Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi seni tari jaipong dalam walimah Al-URS di daerah Karawang,Jawa Barat

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang berisi peraturan dan undang-undang yang lengkap. Dia mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya. Peraturan perundangan itu termaktub secara tersurat dan tersirat di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Keduanya memberikan petunjuk tentang berbagai hal, mulai dari urusan ibadah mahdlah sampai ibadah goir mahdlah. Mulai dari hukum terhadap sesuatu yang jelas nashnya sampai kepada hukum yang belum jelas nashnya.

Salah satu segi hukum Islam yang berkaitan dengan manusia dalam hubungannya dengan sesama adalah menyangkut perkawinan (pernikahan), yang di dalamnya terdapat suatu bentuk upacara yang disebut walimah al-urs. Al-Qur'an tidak menyinggung mengenai pelaksanaan walimah al-urs, tetapi hanya menganjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Namun, penyelenggaraan walimah al-urs ini ada dalam hadis Nabi s.a.w. sebagaimana riwayat hadis bahwa Rasullulah saw mengadakan walimah untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum.

(HR.Bukhari)1

1


(2)

Berdasarkan hadis di atas jelaslah bahwa mengadakan walimah al-urs

sangatlah dianjurkan dalam agama Islam. Selanjutnya bila kita memperhatikan pelaksanaan walimah al-urs dalam masyarakat muslim dimana saja, maka kita akan menemukan bahwa walimah tersebut biasanya dilaksanakan berdasar adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masyarakat kita dewasa ini juga berkembang suatu tradisi memeriahkan pesta perkawinan dengan hiburan seperti nyanyian dan musik.

Perayaan pesta perkawinan yang dimeriahkan dengan bermacam-macam hiburan itu sebenarnya telah dijalankan sejak masa Rasulullah saw. Hal ini dibolehkan dalam Islam, selama tidak mengarahkan kepada perbuatan dosa, bahkan disunatkan dalam situasi gembira guna melahirkan perasaan senang, sebagaimana maksud hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa ia mengantar seorang wanita sebagai pengantin kepada seorang laki-laki Ansar, maka Nabi saw bersabda: Hai Aisyah permainan apa yang kau punyai? Sesungguhnya orang Ansar menyukai permainan (hiburan). (HR.Bukhari)2

Berdasarkan hadis diatas jelaslah bahwa memeriahkan suatu pesta perkawinan dengan hiburan sudah dilaksanakan sejak masa Rasullullah saw. Namun pada masa itu hiburan hanya dimeriahkan dengan nyanyian dan memukul rebana. Sebagaimana

2Ibid


(3)

sabda Nabi yang bermaksud umumkanlah pernikahan itu, dan tabuhlah rebana pada waktu itu. (HR.Ibnu Majah)3

Namun yang menjadi permasalah, banyak hiburan yang diadakan pada pesta perkawinan sekarang ini kurang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, dimana cenderung mengarah pada perbuatan dossa seperti nyanyian-nyanyian dan musik yang membangkitkan nafsu berahi disertai tarian dan goyangan tubuh yang bersifat erotis dan berbaur antara laki-laki dan perempuan serta perbuatan-perbuatan lain yang merusak moral seperti perkawinan adat daerah Karawang yaitu seni tari jaipong. Di daerah ini kebanyakkan pesta dimeriahkan dengan hiburan seperti tarian, nyanyian dan musik yang melalaikan.

Sebenarnya acara hiburan yang terdapat dalam Walimah Al-Urs tersebut diadakan tidak hanya sebagai hiburan semata tetapi lebih kepada kebanggaan bagi orang yang mengadakan walimah. Kebanggaan disini lebih bersifat kepada gengsi

atau prestise dari yang mengadakan pesta.

Menurut mereka tidak sempurna suatu pesta tanpa adanya hiburan tersebut. Semakin meriah suatu pesta maka statusnya dalam masyarakat menjadi lebih diakui. Ada sebagian lagi yang membebaskan syahwat sebebas-bebasnya, menjadikan hidup ini ajang berbuat sia-sia dan bermain-main secara total, menghilangkan dinding pembatas antara perbuatan yang disyariatkan dan yang dilarang, antara perbuatan yang diwajibkan dan tindakan yang terlarang, antara halal dan haram.

3

Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwani, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) jilid 1, h.595


(4)

Asal seni tari jaipong ini, para ahli belum ada yang memberikan pendapat yang jelas. Namun asal-usul seni tari jaipong adalah berawal dari seni tari yang berkembang pada zaman kerajaan hindu dan budha di Jawa.

Seni tari jaipong adalah kesenian khas Daerah Karawang, walaupun terkadang ada juga di daerah luar Karawang, tapi biasanya ia berada di Tatar Sunda (Priangan).Dan tampilan jaipong di luar karawang agak beda dengan yang ada di daerah Karawang. Dokumentasi sejarah untuk tari-tari Indonesia terutama adalah berkaitan dengan Jawa.

Dokumentasi itu terdiri dari perwujudan-perwujudan adegan tari pada relief-relief batu dari candi dan bangunan-bangunan suci lainnya; dari prasasti-prasasti kerajaan yang tergores pada batu dan lempengan tembaga yang menyebut tari dan tontonan-tontonan yang berhubungan dengan perayaan-perayaan ritual; dan berawal dari abad ke-11.4

Aspek hukum yang penulis sampaikan ini, hanyalah dibatasi pada hukum musik dan nyanyian karena esensi dari permasalahan hukum dalam jaipongan adalah masalah musik dan nyanyian.

Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat sebagian ulama, ada yang mengatakan dibolehkan dan sebagiannya lagi mengharamkan langsung. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih mendalam tentang masalah kontemporer yang berlaku dalam masyarakat kini, karena ianya berkaitan dengan

4

Claire Holt, (alih bahasa; RM.Soedarsono, Persatuan Budaya Daerah), Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, diterbitkan; Persatuan Budaya Daerah, TT, hlm.97


(5)

hukum Islam yang tidak boleh diringankan. Adapun judul yang diangkat adalah “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI SENI TARI JAIPONG DALAM WALIMAH AL-URS DI DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pesta perkawinan (Walimah Al-Urs) adalah suatu kegiatan yang tidak pernah lepas dari adat kebiasaan masing-masing suku atau daerahnya, baik upacara perkawinan maupun hiburan yang ada dalam pesta perkawinan tersebut.

Dalam skripsi ini penulis membatasi pada pelaksanaan seni tari jaipong dalam

walimah al-urs yang telah ada dalam masyarakat daerah Karawang, yang merupakan tradisi atau ciri khas dari resepsi perkawinan yang ada dalam masyarakat, ditinjau dari hukum Islam.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian dan pembahasan lebih terarah dan jelas pokok permasalahannya, maka penulis merumuskan permasalahan, sebagai berikut:

1. Apa dampak mengikut dari segi negatif seni tari jaipongan?

2. Bagaimana dampak seni tari jaipong bagi masyarakat karawang, terutama dari dimensi sosial, dimensi ekonomi dan dimensi moral?

3. Bagaimana menurut hukum Islam terhadap seni tari jaipong pada walimah al-urs di kabupaten Karawang?


(6)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Diantara tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Walimah al-‘Urs menurut ulama. 2. Untuk mengetahui dampak seni tari jaipong menurut hukum Islam.

3. Untuk mengetahui cara pelaksanaan Walimah al-‘Urs di daerah Karawang.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk penulis: memberikan wawasan penulis agar lebih memahami tentang adat istiadat yang ada dalam masyarakat daerah Karawang ditinjau dari hukum Islam dan dalam rangka meningkatkan ilmu yang akan dikembangkan menjadi profesi penulis sebagai sarjana hukum Islam.

2. Untuk kalangan Akademisi (Fakultas): sebagai penambah literature perpustakaan, baik perpustakaan Utama maupun perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum. 3. Untuk masyarakat: memberi sumbangan pada masyarakat bagaimana cara

pelaksanaan Walimah Al-Urs yang dibenarkan, khusus berkenaan tari jaipong menurut hukum Islam di daerah Karawang.


(7)

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Dalam penelitian dan pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis yang diperoleh penulis melalui:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu dengan membaca, mempelajari, menelaah, dan membahas literature yang ada diperpustakaan yang berhubungan erat dengan pembahasan skripsi ini.

2. Sumber primer, penulis meneliti dan mengumpulkan sumber tertulis dari buku-buku untuk mendapatkan data-data yang terhubung dengan hiburan dalam walimah ini. Melalui pengumpulan data yang diambil dari tulisan tokoh-tokoh yang diangkat, makalah-makalah, seminar, jurnal dan majalah yang menjadi sumber sekunder sebagai penunjang penulis.

Sedangkan dalam penulisannya berpedoman kepada ketentuan yang telah diatur dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab yang setiap bab mempunyai beberapa sub bab. Untuk memudahkan para pembaca maka berikut ini akan diuraikan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

Bab Kedua, berisi pembahasan mengenai pengertian hukum Islam, mengenai ketentuan hukum Islam tentang hiburan dalam Walimah Al-Urs yang meliputi pengertian, tujuan, dasar hukum, pelaksanaan dan hikmah pelaksanaan Walimah Al-Urs.

Bab Ketiga, menggambarkan secara umum kondisi masyarakat daerah Karawang mengenai letak geografis, kondisi sosial masyarakat, kondisi sosial keagamaan, kondisi sosial ekonomi daerah Karawang.

Bab Keempat, berisi tinjauan hukum Islam terhadap hiburan dalam walimah di daerah Karawang yang pembahasannya meliputi pelaksanaan walimah di daerah Karawang, pendapat ulama tentang pelaksanaan walimah dan hiburan dalam walimah serta analisa hiburan dalam Walimah Al-Urs.


(9)

Bab Kelima, merupakan bab penutup yang berisikan beberapa kesimpulan dan juga memuat saranan.


(10)

BAB II

“WALIMAH AL-‘URS”

A. Pengertian “Walimah al-‘Urs” dan Hiburan 1. Pengertian “Walimah al-‘Urs”

Walimah ialah makanan dalam perkawinan, berasal (pecahan) dari kata

walam, yaitu mengumpulkan, karena suami istri berkumpul. Menurut imam al-Syafi’I berkata : walimah itu adalah meliputi suatu jamuan makan sebagai tanda gembira, seperti perayaan pernikahan, perayaan, khitan dan lain-lain sebagainya.5

Kata walimah berasal dari kata yang arti kenduri, karena banyaknya manusia yang berkumpul untuk menghadiri suatu jamuan makan.6 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq walimah itu berarti jamuan khusus yang diadakan dalam perayaan pesta perkawinan atau setiap jamuan untuk pesta lainnya. Tetapi biasanya kalau menyebut walimah al-‘urs artinya perayaan pernikahan.7 Dapat pula berarti melaksanakan suatu jamuan makan sebagai tanda gembira. Menurut Ibrahim Muhammad al- Jamal mengemukakan bahwa pesta perkawinan atau walimah adalah pecahan dari kata “walama” yang artinya mengumpulkan. Pesta tersebut dimaksudkan untuk memberi doa restu kepada kedua mempelai agar dapat berkumpul dengan rukun.

5

Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayah al-Akhyar (Beirut: Dar al-Kutub, 1995) h.144

6

Muhamad Idris Abdul Rauf al-Marbawi, kamus al-Marbawi (Mesir: Musthofa Bani al-Halabi wa Auladihi, t.th) jilid 1 h.398

7


(11)

Walimah juga diartikan al-Jam’u yaitu kumpul, sebab antara suami istri berkumpul. Maksud walimah berasal dari perkataan arab yaitu yang artinya makanan pengantin. Ini bermakna makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Biasa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.8

Walimah al-‘urs diserap dalam bahasa Indonesia menjadi walimah. Dalam Fikih Islam mengandung makna yang umum dan makna yang khusus. Makna umumnya adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak. Sedangkan walimah dalam pengertian khusus disebut walimah al-‘urs mengandung pengertian peresmian perkawinan, yang bertujuannya untuk memberitahukan khalayak ramai bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami istri, sekaligus sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas telah berlangsungnya perkawinan tersebut. Sebagaimana Rasullullah s.a.w bersabda :

ی

!

"

#$% &

'

( )

* +& , - ! ./ % * 0, ( 1,

2

3ﻡ * 5

6

9

Artinya:

Dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar R.a pernah menuturkan, Rasullullah Saw bersabda, “apabila salah seorang dari kamu mengundang saudaranya, maka penuhilah undangan itu, baik undangan pernikahan maupun sejenisnya” (Hr. Muslim)

8

Samet Abidin, H. Aminudin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999) cet.Pertama, h.149

9

Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim (Riyad: Dar al-Salam, 1998) h.605


(12)

Menurut Ibnu Atsir, walimah hanya khusus bagi perjamuan yang dilakukan berkenaan dengan nikah saja. Dan dapat dikatakan, bahawasanya walimah menurut bahasa, hanyalah walimatul ‘urs saja. Menurut syara, segala jamuan disyariatkan. Di dalam al-Qamus diterangkan, bahawasanya walimah, ialah jamuan yang diadakan karena perkawinan atau acara yang diadakan dengan mengundang orang untuk menghadirinya.10

2. Pengertian Hiburan

Dalam kehidupan yang normal, manusia mesti membutuhkan hiburan. Hiburan juga sebagai tanda gembira seseorang dalam sesuatu majlis. Hiburan ada banyak seperti nyanyian, tarian, olahraga, berpuisi, dan lain-lain lagi.

Hiburan nyanyian menurut kamus as-Sihah adalah sebagian dari seni berkaitan pendengaran. Manakala menurut kamus an-Nihayah pula disebut menyaringkan suara dan mengalunkannya. Ini bermakna setiap orang yang menyaringkan suaranya dengan menyebut sesuatu dan mengalunkannya. Suatu nyanyian yang menghibur karena ia disertai dengan tarian, pukulan gendang, rebana atau alunan irama dan melodi tertentu.11

10

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001) cet.Ketiga, h.158

11

Yusuf al-Qardawi, Nyanyian dan Musik Menurut Perspektif al-Quran dan al-Sunnah, (tej) Munawwar Mohammad dan Wan rosli Wan Ismail (Kuala Lumpur: Pustaka Salam dan Rangkaian Berkat, 2006) cet. Pertama, h.33


(13)

B. Dasar Hukum “Walimah al-‘Urs”

Pelaksanaan walimah al-‘urs memiliki kedudukan tersendiri dalam munakahat. Rasulullah Saw sendiri melaksanakan walimah untuk dirinya dan memerintahkan kepada para sahabat untuk mengadakan walimah walaupun hanya dengan makan kurma dengan roti atau dengan seekor kambing, sebagaimana sabda Rasullullah Saw kepada Abdurrahman bin Auf :

#7

"

1! 8

9,5

5

#: ﻡ " ;&

% < => ﻡ

% #?!@

!A,

'

% #.>) ﻡ #? & B

-?,!ﻡ Cﺝ EF &

'

G5 "

:

H

#? I"

,

2

J=ﻡ!K * 5

6

12

Artinya :

Dari Anas bin Malik, “bahwa Rasullullah Saw tela melihat bekas kekuning-kuningan pada Abdurrahman bin Auf, maka Rasullullah Saw bertanya, apa ini? Abdurrahman menjawab, sesungguhnya saya telah menikah dengan seorang perempuan dengan mas kawain seberat satu biji emas. Kemudian Rasullullah Saw bersabda, semoga Allah memberkatimu, adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing.” (Hr. Tirmizi)

Dalam sabda Rasullullah Saw adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing. Terdapat dalil yang menunjukkan keharusan mengadakan walimah. Demikian pendapat yang dikemukakan Dzahiriyah. Imam Syafi’I dalam kitabnya al-Um mengemukakan bahwa mengadakan walimah itu wajib, karena Rasullullah sendiri selalu mengadakan walimah terhadap istri-istrinya baik ketika baginda menetap maupun ketika baginda sedang kepergian.

12


(14)

Selanjutnya Hadis yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Hadis Buraidah, yaitu ketika Ali bin Abi Thalib melamar Fatimah, Rasullullah Saw bersabda:

L ?8ی!"

'

8" M &

5 L

N % O

.P0

#

ﻡ Q!R

2

8 1 * 5

6

Artinya :

Dari Buraidah ia berkata, ketika Ali melamar Fatimah, Rasullullah Saw bersabda, “ sesungguhnya untuk pesta pernikahan harus ada walimahnya” (Hr. Ahmad)13

Dalam Hadis tersebut di atas Nabi Muhammad Saw mengharuskan kepada Ali bin Abi Thalib untuk mengadakan walimah ketika mengawini Fatimah. Dalam Hadis tersebut anjuran untuk mengadakan walimah mengandung unsur keharusan atau kewajiban karena adanya kata 8" M yang berarti sesuatu yang dengan cara bagaimanapun harus diadakan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh golongan Dzahiri.

Menurut Syaikh Abu Syujak walimah (selamatan) dalam perkawinan adalah sunnat, sedangkan mengabulkannya adalah wajib kecuali karena uzur.14 Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunnah muakkad dan bukan wajib.

13

Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad (Beirut: Dar al-Fikri, 1978), h.359

14


(15)

Karena mengadakan walimah merupakan suatu kegembiraan atas telah berlangsungnya akad nikah.15

Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat yang kuat di kalangan sahabat adalah sunnah, dengan menetapkan bahwa amar yang terdapat dalam hadis di atas menunjukkan kepada sunnah. Ini sesuai dengan pendapat imam Malik, karena sabda Rasullullah ? I" menunjukkan bahwa walimah al-‘urs adalah sunnah. Bagi yang mampu agar tidak mengurangi dari seekor kambing.

C. Hukum Menghadiri “Walimah al-‘Urs”

Hukum menghadiri pesta pernikahan adalah fardu kifayah. Sebagian ulama mengatakan fardu ain, artinya wajib bagi tiap-tiap orang yang mendapat undangan untuk menghadirinya.

Dalam salah satu hadis Rasullullah Saw disebutkan:

S

T5 !

"

L

'

, 81, ( )U

* 0

* +& , - ! ./ %

2

3ﻡ * 5

6

16

Artinya :

"Dari Ibnu Umar r.a dari Nabi Saw beliau bersabda; "Apabila seseorang mengundang saudaranya, hendaklah saudaranya itu memperkenankannya, baik undangan itu untuk pesta mempelai atau yang lain." (H.r Muslim)

15

Slamet Abidin, H. Aminudin, Fiqih Munakahat 1, Loc.Cit

16

Abu al-Husain Muslim ibni Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim (Riyad: Dar al-Salam, 1998) h.605


(16)

Sebagian mereka berpendapat bahwa menghadiri undangan walimah merupakan suatu yang sunnah. Sedangkan yang lain mewajibkan sampai pada batas jika seseorang tidak menghadiri tanpa alasan yang dibenarkan. Hal ini berdasarkan Hadis dari Abu Hurairah Ra, bahwasanya Rasullullah Saw bersabda :

L ?!ی!> "

'

ﻡ V! @ G!Kی V WX S

Y RN Y RP O!ﺵ

5

[ 8 % ./ی

2

ﺝ ﻡ " * 5

6

17

Artinya :

Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Nabi Saw bersabda, “sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah, karena orang-orang yang layak diundang tidak diundang (orang miskin) dan orang-orang yang seharusnya tidak diundang malah diundang (orang kaya). Barang siapa yang tidak memenuhi undangan (tanpa uzur), maka ia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya.

(Hr. Ibnu Majah)

Adapun uzur yang menjadi penghalang untuk menghadiri walimah menurut jumhur ulama adalah apabila di arena walimah itu terdapat hal-hal yang mungkar, seperti ada minuman keras dan tari-tarian yang berbau seks. Apabila orang yang diundang ini mampu melarang disediakannya minuman keras dan tarian yang berbau seks itu, maka ia wajib hadir dan bertindak untuk mengeluarkan hal-hal yang mungkar itu. Akan tetapi apabila ia merasa dirinya tidak mampu mencegah kemungkaran tersebut, maka ia tidak perlu hadir.

Dalam buku kitab Fiqh Mazhab al-Syafi’I menyebutkan, yang wajib dan ditekankan dalam pemenuhan undangan ini adalah menghadiri undangan, sedangkan

17

Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzqaini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) jilid 1, h.600


(17)

memakan hidangan yang disediakan bukan merupakan suatu yang di wajibkantetapi hanya sebatas disunahkanjika sedang tidak berpuasa.18

Jumhur ulama mengatakan menghadiri undangan pernikahan adalah sunnah muakad. Sebagian golongan Syafi’I berpendapat hukumnya adalah wajib. Pendapat ini disokong oleh Ibnu Hazm yang mengatakan inilah pendapat kebanyakkan sahabat dan tabi’in.19

Selain itu dalam kitab Fiqh Mazhab Syafi’I menerangkan bahwa menghadiri majlis walimah menjadi fardhu ain kepada mereka yang dijemput.20 Dalilnya adalah sebagaimana sabda Rasullullah Saw seperti Hadis dibawah :

L

5 , !

"

'

#Q!

81

( )U

./ %

2

ﺝ ﻡ " * 5

6

21

Artinya :

Dari Ibnu Umar, ia berkata, telah bersabda Rasullullah Saw,”apabila diundang seseorang dari kamu kepada walimah, hendaklah ia datang kepadanya”. (Hr. Ibnu Majah)

18

Mustofa al-Khin, dkk, Kitab Fiqh Mazhab Syafi’I Op, Cit, jilid 4, h.838

19

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (tej) Nor Hasanuddin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006) jilid 3, h. 129

20 Ibid

21


(18)

D. Tujuan Pelaksanaan Walimah

Tujuan pelaksanaan walimah al-‘urs dalam perkawinan sangat besar dilihat dari satu segi yaitu upacara walimah al-‘urs adalah bertujuan untuk memberitahukan atau mengumumkan kepada masyarakat bahwa telah dilangsungkan pernikahan secara resmi salah seorang anggota masyarakat dalam keluaga tertentu. Jadi antara lelaki dan perempuan yang telah menikah tersebut tidak membawa fitnah dalam masyarakat setempat. Apa yang diharapkan masyarakat dapat menerima orang baru sebagai warga baru dalam masyarakat tersebut.

Selain itu, pelaksanaan walimah juga sebagai rasa syukur dari keluarga perempuan karena anak perempuannya telah menikah dengan seorang lelaki yang direstui keluarga. Di samping itu, pelaksanaan walimah al-‘urs juga adalah untuk mengeratkan lagi hubungan silaturrahim antara kedua belah keluarga dari pihak suami dan pihak istri, kerabat dan masyarakat setempat khususnya. Dengan adanya saling mengundang antara pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri dapat mengeratkan lagi tali hubungan persaudaraan dan dapat mengenal lebih jauh saudara-saudara dekat dan saudara-saudara-saudara-saudara dekat dan saudara-saudara-saudara-saudara jauh masing-masing keluarga.

Walimah al-‘urs juga dapat memupuk dan mengembangkan rasa kerja sama yang harmoni, membina rasa gotong royong dan persaudaraan sesama anggota masyarakat. Yang lebih utama dalam pelaksanaan walimah al-‘urs adalah pernyataan rasa syukur kepada Allah atas berlangsungnya pernikahan.


(19)

BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT

A. Letak Geografi Daerah Karawang

Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 070-02-1070-40 Bujur Timur dan 50-56-60-34 Lintang Selatan, termasuk daerah dataran yang relatif rendah, mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 - 1.279 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 - 2 %, 2 - 15 %, 15 - 40 %.22 Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat yang secara administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan batas alam yaitu Laut Jawa. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang.

- Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.

Kabupaten Karawang mempunyai 4 wilayah pembantu bupati (kawedanan), 18 kecamatan, 4 kantor perwakilan kecamatan (kapermat) serta 295 desa dan 10 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 Km2 atau 175.327 Ha, 3,73 % dari luas Propinsi Jawa Barat dan memiliki luas seluas 4 Mil x 73 Km, dengan komposisi penggunaan lahan tahun 2006 sebagai berikut :

22


(20)

1) Padi Sawah 94,075 Ha

2) Pertanian Pekarangan dan Bangunan 22,609 Ha 3) Tegal/Kebun 12,300 Ha

4) Ladang/Huma 7,705 Ha

5) Penggembalaan Padang Rumput 10,460 Ha 6) Hutan Rakyat

7) Rawa

8) Tambak 10,570 Ha 9) Kolam/Empang 1,935 Ha 10) Hutan Negara 10,650 Ha 11) Perkebunan 0,793 Ha

12) Kawasan Industri dan Zona Industri 2,459 Ha

13)Lain-lain 1,239 Ha Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan subur di Jawa Barat sehingga sebagian besar lahannya dipergunakan untuk pertanian.

i. Hidrografi

Kabupaten Karawang dialiri oleh dua sungai besar yaitu sungai Citarum dan Sungai Cilamaya yang merupakan sumber air utama. Aliran sungai yang melandai ke utara arah Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan


(21)

Kabupaten Subang23 , selain itu terdapat pula tiga buah saluran irigasi yang besar yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, industri, Pembangkit Tenaga Listrik dan kebutuhan penduduk baik langsung maupun melalui PDAM.

ii. Topografi

Bentuk tanah di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk daratan yang relatif rata dengan variasi antara 0 - 5 meter diatas permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0 - 1.200 meter permukaan laut.24

iii. Geologi

Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar tertutup dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian pantai utara dan merupakan batuan sediment yang dibentuk oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan alluvium vulkanik.

Dibagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sediment, sedang di bagian selatan terletak gunung Sanggabuana dengan ketinggian 1.291m diatas permukaan laut.25

23Ibid

24Ibid 25


(22)

Keadaan permukaan air tanah di bagian utara pada lapisan alluvial sebagian besar dangkal dan asin sehingga kurang baik untuk air minum.

Pada bagian selatan Kabupaten Karawang terdapat sumber-sumber bahan galian pertambangan yaitu pasir, batu, tanah merah, batu kapur dan sirtu yang telah diusahakan dalam skala besar maupun kecil (penambangan) yang berpotensi penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).

B. Kondisi Masyarakat Daerah Karawang

Jumlah Penduduk Kabupaten Karawang mencapai 2.017.367 jiwa pada tahun 2006, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,26% dengan komposisi penduduk sebagai berikut :

1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin.

Komposisi penduduk Kabupaten Karawang menurut jenis kelamin pada tahun 2006 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.007.124 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.010.243 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender26 dapat dikatakan seimbang dengan rasio sebesar 49,9% : 50,1%.

26

Istilah gender dalam mata kuliah Sosiologi Hukum adalah hubungan antar laki-laki dan wanita. Secara biologis difahami (sex)


(23)

2. Komposisi penduduk berdasarkan struktur Usia.

Komposisi penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan usia pada tahun 2006 sangat bervariasi dimana mayoritas penduduknya berusia 5-9 tahun sebesar 213.684 jiwa atau sekitar 10,59% dan 10-14 tahun sebesar 203.800 jiwa atau sekitar 10.10%.

Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar. Sedangkan jumlah penduduk usia produktif atau usia 15-64 tahun sebesar 1.395.633 jiwa atau sekitar 69,18%.Berdasarkan komposisi piramida penduduk juga dapat dilihat angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebagai perbandingan penduduk usia produktif 15-64 tahun (diukur dari penduduk usia kerja) dengan penduduk usia tidak produktif (usia< 15 tahun - >64 Tahun).

Pada tahun 2006 nilai dependency ratio menunjukkan angka 45% yang berarti bahwa dari seratus orang usia produktif menanggung beban sekitar 45 orang yang tidak produktif. Jika dibandingkan dengan angka dependency ratio pada tahun 2005 sebesar 50% (100 orang menanggung beban sekitar 50 orang) sehingga memperlihatkan perubahan tingkat beban ketergantungan yang semakin baik.

3. Komposisi penduduk berdasarkan lapangan usaha.

Pada tahun 2006 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak 728.775 orang. Dari Jumlah tersebut sebesar 258.047 orang atau sekitar 35,41% bekerja pada lapangan usaha pertanian dan perikanan. Pada lapangan usaha


(24)

perdagangan memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 174.872 orang atau sekitar 24,00%. Sedangkan pada lapangan usaha industri menyerap tenaga kerja sebesar 125.539 orang atau sekitar 17,23%.

4. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.

Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang masih relatif rendah, padahal kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan kurang atau setara SD berjumlah 1.160.736 orang atau 69% dari total jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas. Hal ini juga mengindikasikan bahwa rata-rata lama sekolah (RLS) di Kabupaten Karawang masih dalam tingkat sekolah dasar.

C. Kondisi Sosial Keagamaan dan Pendidikan

Pembangunan bidang keagamaan dan sosial masyarakat di Kabupaten Karawang menjadi salah satu fokus utama program kerja Bupati Karawang, Drs. H. Dadang S. Muchtar, selain pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur. Bupati Karawang berupaya untuk membantu memberikan yang terbaik bagi kemajuan bidang keagamaan di Karawang.


(25)

Salah satunya adalah dengan berupaya untuk memberikan bantuan untuk renovasi masjid dan mushola di Karawang sehingga tidak ada lagi masjid atau mushola yang meminta bantuan melalui kencleng-kencleng di jalan-jalan. Sementara kriteria untuk masjid yang bisa dianggap sebagai masjid besar adalah masjid yang merupakan tempat dilakukan kegiatan-kegiatan keagamaan tingkat kecamatan.

Tabel I

Banyaknya Sarana Peribadatan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Karawang Tahun 1998

Kecamatan Masjid Langgar Mushola Katolik Protestan Klenteng Vihar Cilamaya 43 212 16 1 _ _ _ Tempuran 62 197 5 _ _ _ _ Pedes 52 198 2 _ _ _ _ Cibuaya 26 156 5 _ 1 _ 1 Batujaya 30 77 11 _ _ _ _ Tirtajaya 29

104 2 _ _ _ _

Pakisjaya 28 59 _ _ _ _ _

Total Pesisir

270 1003 41 1 1 _ 1

Jumlah

1.240 3.051 1.193 10 12 1 6


(26)

Islamisasi di tatar Sunda selain dibentuk oleh 'penyesuaian' juga dibentuk melalui media seni yang digemari masyarakat. Ketika ulama masih sangat jarang, kitab suci masih barang langka, dan kehidupan masih diwarnai unsur mistis, penyampaian ajaran Islam yang lebih tepat adalah melalui media seni dalam upacara-upacara tradisi.

Salah satu upacara sekaligus sebagai media dakwah Islam dalam komunitas Sunda yang seringkali digelar adalah pembacaan wawacan dalam upacara-upacara tertentu seperti tujuh bulanan, marhabaan, kelahiran, dan cukuran. Seringnya dakwah Islam disampaikan melalui wawacan ini melahirkan banyak naskah yang berisi tentang kisah-kisah kenabian, seperti Wawacan Carios Para Nabi, Wawacan Sajarah Ambiya, Wawacan Babar Nabi, dan Wawacan Nabi Paras yang ditulis dengan huruf Arab, berbahasa Sunda dalam bentuk langgam pupuh, seperti Pupuh Asmarandana, Sinom, Kinanti, Dangdanggula, dan Pangkur.

Sejak agama Islam berkembang di Tatar Sunda, pesantren, paguron, dan padepokan yang merupakan tempat pendidikan orang-orang Hindu, diadopsi menjadi lembaga pendidikan Islam dengan tetap menggunakan nama pasantren (pasantrian) tempat para santri menimba ilmu agama. Pesantren ini biasanya dipimpin seorang ulama yang diberi gelar "kiai". Gelar kiai ini semula digunakan untuk benda-benda keramat dan bertuah, tetapi dalam adaptasi Islam dan budaya Sunda, gelar ini melekat dalam diri para ulama sampai sekarang. Di pesantren ini jugalah huruf dan bahasa Arab mendapat tempat penyebaran yang semakin luas di kalangan masyarakat Sunda


(27)

dan menggantikan posisi huruf Jawa dan Sunda yang telah lama digunakan sebelum abad ke-17 Masehi.

Dalam sejumlah doktrin dan ritus tertentu, di Tatar Sunda pun berkembang ajaran Islam yang mengadopsi unsur tapa dalam agama Hindu dan diwarnai aspek-aspek mistis dan mitologis. Perjumpaan Islam dengan budaya Sunda telah melahirkan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, pertumbuhan kehidupan masyarakat Islam dengan adat, tradisi, budaya yang mengadaptasi unsur tradisi lama dengan ajaran Islam melalui pola budaya yang kompleks dan beragam telah melahirkan pemikiran, adat-istiadat, dan upacara ritual yang harmoni antara Islam dan budaya Sunda.

Kedua, berkembangnya arsitektur baik sakral maupun profan, misalnya masjid (bale nyungcung), keraton, dan alun-alun telah mengadaptasi rancang bangun dan ornamen lokal termasuk pra Islam ke dalam rancang bangun arsitektur Islam.

Ketiga, berkembangnya seni lukis kaca dan seni pahat yang menghasilkan karya-karya kaligrafi Islam yang khas, kesenian genjring dan rebana yang berasal dari budaya Arab, dan berbagai pertunjukkan tradisional bernapaskan Islam dengan mudah merasuki kesenian orang Sunda yang seringkali muncul dalam pentas seni dan pesta-pesta perkawinan.

Keempat, pertumbuhan penulisan naskah-naskah keagamaan dan pemikiran keislaman di pesantren-pesantren telah melahirkan karya-karya sastra dalam bentuk


(28)

wawacan, serat suluk, dan barzanji yang sebagian naskahnya tersimpan di keraton-keraton Cirebon, museum, dan di kalangan masyarakat Sunda, dan

Kelima, berbagai upacara ritual dan tradisi daur hidup seperti upacara tujuh bulanan, upacara kelahiran, kematian, hingga perkawinan yang semula berasal dari tradisi lama diwarnai budaya Islam dengan pembacaan barzanji, marhabaan, salawat, dan tahlil

D. Kondisi Sosial Perekonomian 1. PERTANIAN

Penggunaan Lahan Lahan di Kabupaten Karawang dibedakan menjadi:

a. Lahan Sawah : lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan sederhana.

b. Lahan Kering terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitar, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tambak, kolam/tebet/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan, lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah 175.327 Ha dengan perincian sebagai berikut : Lahan Sawah seluas 91.090 Ha dan Lahan Kering seluas 76.909 Ha. Dari jumlah tersebut sebesar 36,68 persen digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya. Adapun komposisi penggunaan lahan tahun 2006 sebagai berikut :


(29)

Tabel II

Komposisi Penggunaan Lahan Tahun 2006

1 Pertanian Padi Sawah 89,614 Ha 2 Pekarangan dan Bangunan 18,351 Ha 3 Tegal/Kebun 15,782 Ha 4 Pertambakan 12.831 Ha 5 Hutan Negara 12.831 Ha 6 Ladang/Huma 3,172 Ha 7 Kawasan/Zona Industri 11.920,1 Ha 8 Penggembalaan 2,152 Ha

9 Perkebunan 793 Ha 10 Hutan Rakyat 598 Ha 11 Lahan Yang Diusahakan 411 Ha 12 Kolam/Empang 150 Ha 13 Rawa-rawa 40 Ha 14 Lain-lain 4,189,9 Ha

Sumber : Kabupaten Karawang Dalam Angka Tahun 2006

2. KEHUTANAN

Kabupaten Karawang mempunyai kawasan hutan produksi, hutan bakau dan hutan lindung. Kawasan hutan produksi dan hutan lindung sebagian besar terletak di


(30)

Kecamatan Pangkalan sedangkan hutan bakau terdapat di daerah pantai utara yaitu Kecamatan Batujaya, Cibuaya dan Pakisjaya.

Berdasarkan kondisi yang ada, sampai dengan tahun 2006 luas kawasan hutan di wilayah Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut:

Tabel III

Luas Kawasan Hutan Tahun 2006

Sumber: Kabupaten Karawang Dalam Angka Tahun 2006

3. PERKEBUNAN

Besarnya produksi perkebunan rakyat tahun 2006 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Ini bisa dilihat dengan naiknya produktivitas pada komoditi kelapa dan kapuk yaitu masing-masing sebesar 20,91% dan 17,35%.

4. PERIKANAN

Kabuapaten Karawang memiliki panjang pantai kurang lebih 73 Km dan muara sungai yang dapat di lalui oleh perahu nelayan.

1 Hutan Lindung 6.210 Ha 2 Hutan Produksi 255 Ha

3 Hutan Bakau 8.869 Ha


(31)

Adapun sub sektor perikanan yaitu perairan laut,perairan umum maupun perairan budidaya. Sarana dan Prasarana pengembangan budidaya perikanan yang ada, sebagai berikut :

1. Budidaya air payau (tambak) seluas 13.830 Ha 2. Budidaya Kolam (darat) seluas 980 Ha

3. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 11 unit 4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2 unit

5. Tempat pelelangan hasil tambak (TPHT) 14 unit.

Pada sub sektor perikanan yaitu perairan laut, perairan umum maupun perairan budidaya secara umum toal produksinya pada tahun 2006 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu dari 45.170,0 menjadi 45.630,99 (10.224,30 ton produksi perairan laut, 629,79 ton produksi perairan umum dan 34.687,90tonperairanbudidaya).

Dengan kata lain poduksi perikanan mengalami kenaikan sekitar 1,07 persen Kenaikan produksi tersebut terjadi pada hampir seluruh sub sektor perikanan yaitu masing-masing sebesar 3,16 persen untuk perairan umum dan 1,29 persen untuk perairan budidaya tapi turun 0,85 persen untuk perairan laut.


(32)

5. KELAUTAN

Sejalan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, salah satu kewenangan yang dilimpahkan kepada kabupaten adalah pengelolaan 4 mil laut. Kabupaten Karawang mempunyai kewenangan di wilayah laut sejauh 4 mil laut dengan panjang pantai Kabupaten Karawang 73 km. Kegiatan budidaya yang berada di kawasan laut.

6. PETERNAKAN

Populasi ternak besar yang terdiri dari sapi, kerbau dan kuda pada tahun 2006 masing-masing sebanyak 9.081 ekor, 1.278 ekor dan 56 untuk kuda. Populasi ternak tersebut sebagian besar berada di Kecamatan Tegalwaru, Pangkalan, Klari, Majalaya dan Teluk Jambe. Populasi sapi dan kerbau mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 0,41 % dan 5,62 %.


(33)

BAB IV

PELAKSANAAN HIBURAN DALAM “WALIMAH AL-‘URS” DI DAERAH KARAWANG, JAWA BARAT

A. Pelaksanaan Walimah Di Daerah Karawang

Pelaksanaan walimah al-'urs dilaksanakan selang beberapa hari sampai beberapa bulan selepas pelaksanaan akad nikah. Akan tetapi kebiasaannya pula yang melaksanakan walimah al-'urs adalah pada hari pelaksanaan akad nikah. Hal ini bergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Pelaksanaan akad nikah dilaksanakan baik dimasjid, Kantor Urusan Agama atau di rumah.

Adapun sebelum pelaksanaan akad nikah terlebih dahulu pihak pria melaksanakan acara merisik dan peminangan, adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini: 1. Nendeun Omong27, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang

berminat mempersunting seorang gadis.

2. Lamaran, dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.

27

Nendeun omong adalah utusan yang di hantar pihak pria untuk mempersunting gadis yang diminati


(34)

3. Tunangan, dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.

4. Seserahan (3 - 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.

5. Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)

Setelah hari dan tanggal pernikahan ditetapkan, maka diadakan acara akad nikah. Akad nikah biasanya dilangsungkan di masjid atau Kantor Urusan Agama atau di rumah calon perempuan. Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.

Kemudian akad nikah dimulai petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.

Selain itu juga, acara Sungkeman dan Wejangan dilakukan oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya. Dilanjutkan dengan Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan


(35)

orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.

Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria. Kemudian Nincak endog28, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.

i. Pelaksanaan Hiburan Dalam “Walimah al-‘Urs”

Dalam pelaksanaan walimah, selain melaksanakan upacara perkawinan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, biasanya juga diselenggarakan hiburan. Hiburan ini bermacam-macam, misalnya nyanyian, tarian, silat, wayang golek ataupun hiburan lainnya, sesuai dengan kebiasaan di daerah tersebut.

Adapun jenis-jenis hiburan yang dilaksanakan di Daerah Karawang pada pelaksanaan walimah berdasarkan penelitian penulis adalah sebagai berikut:

a. Tari Jaipong

Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini

28


(36)

merupakan kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go'ong, Saron, Kacapi, dan sebagainya. Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.

b. Ketuk Tilu

Ketuk Tilu29 adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggarakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.

Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning yang dipukul tigakali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab, kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar instrumentalia saja. Dilihat dari aspek pertunjukannya tari ketuk tilu terbagi ke dalam tiga bagian.

29


(37)

Bagian pertama, sepengiring melantunkan irama gamelan, rebab dan kendang untuk menarik perhatian masyarakat. Pada bagian kedua yaitu takala orang-orang telah berkumpul memadati tanah lapang barulah muncul para penari memperkenalkan diri kepada para penonton sambil berlenggak-lenggok mencuri perhatian penonton. Pada bagian ketiga adalah pertunjukannya itu sendiri yang dipandu oleh seseorang semacam moderator dalam rapat atau juru penerang.

Pada bagian pertunjukan ini penari mengajak penonton untuk menari bersama dan menari secara khusus berpasangan dengan penari. Adakalanya apabila ingin menari secara khusus dengan sipenari ia harus membayar sejumlah uang. Di desa-desa tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu ini sering kali dilakukan hingga semalam suntuk.

Tari Ketuk Tilu dan tari-tari lainnya memiliki perbedaan, baik dilihat dari gerak-gerak tarinya yang khas, Karawitannya, serta memiliki ketentuan-ketentuan yang khas dalam penyajiannya. Dalam Tari ketuk Tilu terdapat gerakan-gerakan yang berpola Kendang, gerakan-gerakan yang merupakan gambaran keseharian, serta ada pula gerakan-gerakan yang berupa improvisasi yang disesuaikan dengan irama lagu pengiringnya. Di samping itu, Tari Ketuk Tilu juga memiliki warna tertentu yaitu: gembira, romantis, merangsang, horitis, cerah, Iincah, akrab, dan penuh penjiwaan.


(38)

c. Seni Musik dan Suara

Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan Sindenkarena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari. Dibawah ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda antaranya; bubuy bulan, es lilin, manuk dadali, tokecang, dan warung pojok.

d. Wayang Golek

Tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya.

Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 - 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil


(39)

nama-nama dari tanah India. Dalam Wayang Golek, ada 'tokoh' yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.

B. Pendapat Ulama Tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘urs” dan Hiburan Dalam “Walimah al-‘Urs”

1. Pendapat Ulama tentang Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”

Mengenai walimah al-‘urs ini sendiri ada beberapa pendapat ulama antaranya Imam Syafi'I, Imam al-Nawawi, Imam Malik dan jumhur ulama lainnya yang bisa dijadikan acuan. Baik itu tentang hukum walimah al-‘urs maupun mengenai pelaksanaan walimah al-‘urs.

a. Hukum “Walimah al-‘Urs”

Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunat muakkad, bukan wajib.30 Karena mengadakan walimah itu merupakan suatu kegembiraan atas berlangsungnya akad nikah. Dalil yang menunjukkan keharusan mengadakan walimah iaitu sabda Rasullullah Saw:

30

Mustapa Haji Jaafar, Kursus Perkawinan Lengkap Etika Perkawinan Dalam Islam, (Perak: Percetakan Pustaka Muda, 2002) cet.pertama, h.23


(40)

L ?8ی!"

'

8" M &U

5 L

N % O

.P0

#

ﻡ Q!R

2

8 1 * 5

6

31

Artinya :

Dari Buraidah ia berkata, ketika Ali melamar Fatimah, Rasullullah Saw bersabda, “sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya” (Hr. Ahmad)

Dalam Hadis tersebut Rasullullah Saw mengharuskan Ali untuk mengadakan walimah ketika mengawini Fatimah. Hadis tersebut anjuran untuk mengadakan walimah mengandung unsur keharusan atau kewajiban, karena ada kata 8"M yang berarti sesuatu yang dengan cara bagaimanapun harus diadakan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh golongan Dzahiri.

Imam Syafi’I dalam kitabnya al-Umm mengemukakan bahwa mengadakan walimah adalah wajib, karena Rasullullah itu sendiri selalu mengadakan walimah kepada isteri-isterinya baik ketika beliau menetap maupun ketika beliau sedang bepergian.

Imam al-Nawawi menyatakan bahwa pendapat yang kuat dikalangan sahabat adalah sunnah, dengan menetapkan bahwa amar yang terdapat dalam hadis diatas adalah sunnah. Ini sesuai dengan pendapat imam Malik, karena sabda Rasullullah Saw ? I" menunjukkan bahwa walimah al-‘urs adalah sunnah. Bagi yang mampu agar tidak mengurangi dari seekor kambing.

31


(41)

b. Pelaksanaan “Walimah al-‘Urs”

M. Abdul Ghaffar dalam buku terjemahan Fiqh Keluarga menuliskan menurut kitab Fathul Bari, para ulama berbeda pendapat mengenai waktu pelaksanaan walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakannya akad nikah atau setelahnya.32 Imam al-Nawawi menyebutkan bahwa menurut pendapat mazhab Maliki, walimah sunnah diadakan setelah pertemuan pengantin lelaki dengan perempuan di rumah. Dalam Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I, walimah diadakan pada saat akad nikah sehingga selepas persetubuhan atau dukhul (bercampur).33

Sedangkan Sayyid Sabiq berpendapat bahwa walimah dapat diadakan setelah akad nikah atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan atau sesudahnya. Hal ini leluasa bergantung kepada adat istiadat yang berlaku. Rasullullah Saw mengundang orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab.34

Walaupun mengadakan walimah itu sesuatu yang dianjurkan agama, namum mengenai bentuk walimah itu tidak dijelaskan secara terperinci. Hal ini dapat diartikan bahwa mengadakan walimah itu bentuknya bebas, asal pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Yang penting dalam melaksanakan walimah itu disesuaikan dengan kemampuan dan tidak sampai terjadi pembaziran, serta tidak ada maksud-maksud lain yang dilarang agama seperti membanggakan diri, mempamerkan kekayaan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan agama.

32

M. Abdul Ghaffar, Fiqh Keluarga (terj) (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001) h.99

33

Mustofa al-Khin, Mustofa al-Buqho, Ali Asy-Syarbaji, Kitab Fiqah Mazhab Syafi’I (Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn.Bhd, 2005) jilid 4, h.385

34


(42)

2. Pendapat Ulama tentang Hiburan pada acara “Walimah al-‘Urs”

Pernikahan itu hendaknya diberitahukan, jangan disembunyikan dan secepat mungkin diramaikan atau digembirakan dengan apa saja, misalnya dengan musik, nyanyi-nyanyian dan lainnya.

a. Hukum mengadakan Hiburan

Memperindahkan pelaksanaan walimah dengan hiburan, baik dalam bentuk nyanyian maupun musik adalah suatu yang diperbolehkan dalam Islam. Selama tidak disertai dengan hal-hal yang mengarah kepada perbuatan yang diharamkan.35 Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, untuk melahirkan perasaan senang dan menghibur hati seperti hari raya, aqiqah dan kedatangan orang yang sudah lama ditunggu.

Dalam kitab Nyanyian dan Musik menurut perspektif al-Quran dan as-Sunnah, ramai ulama yang membolehkan nyanyian dan musik. Segolongan ulama sufi berhujah dengan mengharuskan menyanyi atau mendengarkannya samada dengan musik atau tidak selagi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.36

Banyak ulama yang membolehkan hiburan pada acara walimah al-‘urs seperti nyanyian dan sebagainya selagi mana tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

35

H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam, (Selangor : Synergymate Sdn Bhd, 2002) cet pertama, h.27

36

Yusuf al-Qardawi, Nyanyi dan Musik Menurut Perspektif al-Quran dan al-Sunnah, (tej) Munawwar Mohammad dan Wan Rosli Wan Ismail (Kuala Lumpur : Pustaka Salam dan Rangkaian Berkat, 2006) cet.pertama, h.33


(43)

Ulama yang membolehkan musik dan nyanyian beralasan dengan dalil dari al-Quran dan al-Hadis. Dalil dari al-al-Quran, Allah berfirman;

!" #

$%&'

$(

)*+ ,

-.

0 

-.12 345 6

*

!" 478

9:;

<

=>?@

!" #

B

CD > F

G

H

I0 J

K L M

! O PQ 

!  RS =

H

I1 TP

I 0

VQ > F

W Q=XY

Z[L$1 J

\

$T&'

] XY

.12

C^I

" Z _

`a bc

2

?5

7 ! X

'

\]^

6

Artinya :

…dan ia menghalalkan bagi mereka Segala benda Yang baik, dan mengharamkan kepada mereka Segala benda Yang buruk; dan ia juga menghapuskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu Yang ada pada pada mereka. maka orang-orang Yang beriman kepadaNya, dan memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut Nur (cahaya) Yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang Yang berjaya.

Pada dasarnya nyanyian dibolehkan.Yang diharamkan adalah kegiatannya dan bukan pada nyanyian musik. Tarian, nyanyian yang membawa kebaikan dan tidak dilarang maka hukumnya boleh dilakukan. Contohnya nyanyian yang memberi semangat dalam berjuang, berkasih sayang antara manusia, mengingati mati dan sebagainya.

Antara ulama yang membolehkan ketika pesta pernikahan dan hari-hari perayaan adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu al-Nawawi dalam kitabnya


(44)

al-Umdah mengatakan para sahabat Nabi yang membolehkan yaitu Saidina Umar, Ustman, Abdul Rahman bin A’us, Saad bin Abu Waqqas. Manakala dikalangan

tabi’in yaitu Sa’ad bin al-Musayyad, Salim bin Umar, Ibnu Hibban.37

Rasullullah Saw sendiri pernah memerintahkan Aisyah, ketika Aisyah menghantar seorang pengantin perempuan agar iringan pengantin tersebut diiringi dengan nyanyian. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :

L #Q

"

'

5 V /% 5 [&X ﻡ S # " !L _ ) I` C+a&,

%

O

'

L < ? K@ Kی8>,

'

R&

b

L

'

C L <

cی ﻡ SRﻡ K 5,

'

M

b

5

%

'

ﻡ SRﻡ KdR" % e E

S % eY L 5 [&X

ی

'

1 & +% F, F,

2

ﺝ ﻡ " * 5

6

38

Artinya :

Dari Ibnu Abbas berkata, “Aisyah pernah mengahwinkan salah seorang kerabatnya dengan orang Ansar, Kemudian Rasullullah Saw datang dan bertanya, apakah kamu telah memberikan gadis itu kepada suaminya?Para sahabat menjawab, betul. Rasullullah Saw bertanya lagi apakah kamu kirim bersama gadis itu orang yang akan bernyanyi? Aisyah menjawab, tidak. Kemudian Rasullulah Saw bersabda, sesungguhnya orang Ansar adalah kaum yang suka kepada nyanyian. Alangkah baiknya kamu mengirimkan seorang yang mengatakan, kami telah datang kepadamu, kami telah datang kepadamu, maka dia memberi hormat kepada kami dan kami memberi hormat pula kepada kamu.”(Hr. Ibnu Majah)

37

H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum Seni Muzik, Loc.Cit.

38

Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar Al-Fikr,t.th) jilid 1, h.597


(45)

Dalam Hadis riwayat al-Tirmizi, Rasullullah Saw membenarkan hiburan dalam walimah sebagai tanda rasa bersyukur, gembira dan senang pada hari tersebut sebagaimana Hadis dari Aisyah Ra di bawah :

C L I`

'

5 L

'

% * Rﺝ f a

=>

,

7 %O8 "

"!T 8ﺝ 3

2

9=ﻡ!K * 5

6

39

Artinya :

Daripada Aisyah Ra, ia berkata bahwa Rasullullah Saw bersabda, “umumkanlah olehmu perkawinan, dan adakanlah di masjid dan pukullah olehmu rebana itu”. (Hr. Tirmizi)

Memeriahkan suatu pesta perkawinan dengan musik dan nyanyian dibolehkan, misalnya nyanyian wanita yang suaranya mengundang nafsu birahi. Pesta perkawinan wajib dijauhkan dari acara yang tidak sopan, bercampur lelaki dengan perempuan, begitu pula perkataan yang keji dan tidak pantas didengarkan.

b. Pelaksanaan Hiburan

Dalam buku, Prof H.M Toha Yahya Omar M.A, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam, mengutip dari kitab Nailul Autar dikatakan, bahwa dalam pernikahan dibolehkan penabuhan rebana, menyaringkan suara untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dan lain-lainnya. Namun tidak dengan

39

Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah, Sunan al-Tirmizi (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) jilid 2, h.347


(46)

mendendangkan lagu-lagu yang dapat menimbulkan nafsu birahi disertai dengan minuman keras dan kejahatan.40 Berkenaan dengan alat musik Rasullullah Saw bersabda:

L + / .N 1 " 8 +ﻡ

'

" ﻡ g[%

5 L

_ [ O7O8

h+ Y !+

2

9=ﻡ!K * 5

6

41

Artinya :

Dari Muhammad bin Hathib, Rasullullah Saw telah bersabda, “perbedaan antara pesta halal dengan haram yaitu menyanyi dan pukul rebana (dalam perkawinan).” (Hr. al-Tirmizi)

Sebagian ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian berargumen karena musik adalah perbuatan sia-sia yang dapat merusakkan akal dan pemikiran dan dapat melampaui batas. Mereka berargumen dengan dalil-dalil sebagai berikut:

de J

P

P0

e J

Q 3 g<h ,

I<

%, i$

P j+

e 

c

$k

lF

3-

 M

m G" #

$2?

(no ,

 OQ12

B

$T&'

] XY

-.qLr

+s

?

tuV

vJ

` c

2

?5

'

i

6

Artinya :

dan ada di antara manusia: orang Yang memilih serta membelanjakan hartanya kepada cerita-cerita dan perkara-perkara hiburan Yang melalaikan; Yang berakibat menyesatkan (dirinya dan orang ramai) dari ugama Allah Dengan tidak berdasarkan sebarang pengetahuan; dan ada pula orang Yang menjadikan ugama Allah itu sebagai ejek-ejekan; merekalah orang-orang Yang akan beroleh azab Yang menghinakan.

40

H.M Toha Yahya Omar, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu Analisis Hukum Seni Muzik, Op.Cit, h.32

41


(47)

Ulama yang mengharamkan lagu ini berargumen bahwa makna lahwal hadits

yang terdapat pada surat ini adalah lagu.

Ulama yang mengharamkan lagu berdalil bahwa lagu termasuk hal yang sia-sia dan wajib berpaling darinya. Dan menghindari lagu termasuk dari sifat-sifat "Ibadurrahman". Firman Allah yang berbunyi:

w 6

H

I1 _$k

I '"

H

Ixa

< Y

L0 

H

I

>

F

0

yz1"

{G Y

-. }

-M }1"

{G Y

~. !"$k

-. }

!" #

*•

9c- 7-r =

uV

"

`

c

2

[ ?5

j

'

]]

6

Artinya :

dan apabila mereka mendengar perkataan Yang sia-sia, mereka berpaling daripadanya sambil berkata: "Bagi Kami amal Kami dan bagi kamu pula amal kamu; Selamat Tinggalah kamu; Kami tidak ingin berdamping Dengan orang-orang Yang jahil".

Al-Rauyani meriwayatkan dari al-Qaffal bahwa mazhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alatan musik. Namun demikian ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan yaitu:

1. Nyanyian harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika dan ajaran Islam. Oleh karena itu apabila nyanyian tersebut penuh dengan puji-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum arak misalnya, maka nyanyian lagu tersebut hukumnya haram dan


(48)

mendengarkannya pun haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dipersamakan dengan itu.

2. Subjek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan Islam tetapi cara menyanyikan yang dilakukan oleh penyanyi itu beralih dari lingkungan halal kepada lingkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah dan perbuatan cabul. Maka hal ini juga diharamkan.

3. Sebagaimana agama selalu melarang sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal termasuk dalam beribadah, maka begitu juga halnya berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk hiburan. Padahal waktu itu sendiri adalah sangat berarti. Tidak dapat diragukan lagi dengan lebih-lebihan dalam masalah mubah dapat menghabiskan waktu untuk melaksanakan kwajiban-kewajiban seperti yang dikatakan oleh ahli hikmah “tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang berlebihan melainkan dibalik itu ada suatu kewajiban yang terbuang.”

4. Apabila nyanyian atau satu macam nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah kebinatangan yang dapat mengalahkan dari segi rohaninya maka orang muslim harus menjauhi nyanyian tersebut dan harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah akan berhembus demi melindungi hatinya, agamanya dan budi luhur sehingga dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.


(49)

5. Di antara yang sudah disepakati ialah bahawa haramnya nyanyian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan yang haram lainnya seperti dihidangkan arak dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat. Dalam hal ini Rasullulah Saw menjelaskan bahwa pelaku dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang sangat pedih.

Demikian beberapa hal yang harus dipehatikan dalam masalah nyanyian dan musik dalam Islam yang dikemukakan oleh Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Halal dan Haram dalam Islam. Banyak orang berselisih tentang hal itu.42 Orang yang mengharamkan musik dan nyanyian secara ekstrim telah banyak melemparkan tuduhan dengan kertas kepada pihak lain sebaliknya orang yang menggampangkan pun sering terjebak dalam nyanyian-nyanyian dan musik-musik yang berbau maksiat, percampuran laki-laki dan perempuan dengan pakaian yang seksi disertai minuman keras yang menyebabkan mereka tenggelam dalam kemaksiatan.

C. Analisis Terhadap Pelaksanaan Hiburan dalam “Walimah al-‘Urs” di Daerah Karawang

Setelah melakukan observasi terhadap penyelenggaraan pesta hiburan pada

walimah al-'urs di Daerah Karawang, maka berikut ini merupakan analisis dan tinjauan hukum Islam terhadap bentuk-bentuk hiburan pada walimah yang berlangsung di Daerah Karawang.

42


(50)

1. Tari Jaipong

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tari-tarian yang diadakan pada acara walimah al-'urs di Daerah Karawang pada umumnya merupakan tarian. yang bertentangan dengan ajaran Islam, karena baik dari segi gerakan maupun pakaian yang dikenakan para sinden tidak menepati tuntutan syariat. Walaupun begitu pada zaman Rasullullah Saw tari-tarian pernah dilakukan. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa mendengar nyanyian dan musik sambil menari hukumnya adalah mubah.

Dalam kesempatan lain Aisyah diizinkan Rasullullah Saw untuk menyaksikan penari-penari Habsyah.Berdasarkan hal tersebut , imam al-Ghazali menyimpulkan bahwa menari hukumnya boleh pada saat-saat bahagia, seperti hariraya, pernikahan, walimah, aqiqah atau pada waktu khitan dan setelah seseorang hafal al-Quran. Yang tujuannya untuk menampakkan rasa gembira.

Berdasarkan Hadis Nabi Saw dan pendapat ulama, maka menurut penulis bahwa tari-tarian dibolehkan asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2. Ketuk Tilu

Tarian ketuk tilu ini sama halnya dengan tarian jaipong, bedanya ketuk tilu ini sudah diamalkan oleh masyarakat sunda sejak zaman hindu lagi.

Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning yang dipukul tiga kali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti rebab,


(51)

kendang besar dan kecil, goong untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar instrumentalia saja.

Jadi menurut hukum Islam ketuk tilu ini tidak memenuhi tuntutan yang ditetapkan karena boleh merosakkan akidah dan sosial masyarakat

3. Seni Musik dan Suara

Mengenai hukum musik dan nyanyian dalam Islam sebahagian besar ulama seperti imam Malik, imam Ja'far dan sebagian besar ulama membolehkannnya dan berpedoman kepada Hadis Rasullullah dari Rubayyi bahwa Rasullullah Saw bersabda:

L

) ی8 0 A81 gk@ﻡ " !I" A81 e(83ﻡ A81

'

") Rﻡ C " $ "! C L

O

V ﺝ V !@

'

"

1 g08ی

H

ﺵ !%

; /%

/

#58" Y ی ` ", ﻡ gKL ﻡ "8 ی 7O8 " "!kی

e_ ی !ی ﺝ C R/% ﻡ :3

H

)U

> 8> C L

'

% #8W % ﻡ Rی O & %

'

F C 9= "

L *=>

(

2

5

*

95 l

6

43 Artinya :

Diceritakan oleh Musadad, juga diceritakan oleh Basyir bin Mufadhal, dari Khalid bin Zakhwan berkata Rubaiya' binti Mu'awiz bin Afra, "ketika perkawinan Rasullullah Saw datang, Lalu Nabi Saw duduk diatas tempat tidurku. Kemudian beberapa orang dari budak wanitanya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyanyi) untuk orang tuanya yang syahid di perang badar.Tiba-tiba salah seorang dari merekaitu berkata, diantara kita ini adalah Nabi Saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari. Tetapi Rasullullah Saw segera bersabda,

43


(52)

tinggalkanlah ucapan itu, teruskan apa yang (nyanyikan) tadi." (Hr. Al-Bukhari)

Begitu pula halnya mendengar nyanyian dan musik, maka pada dasarnya mendengar sesuatu itu hukumnya mubah bila orang tersebut hanya sekadar mendengarkannya. Dan akan menjadi haram apabila mendengar nyanyian dengan niat untuk mendorong berbuat maksiat kepada Allah Swt. Adapun orang yang mendengarnya dengan niat menghibur hatinya akan berghairah dalam mentaati Allah dan menjadikan dirinya rajin melaksanakan kebaikan maka dia adalah orang yang taat dan baik. Akan tetapi orang yang melakukan tanpa niat apa-apa pun, maka mendengarkan nyanyian itu termasuk laghwu (perbuatan yang tidak bermanfaat) yang dimaafkan.

Sama halnya mendengar nyanyian yang dinyanyikan oleh wanita karena Rasullullah Saw mengijinkan dua wanita budak menyanyi di rumahnya. Bahkan beliau pernah mendengar nyanyian seorang wanita yang bernazar untuk memukul rebana dan bernyanyi dihadapan Rasullullah Saw. Selain itu syara' telah memberikan hak dan wewenang kepada kaum wanita untuk melakukan aktiviti jual beli, berdagang, mengajar dan lain-lain.

Jika suara wanita dianggap aurat atau haram, maka tentu syara' akan mencegah mereka melakukan semua aktiviti tersebut. Islam hanya melarang wanita menampilkan perhiasannya dihadapan kaum lelaki yang bukan muhrimnya, bermanja dalam berbicara. Sebagaimana firman Allah Swt :


(53)

1>

0 J

_G" •

de<+x+  ,

<e J

‚e 2

RS-M Y

de<x?Z

‚e

$ƒ  1G

*•

CD i-T,

‚e

7 „, …

†• 6

J

$

$

z J

H

u  3<‡

‚e 2

_1,ˆ‰

BŠ! 

‚e‹mI ƒ

H

*•

CD i-T,

‚e

7 „, …

†• 6

7

I1T

Y

•F

M

Y

F

M

o

I1M

Y

•F

yz-M Y

Y

F

yz-M Y

o

I1M

Y

‚e

= Id 6

Y

u9ƒ M

= Id

6

Y

u9ƒ M

‚e

 I$d Y

Y

‚e

•F

R•

Y

J

<

}!" J

‚e

0 $_, Y

Y

CDV 1 T n7

3- ?‘

Š’] XY

M-

de J

:W>$e

Y

c

Z ”

CD

> F

H

 $

<x ,

BŠ! 

.

-I 

F

R•

•z

H

*•

u  3<‡y–

‚e

"ƒ-

] M

d.!"1

J

uV Z ,

e J

‚e

7 „, …

B

H

—IMI1

Š!’ 6

lF

1 { 2

Lv, Y

C^I0 J

_

M }˜"$1

C^I

" Z1

` ac

2

5

?5

'

m\

6

Artinya :

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah


(54)

mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah.Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". (QS: An-Nur :31)

Selanjutnya para fuqaha sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandungi kekejian, kefasiqan dan membawa seseorang kepada maksiat, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandungi ucapan-ucapan yang baik dan jelek apabila berisi ucapan-ucapan yang jelek.

4. Wayang Golek

Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia.

Wayang golek pada asal hukumnya dibolehkan karena setiap hiburan pada asalnya dibolehkan selagi tidak ada nash yang mengharamkan. Ulama muktabar telah merumuskan satu kaidah bahwa hukum asal bagi setiap sesuatu adalah harus. Kaidah usul fiqh ini seperti dibawah:


(55)

1 "n V ﺵX % g X

44

Maka dalam hal ini, hiburan wayang golek dibenarkan selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi dalam penelitian penulis, dalam wayang golek ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam karena senikata yang digunakan berbentuk khurafat dan diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya.

Dari keselurahan hasil penelitian, sebagaimana yang telah penulis paparkan di atas, jelaslah bahwa pelaksanaan hiburan dalam walimah al-urs di Daerah Karawang lebih cenderung menampilkan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah masyarakat kurang memahami makna walimah al-'urs itu sendiri serta kurang pemahaman tentang hiburan mana yang dibenarkan dan dilarang dalam ajaran Islam.

Meskipun keberadaan kiay cukup banyak, namun mereka tidak mahu tradisi mereka yang telah diamalkan sejak dulu ditinggalkan dan dilupakan begitu saja.

44

H. Aladdin Koto, Ilmu Fiqih dan Usul Fiqih (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004) h.160


(56)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian ataupun teori-teori yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya yaitu mengenai hukumnya melaksanakan walimah, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah. Namun jumhur ulama berpendapat bahawa mengadakan walimah hukumnya adalah sunnah muakkad.

Pelaksanaan walimah al-‘urs di daerah Karawang dilihat banyak mendatangkan kesan negatifnya, dari sosial masyarakatnya boleh memecahkan


(57)

kesatuan dan harmoni masyarakat karena berebutan sang sinden yang disukai. Di dalam pesta itu juga ada disediakan minuman keras yang sangat dilarang oleh agama karena memabukkan dan merusakkan akal.

Dari dimensi ekonomi dilihat terlalu banyak pembaziran, untuk membuat pesta pernikahan itu membelanjakan sampai jutaan rupiah atau lebih karena dicampur dengan bayaran tinggi kepada sinden dan modal keseluruhan bagi menjayakan pesta pernikahan itu. Moral serta iman juga boleh rusak gara-gara tidak menjaga kesopanan serta kesucian agama Islam itu sendiri.

Disamping itu, pelaksanaan hiburan dalam walimah al-‘urs di Daerah Karawang ditinjau dari hukum Islam ada yang tidak bertentangan dan ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi lebih cenderung menampilkan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan salah satunya adalah masyarakat kurang memahami makna

walimah al-‘urs sendiri serta kurang pemahaman tentang hiburan mana yang dibenarkan dan tidak dalam ajaran Islam.

B. Saran-saran

1. Hendaknya pemerintahan daerah dapat mengadakan sosialisasi tentang syariah Islam kepada masyarakat agar masyarakat mempunyai pemahaman yang benar tentang praktek-praktek yang sesuai atau yang bertentangan dengan ajaran Islam khususnya dalam masalah hiburan.


(58)

2. Peran ulama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan bimbingan terhadap ajaran agama Islam khususnya tentang hiburan dalam walimah al-‘urs terutama kalangan intelektual kampus dalam merangka pengabdian kepada masyarakat.

3. Hendaknya para pendidik atau guru memberi penerangan kepada mahasiswa tentang hiburan mana yang dibenarkan oleh ajaran Islam supaya nilai-nilai ibadah dalam walimah tidak berkurangan.

4. Pada warga yang mahu membuat pesta pernikahan haruslah tidak berlebih-lebihan dan merujuk terlebih dahulu kepada ulama atau sesiapa yang pintar dan tinggi ilmu agamanya.

5. Hendaknya mengikut ajaran Nabi saw agar bersederhana dalam apa juga keadaan dan tidak membazir.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karim

Husaini, Taqiyuddin, Abu Bakar, Kifayah Al-Akhyar, Beirut, Dar Al-Kutub, 1995 Omar, Toha Yahya, Prof. H.M. M.A, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu

Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam,

Selangor, Synergymate Sdn Bhd, 2002

Abidin, Slamet, Drs, Aminudin, H, Fiqih Munakahat 1, Bandung, CV Pustaka Setia, 1999

Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut, Dar al-Bayan, 1968

Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, (ter) Nor Hasanuddin, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006

Qardhawi, Yusuf, Dr, Nyanyian dan Musik Menurut Perspektif Al-Quran dan As-Sunnah, terjemahan, Kuala Lumpur, Pustaka Salam dan Rangkaian Berkat, 2006

Claire Holt, (alih bahasa; Prof. Dr. RM. Soedarsono) Melacak Jejak Perkembangan SeniDi Indonesia, Persatuan Budaya Daerah.


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian ataupun teori-teori yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya yaitu mengenai hukumnya melaksanakan walimah, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah. Namun jumhur ulama berpendapat bahawa mengadakan walimah hukumnya adalah sunnah muakkad.

Pelaksanaan walimah al-‘urs di daerah Karawang dilihat banyak mendatangkan kesan negatifnya, dari sosial masyarakatnya boleh memecahkan


(2)

kesatuan dan harmoni masyarakat karena berebutan sang sinden yang disukai. Di dalam pesta itu juga ada disediakan minuman keras yang sangat dilarang oleh agama karena memabukkan dan merusakkan akal.

Dari dimensi ekonomi dilihat terlalu banyak pembaziran, untuk membuat pesta pernikahan itu membelanjakan sampai jutaan rupiah atau lebih karena dicampur dengan bayaran tinggi kepada sinden dan modal keseluruhan bagi menjayakan pesta pernikahan itu. Moral serta iman juga boleh rusak gara-gara tidak menjaga kesopanan serta kesucian agama Islam itu sendiri.

Disamping itu, pelaksanaan hiburan dalam walimah al-‘urs di Daerah Karawang ditinjau dari hukum Islam ada yang tidak bertentangan dan ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi lebih cenderung menampilkan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan salah satunya adalah masyarakat kurang memahami makna walimah al-‘urs sendiri serta kurang pemahaman tentang hiburan mana yang dibenarkan dan tidak dalam ajaran Islam.

B. Saran-saran

1. Hendaknya pemerintahan daerah dapat mengadakan sosialisasi tentang syariah Islam kepada masyarakat agar masyarakat mempunyai pemahaman yang benar tentang praktek-praktek yang sesuai atau yang bertentangan dengan ajaran Islam khususnya dalam masalah hiburan.


(3)

2. Peran ulama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk memberikan bimbingan terhadap ajaran agama Islam khususnya tentang hiburan dalam walimah al-‘urs terutama kalangan intelektual kampus dalam merangka pengabdian kepada masyarakat.

3. Hendaknya para pendidik atau guru memberi penerangan kepada mahasiswa tentang hiburan mana yang dibenarkan oleh ajaran Islam supaya nilai-nilai ibadah dalam walimah tidak berkurangan.

4. Pada warga yang mahu membuat pesta pernikahan haruslah tidak berlebih-lebihan dan merujuk terlebih dahulu kepada ulama atau sesiapa yang pintar dan tinggi ilmu agamanya.

5. Hendaknya mengikut ajaran Nabi saw agar bersederhana dalam apa juga keadaan dan tidak membazir.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karim

Husaini, Taqiyuddin, Abu Bakar, Kifayah Al-Akhyar, Beirut, Dar Al-Kutub, 1995 Omar, Toha Yahya, Prof. H.M. M.A, Haramkah Muzik, Menyanyi dan Menari Suatu

Analisis Hukum Seni Muzik, Suara Seni dan Seni Tari Menurut Islam, Selangor, Synergymate Sdn Bhd, 2002

Abidin, Slamet, Drs, Aminudin, H, Fiqih Munakahat 1, Bandung, CV Pustaka Setia, 1999

Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut, Dar al-Bayan, 1968

Sabiq, al, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, (ter) Nor Hasanuddin, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006

Qardhawi, Yusuf, Dr, Nyanyian dan Musik Menurut Perspektif Al-Quran dan As-Sunnah, terjemahan, Kuala Lumpur, Pustaka Salam dan Rangkaian Berkat, 2006

Claire Holt, (alih bahasa; Prof. Dr. RM. Soedarsono) Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia, Persatuan Budaya Daerah.


(5)

Qardhawi, Yusuf, Dr, (pen; Irwan Raihan), Lagu dan Musik dalam Timbangan Al-Quran dan Sunnah, Solo, Media Insan Press, 2005

Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Mazhab Syafi’I Edisi Lengkap Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Kuala Lumpur: CV Pustaka Setia, Cetakan Pertama, Tahun 2000)

Imam Abdullah Ibnu Muhammad al-Bukhari, Sohih Abi Abdullah al-Bukhari, Beirut: (Dar al-Fikr, t.th)

Ahmad Al-Hafizd, Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kairo, 1407 H Asy Syaukani, Nailul Author, Beirut, Dar Al Jil

Isa, Abu Muhammad bin Isa bin Saurat At-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi 2000

Ibn, Muhammad, Ahmad, ibn, Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Beirut, Dar al-Fikri, 1978

Muhammad, Abdillah, Abu, Hafiz, Yazid, al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Dar al-Fikri, t.th

Muhammad, Abdillah, Abu, ibn, Ismail, ibn, Ibrahim, ibn, al-Mughirah, ibn, Bardizbah, al-Shahih al-Bukhari, Beirut, Dar al-Fikr, t.th

Muslim, al-Husain, Abu, ibni, Hajjaj, ibn, Muslim, al-Qusyairi, al-Naisaburi, Shahih Muslim, Riyad, Dar al-Salam, 1998

Website :

http://ms.wikipedia.org/wiki/Adat_resam_kahwin_Melayu

http://www.brunet.bn/gov/mufti/irsyad/pelita/2001/ic74_2001.htrr www.westjavatourism.com

http://www, karawang, go, id


(6)

K.H. Saeful Uyun, L.c, Pimpinan Dewan Kyai, Pesantren Miftahul huda Al-Musri Nandang, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi