MEMBENTUK KARAKTER BERTANGGUNG JAWAB WARGA NEGARA MELALUI PENDIDIKAN POLITIK : Studi Kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang.

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister pada Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh

Juri

NIM: 1303205

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

(Studi kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang)

Oleh

JURI

S.Pd. STKIP Persada Khatulistiwa Sintang, 2013

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

© JURI 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Jawa Barat Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

ABSTRAK

Juri (1303205), Membentuk Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara melalui Pendidikan Politik (Studi Kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara. Alasan dilaksanakannya penelitian ini, bertolak dari keprihatinan mengenai suhu politik di Kabupaten Sintang, berkaitan dengan aktivitas politik politisi partai yang cenderung jauh dari nilai-nilai moral serta tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Pendidikan politik yang dilaksanakan masih terbatas pada kalangan partai semata.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data adalah Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sintang periode 2010-2015, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan politik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kesadaran politik secara maksimal, dibutuhkan pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik secara formal dan nonformal. Bentuk pendidikan politik yang dilakukan PDI Perjuangan berupa seminar, pelatihan kepemimpinan, diklat, rapat partai serta diskusi politik. PDI Perjuangan dapat pula berperan layaknya PKn misalnya, sumber inspirasi akademik, sarana pendidikan, sarana perubahan perilaku, dan sarana habituasi untuk membangun partisipasi maupun kebiasaan politik warga negara yang demokratis. Dalam melaksanakan pendidikan politik, partai ini lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat sesuai dengan asas, tujuan partai, dan demokrasi. Dengan adanya muatan tersebut, diharapkan PDI Perjuangan dapat berjalan beriringan dengan PKn untuk berperanserta mencapai tujuan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Pola pendidikan politik yang dilaksanakan seharusnya dapat memformulasikan dan mengadopsi muatan PKn kedalam muatan kurikulum yang di dalamnya dapat memuat pendekatan, materi, metode, strategi, penyampaian materi dan evaluasi.

Kesimpulan umum menerangkan bahwa PDI Perjuangan belum bisa melaksanakan pendidikan politik secara maksimal dikarenakan berbagai kendala yang dihadapi. Namun, PDI Perjuangan diharapkan dapat melaksanakan pendidikan politik secara formal dan nonformal, kepada kader, pengurus, simpatisan dan masyarakat luas. Selain itu, PDI Perjuangan diharapkan bisa menjadikan PKn sebagai muatan kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan politik.

Kata kunci: Karakter Bertanggung Jawab, Pendidikan Politik, Partai Politik, dan PKn.


(5)

ABSTRACT

JURI, NIM: 1303205. Shaping Character Responsible Citizen through Political Education (Case Study on Political Parties PDI Perjuangan Sintang district).

This study aims to investigate the implementation of political education conducted PDI Perjuangan in shaping the character of responsible citizens. Reason implementation of this study, is based on the concern about the political climate in Sintang District, related to political activity politician inclined away from moral values and responsibilities towards the community. Political education conducted still limited to the party alone.

This study used a qualitative approach with case study method. Data collection techniques are observation, interviews, and documentation. The data source is the Chairman, Vice Chairman, Secretary, and Treasurer of the PDI Perjuangan Sintang District 2010-2015 period, and documents relating to the implementation of political education.

These results indicate that in order to achieve maximum political consciousness, political education by implementing needed political parties formal and nonformal. Form of political education conducted PDI Perjuangan form of seminars, leadership training, training, meetings and discussions of political parties. PDI Perjuangan may also play a role like Civics for example, the source of academic inspiration, education, behavior change means, and means habituation to build participation and political habits of democratic citizens. In carrying out political education, the party put forward the deliberation in accordance with the principles, objectives party, and democracy. With the charge is expected PDI Perjuangan can go hand in hand with Civics to participate to achieve the goal of a society that is fair and prosperous. Political education pattern should be implemented to formulate and adopt a charge into the Civics curriculum in which to load the approach, materials, methods, strategies, delivery of content and evaluation.

The general conclusion explains that PDI Perjuangan can not carry out political education to the maximum due to various constraints faced. However, PDI Perjuangan is expected to carry out political education in formal and informal, to cadres, officials, investigators and the public at large. In addition, PDI Perjuangan is expected to make a civics curriculum in the implementation of political education.

Keywords: Character Responsibile, Political Education, Political Parties, and Civics.


(6)

DAFATAR ISI

Halaman Judul ... * Lembar Hak Cipta ... * Lembar Pengesahan ... * Lembar Persetujuan dan Pengesahan ... *

Surat Pernyataan ... i

Lembar Persembahan ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Kata Pengantar... vi

Abstrak ... viii

Abstract ... ix

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Identifikasi & Perumusan Masalah Penelitian ... 11

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 11

1.2.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Tujuan Umum ... 12

1.3.2 Tujuan Khusus ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1 Manfaat dari Segi Teoritis ... 13

1.4.2 Manfaat dari Segi Kebijakan ... 14

1.4.3 Manfaat dari Segi Isu serta Aksi Sosial ... 14

1.4.4 Manfaat dari Segi Praktis ... 14

1.5 Struktur Organisasi Penulisan Tesis ... 15

1.6 Definisi Operasional ... 16

1.6.1 Karakter Bertanggung Jawab ... 16

1.6.2 Warga Negara ... 17


(7)

1.6.4 Partai Politik ... 17

1.6.5 Pendidikan Kewarganegaraan ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

2.1 Karakter ... 19

2.1.1 Makna Karakter ... 19

2.1.2 Konsep Karakter ... 20

2.1.3 Karakter Bertanggung Jawab ... 22

2.1.4 Pembinaan Karakter Bertanggung Jawab ... 23

2.2 Warga Negara ... 26

2.2.1 Makna Warga Negara ... 26

2.2.2 Konsep Warga Negara ... 31

2.2.3 Warga Negara yang Baik dan Bertanggung Jawab... 32

2.3 Pendidikan Politik ... 35

2.3.1 Makna Pendidikan Politik ... 35

2.3.2 Konsep Pendidikan Politik bagi Warga Negara ... 38

2.3.3 Urgensi atau Pentingnya Pendidikan Politik ... 40

2.3.4 Tujuan & Manfaat Pendidikan Politik ... 42

2.3.5 Alur Pendidikan Politik ... 45

2.3.6 Materi Pendidikan Politik ... 46

2.4 Partai Politik ... 47

2.4.1 Makna Partai Politik ... 47

2.4.2 Keberadaan Partai Politik di Masyarakat ... 49

2.4.2.1Keberadaan PDI Perjuangan ... 50

2.4.3 Tujuan dan Fungsi Partai Politik ... 52

2.4.4 Keanggotaan Partai Politik ... 55

2.4.5 Aktivitas Partai Politik ... 57

2.4.6 Pembinaan Kader Partai Politik ... 58

2.5 Pembinaan Karakter Bertanggung dalam Pelajaran PKn ... 61

2.6 Pendidikan Politik dalam Pelajaran PKn ... 64

2.7 Paradigma Penelitian ... 68


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 74

3.1 Pendekatan Penelitian ... 74

3.2 Metode Penelitian ... 77

3.3 Disain Penelitian ... 81

3.3.1 Wawancara ... 81

3.3.2 Observasi ... 84

3.3.3 Studi Dokumentasi ... 87

3.3.4 Studi Literatur ... 88

3.4 Teknik Analisa Data ... 89

3.4.1 Reduksi Data ... 90

3.4.2 Penyajian Data ... 91

3.4.3 Kesimpulan ... 92

3.5 Validitas Data ... 93

3.5.1 Memperpanjang Masa Observasi ... 94

3.5.2 Pengamatan yang Terus Menerus ... 95

3.5.3 Triangulasi ... 95

3.5.4 Menggunakan Bahan Referensi ... 96

3.5.5 Mengadakan Member Check ... 96

3.6 Subyek dan Lokasi Penelitian ... 97

3.6.1 Subyek Penelitian ... 97

3.6.2 Lokasi Penelitian ... 98

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 99

4.1 Kondisi Sosio Demografis Kabupaten Sintang Provinsi Kal-Bar... 99

4.1.1 Gambaran Umum ... 99

4.1.2 Luas Wilayah ... 99

4.1.3 Kondisi Penduduk ... 100

4.1.4 Kondisi Penduduk dan Pekerjaan... 102

4.1.5 Keadaan Iklim... 103

4.1.6 Sejarah Kabupaten Sintang ... 104

4.1.7 Kondisi Pendidikan ... 105


(9)

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 108

4.2.1 Keberadaan Partai Politik di Kabupaten Sintang ... 109

4.2.2 Keberadaan PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang ... 110

4.2.3 Pendidikan Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang ... 113

4.2.4 Bentuk Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI .... 116

Perjuangan di Kabupaten Sintang. 4.2.5 Proses Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI Perjuangan 117 di Kabupaten Sintang. 4.2.6 Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara seperti Apakah yang 118 ingin Dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang. 4.2.7 Kendala yang Dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam Memberikan 119 Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang dan Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala tersebut. 4.2.8 Hasil dari Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI 120

Perjuangan dalam Membentuk Karakter Bertanggung jawab Warga Negara di Kabupaten Sintang. 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 126

4.3.1Bentuk Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI ... 127

Perjuangan di Kabupaten Sintang. 4.3.2 Proses Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI Perjuangan 131

di Kabupaten Sintang. 4.3.3 Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara yang ingin ... 135

Dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang. 4.3.4 Kendala yang Dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam Memberikan 138 Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang dan Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala tersebut. 4.3.5 Hasil dari Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI 143 Perjuangan dalam Membentuk Karakter Bertanggung Jawab


(10)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENASI ... 149

5.1 Simpulan Umum ... 149

5.2 Simpulan Khusus ... 151

5.3 Implikasi ... 152

5.4 Rekomendasi ... 154

5.4.1 Kepada Partai Politik PDI Perjuangan ... 154

5.4.2 Kepada Masyarakat ... 154

5.4.3 Kepada Pemerintah ... 155

5.4.4 Kepada Civitas Akademik ... 155

5.4.5 Kepada Peneliti Selanjutnya ... 155


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian

Pendidikan dapat dipandang sebagai proses penting untuk memenuhi janji kemerdekaan dan pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa depan yang juga berkualitas. Hal ini senada dengan ungkapan Baswedan dalam kata pengantar buku Chatib (2014, hlm. xiii) bahwa untuk mencetak generasi muda yang berkualitas, tentunya dibutuhkan guru yang juga berkualitas. Dalam hal ini, Bacon berpendapat bahwa “Knowledge is Power” seperti yang dikutif Rifa’i (2011), yakni:

Pengetahuan adalah sumber kekuatan bagi manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing hidupnya di dunia ini. Pengetahuan yang demikian, hanya bisa terwujud melalui pendidikan yang baik, yakni sebuah pendidikan yang mengandung relasi antara pendidik dengan peserta didik.

Adapun relasi yang dimaksudkan disini adalah adanya hubungan timbal balik antara pendidik dengan peserta didik, dimana peserta didik tidak dianggap sebagai obyek semata yang kosong yang siap dibentuk oleh pendidik. Akan tetapi peserta didik harus dianggap sebagai subyek yang mempunyai karakteristik sama seperti halnya pendidik.

Sementara itu pendidikan politik adalah sebuah upaya pendidikan berkelanjutan yang mempelajari masalah politik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang dalam lingkup lokal, nasional, regional bahkan internasional. Pendidikan politik menjadi syarat bagi warga negara terutama yang telah dewasa agar bisa menjadi warga negara yang melek politik, mengetahui informasi jalannya pemerintahan, memahami prosedur demokrasi, mengetahui peraturan perundang-undangan serta kemampuan berpolitik lainnya untuk mewujudkan warga negara yang bertanggung jawab.

Pendidikan politik merupakan bukti nyata atas kepedulian dan keseriusan partai politik dalam melahirkan warga negara yang cerdas politik, yakni warga negara yang bertanggung jawab dalam bidang politik. Hal tersebut senada dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 pasal 11 huruf (e) tentang partai politik


(12)

yang menyatakan bahwa partai politik berkewajiban melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya.

Pendidikan politik penting untuk dilaksanakan, terutama oleh partai politik dalam rangka membentuk karakter warga negara yang melek politik. Warga negara yang melek politik adalah warga negara yang mengetahui hak dan kewajibannya serta bersedia mengikuti proses politik yang dilaksanakan melalui keluarga, sekolah, masyarakat maupun oleh negara, yakni melalui pemilihan umum (pesta demokrasi) setiap lima tahun sekali untuk mewujudkan karakter warga negara yang bertanggung jawab. Sebab menurut Plato, sebagaimana yang dikutif oleh Rapar (2002, hlm.40) bahwa:

Pemerintahan suatu negara akan menjadi baik dan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia hanyalah apabila kekuasaan dalam negara diserahkan pada para filsuf, artinya para filsuf tersebut adalah negarawan yang akan berhasil membebaskan rakyatnya dari segala bentuk kesengsaraan dan duka nestapa yang dihasilkan melalui proses rekrutmen politik maupun pendidikan politik.

Disisi lain, walaupun pendidikan politik mempunyai peran yang sangat penting dalam menumbuhkan kesadaran politik pada seluruh warga negara, namun pendidikan politik di Indonesia masih mempunyai banyak kerapuhan, diantaranya:

Pertama, pendidikan politik sejak 15 tahun terakhir ini belum berjalan

secara maksimal dan cenderung sporadis. Partai politik yang seharusnya memiliki tanggung jawab utama untuk memberikan pendidikan politik bagi kadernya dan simpatisan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, pemerintah melalui dunia pendidikan dan lembaga terkait sudah banyak terkontaminasi oleh karena proses politisasi dari partai politik yang cenderung oportunis, merusak, dan mencari kepentingan sesaat. Ketiga, kerapuhan politik di Indonesia disebabkan oleh munculnya berbagai kepentingan dan ideologi partai politik yang tidak sejalan dengan jiwa dan jati diri bangsa Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila.

Keempat, Pendidikan politik berjalan di tempat dan semakin kabur terkait

dengan keberlanjutan dan proses edukasi bagi warga negara. Kelima, banyak partai politik tidak memiliki tujuan dan visi kebangsaan, mereka tidak memiliki mimpi dan orientasi membangun bangsa yang lebih baik sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD NRI 1945, (www.google.com/Pentingnya Pendidikan Politik/Opini 2014, diakses 30 Oktober 2014).


(13)

Dalam keadaan yang seperti itulah, partai politik harus hadir untuk memberikan pendidikan politik kepada warga negara. Perekrutan kader partai haruslah selektif sehingga pelaksanaan sistem politik dijalankan secara profesional dan pimpinan partai politik sebagai pemegang tertinggi kebijakan harus membuat legitimasi aturan mengenai hal tersebut sehingga partai politik membuka ruang selebar-lebarnya kepada warga negara untuk menjadi kader partai dengan seleksi yang ketat, murni dan konsekuen. Demikian juga untuk eksternal partai, pendidikan politik diarahkan pada peningkatan minat pemuda atau kader (termasuk warga negara secara umum) untuk berpartisipasi secara sehat dalam perpolitikan.

Partai politik sebagai lembaga politik dapat pula melakukan sosialisasi politik kepada seluruh warga negara. Dengan demikian warga negara mempunyai persepsi yang sama tentang partai politik. Sebab sosialisasi politik sama halnya dengan melakukan pendidikan politik. Menurut Setiadi dan Kolip (2013, hlm.167), keterlaksanaan sosialisasi politik sangat ditentukan oleh:

Lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana seseorang atau individu berada. Sosialiasi politik merupakan sebuah proses yang berlangsung cukup lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling memengaruhi diantara kepribadian individu dengan pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Adapun instrumen sosialisasi politik dapat dilakukan melalui, keluarga, teman sebaya, rekan kerja, LSM, maupun kelompok arisan.

Menurut Anggara (2013, hlm.85), sosialisasi politik adalah cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh negara. Hal ini sangat penting untuk dilakukan supaya warga negara bisa memahami apa dan bagaimana sebenarnya pendidikan politik tersebut dalam rangka membentuk karakter kader, simpatisan maupun warga negara secara umum.

Sedangkan fungsi dari partai politik, menurut Damsar (2010, hlm.247-256) antara lain

(a) sebagai wahana refresentasi politik, (b) sebagai sarana komunikasi politik, (c) sebagai sarana sosialisasi politik, (d) sebagai sarana partisipasi politik, (e) sebagai sarana perekrutan politik, (f) sebagai sarana persuasi dan represi politik (g) sebagai sarana mobilisasi politik, (h) sarana mobilitas sosial, (i) sebagai kendaraan politik, (j) sebagai bunker politik.


(14)

Dengan demikian menurut Cangara (2009, hlm.209), ada tiga prinsip dasar dari partai politik, yakni partai sebagai koalisi, partai sebagai organisasi, dan partai sebagai pembuat kebijakan.

Pendidikan politik dapat juga dilakukan di sekolah maupun di perguruan tinggi melalui mata pelajaran dan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini mengandung arti bahwa sejak kecil seseorang sudah diperkenalkan dengan politik dengan harapan supaya kelak setelah dewasa dapat melaksanakan hak dan kewajibannya terutama dalam bidang politik secara suka rela dan penuh tanggung jawab demi kesuksessan pembangunan di Indonesia.

Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah siswa diajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik, yakni dengan mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, membuang sampah pada tempatnya, menghormati serta menghargai teman yang berbeda baik dari agama, status sosial maupun fisik, menghormati guru, memperkenalkan struktur ketatanegaraan Indonesia secara hirarkis serta dalam kegiatan pemilihan ketua kelas maupun ketua OSIS harus menerima dengan lapang dada siapapun yang terpilih. Namun, hal tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat sekolah dan tingkat perkembangan kognitif siswa.

Budimansyah dalam kata pengantar buku “Kewarganegaraan Indonesia: Dari Sosiologis menuju Yuridis” yang ditulis Winarno (2009, hlm.xx) mengatakan bahwa untuk mengaktualisasikan dimensi pribadi kewarganegaraan, maka pendidikan harus berkembang dan ditingkatkan pada semua siswa, ketetapan hati untuk menentukan kehidupan peribadi mereka dengan cara memberikan ilmu pengetahuan yang kiranya dapat berguna di kemudian hari sebagai warga negara yang baik. Oleh karena itu, menurut Budimansyah pengabaian dari dimensi pribadi seseorang (siswa) dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat mengurangi atau mengganggu usaha untuk mempengaruhi tingkah laku pada bidang kewarganegaraan.

Sementara itu melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, pendidikan politik dapat diberikan melalui pemilihan ketua tingkat, ketua BEM, maupun pemilihan ketua organisasi lainnya yang ada dalam


(15)

lingkungan kampus. Sebagai mata kuliah umum, Pendidikan Kewarganegaraan berada di bawah naungan mata kuliah Pancasila dan Kewiraan yang berlaku pada setiap jurusan. Sedangkan sebagai pendidikan disiplin ilmu, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan disiplin ilmu sosial yang digunakan sebagai program pendidikan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di LPTK (IKIP/STKIP/FKIP), (Winarno 2013, hlm.16-17). Disinilah letak dasar-dasar pendidikan politik bagi warga negara yang diberikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

Edmonson (1958) dalam Erwin, (2012, hlm.2) mengatakan bahwa “Civics is the element of political science or that branch of political science dealing with the rights and duties of citizen” (Civics adalah sebagai cabang ilmu politik yang membahas hak dan kewajiban warga dari sebuah negara). Dengan demikian menurut Erwin (2012, hlm.7) esensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia diarahkan sebagai:

Pendidikan demokrasi untuk membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab serta sekaligus dalam upaya untuk menjadikan warga negara yang baik dan demokratis. Oleh karenanya, tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yakni yang religius, yang nasionalis, yang adil, yang berkemanusiaan dan berkeadaban, serta yang demokratis.

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 36 ayat tiga menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan:

(a) peningkatan iman dan taqwa, (b) peningkatan akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan IPTEKS, (h) agama, (i) dinamika perkembangan global, (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pada pasal 37 ayat satu menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama, (b) pendidikan kewarganegaraan, (c) bahasa, (d) matematika, (e) ilmu pengetahuan alam, (f) ilmu pengetahuan sosial, (g) seni dan budaya, (h) pendidikan jasmani dan olahraga, (i) keterampilan/kejuruan, (j) muatan lokal.


(16)

Dalam ayat dua pada Undang-Undang yang sama juga menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: (a) pendidikan agama, (b) pendidikan kewarganegaraan, (c) bahasa.

Merujuk pada pengertian pendidikan politik diatas serta adanya muatan kurikulum yang mencantumkan Pendidikan Kewarganegaraan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan politik adalah upaya sadar yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat dalam rangka mempelajari dan menurunkan berbagai konsep, pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat bersama antara pemerintah dan masyarakat yang berada pada suatu wilayah tertentu dalam rangka membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab dimana dasar-dasar dari pendidikan politik tersebut dapat dipelajari melalui mata pelajaran maupun mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah serta di Perguruan Tinggi.

Kota Sintang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan Barat, dimana partai politik yang dominan adalah PDI Perjuangan terutama pada pemilu 2014 yang lalu. Hal tersebut diperkuat dengan data hasil rekapitulasi dari KPUD Kabupaten Sintang pada Pemilihan Umum Legeslatif 2014 yang menyatakan bahwa PDI Perjuangan unggul dari partai-partai yang lainnya yakni dengan perolehan suara mencapai 90.909 atau 17,83 persen, (Tribun News.com. Pemilu legeslatif Kabupaten Sintang 2014, diakses 25 Oktober 2014). Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan penulis sajikan dalam bentuk tabel.


(17)

Sedangkan data hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat juga menunjukkan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di posisi pertama dengan perolehan suara mencapai 23.681.471 atau 18,95 persen.

Hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legeslatif 2014 ini ditetapkan melalui surat keputusan KPU No 411/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan Anggota DPR, DPD dan DPRD secara umum dalam Pemilu, yang dibacakan Ketua KPU Husni Kamil Manik di Gedung KPU, Jakarta, pada hari Jumat (9/4/2014) malam menjelang dini hari, (Tribun News.com. Pemilu legeslatif pusat 2014, diakses 25 Oktober 2014).

Adapun persoalan yang menyebabkan PDI Perjuangan meraih suara terbanyak pada pemilu 2014, diantaranya, posisi PDI Perjuangan sebagai oposisi dan pemilih militan atau para pemilih yang fanatik, artinya di Kabupaten Sintang tidak sedikit pemilih yang masih fanatik, baik itu berdasarkan pada suku, agama, kandidat maupun berdasarkan pada ikatan keluarga yang masih terjalin kental. Sebab partai ini merupakan partai yang beraliran nasionalis dengan asasnya gotong royong yang merupakan hasil pemikiran dari Soekarno sebagai cikal bakal berdirinya PDI Perjuangan dan partai ini juga sudah lama dikenal masyarakat sejak zaman Orde Baru.

Disamping itu juga partai ini merupakan fusi dari lima partai, yakni PNI, Partai Katolik, Parkindo, IPKI, dan Murba yang pada dasarnya berbeda konsep, lambang, asas, tujuan dan fungsi, dimana partai-partai tersebut bersedia


(18)

meleburkan diri dalam satu wadah, yakni PDI, yang mana pada tahun 1999 berubah nama menjadi PDI Perjuangan berdasarkan hasil Munas IV di Bali.

Disisi lain kebanyakan para orang tua yang tidak mempunyai pendidikan tinggi bahkan ada yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah, ketika pemilu mereka ini diwakilkan oleh keluarganya yang lain (terutama yang telah mempunyai pendidikan) sehingga suara menjadi menumpuk di satu partai dan pada satu kandidat. Fenomena ini terutama banyak terjadi di pedesaan yang mana mayoritas dari warganya belum mengenyam pendidikan.

Oleh karena itu, penelitian ini berangkat dari permasalahan dalam bidang politik terutama yang berkaitan dengan pendidikan politik dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara karena sampai saat ini karakter politisi sangat jauh dari nilai moral serta keberpihakkannya terhadap masyarakat. Partai politik saat ini lebih berorientasi pada massa yang banyak, dengan demikan mengabaikan pendidikan politik. Padahal pendidikan politik sangat penting guna memberikan pemahaman ataupun pencerahan kepada kader, pengurus, simpatisan, serta masyarakat luas. Dengan adanya pendidikan politik yang dilaksanakan secara berkesinambungan, diharapkan dapat meminimalisir berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat seperti yang telah diuraikan di atas, terutama dalam pemilu.

Melihat besarnya minat atau tanggung jawab warga negara dalam pemilihan umum terutama para pemilih, mestinya bisa memberikan motivasi tersendiri bagi PDI Perjuangan untuk lebih giat lagi dalam melakukan pendidikan politik kepada kader, simpatisan dan seluruh warga negara supaya elektabilitas partai ini bisa terus dipertahankan guna menunjang pembangunan bangsa yang berkelanjutan dalam rangka mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, bertangung jawab, makmur dan berkeadaban serta berketuhanan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang menjadi cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia.

Adapun tugas dan tanggung jawab PDI Perjuangan berdasarkan AD/ART partai terhadap pengurus, kader, simpatisan dan masyarakat luas, diantaranya:

(a) menjaga dan melaksanakan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar dan arah berbangsa dan bernegara, (b) sebagai sumber inspirasi dan harapan bagi rakyat, (c) sebagai norma pengatur tingkah laku kebijakan, kelembagaan


(19)

dan anggota partai, (d) sebagai cermin dari keseluruhan jati diri partai,(e) mengantarkan Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi perwujudan cita-cita bersama bangsa, (f) melakukan pendidikan politik secara berkesinambungan dalam bentuk program kerja, (g) melaksanakan visi dan misi partai secara efektif dan efisien, (h) bersama-sama dengan pemerintah merealisasikan kepentingan publik yang mengandung hajat hidup orang banyak.

Sementara itu negara mempunyai kewajiban untuk membentuk karakter warganya melalui pendidikan politik. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan cara berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara serta membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik berpikir cerdas, berkarakter sehat dan mengaktivasi otak tengah secara alami, Khan (2010, hlm.1). Sedangkan Aqib (2012,hlm.26) mengatakan bahwa, tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk mengurangi perilaku destruktif pada anak, remaja, dan orang dewasa.

Pembangunan karakter yang pertama dan paling utama sesungguhnya dimulai dari keluarga, khususnya orang tua. Orang tua yang baik melakukan lebih dari sekedar memberi kasih sayang dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua juga harus mencanangkan bagaimana mereka akan membentuk karakter anaknya supaya kelak di kemudian hari dapat menjadi insan yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam keluarga pula seseorang mulai diberikan nasihat supaya bisa bertanggung jawab terutama terhadap tugas yang diberikan oleh orang tua maupun tugas yang diberikan oleh guru dan dosen dalam dunia pendidikan dengan harapan apabila hal tersebut sudah dibiasakan semenjak dini, maka besar kemungkinan karakter bertanggung jawabnya akan terbentuk dengan baik.

Pendidikan karakter di sekolah dapat dipelajari melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yakni dengan membiasakan para siswa untuk berperilaku jujur, bertutur sapa sopan, menghormati guru, menghormati teman yang berbeda agama, suku, budaya maupun status sosial, menjaga kebersihan lingkungan dan belajar secara giat. Oleh karena itu menurut Winarno (2013, hlm.117) pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah diharapkan dapat


(20)

membentuk pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan nilai-nilai kewarganegaraan (civic values) bagi seluruh siswa.

Menurut Branson sebagaimana yang dikutif Winarno (2009, hlm.13), ada tiga kompetensi dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yakni (a) civic

knowlegde (pengetahuan kewarganegaraan), (b) civic skill (keterampilan

kewarganegaraan, (c) civic disposition (karakter kewarganegaraan). Selanjutnya civic disposition terdiri dari karakter privat dan karakter publik. Karakter privat terdiri dari; pertanggungjawaban moral, disiplin diri, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan karakter publik terdiri dari; taat terhadap aturan, sikap kritis, sopan, kesediaan mendengar, kemauan bernegosiasi dan kompromi.

Sedangkan pendidikan karakter di Perguruan tinggi dapat diberikan kepada mahasiswa melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yakni dengan membiasakan mahasiswa untuk membangun budaya demokrasi, yakni lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat pada organisasi yang ada di lingkungan kampus. Dalam hal ini Kesuma, dkk (2012, hlm.7) berpendapat bahwa kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta didik di Indonesia adalah kemampuan mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya, kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan makhluk lainnya, dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Dengan demikian, karakter bertanggung jawab warga negara setidaknya dapat dibentuk melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik secara kontinue kepada pengurus, kader, simpatisan dan seluruh warga negara dengan cara melaksanakan berbagai program yang telah disusun secara efektif dan efisien guna menunjang pembangunan negara yang demokratis sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan UUD NRI 1945 khususnya pada alenia keempat. Sedangkan di sekolah maupun di Perguruan Tinggi materi pendidikan politik dapat diberikan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk


(21)

membentuk karakter bertanggung jawab siswa dan mahasiswa sebagai bagian dari warga negara terutama dalam bidang pendidikan.

Disinilah letak keterkaitan antara pendidikan politik dengan membentuk karakter warga negara dalam menunjang Pendidikan Kewarganegaraan karena pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri ingin mewujudkan manusia Indonesia yang seutuhnya yakni manusia yang bertanggung jawab, berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia, mempunyai kecerdasan intelektual, emosional, kreatif dan inovatif dalam berbagai bidang kehidupan guna meningkatkan daya saing global.

Menurut Sapriya, dalam pidatonya pada saat pengukuhan sebagai Guru Besar tanggal 26 April 2012, bahwa:

Warga negara Indonesia yang baik yang dicita-citakan atau diharapkan adalah warga negara yang patriotik, demokratis, dan Pancasilais. Untuk itulah sesuai dengan tugasnya, komunitas disiplin Pendidikan Kewarganegaraan harus terus-menerus secara berkelanjutan dan berkesinambungan membangun dan mengembangkan batang tubuh keilmuan (the body of knowledge)) yang dapat memperkuat status keilmuannya.

Sedangkan kriteria manusia Indonesia yang baik terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 khususnya pada pasal tiga “...manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa, berkhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan data dan pemikiran di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji secara lebih dalam lagi mengenai keberadaan partai politik terutama dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul dan permasalahan ini dalam bentuk penelitian tesis dengan judul “Membentuk Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara Melalui Pendidikan Politik (Studi Kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang)”.

1.2Identifkasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah


(22)

Berdasarkan latar belakang di atas dan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan tesis ini, diantaranya: Pertama, banyaknya partai politik di Indonesia yang muncul menjelang pemilihan umum; Kedua, kurang adanya upaya pengkaderan kepada masyarakat secara sungguh-sungguh; Ketiga, partai politik belum jelas dalam membentuk karakter politik kader, pengurus, simpatisan dan masyarakat luas; Keempat, partai politik kurang jelas dalam melaksanakan program yang telah ditetapkan; kelima, partai politik belum melakukan secara rutin pendidikan politik kepada masyarakat, oleh karenanya karakter warga negara terutama karakter yang bertanggung jawab sangat sulit terbentuk melalui partai politik. Karena itu fokus kajian yang diulas oleh penulis adalah berkaitan dengan bagaimana membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab melalui pendidikan politik (Studi Kasus pada partai politik PDI Perjuangan di kabupaten Sintang) Kalimantan Barat.

1.2.2 Rumusan Masalah Penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sesuai dengan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah bentuk program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang?

b. Bagaimanakah proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang?

c. Karakter bertanggung jawab warga negara seperti apakah yang ingin dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui pendidikan politik di Kabupaten Sintang?

d. Kendala apa saja yang dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam memberikan pendidikan politik di Kabupaten Sintang dan apakah upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

e. Apakah hasil dari program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara di Kabupaten Sintang?


(23)

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengkaji dan menganalisis pembentukan karakter pengurus, kader, simpatisan serta masyarakat luas melalui pendidikan politik yakni partai politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang, dimana hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para pengambil atau pemangku dan pengembang kebijakan dalam menumbuhkembangkan karakter warga negara menuju Indonesia yang lebih baik terutama untuk menyonsong generasi emas bangsa Indonesia pada tahun 2045 (100 tahun Indonesia merdeka), dimana dalam generasi emas tersebut bangsa Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara maju terutama di Asia bahkan di dunia. Untuk itu, generasinya harus dipersiapkan dari sekarang terutama dalam pembentukan karakter melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik bersama pemerintah.

Menurut Creswell (2010, hlm.167), tujuan penelitian adalah kumpulan pernyataan yang menjelaskan sasaran-sasaran, maksud atau gagasan umum diadakannya suatu penelitian. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah mencakup berbagai informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengkaji dan menganalisis bentuk pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang

b. Menganalisis proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang.

c. Mengkaji konstelasi karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik di Kabupaten Sintang.

d. Menganalisis kendala dan upaya yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam memberikan pendidikan politik di Kabupaten Sintang.

e. Mendeskripsikan hasil program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara di Kabupaten Sintang.


(24)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat dari Segi Teoritis

Adapun manfaat penelitian ini dapat kiranya dijadikan sebagai referensi atau panduan dalam pengembangan keilmuan kewarganegaraan yang berbasis pada masyarakat terutama dalam bidang politik karena kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mau tidak mau pasti akan bersentuhan dengan politik dan secara lebih khusus lagi adalah membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

1.4.2 Manfaat dari Segi Kebijakan

Pendidikan politik seyoginya dilaksanakan oleh setiap partai politik kepada pengurus, kader, simpatisan serta masyarakat luas guna memberikan pemahaman supaya setiap warga negara selalu siap sedia berpartisipasi dalam bidang politik dan pemerintahan dalam rangka menunaikan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Warga negara yang baik adalah warga negara yang berkarakter baik pula. Pendidikan politik dapat diajarkan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baik formal, nonformal, serta informal guna membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat, lingkungan pendidikan, bangsa maupun negara. Disamping itu pula pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan secara berkesinambungan dapat membentuk karakter warga negara yang baik serta bertanggung jawab. Untuk itu pendidikan politik menjadi penting diberikan kepada setiap pengurus, kader, simpatisan dan masyarakat luas sejak sedini mungkin.

1.4.3 Manfaat dari Segi Isu serta Aksi Sosial

Dengan adanya penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat yang maksimal terutama terkait dengan hasil dari program pendidikan politik yang dilaksanakan oleh PDI Perjuangan guna membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


(25)

sesuai dengan cita-cita Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan pertahanan keamanan.

1.4.4 Manfaat Secara Praktis

Selain dapat memberikan manfaat dari segi teoritis, dari segi kebijakan, dan dari segi isu serta aksi sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, yakni berupa hal-hal sebagai berikut:

a. Diketahuinya bentuk pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabpuaten Sintang.

b. Diketahuinya proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang.

c. Diketahuinya karakter bertanggung jawab warga negara yang ingin dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui pendidikan politik di Kabupaten Sintang.

d. Diketahuinya kendala dan upaya yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam memberikan pendidikan politik terhadap warga negara di Kabupaten Sintang.

e. Diketahuinya hasil program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik di Kabupaten Sintang.

1.5Struktur Organisasi Penulisan Tesis

Sebuah karya ilmiah yang baik, (skripsi, tesis dan disertasi) paling tidak memuat bagian-bagian sebagai berikut: (1) halaman judul, (2) halaman pengesahan, (3) lembar persetujuan dan pengesahan, (4) pernyataan tentang keaslian tesis, (5) ucapan terima kasih, (6) kata pengantar, (7) surat pernyataan, (8) lembar persembahan, (9) abstrak: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, (10) daftar isi, (11) daftar tabel, (12) daftar gambar, (13) daftar lampiran, (14) daftar pustaka, (15) riwayat penulis. Sedangkan isinya terdiri dari lima BAB, dimana


(26)

antara setiap BAB-nya saling berhubungan secara runtut. Urutan penulisannya di mulai dari BAB satu sampai BAB lima secara berurutan.

BAB satu memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi penulisan tesis, dan definisi operasional. BAB dua memuat kajian pustaka yang memberikan konteks yang jelas terhadap topik atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian, yakni berupa teori yang mendukung dari proses penelitian yang diuraikan secara sistematis. BAB tiga memuat metodologi penelitian, yakni berupa cara atau teknik yang digunakan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian, instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data, serta langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan pada saat pelaksanaan penelitian. BAB empat memuat temuan dan pembahasan hasil penelitian, yakni berupa gambaran umum lokasi tempat dilaksanakannya penelitian, deskripsi pengolahan data menggunakan instrumen seperti yang diuraikan dalam BAB tiga, dan pengolahan data dengan menggunakan berbagai teori yang mendukung yang merujuk pada BAB dua. BAB lima memuat simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yakni penulis membuat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah diolah pada BAB empat menggunakan instrumen yang sesuai, memberikan implikasi serta membuat rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.

1.6Definisi Operasional

Guna menjelaskan maksud dan batasan dari sebuah penelitian, diperlukan suatu definisi operasional yang merupakan seperangkat petunjuk yang lengkap mengenai apa yang seharusnya diamati ketika melakukan penelitian dilapangan. Untuk itu, penulis akan mengemukakan beberapa batasan penelitian ini supaya antara pembaca dengan penulis mempunyai persepsi yang sama dengan istilah-istilah dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah-istilah-istilah yang dapat penulis jelaskan terkait dengan hasil penelitian ini yakni “Membentuk Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara melalui Pendidikan Politik (studi Kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang)”, adalah sebagai berikut:


(27)

1.6.1 Karakter Bertanggung Jawab

Karakter adalah sikap atau perbuatan individu dalam kehidupan sehari-hari dimanapun individu tersebut berada dalam merespon segala sesuatu dimana karakter individu tersebut yang membedakannya dari individu lain. Samani dan Hariyanto (2012, hlm.41), mengatakan karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjsama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan bertanggung jawab adalah kemauan dari seseorang untuk memikul segala pekerjaan ataupun tugas yang diberikan kepadanya dengan segenap hati dan penuh kejujuran. Jadi dengan demikian karakter bertanggung jawab adalah cara berpikir dan berperilaku yang khas dari setiap individu untuk hidup dan bekerjasama dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan segenap hati dan penuh kejujuran.

1.6.2 Warga Negara

Warga Negara adalah orang atau sekelompok orang yang berada dalam wilayah negara dimana ia tinggal yang dibuktikan dengan identitas yang sah. Menurut Komalasari dan Saifullah (2012, hlm.1), istilah warganegara merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni Staatsburger. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah citizen. Sedangkan dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah Citoyen. Jadi, warga negara adalah anggota negara.

1.6.3 Pendidikan Politik

Pendidikan politik adalah segala usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang untuk mencerdaskan dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan negara supaya karakter kader partai politik serta warga negara pada umumnya bisa terbentuk dengan baik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mengatakan bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Pasal 1 Angka 4). Menurut Setiadi dan


(28)

Kolip (2013, hlm.282), pendidikan politik dipelajari seumur hidup oleh manusia melalui pendidikan formal, kursus, penataran, dan kaderisasi maupun secara tidak sengaja lewat pengalaman individual dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

1.6.4 Partai Politik

Partai politik adalah sebuah organisasi yang menghimpun individu untuk bergabung dalam sebuah wadah kesatuan dimana susunan kepengurusannya dimulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, baik daerah tingkat satu dan daerah tingkat dua bahkan sampai pada level kecamatan dan kelurahan dan sistem kerjanya menggunakan sistem komando atau perintah yakni dari atasan kepada bawahan yang merupakan rangkaian sistem serta mempunyai visi misi yang jelas maupun tujuan yang sama. Dalam hal ini Budiardjo (2008:404) mengatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orentasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama dan tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.

1.6.5 Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan (civics) merupakan mata pelajaran serta mata kuliah yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dalam arti manusia Indonesia yang cakap, aktif, kreatif, inovatif, mandiri, jujur, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya masing-masing, berperilaku sopan, dan menghargai sesama dalam kemajemukan.

Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, mencantumkan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan, supaya siswa memiliki kemampuan:

a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaran.


(29)

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (kualitative approach) dengan metode studi kasus. Adapun alasan mengapa penulis menggunakan pendekatan kualitatif serta metode studi kasus adalah karena dalam hal ini penulis hanya menggambarkan atau mendeskripsikan keberadaan PDI Perjuangan di masyarakat, bentuk pendidikan politik, proses pendidikan politik, kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan politik, upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut serta hasil dari pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang guna membentuk karakter bertanggung jawab warga negara tanpa melakukan perhitungan secara kuantitatif atau tanpa menggunakan angka secara statistik.

Pembentukan karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik dianggap sebagai sebuah kasus karena hal tersebut sukar dilakukan, sebab setiap manusia dan kader partai tidak ada yang melibatkan dirinya sepenuhnya dengan urusan partai politik. Dan saat ini kebanyakan partai politik hanya berorientasi pada kekuasaan belaka, tanpa mau peduli apakah kader partai dalam memperoleh kekuasaan tersebut menempuh jalan yang benar atau jalan yang salah, namun dibenarkan. Disisi lain, pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik masih terbatas pada kalangan partai semata, tanpa melibatkan masyarakat luas selaku konstituen dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara yang demokratis.

Dalam melakukan penelitian, peneliti terjun langsung ke lapangan guna melakukan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview) dengan narasumber yang terpercaya, melakukan studi dokumentasi serta studi literatur. Selama proses penelitian, peneliti terlibat langsung dengan aktivitas yang dilakukan oleh subyek penelitian tanpa mengganggu jalanya aktivitas mereka. Hal tersebut dilakukan supaya data yang diperoleh benar-benar data primer, sebab menurut Sugiyono (2010, hlm.85) tujuan penelitian kualitatif bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitar tempat penelitian berlangsung. Dan menurut Margono (2009, hlm.35), pendekatan


(31)

kualitatif lebih banyak menggunakan hipotetiko verifikatif. Pendekatan tersebut di mulai dengan berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis, kemudian melakukan pengujian di lapangan.

Sementara itu, data yang berhasil dikumpulkan selama proses penelitian berupa kata-kata, perbuatan, sikap maupun tingkah laku dari subyek penelitian di olah apa adanya tanpa terkontaminasi oleh pendapat peneliti. Hal tersebut dimaksudkan supaya data yang disajikan benar-benar alamiah sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan pada saat proses penelitian berlangsung. Menurut Lofland dan lofland (1984, hlm.47) dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.169), bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sugiyono, (2010, hlm.15) mengatakan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksprimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci (key intrument), pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Menurut Alwasilah (2003, hlm.26), penelitian kualitatif digunakan sebagai istilah pembungkus yang meliputi sejumah strategi penelitian yang sama-sama memiliki sejumlah sifat tertentu, yang diambil dari serangkaian asumsi yang saling berhubungan yang bersifat khas paradigma kualitatif. Sementara itu, Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.20 & 23) berpendapat bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Dikatakan lebih lanjut, bahwa tujuan penelitian kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.

Adapun maksud dan tujuan pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan agar peneliti lebih leluasa dalam mengkaji dan menganalisis berbagai fenomena yang ditemui dilapangan secara komprehensif sebagaimana yang dijelaskan oleh Miles dan Hubermen (2007, hlm.2) bahwa “dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara


(32)

kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat”. Kirk dan Miller (1986, hlm.9) sebagaimana yang dikutif Moleong (2013, hlm.4), mengatakan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasan maupun dalam peristilahan.

Sementara itu, menurut Miles dan Huberman (1992, hlm.2), data dalam penelitian kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Data dalam kualitatif lebih condong dapat membimbing kita untuk memperoleh penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan untuk membentuk kerangka teoritis baru. Dilain pihak, Denzin dan Lincoln (2009, hlm.2) berpendapat bahwa penelitian kualitaitf mencakup penggunaan subyek yang dikaji dan kumpulan berbagai data empiris, studi kasus, pengalaman pribadi, intropeksi, perjalanan hidup, wawancara, teks hasil pengamatan, historis, interaksional, dan visual yang menggambarkan saat-saat dan makna keseharian dan problematis dalam kehidupan seseorang.

Adapun karakterisitik penelitian kualitatif menurut Creswell (2010, hlm.261-263), adalah: (1) lingkungan alamiah/natural setting, (2) peneliti sebagai instrumen kunci/researcher as key instrument, (3) beragam sumber data/multiple

sources of data, (4) analisis data induktif/inductive data analysis, (5) makna dari

para partisipan/participants meaning, (6) rancangan yang berkembang/emergent desaign, (7) persfektif teoritis atau theoritical lens, (8) bersifat penapsiran atau

interpretative, (9) pandangan menyeluruh atau holistic account. Lebih lanjut

dikatakan bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah mencakup informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian, atau dengan kata lain tujuan penelitian kualitatif adalah rancangan penelitian yang dipilih.

Suharsaputra (2012, hlm.185-186), berpendapat bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif, diantaranya: (a) naturalistic inquiry, (b) inductive analysis, (c) holistic

perspective, (d) qualitative data, (e) personal kontact dan insight, (f) dynamic


(33)

(j) design flexibility. Disisi lain, Denzin dan Lincoln (2009, hlm.301) mengatakan bahwa ada tiga jensi studi kasus, yakni: Pertama, studi kasus intrinsik (intrinsict

case study). Jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah

kasus tertentu. Kedua, studi kasus instrumental (instrumental case study). Jenis ini digunakan untuk peneliti suatu kasus tertentu agar tersaji sebuah perspektif tentang isu atau perbaikan suatu teori. Ketiga, studi kasus kolektif (colective case

study). Jenis ini sebagai pengembangan dari studi instrumental kedalam beberapa

kasus yang hendak dikaji.

Pernyataan di atas menyiratkan bahwa pendekatan kualitatif (qualitative

approach) merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada kajian interperatif

data hasil penelitian dan tidak menggunakan kuantifikasi atau perhitungan statistik. Pendekatan kualitatif juga lebih menekankan pada proses, oleh karenanya pendekatan ini ketika terjun ke lapangan dalam mengumpulkan data relatif lebih lama sebab data yang dikumpulkan sampai pada tahap kejenuhan. Sebab menurut Denzin dan Lincoln (2009, hlm.299), sebagai sebuah bentuk penelitian, studi kasus ditentukan oleh minat pada kasus-kasus individual, bukan ditentukan oleh metode-metode penelitian yang digunakan.

Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa penelitian kualitatif (pendekatan kualitatif) adalah penelitian dimana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data (peneliti sebagai instrumen kunci), data yang dikumpulkan dalam keadaan alamiah atau apa adanya (apa yang dilihat, didengar maupun dirasakan), pengumpulan datanya sampai pada tingkat kejenuhan, tidak melakukan perhitungan angka secara statistik dan pengolahan datanya bersifat induktif.

3.2Metode Penelitian

Ada berbagai bentuk metode penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi kasus. Tujuan dan maksud penggunaan metode studi kasus dalam penelitian ini, karena penulis hanya melakukan penelitian dalam setting yang sempit, dan mengacu pada kasus tertentu. Dalam penelitian ini juga, penulis berusaha mengumpulkan data dalam keadaan yang sealamiah mungkin tanpa terkontaminasi oleh pandangan


(34)

penulis dan penyusunan hasil penelitian dilakukan secara induktif. Namun, walaupun demikian saat melakukan penelitian, penulis terjun langsung ke lapangan dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Menurut Yin (2014, hlm.1) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.

Bogdan & Biklen (1982: hlm.58) mengatakan: “A case study is a detailed examination of one setting or one single subject or one single depository of document or one particular event.” Selanjutnya, Bogdan & Biklen (1982, hlm.59) menggambarkan rancangan umum dari sebuah studi kasus itu sebagai berikut:

(1) peneliti mencari tempat dan orang yang akan dijadikan sebagai subjek atau sumber data, (2) menemukan lokasi yang diinginkan untuk dikaji kemudian mencoba mempertimbangkan kelayakan tempat tersebut atau sumber data untuk mencapai tujuannya, (3) mencari kunci-kunci tentang bagaimana ia dapat melangkah dan apa yang semestinya dilakukan, (4) memulai mengumpulkan data, mereviuew, dan mengeksplorasinya, (5) membuat keputusan tentang arah yang akan dituju dengan penelitiannya, (6) membuat keputusan tentang bagaimana mengatur waktu, siapa yang akan diinterviuwe dan apa yang akan digali secara mendalam, (7) memodifikasi desain secara terus menerus dan memilih prosedur yang lebih sesuai dengan topik kajian, (8) membuat keputusan berkenaan dengan aspek apa di antara setting, subyek, atau sumber data yang akan dikaji, dan (9) mengembangkan fokus.

Metode studi kasus adalah proses pengumpulan data dan kegiatan penelitian yang akan mempersempit wilayah, subyek, bahan, topik, dan tema. Dari permulaan pencarian yang luas, peneliti bergerak menuju pengumpulan data dan analisis yang lebih terarah. Dalam penelitian ini kasus yang dikaji adalah bentuk, proses, karakter bertanggung jawab warga negara, kendala dan solusi serta hasil pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karena itu, studi kasus ini bersifat observasional, situasional, dan aktivitas suatu tipe studi kasus kualitatif yang oleh Bogdan & Biklen disebut Observational Case Studies.

Studi kasus mempunyai kelebihan dibanding studi lainnya yaitu peneliti dapat mempelajari sasaran penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Menurut Alwasilah (2015, hlm.82-83), ada sejumlah kelebihan dari studi kasus sebagai berikut:


(35)

a. Peneliti bisa berfokus pada hal-hal yang subtil (subtle) dan rumit dari situasi sosial yang kompleks. Peneliti bisa menjelaskan hubungan sosial antar pihak yang tidak mungkin bisa dijelaskan lewat survei. Ini disebabkan studi kasus pendekatannya holistik sedangkan survei melihat persoalan secara terisolasi.

b. Peneliti bisa menggunakan berbagai cara (multiple methods) untuk mendapatkan realitas yang kompleks yang sedang diteliti.

c. Sejalan dengan kemungkinan digunakannya berbagai cara, studi kasus memungkinkan pengunaan berbagai sumber data (multiple source of data) yakni yang lazim disebut triangulation.

d. Studi kasus layak untuk meneliti fenomena yang diteliti terjadi secara alami dan peneliti tidak memiliki kewajiban melakukan kontrol untuk merubah keadaan. Ini berbeda dengan kajian tindakan (action research). e. Studi kasus cocok untuk penelitian skala kecil tetapi memungkinkan

peneliti untuk berkosentrasi pada satu kasus topik penelitian sehingga pemahamannya mendalam. Studi kasus cocok untuk memahami proses yang terjadi, yang akan tetap tersembunyi bila hanya dilakukan lewat survei.

Sementara itu, Daniel (2003, hlm.117, 119 & 120) mengatakan bahwa keuntungan apabila peneliti menggunakan metode studi kasus adalah, peneliti akan mendapatkan gambaran yang luas dan lengkap dari subyek yang diteliti. Dikatakan lebih lanjut bahwa, ciri-ciri dari studi kasus adalah, Pertama, terbatas pada populasi, tempat, dan waktu tertentu. Kedua, cukup mudah, kadangkala mirip survei. Disisi lain, Myers (2009) dalam Sarosa (2012, hlm.123), berpendapat bahwa keunggulan studi kasus (case study) adalah face (muka/rupa).

Face validity adalah kemampuan case study yang ditulis dengan baik dan

didukung bukti empiris yang kuat dan kredibel untuk dipahami oleh pembaca. Selain itu, juga memungkinkan peneliti menguji teori ke dalam situasi nyata yang sering tidak semudah atau sesederhana asumsi teori tersebut.

Berdasarkan kelebihan studi kasus tersebut diharapakan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat mengungkap fakta-fakta, data atau informasi sebanyak mungkin tentang pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara. Sesuai dengan hakikat pendekatan penelitian kualitatif, penulis ingin memperoleh pemahaman dengan masalah tersebut, maka aspek-aspek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terutama PDI Perjuangan kepada pengurus, kader, simpatisan dan masyarakat luas.


(36)

Metode studi kasus dipilih sebagai metode dalam penelitian ini karena permasalahan yang dikaji terjadi pada tempat dan situasi tertentu. Hal di atas sejalan dengan apa yang di kemukakan Alwasilah, (2012, hlm.225), yang menyatakan bahwa: studi kasus pada umumnya lebih menantang daripada penulisan laporan, seperti artikel jurnal, buku ajar, artikel koran, dan sejenisnya. Dan menurut Patton (2009, hlm.23 & 24), studi kasus berguna ketika:

Orang perlu memahami suatu problem atau situasi tertentu dengan amat mendalam, dan dimana orang mengidentifikasi kasus yang kaya, dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus umumnya bernilai ketika evaluasi berupaya untuk menangkap perbedaan individual atau variasi unik dari satu latar persoalan program ke yang lainnya.

Metode studi kasus lebih menitikberatkan pada suatu kasus. Adapun kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan politik dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara. Kasus tersebut hanya dibatasi dalam suatu ruang lingkup partai politik, yakni PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang. Penggunaan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ini diharapkan mampu mengungkap aspek-aspek yang diteliti terutama, berkaitan dengan bentuk, proses, karakter bertanggung jawab yang ingin dibentuk, kendala dan solusi serta hasil pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara menuju good and smart citizen.

Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang obyektif dan mendalam tentang fokus penelitian. Dalam pelaksanaannya, penulis lebih banyak menggunakan pendekatan antar personal, artinya selama proses penelitian penulis lebih banyak mengadakan kontak atau berhubungan langsung dengan orang-orang (responden) di lingkungan lokasi penelitian. Dengan demikian penulis dapat lebih leluasa mencari informasi dan mendapatkan data yang lebih terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selain daripada itu dalam penelitian ini, penulis berusaha menemukan informasi maupun pandangan dari pihak di luar sistem dari subyek penelitian, atau dari pengamat dan tokoh masyarakat, untuk menjaga obyektifitas hasil penelitian. Sehingga dengan demikian penulis dapat memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan dan pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.


(37)

Dengan demikian studi kasus adalah sebuah metode penelitian yang dapat digunakan untuk meneliti kasus yang ruang lingkupnya relatif lebih kecil, terjadi di daerah tertentu dan dalam rentang waktu tertentu pula. Dan yang dimaksudkan dengan kasus dalam penelitian ini adalah pembentukan karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI perjuangan di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Mengapa pembentukan karakter warga negara dikatakan sebagai kasus? Hal tersebut dikarenakan banyaknya warga negara terutama yang telah mempunyai hak pilih dalam setiap proses politik belum mengerti untuk apa mereka terlibat dalam proses politik tersebut dan masih banyak yang tidak menggunakan hak suaranya secara benar, dan setiap warga negara serta kader partai tidak ada yang melibatkan dirinya dengan sepenuh hati dalam kegiatan partai politik.

3.3Disain Penelitian

3.3.1 Wawancara

Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana ada pihak yang bertanya (pewawancara) dan ada pihak yang ditanya (terwawancara) secara langsung atau bertatap muka, dimana pertanyaan yang diajukan secara lisan. Adapun hal-hal yang ditanyakan oleh pewawancara kepada terwawancara adalah seputar tema yang diangkat dalam sebuah penelitian atau dalam sebuah kegiatan yang telah, sedang, maupun akan berlangsung. Bentuk pertanyaannya pun seputar sikap, pendapat, dan komentar terhadap masalah yang diangkat dalam penelitan.

Ali (2013, hlm.90), mengatakan bahwa wawancara adalah teknik pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung yang dilakukan dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sementara itu, Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.127) berpendapat bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee).


(38)

Koentjaraningrat (1994, hlm.129), mengatakan bahwa metode wawancara atau interview adalah mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang reponden. Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.127), mengatakan bahwa percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara dikenal juga dengan teknik komunikasi langsung. Hal ini dikarenakan antara pihak yang mewawancara dengan pihak yang diwawancara bertemu secara tatap muka (face to face). Menurut Faisal (1989, hlm.52) yang di maksud dengan teknik komunikasi langsung adalah peneliti bertatap muka secara langsung dengan responden dan pertanyaan diajukan secara lisan. Moleong, (2013, hlm.186) mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan atau interviewer) dan terwawancara (yang menjawab pertanyaan atau interviewe).

Patilima (2011, hlm.68), mengatakan bahwa metode wawancara dalam penelitian kualitaitf adalah salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi. Hal ini didasarkan pada dua hal, yakni: (1) dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subyek yang diteliti, akan tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian, (2) apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang.

Nawawi, (2007, hlm.101) mengatakan bahwa teknik komunikasi langsung adalah cara mengumpulkan data yang mengharuskan seorang peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut.

Dalam melakukan proses wawancara, dikenal beberapa bentuk pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara kepada responden. Menurut Emzir (2011, hlm.51), jenis-jenis wawancara berdasarkan pada bentuk pertanyaan yang


(39)

diajukan kepada responden, ada tiga macam, yakni (1) wawancara tertutup, yaitu wawancara dengan mengajukan pertanyaan dengan menuntut jawaban tertentu, (2) wawancara terbuka, yaitu wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan mengajukan pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka, (3) wawancara tertutup dan terbuka, yaitu gabungan wawancara jenis pertama dan kedua.

Sementara itu, Esterbeg (2002) dalam Sugiyono (2009, hlm.73-74) mengatakan bahwa wawancara dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Pertama, wawancara terstruktur (structur interview). Jenis wawancara ini digunakan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Kedua, wawancara semiterstruktur (semiterstructur interview). Wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan idenya. Ketiga, wawancara tak berstruktur (unstructur interview). Wawancara ini adalah wawancara yang bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data.

Berdasarkan pengertian wawancara di atas, maka dalam hal ini penulis menggunakan wawancara secara mendalam dan terstruktur yakni wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan subyek penelitian (individu dengan individu) sampai pada batas tertentu, yaitu sebuah batas dimana tidak ditemukan lagi data yang berbeda dari setiap responden serta daftar pertanyaannya sudah dipersiapkan sebelumnya oleh peneliti. Bungin (2010, hlm.108), berpendapat bahwa wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Selama penelitian berlangsung peneliti hanya melakukan wawancara secara individu langsung dengan narasumber ataupun responden yang telah ditetapkan dari semula. Pada saat melakukan wawancara, semua responden mendapatkan perlakukan yang sama serta diberikan pertanyaan yang sama pula. Hal tersebut


(40)

dimaksudkan supaya data yang diperoleh benar-benar mendalam walaupun jawaban dari responden tidak persis sama.

Berkaitan dengan jumlah atau pengelompokkan responden yang di wawancara dalam rentang waktu yang sama, Bungin (2010, hlm.111) membaginya menjadi empat bagian, yakni:

(1) wawancara individu dengan individu, yaitu wawancara yang dilakukan antara seseorang dengan yang lainnya, (2) wawancara individu dengan kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan antara seseorang terhadap suatu kelompok, (3) wawancara kelompok dengan individu, yaitu sekelompok pewawancara mewawancarai seseorang, (4) wawancara kelompok dengan kelompok yang lainnya, yaitu dua kelompok yang saling mewawancarai atau satu kelompok yang mewawancarai kelompok yang lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian dari wawancara di atas, maka dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu dan kelompok dengan kelompok secara tatap muka maupun menggunakan sarana teknologi, berupa telepon, dimana daftar pertanyaannya dapat dipersiapkan terlebih dahulu (wawancara terstruktur) maupun dilakukan secara spontan (tidak terstruktur) sesuai dengan kondisi yang terjadi saat wawancara berlangsung. Dengan demikian wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian adalah proses wawancara dengan melakukan tanya jawab terhadap responden secara langsung (face to face) di lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan fokus permasalahan penelitian, dimana daftar pertanyaannya sudah dipersiapkan terlebih dahulu (wawancara terstruktur).

3.3.2 Observasi

Dalam penelitian kualitatif, obervasi merupakan metode yang paling utama disamping interview atau wawancara. Observasi adalah sebuah teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti ketika melakukan pengamatan secara langsung dilapangan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan guna menambah kelengkapan data yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara, dokumnetasi maupun studi literatur. Observasi ini juga dilakukan selama peneliti berada dilapangan yang berkaitan dengan aktivitas pangurus, dan kader dari PDI Perjuangan.


(1)

Moleong, J.X. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik.

Yogyakarta: AR-RuzzMedia.

Nasution, S. (1987). Metode Research (Penelitian Ilmiah). (Edisi Revisi). Bandung: Jemmars.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, S. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Nawawi, H. (2007). Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Patilima, H. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta.

Patton, M.Q. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak

Indonesia. Jakarta: PT. Renika Cipta.

Qomaruzzaman, B. (2011). Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila (Pendekatan NLP). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rapar, J.H. (2002). Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, dan Machiavelli. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rifa’i, M. (2011). Sejarah Pendidikan Nasional, dari Masa Klasik Hingga

Modern. Yogyakarta: AR-RuzzMedia.

Sadulloh, U. (2011). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Samani, M & Hariyanto, M.S. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sanit, A. (2012). Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sapriya & Wahab, A.A. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.

Sapriya. (2012). Memperkokoh Posisi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Disiplin Ilmu Terintegrasi. Disampaikan dalam Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar/Profesor dalam Bidang Pendidikan Kewarganegaraan pada


(2)

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia, Kamis 26 April 2012. Tidak diterbitkan.

Sapriya, dkk. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan (Edisi Revisi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: PT. Indek.

Setiadi, E.M. & Kolip, U. (2013). Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Prenadamedia Group.

Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Singarimbun, M & Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.

Sofhian, S. & Gatara, Asep, S. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Pendidikan Politik, Nasionalisme dan Demokrasi. Bandung: FokusMedia.

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif & R&D. Bandung: PT. Alfabeta.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.

Sukmadinata, N.S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumantri, E. dkk. (2003). Pendidikan Politik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sumantri, E. (2011). Pendidikan Budaya dan Karakter Suatu Keniscayaan bagi Kesatuan dan Persatuan Bangsa. Dalam buku. “Pendidikan Karakter: Nilai

Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.

Surbakti, R. (1999). Memahami Ilmu politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. Syafiie, I.K. (2010). Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ubaedillah, A. & Rozak, A. (2013). Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: UIN.


(3)

Walizer, M.H & Wienir, P.L. (1991). Metode dan Analisis Penelitian: Mencari Hubungan. (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Winataputra, U.S. (2011). Pembangunan Karakter dan Nilai-nilai Demokrasi: Konsep, Kebijakan, dan Kerangka Programatik. Dalam Buku. “Pendidikan

Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa”. Bandung: Widya Aksara Press.

Winarno, (2009). Pendidikan Kewarganegaraan: Dari Sosiologis menuju Yuridis. Bandung: Alfabeta.

Winarno, (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isu, Strategi dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.

Wuryan, S & Saifullah. (2013). Ilmu Kewarganegaraan (civics). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Yin, R. K. (2014). Studi Kasus Desain & Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumber Internet:

www.google.com/Pentingnya Pendidikan Politik/Opini 2014, diakses 30 Oktober 2014.

www.Tribun News.com.Pemilu Legeslatif 2014 KPUD Sintang. Diakses 25 Oktober 2014.

www. Tribun News.com. Rekapitulasi Pemilu Legeslatif 2014 dari KPU Pusat. Diakses 25 Oktober 2014.

http://.blogspot. com/pendidikan-politik.html, diakses 15 Nopember 2014.

http://asal-usul-motivasi.blogspot.com/2014/02/asal-usul-sejarah-partai-demokrasi.html, diakses 12 Desember 2014.

http://seputarpkn.blogspot.com/2010/03/visi-dan-misi-pelajaran-pendidikan.html, diakses 11 Desembar 2014.

Sumber Jurnal:

Arifin, S & Suherman, A. (2013). Internalisasi Nilai Sportivitas melalui Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Vol.2, No.1, Desember 2013. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan ADSPENSI.


(4)

Arianto, B. (2011). Analisis Penyebab Masyarakat tidak Memilih dalam Pemilu. Vol.1, No.1, 2011: Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Budimansyah, D. (2011). Ideologi Karakter Bangsa. Vol.1, No.1, Desember 2011. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Hermawan, I.C. (2007). Esensi Pendidikan Politik dan Kaitannya dengan

Pembentukkan Warga Negara yang Baik. Vol.15, No.29 Tahun XV Edisi Juli-Desember 2009: Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Diponegoro. Kardiman, Y. (2009). Membangun Kembali Karakter Bangsa melalui Situs-Situs

Kewarganegaraan. Vol.2, No.2, Desember 2009: Sekolah Pascasarjana UPI dan Acta Civicus.

Malinda, R. (2013). Pengaruh Penerapan Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Soft Skill Komunikasi Mahasiswa Kebidanan. Vol.2, No.1, Desember 2013. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan ADSPENSI.

Sukmayadi, T. (2013). Pendidikan Karakter Berbasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Sunda di SMA Negeri 2 Cimahi. Vol.2, No.1, Desember 2013. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan ADSPENSI.

Suryadi, K. (2008). Partai Politik, Civic Literacy dan Mimpi Kemakmuran Rakyat. Vol.1, No.2, April 2008: Sekolah Pascasarjana UPI dan Acta Civicus. Tanshzil, S.W. (2013). Model Pembinaan Pendidikan Karakter pada Lingkungan

Pondok Pesantren dalam Membangun Kemandirian dan Disiplin Santrti: Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan. Vol.2, No.1, Desember 2013. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan ADSPENSI.

Trijono, L. (2011). Reaktualisasi Politik Demokrasi: Politik Agensi dan Revitalisasi Kelembagaan Demokrasi. Vol.15, No.2 Nopember 2011. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Yogyakarta: UGM.

Wardaya, C.U & Suryadi, A. (2013). Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di Taman Kanak-Kanak. Vol.2, No.1, Desember 2013. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan ADSPENSI.

Sumber Perundang-Undangan:

...Tanpa Pengarang. (2009). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan.

Intruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1982 tentang Politik Generasi Muda. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004.


(5)

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendiknas Nomor 26 Tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif Dan Fasilitatif Di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri Dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Undang-Undang RI Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Sumber Penelitian (Tesis, Disertasi):

Fajar, W.N. (2010). Model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Media Pendidikan Politik Bagi Kader Partai dalam Meningkatkan Kesadaran Politik. Bandung: Tidak Diterbitkan. Tesis Pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.

Firmansyah, S. (2013). Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan untuk Membangun Karakter Warga Negara pada Masyarakat Perbatasan. Bandung: Tidak Diterbitkan. Tesis pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.

Harmanto. (2012). Pengintegrasian Pendidikan Anti Korupsi dalam Pembelajaran PKn sebagai Penguat Karakter Bangsa. Bandung: Tidak Diterbitkan. Disertasi pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.

Nataraharja, T. (2012). Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn dalam Mengembangkan Kompetensi Kewarganegaraan. Bandung: Tidak Diterbitkan. Tesis Pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.


(6)

Sumber Dokumen:

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dokumen partai. Tidak diterbitkan.

Rancangan Program Kerja Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Sintang Periode 2010-2015. Dokumen partai. Tidak diterbitkan.

Surat Ketetapan (SK) pengurus di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sintang periode 2010-2015. Dokumen partai. Tidak diterbitkan.

Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Kabupaten Sintang periode 2010-2015. Dokumen partai. Tidak diterbitkan.

... (2014). Badan Meteorologi dan Geofisika Bandar Udara Susilo Kabupaten Sintang. Dokumen Pemda. Tidak diterbitkan.

...(2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. Dokumen akademik. Tidak diterbitkan.