PENDAHULUAN FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun (Widoyono, 2008).

Seorang yang terkena DBD berkaitan dengan dua faktor pencetus, yaitu faktor internal yang terdiri dari ketahanan tubuh dan stamina pasien, dan faktor lain yaitu faktor eksternal berupa tingkat pengetahuan, pendapatan keluarga, pertumbuhan penduduk, kualitas pemukiman, transportasi, kepadatan vektor, urbanisasi, kondisi tempat penampungan air, kebiasaan menggantung pakaian, frekuensi pengurasan kontainer, keberadaan jentik pada kontainer, ketersediaan tutup kontainer, kemudahan memperoleh air bersih (Hadinegoro et al, 2001).


(2)

Keberhasilan di dalam pencegahan DBD bergantung pada bagaimana perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatannya. Salah satu cara dalam memberantas penyakit DBD adalah melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS telah diluncurkan sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, yang sekarang bernama Pusat Promosi Kesehatan. Sebagai daerah model atau laboratoriumnya adalah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang, Provinsi Jawa Barat. Program ini dijalankan dengan kesadaran bahwa dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat (Depkes RI, 2004).

Dalam era otonomi daerah, pemberdayaan dan kemandirian merupakan salah satu strategi dalam pembangunan kesehatan. Artinya bahwa setiap orang-orang dan masyarakat bersama-sama pemerintah berperan, berkewajiban, dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah ampuh untuk menangkal penyakit. Namun dalam praktiknya, penerapan PHBS yang kesannya sederhana tidak selalu mudah dilakukan. Terutama bagi mereka yang tidak terbiasa. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan, dan perilaku tentang PHBS bagi keluarga (Nadesul, 2008).

Program PHBS dibagi dalam lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan dan tatanan tempat-tempat umum. Masing-masing tatanan mempunyai indikator sendiri. Peran petugas kesehatan


(3)

merupakan salah satu sumber daya kesehatan yang ada di masyarakat perlu memberikan manifestasi agar program PHBS bisa berjalan (Mubarak, 2005).

Program PHBS yang telah dicanangkan oleh Pemerintah juga sejalan dengan tindakan atau langkah-langkah pencegahan dan mengatasi penyakit DBD. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara berbagai macam cara, seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau dengan memutus siklus hidup nyamuk (Nadesul, 2007). Cara-cara tersebut bagi masyarakat dikenal dengan tindakan 3 M yaitu: menguras dan menyikat bak mandi, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain), serta mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas seperti kaleng, ban, dan lain-lain (Depkes RI, 2005). Berdasarkan laporan kabupaten / kota untuk persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, Propinsi Jawa Tengah, angka capaian data tersebut adalah 52,03% (Dinkes Jateng, 2006). Tahun 2010 pemerintah telah menetapkan target pencapaian PHBS sebesar 65% (Depkes, 2009).

Data penderita DBD tingkat nasional pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat 154.855 orang menderita penyakit DBD, dengan pasien yang meninggal sebanyak 1.384, CFR sebesar 0,89 dan IR sebesar 66.48. Di Jawa Tengah dengan jumlah kasus pada tahun 2007 sebanyak 20,391 orang dengan CFR 1,60% dan IR 61,98% dengan jumlah kematian 327 orang, tahun 2008 sebanyak 19,235 dengan CFR 1,19% dan IR 58,45% (Dinkes Jateng, 2008). Pada tahun 2009 berjumlah 17,881 kasus yang tersebar di semua Kabupaten/Kota dengan Incident Rate sebesar 54.81 per 100.000 penduduk


(4)

dan 248 orang meninggal (CFR 1.39 %). Angka kematian tertinggi terjadi di Kabupaten Demak (12,31%) dan Banjarnegara (11,11%). (Dinkes Jateng, 2009).

Sementara itu kasus kejadian DBD di Kabupaten Sragen, berdasarkan data profil kesehatan tahun 2008 adalah sebanyak 658 per 10.000 penduduk, mengalami kenaikan dibanding tahun 2007 yaitu 312 per 10.000 penduduk. Tahun 2008 kasus DBD meninggal 8 Orang, IR : 7,74 / 10000 CFR : 1,21 %. Pada tahun 2009, kasus DBD berjumlah 615, meninggal 2 orang, dimana korban meninggal berasal dari Puskesmas Sidoharjo yaitu anak berumur 14 tahun pada bulan Januari 2009. Data terakhir pada tahun 2009 bulan Desember dari Puskesmas Sidoharjo, terdapat 1 kasus DBD yang meninggal dunia yaitu seorang anak berusia 7 tahun, besarnya IR : 10,7 / 10000 CFR : 3,70%, sementara untuk ambang batas IR nasional sebesar IR :2/10000, CFR: 1%). Dengan demikian kasus DBD di Puskesmas Sidoharjo masih tinggi mengingat besarnya IR dan CFR di Puskesmas masih melebihi ambang batas nasional (Dinkes Sragen, 2009).

Kasus kejadian DBD yang tinggi di suatu daerah salah satunya disebabkan oleh pengetahuan dalam pencegahan terhadap DBD yang kurang. Berdasarkan hasil penelitian Arifah (2008) mengenai hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit demam berdarah di Desa Kliwonan Masaran Sragen. Jumlah sampel penelitian adalah 60 orang. Sebanyak 37 responden (65%) memiliki tingkat pendidikan SMA, sementara 12 responden (20%) berpendidikan rendah yaitu


(5)

SD dan SMP, sementara 11 responden (15%) berpendikan Perguruan tinggi. Pengkategorian perilaku tersebut setelah responden menjawab kuesioner sebanyak 20 pertanyaan yang dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu nilai 0-12 masuk kategori rendah, nilai 13-15 masuk dalam kategori sedang, dan nilai 16-20 masuk kategori tinggi. Hasil penelitian menujukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, yaitu sebanyak 45 responden (75%) sementara 15 responden (25%) memiliki pengetahuan tinggi. sehingga disimpulkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit demam berdarah. Demikian pula dengan hasil penelitian Eka (2009), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. Sampel penelitian terebut berjumlah 75 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 40 respoden memiliki pengetahuan yang baik (53,3%) sementara 35 responden dengan pengetahuan kurang (47,3%). Tingkat kejadian DBD menunjukkan 21 responden (28%) tidak terdapat kejadian DBD, dan 54 responden (72%) mengalami kejadian DBD. Artinya terdapat hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009.

Berkaitan dengan adanya kasus meninggal yang disebabkan oleh DBD, ditinjau dari kondisi persentase rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo tahun 2008, dari 17.233 rumah yang diperiksa oleh petugas kesehatan, sebanyak 12.495 rumah dinyatakan sehat (72,51%). Kondisi ini


(6)

juga memiliki arti bahwa masih terdapat 27,49% rumah di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo yang masih dinyatakan belum sehat (Puskesmas Sidoharjo, 2010). Adanya rumah yang belum sehat tersebut dapat dikaitkan dengan perilaku hidup sehat bagi para penghuninya. Nilai Angka Bebas Jentik Di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, tercatat bahwa jumlah rumah yang diperiksa sebanyak 9.381 rumah (81%) dari 11.582 rumah. Rumah yang dinyatakan bebas jentik sebanyak 8.280 (88,26%), sehingga masih terdapat 1101 rumah (11,74) % yang belum bebas jentik. (Profil Dinkes Kabupaten Sragen, 2008). Berdasarkan data dari Depkes RI tahun 2010 bahwa Angka Bebas Jentik (ABJ) secara nasional masih sebesar 80%, yang berarti masih rendah dari yang diharapkan sebesar 95%, sehingga di Indonesia masih tinggi kejadian DBD.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam PHBS dengan kejadian DBD tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah hubungan antara tindakan menguras bak mandi dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

2. Adakah hubungan antara kebiasaan menyikat bak mandi dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?


(7)

3. Adakah hubungan antara tindakan menutup penampungan air rumah tangga dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

4. Adakah hubungan antara mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

5. Adakah hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk bakar dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?

6. Adakah hubungan antara kebiasaan memakai penolak nyamuk oles (repellent) dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara frekuensi menguras bak mandi dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

2. Mengetahui hubungan antara kebiasaan menyikat bak mandi dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.

3. Mengetahui hubungan antara kebiasaan menutup penampungan air rumah tangga dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

4. Mengetahui hubungan antara kebiasaan mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen

5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.

6. Mengetahui hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk oles (repellent) dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.


(8)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).

2. Bagi Praktisi Epidemiologi

Sebagai bahan informasi untuk membuat kebijakan dalam program pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL).

3. Bagi Masyarakat

Sebagai dasar pengetahuan dan dapat berperilaku hidup sehat bersih dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

4. Bagi Peneliti

Memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor perilaku yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD yang meliputi tindakan menguras bak mandi, kebiasaan menyikat bak mandi, kebiasaan menutup penampungan air rumah tangga, kebiasaan mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas, kebiasaan menggunakan obat nyamuk


(9)

dan kebiasaan menggunakan repellent dengan kejadian DBD Puskesmas Sidoharjo Sragen.


(1)

dan 248 orang meninggal (CFR 1.39 %). Angka kematian tertinggi terjadi di Kabupaten Demak (12,31%) dan Banjarnegara (11,11%). (Dinkes Jateng, 2009).

Sementara itu kasus kejadian DBD di Kabupaten Sragen, berdasarkan data profil kesehatan tahun 2008 adalah sebanyak 658 per 10.000 penduduk, mengalami kenaikan dibanding tahun 2007 yaitu 312 per 10.000 penduduk. Tahun 2008 kasus DBD meninggal 8 Orang, IR : 7,74 / 10000 CFR : 1,21 %. Pada tahun 2009, kasus DBD berjumlah 615, meninggal 2 orang, dimana korban meninggal berasal dari Puskesmas Sidoharjo yaitu anak berumur 14 tahun pada bulan Januari 2009. Data terakhir pada tahun 2009 bulan Desember dari Puskesmas Sidoharjo, terdapat 1 kasus DBD yang meninggal dunia yaitu seorang anak berusia 7 tahun, besarnya IR : 10,7 / 10000 CFR : 3,70%, sementara untuk ambang batas IR nasional sebesar IR :2/10000, CFR: 1%). Dengan demikian kasus DBD di Puskesmas Sidoharjo masih tinggi mengingat besarnya IR dan CFR di Puskesmas masih melebihi ambang batas nasional (Dinkes Sragen, 2009).

Kasus kejadian DBD yang tinggi di suatu daerah salah satunya disebabkan oleh pengetahuan dalam pencegahan terhadap DBD yang kurang. Berdasarkan hasil penelitian Arifah (2008) mengenai hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit demam berdarah di Desa Kliwonan Masaran Sragen. Jumlah sampel penelitian adalah 60 orang. Sebanyak 37 responden (65%) memiliki tingkat pendidikan SMA, sementara 12 responden (20%) berpendidikan rendah yaitu


(2)

SD dan SMP, sementara 11 responden (15%) berpendikan Perguruan tinggi. Pengkategorian perilaku tersebut setelah responden menjawab kuesioner sebanyak 20 pertanyaan yang dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu nilai 0-12 masuk kategori rendah, nilai 13-15 masuk dalam kategori sedang, dan nilai 16-20 masuk kategori tinggi. Hasil penelitian menujukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, yaitu sebanyak 45 responden (75%) sementara 15 responden (25%) memiliki pengetahuan tinggi. sehingga disimpulkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit demam berdarah. Demikian pula dengan hasil penelitian Eka (2009), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. Sampel penelitian terebut berjumlah 75 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 40 respoden memiliki pengetahuan yang baik (53,3%) sementara 35 responden dengan pengetahuan kurang (47,3%). Tingkat kejadian DBD menunjukkan 21 responden (28%) tidak terdapat kejadian DBD, dan 54 responden (72%) mengalami kejadian DBD. Artinya terdapat hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009.

Berkaitan dengan adanya kasus meninggal yang disebabkan oleh DBD, ditinjau dari kondisi persentase rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo tahun 2008, dari 17.233 rumah yang diperiksa oleh petugas kesehatan, sebanyak 12.495 rumah dinyatakan sehat (72,51%). Kondisi ini


(3)

juga memiliki arti bahwa masih terdapat 27,49% rumah di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo yang masih dinyatakan belum sehat (Puskesmas Sidoharjo, 2010). Adanya rumah yang belum sehat tersebut dapat dikaitkan dengan perilaku hidup sehat bagi para penghuninya. Nilai Angka Bebas Jentik Di wilayah kerja Puskesmas Sidoharjo, tercatat bahwa jumlah rumah yang diperiksa sebanyak 9.381 rumah (81%) dari 11.582 rumah. Rumah yang dinyatakan bebas jentik sebanyak 8.280 (88,26%), sehingga masih terdapat 1101 rumah (11,74) % yang belum bebas jentik. (Profil Dinkes Kabupaten Sragen, 2008). Berdasarkan data dari Depkes RI tahun 2010 bahwa Angka Bebas Jentik (ABJ) secara nasional masih sebesar 80%, yang berarti masih rendah dari yang diharapkan sebesar 95%, sehingga di Indonesia masih tinggi kejadian DBD.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai faktor perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam PHBS dengan kejadian DBD tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah hubungan antara tindakan menguras bak mandi dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

2. Adakah hubungan antara kebiasaan menyikat bak mandi dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?


(4)

3. Adakah hubungan antara tindakan menutup penampungan air rumah tangga dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

4. Adakah hubungan antara mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen?

5. Adakah hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk bakar dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?

6. Adakah hubungan antara kebiasaan memakai penolak nyamuk oles (repellent) dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara frekuensi menguras bak mandi dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

2. Mengetahui hubungan antara kebiasaan menyikat bak mandi dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.

3. Mengetahui hubungan antara kebiasaan menutup penampungan air rumah tangga dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen.

4. Mengetahui hubungan antara kebiasaan mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dengan kejadian DBD di Puskesmas Sidoharjo Sragen

5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.

6. Mengetahui hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk oles (repellent) dengan kejadian DBD di puskesmas Sidoharjo Sragen.


(5)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).

2. Bagi Praktisi Epidemiologi

Sebagai bahan informasi untuk membuat kebijakan dalam program pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL).

3. Bagi Masyarakat

Sebagai dasar pengetahuan dan dapat berperilaku hidup sehat bersih dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

4. Bagi Peneliti

Memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor perilaku yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD yang meliputi tindakan menguras bak mandi, kebiasaan menyikat bak mandi, kebiasaan menutup penampungan air rumah tangga, kebiasaan mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas, kebiasaan menggunakan obat nyamuk


(6)

dan kebiasaan menggunakan repellent dengan kejadian DBD Puskesmas Sidoharjo Sragen.


Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulan Demam Berdarah Dengue Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014

2 46 134

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

1 59 132

Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009

0 28 88

FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA BALUNG LOR KECAMATAN BALUNG KABUPATEN JEMBER

11 93 15

SKRIPSI FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN.

0 3 17

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I.

0 0 7

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 2 5

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

1 1 13

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KAB. JENEPONTO ipi165800

0 0 6