HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADAUNDIFFERENTIATEDCARCINOMANASOPHARYNXDI RSUP SANGLAH DENPASAR.

i

Tesisuntuk Memperoleh Gelar Magister
pada ProgramMagister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 20 OKTOBER 2015

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr.dr.I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA(K) dr. Moestikaningsih, Sp.PA(K)
NIP 196502011996012001

NIP 194508020969022001


Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis61 Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)
NIP 196502011996012001

iii

Lembar Penetapan Panitia Penguji
Tesis Ini Telah Diuji
Pada13 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Ketua

: DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)


Anggota

:

1. dr. Moestikaningsih, Sp.PA (K)
2. dr. AAAN. Susraini, Sp.PA (K)
3. dr. Luh Putu Iin Indrayani, Sp.PA (K)
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

!"#$ %"&'#$##& %(#) *#+,#$

iv

Nama

: dr. Made Dwi Hartayati

NIM


: 1014098103

Program Studi

: Magister Ilmu Biomedik (Combine6Degree)

Judul

: Hubungan positif ekspresi cyclooxygenase 2 dengan
microvessel density pada undifferentiated carcinoma
nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010
dan peraturan perundang6undang yang berlaku.

Denpasar, Oktober 2015
Yang membuat pernyataan,


(dr. Made Dwi Hartayati)

v

Pertama6tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas semua berkat, rahmat dan anugerahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.Penulis sangat menyadari bahwa penulis tidak mungkin dapat
menyelesaikan tesis ini tanpa bantuan banyak pihak. Pada Kesempatan ini,
perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar6besarnya dan
penghargaan kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K) selaku
pembimbing I dan Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana periode 201462018 yang telah memberikan kesempatan
mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan bimbingan, masukan dan
pengarahan dan koreksi selama menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam
penyelesaian tesis ini, dr.Moestikaningsih, Sp.PA (K) selaku pembimbing II dan
Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Periode 200962014 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
pendidikan spesialisasi, memberikan petunjuk, nasehat serta bimbingan selama
menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan kepada dr.

AAAN. Susraini, Sp.PA (K) sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Periode 201462018
sekaligus tim penguji yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
pendidikan spesialisasi, memberikan bimbingan, masukan dan pengarahan selama

vi

menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga
menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan kepada dr.
Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K) selaku Kepala Instalasi Laboratorium
Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar sekaligus tim penguji yang telah
memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan
bimbingan, petunjuk, nasehat selama menjalani pendidikan spesialisasi dan
memberikan fasilitas dan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan untuk Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
selaku tim penguji yang telah banyak sekali membantu penulis dengan memberikan
bimbingan, dorongan, semangat, masukan, saran dan koreksi dari awal pendidikan
hingga selesainya tesis ini. Selain itu penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD6KEMD,

FINASIM dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr.
Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka
Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi
mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.

vii

3. Dr. dr Gede Indraguna Pinatih, MSC, SpGK selaku Ketua Program Studi Ilmu
Biomedik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana yang
telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan Combined Degree.
4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian
Ilmu Patologi Anatomi dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.
5. dr. Ni Wayan Winarti, Sp.PA, sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode
200962014 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan
spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

6. Seluruh staf dosen/pengajar di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan seluruh dosen Pascasarjana
Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang telah membimbing,
memberikan masukan, nasehat, petunjuk dan bekal pendidikan dari awal
pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.
7. dr. Kadek Pramesti Dewi, Sp.PA yang telah banyak memberikan masukan dan
saran serta dorongan semangat selama penulis menyelesaikan tesis ini.
8. Drs. I Ketut Tunas, Msi, yang telah membantu dan memberi masukan saran
dalam pengolahan data dan statistik dari awal hingga akhir penulisan tesis ini.
9. Seluruh rekan6rekan sejawat residen dan senior residen Patologi Anatomi
Universitas Udayana atas bantuan, bimbingan dan kerjasamanya selama ini serta

viii

kepada seluruh staf karyawan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
Penulis memohon maaf yang sebesar6besarnya apabila selama menjalankan
pendidikan spesialisasi dan selama proses penyelesaian tesis ini penulis banyak
membuat kesalahan yang membuat pembimbing, tim penguji dan seluruh staf
dosen merasa tidak nyaman.

Rasa syukur, terima kasih yang sebesar6besarnya dan sujud penulis
persembahkan kepada orangtua tercinta, Drs. I Nengah Musta (Alm) dan Ni
Wayan Sukardi, BA yang dari lahir hingga sekarang selalu merawat, memberikan
doa, perhatian, kasih sayang, bekal pendidikan serta semangat dan dukungan yang
luar biasa kepada penulis. Terima kasih pula atas doa dan dukungannya kepada
kakak Gede Adi Hartana, SE. Akhirnya, penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar6besarnya kepada suami tercinta dr. I Komang Budi Lastiawan,
Sp.An dan anak6anakku tercinta Gede Danendra Nayottama, Made Astaka
Widyadana, Nyoman Aldea Listiaputri atas doa, cinta kasih, semangat, dukungan,
perhatian dan pengertiannya kepada penulis setiap saat. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya kepada seluruh keluarga
besar penulis dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat6Nya kepada kita
semua.
Denpasar, Oktober 2015
Penulis

ix

-


.

Tumor memerlukan pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis
untuk dapat tumbuh dan bermetastasis. Angiogenesis dapat dinilai dengan
menghitung microvessel density (MVD). Salah satu cara untuk menentukan
microvessel adalah dengan pengecatan imunohistokimia CD31. Cyclooxygenase 2
(COX62) adalah faktor potensial penting pada angiogenesis. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui hubungan ekspresi COX62 dengan MVD pada undifferentiated
carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.
Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Sampel penelitian
adalah sediaan blok parafin penderita undifferentiated carcinoma nasopharynx yang
diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK Universitas Gadjah
Mada/RSUP dr.Sardjito, Yogyakarta dari 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Agustus
2014. Diagnosis ulang sediaan histopatologi dilakukan dengan pengecatan rutin H&E
untuk mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga
tercapai jumlah 31 sampel.Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia COX62
dan CD 31 untuk menentukan microvessel pada seluruh sampel.Kemudian hasil
dianalisis dengan uji Pearson.

Ekspresi COX62 positif ditemukan pada 24 (77,42%) subyek dan dijumpai
negatif pada 7 (22,59%). Ditemukan 22 (70,97%) kasus undifferentiated carcinoma
nasopharynx dengan MVD tinggi dan 9 (29,03%) dengan MVD rendah. Ditemukan
adanya korelasi positif ekspresi COX62 dengan MVD (r = 0,868; p = 0,001).
Pada penelitian ini, ditemukan adanya hubungan positif antara ekspresi COX6
2 dan MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx.
Kata kunci :undifferentiated carcinoma nasopharynx, Cyclooxygenase 2, Microvessel
density.

x

ABSTRACT
POSITIVE CORRELATION BETWEEN EXPRESSION
CYCLOOXYGENASE62 AND MICROVESSEL DENSITY IN
UNDIFFERENTIATED CARCINOMA NASOPHARYNX AT RSUP
SANGLAH DENPASAR
Tumors require new blood vessel formation or angiogenesis in order to grow and
metastasize. Angiogenesis can be assessed by counting the microvessel density
(MVD). One way to determine microvessel is the CD31 immunohistochemical
staining. Cyclooxygenase62 (COX62) is a potentially important factor in

angiogenesis.The aim of this study was to prove the correlation between expression
COX62 and MVD in undifferentiated carcinoma nasophrynx at RSUP Sanglah
Denpasar.
This study used cross6sectional analytic method . The sample were paraffin
block preparation of patients with undifferentiated carcinoma of the nasopharynx
were examined by histopathology in Pathology Anatomy Departement, Medical
Faculty Udayana University/RSUP Sanglah Denpasar and Laboratory of Anatomical
Pathology, Faculty of Medicine, University of Gadjah Mada/DR.Sardjito Hospital,
Yogyakarta from January 1, 2014 to August 31, 2014. Histopathological diagnosis
performed on preparations with routine H & E staining to obtain samples that met the
inclusion and exclusion criteria in order to reach the number of 31 samples.
Subsequently immunohistochemical staining was performed for COX62 and CD 31 to
determined microvessel on the entire sample. Then the results were analyzed by
Pearson test.
COX62 positive expression were found in 24 (77.42%) subjects were found
negative in 7 (22.59%). Twenty two cases (70.97%) cases of undifferentiated
carcinoma of the nasopharynx with high MVD and 9 (29.03%) with low MVD. There
was positive correlation expression of COX 6 2 with MVD ( r = 0.868 ; p = 0.001 ) .
In this study , found a positive correlation between the expression of COX6 2
and MVD in undifferentiated carcinoma nasopharynx
Keywords: undifferentiated carcinoma nasopharynx, cylooxygenase62, microvessel
density

xi

DAFTAR ISI
halaman
SAMPUL DALAM ..................................................................................

i

PRASYARAT GELAR ............................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................

iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..........................................

v

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................

vi

ABSTRAK...............................................................................................

x

ABSTRACT ............................................................................................

xi

DAFTAR ISI ..........................................................................................

xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xxiii
BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................

1

1.1 Latar Belakang ..................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................

5

1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................

6

1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................

6

1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................

6

1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................

6

xii

1.4.1 Manfaat Akademik ...................................................

6

1.4.2 Manfaat Praktis .........................................................

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................

7

2.1 Anatomi Nasofaring ..........................................................

7

2.1.1 Anatomi ....................................................................

7

2.1.2 Sistem Aliran Darah dan Sistem Saraf .......................

9

2.1.3 Sistem Limfatik ........................................................

11

2.2 Undifferentiated Nasopharynx Carcinoma .........................

12

2.2.1 Epidemiologi ............................................................

12

2.2.2 Etiologi .....................................................................

13

2.2.3 Klasifikasi .................................................................

17

2.2.4 Gambaran Klinis ........................................................

18

2.2.5 Gambaran Morfologi .................................................

20

2.2.5.1 Makroskopis...................................................

20

2.2.5.2 Mikroskopis ...................................................

20

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang .............................................

22

2.2.6.1 Pemeriksaan klinis .........................................

22

2.2.6.2 Radiologi .......................................................

22

2.2.6.3 Serologi..........................................................

23

2.2.6.4 Pemeriksaan patologi .....................................

24

2.2.7 Penatalaksanaan .........................................................

24

2.2.7.1 Radioterapi .....................................................

24

2.2.7.2 Kemoterapi ....................................................

25

xiii

2.2.7.3 Operasi ...........................................................

25

2.2.7.4 Imunoterapi ....................................................

26

2.2.8 Prognosis ...................................................................

26

2.3 Cyclooxygenase62................................................................

27

2.3.1 Biologi cyclooxygenase .............................................

27

2.3.2 Cyclooxygenase, prostaglandin, karsinoma ................

29

2.3.3 Peranan Cox62 pada karsinoma nasofaring .................

30

2.3.4 Peranan Cox62 pada angiogenesis ..............................

31

2.3.5 Ekspresi Cox62 pada karsinoma nasofaring ................

33

2.4 Imunohistokimia ..................................................................

35

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN .........................................................................................

39

3.1 Kerangka Berpikir .............................................................

39

3.2 Konsep Penelitian ..............................................................

42

3.3 Hipotesis Penelitian ...........................................................

43

BAB IV METODE PENELITIAN ..........................................................

44

4.1 Rancangan Penelitian ........................................................

44

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................

45

4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................

45

4.4 Penentuan Sumber Data .....................................................

45

4.4.1 Populasi ....................................................................

45

4.4.2 Sampel Penelitian .....................................................

46

4.4.3 Kriteria Inklusi ..........................................................

46

xiv

4.4.4 Kriteria Eksklusi .......................................................

46

4.4.5 Besar Sampel ............................................................

47

4.4.6 Teknik Pengambilan Sampel .....................................

48

4.5 Variabel Penelitian ............................................................

48

4.5.1 Klasifikasi Variabel ..................................................

48

4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...................................

48

4.6 Bahan Penelitian ................................................................

49

4.7 Instrumen Penelitian ..........................................................

50

4.8 Prosedur Penelitian ............................................................

50

4.8.1 Cara Pengumpulan Data ............................................

50

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ....................................

51

4.8.3 Alur Penelitian ..........................................................

56

4.9 Analisis Data .....................................................................

57

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................

58

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..........................................

58

5.2 Ekspresi COX62 dan MVD .................................................

59

5.3 Uji Normalitas antara COX62 dengan MVD .......................

61

BAB VI PEMBAHASAN HASIL ............................................................

66

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..........................................

66

6.2 Hubungan antara COX62 dengan MVD ..............................

67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ......................................................

71

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

72

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

80

xv

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Formula Digby ................................................................................. 19
Tabel 5.1 Distribusi Sampel berdasarkan jenis kelamin ..................................... 58
Tabel 5.2 Distribusi Sampel berdasarkan umur .................................................. 59
Tabel 5.3 Distribusi Sampel berdasarkan persentase sel dan ekspresi COX62 .... 59
Tabel 5.4 Interpretasi Ekspresi COX62 .............................................................. 60
Tabel 5.5 Microvessel Density sesuai dengan Ekspresi CD 31........................... 60
Tabel 5.6 Hubungan antara COX62 dan MVD ................................................... 62

xvi

DAFTAR GAMBAR
halaman
2.1

Anatomi nasofaring .......................................................................

9

2.2

Pendarahan nasofaring ..................................................................

10

2.3

Persarafan nasofaring .....................................................................

11

2.4

Pathogenesis karsinoma nasofaring ...............................................

17

2.5

Undifferentiated Carcinoma “Regaud type” ..................................

21

2.6

Undifferentiated Carcinoma “Schmincke type”..............................

22

2.7

Terapi karsinoma nasofaring ..........................................................

24

2.8

Metabolisme asam arakidonat melalui kerja COX62 .......................

28

2.9

Peranan Cox62 pada perkembangan karsinoma...............................

30

2.10 Hasil pewarnaan imunohistokimia COX62 .....................................

36

2.11 Hasil pewarnaan imunohistokimia CD 31 ......................................

38

3.1

Bagan konsep penelitian.................................................................

42

4.1

Rancangan penelitian .....................................................................

44

4.2

Bagan alur penelitian .....................................................................

56

5.1

ROC dari ekspresi CD 31 ...............................................................

61

5.2

Hasil pewarnaan imunohistokimia COX62 pada undifferentiated
nasopharynx carcinoma terpulas pada 50% sel ganas dengan
intensitas kuat ................................................................................

63

5.5

Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan hasil MVD tinggi .........

64

5.6

Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan hasil MVD rendah ........

64

5.7

Hasil pewarnaan imunohistokimia MVD pada intraitumoral ..........

65

xviii

DAFTAR SINGKATAN

AA

= Asam Arakhidonat

ACIF

= Anticomplement and Immunoflorecent

AJCC

= Americant Joint Committee on Cancer

BCl2

= B Cell Lymphoma62

BFGF

= Basic Fibroblast Growth Factor

CD31

= Cluster of Differentiation 31

COX

= Cyclooxygenase

COX61

= Cyclooxygenase61

COX62

= Cyclooxygenase62

COX63

= Cyclooxygenase63

CT

= Computerized Tomography

DNA

= Deoxyribonucleic Acid

EBNA

= EBV6 determined Nuclear Antigen

EGFR

= Epithelial Growth Factor Receptor

FITC

= Fluorescein Isothiocyanate

HE

= Hematoxillin Eosin

HLA

= Human Leukocyte Antigens

IARC

= International Agency for Research on Cancer

KNF

= Karsinoma Nasofaring

LMP

= Latent Membran Protein

xix

MAPK

= Mitogen Activated Protein Kinase

MEP

= Major Excreted Protein

MMP

= Matrix Metalloprotein

MGG

= May6Grunwald Giemsa

MRI

= Magnetic Resonance Imaging

mRNA

= messenger Ribonucleic Acid

MVD

= Microvessel Density

PCR

= Polimerase Chain Reaction

PG

= Prostaglandin

PGD2

= Prostaglandin D2

PGE2

= Prostaglandin E2

PGF2α

= Prostaglandin F2α

PGG2

= Prostaglandin G2

PGH2

= Prostaglandin H2

PGHS

= Prostaglandin H2 Synthesa

PGI2

= Prostaglandin I2

ROC

= Receiver Operating Curve

RNA

= Ribonucleic Acid

TXA2

= Tromboxan

UICC

= Union International Centre Cancer

VCA

= Viral Capsid Antigen

xx

VEB

= Virus Epstein Barr

VEGF

= Vascular Endothelial Growth Factor

WHO

= World Health Organization

xxi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penilaian ekspresi COX62 dan CD 31 ............................................ 80
Lampiran 2. Keterangan kelaikan etik .............................................................. 82
Lampiran 3. Surat ijin ....................................................................................... 83
Lampiran 4. Data subyek penelitian .................................................................. 84
Lampiran 5. Uji Normalitas data umur, COX62 dan CD 31 ............................... 85
Lampiran 6. Analisis deskriptif Jenis kelamin dan umur .................................... 85
Lampiran 7. Uji korelasi Pearson antara COX62 dan CD 31 .............................. 86
Lampiran 8. Kurva ROC Data CD 31 ................................................................ 86

xxii

/ / #$#" %*#0#&+
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini
pada karsinoma nasofaring sampai saat ini masih tetap merupakan masalah besar.
Hal ini disebabkan oleh karena gejala penyakit yang tidak khas dan letak tumor yang
tersembunyi sehingga sulit diperiksa.Hampir seluruh penderita datang dengan
stadium lanjut, bahkan sering datang dengan keadaan umum yang jelek.
Klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi World Health
Organization (WHO) tahun 2005 adalah keratinizing squamous cell carcinoma,
nonkeratinizing carcinoma dibagi menjadi 2 yaitu differentiated carcinoma
nasopharynx dan undifferentiated carcinoma nasopharynx, dan basaloid squamous
carcinoma. Tipe histologi undifferentiated carcinoma nasopharynx merupakan tipe
yang paling sering diantara tipe yang lain dari karsinoma nasofaring yaitu 92% (Chan
et al., 2005).
Karsinoma

nasofaring adalah tumor ganas yang sering terdapat di Asia

Tenggara termasuk Cina, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan
insiden antara 10 – 53 kasus per 100.000 penduduk (Tse et al., 2006). Karsinoma
nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas pada kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia yaitu sekitar 60% dan menduduki urutan ke65 dari seluruh

1

2

keganasan setelah tumor ganas mulut rahim, payudara, kelenjar getah bening, dan
kulit (Chou et al., 2008). Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2010 di Bali
karsinoma nasofaring menempati peringkat kelima dari seluruh karsinoma pada laki6
laki dan perempuan dengan jumlah 70 kasus, pada laki6laki menempati peringkat
pertama dengan jumlah 47 kasus dari seluruh karsinoma (Anonim, 2010). Angka
prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun
2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000
kasus meninggal diantaranya adalah berasal dari Cina sekitar 40%. Tingkat ketahanan
hidup lima tahun penderita karsinoma nasofaring di Indonesia hanya sekitar 6,4 %
dan angka harapan hidup rata6rata 5 tahun penderita yang diberikan terapi radiasi
adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV (Chou et al., 2010).
Karsinoma nasofaring mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan
keganasan pada daerah lain di kepala dan leher, karena sifatnya yang sangat invasif
dan sangat mudah bermetastasis sering ditemukan pada stadium yang lanjut
(Brennan, 2006). Diagnosis pasti karsinoma nasofaring memerlukan biopsi
lesi.Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah
genetik, faktor lingkungan dan Virus Ebstein Barr (VEB).Hampir semua karsinoma
nasofaring mengandung VEB. Pada undifferentiated carcinoma nasopharynx, VEB
menginfeksi sel epitel nasofaring bagian posterior fossa Rossenmuller’s di
Waldeyer;s ring. Infeksi VEB dapat terjadi sebelum neoplasma dan berkembang
menjadi

keganasan

(Mantovani

et

al.,

2008).Pemeriksaan

serologi

dan

3

imunohistokimia belum rutin dilakukan (Cho, 2007).Hal ini menyebabkan
penatalaksanaan karsinoma nasofaring menjadi sulit dan belum memberi hasil yang
memuaskan (Garden, 2010).Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan
pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka
kesembuhan yang cukup tinggi.Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan
kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi (Feng et al., 2010). Salah satu
prognosis buruk pada undifferentiated carcinoma nasopharynx adalah dijumpainya
banyak pembuluh darah kecil (Roezin, 2005).
Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang
terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk
proliferasi sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat makanan
dan pembuangan zat sisa yang adekuat.Angiogenesis juga berperan penting dalam
penyebaran sel kanker. Sel6sel kanker dapat menembus masuk kedalam pembuluh
darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran vaskular, dan kemudian berproliferasi
pada tempat yang lain atau metastasis (Nishida et al., 2006). Pendekatan secara
patologis untuk memperkirakan adanya suatu angiogenesis adalah dengan perkiraan
secara mikroskopik densitas pembuluh darah (microvessel density/MVD) dari
jaringan

tumor

melalui

pemeriksaan

immunohistokimia

(Choi

et

al.,

2005).Cyclooxygenase 2 (COX62) merupakan faktor potensial yang penting pada
angiogenesis

tumor.Cyclooygenase 2

secara

konsisten

terekspresi

dalam

4

pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah disekitar tumor
(Choi et al., 2005).
Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim penting pada jalur biositetik
prostaglandin, tromboxan dan prostasiklin dari asam arakhidonat.Ekspresi seluler
COX62 meningkat normal pada stadium awal karsinogenesis dan selama
perkembangan serta pertumbuhan invasif tumor (Xu et al., 2006).Cyclooxygenase 2
terekspresi pada beberapa tumor dan dalam perkembangannya terbukti sebagai
penyebab karsinogenesis. Prostaglandin dan enzim COX62 merupakan mediator
inflamasi yang terlibat dalam proses angiogenesis. Inflamasi merupakan respon
fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis
jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna jika tubuh mampu
mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak mampu mengeliminasi akan
berlanjut menjadi inflamasi kronis. Inflamasi kronis menyebabkan kematian sel dan
tubuh mengkompensasi dengan peningkatan pembelahan sel. Bila diakselerasi dapat
memudahkan terjadinya kesalahan pembentukan Deoxyribonucleic acid (DNA) dan
mutasi (mutagen).Reaksi inflamasi dapat meningkatkan pelepasan sitokin dan faktor
pertumbuhan.Secara umum sitokin ikut berperan pada regulasi protein dan
meregulasi COX62 yang merupakan enzim untuk sintesis prostaglandin (Soo, 2005).
Induksi COX62 atau ekspresi berlebihan berhubungan dengan peningkatan
produksi prostaglandin6E2 (PGE2).Prostaglandin E2 menunjukkan adanya hubungan
antara perkembangan tumor dan biosintesis prostaglandin.Prostaglandin E2 juga
penting pada invasi tumor. Prostaglandin E2 dapat meningkatkan kadarVascular

5

Endothelial Growth Factor (VEGF). Vascular Endothelial Growth Factor
memproduksi

matrix

metalloprotein

(MMP)

untuk

angiogenesis.

Matrix

Metalloprotein

memecah

memulai

ekstraseluler

suatu

proses

matrix.Hal

ini

merangsang migrasi sel endotel.Sel endotel mulai membelah begitu mereka
bermigrasi ke jaringan sekitarnya.Kemudian tersusun menjadi pembuluh darah baru
dan kemudian berkembang menjadi pembuluh darah matur (Nishida et al., 2006).
Penelitian Hasibuan (2014) menemukan adanya korelasi positif sedang antara
ekspresi COX62 dan MVD pada karsinoma nasofaring dengan koefisien relasi 0,559
dengan tingkat kemaknaan (p=0,005) antara tingkat ekspresi COX62 dengan
gambaran angiogenesis. Sedangkan pada penelitian Tan dan Putti (2005) menyatakan
microvessel density berkisar antara 1659 (rata6rata 24,2), namun tidak dijumpai
adanya perbedaan yang bermakna MVD pada kelompok COX62 positif dengan COX6
2 negatif (p=0,774).
Dengan memperhatikan latar belakang maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan antara ekspresi COX62 dengan angiogenesis, yang dinilai melalui MVD
padaundifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar yang
nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu faktor prediktif.

/ / !1!)#&

#)#*#2

Berdasarkan latar belakang masalah maka disusun rumusan masalah penelitian
adalah:

apakah

terdapat

hubungan

positif

ekspresi

COX62dengan

padaundifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar?

MVD

6

/ / !3!#& %&%*,$,#&
Untuk membuktikan adanya hubungan positif antara ekspresi COX62 dengan MVD
pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.

/ /

#&4##$ %&%*,$,#&

/ / /
1.

#&4##$ #0#5%1,0

Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi COX62dan MVD
pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.

2.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau tambahan
pengetahuan dalam pemanfaatan COX62 sebagai faktor prediktif undifferentiated
carcinoma nasopharynx.

/ / /

#&4##$ 6"#0$,)
Memberikan

informasi

kepada

klinisi

bahwa

hasil

pemeriksaan

imunohistokimia COX62 dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengobatanundifferentiated

carsinoma

nasopharynxdengan

COX62

inhibitor.

/ / &#$71, #)74#",&+
Nasofaring merupakan lubang sempit yang terletak pada belakang rongga
hidung.Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput
dan ruas pertama tulang belakang.Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana. Orificium dari tuba Eustachian berada pada dinding samping dan pada
bagian depan belakang terdapat ruangan berbentuk koana yang disebut dengan torus
tubarius (Roezin, 2007).

/ /

&#$71,
Fossa rossenmuller terletak pada bagian atas dan samping dari torus tubarius

merupakan tempat asal munculnya sebagian besar karsinoma nasofaring dan paling
sensitif terhadap penyebaran keganasan pada nasofaring (Lu, 2006).
Fossa rossenmuler mempunyai hubungan anatomi dengan sekitarnya,
sehingga berperan dalam kejadian dan prognosis KNF. Tepat di atas apeks dari fossa
rossenmulerterdapat

foramen laserum, yang berisi arteri karotis interna dengan

sebuah lempeng tipis fibrokartilago. Lempeng ini mencegah penyebaran KNF ke
sinus

kavernosus

melalui

karotis

yang

7

berjalan

naik

(Roezin,

2007).

8

Fossa rossenmuler yang terletak di apeks dari ruang parafaring ini merupakan
tempat menyatunya beberapa fasia yang membagi ruang ini menjadi 3 kompartemen,
yaitu : 1) kompartemen prestiloid, berisi a. maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris
inferior; 2) kompartemen poststiloid, yang berisi sarung karotis; dan 3) kompartemen
retrofaring, yang berisi kelenjar Rouviere. Kompartemen retrofaring ini berhubungan
dengan kompartemen retrofaring kontralateral, sehingga pada keganasan nasofaring
mudah terjadi penyebaran menuju kelenjar limfa leher kontralateral.Lokasi fossa
rossenmuler yang demikian itu dan dengan sifat KNF yang invasif, menyebabkan
mudahnya terjadi penyebaran KNF ke daerah sekitarnya yang melibatkan banyak
struktur penting sehingga timbul berbagai macam gambaran klinis (Lu, 2006).
Lapisan mukosa ialah daerah nasofaring yang dilapisi oleh mukosa dengan
epitel kubus berlapis semu bersilia pada daerah dekat koana dan daerah di sekitar
atap, sedangkan pada daerah posterior dan inferior nasofaring terdiri dari epitel
skuamosa berlapis. Daerah dengan epitel transisional terdapat pada daerah pertemuan
antara atap nasofaring dan dinding lateral (Gambar 2.1). Lamina propria seringkali
diinfiltrasi oleh jaringan limfoid, sedangkan lapisa submukosa mengandung kelenjar
serosa dan mukosa (Roezin, 2007).

9

Gambar 2.1.
Anatomi Nasofaring (Nancy, 2005)
/ /

,)$%1 *,"#& #"#2 5#& ,)$%1 #"#4
Pembuluh darah arteri utama yang mensuplai daerah nasofaring adalah arteri

faringeal asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens, dan cabang
faringeal arteri sfenopalatina (Gambar 2.2).Semua pembuluh darah tersebut berasal
dari arteri karotis eksterna dan cabang6cabangnya. Pembuluh darah vena berada di
bawah membran mukosa yang berhubungan dengan pleksus pterigoid di daerah
superior dan fasia posterior atau vena jugularis interna di bawahnya (Nancy, 2005)

10

Gambar 2.2
Pendarahan Nasofaring (Nancy, 2005).

Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang terdapat di atas otot
konstriktor faringeus media.Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris saraf
glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X) dan serabut saraf ganglion
servikalis simpatikus (Gambar 2.3).Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal
dari saraf glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim
tuba yang mendapat persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina
yang berasal dari cabang maksila saraf trigeminus (V1) (Nancy, 2005).

11

Gambar 2.3.
Persarafan Nasofaring (Nancy, 2005)
/ /

,)$%1 ,14#$,0
Nasofaring mempunyai pleksus submukosa limfatik yang luas.Kelompok

pertama adalah kelompok nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada ruang
retrofaring antara dinding posterior nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia
prevertebra. Pada dinding lateral terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya akan
pembuluh limfe. Aliran limfenya berjalan ke arah anterosuperior dan bermuara di
kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari masing6masing sisi
rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, rantai kelenjar ini terletak di bawah otot
sternokleidomastoid pada tiap prosessus mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai

12

jugular letaknya sangat dekat dengan saraf6saraf kranial terakhir yaitu saraf
IX,X,XI,XII. Metastase ke kelenjar limfe ini dapat terjadi sampai dengan 75%
penderita KNF, yang mana setengahnya datang dengan kelenjar limfe bilateral
(Roezin, 2007).

/
/ /

!"

#!$% & '(

6,5%1,7*7+,
Angka kejadian karsinoma nasofaring cukup tinggi tergantung dari letak

geografisnya (Korcum

et al., 2006). Berdasarkan data International Agency for

Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru
KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000 kasus meninggal diantaranya adalah berasal
dari Cina sekitar 40% . Di Indonesia angka kejadian karsinoma nasofaring cukup
tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 1000 penduduk dan memberikan hasil yang
beragam, dengan laki6laki lebih banyak menderita KNF daripada perempuan dengan
2,5:1. Kelompok umur yang terbanyak terjadi adalah pada umur

41650 tahun

(Giordano et al., 2008). Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2010 di Bali,
karsinoma nasofaring menempati peringkat kelima dari seluruh karsinoma pada laki6
laki dan perempuan dengan jumlah 70 kasus, pada laki6laki menempati peringkat
pertama dengan jumlah 47 kasus dari seluruh karsinoma. Umur rata6rata penderita
KNF yaitu 45655 tahun. Rasio laki6laki : perempuan yaitu 263 : 1. Di Bali rasio umur
tebanyak usia 35645 tahun sebanyak 13 kasus, yang kedua usia 45654 tahun sebanyak
11 kasus, dan yang ketiga usia 55664 tahun sebanyak 8 kasus (Anonim, 2010).

13

Insiden tertinggi dilaporkan berasal dari provinsi Guandong dan daerah Guangxi Cina
Selatan yaitu mencapai lebih dari 50 per 100.000 orang pertahun.Etnis Cina yang
bermigrasi ke luar negeri juga mempunyai angka insiden yang tinggi, tetapi etnis
Cina yang lahir di Amerika Utara, mempunyai angka insiden yang rendah
dibandingkan dengan yang lahir di Cina (Chou et al., 2008).Temuan ini
mengindikasikan bahwa faktor genetik, etnik, dan lingkungan memegang peranan
penting terhadap meningkatnya KNF (Korcum et al., 2006).
Angka kejadian karsinoma nasofaring di Singapura, persentase terbesar
mengenai masyarakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk) disusul oleh
keturunan Melayu (6,5% per 100.000) dan keturunan Hindustan (0,5 per 100.000).
Karsinoma nasofaring jarang terjadi di Amerika serikat dan Eropa, dengan angka
kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun (Lu, 2006)

/ /

$,7*7+, 5#& #0$7" ,),07
Karsinoma

nasofaring

adalah

suatu

keganasan

dengan

etiologi

multifaktorial.Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring
adalah genetik, faktor lingkungan dan Virus Ebstein Barr (Korcum et al., 2006).
1. Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol, ras yang
banyak sekali menderitanya adalah bangsa China (Desen, 2008).Beberapa penulis
melaporkan adanya kecenderungan orang dengan tipe HLA tertentu dapat menderita

14

karsinoma nasofaring. Tingginya angka insiden KNF di daerah Cina Selatan, baik
yang tinggal di Cina atau yang sudah bermigrasi, dan angka insiden sedang pada
populasi keturunan Cina campuran, diduga mempunyai hubungan genetik dalam
terjadinya karsinoma nasofaring. Analisis genetik pada etnis China menunjukkan
Histo6Kompatibilitas Mayor pada lokus HLA6A2, B17 dan BW46 dengan
peningkatan risiko terjadinya karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Tetapi
pada penelitan di Amerika Utara gagal menunjukkan lokus HLA dengan peningkatan
risiko peningkatan karsinoma nasofaring (Levine et al., 2008).
Polimorfik genetik dari gen CYP62 F1 menunjukkan dapat terjadi pada daerah
Guandong6China. Ketika polimorfik genetik CYP62 F1 diselidiki dan dibantu dengan
polimorfik genetik yang multipel dari satu atau beberapa gen lain maka berpotensial
untuk berkembang dan berprogresif menjadi karsinoma nasofaring. Gen XRCC61
penting didalam DNA yang diperbaiki. Hipotesis bahwa nukleotida polimorfik
tunggal XRCC61 (codons 194Arg → Trp dan 399Arg → Gln) dihubungkan dengan
risiko karsinoma nasofaring dan interaksi dengan rokok serta tembakau.Genotip
XRCC61 Trp yang bervariasi berhubungan dengan risiko perkembangan karsinoma
nasofaring terutama pada pria yang merokok. Pada bagian lain, dengan adanya Cyclin
D1 (kunci regulasi dari siklus sel) dan diubahnya aktifitas menunjukkan
perkembangan karsinoma (Desen, 2008)

15

2. Lingkungan
Paparan ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine
berhubungan dengan terjadinya karsinoma nasofaring.Dan telah terbukti bahwa
mengkonsumsi ikan asin sejak anak6anak meningkatkan risiko KNF di Cina Selatan
(Can et al., 2005; Lin, 2006).
Faktor lingkungan lain yang merupakan faktor risiko terjadinya karsinoma
nasofaring adalah merokok. Orang yang merokok selama 10 tahun atau lebih
mempunyai risiko yang tinggi terhadap KNF. Penelitian menunjukkan adanya
paparan formaldehid bentuk uap dan asap yang terhirup berpengaruh paling besar
terhadap kejadian KNF, keduanya terbukti secara bersama6sama berpengaruh secara
signifikan terhadap kejadian KNF. Adanya radang kronik pada mukosa nasofaring
akan lebih mudah terpapar karsinogen lingkungan dan dapat menyebabkan karsinoma
nasofaring (Wee et al., 2010).
3. Virus Epstein Barr (VEB)
Virus Epstein6Barr adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dngan
timbulnya karsinoma nasofaring.Penderita karsinoma nasofaring terbukti terinfeksi
VEB dan genom virus dapat diidentifikasikan pada sel tumor.VEB merupakan suatu
virus gamma herpes yang mengandung DNA yang termasuk dalam keluarga herpes
viridae yang ditemukan oleh Ied Tony Epstein dan Yvone Barr pada tahun 1964.
Pada undifferentiated nasopharyng carcinoma, VEB menginfeksi sel epitel
nasofaring bagian posterior fossa Rosenmuller’s di Waldeyer’s ring.Walaupun
hubungan reseptor VEB pada sel epitel tidak tampak, tetapi permukaan protein

16

mengandung antigen yang dihubungkan dengan sel B. Reseptor CD21 dapat
diuraikan dan VEB banyak masuk ke sel nasofaring berupa igA6mediated
endocytosis. VEB dapat juga dideteksi pada karsinoma insitu, suatu prekursor
undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Infeksi laten VEB sangat penting dalam
perkembangan menuju displasia yang berat pada KNF. Displasia merupakan lesi awal
yang dapat terdeteksi, yang diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa karsinogen
lingkungan.Hal ini berkaitan dengan kehilangan alel pada lengan pendek kromosom 3
dan 9 yang menyebabkan inaktivasi beberapa tumor suppressor genes, terutama p14,
p15, p16.Karsinogen yang berkaitan belum ditemukan dengan perkembangan
KNF.Area displasia ini merupakan asal dari tumor namun belum cukup untuk
menyebabkan perkembangan yang progresif. Pada stadium laten, infeksi VEB dapat
mengacu pada perkembangan displasia yang lebih berat. Didapatkan kerusakan gen
pada kromosom 12 dan kehilangan alel pada 11q, 13q, dan 16q dapat memicu
terjadinya kanker invasif dan metastasis sering dihubungkan dengan mutasi p53 dan
ekspresi chaderin yang menyimpang (gambar 2.4) (Korcum et al., 2006).
EBNA1 dan LMP1 yang merupakan produk onkogen VEB terbukti
menyebabkan transformasi dan imortalisasi limfosit B. Adanya partikel VEB pada
jaringan tumor spesimen biopsi penderita KNF secara konsisten, mendukung
hipotesis VEB sebagai faktor etiologi utama pada KNF (Hsiao et al., 2009).

17

Gambar 2.4
Pathogenesis karsinoma nasofaring (Tao, 2007)

/ /

*#),4,0#),
Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing

squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge
atau keduanya. (2) Non Keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan
batas sel yang jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated carcinoma ditandai
oleh pola pertumbuhan sinsitial, sel6sel polygonal berukuran besar atau sel dengan
bentuk spindel, anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel6sel radang
limfosit. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma nasofaring
menjadi (1) Keratinizing squamous cell carcinoma. Tipe KNF ini menunjukkan

18

diferensiasi skuamous dengan adanya

intercellular bridges, dan keratin dalam

gambaran histologinya; (2) Nonkeratinizing carcinoma yang mencakup tipe
berdiferensiasi dan tipe tidak berdiferensiasi (undifferentiated). Tumor ini umumnya
lebih radiosensitif dan mempunyai hubungan yang kuat dengan EBV. (2.1)
Differentiated nonkeratinizing carcinoma. Sel6sel tumor menunjukkan diferensiasi
dengan maturasi sel skuamous.(2.2.) Undifferentiated carcinoma.Sel6sel tumor
dengan bentuk inti oval atau bulat vesikular dengan anak inti menonjol.Batas antar sel
tidak jelas dan dengan hubungan antar sel yang sinsitial; (3).Basaloid squamous cell
carcinoma.Merupakan tipe histologi yang jarang, terdiri dari komponen basaloid dan
komponen skuamous (Chan et al., 2005).

/ / /

#1(#"#&

*,&,)

Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan
infeksi saluran nafas atas.Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan
gejala telinga.Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring.Timbul
keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah.Kadang6kadang dapat
dijumpai epistaksis.Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga
pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang6kadang disertai
dengan gangguan pendengaran.Gejala ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala
yang paling dini dari karsinoma nasofaring.Sehingga bila timbul berulang6ulang
dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma
nasofaring (Roezin, 2007).

19

Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga
pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer
telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke
kelenjar getah bening servikal (Roezin, 2007).
Menurut Formula Digby (Tabel 2.1), setiap gejala klinis mempunyai nilai
diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring. Bila
jumlah nilai mencapai 50, diagnosis klinik karsinoma nasofaring dapat dipertanggung
jawabkan (Roezin, 2005).
Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor
primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnostik histopatologi, juga
menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan
prognosis (Roezin, 2007).
Tabel 2.1.
Formula Digby (Roezin, 2005)
GEJALA KLINIK

NILAI

Dapat dilihat atau diraba tumor padat dalam nasofaring

25

Kelenjar limfe leher membesar

25

Gejala khas hidung (epistaksis, obstruksi)

15

Gejala khas telinga (kurang pendengaran, tinnitus)

5

Paralisis satu atau lebih syaraf otak (diplopia, neuralgia, trigeminus)

5

Sakit kepala mulai unilateral

5

Eksoptalmus unilateral/ bengkak di rahang/ bengkak di temporal

5

20

/ /

#1(#"#&

7"47*7+,

2.2.5.1 Makroskopis
Tumor dapat berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki
permukaan halus, bernodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa
yang menggantung dan infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada
nasofaring (Chan et al., 2005).
2.2.5.2 Mikroskopis Undifferentiated carcinoma nasopharynx.
Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma nasopharynx memperlihatkan
gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan
vesikular, dijumpai anak inti. Sel6sel tumor sering tampak terlihat tumpang
tindih.Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel.Dijumpai infiltrat sel radang dalam
jumlah

banyak,

khususnya

limfosit,

sehingga

dikenal

juga

sebagai

lymphoepithelioma.Dapat juga dijumpai sel6sel radang lain, seperti sel plasma,
eosinofil, epiteloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang) (Chan et al.,
2005).
Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe
Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel6sel epiteloid dengan batas yang jelas yang
dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel6sel limfosit (Gambar 2.5). Yang kedua
tipe Schmincke, sel6sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel6
sel radang (Gambar 2.6). Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant
lymphoma (Chan et al., 2005)

21

Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara
karsinoma nasofaring dan

large cell malignant lymphoma, dimana inti dari

karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan
berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophilik. Inti dari malignant
lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, kromatin kasar dan anak inti lebih
kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang undifferentiated memiliki
sel6sel dengan bentuk oval atau spindel (Chan et al., 2005).

Gambar 2.5.
Undifferentiated carcinoma “Regaud type”, terdiri dari sel6sel yang membentuk
sarang6sarang padat (Chan, 2005)

22

Gambar 2.6.
Undifferentiated carcinoma “Schmincke type”, terdiri sel6sel yang tumbuh
membentuk gambaran sinsisial yang difus (Chan, 2005)

/ /8/ %1%",0)##& %&!&3#&+
2.2.6.1. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaa