Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulan Demam Berdarah Dengue Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014

(1)

NAGORI RAMBUNG MERAH KABUPATEN

SIMALUNGUN TAHUN 2014

Oleh :

DEARMAN ANDRI MAGISTARIO PURBA

NIM. 091000081

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM

PENANGGULAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI

NAGORI RAMBUNG MERAH KABUPATEN

SIMALUNGUN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

DEARMAN ANDRI MAGISTARIO PURBA

NIM. 091000081

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang dapat menyerang manusia, siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes agepty. Terjadinya kasus DBD di berbagai tempat tidak terlepas dari perilaku masyarakat. Oleh karena itu perilaku masyarakat dalam penanggulangan DBD menjadi isu yang penting dan urgen untuk diteliti.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis gambaran perilaku masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan responden penelitian adalah SMA/SMK dan pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta/ pedagang. Pengetahuan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada kategori baik. Sikap responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten berada pada kategori cukup baik. Tindakan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun mayoritas berada pada kategori cukup baik. Sarana dan Prasarana dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada kategori kurang. Peran Tenaga kesehatan dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang berkategori cukup baik. Peran Tokoh masyarakat penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang berkategori kurang. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlu semakin ditingkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD dengan melakukan komunikasi, informasi dan edukasi secara rutin kepada masyarakat, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana, peran petugas, serta tokoh masyarakat agar lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Kata kunci : Perilaku Masyarakat, Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue.


(5)

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease that can infect humans , anyone , anytime and anywhere . Dengue disease transmitted through the bite of aedes agepty. The occurrence of dengue cases in various places can not be separated from people's behavior . Therefore, the behavior of the community in the prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) become an important and urgent issue to be investigated .

This study is a descriptive survey research and aims to identify and analyze the picture of the behavior of the community in the prevention of Dengue Hemorrhagic Fever in Nagori Red Rambung Simalungun 2014 .

The results showed that the majority of survey respondents were in high school and most work as an entrepreneur. The knowledge of the respondent to prevent of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were good. The attitude of the respondents to prevent DBD were quite well. The action of the respondents in quite well. Infrastructures to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were less category. The role of health workers to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were quite good. The role of community leaders to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were less.The suggestions in this research were need to be improved knowledge, attitudes and actions of the community to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) by more communication, information and education to the community on regular, improve the quality and quantity of infrastructure, the role of health workers, and the community leaders in the future.

Key Words : The behavior of the community, DengueHemorrhagic Fever (DHF) and Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).


(6)

BIODATA

Nama : Dearman Andri Magistario Purba

Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 7 April 1992

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Kompleks Setia Budi Vista Blok B No. 7 Jl. Lizadri Putra, Selayang Medan Tuntungan

Nama Orangtua : Dr. Ir. Sukarman Purba, Drs, MPd

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1997-2003 : SD Budi Murni-2 Medan Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 19 Bandung

Tahun 2006-2009 : SMA Immanuel Medan


(7)

Puji dan syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa atas berkat dan

hidayahNya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014”, dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatran ini sudah sepatutnya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Tukiman, MKM, selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai dosen penguji saya yang telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi saya.

3. Drs. Alam Bakti Keloko, MKes, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan, dukungan dalam penyusunan skripsi ini dan menjadi sumber inspirasi dan motivasi penulis.

4. Drs. Eddy Syahrial, MSi, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak mengajari, memberikan perhatian, bimbingan, dukungan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

inspirasi saya.

6. Seluruh dosen dan pegawai terutama di Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM USU yang telah banyak memberi masukan dan berkat ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun yaitu dr. Jan Maurisdo Purba beserta jajarannya yang telah memberikan ijin dan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

8. Kepala Nagori Rambung Merah , Martua Simarmata, AMd beserta jajarannya yang telah member ijin dan data penelitian yang dibutuhkan.

9. Responden penelitian yaitu masyarakat Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang telah bersedia menjadi sampel penelitian dan mengisi angket dan menjawab pertanyaan penelitian ini.

10. Kedua orangtua yang sangat kusayangi Dr. Ir. Sukarman Purba, Drs, MPd dan ibunda Prof. Dr. Erika Revida Saragih, MS yang telah melahirkan, mendidik dan membimbing dengan sabar sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Buat abangda Deardo Chandra Vaskanus Purba, ST, MT dan adikku Dearni Anggita Krismayani Purba yang telah terus menerus mendukung dan mengingatkan saya hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

12. Buat semua temanku Dapot, Fredy, Lucky, Hotman dan semua teman-teman yang tidak dapat saya sebut satu persatu.


(9)

Kiranya Tuhan Yang Mahaesa lah yang dapat membalas budi baik, berkat dan melimpahkan berkat dan anugrahNya kepada kita semua. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi nusa dan bangsa khususnya bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Pebruari 2015 Penulis,

Dearman Andri Magistario Purba NIM. 091000081


(10)

HALAMAN PERSETUJUAN

ABSTRAK………... i

ABSTRACT……… ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……… iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI ... . vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Perilaku ... 7

2.1.1. Pengertian Perilaku ... 7

2.1.2. Determinan Perilaku .. ... 7

2.1.3. Perilaku Kesehatan………... 11

2.2. Demam Berdarah Dengue ... 20

2.2.1. Pengertian DBD ... 20

2.2.2. Vektor Penular ... 21

2.3. Penularan Virus Dengue ... 23

2.3.1. Mekanisme Penularan ... 23

2.3.2. Diagnosis DBD ... 25

2.4. Upaya Penanggulangan DBD ... 26

2.5. Upaya Pemberantasan Vektor DBD ... 29

2.6. Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokasi ... 33

3.2.2. Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34


(11)

3.4.2. Data Sekunder ... 35

3.5. Defenisi Operanional ... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 36

3.7. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 38

3.7.1. Metode Pengolahan Data ... 38

3.7.2. Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

4.1. Lokasi Penelitian ... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 40

4.3. Analisa Univariat ... 42

4.3.1. Distribusi Pengetahuan Masyarakat ... 42

4.3.2. Distribusi Sikap Masyarakat ... 45

4.3.3. Distribusi Tindakan ... 50

4.3.4. Distribusi Sarana dan Prasarana ... 53

4.3.5. Distribusi Peran Petugas Kesehatan ... 57

4.3.6. Distribusi Peran Tokoh Masyarakat ... 62

BAB V PEMBAHASAN ... 68

5.1. Gambaran Pengetahuan Masyarkat ... 68

5.2. Gambaran Sikap Masyarakat ... 71

5.3. Gambaran Tindakan Masyarakat ... 74

5.4. Gambaran Sarana dan Prasarana ... 75

5.5. Gambaran Peran Petugas Kesehatan ... 77

5.6. Gambaran Peran Tokoh Masyarakat ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ………. 86


(12)

Halaman

Tabel 4.1.Distribusi Karakteristik Pendidikan dan Pekerjaan Responden Di

Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014…..…... 41 Tabel 4.2.Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan dan Pemahaman dalam

Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... .. 42 Tabel 4.3.Distribusi Kategori Pengetahuan Responden tentang Pemahaman dalam

Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... … 44 Tabel 4.4.Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap Responden Terhadap

Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... … 45 Tabel 4.5.Distribusi Kategori Sikap Masyarakat Terhadap Pencegahan DBD di

Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... … 50 Tabel 4.6.Distribusi Jawaban Responden tentang Tindakan Masyarakat terhadap

Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... ...51 Tabel 4.7.Distribusi Kategori Tindakan Masyarakat terhadap Penanggulangan DBD

di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 ... ...52 Tabel 4.8.Distribusi Jawaban Responden tentang Sarana Prasarana terhadap

Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun

Tahun 2014……….. 53

Tabel 4.9. Distribusi Kategori Sarana dan Prasarana Terhadap Penanggulangan DBD

di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014……… 57

Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden tentang Peran Petugas Kesehatan Terhadap Penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten

Simalungun Tahun 2014………58

Tabel 4.11.Distribusi Kategori Peran Petugas Kesehatan Terhadap Pencegahan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014…62


(13)

Tabel 4.13. Distribusi Kategori Peran Tokoh Masyarakat Terhadap Pencegahan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun


(14)

(15)

Lampiran 1. Sebaran Data Pengelitian Lampiran 2. Distribusi Tingkat Kategori Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(16)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang dapat menyerang manusia, siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes agepty. Terjadinya kasus DBD di berbagai tempat tidak terlepas dari perilaku masyarakat. Oleh karena itu perilaku masyarakat dalam penanggulangan DBD menjadi isu yang penting dan urgen untuk diteliti.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis gambaran perilaku masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan responden penelitian adalah SMA/SMK dan pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta/ pedagang. Pengetahuan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada kategori baik. Sikap responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten berada pada kategori cukup baik. Tindakan responden dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun mayoritas berada pada kategori cukup baik. Sarana dan Prasarana dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun berada pada kategori kurang. Peran Tenaga kesehatan dalam penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang berkategori cukup baik. Peran Tokoh masyarakat penanggulangan DBD di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun yang berkategori kurang. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlu semakin ditingkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD dengan melakukan komunikasi, informasi dan edukasi secara rutin kepada masyarakat, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana, peran petugas, serta tokoh masyarakat agar lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Kata kunci : Perilaku Masyarakat, Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue.


(17)

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a contagious disease that can infect humans , anyone , anytime and anywhere . Dengue disease transmitted through the bite of aedes agepty. The occurrence of dengue cases in various places can not be separated from people's behavior . Therefore, the behavior of the community in the prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) become an important and urgent issue to be investigated .

This study is a descriptive survey research and aims to identify and analyze the picture of the behavior of the community in the prevention of Dengue Hemorrhagic Fever in Nagori Red Rambung Simalungun 2014 .

The results showed that the majority of survey respondents were in high school and most work as an entrepreneur. The knowledge of the respondent to prevent of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were good. The attitude of the respondents to prevent DBD were quite well. The action of the respondents in quite well. Infrastructures to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were less category. The role of health workers to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were quite good. The role of community leaders to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) were less.The suggestions in this research were need to be improved knowledge, attitudes and actions of the community to prevent Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) by more communication, information and education to the community on regular, improve the quality and quantity of infrastructure, the role of health workers, and the community leaders in the future.

Key Words : The behavior of the community, DengueHemorrhagic Fever (DHF) and Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).


(18)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-undang Nomor 36 tahun 2009).

Salah satu program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program tersebut dilaksanakan untuk mencegah berjangkitnya penyakit, atau mengurangi angka kematian dan kesakitan, dan sedapat mungkin menghilangkan akibat buruk dari penyakit menular tersebut.

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemoragic Fever (DHF)

adalah salah satu jenis penyakit menular akut yang dapat menyerang manusia dengan manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat

menyebabkan kematian, penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi virus dengue. Faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap vektor di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi.


(19)

Besaran masalah penyakit DBD di setiap wilayah dari waktu ke waktu sangat bervariasi seiring dengan semakin padatnya penduduk suatu daerah dan arus transportasi yang lancar. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus termasuk golongan B Arthropod Borne Virus dan

terdapat di seluruh pelosok Indonesia kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut (Sumunar, 2007).

Penyakit DBD di Asia pertama sekali ditemukan di Manila (Filipina) pada tahun 1953, dan pada tahun 1958 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue di Bangkok (Thailand), selanjutnya penyakit ini menyebar ke berbagai negara di dunia (Soedarmo, 1995).

Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama sekali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Jogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, pada tahun 1973 di Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Kemudian pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat (Suroso T, dkk, 1999).

Penyakit DBD sudah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus yang masih cukup tinggi. Pada tahun 2002 sebanyak 40.377 kasus dengan Insidens Rate (IR) 19,24 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR

1,3%) , pada tahun 2003 sebanyak 51.439 kasus dengan IR 23,87 per 100.000 penduduk dan CFR 1,5%.


(20)

Pada tahun 2004 penyakit DBD dilaporkan di 30 provinsi pada 309 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 70.926 kasus dengan IR 37,11 per 100.000 penduduk dan CFR 1,12% (794 kematian). Provinsi-provinsi yang dinyatakan KLB DBD di Indonesia adalah sebanyak 12 provinsi yaitu NAD, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Jogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Kasus dan angka kesakitan tertinggi dilaporkan di provinsi DKI Jakarta sebesar 19.569 kasus dengan IR 173,97 per 100.000 penduduk dan 85 kematian (CFR 0,43%). Jawa Barat dengan 17.797 kasus dan 191 kematian (CFR 1,07%), Kalimantan Timur dengan IR 72,94 per 100.000 penduduk, Bali dengan IR 57,81 per 100.000 penduduk, dan Jogyakarta dengan IR 57,04 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi terjadi di provinsi Kalimantan Barat (CFR 6,67%), disusul NAD (CFR 4,37%), dan Sulawesi Utara (CFR 3,88%), dan pada tahun 2005 jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 95.279 kasus dengan IR 43,42 per 100.000 penduduk dan CFR 1,36%. Hingga pertengahan tahun 2013 jumlah penderita DBD di Indonesia tercatat 48.905 orang, 376 di antaranya meninggal dunia (Muhadir dalam Majalah Tempo, 26 Juli 2013).

Di propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 ada sebanyak 4535 orang dan 56 orang yang meninggal. Pada tahun 2012 tercatat ada sebanyak 6032 orang penderita DBD dan yang meninggal 85 orang, sedangkan pada tahun 2013 terdapat 3589 orang dan yang meninggal sebanyak 30 orang (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2013).

Kabupaten Simalungun adalah salah satu daerah kabupaten yang ada di propinsi Sumatera Utara yang mempunyai kasus DBD yang cukup tinggi. Di kabupaten Simalungun tercatat jumlah penderita penyakit DBD tahun 2011 ada


(21)

sebanyak 582 kasus dan 2 orang yang meninggal, tahun 2012 sebanyak 697 orang dan 18 orang yang meninggal dunia. Pada tahun 2013 ada sebanyak 433 kasus dan yang meninggal ada 2 (dua) orang (Profil Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2013). Di Nagori Rambung Merah Simalungun sendiri berdasarkan data yang diperoleh langsung dari Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, pada tahun 2011 ada sebanyak 30 kasus dan 2 orang yang meninggal. Tahun 2012 ada sebanyak 45 kasus dan 5 orang yang meninggal dan tahun 2013 ada terdapat 15 kasus dan tidak ada yang meninggal dan hingga bulan Juli 2014 tercatat ada 15 orang yang sudah menderita penyakit DBD dan belum ada yang meninggal dunia. Walaupun jumlah penderita DBD tampaknya mengalami penurunan, hal ini tidak boleh dianggap pencegahan penyakit DBD sudah selesai, karena nyamuk Aedes Aegypti dapat seketika muncul

secara tiba-tiba dan perilaku masyarakat dalam penangulangan DBD tidak dikontrol dengan baik.

Sesungguhnya telah banyak program dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan DBD antara lain melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk, 3M (Mengubur, Menguras dan Menutup tempat penampungan air, fogging, penyuluhan kebersihan lingkungan, menggunakan lotion dan kelambu dan sebagainya. Namun dalam prakteknya jumlah penderita DBD masih saja menunjukkan angka yang relatif tinggi dari tahun ke tahun. Hal inilah yang

mendasari perlunya dilakukan penelitian tentang “Gambaran Perilaku Masyarakat

Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Tahun 2014”.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas maka rumusan masalah penelititian ini adalah

“Bagaimana gambaran perilaku masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014?”.

1. 3. Tujuan Penelitian. 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

3. Untuk mengetahui gambaran tindakan masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

4. Untuk mengetahui gambaran sarana prasarana dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.


(23)

5. Untuk mengetahui gambaran peran tenaga kesehatan dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

6. Untuk mengetahui gambaran peran tokoh masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014.

1. 4. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat daripada penelitian ini diharapkan sebagai berikut :

a. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun untuk

mengambil kebijakan penatalaksanaan dan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).

b. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah untuk mengaktifkan kembali Tim

Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun.

c. Untuk meningkatkan motivasi masyarakat tentang penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun.


(24)

2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

. Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku manusia adalah pengetahuan, sikap, tindakan/kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Selanjutnya, Skinner (dalam Notoatmodjo, 2003), merumuskan perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Teori ini disebut Stimulus Organisme Respons (SOR).

Perilaku manusia terbentuk berdasarkan interaksinya dengan lingkungan-nya. Sesungguhnya ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri manusia yaitu pengetahuan, persepsi, emosi, kecerdasan, dan lain-lain yang mengolah rangsangan/stimulus dari luar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia antara lain linkungan manusia baik fisik maupun nonfisik seperti cuaca, manusia lainnya, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

2.1.2. Determinan Perilaku

Secara umum, walaupun lingkungan mempengaruhi perilaku manusia namun respons yang ditimbulkan belum tentu sama untuk setiap manusia. Kekuatan pengaruh lingkungan luar sangat tergantung pada karakteristik dan kekuatan faktor lain dari dalam diri setiap manusia. Faktor yang membedakan respons terhadap


(25)

rangsangan/stimulus yang berbeda-beda ini disebut dengan istilah determinan perilaku. (Notoatmodjo, 2007).

Secara umum determinan perilaku manusia dibedakan ke dalam dua determinan yaitu determinan internal dan eksternal. Determinan internal adalah karakteristik yang sudah dimilikinya sejak lahir (bawaan) dengan istilah sudah

“given” seperti misalnya jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional dan

sebagainya. Determinan eksternal adalah lingkungan fisik dan nonfisik yang berada di luar diri manusia yaitu sosial, ekonomi, budaya, politik dan iklim/cuaca. Determinan eksternal merupakan faktor yang cukup signifikan dalam mempengaruhi perilaku manusia.

Bloom yang dikutip oleh Notoatmojo (2003) membagi perilaku manusia ke dalam tiga tingkatan yaitu : Pengetahuan (knowledge), Sikap (attitude) dan Tindakan

(practice). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap obyek tertentu melalui indera yang dimilikinya. Sikap

(attitude) adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi, sedangkan Tindakan (practice)

merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki manusia.

Perilaku manusia pertama sekali terbentuk melalui pengetahuan kognitif melalui proses membaca ataupun melihat dan mendengar sehingga menimbulkan pengetahuan baru baginya yang selanjutnya menimbulkan respons batin yaitu membentuk sikap baru terhadap respons tersebut. Sikap baru ini akan membentuk tindakan yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap respons tersebut apakah


(26)

menerima, menolak atau diam. Ada dua jenis teori determinan perilaku yang ditawarkan para ahli yaitu dikenal dengan Teori Lawrence Green, dan Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock.

1. Teori Lawrence Green.

Menurut Lawrence Green dan M. Kreuter (2005), faktor-faktor penentu perubahan perilaku manusia adalah :

a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor) adalah faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi timbulnya perubahan perilaku manusia antara lain pengetahuan manusia, sikap, kepercayaan, tindakan, norma dan tradisi yang ada dalam kehidupan manusia.

b. Faktor Pendukung (Enabling factor) yaitu faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan manusia yaitu faktor tersedianya sarana dan prasarana kesehatan serta kemudahan untuk memperolehnya.

c. Faktor Penguat (Reinforcing factor) adalah faktor yang memperkuat terjadinya

suatu tindakan dalam bentuk perilaku yang mendorong perubahan perilaku manusia seperti perilaku petugas kesehatan, kepala desa/lurah/nagori, tokoh masyarakat dan adanya peraturan perundang-undangan yang mengikat perubahan perilaku manusia.

2. Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock.

Menurut teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock, manusia akan melakukan suatu tindakan apabila ia merasa akan terjadi suatu hal yang akan mengancam dirinya jika tidak melakukan suatu tindakan tertentu (Sarwono, 2004). Dengan perkataan


(27)

lain, perubahan perilaku manusia akan terjadi jika dia mengetahui dampak yang serius apabila tidak melakukan suatu tindakan.

Ada lima unsur utama dalam Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock yaitu : a. Persepsi manusia tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived

susceptibility). Manusia yang merasa akan dapat terkena penyakit tertentu

akan lebih cepat merasa terancam.

b. Pandangan manusia tentang beratnya penyakit tersebut (perceived

seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari

penyakit itu.

c. Pandangan manusia terhadap besarnya ancaman suatu penyakit yang dapat menyerangnya (perceived threats). Ancaman ini mendorong manusia untuk

melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit.

d. Pandangan manusia tentang besarnya manfaat dan besarnya hambatan dari suatu alternaltif yang diajukan oleh petugas kesehatan (perceived benefits and

barriers). Unsur ini diambil manusia untuk mengurangi rasa terancam

terhadap suatu penyakit.

e. Faktor pencetus (cues to action) yang dapat timbul dari dalam individu

(munculnya gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terkena oleh penyakit yang sama).

Kwick (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk


(28)

mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dengan demikian, yang dimaksud dengan perilaku masyarakat dalam hal ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap sesuatu hal.

2.1.3. Perilaku Kesehatan

Masyarakat yang sehat adalah produk dari perilaku sehat. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan masyarakat secara lebih terperinci meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun secara aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik modern maupun tradisional. 3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) meliputi pengetahuan,

persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan sehubungan dengan kebutuhan tubuh.


(29)

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior).

Menurut Blum (dalam Nasrul, 1998) bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor utama yaitu genetik (ketutunan), pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan lingkungan (fisik,biologis, sosial budaya),.

a. Faktor Genetik

Faktor genetik paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan perorangan atau masyarakat dibandingkan dengan faktor yang lain. Pengaruhnya pada status kesehatan perorangan terjadi secara evolutif dan paling sukar dideteksi. Untuk itu perlu dilakukan konseling genetik. Untuk kepentingan kesehatan masyarakat atau keluarga, faktor genetik perlu mendapat perhatian dibidang pencegahan penyakit. Misalnya seorang anak yang lahir dari orangtua penderita diabetas melitus (DM) akan mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari orang tua bukan penderita DM. Untuk upaya pencegahan, anak yang lahir dari penderita DM harus diberi tahu dan selalu mewaspadai faktor genetik yang diwariskan orangtuanya. Oleh karenanya, ia harus mengatur dietnya, olah raga yang teratur dan upaya pencegahan lainnya sehingga tidak ada peluang faktor genetiknya berkembang menjadi faktor resiko terkena penyakit pada dirinya. Dengan perkataan lain, semakin besar penduduk yang memiliki resiko penyakit bawaan akan semakin sulit upaya meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya konseling perkawinan yang baik untuk menghindari penyakit bawaan orang tuanya dan dapat dicegah muncul pada dirinya. Teknologi dan kemampuan tenaga ahli dan petugas kesehatan harus diarahkan untuk lebih meningkatkan upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.


(30)

b. Faktor Pelayanan Kesehatan

Ketersediaan pelayanan kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang diimbangi dengan kelengkapan sarana/prasarana, dan dana yang signifikan akan menjamin kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik akan mampu mencegah dan mengurangi ataupun mengatasi masalah kesehatan yang berkembang di suatu wilayah atau kelompok masyarakat. Misalnya, jadwal imunisasi yang teratur dan penyediaan vaksin yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan, serta informasi tentang pelayanan imunisasi yang memadai kepada masyarakat akan meningkatkan cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi akan menekan angka kesakitan akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit-rumah sakit baru di setiap Kabupaten/Kota.

c. Faktor Perilaku Masyarakat

Faktor Perilaku Masyarakat di negara berkembang paling besar pengaruhnya terhadap munculnya gangguan kesehatan atau masalah kesehatan di masyarakat. Tersedianya jasa pelayanan kesehatan (health service) tanpa disertai perubahan


(31)

tetap potensial berkembang di masyarakat. Misalnya, Penyediaan fasilitas dan imunisasi tidak akan banyak manfaatnya apabila ibu-ibu tidak datang ke pos-pos imunisasi. Perilaku ibu-ibu yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang sudah tersedia adalah akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya. Pengetahuan ibu-ibu akan meningkat karena adanya penyuluhan kesehatan tentang imunisasi yang di berikan oleh petugas kesehatan. Perilaku masyarakat atau kelompok masyarakat yang kurang sehat juga akan berpengaruh pada faktor lingkungan yang memudahkan timbulnya suatu penyakit. Perilaku masyarakat yang sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup masyarakat. Kebiasaan pola makan yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus (DM) dan lain-lain. Perilaku/kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan diri dari penyakit saluran cerna seperti diare dan sebagainya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan yang mendukung gaya hidup bersih juga berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam kehidupan sehari hari di sekitar kita dapat dirasakan, daerah yang kumuh dan tidak dirawat dengan baik pada umumnya banyak masyarakatnya yang mengidap penyakit seperti : gatal-gatal, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi saluran pencernaan. Penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak


(32)

bersih, banyaknya tempat penampungan air yang tidak pernah dibersihkan dan tidak ditutup akan memyebabkan perkembangan nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan

penyebab penyakit demam berdarah meningkat. Hal ini menyebabkan masyarakat di sekitar memiliki resiko tinggi untuk tergigit nyamuk Aedes Aegypti dan tertular

penyakit demam berdarah.

Begitu pentingnya faktor perilaku manusia dan lingkungan, sehingga dapat dikatakan merupakan faktor yang paling dominan dalam penanggulangan penyakit DBD. Oleh karena itu perilaku sehat masyarakat merupakan hal yang uugen dan utama yang harus diperhatikan dalam kesehatan masyarakat dengan tepat sasaran.

Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003), perilaku dapat dibagi ke dalam tiga domain (ranah atau kawasan), meskipun ketiga domain (ranah atau kawasan) tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian domain (ranah atau kawasan) ini dilakukan hanya untuk kepentingan dan tujuan pendidikan. Ketiga domain (ranah atau kawasan) tersebut adalah domain kognitif, afektif dan psikomotor.

Dalam perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan oleh para ahli pendidikan melakukan pengukuran hasil pendidikan pada ketiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang diukur dari :

a) Pengetahuan (knowledge)

b) Sikap atau tanggapan (attitude)


(33)

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia yang diperoleh melalui penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif manusia merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.


(34)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional yang afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya), di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang objek tersebut) serta aspek konotatif (kecenderungan bertindak). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosial (Sarwono, 1997).

Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan


(35)

seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan respons terhadap suatu objek.

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor


(36)

fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain misalnya dari

suami atau istri, orangtua atau mertua dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yakni:

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respons terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue yang sering disingkat dengan akronim DBD adalah salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan serangga nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini ditemukan di negara-negara terletak diantara

garis lintang 450 Lintang Utara dan garis 350 Lintang Selatan, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.


(37)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD

ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam

(purpura). Kadang-kadang mimisan, feses berdarah, muntah darah, kesadaran

menurun atau renjatan atau syok (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue termasuk kelompok B Arthropod Borne

Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family

Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis streotipe, yaitu ; 1, 2, 3, DEN-4. Infeksi salah satu streotipe akan menimbulkan antibody terhadap sterotype yang

bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap streotype lain sangat

kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap sterotipe lain tersebut. Keempat sterotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Sterotype DEN-3 merupakan sterotype yang dominan dan

diasumsikan banyak yang menunjukkan gejala klinis (Depkes, RI, 2004).

Suatu studi tentang padatnya jumlah populasi nyamuk di Indonesia menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dan signifikan antara musim kemarau dan musim penghujan, artinya kapan saja populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat

berkembang dan menyerang mangsanya. Ada juga ada peneliti lain yang menyatakan bahwa kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti meningkat pada musim penghujan


(38)

2.2.2. Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus

dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti

merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam berdarah disebut nyamuk

Aedes aegypti itu, awal mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke

seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur di belahan dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat

penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh peosok tanah air, baik di kota

maupun di desa, kecuali di wilayah yang ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Suroso 2004).

Menurut Depkes RI (2004), ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

1. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih

pada seluruh tubuhnya.

2. Hidup di dalam dan sekiyar rumah, juga di tempat umum 3. Mampu terbang sampai 100 meter.

4. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari yaitu pukul 09.00-10.00 dan sore hari yaitu pukul 16.00-1700. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.


(39)

5. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya

dapat hidup hidup 2-3 bulan.

Adapun siklus nyamuk Aedes aegypti adalah telur → jentik → kepompong

(pupa) → nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9

-10 hari. Tempat hinggap yang paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat berkembang biaknya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab.

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes

aegypti,selain nyamuk Aedes aegypti , penyakit demam berdarah juga dapat

ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan

penyakit DBD, jika di banding nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Aedes

albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak, sehingga lebih

jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti yang

berada di dalam dan sekitar rumah (Suroso dan Umar, 2004)

Menurut Anonim (dalam Suroso dan Umar, 2004), genangan yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti berupa genagan air yang tertampung di

suatu wadah yang biasa disebut container atau tempat penampungan air (TPA),

antara lain:

1. TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya.

2. Tempat perindukan tambahan atau non-TPA, seperti tempat minum hewan, barang bekas, vas bunga, perangkap semut dan lain-lainnya.


(40)

3. TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya.

2.3. Penularan Virus Dengue 2.3.1. Mekanisme Penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.

Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui

nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne

diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan

berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti danmAedes albopictus yang infeksius.

Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk


(41)

sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap

virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang

dapat menularkan virus dengue.

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah

binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 06.00 hingga sore hari jam 18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini

disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

2.3.2. Diagnosis DBD

Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan,

hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi (Hadinegoro, 2004). Infeksi oleh virus dengue

dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik. Gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun uji

tourniquet (Soegianto, 2004).

Menurut WHO dalam Tumbelaka (2004), pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis DBD secara dini, di samping menentukan derajat beratnya penyakit adalah:


(42)

a. Secara Klinis, antara lain : 1. Demam mendadak tinggi

2. Perdarahan (termasuk uji bendung/tourniquet (+) seperti petekie apistaksis,

hematemesis, dan lain-lain 3. Hepatomegali

4. Syok : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan menggigil.

b. Laboratoris :

1. Trombositopenia (< 100.000/μl)

2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari normal)

c. Berat penyakit :

1. Derajat I : demam uji bendung (+)

2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan

3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg (hipotensi), menggigil

4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur

Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratories dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja dari penyakit DBD.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita adalah:

1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. 2. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, tak nafsu makan


(43)

3. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati,

pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan(flushing)

pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fofobia otot-otot

sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal (Effendi, 1995).

2.4. Upaya Penanggulangan DBD

Mengingat obat dan vaksin penanggulangan penyakit DBD hingga saat ini belum ditemukan, maka upaya untuk penanggulangan penyakit DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) di samping kewaspadaan

dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kematian (Suroso dan Umar, 2004). Penyakit DBD perlu diberantas karena penyakit ini menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang dalam waktu singkat. Penyakit DBD semakin menyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk. Semua desa/kelurahan mempunyai risiko untuk terjangkitnya penyakit DBD karena nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas di seluruh pelosok

tanah air (Suroso dan Umar, 1994).

Menurut Notoatmodjo (2003), partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yakni man power

(manusia), money (uang), material ( benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan


(44)

Partisipasi masyarakat (perorangan, keluarga dan masyarakat) dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya masing-masing. Kegiatan ini dimaksud untuk meyakinkan masyarakat bahwa program ini perlu dilaksanakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di lingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat menaikkan rasa percaya diri masyarakat dalam ikut melaksanakan pembangunan kesehatan. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan kesehatan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata bagi seluruh warganya (Depkes RI, 2000).

Adapun cara-cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti menurut Depkes

RI (2008) adalah: 1. Penyemprotan

Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan menyemprotkan racun serangga,

termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan penyemprotan saja tidak cukup, karena dengan penyemprotan itu yang mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk baru yang menetas dari tempat perkembangbiakannya.

2. PSN DBD (Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue) PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu:

1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.


(45)

3) Menguburkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik bekas, dan lain-lain

Selain itu ditambah dengan cara lain (yang dikenal dengan istilah 3M plus) seperti: a. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali. b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

c. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lainnya misalnya dengan tanah.

d. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampungan air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk termpat-tempat yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.

e. Abatisasi

f. Ikanisasi, pelihara ikan pemakan jentik g. Pasang kawat kasa di rumah.

h. Pencahayaan dan ventilasi yang memadai.

i. Jangan membiasakan menggantung pakaian di dalam rumah. j. Tidur menggunakan kelambu.

k. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok, oles, semprot/spray) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.

3. Larvasiding

Larvasiding adalah tindakan menaburkan bubuk abate atau altosid ke dalam


(46)

Menurut Suroso dan Umar (2004), kegiatan pokok penanggulangan penyakit DBD antara lain:

1. Penemuan dan pelaporan penderita 2. Penanggulangan fokus

3. Pemberantasan vektor intensif, meliputi: 1) Fogging focus. 2) Abatisasi. 3)

Penyuluhan dan pergerakan masyarakat dalam PSN DBD (Gerakan 3M). 4) Penyuluhan kepada masyarakat. 5) Pemantauan jentik berkala (PJB).

2.5. Upaya Pemberantasan Vektor DBD.

Pemberantasan DBD jangka panjang dilaksanakan melalui pendidikan/ penyuluhan kepada masyarakat. Dalam hal ini pendidikan kepada anak anak melalui sekolah serta kepada orangtua, agar pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sebagai bagian dari kebersihan lingkungan dapat dilakukan di rumah dan di lingkungan masing-masing.

Menurut Departemen Kesehatan (2006), hal-hal yang dapat dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat dalam pencegahan DBD adalah :

1. Memberikan informasi dan penyuluhan kepada warga tentang DBD seperti memberikan penyuluhan DBD kepada keluarga, penyuluhan di posyandu, di arisan, PKK, kelompok agama, memberikan informasi kepada teman dan tetangganya, menyampaikan pesan-pesan bahaya penularan DBD melalui poster, spanduk, dan selebaran.

2. Mengajak masyarakat untuk kerja bakti secara berkala, seperti membersihkan lingkungan dan menimbun barang-barang bekas kedalam satu lobang atau


(47)

mengumpulkannya ke tempat pembuangan sampah umum, menabur bubuk abate, membersihkan genangan air.

3. Kunjungan rumah secara berkala memberikan penyuluhan dan pemeriksaan jentik Salah satu cara untuk mencegah dan menaggulangi penyakit DBD adalah dengan gerakan PSN-DBD yang dilakukan masyarakat dan pemerintah secara berkesinambungan. Melalui gerakan ini semua masyarakat diharapkan untuk :

a. Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas jika ada anggota kelurga yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD.

b. Melaporkan kepada Kepala Desa/Kelurahan jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit DBD.

c. Membantu kelancaran penaggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Untuk memberantas penularan DBD secara tuntas yang paling penting adalah usaha-usaha masyarakat sendiri dalam memelihara kebersihan lingkungan rumah, tempat kerja dan tempat-tempat umum agar bebas dari nyamuk penular demam berdarah.

Cara yang paling tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3M (Sutrisna, 2003).

Ahmad (2004) mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah menguras tempat-tempat


(48)

penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali dan menutup rapat-rapat atau menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.

2.7. Kerangka Konsep

Perilaku masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD). Perilaku masyarakat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan msyarakat. Kurangnya pengetahuan, sikap serta tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD dan berperilaku hidup sehat serta memperhatikan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi isu yang menarik untuk diteliti hingga saat ini. Namun, masih kurangnya sosialisasi pemerintah dan petugas kesehatan yang ajek dan kontinyu tentang mewujudkan perilaku hidup sehat merupakan salah satu sebab masih menjamurnya penderira DBD hingga saat ini. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang diajukan, maka kerangka konsep Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 diajukan sebagai berikut :

Perilaku Masyarakat :

 Pengetahuan

 Sikap

 Tindakan

Penanggulangan DBD

Sumber Informasi : - Petugas Kesehatan - Tokoh Masyarakat - Sarana Prasarana


(49)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survai bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kecamatan Siantar Simalungun Tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini sebagai berikut :

a. Belum pernah dilakukan penelitian yang serupa di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun

b. Termasuk daerah yang penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)nya relatif cukup tinggi

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember-Desember 2014 yang dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data dan analisis dan interpretasi data penelitian dan penyusunan laporan.


(50)

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) yang ada di Nagori Rambung Merah Kecamatan Siantar Simalungun pada tahun 2014 yaitu sebanyak 661 KK.

3.3.2, Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebahagian dari jumlah populasi. Adapun Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan teknik sampling acak sederhana (Simple Random Sampling), dengan besar sampel yang di hitung dengan rumus

Lemeshow (Sugiono, 2000) sebagai berikut :

Keterangan

= Ukuran sampel

= Besar sampel populasi sasaran

= Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi =

= Statistik Z (misalnya Z= 1,96 untuk = 0,05)

d = Delta, presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di kedua sisi proporsi (misalnya 10%)


(51)

n = 83.9. Dalam penelitian akan diambil jumlah ssmpel sebanyak 84 kepala keluarga (KK).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada Kepala Keluarga (KK) yang telah menjadi sampel penelitian yaitu 84 KK di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun tahun 2014. Selain itu juga dilakukan pengamatan (observasi) langsung terhadap sampel penelitian.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi baik diperoleh dari buku-buku maupun dari data dan dokumen yang ada di Nagori Rambung Merah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun hingga tahun 2014.

3.5. Definisi Operasional

a. Pengetahuan Masyarakat adalah pemahaman responden dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi penyebab, cara penularan, gejala-gejala dan cara pencegahannya.

b. Sikap adalah pernyataan responden dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi penyebab, cara penularan, gejala-gejala dan cara pencegahannya


(52)

c. Tindakan adalah segala sesuatu cara dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

d. Sarana Prasarana adalah tempat atau fasilitas yang mendukung dalam penanggulangan DBD

e. Petugas Kesehatan adalah Tenaga kesehatan yang bekerja dan menangani masalah-masalah kesehatan.

f. Tokoh Masyarakat adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh yang besar di komunitas atau masyarakat.

3.6. Metode Pengukuran a. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan cara memberi skor/nilai pada 10 pertanyaan dengan skor untuk jawaban yang benar 1, dan salah 0. Variabel pengetahuan memiliki skor tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Berdasarkan skor kemudian variabel pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh

 Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh

 Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

b. Sikap

Sikap masyarakat dalam penanggulangan DBD yakni dengan memberikan 10, dengan sistem skor : 4 untuk jawaban yang sangat setuju, 3 untuk jawaban setuju, 2 kurang setuju, dan 1 untuk tidak setuju. Variabel sikap memiliki skor


(53)

tertinggi 40 dan nilai terendah 10. Berdasarkan skor kemudian variabel sikap dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh

 Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh

 Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh

c. Tindakan

Tindakan diukur dengan cara memberi skor/nilai pada 10 pertanyaan dengan skor untuk jawaban ya 1, dan tidak 0 untuk pertanyaan yang positif, dan jawaban ya 0, dan tidak 1 untuk peratnayaan yang negatif. Variabel tindakan memiliki skor tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tindakan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh

 Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh

 Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skor yang diperoleh

d. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana diukur dengan cara memberi angket dengan 10 pertanyaan, dengan skor untuk jawaban ya 1, dan tidak 0 untuk pertanyaan yang positif, dan jawaban ya 0, dan tidak 1 untuk peratnayaan yang negatif. . Variabel sarana dan prasarana memiliki skor tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Berdasarkan skor kemudian sarana dan prasarana dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Lengkap bila jawaban responden > 75 % dari total skor yang diperoleh


(54)

 Kurang bila jawaban responden < 45% dari total skori yang diperoleh

e. Petugas Kesehatan

Petugas Kesehatan diukur dengan cara memberi angket dengan 10 pertanyaan, skor untuk jawaban ya 1, dan tidak 0 untuk pertanyaan yang positif, dan jawaban ya 0, dan tidak 1 untuk peratnayaan yang negatif. Variabel sarana dan prasarana memiliki skor tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Berdasarkan skor kemudian sarana dan prasarana dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Lengkap bila jawaban responden > 75 % dari total skor yang diperoleh

 Cukup bila jawaban responden 45 - 75% dari total skor yang diperoleh

 Kurang bila jawaban responden < 45% dari total skor yang diperoleh

f. Tokoh Masyarakat

Peran Tokoh Masyarakat diukur dengan cara memberi angket dengan 10 pertanyaan, , skor untuk jawaban ya 1, dan tidak 0 untuk pertanyaan yang positif, dan jawaban ya 0, dan tidak 1 untuk pertanyaan yang negatif. Variabel sarana dan prasarana memiliki skor tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Berdasarkan skor kemudian sarana dan prasarana dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Lengkap bila jawaban responden > 75 % dari total skor yang diperoleh

 Cukup bila jawaban responden 45 - 75% dari total skor yang diperoleh


(55)

3.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Data (Editing) yaitu data yang sudah terkumpul dalam isian

kuesioner diperiksa apakah jawaban semua pertanyaan sudah terisi, tulisannya cukup jelas, relevan dengan pertanyaan dan konsisten dengan jawabannya. b. Pengkodean Data (Coding) yaitu untuk mempermudah pada saat analisis data

dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian kuesioner.

c. Pemasukan Data (Entry). Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan

data ke dalam komputer untuk diolah dan dianalisis melalui program SPSS for

windows.

d. Pengecekan Data (Cleaning) yaitu pengecekan data yang sudah dientry,

apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7.2. Analisis Data

Analisis data untuk setiap variabel penelitian delakukan dengan mendeskripsikan setiap variabel penelitian untuk memperoleh gambaran perilaku masyarakat dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Nagori Rambung Merah Kecamatan Siantar Simalungun Tahun 2014. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.


(56)

4.1. Lokasi Penelitian.

Nagori Rambung Merah merupakan salah satu nagori (desa) yang berada di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Penyebutan nagori untuk desa yang ada di Kabupaten Simalungun adalah berdasarkan keanekaragaman budaya setempat sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.

Perbatasan wilayah Nagori Rambung Merah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Karang Bangun b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sumber Jaya c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Siantar Martoba d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Siopat Suhu

4.2. Karakteristik Responden Penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan gambaran yang beraneka ragam. Dalam hgal ini diuraikan gambaran karakteristik responden penelitian berdasarkan pendidikan dan pekerjaan di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun tahun 2014 yang diuraikan pada tabel sebagai berikut :


(57)

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Pendidikan dan Pekerjaan Responden di Nagori Rambung Merah Kabupaten SimalungunTahun 2014

No Karakteristik f %

Pendidikan

1 SD 16 19.04

2 SMP 21 25.00

3 4

SMA /SMK Akademi/ PT

35 12

41.67 14.29

Total 84 100.00

Pekerjaan

1 2

Petani/Buruh Tani PNS/TNI/POLRI

20 20

23.81 23.81

2 Wiraswasta/pedagang 38 45.24

3 Tidak Bekerja 6 7.14

Total 84 100.00

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, tampak bahwa pendidikan responden penelitian pada umumnya adalah berpendidikan SMA/SMK yaitu, sebanyak 35 orang (41,67%), berpendidikan SMP sebanyak 21 orang (25%), berpendidikan SD sebanyak 16 orang (19,04%), dan pendidikan responden paling sedikit adalah berpendidikan Akademi/PT sebanyak 12 orang (14,29%).

Pekerjaan dari responden yang paling banyak adalah wiraswasta/pedagang, yaitu sebanyak 38 orang (45,24%), PNS/TNI/Polri sebanyak 20 orang (23,81%), Petani/Buruh Tani sebanyak 20 orang (23,81%), dan paling sedikit responden tidak bekerja yaitu sebanyak 6 orang (7,14%).


(58)

4.3. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian

4.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Pemahaman Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten SimalungunTahun 2014

Gambaran tentang Pengetahuan dan pemahaman responden dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten SimalungunTahun 2014 terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan dan Pemahaman dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014

No Pengetahuan f %

1 Apakah anda pernah mendengar penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)? a. Ya. b. Tidak. 77 7 91.67 8.33

Jumlah 84 100.00

2 Apakah anda tahu tanda/gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)? a. Ya. b. Tidak. 55 29 65.48 34.52

Jumlah 84 100.00

3 Apakah anda pernah mendengar istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) penular penyakit demam berdarah dengue (DBD)?

a. Ya. b. Tidak. 56 28 66.67 33.33

Jumlah 84 100.00

4 Apakah anda pernah mendengar 3M? a. Ya. b. Tidak. 48 36 57.14 42.86

Jumlah 84 100.00

5 Apakah anda pernah mendengar istilah Foging (diasapi)? a. Ya. b. Tidak. 47 37 55.90 44.10

Jumlah 84 100.00

6 Apakah nyamuk penyebab penyakit DBD berkembangbiak di air jernih yang menggenang? a. Ya. b. Tidak. 52 32 61.90 38.10

Jumlah 84 100.00

7 Apakah mengubur, menutup dan menguras TPA(3M) sangat efektif dalam penanggulangan DBD? a. Ya. b. Tidak. 48 36 57.14 42.86


(1)

1. Variabel Pengatahuan

Instrumen tes Pengetahuan terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) diberikan sebanyak 10 item pertanyaan sehingga skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh  Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh  Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat pengetahuan dari responden dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Pengetahuan Masyarakat Pemahaman dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

No Skor Kategori f %

1 8 - 10 Baik 33 39.28

2 5 - 7 Cukup 34 40.48

3 0 - 4 Kurang 17 20.24

Total 84 100,00

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 33 orang (39,28%) pengetahuan responden tentang Pemahaman dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) berada pada kategori baik, sebanyak 34 orang (40.48%) responden memiliki pengetahuan tentang Pemahaman dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) berada pada kategori cukup, dan sebanyak 17 orang (20.24%) pengetahuan responden tentang Pemahaman dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) berada pada kategori kurang.


(2)

Instrumen angket Sikap masyarakat terhadap penyakit DBD diberikan sebanyak 10 item pertanyaan, dengan 4 alternatif jawaban, yaitu 4 untuk jawaban yang Sangat Setuju, 3 untuk jawaban Setuju, 2 untuk Kurang Setuju dan 1 untuk Tidak Setuju. Variabel sikap memiliki skor tertinggi 40 dan nilai terendah 10. Berdasarkan skor kemudian variabel sikap dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh  Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh  Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat pengetahuan dari responden terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Sikap Masyarakat Pemahaman dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

No Skor Kategori f %

1 30 - 40 Baik 33 39.28

2 19 - 29 Cukup 38 42.25

3 10 - 18 Kurang 13 15.47

Total 84 100,00

Berdasarkan di atas dilihat bahwa sikap responden Terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada kategori baik, sebanyak 33 orang (39,28%), pada kategori cukup sebanyak 38 orang (42,25%) dan sikap responden yang berkategori kurang, sebanyak 13 orang (15,47%).

3. Variabel Tindakan Masyarakat.

Instrumen Tindakan Masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) diberikan sebanyak 10 item pertanyaan sehingga skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh 


(3)

 Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh. Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat tindakan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Tindakan Masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

No Skor Kategori f %

1 8 - 10 Baik 22 26.19

2 5 - 7 Cukup 42 50.00

3 1 - 4 Kurang 20 23.81

Total 84 100,00

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tindakan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada kategori baik, yaitu sebanyak 22 orang (26,19%), tindakan responden berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 42 orang 50%), dan tindakan responden berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 20 orang (23.81%).

4. Variabel Sarana dan Prasarana

Instrumen Sarana dan Prasarana dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) diberikan sebanyak 10 item pertanyaan sehingga skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh  Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh  Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat Sarana dan Prasarana dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Sarana dan Prasarana dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)


(4)

No Skor Kategori f %

1 8 - 10 Baik 12 14.29

2 5 - 7 Cukup 37 44.05

3 2 - 4 Kurang 35 41.66

Total 84 100,00

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap

sarana dan prasarana berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 12 orang (14,29%),

jawaban responden terhadap sarana dan prasarana pada kategori cukup, yaitu

sebanyak 37 orang (44,05%), dan jawaban responden terhadap sarana dan prasarana

pada kategori kurang, yaitu sebanyak 35 orang (41,66%),

5. Variabel Petugas Kesehatan

Instrumen untuk Petugas Kesehatan dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) diberikan sebanyak 10 item pertanyaan sehingga skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh  Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh  Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat Peeran Petugas Kesehatan dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Peran Petugas Kesehatan dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

No Skor Kategori f %

1 8 - 10 Baik 28 33.33

2 5 - 7 Cukup 27 32.14

3 0 - 4 Kurang 29 34.53


(5)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap

peran petugas kesehatan berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 28 orang

(33,33%), jawaban responden terhadap peran petugas kesehatan yang berada pada

kategori cukup, yaitu sebanyak 27 orang (32,14%), dan jawaban responden terhadap

peran petugas kesehatan yang berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 29 orang

(34,53%).

6. Variabel Tokoh Masyarakat

Instrumen untuk Tokoh Masyarakat dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) diberikan sebanyak 10 item pertanyaan sehingga skor tertinggi = 10 dan skor terendah = 0. Berdasarkan skor kemudian variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu :

 Baik bila jawaban responden benar > 75 % dari total skor yang diperoleh  Cukup bila jawaban responden benar 45 - 75% dari total skor yang diperoleh  Kurang bila jawaban responden benar < 45% dari total skori yang diperoleh.

Berdasarkan rumus tersebut maka tingkat Peran Tokoh Masyarakat dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel. Tingkat Kategori Peran Tokoh Masyarakat dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)

No Skor Kategori f %

1 8 - 10 Baik 18 21.43

2 5 - 7 Cukup 31 36.90

3 1 - 4 Kurang 35 41,67


(6)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap

peran tokoh masyarakat pada kategori baik, yaitu sebanyak 18 orang (21,43%),

jawaban responden terhadap peran tokoh masyarakat pada kategori cukup, yaitu

sebanyak 31 orang (36,90%%), dan jawaban responden terhadap peran tokoh