Uji angka kapang/khamir dan identifikasi escherichia coli dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di Wilayah Ngawen Klaten.

(1)

INTISARI

Jamu kunyit asam adalah jamu tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena berkhasiat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada saat menstruasi, pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer, memiliki efek samping minimal dan tidak ada bahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan, serta memiliki biaya yang relatif murah. Escherichia coli (E.coli) merupakan mikroba yang hidup di air yang dapat mengkontaminasi jamu kunyit asam karena proses pembuatan jamu kunyit asam menggunakan air.

Kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang diproduksi dapat dilihat dari nilai Angka Kapang/Khamir (AKK) dan ada tidaknya bakteri E. Coli yang ditemukan dalam sampel jamu tersebut. Adanya AKK yang melebihi batas yang ditentukan oleh BPOM No.12 Tahun 2014 dapat membahayakan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui AKK dan mengidentifikasi keberadaan bakteri E. coli pada jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu kunyit asam, pengujian AKK dan identifikasi E.coli, serta dilakukan analisis hasil. Proses pengujian AKK dan identifikasi E.coli, serta analisis hasil dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006 (MA PPOMN nomor 96/mik/00 untuk AKK dan MA PPOMN nomor 97/mik/00 untuk identifikasi E.coli).

Hasil pengujian menunjukkan jumlah AKK dalam sampel jamu kunyit asam adalah <10 sampai dengan 2,9 x 102 dan negatif mengandung bakteri E.coli.


(2)

ABSTRACT

“Jamu kunyit asam” is a traditional herbal-medicine that has comsumed by lot people because effective to reduce or suppress pain during menstruation period, suppress pain in primary dysmenorrhoea, has minimum negative side effects, there so it is safe to be comsumed continously and also has relatively low cost. E.coli is a microbe that lives in water that may contaminate “Jamu kunyit asam” using water.

The quality and safety of Jamu kunyit asam that produced can be seen from the molds figure and yeast (AKK) and the presence or absence of E. coli bacteria in samples of herbal medicine. The existence of the Number of Mold/Yeast (AKK) exceeding the limit specified by the BPOM No.12 0f 2014 would be danger for health.

The purpose of this research were to find out the AKK and identify the E.coli in “Jamu kunyit asam” that produced by traditional herbal-medicine sellers in Ngawen, Klaten.

This study is a non-experimental, designed by a comparative descriptive. This research was conducted on the determination and selection of sampling places, sampling of jamu kunyit asam, AKK testing and identification of E. coli, also from analysis results. AKK testing process and identification of E. coli also from analysis results carried out based on a set of conditions by the Microbiological Analysis Method 2006 (MA PPOMN number 96 / mik / 00 for AKK and MA PPOMN number 97 / mik / 00 for the identification of E. coli).

The result of this research show that “Jamu kunyit asam” that produced by traditional herbal-medicine sellers in Ngawen, Klaten is have good quality and safe to be consumed. This is indicated from AKK test’s result that mold/yeast is between <10 to 2.9 x 102 and E.coli can’t be identified.


(3)

1

UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR DAN IDENTIFIKASI

Escherichia coli DALAM JAMU KUNYIT ASAM DARI PENJUAL JAMU

DI WILAYAH NGAWEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Caritas Cindy Thearesti NIM : 128114072

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI ANGKA KAPANG/KHAMIR DAN IDENTIFIKASI

Escherichia coli DALAM JAMU KUNYIT ASAM DARI PENJUAL JAMU

DI WILAYAH NGAWEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Caritas Cindy Thearesti NIM : 128114072

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“When you feel like giving up, remember why you so held so long in the first

place, because COURAGE is not having in the strength to go on; it is going on

when you don’t have the strength.”

..Theodore Rosevelt..

Skripsi ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus, Bapak, ibu, kakak, adik dan eyang sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku. Khususnya untuk eyang kakung yang sudah bahagia di surga bersama Yesus Kristus.

Teman-teman yang selalu

mendukung dan kepada seseorang yang selalu memberikan semangat!


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Angka Kapang Khamir dan Identifikasi Escherichia coli dalam Jamu Kunyit Asam dari penjual Jamu

Gendong di Wilayah Ngawen Klaten”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah

penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi di Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu yang mudah dan tentunya banyak mengalami banyak kendala. Akan tetapi, d itengah kesulitan dan kendala tersebut, penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyk terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.si., Ph.D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas kebijaksanaan, perhatian, kesabarannya dalam membimbing penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(11)

viii

4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan, doa serta tidak pernah lelah untuk memberikan semangat.

6. Sepupu-sepupuku yang selalu memberikan motivasi serta semangat untuk segera meraih gelar sarjana.

7. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2012, khususnya: Angga, Aris, Nataya, Deta, Ella, Meylisa dan Dora atas dukungan serta kebersamaan selama ini.

8. Seluruh staff serta karyawan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta atas kerjasamanya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Penjual jamu di wilayah Ngawen atas ketersediaannya dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan peneliti terkait cara pembuatan jamu.

10.Teman-teman Kos Celeste khususnya mbak Eyin, Yuyun, Monika, Intan, Novi, Icha yang selalu mengingatkan untuk rajin menyelesaikan naskah skripsi dan selalu memberikan dukungan secara moril.

11.Sahabat-sahabatku khususnya Liana dan Yohana yang tak heti-hentinya mendoakan, memberikan dukungan serta selalu mengingatkan untuk cepat meraih gelar sarjana.


(12)

ix

12.Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu-persatu

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna karena ada keterbatasan waktu, pikiran, dan tenaga. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi.

Penulis memiliki harapan besar agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak baik mahasiswa, lingkungan akademisi, masyarakat, dan dapat memberikan sumbangan kecil bagi perekembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian.


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvii

ABSTRAC ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 6

2. Manfaat penelitian ... 6

a. Manfaat teoritis ... 6

b. Manfaat praktis ... 6


(14)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Obat Tradisional ... 8

B. Jamu Kunyit Asam ... 9

C. Rimpang Kunyit ... 10

D. Buah Asam Jawa ... 11

E. Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik ... 12

F. Angka Kapang/Khamir ... 13

G. Escherichia Coli ... 16

H. Media Selektif E. coli dan AKK ... 18

I. Identifikasi E.coli ... 19

J. Landasan Teori ... 23

K. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

1. Variabel Penelitian ... 26

2. Definisi Operasional ... 26

C. Bahan Penelitian ... 27

D. Alat Penelitian ... 28


(15)

xii

1. Pemilihan sampel... 28

2. Penanganan wadah / kemasan penyiapan sampel ... 29

3. Tahap pra-pengkayaan ... 29

4. Pengujian Angka Kapang khamir ... 29

5. Uji Identifikasi E.coli ... 30

F. Analisis Hasil ... 34

1. Uji AKK ... 34

2. Identifikasi E.coli ... 36

BAB IV. PEMBAHASAN ... 37

A. Penentuan dan Pemilihan Tempat Pengambilan Sampel ... 38

B. Pemilihan dan Pengambilan Sampel ... 38

C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel ... 39

D. Uji Angka Kapang Khamir ... 40

E. Uji Identifikasi E.coli ... 45

1. Tahap Pengkayaan dalam Media Escherichia coli Broth ... 45

2. Isolasi E.coli dalam Media TBX ... 47

3. Identifikasi dan Konfirmasi Keberadaan E.coli ... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 60


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC pada identifikasi E.coli (Holt et all., 2000) ... 36 Tabel II. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Kunyit Asam Setelah 5

Hari Inkubasi ... 43 Tabel III Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Kunyit Asam dari ke-3


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Uji pengkayaan E.coli dalam media Escherichia coli Broth... 46 Gambar 2. Hasil Isolasi E.coli pada sampel jamu kunyit asam dalam


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta ... 61 Lampiran 2. Perhitungan AKK sampel jamu kunyit asam pada inkubasi

hari ke-5 ... 62 Lampiran 3. Uji AKK sampel jamu kunyit asam pada inkubasi hari ke-5 .... 66 Lampiran 4. Pengambilan sampel jamu kunyit asam ... 68 Lampiran 5. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu A

replikasi I pada inkubasi hari ke-5 ... 69 Lampiran 6. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu A

replikasi II pada inkubasi hari ke-5 ... 70 Lampiran 7. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu A

replikasi III pada inkubasi hari ke-5 ... 71

Lampiran 8. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu B replikasi I pada inkubasi hari ke-5 ...

72

Lampiran 9. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu B replikasi II pada inkubasi hari ke-5 ... 73 Lampiran 10. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu B

replikasi III pada inkubasi hari ke-5 ... 74 Lampiran 11. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu C

replikasi I pada inkubasi hari ke-5 ... 75 Lampiran 12. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu C


(19)

xvi

Lampiran 13. Uji AKK sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu C replikasi III pada inkubasi hari ke-5 ... 77 Lampiran 14. Uji Tahap Pengkayaan Sampel Jamu Kunyit Asam inkubasi

24 jam ... 78 Lampiran 15. Uji tahap isolasi sampel jamu kunyit asam inkubasi 24 jam ... 80


(20)

xvii INTISARI

Jamu kunyit asam adalah jamu tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena berkhasiat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada saat menstruasi, pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer, memiliki efek samping minimal dan tidak ada bahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan, serta memiliki biaya yang relatif murah. Escherichia coli (E.coli) merupakan mikroba yang hidup di air yang dapat mengkontaminasi jamu kunyit asam karena proses pembuatan jamu kunyit asam menggunakan air.

Kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang diproduksi dapat dilihat dari nilai Angka Kapang/Khamir (AKK) dan ada tidaknya bakteri E. Coli yang ditemukan dalam sampel jamu tersebut. Adanya AKK yang melebihi batas yang ditentukan oleh BPOM No.12 Tahun 2014 dapat membahayakan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui AKK dan mengidentifikasi keberadaan bakteri E. coli pada jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel, pengambilan sampel jamu kunyit asam, pengujian AKK dan identifikasi E.coli, serta dilakukan analisis hasil. Proses pengujian AKK dan identifikasi E.coli, serta analisis hasil dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Metode Analisis Mikrobiologi Tahun 2006 (MA PPOMN nomor 96/mik/00 untuk AKK dan MA PPOMN nomor 97/mik/00 untuk identifikasi E.coli).

Hasil pengujian menunjukkan jumlah AKK dalam sampel jamu kunyit asam adalah <10 sampai dengan 2,9 x 102 dan negatif mengandung bakteri E.coli.


(21)

xviii

ABSTRACT

“Jamu kunyit asam” is a traditional herbal-medicine that has comsumed by lot people because effective to reduce or suppress pain during menstruation period, suppress pain in primary dysmenorrhoea, has minimum negative side effects, there so it is safe to be comsumed continously and also has relatively low cost. E.coli is a microbe that lives in water that may contaminate “Jamu kunyit

asam” using water.

The quality and safety of Jamu kunyit asam that produced can be seen from the molds figure and yeast (AKK) and the presence or absence of E. coli bacteria in samples of herbal medicine. The existence of the Number of Mold/Yeast (AKK) exceeding the limit specified by the BPOM No.12 0f 2014 would be danger for health.

The purpose of this research were to find out the AKK and identify the E.coli in “Jamu kunyit asam” that produced by traditional herbal-medicine sellers in Ngawen, Klaten.

This study is a non-experimental, designed by a comparative descriptive. This research was conducted on the determination and selection of sampling places, sampling of jamu kunyit asam, AKK testing and identification of E. coli, also from analysis results. AKK testing process and identification of E. coli also from analysis results carried out based on a set of conditions by the Microbiological Analysis Method 2006 (MA PPOMN number 96 / mik / 00 for AKK and MA PPOMN number 97 / mik / 00 for the identification of E. coli).

The result of this research show that “Jamu kunyit asam” that produced by traditional herbal-medicine sellers in Ngawen, Klaten is have good quality and safe to be consumed. This is indicated from AKK test’s result that mold/yeast is between <10 to 2.9 x 102 and E.coli can’t be identified.


(22)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Jamu adalah salah satu ciri khas Indonesia yang sangat terkenal. Jamu tetap menjadi andalan masyarakat Indonesia yang dikonsumsi secara turun-temurun meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. Jamu merupakan salah satu unsur pemanfaatan dari tanaman obat. Masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional, termasuk jamu untuk menjaga kesehatan (Pratiwi, 2005).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan bahwa persentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu sebanyak 59,12 % terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan. Penduduk Indonesia yang mengkonsumsi jamu sebesar 95,60 % merasakan manfaatnya pada semua kelompok umur dan status ekonomi, baik di pedesaan maupun perkotaan (Depkes RI, 2011).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada tiga penjual jamu di wilayah Ngawen pada tanggal 8 Maret 2015, diperoleh hasil bahwa jamu kunyit asam merupakan jamu yang paling banyak dikonsumsi masyarakat untuk menjaga kesehatan, terutama bagi wanita karena dipercaya mampu melancarkan sirkulasi darah saat haid. Jamu kunyit asam merupakan pilihan untuk menjaga kesehatan dengan biaya ekonomis.

Rimpang kunyit mengandung beberapa senyawa aktif yang bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah, antiinflamasi, antibakteri, peluruh kentut dan


(23)

antioksidan (Said, 2007). Sedangkan asam jawa mengandung senyawa yang bermanfaat sebagai penurun panas, antiradang, asma, berkhasiat dalam mengobati batuk kering, sariawan dan sakit perut (Sugiharto, 2008).

Pembuatan jamu yang benar menurut petunjuk operasional dari Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB), yaitu pertama menjaga kehigienisan jamu dengan cara mencuci tangan menggunakan sabun. Selanjutnya, bahan baku yaitu rimpang kunyit harus dicuci dengan bersih sebanyak 2-3 kali pencucian. Pembuat jamu harus selalu menggunakan pelindung tubuh untuk menghindari adanya kontaminasi terhadap jamu. Jamu yang sudah jadi harus dikemas dengan menggunakan wadah sesuai yang memenuhi syarat higienitas (BPOM RI, 2005).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti tanggal 8 Maret 2015 terhadap tiga penjual jamu di wilayah Ngawen, komposisi jamu kunyit asam terdiri dari kunyit (Curcuma longa L.) dan asam jawa (Tamarindus indica L.). Proses pembuatan jamu kunyit asam dilakukan sendiri oleh penjual jamu di wilayah Ngawen dengan proses yang sederhana yaitu kunyit dikupas dan dicuci dengan air mengalir, selanjutnya kunyit ditumbuk menggunakan lumpang dan alu yang sudah dicuci bersih menggunakan sabun cuci. Sementara itu, buah asam jawa direndam di air kemudian secara bersamaan direbus hingga mendidih dengan kunyit dan ditambahkan gula jawa sebagai pemanis. Jamu yang sudah jadi, dituangkan kedalam botol kaca yang telah dicuci bersih. Sebelum membuat produk jamu kunyit asam, dua dari ketiga penjual jamu mencuci tangan menggunakan sabun terlebih dahulu untuk menjaga kehegienisan dan kualitas


(24)

serta menghindari adanya kontaminan dari tangan pembuat jamu. Proses pembuatan jamu yang dilakukan oleh ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen dapat dikatakan sebagian besar prosedur pembuatannya telah sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik seperti menjaga kehigienisan jamu dengan melakukan pencucian tangan terlebih dahulu sebelum membuat jamu, pencucian bahan-bahan yang dilakukan sebanyak 2 kali di bawah air mengalir dan penempatan produk jamu yang sudah jadi pada botol kaca.

E. coli adalah golongan Enterobacteriaceae yang lebih menunjukkan sebagai indikator dari sanitasi yang buruk pada saat proses pembuatan jamu. Selain itu, bakteri E.coli dapat menyebabkan diare dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada 90 % wanita sehingga pembeli yang mengkonsumsi jamu kunyit asam ini berpotensi besar terkena ISK dan diare (Radji, 2011). Pada proses pembuatan jamu kunyit asam, penjual jamu di wilayah Ngawen menggunakan lumpang dan alu yang sudah dicuci bersih menggunakan sabun sehingga meskipun menggunakan alat yang sederhana, namun kehegienisan tetap terjaga. Pada proses pembuatan jamu kunyit asam dilakukan pemanasan sampai mendidih sehingga kemungkinan adanya cemaran E.coli tersebut sangatlah kecil karena bakteri ini tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa dan bakteri ini akan mati pada suhu 60 ⁰ C (Markova, N., 2010).

Angka kapang/khamir (AKK) menunjukkan adanya cemaran kapang/khamir dalam sediaan yang diperiksa setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25⁰C. Pengujian AKK dilakukan untuk menjamin bahwa jamu kunyit asam tidak mengandung fungi dari


(25)

batas yang telah ditetapkan karena keberadaan fungi mempengaruhi stabilitas sediaan. Menurut BPOM RI No. 12 tahun 2014 tentang persyaratan obat tradisional bahwa cairan obat dalam tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir lebih dari 103 koloni/ml, mikroba patogen negatif dan aflatoksin tidak lebih dari 20 μg/kg (BPOM RI, 2014). Jika ditemukan AKK dalam sampel jamu yang diuji melebihi ambang batas, maka sampel jamu tersebut tidak layak dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan konsumen. Kondisi tersebut memungkinkan adanya pertumbuhan jenis kapang tertentu seperti jamur Aspergillus flavus yang akan memproduksi aflatoksin. Aflatoksin yang diproduksi bersifat toksik karena dapat menyebabkan terjadinya sirosis dan karsinoma hati (Depkes RI, 2000).

Ngawen adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 8 Dusun, terletak di sebelah utara kota Klaten. Ngawen merupakan wilayah pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya memiliki kebiasaan rutin dalam mengkonsumsi jamu khususnya jamu kunyit asam untuk memelihara kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari lakunya jamu kunyit asam yang dijual oleh penjual jamu di wilayah ini. Terdapat lima penjual jamu di wilayah Ngawen dengan tiga diantaranya merupakan penjual jamu yang produksi jamu kunyit asamnya paling diminati oleh masyarakat. Ketiga penjual jamu tersebut berkeliling setiap hari di wilayah Ngawen dari pukul 06.00-12.00. Sebelum pukul 12.00 rata-rata dagangan jamu mereka telah habis terjual. Ketiga penjual jamu tersebut dapat menjual 12-15 botol setiap harinya. Selain itu, dua dari tiga penjual jamu di wilayah ini memiliki konsumen tetap yang rutin mengkonsumsi jamu karena menerapkan sistem pesan


(26)

antar kepada konsumen yang dilakukan antara pukul 06.00-12.00. Pemesanan jamu dapat dilakukan satu hari sebelum jamu tersebut diberikan kepada konsumen pada waktu penjual jamu tersebut berkeliling menjual jamu (pukul 06-12.00). Selain itu, ketiga penjual jamu telah lama berjualan jamu di wilayah Ngawen yaitu 7-9 tahun. Tidak dipilihnya dua dari lima penjual jamu di wilayah ini karena produksi jamunya tidak selaris ketiga penjual jamu lainnya. Kedua penjual jamu tersebut hanya dapat menjual jamu kunyit asam sebanyak 3-5 botol jamu kunyit asam setiap harinya. Selain itu, kedua penjual jamu belum terlalu lama berjualan jamu di wilayah Ngawen yaitu 1-2 tahun. Satu diantara dua penjual jamu tidak setiap hari berjualan di wilayah Ngawen karena sering mengalami sakit.

Melihat kondisi bahwa jamu kunyit asam dari ketiga penjual jamu tersebut selalu laku terjual habis karena banyak konsumen yang membeli, maka peneliti tertarik untuk meneliti jamu kunyit asam dari ketiga penjual jamu tersebut. Selain itu, keberadaan konsumen menandakan tetap adanya hubungan kepercayaan antara konsumen dengan penjual selama bertahun-tahun sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mikrobiologis berdasarkan AKK dan identifikasi bakteri E.coli terhadap jamu kunyit asam yang dijual oleh ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen dan untuk lebih memastikan kualitas serta keamanan produk jamu tersebut. Informasi mengenai kualitas jamu kunyit asam sangat penting karena jamu merupakan cairan obat dalam yang tidak memerlukan ijin usaha industri. Adanya hasil pengujian AKK dan identifikasi E.coli dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan informasi kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang dijual oleh ketiga penjual jamu tersebut.


(27)

1. Rumusan masalah

a. Berapakah AKK yang terdapat pada sediaan jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten?

b. Adakah cemaran bakteri patogen E. coli dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten?

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan data dan informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai kualitas serta keamanan jamu kunyit asam yang didapatkan dari hasil AKK dan keberadaan bakteri patogen E. coli yang diproduksi oleh penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada penjual jamu serta masyarakat mengenai kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

3. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka dan jurnal yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai cemaran mikroba pada jamu yang pernah diteliti oleh Putriana, F., Herdini, Irawan Sugoro (2013) dengan judul “Analisis Cemaran Mikroba Pada Sediaan Jamu Gendong di Sekitar Terminal Lebak Bulus

Wilayah Jakarta Selatan”, hasil yang diperoleh adalah 6 sampel yaitu 2

sampel jamu kunyit asam, 2 sampel jamu beras kencur dan 2 sampel jamu pahitan positif tercemar bakteri E.coli, Salmonella-Shigella dan jamur. Selain


(28)

itu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Primbowati (2012) dengan judul

“Angka Escherchia coli Dalam Jamu Kunyit Asam yang Dijual di Pasar

Tradisional Kecamatan Gondomanan Kotamadya Yogyakarta”, dengan hasil

adanya bakteri E.coli pada satu sampel jamu dari 5 sampel jamu yaitu sampel

yang diambil dari Pasar Pathuk. Sedangkan penelitian mengenai “Uji Angka

Kapang Khamir (AKK) dan Identifikasi E. coli dalam Jamu Kunyit Asam

dari penjual Jamu di Wilayah Ngawen Klaten” belum pernah dilakukan. B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dan keamanan jamu kunyit asam yang diproduksi oleh penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui Angka Kapang Khamir dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

b. Mengetahui adanya cemaran bakteri patogen E. coli dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.


(29)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Obat Tradisional

Obat tradisional banyak dipasarkan dalam bentuk sediaan obat cair, baik untuk penggunaan obat dalam maupun sebagai obat luar. Pengertian obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2014). Cairan obat dalam adalah sediaan obat dalam berupa larutan emulsi atau atau suspensi dalam air yang bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam, jamu merupakan salah satu bentuk sediaan cair obat tradisional (Wasito, 2011).

Jamu merupakan obat tradisional yang dapat disajikan dalam bentuk serbuk, seduhan, pil atau cairan. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan uji empiris (Suharmiati dan Handayani, 2002). Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba patogen seperti Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa. Jika ditemukan mikroba patogen pada obat tradisional termasuk jamu, maka jamu tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Mikroba patogen yang dimaksud adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit apabila seseorang tersebut terpapar mikroba, sedangkan jamur yang


(30)

bersifat patogen yang tidak boleh ada dalam obat tradisional adalah jamur Aspergillus flavus yang dapat menghasilkan aflatoksin (DepKes RI, 1994).

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan obat tradisional harus dilakukan sejak awal proses pembuatan obat tradisional, mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk tersebut beredar di masyarakat. Sebagian besar produk obat tradisional yang terdaftar di Badan POM RI adalah kelompok jamu, dimana pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan penggunaan empiris secara turun temurun (Wasito, 2011).

B.Jamu Kunyit Asam

Jamu merupakan obat tradisional yang dikenal masyarakat di Jawa sejak jaman dahulu, bahkan sudah menyebar ke beberapa daerah di luar pulau Jawa. Jamu disediakan dalam bentuk cairan (minuman) dan merupakan ramuan dari beberapa bahan yang biasanya masih segar. Jamu dibuat dengan cara sederhana dan merupakan sediaan obat yang tidak dapat disimpan lama dan biasaanya diminum dalam keadaan segar. Salah satu jamu yang diminum dalam keadaan segar adalah jamu kunyit asam (Rukmana, 2003). Jamu kunyit asam disebut juga jamu segar-segaran yang digunakan untuk menyegarkan tubuh. Jamu kunyit asam bermanfaat untuk mengatasi panas dalam, sariawan, dan membuat perut menjadi dingin. Bahan baku jamu kunyit asam adalah kunyit dan buah asam masak. Gula jawa digunakan sebagai pemanis (Suharmiati, 2003). Secara alamiah memang kunyit dipercaya memiliki kandungan bahan aktif yang dapat berfungsi sebagai analgetika, antipiretika, dan antiinflamasi (Norton, 2008). Begitu juga asam (asam jawa) yang memiliki bahan aktif sebagai laksatif (memudahkan buang air besar)


(31)

(Latief, 2012). Asam jawa memiliki bahan aktif sebagai antiinflamasi, antipiretika, dan penenang (Nair, et al., 2004). Selain itu dijelaskan bahwa minuman kunyit asam sebagai pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer memiliki efek samping minimal dan tidak ada bahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan (Limananti dan Triratnawati, 2003). Jamu nyeri haid yang sering digunakan banyak mengandung simplisia yang berkhasiat sebagai antinyeri, antiradang, serta antiplasmodik (antikejang otot). Simplisia tersebut mudah diperoleh dan tersedia sebagai bumbu dapur misalnya kunyit dan buah asam. Pembuatan jamu kunyit asam sangat mudah, sehingga dapat disediakan sendiri oleh wanita yang membutuhkan. Jamu kunyit asam dapat diminum pada saat haid atau 3-5 hari sebelum haid (Suharmiati dan Handayani, 2005).

C.Rimpang Kunyit

Hampir semua orang Indonesia pernah mengkonsumsi kunyit baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan tubuh. Nama ilmiah tanaman ini adalah Curcuma domestica Val. Kunyit banyak megandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat, yaitu kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmotoksikumin, dan bisdesmotoksikurkumin. Selain itu kunyit mengandung minyak atsiri berupa sesquiterpen, tumeron, tumeon zingiberen, dan garam-garam mineral lainnya. Bagian tanaman yang banyak digunakan adalah rimpangnya. Kunyit berkhasiat untuk mengobati penyakit diabetes mellitus, disentri, keputihan, haid tidak lancar, perut mulas saat haid (Wasito, 2011).


(32)

Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih atau kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Scartezzini dan Speroni, 2000).

D.Buah Asam Jawa

Buah asam jawa memiliki rasa asam yang sedap dengan kulit buah berwarna coklat. Daging buah yang masih muda berwarna putih kehijauan, sedangkan yang tua berwarna cokelat. Studi fitokimia menunjukkan adanya kandungan tanin, saponin, seskuiterpen, alkaloid dan flobatamin. Selain itu, terdapat kandungan lain yang aktif terhadap bakteri gram positif dam gram negatif pada temperature 4-30⁰C. Daging buah mengandung berbagai asam, seperti asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, dan asam asetat. Kandungan asam berkhasiat sebagai laksatif (memudahkan buang air besar), melancarkan peredaran darah (Latief, 2012). Buah berbentuk polong, memiliki kulit yang membungkus daging buah dan memiliki biji 2-5. Bentuk biji pipih dan berwarna coklat agak kehitaman. Buah asam jawa yang masak di pohon per 100 gramnya mengandung nilai kalori sebanyak 239 kalori; protein 2,8 gram; lemak 0,6 gram; karbohidrat


(33)

62,5 gram; kalsium 74 mg; fosfor 113 mg; zat besi 0,6 mg; vitamin A 30 SI; vitamin B1 0,34 mg; serta vitamin C 2 mg (Sugiharto, 2008).

Penelitian farmakologis menunjukkan bahwa asam jawa mempunyai aktivitas antibakteri, antikapang, efek hipoglikemik, efek hipokolesterolemik, anti-peradangan, hipolipomik, dan aktivitas antioksidan (Ferrara, 2005). Daging buah asam dimanfaatkan sebagaai bumbu masakan dan campuran obat tradisional. Buah asam banyak digunakan dalam industri minuman, es krim, selai, manisan atau gula-gula, sirup dan obat tradisional atau jamu (Rukmana, 2005).

E.Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.4.138 mengenai pedoman dalam pembuatan obat tradisional yang baik dikenal dengan CPOTB. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bertujuan agar obat tradisional atau jamu yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dengan demikian, pembuatan obat tradisional atau jamu berkualitas dan aman harus menerapkan sistem CPOTB. Berdasarkan CPOTB, pembuatan jamu yang berkualitas dan aman dilakukan tahap awal yaitu menerapkan kebersihan dengan pencucian tangan oleh pembuat jamu menggunakan sabun. Bahan baku yang digunakan harus disortir dan dicuci dengan menggunakan air bersih, 2-3 kali pencucian. Semua wadah dan peralatan yang digunakan harus bersih sehingga peralatan yang digunakan harus dicuci menggunakan sabun baik sebelum maupun sesudah penggunaan. Pembuat jamu juga harus menggunakan pakaian pelindung tambahan seperti kaca mata


(34)

pelindung, masker dan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi mikroba (Wasito, 2011).

F. Angka Kapang / Khamir

Uji Angka Kapang/Khamir adalah salah satu parameter dari keamanan dari jamu kunyit asam. Angka kapang atau khamir dapat digunakan sebagai petunjuk sampai tingkat berapa dalam pembuatan obat tradisional tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Semakin kecil angka kapang atau khamir bagi setiap produk jamu yang dihasilkan menunjukkan semakin tinggi nilai penerapan CPOTB dalam proses pembuatan jamu tersebut (Wasito, 2011). Angka Kapang/Khamir menunjukkan adanya cemaran kapang/khamir dalam sediaan yang diperiksa setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20-25⁰C, diamati mulai hari ketiga sampai hari kelima (Depkes RI, 2000).

Menurut BPOM No.12 Tahun 2014 tentang persyaratan obat tradisional bahwa cairan obat dalam tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir tidak lebih dari 103 koloni/ml, mikroba patogen negatif dan aflatoksin total tidak lebih

dari dari 20 μg/kg (BPOM RI, 2014).

Kapang merupakan fungi multiseluler yang tumbuh pada makanan dapat dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas. Keberadaan kapang dapat dikenali dengan adanya massa rambut kapang yang lebat atau sering disebut dengan miselium. Kapang melakukan reproduksi dengan cara membelah diri atau aseksual, memiliki kantong spora berwarna-warni sehingga kapang dapat dikenali dari warnanya. Selain dengan cara membelah diri, kapang juga dapat melakukan


(35)

reproduksi secara seksual yaitu melalui pembentukan akospora atau zygospora. Kapang memerlukan faktor intrinsik untuk pertumbuhannya, memerlukan lebih sedikit air dibandingkan dengan bakteri dan khamir serta tumbuh optimal pada kisaran suhu 25-30⁰C (Mursito, 2003). Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan hewan. Mikotoksin dapat menimbulkan penyakit pada manusia, bahkan dapat menyebabkan kematian. Toksisitas mikotoksin dapat bersifat akut maupun kronik, tergantung pada jenis dan dosisnya. Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Keberadaan toksin ini dipengaruhi oleh faktor cuaca, terutama suhu dan kelembaban. Pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus dapat tumbuh pada jenis pangan tertentu serta pada pakan hewan, kemudian menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin mendapat perhatian yang lebih besar daripada mikotoksin lain karena memiliki potensi efek karsinogenik. Manusia dapat terpapar aflatoksin melalui pangan yang dikonsumsinya. Keracunan akibat mengkonsumsi pangan atau pakan yang tercemar aflatoksin disebut aflatoksikosis (Bommakanti dan Waliyar, 2015).

Khamir merupakan fungi bersel satu (uniseluler), tidak berfilamen, berbentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm. Khamir bersifat fakultatif artinya khamir dapat hidup dalam keadaan aerob ataupun anerob. Khamir dapat tumbuh baik dalam sediaan dengan


(36)

tsuhu 37 ⁰C (Pratiwi, 2008). MenurutGandjar, Samsuridzal, Oetari (2006) bagian paling dalam dari dinding sel khamir (Saccharomyces cerevisae) terdiri dari senyawa ß 3) glukan dengan beberapa cabang yang digabung oleh ikatan ß (1-6). Glukan tersebut membentuk jaringan mikrofibril yang bertanggungjawab dalam mempertahankan bentuk dari sel khamir. Bagian dinding sel khamir yang

paling luar terdiri dari senyawa α(1-6) manan dengan cabang-cabang α(1-3) dan

α (1-2). Khamir yang bersifat patogen dan paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida albicans yang terdapat di membrane mukosa mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, vagina, kulit dan dibawah jari-jari kuku. Selain itu candida albicans juga terdapat dalam jaringan seperti tanah, tanaman, makanan dan makanan ternak (Hellmensen, 1999). Candida albicans merupakan jamur yang dapat menyebabkan infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Candida albicans secara alami terdapat pada membran mukosa dalam tubuh kita, paling banyak terdapat dalam saluran pencernaan. Pertumbuhan yang terlalu pesat dari jamur Candida albicans dapat menyebabkan infeksi pada vagina yang disebut kandidiasis vaginitis pada wanita dengan gejala utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal (Graham, Burns, 2008; Prahtamaputra, 2009).

Kapang/khamir dapat mencemari jamu kunyit asam melalui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan jamu seperti rimpang kunyit yang dapat tumbuh di dalam tanah. Kondisi lingkungan dari rimpang kunyit yang tumbuh di dalam tanah tersebut menunjang pertumbuhan kapang/khamir, seperti keadaan tanah yang lembab dan kandungan air yang terdapat dalam rimpang kunyit. Dengan demikian, maka bahan baku yang digunakan harus dicuci bersih sebelum


(37)

digunakan sehingga kontaminasi dari kapang/khamir dapat dikurangi (Pratiwi, 2008).

G.Escherichia coli

E.coli termasuk famili Enterobacteriaceae yang merupakan gram negatif, berbentuk batang pendek dan memiliki flagel. Beberapa galur bakteri E. coli dapat menyebabkan infeksi pada manusia seperti infeksi saluran kemih, infeksi meningitis, diare disertai darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal (Radji, 2011). E. coli dapat tumbuh baik pada temperature 8O C-46O C. Bakteri yang berada sedikit di atas temperature minimum atau sedikit diatas temperatur maksimum, tidak akan mati melainkan berada dalam keadaan tidur (Melliawati, 2009).

E.coli merupakan mikroba kelompok Coliform yang terdapat di air, makanan, atau minuman, sehingga keberadaanya dapat dianggap sebagai petunjuk terjadinya pencemaran kotoran baik kotoran hewan maupun manusia (Purnawijayanti, 2001).

Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba patogen seperti Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa. Jika ditemukan mikroba patogen pada obat tradisional termasuk jamu, maka jamu tersebut tidak layak untuk dikonsumsi (BPOM RI, 2014). Terdapat 4 kelas E. coli yang bersifat enterovirulen, yaitu:

1. E. coli enteropatogenik (EPEC)

EPEC menyebabkan diare berair yang parah terutama pada bayi dan anak, dapat bertahan lebih dari 2 minggu dalam tubuh inang serta mengakibatkan


(38)

kematian jika terjadi dehidrasi berat. Penyakit ini ditandai dengan diare infantil, demam, mual dan muntah. Bakteri ini menginfeksi pada usus kecil. Inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari, gejala dapat timbul 18-48 jam setelah menyantap makanan yang tercemar bakteri jenis ini (Arisman, 2008)

2. E. coli enterotoksigenik (ETEC)

ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas dan menyebabkan diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera. Penyakit ini ditandai dengan tinja berair, keram perut, mual, subfebris. Bakteri jenis ini biasanya menginfeksi di usus kecil dengan periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya diare yang berair tanpa disertai darah ataupun lendir. Penyakit ini bersifat self-limited, biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari (Arisman, 2008).

3. E. coli enteroinvasif (EIEC)

EIEC menginvasi dan berproliferasi di dalam sel epitel mukosa sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epithelial cell death. EIEC dapat menginvasi sel-sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya diare berair, disentri, demam, muntah, kram dan nyeri perut hebat, tinja kerap mengandung darah. Penyakit ini terjadi 8-24 jam setelah konsumsi makanan atau air yang tercemar bakteri ini. (Arisman, 2008; Dupont, et.al., 1971).

4. E. coli enterohemoragik (EHEC)

Gejala yang ditimbulkan EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga colitis hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, maka terjadi


(39)

diare berair yang kerap diiukuti dengan kram perut serta muntah. Diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul dan demam sering terjadi selama 4-10 hari. Mikroorganisme ini mampu mengeluarkan verotoksin yang menyebabkan dua macam sindrom yaitu, hemoragik colitis dan HUS (Hemolitic Uremic Syndrome) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian 3-5% penederita gagal ginjal kronis (Arisman, 2008).

H.Media Selektif E. coli dan AKK

Media pembenihan adalah media yang mengandung nutrisi yang disiapkan untuk menumbuhkan bakteri di dalam skala laboratorium. Media pembenihan harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media harus mengandung karbon, nitrogen, sulfur, fosfor dan faktor pertumbuhan organik. Media pembenihan harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan dibiakkan, kelembaban harus cukup, pH sesuai, kadar oksigen tercukupi, media pembenihan harus steril dan tidak mengandung mikroba lain, media diinkubasi pada suhu tertentu sesuai dengan karakteristik mikrobia uji (Radji, 2011).

Media yang digunakan untuk pengujian AKK adalah Potato Dextrose Agar (PDA). Media ini menyediakan nutrisi untuk menstimulasi pertumbuhan konidium pada jamur (Murray, 1999). Identifikasi bakteri misalnya menggunakan media selektif yaitu media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih mikroorganisme tertentu, tetapi akan menghambat/mematikan jenis lainnya. E.coli Broth (ECB) merupakan media yang memfasilitasi bakteri coliform yaitu E.coli, Enterobacter aerogenes, dan citrobacter fruendii untuk memfermentasikan


(40)

laktosa. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pembentukan gas (Cappucino, 2008).

Media differensial merupakan media untuk menumbuhkan mikroba tertentu serta menentukan sifat-sifatnya. Media Tryptone Bile X-Glucoronide (TBX) merupakan media yang mengandung agen kromogenik x-ß-D-glukoronide yang dapat mendeteksi keberadaan enzim glukoronidase yang terdapat pada E.coli. Bakteri E.coli akan menyerap agen kromogenik x-ß-D-glukoronide sehingga akan terjadi interaksi dengan enzim glukoronidase. Setelah terjadi proses fermentasi maka agen kromogenik akan disekresikan ke luar sel yang akan menimbulkan warna hijau-kebiruan sehingga memudahkan dalam proses identifikasi E.coli (Bridson, 2006).

I. Identifikasi E. coli

Uji identifikasi E. coli merupakan serangkaian uji berdasarkan karakteristik E. coli. Uji ini dilakukan dengan menggunakan media dan reagen khusus, seperti uji fermentasi gula-gula (glukosa laktosa, manitol, maltosa, sukrosa), uji Sulfur Indol Motility (SIM), dan uji IMVIC (Indol, Metil merah, Voges Proskauer, dan Sitrat) (Holt, 2000).

1. Uji fermentasi gula-gula

Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menguraikan gula-gula spesifik yang mencerminakan sifat bakteri tersebut dan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi bakteri (Nugraheni, 2010). Bakteri fakultatif seperti E. coli dapat memfermentasikan glukosa dalam keadaan aerob maupun anaerob. Fermentasi karbohidrat secara


(41)

anaerob menghasilkan asam organik seperti asam format, asam laktat, asam asetat, disertai gas hydrogen dan karbondioksida (Cappuccino, 2008).

Glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa merupakan karbohidrat yang sering digunakan untuk uji ini. Media yang digunakan mengandung glukosa dan ditambahkan indikator fenol merah. Terjadinya fermentasi karbohidrat dapat dilihat dengan perubahan warna media dari merah menjadi kuning yang menandakan adanya asam dan terbentuk gas yang terjebak dalam tabung Durham (Lay, 1994).

2. Uji Sulfur Indol Motility (SIM)

Uji Sulphur Indol Motility (SIM) adalah pengujian dengan 3 parameter pengamatan, yaitu uji pembentukan sulfur, uji pembentukan indol, dan pengamatan motilitas (pergerakan bakteri). Media yang digunakan dalam pengujian ini terdiri dari 3 media yang dijadikan dalam satu media yang berisi Pancreatic Digest of Casein, Peptic Digest of Animal Tissue, Ferrous Ammonium Sulphate, Sodium Thiosulphate, dan Nutrient Agar. Uji indol perlu ditambahkan reagen Kovacs, sedangkan kandungan Ferrous Ammonium Sulphate dan Sodium Thiosulphate digunakan untuk uji H2S dan Nutrient Agar digunakan untuk uji motilitas (Finegold dan baron, 1996).

Uji sulfur digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri menguraikan asam amino menjadi sulfur yang diproduksi oleh beberapa jenis mikrobia melalui pemecahan asam amino yang mengandung belerang seperti lisin dan metionin. Sulfur dapat diproduksi melalui reduksi senyawa-senyawa belerang anorganik, seperti: tiosulfat, sulfit atau sulfat. Keberadaan H2S dapat diamati degan


(42)

menambahkan garam-garam logam berat ke dalam medium. Uji SIM dikatakan positif apabila H2S bereaksi dengan senyawa-senyawa ini ditadai dengan terbentuknya logam sulfit berwarna hitam karena bakteri yang berada dalam medium tersebut tidak dapat menghidrolisis logam-logam berat yang terkandung dalam medium (Nugraheni, 2010).

Uji motilitas digunakan untuk melihat pergerakan bakteri. Uji motilitas menggunakan media NA semisolid yang memudahkan bakteri berflagel untuk melakukan pergerakan. Karakteristik E. coli adalah memiliki flagel diseluruh badan bakteri (petrich) sebagai alat untuk bergerak yang membedakan dengan bakteri lainnya. Hasil uji akan terlihat dengan pertumbuhan bakteri menyebar pada hasil tusukan yang menandakan bahwa bakteri yang diuji adalah golongan Enterobacter, dan E. coli termasuk dalam Enterobacter. Hasil positif untuk mengidentifikasi E. coli adalah dengan melihat pertumbuhan bakteri yang menyebar pada hasil tusukan (Holt, et al., 2000)

3. Uji IMVIC

a. Uji Indol. Bakteri E. coli menggunakan sumber triptofan sebagai sumber karbon. Bakteri E. coli tersebut memiliki enzim triptofanase yang mengkatalisasikan penguraian gugus indol dan triptofan. Keberadaan cincin warna merah muda di permukaan media karena

penambahan reagen Kovac’s menandakan pembentukan indol (Lay,

1994).

b. Uji Metil Merah. Uji metil merah digunakan untuk mengetahui apakah bakteri mampu memfermentasi asam campuran. Beberapa jenis


(43)

bakteri yang mampu memfermentasi glukosa akan menghasilkan produk yang bersifat asam yang menyebabkan terjadinya penurunan pH media pertumbuhan menjadi lebih rendah. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi merah (Lay, 1994).

c. Uji Voges Proskauer. Uji ini berguna untuk mengidentifikasi mikroba yang mampu memfermentasi 2,3-butanadiol. Jika mikroba telah mampu untuk memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk utama maka akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Penambahan reagen kalium hidroksida dan alfanaftol dapat menentukan adanya asetoin yang merupakan senyawa perkusor dalam sintesis 2,3-butanadiol. Setelah penambahan reagen kalium hidroksida, adanya asetoin ditunjukkan oleh perubahan warna menjadi merah pada medium yang akan diperjelas dengan penambahan alfanaftol (Lay, 1994).

d. Uji Sitrat. Uji sitrat bertujuan untuk mengetahui penggunaan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi terutama untuk bakteri gram negatif golongan Enterobacter. Uji sitrat menggunakan media

Simmon’s Citrate Agar yang merupakan medium sintetik dengan Na

sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. NH4 sebagai sumber N, dan menggunakan indikator pH Brom Thymol Blue. Warna media akan berubah dari warna hijau menjadi biru jika asam dihilangkan dan


(44)

terjadi peningkatan pH karena mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi (Lay, 1994).

J. Landasan Teori

Jamu kunyit asam merupakan minuman populer berupa obat dalam yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada wanita yang sedang mengalami menstruasi. Jamu kunyit asam yang diproduksi harus aman dan memenuhi persyaratan jaminan mutu karena banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi jamu tersebut. Persyaratan jaminan keamanan dan mutu dari produk jamu diatur dalam Peraturan Kepala Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2014 bahwa cairan obat dalam termasuk jamu tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir lebih dari 103 koloni/ml, tidak boleh mengandung bakteri patogen termasuk E. coli. Jaminan keamanan dan mutu jamu kunyit asam dapat diketahui dari pengujian AKK dan identifikasi bakteri E.coli.

Proses pembuatan jamu kunyit asam perlu memperhatikan pemilihan bahan pembuatan jamu, cara penyimpanan bahan, lama penyimpanan bahan, pencucian bahan dan peralatan yang digunakan, higienitas pembuatan jamu, serta lingkungan tempat pembuatan jamu karena merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dari jamu kunyit asam tersebut.

Bahan baku yang digunakan oleh penjual jamu kunyit asam adalah rimpang kunyit yang masih segar dan asam jawa, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah air dan gula jawa. Bahan-bahan tersebut dibeli dari pasar setiap hari dengan pemilihan kualitas bahan yang baik. Kunyit dan asam yang digunakan adalah kunyit dan asam yang masih segar, dapat dilihat dari


(45)

penampakan kulit kunyit yang tidak berjamur dan kulit asam yang tidak pecah. Bahan baku disimpan di tempat yang kering dan sejuk. Bahan baku yang telah di kupas dan dicuci bersih dengan air mengalir sebanyak 2 kali, selanjutnya di letakkan di baskom yang bersih dan kering. Kunyit ditumbuk menggunakan lumpang dan alu. Buah asam yang telah direndam menggunakan air hangat selanjutnya direbus bersamaan dengan kunyit dan ditambahkan gula jawa sebagai pemanis. Proses pemanasan jamu kunyit asam yang dilakukan oleh penjual jamu selama 15-20 menit dapat memperkecil adanya bakteri E.coli dalam jamu kunyit asam karena bakteri E.coli dapat mati pada suhu lebih dari 60⁰ C. Jamu yang sudah jadi, disaring dan dituangkan dalam botol jamu yang sudah dicuci bersih dan kering sehingga memeperkecil kemungkinan kontaminasi mikroba dari botol jamu. Penjual menggunakan botol khusus untuk jamu cair yang dapat digunakan secara berulang-ulang dan tidak menggunakan botol plastik bekas yang dapat mengurangi kualitas jamu.

Alat-alat yang digunakan seperti baskom, lumpang, alu, panci, alat penyaring, pengaduk, serta corong dicuci bersih menggunakan sabun cuci piring dan dikering anginkan sehingga alat-alat tersebut terhindar dari keadaan lembab yang dapat memicu partumbuhan mikroba patogen. Tempat pembuatan jamu dilakukan di dapur yang kebersihannya selalu terjaga karena penjual jamu akan membersihkan tempat pembuatan jamu sebelum proses produksi jamu seperti meja dan lantai dapur sehingga meminimalkan adanya kontaminasi mikroba.

Hieginitas dan sanitasi yang baik dari pembuatan jamu kunyit asam yang dilakukan oleh ketiga penjual jamu kunyit asam di wilayah Ngawen merupakan


(46)

faktor penentu rendahnya jumlah AKK dan tidak adanya bakteri patogen E.coli dalam sampel jamu.

K. Hipotesis

Pada sampel jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten mengandung AKK tidak lebih dari 103 koloni/ml dan tidak terdapat bakteri patogen E. coli.


(47)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif komparatif.

B.Variabel penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas: cairan jamu kunyit asam yang diproduksi oleh tiga penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

b. Variabel tergantung: nilai AKK dan keberadaan bakteri E. coli.

c. Variabel Pengacau terkendali: suhu inkubasi, lama inkubasi, media yang digunakan, sterilisasi alat, sterilisasi media, dan waktu perlakuan.

d. Variabel pengacau tak terkendali: cara pembuatan jamu kunyit asam, cara penyimpanan setelah pembuatan jamu kunyit asam, serta kualitas bahan.

2. Definisi operasional

a. Jamu kunyit asam adalah cairan jamu yang terdiri dari rimpang kunyit dan buah asam jawa yang diolah melalui proses penumbukan dan pemanasan, serta ditambahkan gula jawa sebagai pemanis. Jamu kunyit asam berasal dari penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten cenderung berwarna oranye gelap.


(48)

b. Uji Angka kapang/khamir (AKK) adalah suatu uji cemaran mikroba yang dilakukan dengan menghitung jumlah koloni kapang dan khamir yang terdapat dalam sampel yang diperiksa setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan mengalami inkubasi pada suhu 25⁰C selama 5 hari dengan metode dan analisis hasil sesuai PPOMN 2006.

c. Uji Identifikasi E. coli adalah uji untuk melihat keberadaan E.coli pada sampel yang diperiksa menggunakan media yang sesuai, serta inkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam dengan melakukan uji fermentasi karbohidrat, uji IMVIC dan pengecatan gram menurut PPOMN 2006.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

Bahan utama yang digunakan adalah cairan jamu kunyit asam yang diperoleh dari tiga penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten.

2. Bahan kimia

a. Media yang digunakan untuk pengujian AKK adalah media Potato Dextrose Agar (PDA).

b. Media selektif E. coli yang digunakan untuk identifikasi E.coli adalah media Esherichia coli Broth (EC Broth), Tryptone Bile X-Glucoronide (Oxoid). Uji fermentasi karbohidrat (media glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa), kontrol positif E. coli ATCC 25922.


(49)

c. Media untuk uji konfirmasi IMVIC menggunakan media Sulfur Indol Motility (Oxoid), Methyl-Red Voges Proskauer (Oxoid), Simon’Citrate agar (Oxoid).

d. Kloramfenikol (Bataco Chemika), Pepton Dilution Fluid (Oxoid) aquadest steril, etanol 70%, reagen Indol (Kovac), larutan metil merah, larutan α-naftol, larutan KOH 40%.

D.Alat Penelitian

Laminar Air Flow (NuAire Airflow), autoklaf (model: KT-40 No.108049 Midorigaoka Japan), incubator (WTC binder), oven (Memmert model 400), stomacher 400 circulator (Seward), mikropipet (Iwaki), mikroskop, pipet tetes (Iwaki), tabung reaksi (Iwaki), tabung Durham (Pyrex), gelas sediaan, cawan petri (100 x 15 mm, Pyrex), pipet volume, beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), bunsen, neraca analitik (Matrix type Esj 210-4B), erlenmeyer, (Iwaki), penangas air dan jarum ose.

E.Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan sampel

Sampel jamu kunyit asam yang dipilih diambil dari tiga penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten. Pengambilan sampel jamu hanya dilakukan satu kali pengambilan dengan masing-masing penjual diambil 3 botol sampel jamu sebagai replikasi, sehingga total jumlah sampel jamu yang didapat sebanyak sembilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada hari Senin, 5 Oktober 2015 pukul 07.00 pagi. Sampel jamu kunyit asam dipindahkan dalam botol steril dan selanjutya dibawa untuk di uji di laboratorium.


(50)

2. Penanganan wadah / kemasan penyiapan sampel

Kemasan jamu dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%, selanjutnya dibuka secara aseptis didekat nyala api Bunsen.

3. Tahap pra-pengkayaan

a. Homogenisasi sampel untuk uji AKK. Sampel jamu kunyit asam dipipet secara aseptis sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam wadah yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer Pepton Dilution Fluid (PDF) sehingga diperoleh pengenceran (1:10) 10-1. Kemudian dikocok beberapa kali hingga homogen, kemudian dilanjutkan sampai dengan pengenceran 10-4.

b. Pengenceran sampel untuk uji AKK. Sebanyak 8 tabung reaksi yang masing-masing berisi 9 ml PDF disiapkan. Selanjutnya, dipipet 1 ml sampel pengenceran 10-1 hasil dari homogenisasi sampel yang telah disiapkan dan dimasukkan kedalam tabung reaksi pertama berisi PDF hingga diperoleh pengenceran 10-2. Kemudian hasil pengenceran tersebut dikocok homogen dengan vortex dan dibuat pengenceran berikutnya hingga 10-4.

4. Pengujian Angka Kapang Khamir

a. Pembuatan larutan kloramfenikol. Sebanyak 1 gram kloramfenikol dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest steril.

b. Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA). Serbuk PDA sebanyak 39 gram disuspensikan dalam 1000 ml aquadest, kemudian dilarutkan dengan pemanasan dan diaduk hingga merata, dimasukkan


(51)

ke dalam wadah yang sesuai. Selanjutnya ditambahkan 1 ml kloramfenikol dan dicampur hingga merata. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 ⁰C, kemudian dituang kedalam cawan petri atau tabung reaksi steril dan dibiarkan memadat. c. Uji Kapang Khamir. Dari tiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam

cawan petri steril secara duplo. Sebanyak 20 ml media PDA dituangkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya telah ditambah dengan 1 ml larutan kloramfenikol dan digoyangkan sehingga campuran merata. Setelah agar membeku, cawan petri dibalik dan diinkubasi pada suhu 25 ⁰C atau pada suhu kamar selama 5 hari. Uji sterilisasi media dilakukan dengan menuangkan media PDA dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan menuangkan media PDA dan 1 ml pengencer (PDF) kemudian dibiarkan memadat (PPOMN, 2006).

5. Uji Identifikasi E. coli

a. Uji Pengkayaan. Prosedur dilakukan dengan MA No. 97/MIK/00 Secara aseptic dipipet 1 ml suspensi hasil homogenisasi sampel dan diinokulasikan pada 9 ml ECB. Kemudian diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 18-24 jam.

b. Isolasi. Dari biakan pengkayaan diinokulasikan 1 sengkelit pada permukaan TBX dan diinkubasi dengan posisi lempeng terbalik pada suhu 35-37⁰C selama 24-28 jam. Diamati koloni spesifik yang tumbuh


(52)

dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm, berwarna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijauan ditengahnya.

c. Identifikasi dan konfirmasi. Dua atau lebih koloni spesifik pada TBX diinokulasikan pada NA miring, kemudiaan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 18-24 jam. Dari biakan NA miring akan dilanjutkan dengan uji biokimia melalui uji IMVIC (Indol, Metil merah, Voges Proskauer, dan Sitrat), uji karbohidrat dan pewarnaan gram sebagai berikut:

1) Uji indol

Satu sengkelit biakan dari NA miring diinokulasikan ke dalam Trypton Broth dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 18-24 jam. Selanjutnya ditambahkan 1 ml pereaksi indol (Reagen Kovacs) ke dalam masing-masing tabung dan dikocok beberapa menit. Hasil reaksi positif indol ditunjukkan dengan adanya warna merah tua yang membentuk cincin pada permukaan (PPOMN, 2006).

2) Uji Metil merah

Satu sengkelit biakan dari Na miring diinokulasikan ke dalam MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi ditambahkan 5 tetes metil merah dan dikocok homogen selama beberapa menit. Reaksi negatif ditunjukkan dengan warna kuning dan reaksi positif ditunjukkan dengan warna merah (PPOMN, 2006).


(53)

3) Uji Voges Proskauer

Satu sengkelit biakan dari NA miring diinokulasikan pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi ditambahkan 3 tetes larutan alfa naftol dan 2 tetes larutan KOH 40 %, dikocok kemudian didiamkan selama beberapa menit. Reaksi positif ditunjukkan jika warna biakan menjadi merah muda hingga merah menyala, sedangkan reaksi negatif ditunjukkan dengan warna yang tidak berubah (PPOMN, 2006).

4) Uji Sitrat

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan pada media Simmon’s citrate agar, kemudian diinkubasikan pada suhu 35-37⁰C selama 24-48 jam. Reaksi positif ditunjukkan dengan warna biru, reaksi negatif ditunjukkan dengan warna hijau (PPOMN, 2006).

5) Uji fermentasi glukosa

Satu sengkelit biakan TBX diinokulasikan pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24 jam. Hasil positif dapat ditandai dengan adanya perubahan warna media orange kemerahan menjadi kuning (PPOMN, 2006).


(54)

6) Uji fermentasi laktosa

Satu sengkelit biakan TBX diinokulasikan pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange menjadi kuning (PPOMN, 2006).

7) Uji fermentasi manitol

Satu sengkelit biakan TBX diinokulasikan pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning (PPOMN, 2006).

8) Uji fermentasi maltosa

Satu sengkelit biakan TBX diinokulasikan pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning (PPOMN, 2006).

9) Uji fermentasi sukrosa

Satu sengkelit biakan TBX diinokulasikan pada media sukrosa dan diinkubasi pada suhu 35-37⁰C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange menjadi kuning (PPOMN, 2006).

10) Pengecatan Gram

Sediaan dibuat di atas kaca alas, keringkan di udara dan difiksasikan dengan panas. Sediaan diwarnai dengan larutan kristal


(55)

violet (larutan gram A) selama 1 menit. Cuci dengan air dan tiriskan. Tambahkan larutan-larutan lugol (gram iodine) selama 1 menit, cuci dengan air dan tiriskan. Cuci (hilangkan warna) dengan alkohol 95% selama 30 detik. Cuci dengan air, tiriskan dan tambahkan larutan safranin selama 10-30 detik. Cuci dengan air dan tiriskan. Serap dengan kertas saring, keringkan dan dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 1000 kali (SNI, 1992).

F. Analisis Hasil

Hasil Uji AKK dan Identifikasi bakteri E.coli dibandingkan terhadap batas cemaran AKK dan bakteri E.coli dalam persyaratan keamanan jamu tradisional yang telah ditetapkan oleh BPOM RI No. 12 tahun 2014 tentang persyaratan keamanan obat tradisional bahwa cairan obat dalam tidak boleh mengandung Angka Kapang Khamir lebih dari 103 koloni/ml dan mikroba patogen harus negatif. Apabila jamu kunyit asam yang diuji menunjukkan AKK lebih dari 103 koloni/ml dan terdapat cemaran bakteri E.coli, maka sampel jamu kunyit asam yang diuji dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan oleh BPOM RI No. 12 tahun 2014. Hasil dari data yang diperoleh kemudian dianalisis sebagai berikut:

1. Uji AKK

Cara menghitung dan menyatakan hasil AKK sesuai dengan MA PPOMN 2006 nomor 96/mik/00. Cawan petri dipilih dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 koloni. Jumlah koloni dari kedua


(56)

cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Jika pada cawan petri dari 2 tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 10-150, maka dihitung jumlah koloni dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil angka rata-rata. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir dalam tiap ml atau gram contoh. Untuk beberapa kemungkinan lain yang berbeda dari pernyataan diatas, maka diikuti petunjuk sebagai berikut.

a. Bila hanya salah satu diantara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 koloni, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.

b. Bila tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih besar dari dua kali jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dapat dipilih tingkat pengenceran terendah (misal pada pengenceran 10-2 diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 30 koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2 yaitu 60 koloni. Bila pada pengnceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni kurang dari dua kali jumlah koloni dibawahnya, maka diambil angka rata-rata dari jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Hasil dinyatakan sebagai Angka Kapang dan Khamir dalam tiap gram sampel (Misal pada pengenceran 10-2 diperoleh 6 koloni dan pengenceran 10-3 diperoleh 10 koloni, maka Angka Kapang / Khamir adalah:


(57)

c. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai angka kapang/khamir perkiraan.

d. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka angka kapang/khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikaliikan faktor pengenceeran terendah (MA PPOMN, 2006).

2. Identifikasi E. coli

E. coli adalah bakteri gram negatif dan berbentuk batang. Identifikasi bakteri dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop dengan uji sifat biokimia dan pengecatan gram. E. coli ditunjukkan dengan hasil positif pada pengecatan gram yaitu berwarna merah muda (gram negatif) (PPOMN, 2006) dan berbentuk batang serta pada uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC menunjukkan hasil seperti pada tabel I.

Tabel I. Uji fermentasi karbohidrat dan uji IMVIC pada identifikasi E. coli (Holt,et al., 2000).

No. Uji Hasil

1 Glukosa +

2 Laktosa +

3 Manitol +

4 Maltosa +

5 Sakarosa +

6 Indol +

7 Metil Merah + 8

Voges

Proskauer -


(58)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamu kunyit asam memiliki bahan dasar rimpang kunyit dan daging buah asam jawa. Jamu kunyit asam yang dijual berupa cairan jamu yang telah siap minum. Kunyit asam bermanfaat untuk mengatasi nyeri saat haid ketika wanita mengalami menstruasi, antibakteri, antioksidan, peluruh kentut. Asam jawa juga berkhasiat untuk pereda asma, batuk kering, rematik, nyeri haid, sariawan dan menurunkan berat badan (Kurniawati, 2010).

Jamu kunyit asam banyak dikonsumsi masyarakat di wilayah Ngawen, maka diperlukan adanya informasi mengenai kualitas dan kemanan agar konsumen terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh adanya kapang/khamir maupun kontaminan mikroba berbahaya seperti E.coli. Kualitas dan keamanan harus sesuai dengan BPOM No.12 Tahun 2014 tentang persyaratan obat tradisional bahwa persyaratan cairan obat dalam termasuk jamu memiliki Angka Kapang Khamir tidak lebih dari 103 koloni/ml, serta tidak terpapar mikroba patogen termasuk E.coli (BPOM RI, 2014).

Jamu adalah cairan obat yang tidak memerlukan ijin usaha industri sehingga tidak memerlukan ijin dalam pemasarannya, maka belum terdapat jaminan keamanan dari jamu tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kemanan dari jamu kunyit asam tersebut dengan dilakukan pengujian terhadap AKK dan cemaran mikroba patogen seperti E.coli.


(59)

A. Penentuan dan Pemilihan Tempat Pengambilan Sampel Peneliti memilih wilayah Ngawen karena sebagian besar masyrakatnya memiliki kebiasaan rutin dalam mengkonsumsi jamu kunyit asam untuk memelihara kesehatan. Hal ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 8 Maret 2015. Banyaknya masyarakat Ngawen yang mengkonsumsi jamu kunyit asam dapat dilihat dari lakunya jamu kunyit asam di wilayah ini setiap harinya, sehingga jamu kunyit asam harus memenuhi persyaratan yang berlaku untuk melindungi konsumen. Terdapat lima penjual jamu yang berkeliling di wilayah Ngawen dan tiga diantaranya produksi jamu kunyit asamnya paling banyak diminati oleh masyarakat Ngawen. Ketiga penjual jamu tersebut dapat menjual jamu rata-rata 12-15 botol jamu setiap hari dan dua dari ketiga penjual jamu di wilayah Ngawen memiliki konsumen tetap karena menerapkan sistem pesan antar untuk setiap hari.

B. Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel ini berdasarkan produk jamu kunyit asam tersebut paling laku di wilayah Ngawen. Ketiga penjual jamu kunyit asam tersebut rata-rata menjual delapan jenis jamu, namun salah satu jamu yang diminati adalah jamu kunyit asam. Sampel jamu yang diambil adalah sampel jamu dari tiga penjual jamu di wilayah Ngawen Klaten. Pemilihan sampel dari tiga penjual jamu yang ada di wilayah Ngawen dianggap mewakili jumlah sampel jamu kunyit asam karena terdapat 5 penjual jamu di wilayah Ngawen.

Pengambilan sampel jamu kunyit asam dari tiga penjual jamu dilakukan satu kali dengan masing-masing penjual sebanyak 3 botol sampel jamu sebagai


(60)

replikasi. Replikasi pada setiap sampel jamu dilakukan dengan tujuan memperkecil kesalahan hasil penelitian sehingga hasil penelitian lebih valid. Pengambilan sampel dilakukan pada hari senin pukul 07.00 pagi. Saat pengambilan, sampel jamu kunyit asam dimasukkan ke dalam botol kaca yang sudah disterilkan dan tertutup rapat. Hal ini bertujuan agar tidak ada kontaminasi bakteri ataupun jamur yang berasal dari wadah yang digunakan pada saat pengambilan sampel. Selanjutya sampel jamu tersebut dibawa ke laboratorium dengan menggunakan cool box untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi selama perjalanan.

C. Homogenisasi dan Pengenceran Sampel

Homogenisasi sampel merupakan tahap awal penyiapan sampel sebelum dilakukan pengujian selanjutnya, yaitu uji AKK dan identifikasi E. coli. Tujuan homogenisasi sampel adalah untuk membebaskan sel-sel bakteri atau jamur yang masih yang terlindungi oleh partikel dari sampel yang akan diperiksa serta digunakan untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri atau jamur yang kemungkinan pertumbuhannya terganggu karena berbagai kondisi yang kurang sesuai di dalam sampel (PPOMN, 2006).

Proses homogenisasi dilakukan secara aseptis dekat nyala api bunsen dengan mengencerkan 25 ml sampel menggunakan 225 ml larutan pengencer dan dihomogenkan dengan menggunakan alat stomacher sehingga diperoleh suspense dengan pengenceran 10-1. Kemudian dari pengenceran tersebut diambil 1 ml dan diencerkan dengan 9 ml larutan pengencer sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2 sampai pengenceran 10-4. Pengenceran suspensi sampel


(61)

dilakukan untuk mendapatkan koloni yang terpisah dan jumlah koloni yang sekurang kurangnya dalam satu cawan memenuhi range yang telah ditetapkan sehingga mempermudah perhitungan koloni. Jika tidak dilakukan pengenceran, maka koloni yang tumbuh akan semakin pekat sehingga akan mempersulit proses perhitungan jumlah koloni. Hal ini disebabkan jumlah mikrobia yang terdapat dalam sampel tersebut tidak diketahui sebelumnya. Prinsip dari pengenceran adalah diperolehnya individu fungi yang tumbuh secara terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi.

Larutan pengencer yang digunakan dalam uji AKK adalah PDF yang mengandung pepton. Pepton merupakan protein dengan komponen utama nitrogen yang sangat dibutuhkan bakteri untuk kelangsungan hidupnya. PDF berfungsi sebagai buffer untuk mempertahankan pH optimum untuk pertumbuhan bakteri dan jamur yaitu antara 6,5-7,5 (Atlas, 2000).

D. Uji Angka Kapang Khamir

Uji kapang/khamir yang dilakukan bertujuan untuk melihat dan menghitung jumlah koloni kapang/khamir dalam jamu kunyit asam dari penjual jamu di wilayah Ngawen. Jumlah koloni kapang/khamir yang besar menunjukkan kemunduran dari suatu mutu obat tradisional. Kapang/khamir dapat berkembang dengan baik apabila tempat tumbuhnya sesuai untuk pertumbuhan. Kapang khamir dapat tumbuh pada kondisi kelembaban tinggi dan lingkungan yang hangat.

Uji AKK ini menggunakan media PDA karena media tersebut sesuai untuk pertumbuhan kapang/khamir. Menurut Bridson (2006) penggunaan media


(62)

PDA berdasarkan kandungan nutrisi pada PDA yang meliputi ekstrak kentang, glukosa, dan agar yang merupakan nutrient baik untuk pertumbuhan kapang/khamir. PDA adalah media yang direkomendasikan untuk mendeteksi, menumbuhkan dan menghitung kapang/khamir pada produk makanan atau minuman. Kapang dan khamir dapat tumbuh pada rentang pH pertumbuhan bakteri (6,5-7,5), tetapi pertumbuhan optimumnya berada pada pH 5-6 (Radji, 2010).

Penambahan kloramfenikol berfungsi sebagai antibakteri sehingga diharapkan koloni yang tumbuh pada media PDA adalah kapang/khamir. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas sehingga banyak bakteri yang dapat dihambat pertumbuhannya. Cara kerja dari kloramfenikol adalah mengikat sub unit ribosom 50s dan menghambat pembentukan ikatan peptida bakteri dan sel prokariotik lainnya. Ribosom 50s berperan dalam proses translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein yang bermanfaat sebagai penyusun tubuh bakteri dan membantu sel dalam melakukan aktivitas. Jika sub unit ribosom 50s diikat, maka proses sintesis protein tidak akan berlangsung sehingga kelangsungan hidup bakteri akan terganggu. Ikatan peptida berperan untuk pembentukan dinding sel bakteri. Apabila ikatan peptida tidak terbentuk, maka pembentukan dinding sel akan terganggu dan sel akan lisis. Kloramfenikol tidak akan menghambat pertumbuhan kapang/khamir karena kapang/khamir adalah sel eukariotik yang tidak memiliki sub unit ribosom 50s (Fardiaz, 1992).

Prinsip pengujian AKK adalah untuk melihat adanya pertumbuhan kapang/khamir pada media yang sesuai setelah diinkubasi selama 5 hari pada suhu


(63)

25⁰C. Suhu ruangan 25⁰C karena merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir. Inkubasi dilakukan 5 hari karena koloni jamur tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bakteri, sehingga membutuhkan waktu beberapa hari sampai tumbuh koloni yang dapat dilihat pada permukaan agar (Cappuccino, 2008). Kapang/khamir memiliki struktur yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama untuk membentuk spora (Bryson, 2006). Inkubasi kapang/khamir dalam cawan petri dilakukan dengan posisi terbalik agar uap yang terkondensasi pada tutup cawan petri tidak menetes pada media yang dapat mengganggu perhitungan jumlah koloni. Penggunaan kontrol media PDA dilakukan dengan tujuan untuk melihat bahwa tidak ada pertumbuhan kapang dan khamir yang berasal dari media tersebut. Kontrol pelarut PDF digunakan untuk menjamin bahwa tidak ada kapang dan khamir yang tumbuh dari pelarut.

Penanaman koloni dilakukan dengan metode tabur (pour plate) pada uji AKK, metode ini digunakan karena khamir dapat hidup dalam keadaan aerob maupun anaerob. Selain itu, metode pour plate digunakan agar khamir yang bersifat aerob maupun anaerob dapat tumbuh dengan baik dan dihitung jumlah keseluruhan sel yang hidup (Tarigan, 2000).

Pengamatan angka kapang dan khamir dilakukan setelah inkubasi pada hari ke-5. Pengamatan dilakukan hingga hari ke-5 yang merupakan puncak pertumbuhan fungi. Setelah inkubasi hari ke-5, koloni yang tumbuh dihitung. Penghitungan koloni khamir yaitu berbentuk bulat, berwarna putih dan terpisah, sedangkan koloni kapang memiliki serabut seperti kapas tanpa membedakan warna koloni serta tunggal. Apabila terdapat koloni yang bertumpuk, maka


(64)

dianggap sebagai 1 koloni. Tumbuhnya koloni bukan berasal dari pelarut ataupun cara kerja saat pengujian karena kontrol media dan pelarut AKK tidak ditumbuhi kapang/khamir (Lampiran 5). Kemudian koloni yang tumbuh dihiitung dan dianalisis hasilnya sesuai dengan PPOMN 2006.

Tabel II. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Kunyit Asam Setelah 5 Hari Inkubasi

Keterangan: PG = Pengenceran R.1 = Replikasi 1 R.2 = Replikasi 2 R.3 = Replikasi 3

Nilai AKK dihitung berdasarkan perhitungan menurut PPOMN 2006 (Lampiran 2). Berdasarkan tabel II, maka AKK dari tiap sampel dapat ditentukan (tabel III).

Tabel III. Angka Kapang Khamir (AKK) Jamu Kunyit Asam dari ke-3 Sampel Jamu Kunyit Asam

Sampel AKK (koloni/ml)

A 2,9 x 102

B 2,3 x 101

C <10

PG Jumlah Koloni sampel A

Jumlah Koloni sampel B

Jumlah Koloni sampel C

R.1 R.2 R.3 R.1 R.2 R.3 R.1 R.2 R.3

10-1 60 19 7 3 1 3 0 0 0

10-2 8 2 3 1 0 0 0 0 0

10-3 1 0 0 0 0 0 0 0 0


(65)

Berdasarkan data yang diperoleh (tabel III) dari ketiga sampel jamu kunyit asam yang diuji, ketiga sampel jamu tersebut berada pada batas aman atau masuk dalam range aman untuk persyaratan obat tradisional yang ditetapkan oleh BPOM No.12 Tahun 2014 yaitu AKK yang diperbolehkan tidak melebihi 103. Terlebih untuk penjual jamu kunyit asam yang ketiga diperoleh hasil <10 koloni/ml yang artinya bahwa sampel jamu kunyit asam tersebut tidak tercemar kapang/khamir sama sekali setelah inkubasi 5 hari. Hasil tersebut dipengaruhi oleh cara pembuatan jamu kunyit asam, bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan jamu kunyit asam, serta cara penyimpanan jamu kunyit asam tersebut. Pencucian yang bersih setidaknya dapat mengeliminasi kapang dan khamir dari bahan baku jamu kunyit asam berupa rimpang-rimpangan. Pemanasan yang tinggi dapat menjadi faktor minimnya AKK yang tumbuh pada sampel jamu kunyit asam. Hal ini didukung oleh pernyataan menurut Hageskal, et.al. (2009) bahwa spora khamir dan kebanyakan kapang akan hancur pada suhu 65-70⁰C dalam waktu beberapa menit saja, namun terdapat spora beberapa kapang yang dapat hidup pada suhu 90⁰C dengan waktu 4-5 jam. Nilai AKK yang rendah yaitu ≤ 103 koloni/ml dapat menghindarkan dari beberapa penyakit yang merugikan karena jumlah kapang/khamir yang tinggi bersifat patogen. Salah satu khamir yang bersifat patogen adalah Candida albicans yang dapat menyebabkan infeksi mulut atau sariawan (Jawetz, 1996). Jamu kunyit asam setelah pembuatan langsung dimasukkan dalam wadah tertutup sehingga menimbulkan uap air yang menyebabkan kelembapan pada wadah meningkat. Kelembaban yang tinggi dapat


(1)

Keterangan: A1 = Sampel Jamu penjual A replikasi 1 A2 = Sampel Jamu penjual A replikasi 2 A3 = Sampel Jamu penjual A replikasi 3 B1 = Sampel Jamu penjual B replikasi 1 B2 = Sampel Jamu penjual B replikasi 2 B3 = Sampel Jamu penjual B replikasi 3 C1 = Sampel Jamu penjual C replikasi 1 C2 = Sampel Jamu penjual C replikasi 2 C3 = Sampel Jamu penjual C replikasi 3

K+ = Kontrol positif dari biakan murni E.coli ATCC 25922 P = Sampel uji jamu kunyit asam

= Timbul gelembung gas dan terjadi kekeruhan

C


(2)

Lampiran 15. Uji tahap isolasi sampel jamu kunyit asam inkubasi 24 jam

A


(3)

B


(4)

C


(5)

Keterangan: A1 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual A replikasi 1 pada media TBX

A2 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual A replikasi 2

pada media TBX

A3 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual A replikasi 3 pada media TBX

B1 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual B replikasi 1 pada media TBX

B2 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual B replikasi 2 pada media TBX

B3 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual B replikasi 3 pada media TBX

C1 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual C replikasi 1 pada media TBX

C2 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual C replikasi 2 pada media TBX

C3 = Hasil uji tahap isolasi sampel jamu penjual C replikasi 3 pada media TBX

K+ = Kontrol positif dari biakan murni E.coli ATCC 25922 P = Perlakuan sampel jamu kunyit asam


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Skripsi yang berjudul “Uji Angka Kapang Khamir

(AKK) dan Identifikasi E.coli dalam Jamu Kunyit

Asam dari Penjual Jamu di Wilayah Ngawen” ditulis

oleh Caritas Cindy Thearesti. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir di Klaten, pada tanggal 1 Agustus 1992. Pada Tahun 2000-2006 penulis menempuh pendidikan di SD Maria Assumpta Klaten. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten pada Tahun 2006-2009. Setelah lulus SMP, penulis bersekolah di SMAN 2 Klaten mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Selanjutnya mulai tahun 2012, penulis menempuh kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama menempuh perkuliahan di Universitas Sanata Dharma, penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan seperti “Donor Darah” sebagai koordinator dana dan usaha, panitia “Pelepasan Wisuda angkatan 2010” sebagai koordinator dana dan usaha. Penulis juga pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan misa Paskah di kampus mrican sebagai koordinator sie acara.