TEHNIK MENGAWINKAN PADA ANJING.

KARYA ILMIAH
TEHNIK MENGAWINKAN
PADA ANJING

Oleh :
Putu Suastika
NIP. 19570818 198703 1 003

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

KATA PRNGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena penulis
telah dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Tehnik Mengawinkan Pada
Anjing “.
Penulisan karya ilmiah ini berdasarkan atas telaah beberapa buku, jurnal, dan data
sekunder dari beberapa peneliti.
Pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Karyawan/karyawati tenaga perpustakaan pusat UNUD, yang telah membantu penulis
dalam menyiapkan buku literatur.
2. Rekan dosen FKH UNUD yang telah membantu kami
Penulis menyadari, bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran demi sempurnanya karya tulis ini.

Denpasar,
Penulis,

i

Januari 2016

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................

i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................


ii

BAB I PENDAHULUAN ......... ...............................................................................

1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................

1

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................


1

2.1 Kawin Pacek ...........................................................................................

1

2.2 Kawin Inseminasi Buatan .......................................................................

3

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................

8

BAB IV KESIMPULAN ...........................................................................................

11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


11

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia hewan khususnya anjing.
Anjing pada mulanya dipelihara yang peruntukanya digunakan sebagai penjaga rumah dan
berburu, hal ini dikarenakan anjing mempunyai indra pendengaran dan indra penciuman
sangat tajam. Selain itu anjing juga merupakan hewan kesayangan sehingga memberikan nilai
ekonomi yang cukup bagus. Anjing yang dipandang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
tidak menutup kemungkinan para penggemar anjing telah beralih menjadi beternak apalagi
penggemar anjing kian bertambah banyak. Peluang inilah yang dimanfaatkan yang semula
sebagai penggemar menjadi usaha ternak. Menjadi peternak anjing tidaklah mudah karena
anjing mempunyai siklus birahi yang cukup panjang. Keberhasilan sangat ditentukan pada
saat kapan anjing tersebut dikawinkan. Mengawinkan anjing dengan interfensi manusia dapat
meningkatkan mutu genetik serta kemurnian ras anjing. Inseminasi Buatan pada anjing telah

benyak dilakukan oleh para peternak anjing mengingat banyak manfaat yang didapatkan
melalui cara inseminasi buatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara mengawinkan anjing ?
2. Melalui cara apa saja yang dapat dipakai untuk mengawinkan anjing ?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum cara mengawinkan anjing baik melalui cara pemacek
maupun cara inseminasi buatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mengawinkan anjing tidak semudah bila anjing kawin secara alami, hal ini diperlukan
pengetahuan yang cukup tentang fisioreproduksi anjing. Mengawinkan anjing ada dua cara
yaitu dengan cara memacek dengan bantuan pawang dan cara inseminasi buatan
2.1 Kawin Pacek
Kawin pacek

disebut juga kawin dengan menjodohkan bisa dengan atau tanpa


bantuan pawang pemacek. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1

1. Umur Saat Dikawinkan
Anjing harus mencapai kedewasaan seksual sebelum dianggap aman secara medis untuk
berkembang biak. Hal ini terutama penting bagi anjing betina, karena kesehatannya bisa
terancam jika ia hamil sebelum waktunya. Anjing jantan harus berusia sedikitnya 1,5 tahun
dan anjing betina setidaknya sedang berada pada masa berahi yang kedua atau ketiga. Hal ini
penting untuk memastikan bahwa anjing berusia cukup untuk berkembang biak.
Mengawinkan anjing betina yang terlalu tua untuk hamil bisa menjadi sesuatu yang
berbahaya, baik bagi si induk dan anaknya. Selain itu, kelahiran prematur bisa terjadi. Para
peternak biasanya masih berbeda pendapat mengenai definisi usia "tua" pada anjing. Sebagai
acuan umum, jangan kawinkan anjing yang lebih tua dari 4 tahun — terutama pada ras-ras
besar yang masa hidupnya lebih singkat. Jika anjing berasal dari ras berukuran sedang atau
kecil, yang masih harus dipertimbangkan dengan serius sebelum mengawinkan.
Mengawinkan anjing pada usia sudah tua hendaknya harus berhati-hati jika anjing berusia 4-6
tahun. Saat anjing menginjak usia 7 tahun, maka ia sudah terlalu tua untuk dikawinkan
terutama anjing kecil.
2. Tempramen Anjing
Banyak ras anjing yang umum biasa menjalani tes temperamen yang khusus untuk rasnya,

misalnya tes WAC/Working Aptitude Evaluation untuk anjing jenis Doberman. Juga dapat
dilakukan tes Canine Good Citizen, yang terbuka untuk segala jenis anjing dan akan menguji
temperamen serta tingkat pelatihan yang telah dikuasainya. Demikian pula, Therapy Dogs
International serta kelab-kelab anjing terapi lainnya memiliki tes temperamen dan perilaku
lainnya yang dapat menunjukkan temperamen asli anjing sebelum ia menjalami pelatihan.
Jika anjing memiliki gangguan perilaku dan temperamen, misalnya tidak dapat dipercaya saat
berdekatan, terlalu agresif, terlalu mudah terangsang, atau mudah menggigit karena sangat
ketakutan sebaiknya tidak mengawinkannya. Demikian pula, jika anjing terlalu penurut atau
pemalu, jangan kawinkan dia.sebaiknya mengawinkan anjing yang bertemperamen gembira,
percaya diri dan patuh saat berdekatan dengan hewan-hewan lainnya.
3. Siklus birahi
Saat ia mencapai kedewasaan seksual, anjing akan mulai berahi. Anjing betina mengalami hal
ini sekitar 6 bulan sekali. Inilah yang kita sebut dengan "musim"nya, dan musim ini bertahan
sekitar 21 hingga 35 hari. Tanda-tanda ia sedang berahi termasuk: Melingkarkan ekornya ke
sisi saat Anda menggaruk punggungnya (sehingga vaginanya terbuka), Bengkak atau
berkedut pada vulvanya, Keluarnya darah dari vagina. Akan tetapi bahwa darah yang keluar
pada anjing jantan saat sedang tidak dalam siklus kawin mungkin pertanda bahwa ia
2

mengalami infeksi rahim atau kondisi kesehatan yang serius. Jika ini yang terjadi, kunjungi

dokter hewan segera.Cari tanda-tanda ovulasi seekor anjing sedang berahi, bukan berarti ia
siap secara hormon atau psikologis untuk kawin. Ia dikatakan benar-benar siap untuk kawin
dan hamil saat ia telah berovulasi. Ovulasi biasanya terjadi 7-10 hari setelah ia mulai berahi,
tetapi hal ini berbeda pada setiap anjing. Beberapa anjing betina berovulasi di hari ketiga atau
keempat, sementara yang lainnya pada hari ke-27. Meski demikian dapat membuat hormon
yang menyebabkan ovulasi menarik perhatian anjing jantan secara seksual. Jadi, cara terbaik
untuk mengetahui jika seekor anjing betina sedang berovulasi adalah dengan memperhatikan
interaksinya dengan anjing jantan. Jika kedua anjing tinggal berdekatan, bawa si betina
mengunjungi si jantan setiap 2-3 hari sekali. Awasi perilaku yang mungkin menunjukkan
bahwa anjing betina menyukai perhatian yang diberikan anjing jantan.

2.2 Kawin Inseminasi Buatan
IB pada anjing merupakan teknologi reproduksi yang tak ternilai. Dengan IB, dapat
meningkatkan kualitas anjing trah atau ras dengan mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
Seekor penjantan unggul terpilih karena kepandaiannya, karakter, dan juga performance-nya.
Sehingga diharapkan hal tersebut dapat terus diwariskan kepada keturunannya, dapat
diinseminasikankan dengan betina yang terpisah dengan jarak ribuan kilometer, bahkan
setelah kematian pejantan unggul tersebut.
Inseminasi buatan pada anjing pertama kali sukses pada tahun 1784 di Itali oleh Abbe
Lazzaro Spallanzani, dan dari anjing tersebut lahirlah 3 ekor anak anjing. Pada tahun 1899 di

Rusia, Ivanov juga mempraktekan IB pada anjing dan juga mengembangkan semen extender.
Awal tahun 1900, Danish menemukan straw untuk pengemasan semen beku, dan pada tahun
1914 mulai diperkenalkannya vagina buatan untuk anjing (Heise, 2012).
Inseminasi buatan pada anjing dapat dilakukan dengan menggunakan semen segar,
semen dingin (4ºC), maupun semen beku (-196ºC) (Blendinger, 2007). Dengan adanya
perbedaan tersebut, perlu diketahui tingkat keberhasilan berdasarkan evaluasi semen dari
masing-masing semen untuk dapat meningkatkan conception rate dan efektivitas dari
inseminasi buatan pada anjing.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.Koleksi Semen
Semen anjing secara umum dapat dikoleksi dengan cara menstimulasi bulbus penis atau
dengan alat digital seperti elektroejakulator. Lingkungan yang tenang dan keberadaan anjing
3

betina yang sedang estrus dibutuhkan untuk mengoleksi semen dari pejantan yang belum
berpengalaman (Rijsselaere dkk., 2011).
Peralatan yang dibutuhkan untuk koleksi sperma antara lain vagina buatan yang terbuat
dari latex serta tabung steril 10-15 cc untuk menampung semen.Teknik mengoleksi semen
anjing adalah dengan memijat bagian bulbus glandis sampai penis setengah ereksi, kemudian
reposisikan preputium dan masukan penis ke dalam vagina buatan, sambil tetap memijat

bagian penis anjing. Ejakulasi semen anjing terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama (presperm) memiliki volume yang sedikit dan mengandung beberapa sampai tidak ada
spermatozoa, bagian kedua (sperm-rich) yang mengandung banyak spermatozoa berasal dari
epididimis dan testes, volume sekitar 0,5-5 cc, dan bagian ketiga (prostatic fluid) yang juga
mengandung sedikit sampai tidak ada spermatozoa, volume sekitar 4-50 cc. Bagian ejakulat
yang biasanya dikoleksi untuk IB adalah bagian kedua dan ketiga (Romagnoli, 2002). Satu
kali ejakulat mengandung 250-2500 x 106 spermatozoa, dan untuk dosis inseminasi buatan
dibutuhkan minimal 150 x 106 spermatozoa (Heise, 2012).
2. Sediaan Semen
Pada anjing, semen yang dapat digunakan untuk IB adalah semen segar, semen dingin,
dan semen beku. Semen segar dapat digunakan apabila anjing tidak dapat kopulasi secara
alami, contohnya English Bulldog atau ras brachycephalic lainnya yang hampir selalu
memerlukan IB karena anatomi mereka tidak berkompeten untuk kawin secara alami.
Kesuksesan IB dengan semen segar hampir sama dengan kawin secara alami, yaitu ≥ 80%
(Romagnoli, 2002). Conception rate dengan semen segar adalah 65 - 84 % tergantung dari
kualitas semen, waktu inseminasi, dan tempat deposisi yang benar (Heise, 2012).
Semen dingin dapat digunakan apabila pejantan dan betina terpisah oleh jarak yang tidak
terlalu jauh. Semen extender ditambahkan ke dalam koleksi sebelum ditransportasikan untuk
memperpanjang lifespan dari sperma, kemudian semen ditaruh ke dalam wadah berisi air
37ºC dan perlahan didinginkan sampai suhu 4ºC (Heise, 2012). Semen extender melindungi
spermatozoa dari perubahan temperatur dan trauma mekanis selama transportasi, juga

menjaga agar pH selalu stabil. Antibiotik seperti streptomisin dan penisilin juga perlu
ditambahkan ketika menggunakan kuning telur sebagai bahan dasar extender karena bakteri
berpotensi untuk tumbuh (Romagnoli, 2002). Semen extender yang biasa digunakan adalah
Tris-citric acid-fructose dengan kuning telur 20%, dengan perbandingan 1:3 (1 ml semen
dengan 3 ml semen extender). Semen dingin dapat disimpan hingga 10 hari, tapi lebih cepat
lebih baik untuk segera diinseminasikan. Semen dingin dapat ditransportasikan dengan
menyimpannya dalam termos atau kotak sterofoam. Semen dingin dapat diinseminasikan
4

kepada anjing betina pada suhu 4ºC atau setelah dihangatkan kembali menjadi 37ºC
(Rijsselaere dkk., 2011). Conception rate dengan semen dingin adalah 65%. Semen dingin
maksimal digunakan 4 hari setelah koleksi sperma, namun sebaiknya diinseminasikan secepat
mungkin (Heise, 2012).
Sedangkan semen beku dapat digunakan apabila transportasi jarak yang lebih jauh
(internasional), atau untuk menyimpan materi genetika dari anjing pejantan unggul dan
menggunakannya di masa yang akan datang. Semen extender juga diperlukan untuk
mendilusi semen dengan Tris-citric acid-fructose-egg yolk dengan gliserol 3% sebagai
cryoprotectant, kemudian dinginkan dalam suhu 4ºC selama 1-2 jam. Setelah itu, kemas
semen ke dalam straw 0,5 ml dan diberi label berupa tanggal pengemasan straw, nama
anjing, ras, nomor tato, dan tempat memproses semen beku tersebut (Rijsselaere dkk., 2011).
Straw dapat disimpan dalam suhu -196ºC di dalam kontainer berisi nitrogen cair, seperti
pada. Sebelum menginseminasikan semen beku, straw perlu di thawing terlebih dahulu dalam
water bath 37ºC selama 60 detik, atau dalam suhu 70ºC selama 6 detik (Rijsselaere dkk.,
2011). Conception rate yang dicapai apabila menggunakan semen beku adalah 52%, jika
waktu IB akurat, semen beku berkualitas baik, dan tempat deposisi semen benar.
3. Evaluasi Semen
Evaluasi semen terhadap kualitas sperma dilakukan setelah proses pengoleksian.
Evaluasi semen sebagai bagian dari BSE (Breeding Soundness Examination), evaluasi
fertilitas pejantan dan untuk mengetahui kemampuan semen untuk bisa diinseminasikan
(Rijsselaere dkk., 2004). Menurut Kustritz (2007), evaluasi semen termasuk penilaian
terhadap pH, warna, motilitas, morfologi, dan konsentrasi (jumlah total sperma). pH normal
semen anjing berkisar 6,6-6,8. Penilaian terhadap warna bersifat subjektif. Semen dengan
warna bening mengindikasikan tidak terdapat spermatozoa, semen dengan warna kuning
mengindikasikan kontaminasi dengan urin, semen dengan warna kelabu atau keputih-putihan
mengandung spermatozoa, semen dengan warna kecoklatan mengandung darah yang sudah
lama, sedangkan semen dengan warna kemerahan mengindikasikan adanya darah segar.
Penilaian motilitas sperma pada semen anjing adalah ≥ 70%. Morfologi normal sperma ≥
80%. Konsentrasi sperma berhubungan dengan jumlah total sperma, dapat dihitung melalui
hemocytometer. Jumlah normal total sperma pada anjing adalah 400-2000 x 106 sperma/
ejakulasi. Evaluasi lain terhadap semen yang perlu diketahui adalah sedimen, keberadaan sel
darah putih, dan seminal plasma alkalin fosfatase (ALP). Evaluasi sedimen secara umum
tidak ada dalam semen, atau sedikit mengandung sel epitel dari saluran reproduksi.
Penghitungan bakteri ≤ 10000 CFU/ml dan harus negatif untuk Mycoplasma dan Brucella
5

canis. Keberadaan normal sel darah putih adalah < 2000 sel/ml, penghitungan sel darah putih
dapat melalui hemocytometer. Seminal plasma alkaline fosfatase dihasilkan di epididimis.
Konsentrasi yang rendah atau ketidakadaan ALP mengindikasikan ejakulasi yang tidak
sempurna atau adanya obstruksi di epididimis atau vas deferens (Romagnoli, 2002).
4. Teknik Inseminasi Buatan
Teknik inseminasi buatan pada anjing berbeda tergantung dari tempat deposisinya.
Tempat deposisi semen pada anjing dapat dilakukan secara intravaginal maupun intrauterin.
Intravaginal dapat dilakukan dengan pipet inseminasi. Intrauterin sendiri dapat dilakukan
dengan cara transervikal intrauterin dengan kateter khusus (Norwegian kateter), endoskopi,
maupun dengan cara pembedahan (laparotomi). Tempat deposisi semen segar biasa dilakukan
di intravaginal, sedangkan semen dingin dan semen beku dapat dilakukan di intravaginal dan
intrauterin untuk hasil yang lebih baik. Tempat deposisi di intravaginal (cranial vagina)
dengan menggunakan pipet inseminasi yang dimasukan melalui vulva dan langsung ke
vagina. Saat semen sudah terdeposisi, bagian belakang (pinggul, ekor) akan naik dalam
beberapa menit untuk memfasilitasi pergerakan sperma dari vagina ke uterus, seperti pada.
Kontraksi vagina dapat dimanipulasi dengan massage klitoris atau dinding vagina. Ilustrasi
teknik inseminasi intravaginal.Tempat deposisi intrauterin dapat dilakukan melalui
transervikal intrauterin dengan kateter khusus dan juga endoskopi. Perlu diperhatikan bahwa
anatomi dan lokasi serviks anjing betina sulit dijangkau untuk penetrasi karena lipatan vagina
yang menghalangi akses langsung ke serviks, oleh karena itu, ada kateter khusus yang dapat
digunakan untuk transervikal intrauterin, yaitu Norwegian catheter dan tersedia dalam 3
ukuran berbeda. Teknik IB transervikal intrauterin dengan menggunakan Norwegian catheter
adalah dengan serviks dipastikan melalui palpasi abdomen terlebih dahulu, kemudian kateter
dimasukan perlahan sampai menembus kanal serviks. Teknik ini membutuhkan praktek dan
pengalaman yang banyak karena berbahaya apabila dilakukan oleh dokter hewan yang tidak
berpengalaman, dapat menyebabkan trauma pada serviks. Teknik IB transervikal intrauterin
lain adalah dengan endoskopi. Endoskopi memudahkan operator karena ada visualisasi
serviks, kemudian masukan kateter ke uterus untuk deposisikan semen. Selain itu, teknik
intrauterin lain dapat dilakukan dengan teknik pembedahan atau laparotomi. Anjing betina
dianestesi terlebih dahulu ± 20 menit, insisi abdomen kemudian uterus dikeluarkan, lalu
injeksi semen langsung ke lumen uterus melalui dinding uterus. Kerugian teknik IB dengan
laparotomi ini membutuhkan biaya yang lebih banyak dan lebih beresiko (Blendinger, 2007).

6

5. Waktu Inseminasi Buatan
Menurut Forsberg (2012), waktu IB pada anjing merupakan hal yang krusial, terutama
ketika semen beku yang digunakan, di mana memiliki kemampuan bertahan hidup yang
pendek setelah proses thawing. Dalam menentukan waktu IB yang tepat, perlu diketahui
kapan terjadi ovulasi. Anjing mempunyai siklus estrus selama 7 – 9 hari. Anjing betina harus
7

diinseminasi 2-5 hari setelah ovulasi. Ovulasi dapat dideteksi berdasarkan pengamatan
terhadap tingkah laku anjing betina, melakukan vaginal smears (vaginal sitologi) setiap 2-3
hari dimulai dari hari pertama proestrus (>70% sel kornifikasi vagina), pemeriksaan serum
untuk mengetahui level progesteron. Konsentrasi progesteron 2-3 ng/ml pada saat puncak
LH, 4-8 ng/ml pada saat terjadi ovulasi, 10-25 ng/ml selama 2 hari setelah ovulasi di mana
oosit sudah mencapai maturasi di ampula (oviduk) dan siap untuk fertilisasi (Romagnoli,
2002). Inseminasi buatan dapat diulang 24-48 jam kemudian untuk mendapatkan hasil
conception rate yang lebih tinggi. Apabila IB hanya dilakukan satu kali, pastikan bahwa
waktu inseminasi sudah tepat (2-5 hari setelah ovulasi).
6. Alat Inseminasi Buatan
Alat inseminasi buatan pada anjing adalah sederhana, yakni berupa pipa inseminasi
dari plastik dengan ukuran panjang 20 cm diameter 6 mm dipasang pada pipa syring yang
digunakan untuk membawa semen kedalam syring. Spikulum yang telah dilumasi vaselin.
Lampu yang ada didalam untuk memudahkan mencari lokasi cervix ( Robert, 1971 ).
Sedangkan menurut Cole dan Cupps (1959) bahwa alat inseminasi dapat berupa gelas pipet
biasa yang dihubungkan kedalam gelas syring oeleh karet seperti kateter sepanjang 15 cm
dengan diameter 4 – 6 mm. Gelas syring digunakan untuk menyemprotkan semen kedalam
cervix.
7. Volume Semen Yang Digunakan
Volume semen yang ideal untuk inseminasi adalah 1 – 5 ml yang mengandung spermatozoa
minimal 150 juta ( Cole dan Cupps, 1959 ). Menurut Robert (1971) volume semen yang tidak
diencerkan adalah sebesar 5 – 10 ml yang mengandung spermatozoa minimal 200 juta.
Kwalitas dan konsentrasi spermatozoa sangat ditentukan oleh ras anjing.

BAB III
PEMBAHASAN

Hal penting untuk mencapai kesuksesan IB pada anjing adalah dapat mengidentifikasi
waktu ovulasi, menggunakan semen kualitas baik, menerapkan teknik yang baik saat
penyimpanan semen. Aplikasi teknik IB yang benar juga berpengaruh dalam tingkat
keberhasilan IB pada anjing (Romagnoli, 2002).
Inseminasi buatan pada anjing dapat dilakukan dengan menggunakan semen segar,
semen dingin (4ºC), maupun semen beku (-196ºC) (Blendinger, 2007). Perbedaan sediaan
semen tersebut dievaluasi untuk mengetahui perbandingan tingkat keberhasilan dari masing8

masing sediaan. Dalam penelitian Prinosilova dkk (2006) menjabarkan persentase rata-rata
perbandingan analisis pada semen segar, semen dingin, dan semen beku. Pada tahun 2012,
Prinosilova dkk kembali melakukan penelitian terhadap 30 sampel semen segar dan melihat
efeknya terhadap proses pembekuan. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Sampel

Semen
segar
Semen
dingin
Semen
beku

Motilitas

Viabilitas

(%)

(%)

78 a

83,8 a

b

81

Morfologi

Sperma

Normal

dengan cacat

(%)

akrosom (%)

85

a

89,0

b

85

b

a

63,9

8,5

52,3

a

75,8

41,5

a

55,5 a

42,5 a

59,9

b

b

b

62,6

44,4

a

a

15,42

41,3

Sperma
dengan cacat
bagian ekor
(%)
8,7

a

a

a

13,4

a

18,7

a

Tabel 1. Perbandingan rata-rata analisis semen segar, semen dingin, dan semen beku
a

(Prinosilova dkk., 2006).

b

(Prinosilova dkk., 2012).

Berdasarkan tabel tersebut, persentase motilitas, viabilitas, dan morfologi normal
tertinggi pada semen segar, dibandingkan dengan semen dingin dan semen beku. Sedangkan,
persentase sperma dengan cacat akrosom dan cacat pada bagian ekor tinggi pada semen
dingin dan semen beku. Hal ini dapat dikarenakan, penanganan pada semen dingin dan semen
beku harus mengalami proses pendinginan dan thawing yang secara langsung berpengaruh
terhadap penurunan motilitas, viabilitas dan morfologi normal sperma, serta menyebabkan
kecacatan pada akrosom dan ekor sperma.
Berdasarkan penelitian Rijsselaere dkk (2004), pada 12 sampel semen terjadi perbedaan
yang signifikan antara persentase viabilitas dan morfologi normal antara semen segar dan
semen beku. Dalam penelitiannya, semen segar memiliki viabilitas 92,6% sedangkan
viabilitas semen beku 58,3%. Morfologi normal pada semen segar 90,8% sedangkan pada
semen beku hanya 48,3%.
Pada tahun 2011, Rijsselaere dkk kembali melakukan evaluasi terhadap kualitas semen
segar sebelum dilakukan proses pembekuan. Pada sampel semen segar dengan konsentrasi
9

400 x 106/ ml yang memiliki motilitas 85% dengan progresif motilitas sebesar 80%,
morfologi normal sperma 90%, dan viabilitas 90%.
Menurut Kustritz (2007), aspek evaluasi semen yang terpenting adalah mencakup
motilitas, morfologi normal, viabilitas dan konsentrasi (jumlah total sperma). Berdasarkan
pemaparan penelitian yang telah disebutkan, semen segar memiliki persentase evaluasi yang
paling baik dibandingkan semen dingin dan semen beku.
Dalam penelitian Prinosilova dkk (2012), dengan menggunakan 40 sampel semen segar
kualitas baik untuk diinseminasikan, dengan rata-rata jumlah total sperma 1125,8 x 106/ ml,
rata-rata motilitas 85,1 % dengan progresif motilitas 83,1%, viabilitas 91,5%, dan morfologi
normal 81%.
Conception rate dengan semen segar adalah 65-84 %. Beberapa peneliti menyatakan
kesuksesan IB dengan semen segar hampir sama dengan kawin secara alami, yaitu ≥ 80%.
Conception rate dengan semen dingin bervariasi antara 65%. Semen dingin maksimal
digunakan 4 hari setelah koleksi sperma, namun sebaiknya diinseminasikan secepat mungkin.
Sedangkan, conception rate yang dicapai apabila menggunakan semen beku adalah 52%, jika
waktu IB akurat, semen beku berkualitas baik, dan tempat deposisi semen benar. Teknik IB
dengan pembedahan (laparotomi) dengan semen beku memiliki kisaran conception rate 6070% (Heise, 2012).
Menurut Forsberg (2012), tempat deposisi semen juga berpengaruh terhadap
keberhasilan IB pada anjing. Tempat deposisi semen menentukan keberhasilan IB juga
dilaporkan oleh Seager dkk (1975); Olar (1984); Smith (1984); Fontbonne dan Badinand
(1993); Linde-Forsberg dan Forsberg (1993); Wilson (2001); dan Thomassen dkk (2006)
(Tabel 2). Keberhasilan IB dengan semen segar tergantung dari kualitas semen dan fertilitas
dari anjing betina, namun conception rate yang didapatkan dilaporkan hampir sama dengan
kawin secara alami (England dan Millar, 2008).

Tabel 2. Pengaruh tempat deposisi semen terhadap conception rate

Tipe Semen

Conception Rate (%)

Conception Rate (%)

(Forsberg, 2012)

(England dan Millar, 2008)

Intravaginal

Intrauterin

Intravaginal

Intrauterin

Semen segar

82,9

88,9

80

97

Semen dingin

46,4

65,0

47

81

Semen beku

36,7

55,5

45

70

10

Tempat deposisi semen berpengaruh terhadap keberhasilan IB juga dijelaskan oleh
Romagnoli (2002), semen dingin dan semen beku harus diinseminasikan langsung ke dalam
uterus untuk mendapatkan hasil yang maksimal, karena setelah proses thawing spermatozoa
tidak dapat bergerak cukup lincah untuk dapat melewati serviks, dan umur sperma menjadi
lebih pendek, hanya dapat bertahan 12 - 24 jam untuk semen beku, 24 - 72 jam untuk semen
dingin, sedangkan semen segar dapat bertahan hingga 4 - 6 hari dalam saluran reproduksi
betina (Sparling, 2011).

BAB IV
KESIMPULAN

Sari telaah kajian tinjauan pustaka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Saat perkawinan dilakukan pada saat anjing berada pada stadium proestrus berkisar 8 – 15
hari dari permulaan terlihat adanya perdarahan
2. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dilakukan perkawinan sebanyak dua kali yaitu
pada hari ke 9 dan ke 11 setelah terlihat adanya perdarahan pertama.
3. Volume yang diperlukan untuk inseminasi buatan adalah 5 - 10 ml.

DAFTAR PUSTAKA

Blendinger, K. 2007. Techniques of Artificial Insemination by Fresh, Chilled and Frozen
Semen. Congresso Internazionale Multisala SCIVAC. Italy
England, G. C. W dan K. M Millar. 2008. The Ethics and Role of Artificial Insemination with
Fresh and Frozen Semen in Dogs. Reproduction of Domestic Animals (43): 165-171
Fontbonne, A dan F. Badinand. 1993. Canine artificial insemination with frozen semen:
comparison of intravaginal and intrauterine deposition of semen. J Reprod Fertil Suppl (47):
325–327.
Heise, A. 2012. Artificial Insemination in Veterinary Science. Faculty of Veterinary Science.
University of Pretoria. South Africa
Kustritz, M. V. R. 2007. The Value of Canine Semen Evaluation for Practitioners.
Theriogenology (68): 329-337
Linde-Forsberg, C dan M. Forsberg. 1993. Results of 527 controlled AI in dogs. J Repro
Fertil Suppl (47): 313–323
11

Olar, T. T. 1984. Cryopreservation of Dog Spermatozoa. PhD Thesis. Colorado State
University
Prinosilova, P., Vinkler, A., dan Z. Veznik. 2006. Morphological Image of Fresh and
Cryopreserved Dog Semen Evaluated by the Strict Analysis of Sperm Morphology Method
Using Sperm Quality Analyzer (SQA IIc) Evaluation. Acta Vet Brno (75): 393-401
Prinosilova, P., Rybar, A., Zajicova, A., dan J. Hlavicova. 2012. DNA Intergrity in Fresh,
Chilled and Frozen-Thawed Canine Spermatozoa. Veterinary Research Institute. Veterinarni
Medicina 57(3):133-142
Rijsselaere, T., Soom, A. V., Hoflack, G., Maes, D., dan Aart de Kruif. 2004. Automated
Sperm Morphometry and Morphology Analysis of Canine Semen by the Hamilton-Thorne
Analyser. Theriogenology (62):1292-1306
Rijsselaere, T., Maes, D., Berghe, V. D., dan Aart Van Soom. 2011. Preservation and
Shipment of Chilled and Cryopreserved Dog Semen. Vlaams Diergeneeskundig Tijdschrift:
248-253
Romagnoli, S. 2002. Canine Artificial Insemination with Fresh, Refrigerated and Frozen
Semen. Veterinary Science Congress: 167-170
Seager S.W.J., Platz, C., dan W. S Fletcher. 1975. Conception rates and related data using
frozen dog semen. J Reprod Fertil (45):189–192.
Sparling, A. M. 2011. Canine Semen: Collection, Frozen, Fresh Chilled, Insemination. North
American Versatile Hunting Dog Association. US
Thomassen, R., Sanson, G., Krogenaes, A., Fougner, J., Berg, K., dan W Farstad.
2006. Artificial Insemination with Frozen Semen in Dogs: A Retrospective Study of 10 Years
Using Non-Surgical Approach. Theriogenology (66):1645–1650.
Wilson, M. S. 2001. Transcervical Insemination Techniques in the Bitch. Vet Clin North
America (31):291–303.

12