“AYO, MENARI JAIPONG DENGAN NYI ITEUNG!” (Cerita Bergambar Pull-up dan Flap-book Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia).

(1)

SKRIPSI PENCIPTAAN

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Disusun Oleh:

ANGGIANA PUSPA DEWI 0908924

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Indonesia)

Oleh

Anggiana Puspa Dewi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Rupa

© Anggiana Puspa Dewi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

“AYO, MENARI JAIPONG DENGAN NYI ITEUNG!”

(Cerita Bergambar Pull-up dan Flap-book Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Drs. Harry Sulastianto, M.Sn. NIP: 196605251992021001

Pembimbing II

Yulia Puspita, M.Pd NIP. 198107012005012004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Bandi Sobandi, M.Pd NIP. 197206131999031001


(4)

(Cerita Bergambar Pull-up dan Flap-book Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI:

Penguji I

Dra TitySoegiarti, M.Pd NIP. 195509131985032001

Penguji II

Suryadi, S.Pd., M.Sn NIP. 197307142003121001

Penguji III

Zakiah Pawitan, M.Ds NIP. 198305052005012001


(5)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

In this era of globalization, all levels of society should persist with their own country cultures. Traditional dances which existed and maintained from one generation to other generation are eroded by the progress of time. The writer was inspired to raise some issues regarding the process and the exploration of pull-up and flap-book technique, aiming to create something with cultural theme that attracts children, so that they are able to enjoy the creation and learn more enjoyable all at once. In this effort , through the creation of this thesis, the writer

raised one of West Java traditional dances “Jaipong” which was poured into the form of illustrated story with pull-up and flap-book technique entitled “Ayo, Menari

Jaipong dengan Nyi Iteung!”. In outline, the content of this illustrated is about an

introduction of Jaipong dance. The writer processed this creation according to Fotonovela, photography comic from Mexico, by processing some steps including: the processing at script writing, making of figures and characters, images capturing, digital processing which is the setting of color, layout, text, and then printing, preparing pull-up and flap-book technique, and binding. The size of work is 14,8 cm x 21 cm, with 20 pages and 6 supporting pages. This illustrated story is intended for children aged 7 to 12 years. The writer hopes that there will be many more books selecting foreign cultures, there will be many more books of illustrated stories with cultural theme as provision and introduction in order to ethnic cultures still exist.


(6)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Di era globalisasi ini, seluruh lapisan masyarakat patut bertahan dengan kebudayaan negaranya sendiri. Tarian tradisional yang sudah ada dan dipertahankan secara turun temurun kian terkikis oleh kemajuan zaman. Penulis terinspirasi untuk mengangkat rumusan masalah mengenai proses dan eksplorasi teknik pull-up dan flap-book, dengan tujuan tercipta sesuatu bertema kebudayaan yang digemari anak-anak, sehingga mereka bisa menikmati karya sekaligus belajar dengan lebih menyenangkan. Dalam upaya tersebut, melalui karya Skripsi Penciptaan ini penulis mengangkat salah satu tarian tradisional khas Jawa Barat “Jaipong” yang dituangkan ke dalam bentuk Cerita Bergambar dengan teknik pengemasan pull-up dan flap-book berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!”. Isi cerita bergambar ini merupakan pengenalan tari Jaipong secara garis besarnya. Penulis mengolah karya dengan berkiblat pada fotonovela, komik fotografi asal Meksiko, dengan melakukan tahapan di antaranya: proses penulisan naskah, pembuatan tokoh dan karakter, pengambilan foto, pengolahan digital yaitu pengaturan warna, tata letak, teks, kemudian melakukan pencetakan, penyusunan teknik pull-up dan flap-book, dan penjilidan. Ukuran karya 14,85 cm x 21 cm, jumlah halaman 20 dengan tambahan 6 halaman pendukung. Cerita bergambar ini ditujukan bagi anak berumur 7 hingga 12 tahun. Harapan penulis adalah semakin banyak masyarakat Indonesia yang pintar menyeleksi masuknya budaya luar ke Indonesia, semakin banyak juga tercipta buku-buku cergam anak bertema kebudayaan sebagai pembekalan dan pengenalan agar kebudayaan etnis tetap eksis.


(7)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….

LEMBAR PERNYATAAN……….

KATA PENGANTAR……….. i

ABSTRAK………... ii

UCAPAN TERIMA KASIH……… iii

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR BAGAN………... ix

DAFTAR GAMBAR……… x

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH………. 4

C. TUJUAN PENCIPTAAN……….. 5

D. MANFAAT PENCIPTAAN……….. 5

E. SISTEMATIKA PENULISAN……….. 6

BAB II LANDASAN PENCIPTAAN………... A. KAJIAN PUSTAKA……… 8

1. Ilustrasi………... 8

2. Cerita Bergambar……… .. 20

3. Teknik Montage/Montase……….. 31

4. Fotonovela………. 32

5. Tari………. 33

6. Jaipong………... 34

B. KAJIAN EMPIRIK……… 36

C. GAGASAN AWAL………... 38


(8)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Komposisi……….. 39

2. Tata Letak (Layout)……….. 40

3. Warna……… 40

4. Tipografi……… 46

5. Sudut dan Jarak Pandang……….. 49

BAB III METODE PENCIPTAAN………. 55

A. DEFINISI OPERASIONAL………. 55

1. Seni Tari………... 55

2. Jaipong……….……… 55

3. Nyi Iteung……….……... 55

B. PROSEDUR PENCIPTAAN……….……... 56

1. Persiapan………..….… 58

a. Observasi dan Studi Pustaka………...…………..…… 58

2. Perencanaan………..… 60

a. Pembuatan Tokoh dan Karakter……….. 60

b. Pembuatan Naskah……….. 61

c. Alat dan Bahan………..………….. 61

d. Storyboard……….…….. 64

3. Pelaksanaan Berkarya……….. 65

a. Proses Pengambilan Foto……… 65

b. Proses Pengolahan Digital (Tahap 1)……….. 67

c. Proses Pembuatan Pull-up dan Flap-book (Tahap 2)... 75

d. Penjilidan……… 81

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 82

A. PROSES DAN EKSPLORASI TEKNIK PULL-UP DAN FLAP-BOOK 82 1. Deskripsi Proses dan Eksplorasi Teknik Pull-up dan Flap-book…… 82

2. Analisis Proses dan Eksplorasi Teknik Pull-up dan Flap-book..….... 86

B. VISUALISASI KARYA 1. Deskripsi Karya Cerita Bergambar………...………... 88


(9)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Analisis Karya Cerita Bergambar……….……….... 89

3. Tampilan Akhir Seluruh Halaman………... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 127

A. KESIMPULAN………. 127

B. SARAN………. 128

DAFTARPUSTAKA….………..

DAFTAR ISTILAH………

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….


(10)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki kebudayaan yang melimpah dari Sabang hingga Merauke. Keanekaragaman etnis di Indonesia menjadi sumber terbentuknya musik dan tari daerah; pakaian dan rumah adat; serta keragaman bahasa dan suku budaya. Tari daerah merupakan salah satu bentuk ungkapan perasaan manusia dan menjadi sarana hiburan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Tari tradisional khususnya menjadi unsur pendukung dalam berbagai upacara adat dan persembahan di Negara Indonesia. Perkembangan tarian tersebut di Indonesia saat ini sudah kian meredup, dan tarian yang muncul kini adalah tarian modern dari negara luar, contohnya adalah Gangnam Style dari Korea, Shuffle Dance, Break Dance dan Harlem Shake. Tarian tersebut dengan begitu mudahnya masuk dan mempengaruhi generasi muda Indonesia sedangkan kreativitas seniman daerah yang dituangkan ke dalam tarian daerah kini sangat sulit merambah dunia generasi muda Indonesia, padahal di negeri sendiri tersebar beragam tarian yang unik, dan patut dibanggakan dan dikenalkan ke seluruh dunia.

Tari tradisional adalah tari yang keberadaannya sudah cukup lama dalam kehidupan manusia khususnya di Indonesia. Tari tradisi sebagai bagian dari seni adalah wujud dari karya yang dihasilkan sejak puluhan tahun lalu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa edisi ke-4 Depdiknas (2011:1483),

“tradisional berasal dari awal kata tradisi yaitu adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat.“

Banyak ditemukan buku-buku suplemen pembelajaran budaya tradisional Indonesia di pasaran, namun mayoritas tidak membahas lebih rinci, contohnya

adalah “Tari Daerah dari 33 Provinsi" Penerbit Tera For Junior Yogyakarta,

kemudian “Budaya Indonesia 33 Provinsi” dari Transmedia Jakarta yang hanya


(11)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Siswa Sekolah Dasar adalah tunas-tunas baru yang selayaknya dibimbing untuk lebih mencintai, menghargai dan melestarikan budayanya sendiri. Sehingga warisan budaya yang sangat beragam di Indonesia tidak akan hilang ditelan zaman. Cerita Bergambar mengenai tarian Indonesia adalah salah satu cara memperkenalkan kembali tarian tradisional.

Dari fakta dan hasil observasi di atas, maka penulis mengambil permasalahan tersebut sebagai ide penciptaan salah satu tarian tradisional Indonesia. Penulis berasal dari Jawa Barat dengan latar belakang budaya Sunda sebagai tanah kelahiran, maka tarian tradisional yang dijadikan objek pembuatan cerita bergambar (cergam) pengenalan tari tradisional Indonesia adalah tari jaipong. Itu semua sebagai wujud kepedulian penulis terhadap realita redupnya eksistensi kebudayaan negeri sendiri dibanding kebudayaan luar karena selain menyenangkan juga menambah ilmu mengenai tari jaipong yaitu tarian tradisional masyarakat Jawa Barat. Sebagai orang yang bergelut dalam bidang seni rupa, penulis kemudian memiliki ide untuk membuat suatu cerita bergambar yang unik, memadukan beberapa teknik yang diantaranya pull-up dan flap-book dimana cerita bergambar dengan variasi perpaduan teknik tersebut terhitung langka di pasaran, dengan perpaduan teknik yang dipakai dalam pembuatan cerita bergambar ini juga diharapkan membuat suasana belajar anak-anak menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

Kurangnya minat baca pada anak-anak pada era globalisasi ini sungguh miris. Keberadaan teknologi, elektronik dan alat komunikasi sungguh sangat berpengaruh. Jika dulu beberapa anak berkumpul untuk belajar bersama di taman, kini yang dilakukan sebagian besar anak-anak ketika beristirahat adalah memainkan telepon genggam dengan segala aplikasi dan permainan yang semakin berkembang. Jangankan membaca buku pelajaran yang rumit, buku cerita bergambar ataupun komik yang dulu disenangi anak-anak kini jarang dinikmati.

Dengan mengolah unsur visual cergam dan kemudian mendeskripsikannya dari pengolahan warna, penentuan sudut pandang, komposisi, tipografi dan pengolahan beberapa teknik akan membantu penulis dalam menuangkan ide ke


(12)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam karya cergam demi mencapai keberhasilan cerita bergambar yang inovatif dan menyenangkan yang ditujukan bagi anak dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun.

Menurut Slamet Subiyantoro dalam Seminar Nasional Pendidikan Seni Rupa dan Perannya Dalam Pendidikan Karakter Melalui Penggalian Sumber Ide Nilai Kearifan Lokal, di rangkaian Pameran Seni Rupa Nasional “Art Edu Care

#3” Surakarta tahun 2012, Kebudayaan kita terlanjur diberi merek jadul (jaman

dulu) atau sudah lama, kuno dan ketinggalan, tradisional dan semacamnya. Kenyataan ini mungkin senada dengan makna peribahasa yang sudah melekat di

masyarakat Indonesia. Bahwa “rumput tetangga katanya lebih hijau dari rumput

sendiri”. Hal ini menegaskan apa yang datang dari seberang atau negara lain,

khususnya dari barat merupakan “segala-galanya” serba “wah” dan anak remaja

menyebutnya “trend”. Maka dipastikan pernyataan ini mendukung pernyataan

penulis sebelumnya bahwa cerita bergambar yang beredar di pasaran mengenai budaya Indonesia dipandang sebelah mata karena dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

Kebudayaan lokal senantiasa memiliki ciri-ciri kearifan lokal seperti : (1) menjaga keseimbangan Manusia-Alam-Tuhan. Pengertian ini menegaskan bahwa menjaga keseimbangan bukanlah identik menguasai alam tetapi menyelaraskan. Konsep ini berlawanan dengan perilaku menguasai, bernafsu mengalahkan unsur lain yang disharmoni; (2) menjaga hubungan alamiah; (3) kekuasaan harus memelihara alam dan manusia; (4) kerusakan pada alam dan manusia pertanda kerusakan kekuasaan; (5) Disimpan dalam cerita rakyat, tradisi lisan, mitos legenda, dongeng, oleh karena itu isi kebudayaan terpadu dalam kebudayaan; (6) menyimpan pengetahuan yang berguna untuk mengatasi kesulitan, ia memiliki manfaat solutif, dan sudah teruji komunitas, dan bukan perseorangan, sebab kekuasaan terbagi bukan individual, sehingga nilai bukan untuk sepihak tetapi untuk masyarakat; (8) mendistribusikan hasil secara seimbang, bukan berdasarkan menang kalah, tetapi berprinsip sama yaitu win-win solution, serta (9) mendorong

ekonomi kreatif (Dian Nafi’, 2008: 10)

Dari pernyataan tersebut pada poin ke (5) tersirat bahwa untuk mempertahankan kebudayaan lokal dibutuhkan pelestarian misalnya dituangkan


(13)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam cerita rakyat, tradisi lisan, mitos legenda, dongeng. Dalam hal ini dikerucutkan dengan menuangkan ide cerita rakyat, tradisi, mitos legenda dan dongeng ke dalam cerita bergambar maupun komik yang pada dasarnya bertujuan sama yaitu mempertahankan kebudayaan Indonesia. Salah satu tokoh cerita rakyat Jawa Barat adalah Kabayan, sosok laki-laki Sunda yang ramah, humoris, cerdik, banyak akal, dan sangat mencintai tanah kelahirannya, memiliki teman dekat bernama Nyi Iteung, anak gadis Abah dan Ambu yang tinggal di desa. Nyi Iteung memiliki sifat yang ramah, baik hati, santun, dan cantik. Keluguan hati Nyi Iteung dan karakternya yang memakai pakaian sederhana seperti kebaya dan kain batik untuk pakaian kesehariannya sangat mendukung untuk dijadikan tokoh utama dalam cerita bergambar ini.

Memperkenalkan tarian tradisional Indonesia melalui cerita bergambar merupakan suatu penyegaran atau inovasi pembelajaran, karena sebelumnya pengenalan tarian tradisional Indonesia sebagian besar hanya dipelajari di sekolah dengan media yang terbatas. Maka pada kesempatan ini, penulis membuat karya skripsi dengan mengangkat kembali warisan budaya Jawa Barat yaitu tari Jaipong. Sebuah buku cerita bergambar bertajuk “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi

Iteung!” diharapkan dapat mengajak tunas muda Indonesia mengenal dan

mempelajari kesenian budaya dengan lebih menyenangkan.

B. Identifikasi Masalah

Membangun kemauan anak membaca dan memahami isi bacaan di setiap halamannya membutuhkan suatu hal yang menarik, pengembangannya yaitu dari penggunaan warna pada cerita bergambar yang harus sesuai bagi usia di jenjang pendidikan Sekolah Dasar, lalu penggunaan jenis huruf atau font yang juga sesuai. Tetapi yang terpenting adalah isi cerita yang tidak monoton sehingga anak tidak jenuh membacanya. Selain itu penggunaan teknik flap-book (buku lipatan) dan pull-up (menarik) membantu penyampaian pesan dalam cerita bergambar menjadi lebih menarik dan membuat pembaca tidak merasa jenuh.


(14)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Seperti yang diketahui sebelumnya semakin terpuruknya eksistensi tarian tradisional Indonesia dibanding tarian modern di era globalisasi ini menjadi sebuah ide bagi penulis dalam membuat karya. Maka dari itu penulis bermaksud untuk membuat karya flap-book dan pull-up Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!”

Rumusan Masalah dalam skripsi penciptaan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses dan eksplorasi teknik flap-book dan pull-up menjadi sarana menuangkan gagasan pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari

Jaipong dengan Nyi Iteung!”?

2. Bagaimana visualisasi estetik cerita bergambar flap-book dan pull-up sebagai pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi

Iteung!”?

C. Tujuan Penciptaan

Penciptaan karya skripsi ini bertujuan untuk mengembangkan minat anak terhadap kebudayan Indonesia dengan menuangkannya ke dalam cerita bergambar salah satu tarian tradisional Indonesia yaitu Tari Jaipong yang merupakan tarian asli Jawa Barat secara lebih mendalam, baik dalam gerakan, sejarah, kostum dan sebagainya. Segmentasi pembaca atau sasaran penulis adalah semua umur, namun dikhususkan bagi anak usia 8 hingga 12 tahun, dengan demikian tujuan utamanya adalah mengembangkan kemauan mengenali dan memperdalam tarian tradisional bangsanya sendiri dibanding tarian dari kebudayaan luar seperti shuffle dance, gangnam style, bahkan yang terbaru bernama tarian harlem shake.

Adapun tujuan dari penciptaan karya tugas akhir ini, adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan proses dan eksplorasi teknik flap-book dan pull-up menjadi

sarana menuangkan gagasan pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul


(15)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Memvisualisasikan objek cerita bergambar flap-book dan pull-up sebagai pengenalan tari tradisional Indonesia berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan

Nyi Iteung!”

D. Manfaat Penciptaan

Bagi penulis pembuatan karya cerita bergambar tari Jaipong asli Tanah Sunda Jawa Barat Indonesia ini merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan sendiri karena dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan dan menumbuhkan kembali rasa antusias anak terhadap tarian tradisional Indonesia khususnya Tari Jaipong. Dengan begitu penulis dapat ikut serta memberikan inovasi baru bagi tunas-tunas bangsa yang sudah banyak terpengaruh oleh kebudayaan luar. Selain itu, berikut penulis paparkan beberapa manfaat yang dapat digali dari pembuatan karya cerita bergambar tarian tradisional Indonesia, di antaranya:

1. Bagi penulis, selain mengembangkan kreativitas juga dapat turut membantu mempertahankan budaya bangsa. Pengetahuan penulis mengenai ragam tarian tradisional Indonesia, khususnya Tari Jaipong dari yang sebelumnya tidak tahu sedikitnya mengalami perkembangan sejalan dengan proses pembuatan karya. 2. Bagi Lembaga Pendidikan Seni Rupa, diharapkan dapat mengembangkan

keberadaan Cerita Bergambar sebagai media pembelajaran ataupun suplemen (pelengkap) dalam bidang pendidikan. Tidak hanya tarian tradisional saja, namun bisa dikembangkan dengan mengangkat ragam kebudayaan Indonesia yang lainnya, misalnya rumah adat, bahasa daerah, dan sebagainya.

3. Bagi pemerintah, khususnya di Kota Bandung untuk lebih mengembangkan dan mempertahankan eksistensi kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sebelum terlambat, akan lebih baik jika pengenalan ragam kebudayaan di Indonesia dilakukan sejak dini.


(16)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagi masyarakat umum, dapat mengembangkan minat baca pada anak Indonesia sebagai tunas-tunas bangsa dan juga turut serta mempertahankan keberadaan budaya Indonesia yang sudah ada turun temurun. Mengingatkan kembali bahwa ragam tarian tradisional Indonesia tidak kalah dengan tarian dari luar baik dari segi estetis penggunaan pakaian yang digunakan maupun unsur gerak tari yang ada di dalamnya.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan serta pembacaan laporan penciptaan karya cerita bergambaryang berjudul “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!” (Cerita Bergambar Flap-book dan Pull-up sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia) maka karya tulis ini disusun dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN,

Berisi tentang Latar Belakang Penciptaan, Iduntifikasi Masalah, Tujuan Penciptaan, Manfaat Penciptaan, , serta Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN PENCIPTAAN,

Berisi tentang kajian teoritik, yang menjelaskan Tari Jaipong, Ilustrasi, dan Cerita bergambar, kemudian kajian empiris dan konsep penciptaan

BAB III METODE PENCIPTAAN,

Menjelaskan tentang metode dan langkah-langkah yang penulis gunakan dalam membuat karya ini, antara lain Ide Berkarya, Konsep Berkarya, Pengolahan Ide, Proses Berkarya

BAB IV VISUALISASI KARYA,

Berisi analisis dan pembahasan karya Cerita Bergambar Flap-book dan Pull-Up Sebagai Pengenalan Tari Tradisional Indonesia yang diciptakan diantaranya membahas: Pengenalan Karakter, Latar belakang, Cerita Bergambar “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!” Sampul ( Cover) Cerita Bergambar “Ayo, Menari


(17)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jaipong dengan Nyi Iteung!”, Isi Cerita “Ayo, Menari Jaipong bersama Nyi Iteung!” dan halaman pendukung

BAB V PENUTUP,

Bagian terakhir ini berisi kesimpulan hasil penciptaan karya dan saran atau rekomendasi berkenaan dengan karya seni yang diciptakan.


(18)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENCIPTAAN

A. Definisi Operasional

1. Seni Tari

Di Indonesia perkembangan tari pada awalnya bernilai spiritual tinggi, sering dipakai pada upacara tertentu, misalnya upacara kematian, upacara pernikahan dan sebagainya, namun lama kelamaan berubah nilainya menjadi hiburan dan bersifat tontonan. Tarian tradisional tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan berbagai gerakan diiringi musik pengiring dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

2. Jaipong

Jaipong atau jaipongan menurut Kurnia dan Nalan (2003:111) adalah: Sebuah genre kesenian yang lahir dari kreativitas seorang seniman dari Bandung, Gugum Gumbira. Kepeduliannya terhadap kesenian rakyat, salah satunya ketuk tilu, membuat seorang Gugum Gumbira mengetahui dan mengenal betul perbendaharaan pola gerak tari tradisi yang ada pada kliningan/bajidoran atau ketuk tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari kesenian-kesenian diatas cukup memberikan inspirasi baginya untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama “Jaipongan”.

3. Nyi Iteung

Siapa rakyat Jawa Barat yang tidak mengenal Kabayan, sosok pemuda Sunda yang polos, banyak akal, humoris, baik hati dan cerdas. Keseharian tokoh ini sudah diceritakan lisan sejak abad ke-19 hingga sekarang secara turun menurun. Cerita Kabayan adalah cerminan kehidupan masyarakat Sunda, Kabayan mencintai Nyi Iteung putri dari Abah dan Ambu (panggilan bahasa Sunda untuk ibu dan ayah).

Cergam yang dibuat oleh penulis tentang pengenalan tarian tradisional Jawa Barat yaitu Jaipongan membutuhkan karakter yang mewakili wanita


(19)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sunda, maka menurut penulis, Nyi Iteunglah yang paling cocok untuk dijadikan karakter tersebut karena didukung sosoknya yang lembut, baik hati, dan cantik. Nyi Iteung dan Kabayan sudah menjadi cerita rakyat Jawa Barat yang dikenal oleh masyarakat Indonesia.

B. Prosedur Penciptaan

Berawal dari suguhan acara di televisi dimana anak- anak muda Indonesia lebih antusias menari tarian modern “Gangnam Style” dari korea selatan, juga boyband dan girlband-nya yang enerjik, dibandingkan tarian dari kebudayaan Indonesia khususnya Tari Jaipong. Jangankan ikut menari tarian tradisional Indonesia, nama-nama tarian setiap provinsinya saja hanya sedikit yang mengetahuinya. Keberadaan tari tradisional Indonesia yang meredup dipengaruhi oleh masuknya budaya asing baik melalui media televisi, media cetak maupun internet, diperlukan penyegaran atau inovasi yang baru dan menarik agar generasi muda antusias mempelajarinya.

Sebagian besar cergam di pasaran dibuat secara manual maupun digital, atau ada yang menggabungkan antara manual lalu diselesaikan dengan digital. Namun penulis menemukan beberapa cergam yang menggunakan foto, baik foto yang diambil langsung, melalui unduhan, atau bahkan cuplikan dari film kemudian dijadikan cergam dengan menampilkan beberapa foto adegan dalam film, contohnya adalah cergam Batman Begins.

Batman Begins memang sudah menjadi idola anak-anak maupun dewasa sejak lama. Didalam cergam tersebut terdapat beberapa adegan-adegan sama persis seperti dalam filmnya. Bagaimana tidak, adegan-adegan tersebut adalah hasil potongan film yang diadaptasi Benjamin Harper.


(20)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1

Cergam Fotografi Warner Bros“Batman Begins” Diadaptasi oleh Benjamin Harper

(Sumber: Gramedia )

Di dalam pembuatan cergam ini terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Penulis membaginya menjadi dua tahapan. Hal tersebut dikarenakan selain disarankan dosen pembimbing menjadikan fotonovela sebagai referensi, penulis juga terinspirasi dari beberapa cergam fotografi yang didapat di beberapa toko buku dan perpustakaan.

Tahap pertama adalah tahap pembuatan isi cergam dengan segala visualisasi yang diharapkan dapat menarik perhatian pembaca khususnya anak-anak sekaligus dijadikan buku pelengkap belajar anak-anak mengenai kebudayaan Indonesia.

Tahap yang kedua adalah tahap pengemasan (packaging). Pada umumnya beberapa ilustrator menggunakan prosedur standar dalam membuat cergam, antara lain pembuatan naskah, disertai alat dan bahan yang serupa seperti kertas


(21)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gambar untuk pembuatan sketsa dan storyboard, pensil, cat warna juga pensil warna untuk mewarnai. Setelah itu dilakukan pemindaian dan olah warna digital menggunakan komputer. Sedikit berbeda dengan cergam yang dibuat oleh penulis, sebelum menjadi buku yang diharapkan dapat dinikmati oleh anak-anak, dilakukan tahap-tahap berikut ini:

a. Persiapan

Bagan I.1 Bagan Berkarya

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa gagasan atau ide pembuatan skripsi ini berawal dari minimnya buku cerita bergambar bertema kebudayaan yang dikemas dengan menggunakan teknik gabungan pull-up dan flap-book juga penggunaan teknik mengolah foto yang berada di pasaran, sebetulnya ada namun


(22)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

langka adanya. Adapun tema yang diambil adalah mengenai tarian tradisional Indonesia yang eksistensinya mulai memudar karena adanya akulturasi budaya dari negara luar, sehingga sedikit demi sedikit mulai terkikis. Dalam mewujudkan cerita bergambar tersebut, penulis membaginya menjadi empat konsep berkarya diantaranya:

a. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh penulis antara lain pengajuan pertanyaan langsung terhadap siswa sekolah menengah pertama kelas VII (tujuh) di SMP Negeri 30 Bandung, di mana sekolah tersebut adalah tempat penulis melaksanakan PPL (Program Pengalaman Lapangan). Kelas VII (tujuh) merupakan peralihan dari Sekolah Dasar menuju jenjang menengah. Seharusnya siswa kelas VII masih mengingat pengetahuan mengenai tarian tradisional yang telah dipelajari di Sekolah Dasar, namun nyatanya tidak.

Penulis mengajukan pertanyaan langsung mengenai tarian tradisional di Indonesia beserta provinsinya kepada siswa: “Sebutkan salah satu tarian di Indonesia beserta provinsinya!”, lalu kemudian sekitar empat orang siswa menjawab namun mereka tidak begitu yakin akan jawabannya masing-masing, jawaban mereka diantaranya: tari Jaipong dari Jawa Barat, Kecak dari Bali, dan tari Saman dari Aceh. Suasana kelas cenderung pasif dan siswa terlihat takut menjawab pertanyaan tersebut karena pertanyaan yang diajukan dianggap pertanyaan yang sulit bagi siswa. Tidak hanya itu, penulis juga menanyakan hal yang sama kepada enam siswa Sekolah Dasar di sekitar rumah penulis yang kebetulan memiliki ikatan saudara, dan mendapatkan respon yang sama. Lain halnya saat penulis menanyakan mengenai tarian dari Korea Selatan yang baru-baru ini sangat terkenal baik di media cetak, televisi maupun media internet. Penulis mengajukan pertanyaan: “Darimana asal Gangnam Style dan contohkan


(23)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gerakannya!”. Anak-anak antusias menarikannya sambil tertawa dan cenderung lebih aktif.

Gambar 3.2 Gangnam Style (Sumber: style.mtv.com )

Gangnam style adalah salah satu musik K-pop tahun 2012 yang dinyanyikan oleh rapper Korea Selatan, Park Jae Sang, atau yang lebih dikenal dengan nama PSY. "Gangnam Style" merupakan istilah yang digunakan oleh warga Korea Selatan untuk menggambarkan gaya hidup mewah (Fekadu, Mesfin (8/27/2012). "Wild, Crazy Style". The Express Associated Press). Musik dan tarian dari Korea Selatan ini digemari seluruh dunia, begitu juga Indonesia. Namun yang menjadi masalah adalah ketika kebudayaan luar lebih digemari dibandingkan kebudayaan Indonesia sendiri. Siswa di kelas lebih antusias saat ditanyakan bagaimana gerakan gangnam style dibandingkan bagaimana gerakan tari jaipong. Dari situlah penulis kemudian mendapat ide untuk membuat cerita bergambar tarian tradisional Indonesia yang diharapkan dapat menarik bagi siswa Sekolah Dasar khususnya.

b. Studi Pustaka

Dengan melakukan studi pustaka mngenai masalah yang diambil dalam karya skripsi ini, penulis dapat mendapatkan informasi dan masukan lebih banyak, seperti yang dikatakan (Nazir,1988: 111). Studi kepustakaan adalah


(24)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada

hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

Secara Metodelogis (Ilmiah) terdapat tiga tahapan yaitu tahap eksplorasi, tahap perancangan dan tahap perwujudan (SP.Gustami: 2009) dengan uraian sebagai berikut:

1) Penggalian sumber referensi dan informasi, untuk menemukan tema atau berbagai persoalan yang memerlukan pemecahan.

2) Usaha ini untuk memperoleh data material, alat, teknik, konstruksi, bentuk dan unsur estetis, aspek filosofi dan fungsi social cultural serta estimasi keunggulan pemecahan masalah yang ditawarkan.

3) Perancangan untuk menuangkan ide atau gagasan dari deskripsi verbal hasil analisis ke dalam bentuk visual dalam batas rancangan dua dimensional. Hal yang menjadi pertimbangan dalam hal ini meliputi aspek material, teknik, proses, metode, pesan makna, nilai ekonomi.

4) Perwujudan rancangan kedalam karya nyata sampai tahap penyelesaian (finishing).

c. Penyediaan Bahan

Pembuatan cergam oleh penulis tidak seperti kebanyakan cergam yang berada di pasaran. Penulis menggunakan teknik olah digital dari foto-foto yang didokumentasikan oleh penulis sendiri. Background dan tokoh-tokoh didapatkan dari hasil dokumentasi penulis kemudian diolah dengan mengatur warna dengan Adobe Photoshop CS5. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengerjaan cergam ini adalah:

1) Tahap 1

Yang dibutuhkan pada pembuatan karya pada tahap ini antara lain:

a) Kertas HVS untuk pembuatan sketsa dan storyboard sehingga pengerjaan cergam dengan mengolah foto bisa terkonsep dengan baik.


(25)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambat 3.3 Kertas HVS

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

b) Pinsil 2B untuk membuat goresan sketsa pada storyboard sebagai panduan untuk pengerjaan cergam

Gambat 3.4

Pensil 2B dan Penghapus Karet (Sumber: Dokumentasi pribadi)

c) Komputer beserta perlengkapannya seperti mouse dan juga program Adobe Photoshop CS5.


(26)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambat 3.5

Perangkat Laptop dengan Program Adobe Photoshop CS5 sebagai Penunjang Pengolahan Digital

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

d) Kamera digital Canon EOS 450D Kiss X2 untuk pemotretan model cergam yang kemudian fotonya akan diolah dengan komputer

Gambar 3.6

Kamera Digital Canon EOS 450D Kiss X2 untuk Pengambilan Foto Model Cergam

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

e) Kertas Art Paper 260 gram untuk hasil cetak

f) Printer, di tempat percetakan akan mendukung hasil cetak yang lebih baik.

2) Tahap 2

Pada tahap ini dilakukan pengerjaan flap-book dan pull-up. Yang dibutuhkan pada tahap ini antara lain:

a) Untuk pengerjaan flap book dan pull up dilakukan dengan cara manual, bahan yang digunakan antara lain pisau cutter, gunting, penggaris untuk mempermudah pemotongan kertas


(27)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.7

Pisau Cutter, Gunting, Penggaris (Sumber: Dokumentasi pribadi)

b) Selotip bening dan lem kayu berdaya perekat tinggikarena sangat mempengaruhi pengerjaan cergam dengan teknik flap book dan pull up.

Gambar 3.8 Lem kayu dan Selotip (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

d. Proses Berkarya

Berikut adalah langkah- langkah perwujudan rancangan yang dilakukan dalam pembuatan karya :


(28)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Di dalam pembuatan naskah, penulis menentukan terlebih dahulu tema yang akan diangkat, setelah itu dibuat kerangka karangan yang berisi unsur-unsur seperti tokoh-tokoh, latar, alur cerita atau plot yang di dalamnya terdapat pengantar cerita, penampilan masalah, ketegangan dan penyelesaian cerita. Isi cergam sangat sederhana, namun dibuat berdasarkan karakteristik anak yang antara lain dari teks cergam yang tidak terlalu berbelit-belit agar anak-anak tidak jenuh saat membaca.

Lalu setelah itu dibuatlah storyboard sebagai pedoman dalam menyusun dan membuat karya. Storyboard merupakan kerangka sederhana yang dibuat dengan menggunakan media kertas dan pensil. Gambar yang dibuat diawali dengan membuat panel-panel kecil kemudian membuat sketsa cergam secara berurutan dari halaman awal hingga akhir. Secara sederhana ditentukan pula setting tempat, sudut pandang, tata letak teks dan sebagainya. Pembuatan storyboard ini bertujuan agar pengerjaan cergam terstruktur dengan baik, jika sudah terencana dalam storyboard maka dengan mudah penulis dapat menyelesaikan cergam baik dengan manual maupun olah digital seperti yang dibuat oleh penulis, dalam satu lembar kertas A4 meliputi tiga sampai empat kotak gambar ukuran kecil sebagai patokan, mewakili halaman cerita bergambar yang akan digarap.

2) Pengambilan Foto

Pengambilan foto dilakukan di berbagai tempat dan juga membutuhkan beberapa model untuk melengkapi tokoh-tokoh didalam cergam yang dibuat penulis. Penulis mengarahkan model untuk berekspresi sesuai dengan karakter yang ada dalam cergam, baik gesture maupun mimik wajah.


(29)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.9

Proses Pengambilan Gambar (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Tokoh-tokoh yang ada dalam cergam antara lain empat orang anak sekolah dasar dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun, kemudian untuk karakter Nyi Iteung sendiri model yang diambil adalah rekan penulis mahasiswi Jurusan Pendidikan Seni Tari di Universitas Pendidikan Indonesia, dan yang terakhir untuk model Bu Euis adalah rekan penulis di Jurusan Pendidikan Seni Rupa. Untuk setting tempat dilakukan di sekitar gunung Tangkuban Parahu, Bandung Barat.


(30)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c d e

Gambar 3.10

a. Model Cergam Karakter Bu Euis

b. Model Cergam Karakter Nyi Iteung

c. Model Cergam Karakter Galuh

d. Model Cergam Karakter Gugum

e. Model Cergam Karakter Dudung

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

3) Pengolahan Digital ( Tahap 1)

Hal yang pertama dilakukan penulis dalam pengolahan digital adalah membuka program Adobe Photoshop CS5 kemudian menentukan setting ukuran lembar cergam pada layer yaitu 14,85 cm x 21 cm, ukuran tersebut sesuai karena ukurannya sedang dan tidak sulit untuk dibawa anak kemanapun. Dalam pengerjaan satu panel lembar kerja terdiri dari dua halaman, maka dari itu ukuran lembar kerja diubah menjadi 29,7 cm x 21 cm, penggabungan 2 lembar kerja.


(31)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.11

Mengubah Ukuran Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Setelah itu penulis melakukan pemilihan foto yang sudah didokumentasikan, menentukan model dengan gesture yang sesuai dengan halaman tersebut mengacu pada storyboard yang dibuat sebelumnya. Untuk memisahkan objek yang akan diambil dengan backgroundnya, penulis memilih Quick Selection Tool pada Toolbox kemudian menyeleksi objek, menyalinnya di lembar kerja.

a b


(32)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu c

Gambar 3.12 Menyeleksi Objek

a. Tampilan Saat Menyeleksi Objek dengan Quick Selection Tool pada Toolbox b. Tampilan Setelah Menyeleksi Objek dengan Quick Selection Tool pada Toolbox

c. Tampilan Setelah Menduplikasi Objek untuk Dipindahkan ke Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Penulis melakukan hal tersebut ke setiap objek dan memindahkan ke lembar kerja yang ukurannya sudah diatur sebelumnya, sehingga tampilannya menjadi seperti di bawah ini:


(33)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.13

Hasil Seleksi Objek pada Lembar Kerja (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Ada beberapa tahap yang dilakukan penulis agar objek-objek pada lembar kerja menyerupai kartun sehingga lebih menarik untuk dinikmati. Pengaruhnya mungkin tidak begitu banyak, namun dengan melakukan pengubahan dan penambahan beberapa efek akan memberikan hasil yang lebih baik. Untuk lebih jelas, penulis mengambil contoh karakter Gugum pada cergam yang sedang menari gangnam style.

Gambar 3.14 Objek Gugum

(Sumber: Dokumentasi Penulis)

Setelah menyalin menjadi dua layer (lapisan), penulis memberikan masing-masing efek yang berbeda dengan cara memilih dan mengatur filter seperti di bawah ini :


(34)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Layer yang pertama menggunakan efek Sketch Photocopy yang dimaksudkan untuk membuat garis outline seperti kebanyakan gambar kartun. kemudian penulis mengganti layer menjadi multiply pada pilihan toolbox di sudut kanan bawah, sehingga gambar menjadi transparan.

Gambar 3.16 Efek Sketch / Photocopy (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Layer yang kedua menggunakan efek Cutout karena efek ini memiliki hasil mendekati kartun. Dalam efek Cutout harus menyesuaikan Number of Levels, Edge Simplicity dan Edge Fidelity. Ketiganya antara lain untuk menyesuaikan kontur dan warna yang kita kehendaki.


(35)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.17 Efek Cutout

(Sumber: Dokumentasi Penulis)

Setelah kedua layer diatas diberi efek masing-masing kemudian digabungkan menjadi satu layer dengan cara memilih Merge Layers di Toolbox kanan bawah lembar kerja. Setelah itu diatur dengan adjustmenst pada pilihan Image di atas lembar kerja sehingga terang dan gelap, kontras juga pengaturan warna bisa disesuaikan, hasilnya terlihat perbedaan menjadi seperti di bawah ini:

Gambar 3.18 Pengaturan Adjustments (Sumber: Dokumentasi Penulis)


(36)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(37)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Langkah-langkah Editing Digital (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Penulis memberikan sedikit pengaturan warna pada pakaian Dudung, menghapus warna yang kurang mendukung konsep, pada pengambilan foto pemeran Dudung memakai pakaian biru dengan logo Persib dan gambaran bendera Inggris, karena bendera Inggris tersebut sama sekali tidak mendukung, maka penulis menghapusnya dengan menggunakan brush tool biru sehingga yang muncul adalah aksen logo Persib.

Setelah semua objek diubah sehingga mendekati kartun, kemudian diberi efek dedaunan, tanah, rumput, awan-awan dan langit yang cerah, sehingga step-step yang didapat adalah seperti di atas. Dengan menggunakan Brush tool penulis dapat memilih beragam pilihan kuas dan bisa digunakan untuk mendesain lembar kerja, penggunaan Brush tool pada toolbox cukup mudah. Tampilannya antara lain seperti di bawah ini:

Gambar 3.20 Brush Tool

(Sumber: Dokumentasi Penulis)

Langkah terakhir dalam pengolahan digital adalah pemasukan teks, caranya adalah dengan menggunakan Horizontal Type Tool pada Toolbox, berbagai macam huruf beserta ukurannya bisa dipilih dan disesuaikan. Agar rapi penulis terlebih dahulu menambahkan garis pinggir dan garis lipatan pada lembar


(38)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kerja, caranya dengan menarik Rulers (penggaris) di pinggiran lembar kerja, lalu kemudian menambahkan teks.

Gambar 3.21 Penambahan Teks (Sumber: Dokumentasi Penulis)

4) Pembuatan Pull-up dan Flap-book (Tahap 2) (a) Pull-up

Dalam satu pengerjaan pull-up, dibutuhkan tiga lapisan lembar kerja. Yang pertama adalah lapisan bingkai. Ukuran yang ditentukan penulis adalah 10 cm x 10 cm. Lapisan kedua adalah lapisan sebelum gambar berubah, sedangkan lapisan yang ketiga adalah gambar yang sudah berubah. Lapisan pertama terdiri dari dua halaman yang digabung, sedangkan lembar dua dan tiga hanya terdiri dari satu halaman, hal tersebut akan memudahkan dalam proses pengerjaan.


(39)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(40)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b c

Gambar 3.22

2) Lapisan Bingkai

3) Lapisan Sebelum Gambar Berubah

4) Lapisan Setelah Gambar Berubah

(Sumber : Dokumentasi Penulis)

Penulis memberikan garis yang ditambahkan pada lapisan dua dan tiga untuk mempermudah pemotongan kertas dengan pisau cutter, sehingga tidak perlu kerepotan untuk mengukurnya secara manual. Adobe Photoshop membantu mengakuratkan garis tersebut dengan penggunaan Grid, seperti di bawah ini:

Gambar 3.23

Pengaturan Garis untuk Proses Pemotongan (Sumber: Dokumentasi penulis)


(41)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a b

Gambar 3.24

a. Lapisan Satu Setelah Pemotongan

b. Lapisan Dua Setelah Pemotongan

Setelah melakukan proses pemotongan, penulis menyatukan lapisan satu dan lapisan dua. Caranya dengan menyisipkan potongan lapisan satu ke lapisan yang kedua secara teratur satu persatu.

Gambar 3.25

Proses Menyatukan Lapisan Satu dan Dua (Sumber: Dokumentasi penulis)

Lalu proses selanjutnya adalah pengeleman gabungan lapisan dua dan tiga ke lapisan bingkai dengan lem kayu yang berdaya rekat baik. Untuk penopang belakang, digunakan lembar kerja berikutnya, hasilnya adalah seperti di bawah ini:


(42)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.26

Tampilan Penarikan Pull-up Setelah Disusun (Sumber: Dokumentasi penulis)

(b) Flap-book

Lain halnya dengan pull-up, pengerjaan flap-book jauh lebih praktis. Dalam flap-book hanya dibutuhkan dua lapisan, lapisan yang pertama lapisan yang belum berubah, dan yang kedua setelah berubah. Bentuk flap atau buku berjendela yang dipakai penulis yaitu kotak atau persegi, dimaksudkan agar lebih mudah dan tidak mudah robek saat dibuka.

Gambar 3.27 Lapisan Pertama Flap-book (Sumber: Dokumentasi penulis)


(43)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada lapisan yang pertama diberi garis berbentuk kotak atau persegi yang nantinya akan dipotong di tiga sisi sedangkan sisi satunya sebagai penopang. Pada bagian belakang sisi penopang penulis memberikan sedikit sayatan untuk mempermudah saat dilipat. Setelah dipotong, hasilnya seperti di bawah ini:

Gambar 3.28 Proses Pemotongan Flap-book (Sumber: Dokumentasi penulis)

Gambar 3.29 Lapisan Kedua Flap-book (Sumber : Dokumentasi penulis)


(44)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setelah pemotongan pada lapisan satu, yang dilakukan penulis selanjutnya adalah pengeleman lapisan satu dan lapisan dua dengan lem kayu. Proses flap-book jauh lebih mudah, hasilnya seperti di bawah ini

Gambar 3.30

Penggabungan Dua Lapisan Flap-book

(Sumber : Dokumentasi penulis)

7) Penjilidan

Proses yang terakhir dalam pembuatan cergam ini adalah penjilidan, setelah melakukan proses digital kemudian menyusunnya dengan teknik pull-up dan flap-book, susunan karya tersebut direkatkan dengan jilid hardcover untuk memberikan kesan yang menarik dan eksklusif sehingga anak-anak kemudian tertarik untuk membaca dan menikmati cergam ini.


(45)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Buku cerita bergambar “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!” dengan teknik pull-up dan flap-book ini merupakan karya ilustrasi yang berisi tentang pengenalan tari Jaipong, baik mengenai siapa penciptanya, pakaian yang digunakan, dan juga gerakan-gerakan dasarnya, namun dikemas dengan narasi yang sesuai untuk anak dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun. Berbeda dengan karya cergam yang sudah ada sebelumnya, penulis membuat karya ilustrasi ini dengan menggunakan teknik digital, yaitu dengan cara mengolah foto.

Tahapan-tahapannya adalah seperti membuat storyboard yang berisi panel-panel sketsa cergam secara berurutan dari awal hingga akhir, kemudian dengan pedoman storyboard tersebut penulis melakukan pengambilan foto dari beberapa model, dengan gestur dan ekspresi wajah yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan pengeditan di komputer dengan menggunakan program Adobe Photoshop CS5.

Dengan berkiblat pada fotonovela, komik fotografi yang berasal dari meksiko, hanya penulis membuatnya menjadi cerita bergambar, maka yang dilakukan selanjutnya adalah menggabungkan foto-foto tersebut ke dalam lembar kerja yang baru sehingga akan menghasilkan penggambaran suasana yang baru dengan mengatur efek padang rumput, menyesuaikan warna, pengaturan tata letak (layouting), penulisan teks (lettering), pencetakan (printing), pengolahan teknik pull-up dan flap-book secara manual, dan yang terakhir yaitu penjilidan (binding). Karya dibuat dengan ukuran 15,5 cm x 22 cm (setengah ukuran A4) , terdiri dari 20 halaman isi yang terdiri dari gambar ilustrasi dan narasi dengan variasi pull-up dan flap-book, kemudian tambahan halaman pelengkap yaitu keterangan buku (credit book), sampul (cover) dalam,


(46)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

halaman pemilik buku, halaman pengenalan tokoh, dan halaman evaluasi di bagian akhir cergam.

Pembuatan buku cerita bergambar menggunakan teknik pengolahan foto dengan pengemasan pull-up dan flap-book ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat, khususnya tunas-tunas muda, untuk kemudian membaca dan mengaplikasikannya guna melestarikan dan memelihara kebudayaan Indonesia. Pengambilan judul cergam mengenai tari Jaipong ini berawal dari antusiasme anak-anak terhadap tontonan televisi yang marak dengan tarian modern dari negara luar, hal ini juga menjadi usaha penulis untuk melestarikan budaya khususnya di Jawa Barat.

Dalam pembuatan narasi pada cergam ini, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal atau memposisikan penulis di luar cerita dan juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau dengan kata ganti “dia”. Background pada cergam ini banyak menggunakan warna-warna alam seperti pada penggambaran rerumputan dan pepohonan, suasana tersebut merupakan suasana yang didambakan anak-anak yaitu lapangan bermain yang asri, faktanya pada masa sekarang sulit ditemukan.

Pesan yang dapat diambil dari cergam ini adalah saling tolong menolong dan membantu teman yang kesusahan, juga kebaikan berbagi ilmu dengan orang lain. Penulis berharap buku ini dapat dinikmati masyarakat karena merupakan hal baru mewujudkan cergam dengan teknik pengolahan digital dari gabungan foto kemudian memadukan teknik pengemasan pull-up dan flap-book.

B. Saran

Kemajuan teknologi yang semakin melejit perlu ditanggapi dengan mengarahkannya kepada hal yang lebih positif dan juga merangsang pola pikir yang lebih kreatif. Tidak ada salahnya jika mencoba menggabungkan teknologi dalam bidang fotografi dengan mengolahnya dalam komputer sehingga menghasilkan suatu produk yang berbasis mendidik dan berisi pembelajaran mengenai pelestarian budaya.


(47)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penulis memiliki beberapa saran yang diharapkan dapat menumbuhkan minat dalam pelestarian budaya yang ditujukan bagi beberapa pihak di antaranya:

1. Bagi Jurusan Pendidikan Seni Rupa, penulis berharap karya skripsi penciptaan ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah yang berhubungan dengan kebudayaan, ilustrasi dan desain, serta menjadi bahan pembelajaran bahwa berpikir dan menciptakan sesuatu yang kreatif atas masuknya teknologi yang kian berganti merupakan tugas pelaku seni rupa.

2. Bagi mahasiswa seni rupa, tidak ada salahnya mencoba hal yang baru dalam membuat suatu karya baik murni ataupun desain, menggunakan teknologi yang kian berkembang, dan lebih baik lagi jika mengarah pada pelestarian kebudayaan Indonesia, kemudian bagi mahasiswa yang memiliki ketertarikan membuat cergam serupa dengan cergam yang dibuat penulis, yaitu menggunakan teknik pull-up, upayakan untuk tidak menyerah saat mencoba membuatnya hingga berhasil, karena beberapa kendala juga ditemukan penulis, dari keterbatasan tersedianya buku sebagai contoh di pasaran, maupun penyusunan cergam yang rumit, yang perlu diperhatikan adalah potongan lapisan dua dan lapisan tiga agar dibuat tidak terlalu sempit sehingga tidak menyangkut saat ditarik.

3. Bagi para ilustrator penulis berharap untuk mengembangkan konsep agar pengemasan dalam ilustrasi yang telah dibuat lebih menarik dan unik, lalu mengembangkan karya ilustrasi yang mendidik dan tidak berkesan monoton.

4. Bagi para penerbit, harapan penulis adalah dapat membantu para ilustrator mengembangkan kreasinya dalam membuat cergam, kemudian dapat menyeleksi cergam yang baik dan positif, tidak mengandung unsur-unsur yang dapat mempengaruhi pembacanya ke arah yang negatif, memajukan karya ilustrasi yang mengandung ajakan melestarikan kebudayaan Indonesia


(48)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Bagi masyarakat umum, penulis berharap masyarakat dapat menerima produk karya anak bangsa yang mungkin masih asing karena dibuat dengan teknik-teknik yang jarang ada sebelumnya, selagi mengarah kepada hal yang positif, mengapa tidak untuk mengapresiasinya kepada hal yang positif juga, yaitu untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan buku tambahan bagi anak-anak sebagai pengenalan dan pelestarian kebudayaan etnis Bangsa Indonesia.


(49)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Darmaprawira W.A. Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya. Bandung: ITB.

Howard, Simon. (1996). Techniques of Drawing. Semarang: Effhar & Dahara Prize.

Jefkin, Frank. (1997). Periklanan. Jakarta: Erlangga

Kurnia, G. dan Nalan, A.S. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD.

Loomis. Andrew. (1951). Succesfull Drawing. United Kingdom: Titan Books McCloud, Scott. (2001). Membuat Komik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Margono, T.E. dan Aziz, A. (2010). Mari Belajar Seni Rupa. Jakarta: Pusat

Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.

Rusliana, Iyus. (2009). Kompilasi Tari Sunda. Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung

Sedyawati, E. dkk. (2007). Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Rupa dan Desain. Jakarta: Rajawali Pers.

Sedyawati, E. (2007). Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima

Sanyoto, S.E. (2005). Dasar-Dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: DGI Bookstore.

Tim Penyusun. (2003). Ensiklopedi Sunda (alam, manusia, dan budaya. Termasuk budaya Cirebon dan betawi). Bandung: Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kamus. (1992). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra Universitas Pendidikan Indonesia. (2013) Pedoman penulisan karya ilmiah.


(50)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber Skripsi

Tardiyani, R. (2013). Cerita Bergambar Biografi Mini “Sang Ratu Keroncong” Waldjinah. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Purwanti, D.S.S. (2010). “PASOSORE” Cerita Bergambar sebagai Media Pembelajaran bagi Anak Sekolah Dasar. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia

Sumber Internet

Montanaro, Ann. dkk. (2011). Paper Engineering: Fold, Pull, Pop, and Turn. Washington DC: Smithsonian Institution Libraries. (pdf). Tersedia di: http://www.sil.si.edu [diakses 18 September 2013].

The RWHP Team. (1991). The Fotonovela. Florida: Rural Women`s Health Project. (pdf). Tersedia di: http://www.rwhp.com [diakses 9 Desember 2013]

Gumelar, M.S. (2011). Comic Making (Part 1). (pdf). Tersedia di: http://www.reeyaw.files.wordpress.com [diakses 20 Desember 2013]


(1)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Buku cerita bergambar “Ayo, Menari Jaipong dengan Nyi Iteung!” dengan teknik pull-up dan flap-book ini merupakan karya ilustrasi yang berisi tentang pengenalan tari Jaipong, baik mengenai siapa penciptanya, pakaian yang digunakan, dan juga gerakan-gerakan dasarnya, namun dikemas dengan narasi yang sesuai untuk anak dengan kisaran umur 7 hingga 12 tahun. Berbeda dengan karya cergam yang sudah ada sebelumnya, penulis membuat karya ilustrasi ini dengan menggunakan teknik digital, yaitu dengan cara mengolah foto.

Tahapan-tahapannya adalah seperti membuat storyboard yang berisi panel-panel sketsa cergam secara berurutan dari awal hingga akhir, kemudian dengan pedoman storyboard tersebut penulis melakukan pengambilan foto dari beberapa model, dengan gestur dan ekspresi wajah yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan pengeditan di komputer dengan menggunakan program Adobe Photoshop CS5.

Dengan berkiblat pada fotonovela, komik fotografi yang berasal dari meksiko, hanya penulis membuatnya menjadi cerita bergambar, maka yang dilakukan selanjutnya adalah menggabungkan foto-foto tersebut ke dalam lembar kerja yang baru sehingga akan menghasilkan penggambaran suasana yang baru dengan mengatur efek padang rumput, menyesuaikan warna, pengaturan tata letak (layouting), penulisan teks (lettering), pencetakan

(printing), pengolahan teknik pull-up dan flap-book secara manual, dan yang

terakhir yaitu penjilidan (binding). Karya dibuat dengan ukuran 15,5 cm x 22 cm (setengah ukuran A4) , terdiri dari 20 halaman isi yang terdiri dari gambar ilustrasi dan narasi dengan variasi pull-up dan flap-book, kemudian tambahan halaman pelengkap yaitu keterangan buku (credit book), sampul (cover) dalam,


(2)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

128

halaman pemilik buku, halaman pengenalan tokoh, dan halaman evaluasi di bagian akhir cergam.

Pembuatan buku cerita bergambar menggunakan teknik pengolahan foto dengan pengemasan pull-up dan flap-book ini diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat, khususnya tunas-tunas muda, untuk kemudian membaca dan mengaplikasikannya guna melestarikan dan memelihara kebudayaan Indonesia. Pengambilan judul cergam mengenai tari Jaipong ini berawal dari antusiasme anak-anak terhadap tontonan televisi yang marak dengan tarian modern dari negara luar, hal ini juga menjadi usaha penulis untuk melestarikan budaya khususnya di Jawa Barat.

Dalam pembuatan narasi pada cergam ini, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal atau memposisikan penulis di luar cerita dan juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau dengan kata ganti

“dia”. Background pada cergam ini banyak menggunakan warna-warna alam

seperti pada penggambaran rerumputan dan pepohonan, suasana tersebut merupakan suasana yang didambakan anak-anak yaitu lapangan bermain yang asri, faktanya pada masa sekarang sulit ditemukan.

Pesan yang dapat diambil dari cergam ini adalah saling tolong menolong dan membantu teman yang kesusahan, juga kebaikan berbagi ilmu dengan orang lain. Penulis berharap buku ini dapat dinikmati masyarakat karena merupakan hal baru mewujudkan cergam dengan teknik pengolahan digital dari gabungan foto kemudian memadukan teknik pengemasan pull-up dan flap-book.

B. Saran

Kemajuan teknologi yang semakin melejit perlu ditanggapi dengan mengarahkannya kepada hal yang lebih positif dan juga merangsang pola pikir yang lebih kreatif. Tidak ada salahnya jika mencoba menggabungkan teknologi dalam bidang fotografi dengan mengolahnya dalam komputer sehingga menghasilkan suatu produk yang berbasis mendidik dan berisi pembelajaran mengenai pelestarian budaya.


(3)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penulis memiliki beberapa saran yang diharapkan dapat menumbuhkan minat dalam pelestarian budaya yang ditujukan bagi beberapa pihak di antaranya:

1. Bagi Jurusan Pendidikan Seni Rupa, penulis berharap karya skripsi penciptaan ini dapat menjadi bahan kajian untuk mata kuliah yang berhubungan dengan kebudayaan, ilustrasi dan desain, serta menjadi bahan pembelajaran bahwa berpikir dan menciptakan sesuatu yang kreatif atas masuknya teknologi yang kian berganti merupakan tugas pelaku seni rupa.

2. Bagi mahasiswa seni rupa, tidak ada salahnya mencoba hal yang baru dalam membuat suatu karya baik murni ataupun desain, menggunakan teknologi yang kian berkembang, dan lebih baik lagi jika mengarah pada pelestarian kebudayaan Indonesia, kemudian bagi mahasiswa yang memiliki ketertarikan membuat cergam serupa dengan cergam yang dibuat penulis, yaitu menggunakan teknik pull-up, upayakan untuk tidak menyerah saat mencoba membuatnya hingga berhasil, karena beberapa kendala juga ditemukan penulis, dari keterbatasan tersedianya buku sebagai contoh di pasaran, maupun penyusunan cergam yang rumit, yang perlu diperhatikan adalah potongan lapisan dua dan lapisan tiga agar dibuat tidak terlalu sempit sehingga tidak menyangkut saat ditarik.

3. Bagi para ilustrator penulis berharap untuk mengembangkan konsep agar pengemasan dalam ilustrasi yang telah dibuat lebih menarik dan unik, lalu mengembangkan karya ilustrasi yang mendidik dan tidak berkesan monoton.

4. Bagi para penerbit, harapan penulis adalah dapat membantu para ilustrator mengembangkan kreasinya dalam membuat cergam, kemudian dapat menyeleksi cergam yang baik dan positif, tidak mengandung unsur-unsur yang dapat mempengaruhi pembacanya ke arah yang negatif, memajukan karya ilustrasi yang mengandung ajakan melestarikan kebudayaan Indonesia


(4)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

130

5. Bagi masyarakat umum, penulis berharap masyarakat dapat menerima produk karya anak bangsa yang mungkin masih asing karena dibuat dengan teknik-teknik yang jarang ada sebelumnya, selagi mengarah kepada hal yang positif, mengapa tidak untuk mengapresiasinya kepada hal yang positif juga, yaitu untuk menjadikannya sebagai bahan pertimbangan buku tambahan bagi anak-anak sebagai pengenalan dan pelestarian kebudayaan etnis Bangsa Indonesia.


(5)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Darmaprawira W.A. Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas

Penggunaannya. Bandung: ITB.

Howard, Simon. (1996). Techniques of Drawing. Semarang: Effhar & Dahara Prize.

Jefkin, Frank. (1997). Periklanan. Jakarta: Erlangga

Kurnia, G. dan Nalan, A.S. (2003). Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD.

Loomis. Andrew. (1951). Succesfull Drawing. United Kingdom: Titan Books McCloud, Scott. (2001). Membuat Komik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Margono, T.E. dan Aziz, A. (2010). Mari Belajar Seni Rupa. Jakarta: Pusat

Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.

Rusliana, Iyus. (2009). Kompilasi Tari Sunda. Bandung: Jurusan Tari STSI Bandung

Sedyawati, E. dkk. (2007). Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Rupa dan

Desain. Jakarta: Rajawali Pers.

Sedyawati, E. (2007). Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima

Sanyoto, S.E. (2005). Dasar-Dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta: DGI Bookstore.

Tim Penyusun. (2003). Ensiklopedi Sunda (alam, manusia, dan budaya.

Termasuk budaya Cirebon dan betawi). Bandung: Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Kamus. (1992). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra Universitas Pendidikan Indonesia. (2013) Pedoman penulisan karya ilmiah.


(6)

Anggiana Puspa Dewi, 2014

“Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung”

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber Skripsi

Tardiyani, R. (2013). Cerita Bergambar Biografi Mini “Sang Ratu Keroncong”

Waldjinah. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa

dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Purwanti, D.S.S. (2010). “PASOSORE” Cerita Bergambar sebagai Media

Pembelajaran bagi Anak Sekolah Dasar. Skripsi, Pendidikan Seni Rupa,

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia

Sumber Internet

Montanaro, Ann. dkk. (2011). Paper Engineering: Fold, Pull, Pop, and Turn. Washington DC: Smithsonian Institution Libraries. (pdf). Tersedia di: http://www.sil.si.edu [diakses 18 September 2013].

The RWHP Team. (1991). The Fotonovela. Florida: Rural Women`s Health Project. (pdf). Tersedia di: http://www.rwhp.com [diakses 9 Desember 2013]

Gumelar, M.S. (2011). Comic Making (Part 1). (pdf). Tersedia di: http://www.reeyaw.files.wordpress.com [diakses 20 Desember 2013]