Model Pembelajaran Kolaboratif Bahasa Inggris untuk Pengembangan Karakter Siswa SMP di Surakarta.

(B. Pendidikan)
Model Pembelajaran Kolaboratif Bahasa Inggris untuk Pengembangan Karakter Siswa SMP di
Surakarta
Rochsantiningsih, Dewi; Tarjana, M. Sri Samiati; Nurkamto, Joko
Program Pascasarjana UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Pascasarjana, 2012
Berbagai pemberitaan melalui berbagai media maupun kejadian yang ditemui di sekitar menyuguhkan
bukti-bukti kemunduran moral yang terjadi pada pemuda di Indonesia. Dalam konteks sekolah, perilaku
kurang baik para siswa tersebut terlihat mulai dari kekurangdisiplinan, kurang sopan-santun baik bahasa
maupun perilaku, kurang peduli terhadap lingkungan, malas belajar, bullying terhadap teman atau adik
kelas, merokok, sampai dengan yang lebih serius seperti penyalahgunaan narkoba, dan peralatan ICT. Di
dalam proses pembelajaran, siswa cenderung kurang bersemangat dan kurang aktif dalam proses
pembelajaran, acuh tak acuh, menyontek, dan kurang memperhatikan pembelajaran. Dikatakan bahwa
perilaku kurang terpuji itu menunjukkan karakter yang kurang baik yang tidak sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Landasan hukum
terhadap pembentukan karakter tersebut diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010

tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 17 Ayat (3) yang menyebutkan bahwa
pendidikan dasar, termasuk SMP bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berakhlak
mulia, dan berkepribadian luhur; (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (c) sehat, mandiri, dan
percaya diri; (d) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggungjawab.
Pada kenyataannya, oleh karena berbagai hal seperti arus globalisasi yang sulit dibendung, kurangnya
keteladanan, bergesernya orientasi hidup, dan sebagainya kemorosotan moral di kalangan generasi
muda semakin mengemuka. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu pendidikan karakter lebih
ditekankan lagi dalam bentuk pembiasaan sehingga internalisasi nilai-nilai terpuji dan berbudi luhur
dapat berlangsung dengan nyaman sesuai dengan pertumbuhan siswa dan secara bersamaan
membentuk karakter yang baik. Pada awalnya ada dua pendekatan dalam penbentukan karakter
tersebut, yaitu: (1) karakter diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan (2) karakter diajarkan
dengan memadukannya pada mata pelajaran tertentu yang dipandang sarat dengan nilai-nilai karakter,
yaitu pelajaran Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam buku Panduan Pendidikan Karakter di
SMP (Ditjen Pembinaan SMP, 2010) dipaparkan bahwa pendidikan karakter di sekolah dikembangkan
melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) mengintergrasikan secara terpadu pedidikan karakter dalam semua
mata pelajaran; (2) memadukan pendidikan karakter dengan manajemen sekolahi; dan (3) memadukan
pendidikan karakter melalui kegiatan pembinaan kesiswaan. Melalui kegiatan ini, siswa diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pada level SMP, terdapat 18 karakter yang harus dikembangkan (Ditjen Pembinaan SMP, 2010).

Kedelapan-belas karakter tersebut, tidak selalu semuanya dapat dikembangkan melalui pengintegrasian

dengan mata pelajaran. Sebagai contoh, pelajaran Agama dan IPA diantisipasi dapat mengembangkan
sekitar 14 butir karakter, dan Bahasa Inggris sekitar 7 butir karakter. Daftar butir karakter tersebut tentu
saja dapat berkembang dalam pelaksanaannya di kelas, tergantung pada keterampilan guru dalam
merancang pembelajaran yang memungkinkan tergalinya potensi yang dapat dimanfaatkan unuk
memperkuat pembentukan karakter. Pemilihan materi, penetapan pendekatan/strategi, skenario, dan
alat evaluasi pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
tujuan pembelajaran menjadi penting agar dapat direncanakan dan terbentuk pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan substansi mata pelajaran dan butir karakter yang perlu dikembangkan.
Terkait dengan pendekatan pembelajaran, penting sekali bagi guru untuk memilih pendekatan yang
memungkinkan siswa berinteraksi dengan siswa/orang lain dalam upaya untuk membentuk
pengetahuan. Salah satu pendekatan tersebut adalah Collaborative Learning atau pembelajaran
Kolaboratif (PKol). Tujuan PKol adalah meningkatkan kemampuan siswa agar lebih mandiri, cakap, pandai
berpikir. PKol terjadi bila para siswa bekerjasama untuk membangun pengetahuan, dan pengetahuan
tersebut semakin terbentuk dan semakin kaya melalui proses kebersamaan yang dilakukan oleh siswa.
PKol merupakan stategi pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil, terdiri dari beberapa siswa
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda, dengan menggunakan bermacam-macam kegiatan
belajar untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu objek/pengetahuan tertentu. Dalam
implementasinya, tiap siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mempelajari objek dan membantu

temannya untuk memahami. Selama pembelajaran, siswa mengerjakan berbagai tugas hingga seluruh
anggota kelompok berhasil memahami objek dan menyelesaikan tugasnya. Melalui PKol yang
menonjolkan kerjasama di antara para pembelajar, dapat diidentifikasi manfaat yang diperoleh siswa, di
anataranya adalah: (1) saling menguntungkan antara siswa satu dan lainnya; (2) seluruh siswa menyadari
bahwa mereka merasakan nasib/hal yang sama dalam belajar; (3) siswa menyadari bahwa setiap
keberhasilkan bukan hanya merupakan usaha sendiri, tetapi juga bantuan dari teman satu kelompok;
dan (5) merasa bangga dan ikut merayakan keberhasilan teman satu kelompok. PKol dipilih dalam
penelitian ini karena dipadang bukan saja membantu siswa dalam meningkatkan pemahamannya terkait
dengan Bahasa Inggris sebagai materi pelajaran, tetapi juga dipandang mampu mengembangkan
kepribadian yang berkarakter baik
Penelitian ini dirancang untuk dilaksanakan selama tiga tahun, yaitu 2012-2013, 2013-2014, dan 20142015. Pada tahun pertama, penelitian dirancang untuk mengidentifikasi kebutuhan (needs-analysis)
karakter yang telah dikembangkan di SMP baik secar umum maupun yang lebih khusus dikembangkan
melalui pembelajaran Bahasa Inggris. Responden adalah siswa SMP di Surakarta. Dari hasil needs
analysis akan dikembangkan tujuan pengembangan karakter dan disain silabusnya, yang akan dijadikan
referensi bagi penyusunan strategi pembelajaran kolaboratif Bahasa Inggris. Strategi pembelajaran
Bahasa Inggris dengan pendekatan kolaboratif dikembangkan dengan mempertimbangkan,
mengakomodasi, dan mengacu pada: (1) kompetensi Bahasa Inggris yang harus dikuasai siswa,
sebagaimana yang dipandukan dalam KTSP, silabus, dan RPP SMP. Termasuk didalamnya adalah
pemanfaatan materi ajar Bahasa Inggris yang digunakan di SMP; meskipun tidak menutup kemungkinan
adanya penambahan materi ajar baru sebagai suplemen; dan (2) daftar karakter siswa SMP berdasarkan

panduan yang diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan SMP (2010).
Pada tahun II akan dilakukan uji coba terbatas terhadap naskah strategi pembelajaran kolaboratif Bahasa
Inggris. Uji coba ini akan dilengkapi dengan skenario pembelajarannya, sehingga sekaligus dapat
dilakukan pencermatan terhadap kecocokan konsep strategi pembelajaran kolaboratif dengan langkahlangkah pembelajaran, materi ajar yang digunakan, dan karakter yang dikembangkan. Kegiatan
penelitian tersebut akan dilakukan di salah satu SMP di Surakarta yang memiliki fasilitas laboratorium

bahasa multimedia, sehingga dapat mengakomodasi pembelajaran kolaboratif Bahasa Inggris yang telah
dikembangkan dengan leluasa.
Pada tahun III akan dilakukan uji coba pada wilayah yang diperluas, melibatkan lebih dari satu di
Surakarta. Selain itu, akan dilakukan pelatihan guru dalam Training for the Trainers, untuk menyamakan
persepsi, meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan guru dalam mengimplementasikan
pembelajaran kolaboratif Bahasa Inggris pada tahap uji coba yag diperluas ini. Strategi pembelajaran
kolaboratif Bahasa Inggris ini di kemudian hari dapat dimanfaatkan oleh guru-guru, terutama Bahasa
Inggris baik sebagai strategi yang digunakan di kelas, maupun sebagai materi pelatihan pada kegiatan
MGMP, PLPG, dan kegiatan peningkatan profesionalisme guru lainnya dalam hal mengintegrasikan nilainilai karakter yang harus dikembangkan melalui pembelajaran kolaboratif Bahasa Inggris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pembalajaran bahasa Inggris kolaboratif yang
mengembangkan karakter siswa di lapangan belum dilaksanakan dengan efektif; sungguhpun dari
tataran dokumen sudah dicantumkan 8 butir karakter dalam silabus dan RPP pembelajaran Bahasa
Inggris. Hal ini disebabkan guru kurang mendapat pembekalan tentang butir-butir karakter yang harus
dikembangkan, bagaimana indikatornya, melalui kegiatan apa butir karakter tersebut dapat

dikembangkan. Akan halnya strategi PKol, sungguhpun strategi tersebut sudah cukup populer, namun
pemahanan guru masih belum memadai, baik dari jenis/jumlah strategi PKol yang perlu dikuasai,
maupun esensi dan sintaks masing-masing strategi PKol tersebut.
Dari tataran dokumen perangkat pembelajaran, ditemukan bahwa jumlah butir karakter yang ditulis
dikembangkan dalam tidak melebihi 8 butir karakter yang ditetap pemerintah. Sedangkan dalam tataran
implementasi di kelas diketahui bahwa guru kurang menyadari adanya muatan mengembangkan nilai
karakter. Guru lebih berfokus pada konten akademik, sehinggpat penekanan butir karakter kurang
mendalam.
Jumlah butir karakter yang dikembangkan oleh masing-masing mata pelajaran sebaiknya tidak perlu
dibatasi, misalnya untuk pelajaran Bahasa Inggris, ‘hanya’ 8 dari 20 butir karakter. Selain membatasi,
guru menjadi ‘terpenjara’ pada jumlah tersebut dan menjadi kurang kreatif dalam mengembangkan
karakter anak didik.
Penempatan butir karakter dalam dokumen secara baik dan jelas dapat menumbuhkan kesadaran guru
akan adanya muatan pengembangan karakter dalam proses pembelajaran yang dipimpin guru. Bahwa
dalam penelitian ini guru yang menguji-cobakan draf RPP masih terkesan gagap dan kurang fokus, tetapi
lambat laun dengan semakin lanyahnya keterampilan strategi PKol, lebih-lebih dengan strategi yang
menjadi pilihan guru sendiri, peneliti menaruh harapan bear bahwa butir-butir karakter akan dapat
diakomodasi melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di kelas.
Pembelajaran berbasis karakter perlu mempertimbangkan keterlibatan siswa. Sebagaimana pada awal
pembelajaran guru menginformasikan indikator atau tujuan pembelajaran yang diampu saat itu, guru

juga perlu menginformasikan butir karakter apa yang dapat dibangun dalam sesi pembelajaran tersebut.
Keterlibatan peserta didik dalam konteks ini dan guru yang waspada akan adanya muatan karakter
tersebut, piawai menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengkomodir, pandai memotivasi dan mengacknowledge prestasi siswa secara akademic maupun karakter akan menciptakan sinergi positif terhadap
keberhasilan pengembangan karakter peserta didik. Sebagai draf, perangkat pembelajaran yang disusun
ini masih perlu dikembangkan lagi, pada butir-butir karakter yang diusung, pada penempatanya dalam
dokumen, dan pada penyusunan evaluasi butir-butir karakter dengan indikator dan rubrik penilaiannya.

Di samping itu, usulan dari guru dan sekolah, draf ini perlu dikembangkan, tidak terbatas pada silabus
dan RPP kelas VII SMP, tetapi juga kelas VII dan IX. Semoga dapat diakomodasi pada penelitian tahap
kedua, dan tahap ketiga.