Uji Cemaran Kapang, Khamir, dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Jamu Serbuk Kunyit di Pasar Gede Surakarta.

(1)

i

UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN

BAKTERI Staphylococcus aureus PADA SERBUK JAMU KUNYIT DI PASAR GEDE SURAKARTA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh: JULY ISWARA NIM: M3513027

DIPLOMA 3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN

BAKTERI Staphylococcus aureus PADA SERBUK JAMU KUNYIT DI PASAR GEDE SURAKARTA

JULY ISWARA

Jurusan D3 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

INTISARI

Jamu banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit. Salah satu jamu yang banyak diminati masyarakat adalah jamu serbuk kunyit, selain karena harganya murah, mudah dalam penggunaanya, jamu serbuk kunyit memiliki manfaat untuk memperlancar peredaran darah, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Mutu dan keamanan jamu serbuk kunyit yang dikonsumsi masyarakat dapat dilihat dari nilai Angka Kapang/Khamir (AKK) dan ada tidaknya bakteri Staphylococcus aureus yang ditemukan sampel jamu. Adanya AKK yang melebihi batas dan bakteri S.aureus yang ditentukan oleh BPOM RI No.12 Tahun 2014 dapat membahayakan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui AKK da nada tidaknya bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit yang dijual di Pasar Gede Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei dan rancangan deskriptif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu serbuk kenyit, pengujian AKK dan S.aureus, serta dilakukan analisis hasil.

Data dianalisa menggunakan metode analisa mikrobiologi yang ditetapkan Departemen Kesehatan tahun 1992. Hasil pengujian menunjukkan nilai AKK jamu serbuk kunyit adalah <10 sampai 3,8 x 102 koloni/ml dan negatif bakteri S.aureus. Kata Kunci : Jamu serbuk kunyit, AKK, S.aureus


(5)

v

THE TEST OF MOLD, YEAST CONTAMINATION AND Staphylococcus aureus IN THE POWDER OF JAMU KUNYIT

AT PASAR GEDE SURAKARTA July Iswara

Diploma 3 Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science Sebelas Maret University

ABSTRACT

Jamu is a traditional herbal-medicine that has comsumed by lot people to reduce, eliminate and disease or symtoms disease. One of the many popular herbal medicine that consumed by lot people is the powder of jamu kunyit, it’s because relatively low cost, easy to use, and the powder of jamu kunyit has many medicinal benefits for improving blood circulation, anti-inflammatory, antibacterial and antioksidan.

The quality and safety the powder of jamu kunyit that comsumed should be seen from the molds figure and yeast (AKK) and the presence or absence of S.aureus bacteria in samples of herbal medicine. The existence of the Number of Mold/Yeast (AKK) exceeding the limit specified by the BPOm No. 12 of 2014 would be danger for health. The purpose og this research were to find out the AKK and the presence or absence of S.aureus bacteria in the powder of jamu kunyit that sold in Pasar Gede Surakarta.

The study was non-experimental, designed by survey and descriptive. The research was conducted on the determination and selection of sampling place, sampling the powder of jamu kunyit, AKK testing process and S.aureus testing process, also from analysis result. The result of research analysis based of Microbiological Analysis Method that specified by Depatemen Kesehatan of 1992. The result of research showed that the number of mold/yeast is between <10 to 3,8 x 102 and S.aureus can’t be identified.


(6)

MOTTO

Barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”

-HR. Muslim-

Aku akan berjalan bersama mereka yang berjalan karena aku tidak akan berdiri diam sebagai penonton yang menyaksikan perarakan berlalu.

–Khalil Gibran–

Don’t be afraid to move, because the distance of 1000 miles starts by a single step.” -Anonim-


(7)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdullillah, tugas akhir ini penulis persembahkan untuk :

Kedua orang tua ku tercinta, bapak Sri Harjono dan ibu Surami, yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga dan mendoakanku serta menanti keberhasilanku. Kedua kakakku, mas Reza Aristiyanto dan mbak Wika Septiani, dan simbah uti yang selalu memberikan dukungan.

Ibu Estu Retnaningtyas Nugraheni, S.TP., M.Si selaku pebimbing Tugas Akhir.

Teman seperjuanganku, Desi Purnaning Putri dan Retno Dwi Ningrum, terimakasih telah berjuangan bersama. Sahabatku tercinta Arna, Meylana, Dewi, Shinta, Wulan, Tika, Betty, Renita, Dias

Teman-teman D3 Farmasi angkatan 2013


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Uji Cemaran Kapang, Khamir dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Jamu Serbuk Kunyit di Pasar Gede Surakarta dengan baik dan lancar. Penulisan tuga akhir ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian non-ekseperimental yang dilakukan di laboratorium untuk memberikan informasi cemaran angka kapang/khamir dan bakteri Staphylococcus aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagi pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.

2. Estu Retnaningtyas Nugraheni S.TP.,M.Si selaku kepala progam studi D3 Farmasi FMIPA Universitas Sebelas Maret dan dosen pembimbing tugas akhir. 3. Anif Nur Artanti, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing akademik.

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa restunya dan dukungan.


(9)

ix

6. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya.

Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak karena penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan tugas akhir ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian pada khhususnya.

Surakarta, Juni 2016


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

INTISARI ... iv

ABSTRACT ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3


(11)

xi

2. Jamu ... 6

3. Jamu Serbuk Kunyit ... 8

4. Kapang dan Khamir ... 9

5. Staphylococcus aureus ... 11

6. Media Pertumbuhan ... 12

7. Metode Pengujian... 13

B. Kerangka Pemikiran ... 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 15

A. Metode Penelitian... 15

B. Variabel penelitian dan Definisi Operasional ... 15

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

D. Bahan Penelitian... 16

E. Alat Penelitian ... 16

F. Rancangan Penelitian ... 17

1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ... 17

2. Sterilisasi Alat dan Ruangan ... 17

3. Pembuatan Media ... 17

4. Pengenceran Sampel ... 18

5. Pengujian Sampel ... 19

6. Analisa Data ... 20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22


(12)

B. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ... 23

C. Sterilisasi Media, Alat, dan Ruangan ... 23

D. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ... 25

E. Uji Cemaran Angka Kapang Khamir ... 26

F. Uji Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus ... 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

A. Kesimpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai AKK pada Sampel ... 28 Tabel II. Hasil Uji Cemaran S.aureus pada Sampel... 31


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penjual Jamu di Pasar Gede Surakarta ... 22

Gambar 2. Sampel Jamu ... 23

Gambar 3. Proses Sterilisasi ... 24

Gambar 4. Hasil pengujian cemaran AKK setelah Inkubasi 3 hari ... 28


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Kloramfenikol ... 38

Lampiran 2. Data koloni kapang khamir... 39

Lampiran 3. Perhitungan AKK pada Jamu Serbuk Kunyit ... 41

Lampiran 4. Gambar AKK Sampel Jamu Serbuk kunyit ... 44


(16)

Daftar Singkatan AKK : Angka Kapang/Khamir

S.aureus : Staphylococcus aureus PDA : Potato Dekstrosa Agar MSA : Manitol Salt Agar


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Jamu adalah salah satu ciri khas Indonesia yang sangat terkenal. Jamu tetap menjadi andalan masyarakat Indonesia yang dikonsumsi secara turun-menurun meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. Masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional, termasuk jamu untuk menjaga kesehatan (Pratiwi, 2005). Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya. Sediaan serbuk ini penggunaannya dengan cara diseduh dalam air mendidih. Air seduhan diminum sesuai kebutuhan (Anonim, 1994).

Peningkatan penggunaan obat tradisional perlu disikapi secara bijak, karena masih adanya pandangan yang keliru bahwa obat tradisional selalu aman, tidak ada risiko bahaya bagi kesehatan dan keselamatan konsumen (Anonim, 2007). Departemen Kesehatan (Depkes) RI dalam Keputusan Menteri kesehatan RI No: 661/Menkes/SK/II/1994 menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. Menurut BPOM RI No. 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu jamu sediaan lain bentuk serbuk tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir lebih dari 103 koloni/gram dan negatif bakteri patogen.


(18)

2

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada lima penjual jamu di Pasar Gede Surakarta, diperoleh informasi bahwa jamu serbuk kunyit merupakan jamu yang paling banyak dikonsumsi masyarakat karena dipercaya mampu mereduksi lemak atau sebagai pelangsing dan untuk memelihara kecantikan. Selain itu harga jamu serbuk kunyit relatif ekonomis..

Berdasarkan hal tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai aspek mikrobiologis pada jamu serbuk kunyit yang dikonsumsi oleh masyarakat di Pasar Gede Surakarta. Pasar Gede merupakan salah satu pasar di Surakarta yang banyak menjual jamu racikan, selain itu Pasa Gede juga memiliki letak strategis dan banyak dikunjungi masyarakat luas, terutama untuk membeli jamu. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 menyatakan usaha jamu racikan tidak perlu memiliki izin edar sehingga mayoritas standar mutu dan keamanan jamu belum sepenuhnya terjamin. Adanya cemaran mikroorganisme pada jamu serbuk dapat menyebabkan penurunan mutu dan keamanan jamu. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan pengujian cemaran angka kapang khamir dan S.aureus pada jamu sebuk kunyit yang merupakan salah satu parameter jaminan mutu jamu serbuk secara mikrobiologi. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap produsen jamu serbuk kunyit tentang mutu dan keamanan jamu serbuk kunyit yang


(19)

3

dijual di Pasar Gede Surakarta sehingga dapat meningkatkan mutu dan keamanan konsumen jamu serbuk kunyit.

II. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat cemaran mikroba berupa kapang, khamir, dan bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta?

2. Berapakah nilai AKK yang terdapat pada jamu serbuk kunyit dari penjual jamu di Pasar Gede Surakarta ?

3. Apakah hasil uji cemaran mikroba kapang, khamir, dan bakteri S.aureus dalam jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta sesuai persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 12 tahun 2014?

III. Tujuan

1. Mengetahui ada tidaknya cemaran mikroba berupa kapang, khamir, dan bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta. 2. Mengetahui nilai AKK dalam jamu serbuk kunyit dari penjual jamu di

Pasar Gede Surakarta.

3. Mengetahui kesesuaian hasil uji cemaran mikroba kapang khamir dan bakteri S.aureus pada jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta dengan persyaratan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 12 tahun 2014

IV. Manfaat

1. Untuk melindungi masyarakat terhadap obat tradisional yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan jamu.


(20)

4

2. Sebagai sumber informasi terkait keamanan dan mutu jamu serbuk kunyit yang dikonsumsi.

3. Bahan acuan Dinas Kesehatan dan BPOM agar dapat lebih memperhatikan adanya cemaran mikroba pada jamu tradisional.

4. Menambah wawasan di bidang kesehatan lingkungan tentang cemaran mikroba pada jamu tradisional.


(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA I. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992).

Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan digunakan secara empiris karena memberikan manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan pengobatan berbagai penyakit. Departemen Kesehatan mengklasifikasikan obat tradisional sebagai jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Anonim, 2005).

Obat tradisional adalah ramuan dari berbagai macam jenis bagian tanaman yang mempunyai khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Obat tradisional di Indonesia dikenal dengan nama jamu. Obat herbal berstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi (Anonim, 2005).


(22)

6

Pada umumnya khasiat obat tradisional tidak dapat langsung dirasakan. Cara kerjanya bertahap dengan pemakaian yang terus menerus (Soedibyo, 2004). Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan uji untuk memberi jaminan bahwa bahan obat tidak mengandung cemaran mikroorganisme yang melebihi batas yang dipersyaratkan oleh BPOM (2014) yaitu tidak lebih dari 103 koloni/gram. Jika dalam obat tradisional terdapat cemaran mikroorganisme dengan jumlah yang melebihi batas yang diperbolehkan dan dikonsumsi secara rutin, maka penggunaan obat tradisional yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tidak dapat tercapai. Dengan jumlah cemaran mikroorganisme yang melebihi batas, dikhawatirkan dapat berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi jamu, misalnya terjadi gangguan pencernaan (Fardiaz, 1992).

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan obat tradisional harus dilakukan sejak proses pembuatan obat tradisional, mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk tersebut beredar di masyarakat (Warsito, 2011).

II. Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan-bahan yang digunakan


(23)

7

tidak menggunakan bahan kimia sintetik (Hermanto dan Subroto, 2007).

Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya. Sediaan serbuk ini penggunaannya dengan cara diseduh dalam air mendidih. Air seduhan diminum sesuai kebutuhan (Anonim, 1994).

Menurut Suharmiati dan Handayani (1998), pencemaran mikroba pada produk-produk tradisional (termasuk jamu) dan produk makanan pada umumnya bersumber dari bahan baku, pekerja, dan lingkungan pengolahan termasuk peralatan produksi.

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang persyaratan mutu obat tradisional Nomor 12 Tahun 2014, persyaratan mutu obat tradisional jamu serbuk sebagai berikut:

a. Organoleptik

Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, rasa, baud an warna. b. Kadar air

≤ 10%

c. Cemaran mikroba

 Angka Lempeng Total : ≤ 104 koloni/g  Angka Kapang Khamir : ≤ 103 koloni/g  Escheria coli : negatif/g  Salmonella spp : negatif/g  Shigella spp : negatif/g  Pseudomonas aeruginosa : negatif/g  Staphylococcus aureus : negatif/g


(24)

8

d. Aflatoksi total (aflatoksin B1, B2, G1 dan G2)

Kadar aflatoksin total ≤ 20 dengan syarat aflatoksin B1 ≤ 5µg/kg. e. Cemaran Logam Berat

 Pb : ≤ 10 mg/kg atau mg/L atau ppm  Cd : ≤ 0,3 mg/kg atau mg/L atau ppm  As : ≤ 5 mg/kg atau mg/L atau ppm  Hg : ≤ 0,5 mg/kg atau mg/L atau ppm f. Bahan Tambahan

Penggunaan pengawet, pemanis, dan pewarna diizinkan sesuai peraturan yang berlaku

III. Jamu Serbuk Kunyit

Hampir semua orang Indonesia pernah mengkonsumsi kunyit baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan tubuh. Nama ilmiah tanaman ini adalah Curcuma domestica Val. Kunyit banyak mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat, yaitu kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu kunyit mengandung minyak atsiri berupa sesquiterpen, tumeron, tumeon zingiberen, dan garam-garam mineral lainnya. Bagian tanaman yang banyak digunakan adalah rimpangnya. Kunyit berkhasiat untuk mengobati penyakit diabetes mellitus, disentri, keputihan, haid tidak lancar, dan perut mulas saat haid (Warsito, 2011).

Kunyit mempunyai khasit sebagai jamu dan obat tradisional untuk berbagai penyakit. Senyawa yang terkandung mempunyai peranan sebagai antioksidan, antitumor, antikanker, antimikroba, antipikun,


(25)

9

masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti penyakit yang disebabkan mikroba parasite, gigitan serangga, penyakit mata, cacar, gangguan pencernaan, asma, menghilangkan gatal-gatal, mengurangi nyeri dan sakit pada penderita rematik arthritis (Anonim, 2013). IV. Kapang dan Khamir

Kapang merupakan mikroorganisme bersel banyak yang membentuk misela yang tampak sebagai benang-benang halus. Mikroba ini membentuk spora sebagai salah satu alat perkembangbiakannya. Kapang juga dapat membentuk mikotoksin yang telah dikenal sebagai penyebab keracunan (Anonim, 1998).

Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen. Filamen merupakan ciri khams morfologi kapang yang membedakan dengan khamir. Dengan adanya filamen, penampakan koloni kapang berserabut seperti kapas. Pertumbuhan mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan membentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Fardiaz, 1992).

Beberapa kapang dapat menyebabkan karsinogenik (menyebabkan kanker) yang berbahaya bagi manusia dan beberapa kapang merupakan penyebab berbagai infeksi pernafasan dan kulit pada manusia (Buckle, 1985).

Khamir adalah fungi uniselular yang menepati habitat air dan lembab, termasuk getah pohon dari jaringan hewan. Khamir bereproduksi secara aseksual, dengan cara pembelahan sel sederhana


(26)

10

atau dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa fungi dapat tumbuh sebagai sel tunggal atau sebagai miselium filament, tergantung pada ketersediaan zat-zat hara yang ada (Cambell et al, 2003).

Faktor-faktor intrinsik yang diperlukan dalam pertumbuhan khamir adalah cukup suplai air, suhu optimal 25oC sampai 30oC dan tumbuh optimal secara aerobik (sebagian tumbuh pada lingkungan anaerobik) (Winarno, 1997).

Kapang/khamir dapat mencemari obat tradisional, melalui bahan baku yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional seperti pada rimpang kunyit yang pada umumnya tumbuh di dalam tanah. Kapang khamir terdapat di dalam tanah. Bahan baku yang tumbuh di dalam tanah tersebut memiliki kondisi lingkungan yang menunjang pertumbuhan fungi (kapang khamir), seperti keadaan tanah yang lembab atau basah dan kandungan air yang terdapat dalam bahan baku obat tradisional. Oleh karena itu, bahan baku yang digunakan harus dicuci bersih sebelum digunakan sehingga dapat mengurangi kontaminasi kapang khamir. Selain tumbuh di dalam tanah, kapang khamir dapat tumbuh selama proses penyimpanan bahan baku jamu, penyimpanan makanan dan minuman, serta dalam kondisi tanah yang lembab (Pratiwi, 2008).


(27)

11

V. S.aureus

Bakteri S.aureus termasuk kedalam famili Microccaceae, pada umumnya membentuk pigmen kuning keemasan, memproduksi koagulasi, dapat memfermentasi glukosa dan manitol dengan memproduksi asal dalam keadaan anaerobik. Bakteri ini berbentuk bulat (kokus), berukuran 1µm, gram positif, tidak berspora, katalase positif, dan biasanya sel-selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur (Supardi dan Sukamto, 1999).

Radji (2011), mengemukakan bahwa S.aureus merupakan flora normal yang terdapat pada kulit manusia. Jenis bakteri patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit. Secara ekologis, S.aureus erat sekali hubungannya dengan manusia terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan demikian makanan,minuman, dan produk jamu yang diolah secara manual akan mudah tercemar S.aureus.

Gejala-gejala dari produk yang tercemar Staphylococcus aureus bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun enterotoksin, dimana apabila termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak, yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat dan diare dapat juga terjadi (Buckle et al, 2008).

Apabila dalam jamu serbuk kunyit yang akan dikonsumsi tercemar bakteri S.aureus maka akan mengakibatkan keracunan yang ditandai


(28)

12

serangan mendadak, yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah hebat, dan diare. Hal tersebut karena zat yang tercemar bakteri S.aureus bersifat intoksikasi dan dapat menghasilkan racun enterotoksin (Dwidjoseputro, 2003).

VI. Media Pertumbuhan

Untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme, diperlukan suatu substrat makanan yang disebut media. Media pertumbuhan mikroorganisme adalah bahan yang tersusun dari bermacam-macam zat makanan atau nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam komponen sel-selnya (Aulia, 2012).

Berikut adalah media yang digunakan untuk penelitian: 1. Potato Dextrose Agar (PDA).

Media ini menyediakan nutrisi untuk menstimulasi pertumbuhan konidium pada jamur (Murray, 1999). PDA mengandung dektrosa dan ekstrak kentang sebagai sumber nutrisi yang baik untuk pertumbuhan fungi (Bridson, 2006).

2. Manitol Salt Agar (MSA)

MSA merupakan media selektif dan media diferensial (Sharp, 2006). Penanaman dilakukan dengan cara satu usap biakan diambil dari media pepton, dan diusapkan pada media MSA, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (Lay, 1994). Staphylococcus aureus pada media MSA menunjukkan


(29)

13

kuning karena kemampuan memfermentasi manitol. Bakteri yang tidak mampu memfermentasi manitol tampak zona berwarna merah atau merah muda (Boyd dan Morr, 1984).

VII. Metode Pengujian Cemaran a. Uji Angka Kapang Khamir

Prinsip uji angka kapang khamir pada makanan dan minuman sesuai metode analisis mikrobiologi (MA PPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhan kapang/khamir setelah cuplikan diinokulasi pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25oC. Pada uji ini digunakan aquadest steril sebagai larutan pengencer, PDA yang ditambahkan kloramfenikol (100 mg/L) (0,01%) sebagai media pertumbuhannya.

b. Uji S.aureus

Untuk mengidentifikasi bakteri S.aureus secara konvensional menggunakan media MSA. Media MSA merupakan media yang bekerja dengan prinsip bakteri yang dapat tumbuh pada keadaan garam yang tinggi dan selama pertumbuhan menghasilkan asam, sehingga mengubah indikator pH yang mengubah warna merah menjadi kuning. Pengujian dilakukan dengan cuplikan diinokulasi pada media MSA dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam (Bintoro, 2008).


(30)

14

B. Kerangka Pemikiran

Pembuatan jamu serbuk kunyit berasal dari rimpang kunyit yang berada dalam tanah sehingga memiliki kondisi yang lembab untuk ditumbuhi kapang, khamir dan banyak mengandung mikroba patogen.

Pada proses pengolahan yang masih manual dan sederma pengolahan secara langsung menggunakan tangan tidak menutup kemungkinan terkontaminasi bakteri S.aureus.

Produk jamu serbuk yang siap dikonsumsi memiliki standar persyaratan mutu yang diatur dalam BPOM RI No. 12 Tahun 2014

Jamu bentuk serbuk memiliki AKK tidak lebih dari 103 koloni/gram.

Jamu bentuk serbuk bebas/negatif bakteri S.aureus


(31)

15 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan survei dan rancangan deskriptif, karena dalam penelitian tidak dilakukan perlakuan pada subjek penelitian.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas : jamu serbuk kunyit yang dijual oleh lima penjual jamu di Pasar Gede Surakarta.

b. Variabel Tergantung : nilai AKK dan cemaran bakteri S.aureus. c. Variabel Terkendali : suhu inkubasi, lama inkubasi, media yang

digunakan, sterilisasi alat, sterilisasi media. 2. Definisi Operasional

a. Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan deraiat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya (Anonim, 1994). b. Uji Angka Kapang/Khamir (AKK) adalah suatu uji cemaran

mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah koloni kapang dan khamir yang terdapat dalam sampel yang diperiksa setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan mengalami inkubasi pada suhu 25oC selama 3-5 hari dengan metode dan analisa hasil sesuai PPOMN 2006.


(32)

16

c. Uji Identifikasi S.aureus adalah uji untuk melihat keberadaan S.aureus pada sampel yang diperiksa menggunakan media selektif MSA dan pengamatan koloni dapat dilakukan dengan mengamati adanya koloni cembung warna kuning dan media berubah menjadi jernih (BPOM RI, 2008).

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Februari hingga April 2016.

D. Bahan Penelitian 1. Bahan Utama

Bahan utama yang digunakan adalah jamu serbuk kunyit yang diperoleh dari lima penjual jamu diwilayah Pasar Gede Surakarta. 2. Media Uji dan Bahan Kimia

a. Media yang digunakan untuk pengujian AKK adalah media PDA. b. Media selektif S.aureus yang digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya S.aureus adalah media MSA. c. Kloramfenikol, aquadest steril, dan aquadest. E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian Laminar Air Flow (Speg Air Tech), autoclave (Sturdy), inkubator (Selecta), pipet volume, pipet tetes (iwaki), tabung reaksi (pyrex), gelas beaker (pyrex), cawan petri (pyrex), gelas ukur (pyrex), neraca analitik (Mettler Toledo), batang pengaduk,


(33)

17

F. Rancangan Penelitian

1. Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Sampel jamu serbuk kunyit diperoleh dari penjual jamu yang menetap atau kios jamu yang terdapat di Pasar Gede. Terdapat 5 (lima) kios jamu yang menetap di Pasar Gede. Pengambilan sampel jamu diambil dari keseluhan kios jamu.

Pengambilan jamu serbuk kunyit diambil secara acak dengan mengambil pada beberapa bagian yaitu bagian atas, tengah, dan bawah yang selanjutnya dihomogenkan dengan cara diaduk, sampel diambil sebanyak 50 gram.

2. Sterilisasi Alat dan Ruangan

Alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeringkan. Tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, dan pipet ditutup mulutnya dengan kapas, kemudian dibungkus dengan kertas perkamen. Cawan petri dibungkus terpisah dengan perkamen, kemudian semua alat disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Spatel dan pinset disterilkan dengan cara flambier pada lampu spiritus. Lemari aseptis dibersihkan dengan menggunakan metanol 70%.

3. Persiapan Pembuatan Media a. Potato Dextrose Agar (PDA)

Serbuk PDA sebanyak 39 gram disuspensikan dalam 1000mL aquadest, kemudian dilarutkan dengan pemanasan dan diaduk


(34)

18

hingga merata, diamsukkan kedalam wadah yang sesuai selanjutnya ditambah kloramfenikol dan dicampur hingga merata. Sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC, kemudian dituang kedalam cawan petri dan biarkan memadat. b. Pembuatan Manitol Salt Agar (MSA)

Sebanyak 108 gram media disuspensikan dalam 1 liter aquades, dipanaskan sampai bahan terlarut sempurna. Selanjutnya media disterilisasi menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dan suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian dituang ke dalam cawan petri steril. media dibiarkan membeku (menjadi padat).

4. Pengenceran Sampel a. Sampel untuk uji AKK

Sampel jamu dipipet secara aseptis sebanyak 1mL dan dimasukkan dalam wadah yang sesuai yang telah berisi 10mL aquadest steril sehingga diperoleh pengenceran (1 : 10) 10-1. Kemudian dikocok beberapa kali hingga homogen. Selanjutnya dipipet 1mL sampel pengenceran 10-1, dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi 9mL aquadest steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dikocok hingga homogen. Pengencern dibuat hingga pengenceran 10-4.


(35)

19

b. Sampel untuk uji S.aureus

Satu gram sampel jamu serbuk kunyit dilarutkan dalam 10 ml aquadest steril, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh pengenceran 10-1.

5. Pengujian sampel

a. Uji Angka Kapang/Khamir

Pengujian cemaran kapang/khamir dari sampel jamu serbuk kunyit yang telah dilarutkan mengacu pada metode analisis mikrobiologi BPOM (Anonim, 2006) dilalukuan dengan teknik cawan agar sebar (spread plate method) dilakukan replikasi duplo.

Sebanyak 1 ml suspensi hasil pengenceran sampel dituang pada permukaan media PDA dan diratakan dengan bantuan spreader glass. Sebagai kontrol digunakan media yang telah ditambah kloramfenikol dan larutan pengencer (larutan aquadest steril). Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada temperature 20-250C selama 3 - 5 hari. Penghitungan jumlah koloni kapang/khamir yang tumbuh pada media dilakukan sesuai cara perhitungan yang ditetapkan dalam prosedur operasional baku pengujian mikrobiologi oleh Departemen Kesehatan tahun 1992.

b. Uji cemaran bakteri S.aureus

Pengujian cemaran S.aureus dilakukan dengan sebanyak 1 ml suspensi sampel dituang pada permukaan media MSA dan diratakan dengan spreader glass. Cawan petri selanjutnya


(36)

20

diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam (Pelczer dan Chan, 2005). Bakteri S.aureus dapat diketahui dengan adanya perubahan warna dari media dari warna merah menjadi jernih.

6. Analisis Data

a. Perhitungan cemaran kapang/khamir

Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 40-60. Jumlah koloni dari kedua cawan petri dihitung kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada dua cawan pada tingkat dua tingkat pengenceran dan berurutan menunjukkan jumlah antara 40-60, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil rata-rata. Angka diambil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir dalam tiap gram contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan di atas, maka ikuti petunjuk sebagai berikut:

1) Bila hanya salah satu dari kedua cawan petri dari pengenceran yang sama menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 buah, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.

2) Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat koloni lebih besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran terendah.


(37)

21

3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satu pun yang menunjukkan jumlah antara 40-60 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai angka kapang/khamir perkiraan.

4) Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan disebabkan factor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran (Departemen Kesehatan tahun 1992).

b. Analisis cemaran bakteri S. aureus

Analisis dilakukan dengan cara mengamati adanya koloni cembung warna kuning yeng menyebabkan media berubah menjadi jernih.


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamu serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan deraiat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya (Anonim, 1994). Jamu serbuk kunyit sering digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti penyakit yang disebabkan mikroba parasite, gigitan serangga, penyakit mata, cacar, gangguan pencernaan, asma, menghilangkan gatal-gatal, mengurangi nyeri dan sakit pada penderita rematik arthritis (Anonim, 2013).

A.Penentuan dan Pemilihan Tempat Pengambilan Sampel

Peneliti memilih Pasar Gede Surakarta ini karena merupakan salah satu pasar terlengkap di Surakarta. Pasar Gede ini memiliki letak yang strategis yang banyak diketahui dan dikunjungi masyarakat.. Pasar Gede Surakarta banyak dikunjungi pembeli, bahkan pekerja di sekitar pasar sehingga biasanya masyakat membeli jamu di Pasar Gede. Terdapat 5 (lima) kios jamu menetap yang menjual jamu serbuk kunyit di Pasar Gede Surakarta yang berada pada satu tempat yang berdekatan yang dapat dilihat pada gambar 1.


(39)

23

B.Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Pemilihan jamu serbuk kunyit, didasarkan hasil wawancara di lapangan diketahui presentase penggunaan kunyit yang cukup tinggi dan menunjukkan kunyit merupakan jamu yang sering dibeli masyarakat maka peneliti memilih jamu serbuk kunyit. Pemilihan jamu bentuk sediaan serbuk karena masyarakat lebih sering mengkonsumsi sediaan bentuk serbuk karena lebih praktis, dimana dalam mengkonsumsi jamu hanya perlu diseduh dengan menggunakan air hangat.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan mengambil bagian atas, tengah, dan bawah kemudian dihomogenkan dengan cara diaduk dari masing-masing penjual. Sampel yang diambil sebanyak 50 gram. Sampel dimasukkan dalam bungkus plastik bening menyesuaikan keadaan realita pembelian jamu yang dilakukan masyarakat yaitu dengan menggunakan bungkus plastik bening yang dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Sampel Jamu Serbuk Kunyit yang akan diuji

C. Sterilisasi Media, Alat, dan Ruangan

Sterilisasi adalah proses atau kerja untuk membebaskan suatu bahan seperti medium pertumbuhan mikroba atau peralatan laboratorium dari semua bentuk kehidupan (Imam, 2010). Prosesnya dapat berupa pemanasan, pemberian zat kimia, radiasi, atau filtrasi. Sehingga dalam pemilihan metode sterilisasi dilakukan


(40)

24

tergantung sifat dan jenis bahan yang akan disterilisasikan (Gruendemann dan Fernsebner, 2006).

Sterilisasi perlu dilakukan karena apabila alat maupun media yang digunakan selama pengerjaan tidak steril, maka tidak dapat dibedakan apakah cemaran mikroba yang tumbuh berasal dari sampel atau hasil kontaminasi alat maupun media, sehingga perlu dilakukan sterilisasi untuk membebaskan alat dan media dari segala bentuk kontaminasi (Hadioetomo, 1985).

Pada penelitian menggunakan air dan media PDA serta MSA merupakan media yang terkandung banyak nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan kapang/khamir dan mikroorganisme S. aureus sehingga sterilisasi menggunakan metode sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf suhu 121o C selama 15 menit. Prinsip kerja dari metode ini adalah mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya (Hadioetomo, 1985).

Peralatan seperti cawan petri dan peralatan kaca lainnya yang telah dicuci, ditutup kapas atau alumunium foil pada ujung tabung reaksi, dan dibungkus kertas disterilisasikan menggunakan metode sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf suhu 121o C selama 20 menit seperti pada gambar 3.


(41)

25

Sterilisasi ruangan digunakan dengan mengelap tempat bekerja menggunakan alkohol 70% sebelum memulai pekerjaan. Penggunaan Laminar Air Flow (LAF) perlu disterilisasi dengan menyemprotkan alcohol 70% pada dinding bagian dalam LAF kemudian dilap menggunakan kapas steril. Kemudian LAF ditutup dan lampu UV dinyalakan selama 1 jam pada panjang gelombang UV 260-270 nm sehingga akan menghambat replikasi DNA sehingga mikroorganisme akan mati (Suriawiria, 2005)

D. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel

Homogenisasi merupakan cara penyiapan sampel untuk memperoleh distribusi bakteri atau jamur sebaik mungkin dalam sampel yang ditetapkan (Anonim, 1992). Dasar dari homogenisasi adalah membebaskan sel-sel bakteri atau sel-sel jamur yang terlindung oleh partikel dalam sampel dan untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri atau sel-sel jamur yang mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang menguntungkan di dalam sampel (Hadioetomo, 1985). Pengenceran ampel bertujuan untuk membantu dalam perhitungan koloni yang benar (Lay, 1994).

Homogenisasi sampel yang digunakan untuk uji angka kapang dan khamir dilakukan secara aseptis dengan cara mebuka dan mengencerkan dekat nyala api bunsen dan di dalam LAF, untuk pengujian AKK sampel dilakukan pengenceran hingga 10-4, sedangkan untuk pengujian cemaran S. aureus pengenceran hingga 10-1. Apabila pengenceran tidak dilakukan, maka koloni yang akan tumbuh semakin pekat dan sulit dihitung jumlah yang nantinya akan menyulitkan proses perhitungan jumlah koloni. Prinsip dari pengenceran ini adalah diperolehnya


(42)

26

individu fungi yang tumbuh secara terpisah dan tampak pada cawan setelah inkubasi.

Pengenceran sampel menggunakan pelarut aquadest steril. Hal ini karena jika pelarut yang digunakan telah steril maka tidak akan mempengaruhi hasil uji yang dilakukan.

E. Uji Cemaran Angka Kapang Khamir

Pengujian angka kapang khamir bertujuan untuk mengetahui jumlah koloni kapang/khamir dalam jamu serbuk kunyit yang dijual di Pasar Gede Surakarta. Uji ini merupakan salah satu parameter mutu dan kualitas jamu yang dikonsumsi. Jamu dikatakan aman dikonsumsi jika angka kapang khamir tidak melebihi batas yang ditentukan BPOM. Pertumbuhan kapang dan khamir dipengaruhi oleh kondisi yang lembab.

Jamu serbuk kunyit dan simplisia jamu kunyit memiliki perbedaan luas permukaan, simplisia memiliki bentuk rajangan tipis halus sedangkan jamu serbuk berbentuk serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Untuk mengkonsumsi jamu serbuk dan simplisia ini juga memiliki perbedaan jamu simplisia diperlukan pencucian, penumbukan kemudian direbus sedangkan jamu serbuk hanya perlu diseduh dengan air hangat. Perbedaan luas permukaan pada jamu serbuk dan simplisia akan mempengaruhi nilai AKK pada jamu meskipun berasal dari bahan yang sama. Jamu serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memungkin lebih mudah tercemar mikroorganisme.


(43)

27

dekstrosa, ekstrak kentang dan agar karena media ini menyediakan faktor nutrient yang sangat baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir (Murray, 1996). Pada penelitian ini PDA ditambahkan antibiotik kloramfenikol bertujuan antibakteri sehingga diharapkan yang tumbuh dalam media adalah kapang/khamir. Kloramfenikol adalah antibilotik yang mempunyai aktivitas spectrum antibakteri yng relative luas dan tahan terhap panas. Kloramfenikol berkerja terhadap bakteri intra maupun ekstraseluler secara bakteriostatik. Kloramfenikol bekerja menghambat sintsis protein bakteri yang mengakibatkan lisi dan mati (Wattimena, 1991). Kloramfenikol efektif terhadap Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans, Haemophilus, Nisseria, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, hlamydia fragilities (Katzung, 2004).

Kloramfenikol tidak akan menghambat pertumbuhan kapang/khamir karena kapang/khamir adalah sel eukariotik yang tidak memiliki sub unit ribosom 50s (Fardiaz, 1992). Kloramfenikol sudah dapat memberikan aktifitas antibiotik yang optimal pada konsentrasi 50mg/L dengan perhitungan pada lampiran 1 (Theantena et al, 2007).

Penelitian membuat blangko dibuat kontrol media dan kontrol pelarut. Kontrol media hanya berisi media PDA saja, sedangkan kontrol pelarut berisi media PDA dengan larutan pengencer yaitu aquadest steril yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa mikroorganisme yang tumbuh bukan berasal dari media atau pelarut yang digunakan.

Prinsip uji kapang/khamir pada makanan dan minuman sesuai metode analisa mikrobiologi (MAPPOM 62/MIK/06) yaitu pertumbuhan kapang/khamir setelah


(44)

28

cuplikan diinokulasi pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25oC. Pada penelitian ini menggunakan suhu inkubasi 25oC yang diinkubasi selama 3 hari. Kapang/khamir memiliki struktur yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama untuk membentuk spora (Bridson, 2006). Koloni yang tumbuh pada petri dihitung dan dianalisa dengan cara yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam Standar Nasional Indonesia No. 01-2897-1992 sehingga dapat diketahui jumlah koloni/gram jamu serbuk. Pertumbuhan koloni dapat dilihat pada gambar 4.

A (-) B (-) C (+)

Gambar 4. Hasil pengujian cemaran AKK setelah Inkubasi 3 hari

Keterangan Gambar A: Kontrol Media PDA, B: Kontrol Pelarut Aquades Steril, C: Koloni Kapang/Khamir pada Sampel, (-) = Tidak Ada Pertumbuhan Kapang/Khamir, (+) = Terdapat Pertumbuhan Kapang/Khamir

Setelah inkubasi selama 3 hari didapatkan data jumlah koloni sampel pada (lampiran 2), dihitung nilai AKK sampel dan diperoleh hasil pada tabel 1.

Tabel 1. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Serbuk Kunyit

Sampel AKK (koloni/mL)

A 2,50 x 102

B 3,80 x 102

C 0,40 x 102

D 0,25 x 102

E <10


(45)

29

Dari Tabel 1, kontrol media dan kontrol sampel tidak ditumbuhi kapang atau khamir, sehingga pada sampel yang telah dikolonikan pada media yang ditumbuhi kapang atau khamir merupakan bukan berasal dari media atau pelarut yang digunakan, selanjutnya nilai AKK dari jamu serbuk kunyit dibandingkan dengan persyaratan dari BPOM No. 12 Tahun 2014 batas keamanan yang diperbolehkan tidak melebihi 103 koloni/gram. Pada kelima sampel jamu serbuk kunyit yang diuji seluruhnya berada pada batas aman atau masuk dalam range aman yang dipersyaratkan.

Nilai AKK pada jamu harus dibatasi dalam batas aman untuk dikonsumsi karena kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Beberapa jenis kapang selama proses pembusukan pangan atau pertumbuhannya dalam bahan pangan dapat memproduksi racun yang dikenal sebagai mikotoksin. Sebagai suatu kelompok zat, mikotoksin dapat menyebabkan gangguan hati, ginjal dan susunan syaraf pusat dari manusia maupun hewan. Selain itu terdapat khamir yang menyebabkan pembusukan pada produk makanan atau minuman seperti Saccharomyces rouxii (Winarno, 1980).

Agar diperoleh jamu yang aman dikonsumsi, Untuk itu dalam mengolah jamu maka perlu diperhatikan masalah kebersihan, kesehatan, dan sanitasi saat proses pengolahan jamu tradisional yaitu mulai dari memilih bahan baku, membersihkan, menakar, menghancurkan, menyaring, hingga mewadahi jamu tradisional. Sumber tingginya AKK dapat berasal bahan baku, peralatan, dan SDM.

Menurut (Suharmiati, 2013), hal yang perlu diperhatikan pada bahan baku, menggunakan bahan yang masih segar dan dicuci, apabila menggunakan bahan


(46)

30

ramuan yang sudah dikeringkan seharusnya dipilih yang tidak berjamur, penggunaan yang digunakan baik untuk pencucian atau penggolahan digunakan air bersih, matang, dan masak.

F. Uji Cemaran bakteri S.aureus

Uji Cemaran bakteri S.aureus pada jamu serbuk jamu kunyit di Pasar Gede Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri S. aureus. Uji ini merupakan salah satu parameter keamanan dan mutu jamu yang dikonsumsi. Jamu dikatakan aman dikonsumsi jika salah satunya negatif bakteri S.aureus. Keberadaan S. aureus pada jamu perlu dilakukan pengujian karena bakteri tersebut erat sekali hubungannya dengan manusia terutama pada bagian kulit, hidung, dan tenggorokan. Dengan demikian jamu kebanyakan tercemar melalui pengolahan oleh manusia (Buckle, 2008).

S.aureus merupakan salah suatu bakteri patogen dan biasanya bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dari pengolahan jamu yang tidak higienis, sehingga mampu menghasilkan enterotoksin yang dapat langsung dideteksi dalam jamu yang dikonsumsi. Enterotoksin dapat menyebabkan jamu tercemar dan mengakibatkan keracunan pada manusia.

Pada pengujian S.aureus menggunakan media MSA. MSA merupakan media selektif dan media diferensial (Sharp, 2006). Tujuan penggunaan media MSA adalah hanya untuk menyeleksi atau mengidentifikasi bakteri S.aureus saja.

Parameter adanya cemaran S.aureus pada media MSA menunjukkan pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan dikelilingi zona kuning karena


(47)

31

manitol tampak zona berwarna merah atau merah muda (Boyd dan Morr, 1984). Hasil inkubasi sampel dapat dilihat pada gambar 6.

A (-) B (-) C (-)

Gambar 6. Hasil Uji Cemaran S. aureus pada sampel setelah inkubasi 24 jam

Ket. Gambar: A: Kontrol Media MSA, B: Kontrol Pelarut Aquades Steril, C: Pertumbuhan Bakteri S.aureus pada Sampel , (-) = Tidak Ada Pertumbuhan Staphylococcus aureus, (+) = Terdapat Pertumbuhan Staphylococcus aureus

Hasil pengamatan setelah media yang telah diberi sampel diinkubasi selama 24 jam sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Cemaran S aureus Jamu Serbuk Kunyit

Sampel Replikasi Hasil

A 1 - (negatif)

2 - (negatif)

B 1 - (negatif)

2 - (negatif)

C 1 - (negatif)

2 - (negatif)

D 1 - (negatif)

2 - (negatif)

E 1 - (negatif)

2 - (negatif)

Pelarut - - (negatif)

Media - - (negatif)

Dari tabel 2 dalam dilihat bahwa kontrol media dan kontrol pelarut negatif tidak terdapat cemaran S.aureus. Selanjutnya dari kelima sampel jamu serbuk kunyit diperoleh hasil negatif, dimana seluruh sampel jamu serbuk kunyit yang


(48)

32

dijual di Pasar Gede Surakarta bebas bakteri S.aureus. Hal tersebut menunjukkan bahwa jamu serbuk kunyit aman untuk dikonsumsi.

Hasil uji cemaran S.aureus pada jamu serbuk kunyit adalah keseluruhan sampel negatif S.aureus, hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembuatan pekerja memperhatikan kebersihan dan sanitasi begitu pula pada proses penyimpanannya. (Soemarno, 2000). Karena bakteri S.aureus mudah dikontaminasikan melalui manusia maka untuk menghindari hal tersebuk diperlukan Higienen Perorangan.

Menurut (Dwidjoseputro, 1998), bahwa bakteri S.aureus sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat, dan saluran usus, sehingga adanya bakteri ini perlu dicegah untuk menghindari keracunan pada manusia. Sehingga tindakan utama yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan atau sanitasi yang baik dan dengan menggunakan bahan mentah yang tidak terkontaminasi.


(49)

33 BAB V

PENUTUP

1. KESIMPULAN

1. Terdapat cemaran mikroba kapang/khamir pada seluruh sampel jamu dan bebas bakteri S.aureus.

2. Nilai AKK jamu serbuk kunyit yang diperoleh dari kelima penjual jamu di Pasar Gede Surakarta berkisar antara kurang dari 10 sampai dengan 3,8x102 koloni/mL,

3. Hasil uji cemaran kapang dan khamir pada jamu serbuk kunyit yang dijual oleh kelima penjual jamu di Pasar Gede Surakarta tidak melebihi batas keamanan yang dipersyaratkan Peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2014 serta tidak mengandung bakteri Staphylococcus aureus, sehingga aman dikonsumsi menurut standar keamanan yang ditetapkan 2. SARAN

1. Masyarakat lebih memperhatikan obat tradisional yang akan dikonsumsi. Agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. 2. Para penjual jamu perlu menjaga sanitasi dan kebersihan sejak

pengolahan hingga penyimpanan.

3. BPOM dan Dinas Kesehatan lebih meningkatkan pengawasan terhadap obat tradisional yang beredar guna meningkatkan kesehatan masyarakat


(50)

34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, 2, Jakarta: Depkes RI.

Anonim, 1994, keputusan Menkes RI No 386/Menkes/IV/1994 tentang Pedoman periklanan Obat Bebas,Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan Minuman, Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 1998, Peraturan Menkes RI. No. 715/Menkes/SK/V/2004 Tentang Persyaratan Higiene Jasa Boga, Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 2005, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, BPOM RI, Jakarta.

Anonim, 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan Bahan-Bahan Terkait GMP dan Inspeksi, vol. 2, diterjemahan oleh Fabiola C.R. Hutabarat, 93,144-148, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Anonim, 2013, Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya, Warta Pene;itian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol 19 No. 2.

Aulia, 2012, Medium Pertumbuhan Bakteri, 1-2, Bapelkes, Jakarta.

Bintoro, V. P., 2008, Teknologi Pengelolaan Dagingdan Analisa Produk, Universitas Diponegoro, Semarang, Hal. 137.

Boyd, R. I. and Morr, J. J., 1984, Medical Microbiology, 34-37, Little Bown and Company USA.

BPOM RI, 2006, Metode Analisa Mikrobiologi Suplemen 2000. Pusat pengujian Obat dan Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Repyblik Indonesia, Jakarta.

BPOM RI, 2008, Info POM Vol 9 No 2, Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

BPOM RI, 2014, Peraturan Kepala BPOM RI No 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.


(51)

35

Buckle, KA., Edwards R.A., Fleet G.H, dan Wooton, M. (1985). Ilmu Pangan. Terjemahan dari Bahasa Inggris oleh H. Purnomo dan Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 23-26, 49-50, 57-58. Campbell., Reece dan Mitcheel, 2003, Biologi. Erlangga, Jakarta.

Buckle, K. A., 2008, Ilmu Pangan, UI Press, Jakarta.

Dwidjoseputro, D., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, Djambatan, Jakarta. Dwidjoseputro, D., 2003, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.

Gruendemann, B. J., dan Fernsebner, B., 2006, Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Kedokteran, EGC, Jakarta.

Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, 557-608, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hadioetomo, R., S., 1985, Mikrobiologi Dasar dan Praktek-teknik dan Prosedur Dasar dalam Laboratorium, 42-46, Gramedia, Jakarta.

Hermanto dan Subroto, 2007., Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Epek Samping. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Katzung, Bertram G., 2007, Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition., Lange Medical Publications, United States.

Lay, B. W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, 15-22, 81-85, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Murray, P., R., 1996, Munual of linical Microbiology, 7th ed., 73, American Society for Microbiology, Washington DC.

Pelczar, M.J and E.C.S.Chan, 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2, UI Press, Jakarta.

Pratiwi, S. T., 2005, Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir Pada produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta, PHARMACON, Vol. 6, No. 1, Juni 02-15.

Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi. 38, 135-140, 206-207, Erlangga, Yogyakarta.

Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, 127, EGC, Jakarta.


(52)

36

Sharp, S. E. and idy, S., 2006, Comparison of mannitol salt Agar and Blood agar paltes for identification and susceptibility testing of Staphylococcus aureus in specimen from cystic fibrosis patients. 44(12): 4545-4546, J.Clin. Microbiol.

Soedibyo, M,. 2004, Jamu Obat Sepanjang Zaman, diakses dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mooryatisoedibyo/opi ni.shtml pada tanggal 20 Desember 2015.

Soemarno, 2000, Isolasi dan identifikasi bakteri klinik, Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan RI, Yogyakarta. SNI, 1992, Cara Uji Cemaran Mikroba, 15-16, SNI-012897-1992, Jakarta.

Suharmiati, 2003, Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong, 51, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Suharmiati dan Handayani, L., 1998. Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-1.html, 25 Desember 2015.

Supardi, I dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Produk Pangan. Bandung: Yayasan Adhi Karya Dan The Ford Fondation.

Suriawiria, U., 2005, Mikrobiologi dasar, 65, Papas Sinar Sinanti, , Jakarta. Theantena, T., Hyde, K.D., & Lumyong, S., 2007, Asparaginase Production by

Endophytic Fungi Isolated From Some Thai Medical Plants, Jurnal Kmilt Sci. Tech. J. Vol. 7 No S1.

Winarno, F. G., 1997, Sterilisasi Komersial Produk Pangan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Warsito, H., 2011, Obat Tradisional Kekayaan Indonesia, 5,14,17-19,26-27,51,72, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wattimena, J.R., Sugiarso, N.., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., A.A., Setiabudi, 1991, farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, 184,187, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,


(53)

37

L

A

M

P

I

R

A

N


(54)

38

Lampiran 1. Perhitungan Kloramfenikol

Menurut Theantana et al (2007), kloramfenikol 50 mg/L telah memberikan altivitas antibiotik yang optimal. Berikut perhitungan penambahan kloramfenikol

50 mg/L

Jika penggunaan media PDA sebanyak 500 ml, maka kloramfenikol yang digunakan Untuk 500 ml media PDA = 0,05 mg/ml x 500 ml

= 25 mg


(55)

39

Lampiran 2. Jumlah koloni yang tumbuh pada media setelah 3 hari inkubasi

Sampel Pengenceran Replikasi Jumlah Koloni

A 10-1 1 26

2 24

10-2 1 0

2 0

10-3 1 0

2 0

10-4 1 0

2 0

B 10-1 1 40

2 36

10-2 1 0

2 0

10-3 1 0

2 0

10-4 1 0

2 0

C 10-1 1 3

2 5

10-2 1 17

2 14

10-3 1 0

2 0

10-4 1 0

2 0

D 10-1 1 3

2 2

10-2 1 0

2 0

10-3 1 0

2 0

10-4 1 0

2 0

E 10-1 1 0

2 0

10-2 1 0

2 0

10-3 1 0

2 0

10-4 1 0


(56)

40

Pelarut

- - 0


(57)

41

Lampiran 3 . Perhitungan AKK sampel jamu serbuk kunyit pada inkubasi hari ke-3

1. Sampel jamu serbuk kunyit penjual A a. Sampel jamu A replikasi 1

Dipilih penegnceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 24 x 10 = 2,4 x 102

b. Sampel jamu A replikasi 2

Dipilih penegnceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 26 x 10 = 2,6 x 102

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram 2. Sampel jamu serbuk kunyit penjual B

Pada penjual jamu kunyit B hanya salah satu dari kedua cawan petri dari pengenceran yang sama yaitu 10-1 menunjukkan jumlah koloni antara 40-60 buah, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.


(58)

42

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 40 x 10 = 4 x 102

b. Sampel jamu B replikasi 2

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 36 x 10 = 3,6 x 102

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram 3. Sampel jamu serbuk kunyit penjual C

a. Sampel jamu C replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 3 x 10 = 3 x 10

b. Sampel jamu C replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 5 x 10 = 5 x 10


(59)

43

4. Sampel jamu serbuk kunyit D a. Sampel jamu D replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 3 x 10 = 3 x 10

b. Sampel jamu D replikasi 2

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range 40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 2 x 10 = 2 x 10

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram 5. Sampel jamu serbuk kunyit E

Pada penjual jamu kunyit E tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan disebabkan factor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran.


(60)

44

Lampiran. 4. AKK Sampel Jamu Serbuk kunyit

AKK sampel jamu serbuk kunyit setelah 3 hari inkubasi

A B

C D

E F

Ketengan gambar

A : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-1 B : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-2 C : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-3 D : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-4 E : Kontrol Media


(61)

45

Lampiran 5. Uji Cemaran S.aureus pada sampel jamu serbuk kunyit setelah inkubasi

A B C

Ketengan gambar

A : Hasil inkubasi pada sampel jamu serbuk kunyit B : Hasil inkubasi kontrol media


(1)

Pelarut

- - 0


(2)

Lampiran 3 . Perhitungan AKK sampel jamu serbuk kunyit pada inkubasi hari

ke-3

1. Sampel jamu serbuk kunyit penjual A

a. Sampel jamu A replikasi 1

Dipilih penegnceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 24 x 10 = 2,4 x 102

b. Sampel jamu A replikasi 2

Dipilih penegnceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 26 x 10 = 2,6 x 102

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram

2. Sampel jamu serbuk kunyit penjual B

Pada penjual jamu kunyit B hanya salah satu dari kedua cawan petri dari

pengenceran yang sama yaitu 10-1 menunjukkan jumlah koloni antara 40-60

buah, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.


(3)

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran = 40 x 10 = 4 x 102

b. Sampel jamu B replikasi 2

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 36 x 10 = 3,6 x 102

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram

3. Sampel jamu serbuk kunyit penjual C

a. Sampel jamu C replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 3 x 10 = 3 x 10

b. Sampel jamu C replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 5 x 10 = 5 x 10


(4)

4. Sampel jamu serbuk kunyit D

a. Sampel jamu D replikasi 1

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 3 x 10 = 3 x 10

b. Sampel jamu D replikasi 2

Dipilih pengenceran 10-1 karena seluruh cawan tidak menunjukkan range

40-60. Sehingga dicatat angka sebenarnya pada tingkat pengenceran terendah yaitu 10-1 Perhitungan sebagai berikut:

Pada pengenceran 10-1 = jumlah koloni x faktor pengenceran

= 2 x 10 = 2 x 10

Rata-rata nilai AKK = koloni/gram

5. Sampel jamu serbuk kunyit E

Pada penjual jamu kunyit E tidak ada pertumbuhan pada semua cawan bukan disebabkan factor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran.


(5)

Lampiran. 4. AKK Sampel Jamu Serbuk kunyit

AKK sampel jamu serbuk kunyit setelah 3 hari inkubasi

A B

C D

E F

Ketengan gambar

A : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-1

B : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-2

C : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-3

D : Jumlah koloni pada sampel pengenceran 10-4

E : Kontrol Media


(6)

Lampiran 5. Uji Cemaran S.aureus pada sampel jamu serbuk kunyit setelah inkubasi

A B C

Ketengan gambar

A : Hasil inkubasi pada sampel jamu serbuk kunyit B : Hasil inkubasi kontrol media