkan nilai tertinggi untuk modulus geser
dengan nilai antara 2000- 4000 MPa, yang diikuti oleh nilai model C dan model
D, sedangkan untuk nilai MOE model C menunjukkan nilai tertinggi antara
70000-14000 MPa, diikuti oleh model E dan model D.
Hasil penelitian Law, et al. (1975) dalam Sutrisno (1999) menunjukkan
bahwa pengaturan arah serat pada papan serat berkerapatan tinggi (hardboard),
berpengaruh positif terhadap keteguhan tarik. Peningkatan tekanan kempa dari
3,52 kg/cm² sampai 21,09 kg/cm² diikuti oleh peningkatan nilai keteguhan tarik
sebesar 122 % pada papan serat terarah, sedangkan pada papan serat acak
peningkatannya 100 %. Peningkatan sifat tersebut ditunjukkan oleh keteguhan
rekat yang lebih baik pada papan serat terarah daripada papan serat acak. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa kerapatan papan serat terarah lebih tinggi daripada papan
serat acak karena pengikatan antar serat pada papan serat terarah lebih baik.

Perumusan Masalah

Pada pembuatan OSB penyusunan arah strand umumnya dibuat dengan
penyusunan arah strand lapisan permukaan tegak lurus terhadap strand lapisan
inti, pengaturan arah partikel terbukti dapat meningkatkan atau memperbaiki sifat
modulus patah dan modulus elastisitas panel. Jika digunakan pengaturan strand
dengan beberapa penyusunan arah strand yang berbeda pada OSB yang dibuat
dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl)

5

apakah juga dapat meningkatkan sifat-sifat papan yang dihasilkan seperti pada
uraian diatas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB
dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika (Maesopsis eminii Engl)
berdasarkan penyusunan arah strand.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi
teknologi tentang penyusunan arah strand pada pembuatan OSB dan pemanfaatan
bahan baku yang berasal dari kayu akasia (Acacia mangium Wild) dan afrika
(Maesopsis eminii Engl) dalam upaya pengembangan industri OSB di Indonesia.
Informasi ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya dan sebagai salah satu alternatif untuk pengembangan pemanfaatan
kayu-kayu yang berdiameter kecil, berkerapatan rendah dan kayu cepat tumbuh
menjadi berkualitas tinggi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:
1. Penyusunan arah strand akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB yang
dihasilkan.
2. Jenis kayu akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Oriented Strand Board

Oriented Strand Board (OSB) adalah sebuah panil yang terdiri atas tiga
lapisan, seperti halnya pada kayu lapis dibuat dengan flake (strand) yang tipis atau
wafer kayu dalam suatu plat kempa bersuhu tinggi, dengan resin Phenol
Formaldehyde sebagai bahan perekat utama dan di kempa panas (ATTC 1994).
OSB merupakan perkembangan dari waferboard, yaitu suatu produk panil yang
pertama kali dibuat di Amerika Utara pada tahun 1954. Dibandingkan dengan
kayu lapis, waferboard, mempunyai banyak keunggulan, diantaranya dapat
menggunakan bahan baku dari jenis yang kurang dikenal, sifat kekuatannya tinggi
sehingga sangat cocok digunakan sebagai substitusi terhadap kayu lapis dalam
beberapa aplikasi (Walter 1993).
Di Amerika penggunaan OSB ini sangat populer dan dirancang secara
khusus serta sudah dimanfaatkan untuk pelapis dinding, dinding, lantai, pelapis
lantai, dan penutup atap (Gambar 1). Sejak pemakaian log di industri kayu lapis
semakin menurun, OSB menjadi populer sebagai pengganti kayu lapis. Vadja
(1978a) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa OSB sangat cocok digunakan
sebagai substitusi terhadap kayu lapis eksterior.
Prospek pengembangan OSB di Amerika pada masa datang sangat positif,
karena hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti menyusutnya
persediaan log yang bermutu bagus, tingginya biaya produksi industri kayu lapis
dan mudahnya penyusupan ke pasar papan partikel (Asian Timber 1995).
Selain itu Asian Timber (1995) menyatakan bahwa OSB dapat dibuat dari
jenis kayu yang berkualitas rendah dan panilnya menghasilkan sifat kuat pegang
sekrup dan paku yang tinggi serta ikatan internal yang baik. Sedangkan nilai
modulus patah dan modulus elastisitas hampir sebanding dengan chipboard.

7

sumber : http://www.raftertales.com

sumber http://www.ameripanel.com

sumber : http://www.osbguide.com
Gambar 1 Penggunaan OSB untuk bahan bangunan

8

OSB merupakan papan partikel yang mempunyai kekuatan tinggi dan
dibuat dari partikel yang berbentuk strand. Strand itu sendiri memiliki dimensi
panjang paling sedikit tiga atau empat kali lebih besar dibanding dengan lebarnya.
Perbandingan ini mendukung pelurusan strand-strand dalam rangka pembentukan
lapik (Koch 1985).
Berdasarkan arah seratnya, OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan
tidak sejajar. OSB dengan arah tidak sejajar dapat berupa OSB lapisan luar sejajar
sedangkan lapisan tengah acak, atau lapisan luar tegak lurus dengan lapisan
tengah. Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB terdiri dari papan satu lapis, tiga
lapis, lima lapis atau lebih. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga
dalam penggunaannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan sama
sebagai bahan bangunan (Blomquist et al. 1983; Blinn et al. 1986).
Arah partikel kayu dalam membentuk lembaran papan partikel dapat
tersebar acak atau diatur arahnya menurut panjang partikel. Papan partikel yang
susunan partikelnya diarahkan menurut panjang partikel disebut papan partikel
terarah. Pengaturan arah partikel dimaksudkan untuk memperbaiki sifat modulus
patah dan modulus elastisitas panel (Maloney 1993).
Pengaturan arah partikel dapat dilakukan dengan menggunakan metode
mekanis atau metode elektris dimana partikel kecil dan besar dapat diarahkan
sama baiknya, mampu mengarahkan partikel dari berbagai tipe dan ukuran,
bahkan serat. Partikel yang digunakan dalam pembuatan papan terarah harus
memiliki nisbah kelangsingan dan nisbah aspek (aspect ratio) yang cukup besar.
Nisbah aspek adalah perbandingan antara panjang partikel dengan lebarnya dan
sebaiknya lebih besar dari tiga agar diperoleh arah yang cukup baik (Maloney
1993). Hasil penelitian Nishimura et al. (2004) bahwa strand dengan luasan lebih
besar akan memiliki nisbah aspek lebih rendah dibandingkan strand dengan
luasan yang kecil namun perlu diperhatikan agar mendapatkan kekuatan yang
optimal aspek rasio strand-strand yang digunakan untuk bahan baku OSB
minimal bernilai 3.
Menurut Walter (1993), dimensi ketebalan dari OSB yang diproduksi
tergantung penggunaan akhir dari OSB itu sendiri. Ketebalan OSB berkisar
1,6 mm-6,0 mm untuk lapisan inti kayu lapis dan 6,0 mm-19,0 mm untuk panil

9

struktural. Di Amerika Serikat dan Kanada ukuran ketebalan yang paling banyak
digunakan adalah 3/8 inci (9,5 mm), 7/16 inci (11,1 mm) dan 5/8 inci (15,8 mm).
Untuk produk tertentu ketebalannya bisa lebih dari 40 mm bahkan ada yang
mencapai 40 mm – 150 mm. Sifat kekakuan (MOE) OSB pada arah longitudinal
sebesar 4,72 GPa dan arah transversal sebesar 2,14 GPa.
Bahan baku OSB lebih baik dari jenis kayu cepat tumbuh dengan BJ
berkisar 0,35-0,65 dan diameter log sekitar 35-50 cm. Sedangkan ukuran
panjangnya bervariasi dari 2,65 m sampai 8,0 m (Dingguo dan Yukun 1990). Pada
umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
OSB, kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35 – 0,65 lebih disukai dan
disarankan (Tambunan 2000).
Dalam pembuatan OSB, penggunaan perekat sangatlah penting. Tipe dan
jumlah resin perekat yang dipakai akan berpengaruh terhadap kualitas OSB yang
diproduksi. Sejumlah OSB yang dipersiapkan untuk penggunaan eksterior
memakai perekat tahan air seperti Phenol Formaldehide (PF), Isocyanate (MDI),
dan Melamin Urea Formaldehide (MUF). Perekat yang umum digunakan dalam
produksi OSB yaitu resin phenol formaldehyde (PF) dan perekat Metane DiIsocyanat (MDI) (SBA 2005).
Perekat PF dalam pembentukan OSB, yang dapat membentuk ikatan yang
kuat, keawetan dan kemampuan tahan terhadap air. Dalam pencampuran PF
dengan strand, strand harus dikeringkan dahulu sampai kadar air mencapai 6 %
(Caesar 1997). Menurut Bowyer et al. (2003) kebanyakan tipe papan partikel yang
menggunakan resin dalam bentuk cair, maka partikel tersebut dikeringkan sampai
kadar air 2-5 % karena kira-kira 4-6 % kadar air akan ditambahkan kembali
dengan dicampurkannya resin, sehingga kandungan air akhir mendekati 10 %.
Menurut Walter (1993) penggunaan OSB kebanyakan untuk keperluan
eksterior, untuk itu diperlukan perekat yang tahan terhadap air diantranya : Phenol
formaldehide dalam bentuk powder atau cair, isocyanate dan MUF. Untuk
memperoleh nilai kekuatan rekat yang baik serta kadar air sesuai dengan standar
ANSI, perekat PF powder diberikan sebanyak 2,5-3% dari berat kering oven
strand, sedangkan PF cair 4-5% dan MUF sebesar 9-11 %.

10

Teknik Pembuatan Oriented Strand Board (OSB)
Secara umum tahapan-tahapan pembuatan OSB sama dengan pembuatan
papan partikel secara umum, hanya terdapat proses pengorientasian arah saat
pembuatan lembaran. Secara umum pembuatan OSB meliputi : pembuatan strand,
pengeringan strand dalam kilang pengering, pemilahan strand pada drum
secreening machine atau disk sreening instrument, pencampuran strand dengan
perekat phenol Formaldehide untuk panil OSB struktural, pembentukan lapik,
pengempaan dengan kempa panas, pengerjaan akhir (finishing), dan pengepakan
dan pengiriman (Gambar 2).
Secara umum tahapan pembuatan OSB adalah sebagai berikut :
Pembuatan Strand
Menurut Walter (1993) pembuatan strand dimulai dengan pembuangan
kulit kayu (debarking). Untuk pembuatan strand dari log berukuran pendek, alat
yang digunakan flaker tipe U (U type flaker), flaker tipe PZU (PZU Type Flaker
of Pallman) dan disk flaker.
Dalam pembuatan perlu diperhatikan geometri khususnya rasio panjang
terhadap tebal strand (Koch 1985). Natus dalam Misran (2004) ukuran strand
untuk pembuatan OSB bisa mengikuti panjang 60-150 mm, lebar 25-35 mm
dengan tebal 0,5–0,8 mm. Untuk menghasilkan OSB dengan kekuatan lentur
(bending) dan kekakuan yang lebih besar, maka strand yang dibuat harus
memiliki perbandingan panjang dan lebar strand (aspect ratio) paling sedikit tiga
(Youngquist 1999).
Pengeringan Strand
Strand yang telah dibuat disimpan dalam alat pengering, yaitu baik berupa
alat pengering konvensional ”Triple-pass Dryer”,” Single-pass Dryer”, keduanya
dibuat dari drum yang dipanaskan yang dilengkapi dengan interior “flight” atau
“wring” Partikel secara singkat tertahan pada sayap-sayap ini, dan melalui
perputaran drum-drum tersebut, partikel-partikel tersebut secara gradual
dipindahkan keluar. Three-pass dryer (pengeringan tiga pintu) dibuat dari tiga
buah drum, baik pada temperatur maupun kesepatan udara dibedakan pada ketiga
kompatemen ini secara berurutan, drum interior yang berada disisi dalam tidak
memiliki gerigi (Tsoumis 1991). Avramidis et al. dalam Misran (2004)

11

menyarankan untuk pembuatan OSB yang menggunakan perekat phenol
formaldehyde kadar air strandnya adalah antara 3-5% .
Pemilahan Strand
Untuk keperluan peruntukan strand lapisan muka dan lapisan tengah,
strand-strand setelah dikeringkan perlu dipilah dengan menggunakan drum
screening machine atau disc sreening instrument. Strand yang baik dipindahkan
ke dalam drybin, dan strand yang baik inilah yang digunakan untuk pembuatan
OSB (Dinggou dan Yukun 1990).
Pencampuran Perekat (Resin Blending)
Strand-strand dicampur dengan perekat PF cair sebanyak 6-7% dari berat
kering oven strand dalam drum pencampur perekat (Dingguo dan Yukun 1990).
Strand yang telah kering dimasukkan ke dalam drum pencampur perekat yang
berputar, lalu perekat cair yang telah disiapkan disemprotkan kedalam drum yang
sedang berputar melalui lubang yang ada dalam drum tersebut dengan
menggunakan alat sprayer (Walter 1993).
Pencampuran perekat terhadap strand-strand lapisan muka dan lapisan
tengah (core) dilakukan dalam rotary blender yang berbeda. Untuk meningkatkan
daya tahan panil terhadap penyerapan uap air atau air, maka selama proses
pencampuran perekat terhadap strand-strand, dilakukan juga penyemprotan
emulsi zat lilin sebanyak 1,0–1,5 % dari berat kering tanur strand (Koch 1985).
Penambahan zat lilin sebanyak 0,75-1,0% untuk mengurangi sifat higroskopisitas
sehingga meningkatkan stabilitas dimensional kayu (Tsoumis 1991)
Pembentukan Lapik (Mats)
Orientasi letak strand lapik diatur oleh mesin khusus yang disebut orienter
machine, yang dapat bekerja secara mekanis maupun elektrostatis. Orientasi
mekanis dapat dilakukan dengan menjatuhkan partikel-partikel yang panjang,
ramping diantara plat-plat tipis sejajar atau dengan membawanya ke dalam
kantong-kantong sempit untuk kemudian dijatuhkan pada plat. Pada mesin
pengatur elektrostatis strand-strand dijatuhkan diantara plat-plat bermuatan
listrik, dan strand-strand karena polar mengatur dirinya dengan medan listrik.

12

Dengan masing-masing tipe peralatan tersebut pengaturan letak strand memang
belum sempurna, tetapi papan yang dihasilkan dengan cara ini jauh lebih kuat
daripada papan yang berorientasi acak (Bowyer et al. 2003).
Pengorientasian arah strand bisa dilakukan secara manual dengan alat
sederhana seperti yang dilakukan Nishimura et al. (2004) dan Nuryawan (2007)
dengan alat former divice skala laboratorium.
Pengempaan
Lapik yang terbentuk dimasukkan ke dalam ruang atau celah diantara dua
plat kempa yang panas, lalu dikempa dengan tekanan sebesar 30-40 kg/cm2, suhu
kempa 180°C- 200°C, selama 5- 7 menit. Sistem kempa yang digunakan biasanya
berupa plat datar bercelah banyak (16 Opening Presses) (Diggou dan Yukun
1990). Avramidis et al. dalam Misran (2004) variasi temperatur dan waktu kempa
untuk OSB dengan perekat phenol formaldehyde , temperatur 171-210 ºC dengan
waktu 5-11 menit. Nuryawan (2007) menggunakan temperatur 160 ºC dengan
tekanan kempa 25 kgf/cm² selama 15 menit untuk perekat phenol formaldehyde
dan OSB hybrid dengan perekat phenol formldehyde untuk bagian permukaan dan
bagian intinya menggunakan isocyanat.
Pengerjaan Akhir (Finishing)
Lembaran-lembaran panil OSB setelah dikeluarkan dari kempa panas,
segera dihaluskan/diamplas untuk menghilangkan strand-strand yang tidak terikat
secara utuh pada lembaran panil, selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan dan diberi label tanda mutu, ditumpuk rapat (solid-piled) selama 12-48
jam (Tambunan 2000). Penumpukan rapat dalam kondisi panil masih panas
dimaksudkan agar perekat mengeras sempurna selama ± 14 hari (Walter 1993).
Pengepakan dan Pengiriman
Lembaran-lembaran panil yang sudah diberi label kemudian di berkas
(bundled) dan selanjutnya bagian-bagian pingir-pinggirnya disemprot dengan zat
tertentu yaitu ”a low-permeability coating that retards moisture absorption”
untuk mencegah agar panil tidak menyerap uap air (Tambunan 2000). OSB yang
telah disertifikasi siap dikemas dan dipasarkan (SBA 2006)

13

Gambar 2 Proses pembuatan OSB
Sumber : http://www.osbguide.com
Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas OSB
Kualitas OSB dapat ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah
bahan baku (jenis kayu), ukuran, orientasi strand, kerapatan panil, kadar perekat
dan kondisi pengempaan. Ukuran dan orientasi strand berpengaruh terhadap
kualitas OSB terutama terhadap nilai modulus patah dan modulus elastisitas
sejajar dan tegak lurus panjang panil.
Selain jenis kayu dan orientasi strand, kadar resin dan kerapatan panil juga
sangat perlu diperhatikan, semakin besar kadar resin dan kerapatan panil, maka
semakin besar pula nilai MOE dan MOR yang dihasilkan (Koch 1985). Selain itu
Kelly (1977) menyatakan bahwa semakin meningkat kerapatan panil, maka nilai
ikatan internalnya juga akan semakin bertambah.

14

Sifat Fisis dan Mekanis OSB
Kerapatan
Besar kecilnya kerapatan panil dipengaruhi oleh besarnya kerapatan kayu
dan kandungan perekat serta bahan aditif yang digunakan (Kelly 1977). Kerapatan
kayu yang rendah lebih mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan
kontak strands yang lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan
menghasilkan panil yang kekuatannya tinggi. Untuk menghasilkan kontak/ikatan
yang sempurna antar strand diperlukan pengempaan sampai tercapai compaction
ratio sebesar 1,2-1,6 (Bowyer et al. 2003).
Kadar Air Papan
Kayu bersifat higroskopis yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat
dan melepaskan air atau uap air dalam kayu sampai mencapai keseimbangan
dengan kelembaban udara sekitarnya.
Jumlah dan distribusi air yang terdapat pada lembaran panil pada saat
dibentuk secara signifikan berpengaruh terhadap sifat panil yang dikempa. Selain
itu juga berpengaruh terhadap nilai MOE dan MOR dari panil yang dihasilkan
(Koch 1985).
Pengembangan Tebal, Linier dan Penyerapan Air
Pengembangan tebal panil terjadi bila kadar airnya meningkat. Kayu yang
kering akan mengembang dan lapik yang telah dikempa cenderung kembali ke
kondisi awalnya bila dibasahkan. Pengembangan tebal terjadi bila RH lebih besar
dari

70%.

Pengembangan

tebal

dapat

diminimumkan

dengan

cara

menyeragamkan pemampatan dan kerapatan panil (Koch 1985).
Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture (MOE dan MOR)
Panil OSB untuk tujuan struktural harus tahan beban tanpa terjadi defleksi.
Sifat kekakuan suatu panil merupakan ukuran kemampuan panil untuk menahan
bentuk dan lenturan yang terjadi akibat adanya

pembebanan sampai batas

proporsi. Tegangan pada batas proporsi adalah tegangan maksimum untuk
menerima sejumlah beban tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Sifat inilah
yang dinyatakan dalam bentuk modulus elasticity. Sedangkan tegangan patah

15

adalah tegangan yang terjadi pada saat benda menerima beban maksimum. Sifat
ini dinyatakan dalam modulus patah, yang merupakan ukuran kekuatan dan sifat
kritis dari bahan yang diuji (Wangaard 1950 dalam Mardikanto 1979).
MOE dan MOR panil diperngaruhi oleh beberapa variabel diantaranya
adalah kerapatan dan jenis kayu, orientasi strand, kualitas strand, dimensi strand,
resin content, kadar air lapik, prosedur kempa dan kerapatan panil (Koch 1985).
Menurut Price (1974) dalam Koch (1985) mempelajari tentang sifat-sifat
flakeboard yang dibuat dari jenis campuran (sweetgum, hickory dan southern red
oak) dijelaskan bahwa flake dengan tebal 0,04 cm menghasilkan MOE maksimum
dan ikatan internal maksimum dicapai pada ketebalan flake sebesar 0,06 cm. Nilai
MOE dan MOR semakin tinggi dengan semakin tingginya resin content perekat
yang digunakan.
Keteguhan Rekat Internal
Keteguhan rekat internal adalah keteguhan tarik tegak lurus terhadap
permukaan panil yang menunjukkan ukuran kohesif antara ikatan strand dengan
strand dan diuji pada kadar air kesetimbangan panil pada suhu 22°C dan RH 50%.
Orientasi strand mempunyai pengaruh yang besar pada MOE dan MOR
tetapi pada ikatan internal pengaruhnya

kecil.

Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi nilai ikatan internal menurut Koch (1985) adalah kerapatan dan
jenis kayu, dimensi strand, kualitas strand dan kadar air strand sebelum dicampur
perekat. Jenis kayu dengan kerapatan rendah lebih mudah dipadatkan bila
dikempa, kontak strand menjadi lebih baik dan menghasilkan panil dengan ikatan
internal yang tinggi pada kerapatan panil yang diinginkan. Price (1978) dalam
Koch (1985) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai MOE
dan MOR, juga mempengaruhi nilai ikatan internal. Selain itu Lei dan Wilson
(1980) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa ikatan internal dapat
ditingkatkan dengan menghilangkan atau mengurangi daerah yang lebih sedikit
atau bahkan tidak terdapat perekat ikatan internal akan meningkat dengan
meningkatnya kerapatan panil.

16

Perekat Phenol Formaldehyde (PF)

Phenol formaldehyde merupakan hasil kondensasi formaldehyde dengan
monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol
formaldehyde ini

dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat

thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastik.

Perbedaan kedua ini

disebabkan oleh perbandingan molar fenol dan formaldehyde, serta katalis atau
kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dan Hadi 1997).
Resol terbentuk bila formaldehyde terdapat dalam jumlah yang berlebih
dibanding phenol yaitu 1,8–2,2 dengan alkali kuat sebagai katalisnya, seperti
natrium hidroksida. Sedangkan novolak terbentuk bila phenol terdapat dalam
jumlah yang berlebih dibanding formaldehyde yaitu 1 (0,8–1) dengan asam kuat
sebagai katalisnya, seperti para-toluena, asam sulfonik, asam oksalat dan asam
sulfat.
Resol ini merupakan tahap A (A stage) dalam proses kimianya, dimana
bila resol ini dipanaskan maka akan terbentuk resitol (tahap B). Pada tahap ini
perekat menjadi mengembang dan sifatnya seperti karet, serta proses percabangan
molekul dan ikatan jaringan jalannya terus berkembang. Dengan panas yang
berkesinambungan maka sampailah pada tahap C a