Korelasi Ekspresi Cyclooxygenase-2 Dengan Microvessel Density Pada Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

KORELASI EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Tesis

Oleh :

Nova Rahma Hasibuan

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KORELASI EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Dokter Spesialis dalam Bidang Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala Leher

Oleh :

Nova Rahma Hasibuan

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selawat beserta salam atas junjungan kita nabi besar Muhammad S.A.W, keluarga dan sahabatnya. Hanya dengan segala rahmat dan karunia Allah, sehingga tesis ini dapat saya selesaikan.

Tesis dengan judul KORELASI EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2

DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN ini diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun bahasanya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan ilmu bagi kita semua.

Pada kata pengantar ini, dengan tulus saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pembimbing tesis saya, dr. Farhat, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL(K) sebagai ketua komisi pembimbing, serta Dr. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp,THT-KL dan dr. Ashri Yudhistira, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL sebagai anggota pembimbing serta dr. Putri Ch. Eyanoer, MSEpid, Ph.D sebagai pembimbing ahli yang di sela-sela kesibukannya rela meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan memberi arahan kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H yang telah memberikan kesempatan


(4)

kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan telah memberikan kesempatan pada saya untuk menjalani masa pendidikan di rumah sakit yang beliau pimpin.

Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr T. Siti Hajar Haryuna Sp.THT-KL, yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada saya dalam mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis ini sampai selesai.

Yang terhormat supervisor di jajaran Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL(K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, KL(K), Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, SpTHT-Sp.THT-KL(K), dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL, dr. T.Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, (Almh.) dr. Hafni,Sp.THT-KL(K), dr. Ida Sjailandrawati Harahap, SpTHT-KL, dr. Adlin Adnan, KL, dr. Rizalina A. Asnir, KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp.THT-Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf Asroel, M. Ked, Sp.THT-KL, dr. Farhat, M. Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), Dr. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp,THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr.


(5)

M. Ked (ORL-HNS), KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp.THT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-Sp.THT-KL, serta para supervisor di rumah sakit jejaring. Terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.

Yang terhormat Ketua Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU beserta staf yang telah memberikan izin, kesempatan,ilmu dan bantuan kepada saya dalam melakukan penelitian ini.

Sembah sujud dan ucapan terima kasih saya kepada orang tua saya tercinta Ayahanda (Alm.) H. M. Radjab Hasibuan dan Ibunda (Almh.) Hj Roosalina Lubis yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik, mengajar, dan membimbing saya sejak kecil dengan penuh kasih sayang dan kesabaran yang begitu tulus. Doa ananda semoga ayahanda dan ibunda diterima di sisi Allah SWT, dihapuskan segala dosa, dan dilipatgandakan segala amal kebaikan

Kepada kedua mertua saya (Alm.) Saidin Manurung dan Hj, Kartni Nainggolan, yang selalu berdoa, memberi semangat, dan telah memberikan tuntunan kepada saya untuk mengisi kehidupan ini dengan penuh ikhlas. Atas segala pengorbanan dari Ayahanda dan Ibunda semoga Allah SWT memberi balasan, kebaikan berlipat ganda, dan diampunkan segala dosa.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada suami saya M. Syukur Manurung, ST yang telah mendampingi saya dalam mengisi kehidupan ini, atas segala pengertian, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. Semoga Allah terus menerus mempererat hubungan batin kita dan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada kita.

Kepada saudara-saudara saya tercinta, Abangda (Alm.) Rezki Perdana Hsb, Abangda Armansyah Manurung, Abangda Idris Sardi Manurung, Kakanda Niranda Putri Hsb, (Almh.) Novi Hiroko Hsb dan adinda Anggia Putri Hsb beserta keluarga, penulis mengucapkan terima kasih atas


(6)

limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.

Kepada rekan-rekan sesama peserta PPDS, saya ucapkan terima kasih atas persahabatan, dukungan dan bantuannya selama menjalani pendidikan ini.

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Medan, Januari 2014 Penulis


(7)

KORELASI EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN

MICROVESSEL DENSITY PADA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Pendahuluan : Tumor memerlukan proses pembentukan pembuluh darah baru untuk tumbuh dan bermetastasis yang dikenal dengan proses angiogenesis. Angiogenesis dapat dinilai secara imunohistokima dengan Microvessel density (MVD). Proses angiogenesis dapat dipicu oleh berbagai faktor angiogenik. Beberapa penelitian menemukan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) meningkat pada kanker. COX-2 dapat merangsang VEGF, yang merupakan suatu faktor angiogenik. Pada penelitian ini akan dilihat apakah angiogenesis, yang dinilai dengan MVD, pada karsinoma nasofaring memiliki korelasi dengan COX-2.

Tujuan : Mengetahui korelasi ekspresi COX-2 dengan MVD pada

penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan

Metode : Penelitian ini penelitian analitik dengan studi potong lintang. Dua puluh empat sampel diperiksa secara imunohistokima untuk ekspresi COX-2 dan MVD. Kemudian hasil dianalisa dengan uji Spearman.

Hasil Penelitian : Ekspresi COX-2 positif ditemukan pada 17 (70,83%) subjek dan dijumpai negatif pada 7 (29,17%). Ekspresi COX-2 positif ditemukan lebih banyak pada ukuran tumor T3 dan T4 sebanyak 12 subjek. Ekspresi COX-2 positif ditemukan pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening termasuk pada N0. Ekspresi COX-2 positif ditemukan terutama pada stadium III dan IV (94,1%). MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3 dan T4 (58,8%). MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada pembesaran kelenjar getah bening N1- N3. Tidak ditemukan MVD yang tinggi pada karsinoma nasofaring tanpa pembesaran kelenjar getah bening leher. MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada stadium III dan IV (88,2%), Ditemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dengan MVD (r = 0,559 ; p = 0,005)

Kesimpulan : Ditemukan ada korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD pada karsinoma nasofaring.

Kata kunci : Karsinoma nasofaring, , Cyclooxygenase-2, Microvessel density


(8)

CORRELATION BETWEEN CYCLOOXYGENASE-2 AND

MICROVESSEL DENSITY OF NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

IN H. ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

ABSTRACT

Introduction : Tumor needs new blood vessel formation to grow and metastase. New blood vessel formation known as angiogenesis. Angiogenesis is detemined by Microvessel density (MVD) using immunohistochemistry examination. Angiogenesis was affected by various angiogenic factors. Recent studies found elevated COX-2 expression in cancers. COX-2 can stimulate VEGF, an angiogenic factor. This research assesed correlation between COX-2 and angiogenesis, determined by MVD.

Purpose : To determine the correlation between COX-2 and MVD in nasopharyngeal carcinoma in H. Adam Malik Hospital.

Method : This is a cross sectional analitical research. Twenty four sample was examined by immunohistochemistry examination for COX-2 expression and MVD. The results then analized using Spearman correlation test.

Result : Positive COX-2 expression was found in 17 (70,83%) subjects and negative in 7 (29,17%) subjects. COX-2 positive was found more in T3 and T4 sized tumors, that is 12 subjects. COX-2 positive was found in all lymph node metastasis subject, including in N0. COX-2 positive was mostly found in stage III and IV((4,1%). High MVD was mostly found in T3 and T4 sized tumor (58,8%). High MVD was found in N1-N3 lymph node metastasis. No high MVD was found in subjects without lymph node metastasis. Hing MVD was found in stage III and IV (88,2%). There was moderate positive correlation between COX-2 expression and MVD ( r = 0,559 ; p = 0,005).

Conclusion: COX-2 is correlated with MVD in nasopharyngeal

carcinoma.

Keywords : Nasopharyngeal carcinoma, Microvessel density,

Cyclooxygenase-2.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN……….. ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan umum ... 2

1.3.2 Tujuan khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Karsinoma Nasofaring ... 4

2.2 Cyclooxygenase-2 ... 8

2.3 Angiogenesis pada Kanker ... 10

2.4 Microvessel density ... 13

2.5 COX-2 dan Angiogenesis ... 16


(10)

2.7 Kerangka konsep ... 19

2.8 Hipotesis ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN... 20

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 20

3.3.3 Teknik pengambilan sampel ... 21

3.4 Variabel Penelitian ... 22

3.5 Definisi operasional ... 22

3.6 Bahan Penelitian ... 23

3.7 Instrumen Penelitian... 24

3.8 Prosedur Kerja Pemeriksaan Immunohistokimia ... 24

3.9 Kerangka Kerja ... 27

3.10 Cara pengumpulan data ... 27

3.11 Cara analisis data... 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 28

BAB 5 PEMBAHASAN ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(11)

LAMPIRAN 3... 60

LAMPIRAN 4... 61

LAMPIRAN 5... 62

LAMPIRAN 6... 64

LAMPIRAN 7... 70

LAMPIRAN 8... 71


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Faktor Angiogenik (activator) dan antiangiogenik (inhibitor)

endogen ... 13

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik subjek penelitian ... 28

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi ekspresi COX-2... 29

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi microvessel density ... 29

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan ekspresi COX-2 ... 30

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pembesaran kelenjar getah bening leher (N) berdasarkan ekspresi COX-2 ... 30

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan ekspresi COX-2 ... 30

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan MVD ... 31

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi pembesaran kelenjar getah bening leher (N) berdasarkan MVD ... 31

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan MVD... 32


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema pengobatan KNF berdasarkan NCCN 2010 ... 8

Gambar 2.2 Kerangka teori ... 18

Gambar 2.3 Kerangka konsep ... 19

Diagram 4.1 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan MVD ... 32

Gambar 1 Lampiran 9. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan Microvessel density tinggi (Pembesaran x40) ... 71

Gambar 2 Lampiran 9. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan Microvessel density tinggi (Pembesaran x200) ... 71

Gambar 3 Lampiran 9. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan Microvessel density rendah(Pembesaran x40) ... 72

Gambar 4 Lampiran 9. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan MVD rendah(Pembesaran x200) ... 72

Gambar 5 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas kuat (Pembesaran x100) ... 72

Gambar 6 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas sedang (Pembesaran x100) ... 73

Gambar 7 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas lemah (Pembesaran x100) .... 73

Gambar 8 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas +3 (Pembesaran x400) ... 73

Gambar 9 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas +2 (Pembesaran x400) ... 74

Gambar 10 Lampiran 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas +1 (Pembesaran x400) ... 74


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Committee of Cancer Bcl-2 : B-cell lymphoma 2

CD31 : Cluster of differentiation 31 CD34 : Cluster of differentiation 34 CD44 : Cluster of differentiation 44 COX : Cyclooxygenase

COX-1 : Cyclooxygenase-1 COX-2 : Cyclooxygenase-2 COX-3 : Cyclooxygenase-3

COX-2mRNA : Cyclooxygenase-2 mRibonucleic acid CT-Scan : Computed Tomography Scan

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor EP receptor : E Prostraglandin receptor

IL1β : Interleukin 1β

IL-1 : Interleukin 1 IL-6 : Interleukin 6 IL-2 : Interleukin 2 IFN-α : Interferon α

KNF : Karsinoma nasofaring LP : Lapangan Pandang

MAPK : Mitogen-activated protein kinases MMP : Matriks metaloproteinase


(15)

MV : Microvessel

MVD : Microvessel Density

NCCN : National Comprehensive Cancer Network NFKB : Nuclear Factor Kappa Beta

PG : Prostaglandin PGD2 : Prostaglandin D2 PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2 : Prostaglandin F2 PGG2 : Prostaglandin G2 PGH2 : Prostaglandin H2 PGI2 : Prostaglandin I2

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat TNFα : Tumor Necrotizing Factor α TX : Tromboxan

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

VEGFR : Vascular Endothelial Growth Factor Receptor vWF : Von Willebrand factor


(16)

KORELASI EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN

MICROVESSEL DENSITY PADA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Pendahuluan : Tumor memerlukan proses pembentukan pembuluh darah baru untuk tumbuh dan bermetastasis yang dikenal dengan proses angiogenesis. Angiogenesis dapat dinilai secara imunohistokima dengan Microvessel density (MVD). Proses angiogenesis dapat dipicu oleh berbagai faktor angiogenik. Beberapa penelitian menemukan ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) meningkat pada kanker. COX-2 dapat merangsang VEGF, yang merupakan suatu faktor angiogenik. Pada penelitian ini akan dilihat apakah angiogenesis, yang dinilai dengan MVD, pada karsinoma nasofaring memiliki korelasi dengan COX-2.

Tujuan : Mengetahui korelasi ekspresi COX-2 dengan MVD pada

penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan

Metode : Penelitian ini penelitian analitik dengan studi potong lintang. Dua puluh empat sampel diperiksa secara imunohistokima untuk ekspresi COX-2 dan MVD. Kemudian hasil dianalisa dengan uji Spearman.

Hasil Penelitian : Ekspresi COX-2 positif ditemukan pada 17 (70,83%) subjek dan dijumpai negatif pada 7 (29,17%). Ekspresi COX-2 positif ditemukan lebih banyak pada ukuran tumor T3 dan T4 sebanyak 12 subjek. Ekspresi COX-2 positif ditemukan pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening termasuk pada N0. Ekspresi COX-2 positif ditemukan terutama pada stadium III dan IV (94,1%). MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3 dan T4 (58,8%). MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada pembesaran kelenjar getah bening N1- N3. Tidak ditemukan MVD yang tinggi pada karsinoma nasofaring tanpa pembesaran kelenjar getah bening leher. MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada stadium III dan IV (88,2%), Ditemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dengan MVD (r = 0,559 ; p = 0,005)

Kesimpulan : Ditemukan ada korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD pada karsinoma nasofaring.

Kata kunci : Karsinoma nasofaring, , Cyclooxygenase-2, Microvessel density


(17)

CORRELATION BETWEEN CYCLOOXYGENASE-2 AND

MICROVESSEL DENSITY OF NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

IN H. ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

ABSTRACT

Introduction : Tumor needs new blood vessel formation to grow and metastase. New blood vessel formation known as angiogenesis. Angiogenesis is detemined by Microvessel density (MVD) using immunohistochemistry examination. Angiogenesis was affected by various angiogenic factors. Recent studies found elevated COX-2 expression in cancers. COX-2 can stimulate VEGF, an angiogenic factor. This research assesed correlation between COX-2 and angiogenesis, determined by MVD.

Purpose : To determine the correlation between COX-2 and MVD in nasopharyngeal carcinoma in H. Adam Malik Hospital.

Method : This is a cross sectional analitical research. Twenty four sample was examined by immunohistochemistry examination for COX-2 expression and MVD. The results then analized using Spearman correlation test.

Result : Positive COX-2 expression was found in 17 (70,83%) subjects and negative in 7 (29,17%) subjects. COX-2 positive was found more in T3 and T4 sized tumors, that is 12 subjects. COX-2 positive was found in all lymph node metastasis subject, including in N0. COX-2 positive was mostly found in stage III and IV((4,1%). High MVD was mostly found in T3 and T4 sized tumor (58,8%). High MVD was found in N1-N3 lymph node metastasis. No high MVD was found in subjects without lymph node metastasis. Hing MVD was found in stage III and IV (88,2%). There was moderate positive correlation between COX-2 expression and MVD ( r = 0,559 ; p = 0,005).

Conclusion: COX-2 is correlated with MVD in nasopharyngeal

carcinoma.

Keywords : Nasopharyngeal carcinoma, Microvessel density,

Cyclooxygenase-2.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi permukaan nasofaring (Brennan 2006). KNF merupakan salah satu keganasan yang paling sering dijumpai pada bangsa Cina dan Asia. Di Asia Tenggara insidensinya adalah 5-9 kasus per 100.000 populasi (Her 2001), sementara di Indonesia, insidensinya adalah 3,9 kasus per 100.000 populasi (Fachiroh et al. 2004). Pada poliklinik onkologi bedah kepala leher Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2006-2010 ditemukan 335 kasus baru KNF (Puspitasari 2011).

Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim kunci pada jalur biosintetik prostaglandin (PG), tromboksan dan prostasiklin dari asam arakhidonat. Ekspresi seluler COX-2 meningkat di atas normal pada stadium awal karsinogenesis dan selama perkembangan serta pertumbuhan invasif tumor (Murono et al. 2001; Gallo et al. 2001; Choy & Milas 2003). COX-2 terekspresi pada beberapa tumor dan dalam perkembangannya terbukti sebagai penyebab karsinogenesis (Murono et al. 2001; Andrianto 2008; Levita et al. 2009).

Prostaglandin dan enzim COX-2, yang mengkatalisis produksi prostaglandin, merupakan mediator inflamasi yang terlibat dalam proses angiogenesis keganasan (Leahy, Koki & Masferer 2000).

Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk proliferasi sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat makanan dan pembuangan zat sisa yang adekuat (Nishida et al. 2006). Menurut Folkman (1971) seperti yang dikutip oleh Nishida et al.


(19)

(2006), angiogenesis juga berperan penting dalam penyebaran sel kanker. Sel-sel kanker dapat berpenetrasi ke dalam pembuluh darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran intravaskuler, dan kemudian berproliferasi pada tempat yang lain yang dikenal sebagai metastasis (Poon et al. 2002). Pendekatan secara patologis untuk memperkirakan adanya suatu angiogenesis adalah dengan perkiraan secara mikroskopik densitas pembuluh darah atau microvessel density (MVD) dari jaringan tumor melalui pemeriksaan immunohistokimia (Choi et al. 2005).

Ji et al. (2012) menyatakan bahwa ekspresi COX-2 dan VEGF ditemukan meningkat secara signifikan pada karsinoma tiroid serta menemukan adanya hubungan yang bermakna antara COX-2 dan VEGF dengan tipe tumor dan stadium TNM. VEGF merupakan salah satu dari banyak faktor yang terlibat dalam proses angiogenesis tumor.

Penelitian oleh Wu et al. (2003) menyatakan bahwa COX-2 mRNA dan protein COX-2 dijumpai pada 80% dan 84,9% kanker kolorektal, keduanya lebih tinggi dibandingkan jaringan normal. Dari 85 pasien dengan pewarnaan COX-2 positif, 47 (55,3%) mengekspresikan VEGF dan hanya 26,7% pada kelompok COX-2 negatif, mengindikasikan adanya hubungan antara ekspresi COX-2 dengan VEGF.

Dengan memperhatikan latar belakang di atas maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti korelasi antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana korelasi ekspresi COX-2 dengan MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.


(20)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui korelasi antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi ekspresi COX-2 pada karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi MVD pada karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

c. Mengetahui distribusi frekuensi ekspresi COX-2 pada karsinoma nasofaring berdasarkan ukuran tumor, pembesaran kelenjar getah bening leher dan stadium tumor di RSUP H. Adam Malik Medan

d. Mengetahui distribusi frekuensi MVD pada karsinoma nasofaring berdasarkan ukuran tumor, pembesaran kelenjar getah bening leher dan stadium tumor di RSUP H. Adam Malik Medan

e. Mengetahui korelasi antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui adanya korelasi COX-2 dan MVD dapat menjadi dasar pertimbangan penggunaan penghambat COX-2 pada terapi karsinoma nasofaring.

b. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan COX-2 dan MVD, seperti perannya pada tatalaksana dan prognosis KNF.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi permukaan nasofaring (Brennan 2006). Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang paling sering dijumpai pada bangsa Cina dan Asia. Di Cina bagian selatan insidensi tahunan karsinoma nasofaring lebih dari 20 kasus per 100.000 populasi (Cho 2007). Sementara di Cina Utara, Mediterania (Italia Selatan, Yunani dan Turki), Afrika Utara dan Asia Tenggara insidensinya 5-9 kasus per 100.000 populasi (Her 2001). Karsinoma nasofaring lebih umum dijumpai pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Insidensinya meningkat pada usia 50-60 tahun (Jeyakumar et al. 2006)

Diyakini bahwa terdapat sejumlah faktor lingkungan bersama dengan faktor genetik/host yang mungkin bertanggung jawab terhadap penyebab kanker ini. Ho (1976), seperti dikutip oleh Kumar (2003), menyatakan sedikitnya ada 3 faktor etiologi yaitu infeksi Virus Epstein-Barr, kerentanan genetik dan faktor lingkungan yang berperan dalam tingginya insidensi karsinoma nasofaring di Cina.

Pasien karsinoma nasofaring jarang ditemukan asimptomatik. Kebanyakan pasien memiliki berbagai gejala yang onsetnya berbeda-beda dan kadang tidak diperhatikan oleh pasien selama berbulan-bulan (Chew 1997).

Manifestasi klinik yang timbul adalah berupa gejala-gejala seperti gejala telinga yaitu kurang pendengaran tipe hantaran, rasa penuh di telinga, seperti terisi air, berdengung atau tinitus (Sudyartono & Wiratno 1996). Otitis media serosa dijumpai pada 41% pasien dari 237 pasien yang baru terdiagnosa KNF. Sehingga apabila seorang pasien dewasa, ras cina datang dengan gejala ini, seorang ahli THT-KL harus mempertimbangkan kemungkinan KNF (Wei 2006).


(22)

Gejala hidung dapat berupa epistaksis, sekret hidung atau saliva bercampur darah serta sumbatan hidung. Ozaena terjadi sebagai akibat nekrosis tumor dan khas pada karsinoma nasofaring stadium lanjut (Chew 1997).

Karsinoma nasofaring memiliki kecenderungan untuk cepat menyebar ke kelenjar limfe. Metastasis kelenjar limfe bilateral dan kontralateral sering dijumpai (Chew 1997).

Diagnosis karsinoma nasofaring dapat ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti memerlukan biopsi. Untuk melihat lesi lebih jelas dan untuk melihat lesi yang tidak dapat diraba dipergunakan indirect nasopharyngoscopy atau flexible fiber optic atau endoskopi kaku. Dengan endoskopi maka biopsi dapat dilakukan (Her 2001; Jeyakumar et al. 2006).

Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk karsinoma nasofaring adalah CT-Scan dengan kontras dan MRI dengan enhancement. Umumnya buku onkologi lebih menganjurkan pemeriksaan MRI dari pada CT-Scan karena dapat memberikan detail yang lebih baik tentang perluasan dan keterlibatan intrakranial. Sebaliknya, CT-Scan dapat menunjukkan adanya erosi tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan stadium penyakit (Jeyakumar et al. 2006).

Deteksi pasti metastasis jauh pada saat diagnosis sulit dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bone scan, scintigraphy hati dan biopsi sumsum tulang sedikit membantu. Pemeriksaan ini sebaiknya hanya dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi mengalami metastasis jauh (misalnya, pasien dengan N3) (Wei 2006).

Klasifikasi histologi KNF yang diajukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1978 mengklasifikasikan tumor menjadi 3 kelompok : Tipe 1 : Keratinizing squamous cell carcinoma.

Tipe 2 : Non keratinizing squamous cell carcinoma. Tipe 3 : Undifferentiated carcinoma.


(23)

Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak terbukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.

KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular. N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau

pada fossa supraklavikular: N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

M0 Tanpa metastasis jauh M1 Metastasis jauh


(24)

Kelompok stadium :

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T1 N1 M0

T2 N0 M0

T2 N1 M0

III T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

IVA T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

IVB setiapT N3 M0 IVC setiapT setiap N M1


(25)

Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk karsinoma nasofaring selama bertahun-tahun. Ini disebabkan karena nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan sifat infiltrasi karsinoma nasofaring, sehingga pembedahan terhadap tumor primer sulit dilakukan. karsinoma nasofaring umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Wei 2006; Yeh et al. 2006; Guigay et al. 2006).

Suatu mini-review oleh Agulnik dan Siu (2005) terhadap beberapa penelitian penatalaksanaan terhadap karsinoma nasofaring, menyimpulkan bahwa pemberian konkomitan kemoradioterapi diikuti dengan kemoterapi adjuvan untuk pasien KNF dengan stadium lanjut lokal (tanpa metastasis jauh), untuk semua tipe histologi, memberikan peningkatan overall survival dan disease free-survival yang signifikan.

National Comprehensive Cancer Network (2010) mempublikasikan suatu petunjuk praktis klinis penanganan KNF sebagai berikut :

Gambar 2.1. Skema pengobatan KNF berdasarkan NCCN 2010.

Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan National Comprehensive Cancer Network. Terbatas pada diseksi leher radikal


(26)

untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastasis leher setelah radiasi dan pada pasien tertentu, pembedahan penyelamatan (salvage treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa metastasis jauh (Chew 1997; Wei 2006).

2.2 Cyclooxygenase-2

Pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid merupakan respon dari interaksi rangsangan terhadap reseptor dengan permukaan sel. Asam arakhidonat kemudian diubah oleh enzyme COX menjadi prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX) (Claria 2003).

Cyclooxygenase (atau prostaglandin H synthase), yang dikenal sebagai COX, merupakan bagian dari myeloperoksidase yang terdapat pada sisi luminal dari retikulum endoplasma dan membran nukleus. COX mengkatalisis tahap biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat (Sobolewski et al. 2009).

Hingga saat ini dikenal 3 bentuk isoform COX. COX-1 merupakan suatu glikoprotein yang terekspresi terus menerus di berbagai jaringan. COX-1 dianggap sebagai protein ‘housekeeping’ karena ia terekspresi terus menerus dan berperan dalam homeostasis jaringan dengan memodulasi berbagai proses seluler mulai dari proliferasi (Sobolewski et al. 2010; Murono 2001).

Cyclooxygenase-2 merupakan isoform yang dapat dirangsang, dan diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan berbagai sitokin seperti IL1β, IL6, atau TNFα, sehingga mengalami ekspresi berlebih pada saat inflamasi. COX-2 juga dipicu oleh berbagai rangsangan hormon dan mitogen. Gen COX-2 terletak pada kromosom 1 dan promoternya mengalami elemen respon NFκB dan elemen respon tergantung sitokin (Sobolewski et al. 2010; Murono 2001)

Cyclooxygenase-3 merupakan varian dari COX-1 dan terdapat terutama terdapat pada otak dan korda spinalis. Peranan COX-3 belum


(27)

diketahui secara pasti, ada yang menyatakan COX-3 memiliki peranan dalam sensitivitas nyeri (Sobolewski et al. 2010).

Ekspresi berlebih COX-2 telah dideteksi pada sejumlah kanker seperti kanker kolorektal, payudara, pancreas dan paru. Ekspresi berlebih COX-2 juga ditemukan pada kanker hematologi. COX-2 dinyatakan berperan pada berbagai tahap perkembangan kanker, dengan meningkatkan proliferasi sel yang termutasi, memperngaruhi program kematian sel juga mempengaruhi terjadinya metastasis (Sobolewski et al. 2010).

Induksi dan ekspresi berlebih COX-2 berhubungan dengan peningkatan produksi PGE2 yang diketahui dapat memodulasi proliferasi sel, kematian sel dan invasi tumor pada berbagai kanker. Peningkatan level prostaglandin telah dideteksi pada kanker di berbagai lokasi anatomi, termasuk kepala dan leher, dan peran metabolit tersebut dalam pertumbuhan tumor dan metastasis telah dapat dipastikan. Prostaglandin (PG), terutama yang seri E, ditemukan mempengaruhi proliferasi sel dan respon imun host, menunjukkan perannya sebagai promotor dan memfasilitasi pertumbuhan dan penyebaran tumor (Sobolewski et al. 2010; Gallo et al. 2001).

Cyclooxygenase-2 dan reseptor tromboksan A2 memiliki peranan dalam pengaktifan invasi sel dan angiogenesis. Ekspresi COX-2 memacu berbagai sel untuk meningkatan produksi PG. PG menekan aktivitas natural killer (NK). Penekanan ini juga menyebabkan hambatan dari IL-2 dan IFN-α serta menurunkan pengaturan reseptornya. Ini menunjukkan PG mempunyai peranan dalam penekanan peran sistem imun pada kanker. Oleh karena itu secara jelas COX-2 derivat PG mempunyai peranan dalam pertumbuhan kanker melalui mekanisme biokimia yang meliputi stimulasi pertumbuhan tumor dan neovaskularisasi (Rishikesh & Sadhana 2003).


(28)

2.3 Angiogenesis pada Kanker

Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru. Ini terjadi terutama sebagai respons terhadap faktor angiogenik yang dilepaskan dari jaringan iskemik, jaringan yang tumbuh dengan cepat, atau jaringan yang memiliki tingkat metabolisme yang tinggi (Guyton & Hall 1996).

Angiogenesis merupakan proses bertahap yang melibatkan proliferasi sel endotelial yang teraktivasi, migrasi sel endotelial untuk mencapai target yang jauh, penggabungan sel endotelial ke dalam kapiler yang baru, diikuti dengan sintesa membran basal yang baru dan maturasi pembuluh darah dengan pembentukan suatu lumen vaskuler (Asahara et al. 1999).

Angiogenesis merupakan proses yang penting dalam embriogenesis. Pada orang dewasa, angiogenesis diperlukan pada beberapa keadaan fisiologis, seperti pada siklus reproduksi wanita, perbaikan jaringan, dan penyembuhan luka. Lebih penting lagi, pada saat ini diketahui bahwa angiogenesis memegang peranan penting dalam kondisi patologis seperti pada iskemi jantung dan tungkai, retinopati diabetik, reumatoid artritis dan neoplasma (Pang & Poon 2006).

Konsep bahwa pertumbuhan dan metastasis tumor tergantung pada pertumbuhan pembuluh darah baru pertama kali diajukan oleh Folkman (1971), seperti dikutip oleh Pang dan Poon (2006), yang menyatakan bahwa tumor padat bermula pada nodul avaskuler yang dorman yang hanya dapat tumbuh dan berkembang apabila mendapat vaskularisasi. Neovaskularisasi harus terjadi sebagai sumber oksigen dan nutrisi pada sel tumor. Lebih lanjut lagi, pembuluh darah baru imatur meningkatkan masuknya sel tumor ke dalam sirkulasi sehingga menimbulkan metastasis jauh. Pada saat ini juga diketahui bahwa ketergantungan neovaskularisasi tidak hanya pada tumor padat, tapi juga berperan dalam perkembangan malignansi hematologis. Pengetahuan tentang peranan fundamental angiogenesis pada pertumbuhan tumor telah menyebabkan ketertarikan


(29)

yang besar dalam penelitian mekanisme regulasinya dan implikasi klinis pada penanganan pasien kanker pada tiga dekade terakhir ini.

Angiogenesis merupakan suatu persyaratan untuk pertumbuhan dan metastasis tumor. Neovaskularisasi memberikan bukan hanya jalur untuk suplai nutrisi, namun juga merupakan saluran sel tumor untuk masuk ke sirkulasi, oleh karena pembuluh darah yang baru berproliferasi memiliki membran basal yang lebih mudah dimasuki oleh sel tumor dibandingkan dengan pembuluh darah matur (Poon et al. 2002).

Pertumbuhan dan metastasis tumor tergantung pada angiogenesis dan limfangiogenesis yang dipicu oleh sinyal kimia dari sel tumor pada fase pertumbuhan cepat (Nishida et al. 2006).

Pada penelitian terdahulu, Muthukaruppan et al. (dikutip oleh Nishida et al. 2006), membandingkan perilaku sel kanker yang diinjeksikan ke berbagai tempat pada satu organ yang sama. Salah satunya merupakan iris dengan sirkulasi darah dan yang satunya lagi serambi anterior tanpa sirkulasi. Sel kanker tanpa sirkulasi darah tumbuh dengan diameter 1-2 mm3, kemudian berhenti tumbuh, namun tumbuh hingga lebih besar dari 2 mm3 apabila diletakkan pada daerah dimana angiogenesis mungkin terjadi. Tanpa adanya dukungan vaskuler, tumor dapat menjadi nekrotik atau bahkan mengalami apoptosis. Sehingga angiogenesis merupakan faktor penting dalam pertumbuhan kanker.

Kontrol angiogenesis tumor tergantung pada keseimbangan sejumlah aktivator (faktor angiogenik) dan inhibitor (faktor antiangiogenik) yang disekresikan oleh sel tumor dan sel yang menginfiltrasi host seperti makrofag dan fibroblast. Selama perkembangan tumor, perubahan lingkungan dan genetik merangsang perubahan angiogenik, baik oleh faktor angiogenik maupun oleh inhibitor angiogenik. Sinyal lingkungan yang dapat memicu angiogenesis termasuk hipoksia, perubahan pH, stres metabolik, dan sitokin dari respon inflamasi. Angiogenesis juga di potensiasi oleh sejumlah onkogen, seperti Src dan Ras, serta dapat dihambat oleh sejumlah gen supresor tumor seperti gen p53 dan gen Von


(30)

Hippel-Lindau. Juga ditemukan bukti bahwa angiogenesis dapat dirangsang oleh hormon seperti androgen, progesteron dan estrogen, yang dapat berperan dalam karsinogenesis dan perkembangan tumor pada kanker-kanker yang tergantung hormon seperti kanker prostat dan payudara (Pang & Poon 2006).

Pertumbuhan suatu pembuluh darah baru dimulai dengan pelepasan faktor angiogenik, yang berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel endotel pembuluh darah yang telah ada untuk memicu proses angiogenesis. Selain faktor angiogenik, proteinase seperti matriks mettalloproteinase (MMP) dan faktor plasminogen diperlukan untuk melarutkan matriks pada pembuluh darah yang baru tumbuh (Pang & Poon 2006).

Sampai saat ini telah diketahui lebih dari 40 aktivator dan inhibitor endogen angiogenenik. Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa faktor angiogenik dan antiangiogenik. Faktor angiogenik yang memiliki karakteristik paling baik adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), yang disekresikan oleh hampir semua kanker solid (Pang & Poon 2006).


(31)

Tabel 2.1. Faktor Angiogenik (activator) dan antiangiogenik (inhibitor) endogen

2.4 Microvessel density

Neovaskularisasi tumor dinilai secara kuantitas dengan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan marker endothelial, yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi konvensional. Setelah immunostaining (pewarnaan) keseluruhan potongan tumor diperiksa dengan lapangan kekuatan lemah (x40) untuk mengidentifikasi hot spots, yang merupakan area dengan neovaskularisasi terbanyak. Microvessel individual kemudian dihitung dengan lapangan kekuatan tinggi (x200) untuk memperoleh perhitungan pembuluh darah pada area tertentu, dan rata-rata jumlah pembuluh darah pada lima area hot spots dihitung sebagai MVD. Marker endotelial yang umumnya dipergunakan untuk


(32)

menghitung MVD adalah CD31, CD34, dan faktor von Willebrand (vWF) (Poon et al. 2002)

Sejumlah penelitian telah menunjukkan signifikansi MVD sebagai faktor prognostik kesintasan dan atau rekurensi setelah reseksi bedah pada berbagai kanker, beberapa menunjukkan bahwa MVD merupakan faktor prognostik bebas dari faktor prognostik patologis konvensional lainnya. Perkiraan tumor angiogenesis mungkin dapat berguna untuk klasifikasi prognostik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa neovaskularisasi pada berbagai kanker pada manusia merupakan satu faktor prognostik (Poon et al. 2002)

Pendekatan patologis untuk memperkirakan angiogenesis dan limfangiogenesis antara lain dengan perkiraan mikroskopik terhadap densitas pembuluh darah atau MVD dari jaringan dengan pemeriksaan imunohistokimia (Choi et al. 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh El-Shahat et al. (2004), menyatakan bahwa dari 38 kasus menunjukkan ekspresi positif untuk antigen CD 34. Rata-rata MVD pada kanker esophagus adalah 5 sampai 45 dengan median 25. Ada korelasi signifikan antara jumlah MVD dengan stadium dan tingkatan tumor. Tumor dengan stadium dan tingkatan yang lebih tinggi memiliki MVD yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan stadium dan tingkatan tumor yang lebih rendah.

Perkiraan MVD merupakan teknik yang paling umum dipergunakan untuk menghitung angiogenesis intratumoral pada kanker payudara. Pada mulanya dikembangkan oleh Weidner, et.al. pada tahun 1991 dan mempergunakan pewarnaan panendotelial imonuhistokimia pada microvessel (Uzzan et al. 2004).

Peningkatan MVD telah dihubungkan secara umum dengan prognosis yang lebih buruk pada beberapa kanker termasuk kanker payudara, kolon, melanoma dan saluran genitourinaria pada wanita (Taweevisit, Keelawat & Thorner 2010).


(33)

Suatu ulasan sistematik (systematic review) oleh Uzzan et al. (2004), menyatakan bahwa 22 penelitian (4779 pasien) menunjukkan adanya hubungan antara MVD dengan angka survival (penelitian dengan hasil positif), dimana 21 penelitian (4157 pasien) menyatakan tidak ada hubungan (penelitian dengan hasil negatif).

Penelitian oleh Poon et al. (2002), menyatakan bahwa MVD yang tinggi merupakan suatu faktor prediktif untuk rekurens postreseksi dini pada pasien dengan karsioma hepatoseluler < 5 cm.

Bono et al. (2002), melakukan penelitian terhadap pasien dengan kanker prostat menyatakan bedasarkan uji chi square, MVD memiliki hubungan positif dengan stadium, dimana pasien stadium dini (T2a-b)

memiliki MVD yang realtif lebih rendah dibandingkan dengan pasien dengan stadium lanjut (T3a-b; T4; N1).

Penelitian mengenai apakah MVD dapat menjadi suatu marker prognostik untuk kanker gaster menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara MVD yang tinggi dengan metastasis kelenjar getah bening (p=0,003) (Zhao et al. 2006).

Angiogenesis adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam nutrisi dan oksigenasi sel tumor. Hal ini penting untuk proliferasi dan penyebaran metastasis neoplasma padat (Taweevisit,Keelawat & Thorner 2010). Penelitian tentang MVD pada karsinoma nasofaring pada umumnya mengenai penentuan nilai prognostik dari MVD. Penelitian-penelitian ini dilakukan baik secara manual maupun dibantu komputer dengan menggunakan berbagai antibodi penanda sel endotel dengan nilai batas yang berbeda-beda pula (Taweevisit, Keelawat & Thorner 2010). Beberapa penelitian juga telah menilai hubungan MVD dengan prognosis secara klinis pada tumor kepala leher dengan hasil yang bertentangan (Rao, Shenoy, & Karthikeyan, 2011)

Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Roychowdhury et al. (1996), menggunakan faktor penanda sel endotel antigen faktor VIII dengan pemeriksaan imunohistokimia manual, menyatakan bahwa angiogenesis


(34)

merupakan indikator prognostik yang signifikan pada karsinoma nasofaring. Dimana angiogenesis yang tinggi, ditandai dengan jumlah microvessel lebih besar atau sama dengan metastasis jauh (p=0,03), overall survival yang rendah (p = 0,02) dan disease free survival (p = 0,02).

Microvessel density juga dinyatakan indikator prognostik independen yang penting sehubungan dengan survival (p = 0,0273), dimana jumlah microvessel terbanyak memiliki resiko relatif kematian 2,4399 (Rubio et al. 2002)

Evoric et al. (2005), pada penelitian menggunakan penanda endotel antigen CD34 dengan penghitungan microvessel oleh komputer, sebaliknya, menyatakan secara statistik, tidak ada korelasi antara MVD dengan status tumor, ukuran kelenjar getah bening, overall survival dan disease free survival. Namun penelitian ini menemukan adanya korelasi yang signifikan antara peningkatan MVD dengan rekurensi penyakit (p = 0,02).

Sari (2004) pada penelitiannya tentang korelasi tingkat ekspresi COX-2 dengan gambaran angiogenesis pada karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi mendapatkan rerata MVD pada karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi sebesar 61 + 43,81 microvessel per lapangan pandang. Pada penelitian ini, kasus dengan densitas pembuluh darah > 45 disebut densitas pembuluh darah tinggi. Pemeriksaan imunohistokimia pada penelitian ini menggunakan penanda endotel CD31 dengan penghitungan microvessel secara manual.

2.5 COX-2 dan Angiogenesis

Ekspresi COX-1 dan COX-2 ditemukan pada beberapa kanker manusia. Pembuluh darah angiogenik di dalam dan di sekitar tumor mengekspresikan COX-2 selain sel epitel neoplastik kanker manusia termasuk kolon, paru, payudara, prostat, pancreas, dan karsinoma sel


(35)

hanya dijumpai secara fokal dan pada kadar yang rendah. Ekspresi COX-2 terdapat pada epitel kanker dan terutama pada pembuluh darah tumor yang berinvasi. Pada endotel vaskuler pewarnaan imunohistokimia COX-1 hanya terlihat pada pembuluh darah normal yang tidak berhubungan dengan lesi kanker. Berdasarkan data ini, ditunjukkan bahwa COX-2, bukan COX-1, terbentuk pada epitel maligna dan juga terekspresi pada sel yang mengalami respon angiogenik terhadap kanker (Leahy, Koki & Masferrer 2000).

Induksi COX-2 atau ekspresi berlebihnya berhubungan dengan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 bekerja melalui resptor yang disebut dengan reseptor EP (EP1,2,3 dan 4). Reseptor ini terletak seluruhnya pada permukaan sel. PGE2 ditemukan meningkat pada karsinogenesis kanker kolorektal, menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan tumor dan biosintesis prostaglandin. PGE2 dapat meningkatkan regulasi Bcl-2 yang merupakan protein antiapoptosis yang diperantarai oleh aktivasi MAPK. PGE2 juga dapat meregulasi EGFR melalui pelepasan amphiregulin. PGE2 juga mengaktivasi Src kinase yang menginduksi pertumbuhan sel (Sebolowski 2010).

PGE2 juga penting pada invasi tumor. Penelitian Ma et al. sebagaimana di kutip oleh Sebolowski (2010) dapat meningkatkan angka metastasis. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa PGE2 meningkatkan level VEGF (Vascular Endotheliah Growth Factor).

VEGF memproduksi matrix metalloprotein (MMP). MMP memecah ektraseluler matrix. Hal ini merangsang migrasi sel endotel. Sel endotel mulai membelah begitu mereka bermigrasi ke jaringan sekitarnya. Kemudian tersusun menjadi pembuluh darah dan kemudian berkembang menjadi pembuluh darah matur (Nishida 2006).


(36)

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori Kanker

Asam arakhidonat

PGG2

Macrophage, dendrite cell, Lymphosit COX-2

PGH2

PGE2 thromboxan

PGF2 PGD2 PGI2

Bekerja melalui ikatan dengan reseptor EP1 -4

Src kinase NFKB

Amphiregulin VEGF

Angiogenesis

MMP-9 EGFR

Mengaktivasi c-myc Aktivasi MAPK

Proliferasi

Bcl-2

Antiapoptotic protein

Mengaktivasi STAT-3

COX-2 Sitkoin (IL1, IL6,


(37)

2.7 Kerangka Konsep

:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.8 Hipotesis

Ada korelasi yang bermakna antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

Macrophage, dendrite cell, Lymphosit

TNF-α

VEGF COX-2

MMP

ANGIOGENESIS

MICROVESSEL DENSITY

Faktor Angiogenik Antiangiogenik

KARSINOMA NASOFARING • Ukuran tumor primer (T)

• Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

• Stadium Klinis


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi potong lintang (cross sectional).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher RS. H. Adam Malik Medan dan Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU selama bulan April-Oktober 2013.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah penderita yang didiagnosis sebagai penderita karsinoma nasofaring berdasarkan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke Divisi Onkologi-Bedah Kepala Leher Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

.

3.3.2 Sampel

Besar sampel yang diperlukan untuk mengetahui korelasi ekspresi COX-2 dengan MVD dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian analitik korelatif.

N =� Zα+ Zβ 0,5 ln [1 + r1r]

2 + 3

Keterangan :

N : Jumlah sampel yang akan diperiksa α : Kesalahan tipe I (0,05)


(39)

β : Kesalahan tipe II (0,1) Z β : 1,282

r : Perkiraan koefisien korelasi (0,615) (Sari, 2004)

N =� 3,242 0,5 ln 4,19�

2 + 3

N =� 3,242 0,5 x 1,43�

2 + 3

N =� 3,242 0,5 ln 4,19�

2 + 3 N = 23,46

N≈ 24 Kriteria Inklusi :

1. Penderita yang didiagnosis KNF berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi baik laki-laki maupun perempuan.

2. Bersedia diikutsertakan pada penelitian dan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi

1. Penderita yang sudah pernah didiagnosis menderita keganasan lainnya.

2. Penderita sudah pernah mendapat pengobatan dengan radioterapi, kemoterapi atau kombinasi keduanya.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel penelitian dengan cara non probability consecutive sampling.


(40)

3.4 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :

o Ekspresi COX-2 o Microvessel density o Ukuran tumor primer (T)

o Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) o Stadium klinis

3.5 Definisi Operasional

1. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas berasal dari sel epitel yang melapisi permukaan nasofaring (Brennan, 2006)

2. Tumor primer (T) karsinoma nasofaring adalah besar dan perluasan tumor primer sesuai kriteria AJCC tahun 2010 yang diukur oleh ahli Radiologi dengan memakai CT-Scan.

Hasil ukur : 1, 2, 3, 4

T1:Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2: Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3: Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal

T4: Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.

3. Ukuran kelenjar getah bening leher (N) adalah ukuran kelenjar getah bening leher sesuai kriteria AJCC tahun 2010 yang diukur oleh ahli Radiologi dengan memakai CT-Scan.

Hasil ukur : 0,1,2,3

N0 :Tidak ada metastase ke KGB regional

N1 :Metastase kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau


(41)

unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2 :Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.

N3 :Metastase pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavikular.

4. Stadium karsinoma nasofaring adalah penentuan stadium penyakit berdasarkan klasifikasi AJCC tahun 2010 yang dikelompokkan: I, II, III, IV

5. Ekspresi COX-2 adalah pemeriksaan imunohistokimia yang pada pewarnaan coklat pada sitoplasma dan membran sel. Skor imunoreaktif diperoleh dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas.

Hasil ukur : Skor imunoreaktif : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

Ekspresi COX-2 positif : Skor imunoreaktif > 4 Ekspresi COX-2 negatif : Skor imunoreaktif < 4 (Tan & Puti 2005)

6. Microvessel density

Jumlah pembuluh darah mikro per lapangan pandang yang diperiksa dengan pemeriksaan immunohistokimia.

Hasil Ukur : Jumlah pembuluh darah mikro (Microvessel/MV) / Lapangan Pandang (LP)

• MVD tinggi : > 45 MV/LP • MVD rendah : < 45 MV/LP (Sari 2004)

3.6 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan nasofaring penderita KNF. Bahan ini diperiksa secara immunohistokimia dengan menilai immunoreaktivitas antibodi COX-2.


(42)

Reagen untuk pemeriksaan histopatologi: formalin 10%, blok parafin, aqua destillata, hematoxyllin-eosin.

Reagen untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, H202 0,5% dalam methanol, Tris

Buffer Saline (TBS), antibody CD31, Choromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin, aqua destillata.

3.7 Instrumen Penelitian

Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan dan reagen sebagai berikut:

a. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita b. Formulir persetujuan ikut penelitian

c. Alat untuk biopsi: blakesley nasal foscep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 00.

d. Alat untuk pemeriksaan immunohistokimia: Sistem visualisasi immunohistokimia, mesin pemotong jaringan (microtome), silanized slide.

3.8 Prosedur Kerja Pemeriksaan Immunohistokimia:

1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5menit 2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk

80%, Alk 70%)

@ 4menit

3. Cuci dengan air mengalir 5 menit 4. Masukkan slide ke dalam PT Link Dako

Epitope Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time 98°C selama 15 menit.

± 1 jam

5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4

5 menit

6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 mnt 7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit


(43)

3 %

9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 10. Inkubasi dengan antibodi CD-31 dengan

pengenceran 1:200 untuk pemeriksaan MVD, dan dengan antibodi COX-2 dengan

pengenceran 1:40 untuk pemeriksaan ekpresi COX-2.

1 jam

11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 /Tween 20

5 menit

12. Dako Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit 13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4

/Tween 20

5-10 menit 14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan

pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat (tahan 5 hari di suhu 2-8°C setelah di-mix)

5 menit

15. Cuci dengan air mengalir 10 menit 16. Counterstain dengan Hematoxylin 3 menit 17. Cuci dengan air mengalir 5 menit 18. Lithium carbonat (5% dlm aqua) 2 menit 19. Cuci dengan air mengalir 5 menit 20. Dehidrasi (Alk 80%, Alk 96%, Alk Abs) @5 menit 21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @5 menit 22. Mounting + cover glass

Kemudian dilakukan penilaian terhadap ekspresi COX-2 dan MVD oleh tiga orang ahli patologi.

Penilaian ekspresi COX-2 bersifat semikuantitatif yang dinyatakan dengan:


(44)

• Skor Intensitas COX-2, berupa intensitas warna yang terekspresi (warna coklat), dinilai:

0 : berarti negatif 1 : intensitas lemah 2 : intensitas sedang 3 : intensitas kuat.

• Skor luas (tingkat pewarnaan) COX-2 ditentukan menurut persentase luas area pewarnaan positif dibandingkan dengan area jaringan karsinoma pada 1-3 lapang pandang (LP), dinilai:

0 : berarti negatif

1 : pewarnaan positif < 10% jumlah sel 2 : pewarnaan positif 10-50% jumlah sel 3 : pewarnaan positif > 50% jumlah sel

Untuk skor akhir ekspresi COX-2 digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif diperoleh dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas. Skor imunoreaktif 4 atau lebih dinilai ekspresi COX-2 positif (Tan & Putti, 2005).

Penghitungan densitas pembuluh darah mikro dilakukan dengan metode yang sama dengan yang dilakukan oleh Sari (2004). Dengan pembesaran x40 diidentifikasi area dengan densitas pembuluh darah paling tinggi disebut dengan area Hot Spot. Kemudian dilakukan penghitungan kelompok sel endotel pembuluh darah dengan atau tanpa lumen pada pembesaran x200. Evaluasi dilakukan oleh 3 orang ahli patologi tanpa mengetahui data klinis pasien. Hasil ukur dinyatakan dalam jumlah pembuluh darah mikro ( Microvessel/MV) per lapangan pandang (LP) (Sari, 2004).


(45)

3.9 Kerangka Kerja

3.10 Cara Pengumpulan Data

Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen Telinga hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia di Departemen Patologi Anatomi FK USU.

3.11 Cara Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan program komputer SPSS. Untuk menilai korelasi antara kadar COX-2 dan MVD semula akan di uji dengan uji korelasi Pearson. Namun oleh karena data tidak terdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Spearman. Data dipresentasikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Jaringan Karsinoma Nasofaring

Korelasi kedua parameter

Pemeriksaan IHC COX-2 Pemeriksaan MVD


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Sampel diambil secara non probabilty consecutive sampling dari populasi penelitian hingga memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan rumus perhitungan besar sampel untuk korelasi yaitu 24 sampel. Diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik N %

Umur (tahun)

≤20 1 4,17

21-40 4 16,66

41-60 16 66,67

>60 3 12,50

Jenis Kelamin

Laki-laki 18 75,00

Perempuan 6 25,00

Tipe Histopatologi

Keratinizing squamous cell carcinoma 1 4,17

Non keratinizing squamous cell carcinoma 12 50,00

Undifferentiated carcinoma 11 45,83

Ukuran Tumor Primer

T1 5 20,83

T2 5 20,83

T3 6 25,00

T4 8 33.34

Pembesaran Kelenjar Getah Bening Leher

N0 1 4,17

N1 5 20,83

N2 9 37,50

N3 9 37,50

Stadium

I 0 0

II 2 8,33

III 7 29,17


(47)

Berdasarkan tabel 4.1. usia termuda pada subjek penelitian ini adalah 16 tahun, usia tertua 67 tahun dengan rerata 47,54 + 11,651. Rentang usia terbanyak adalah 41-60 tahun yaitu sebanyak 16 subjek (66,67 %). Subjek laki-laki sebanyak 18 subjek (75,00%) dan perempuan 6 subjek (25,00 %).

Berdasarkan tipe histopatologi, terbanyak dijumpai tipe non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 12 subjek (50,00%) dan paling sedikit dengan tipe keratinizing squamous cell carcinoma yaitu sebanyak 1 subjek (4,17%). Ukuran tumor primer terbanyak dijumpai pada penelitian ini adalah T4 yaitu 8 subjek (33,34%), paling sedikit T1 yaitu 5 subjek (20,83%). Pembesaran kelenjar getah bening terbanyak adalah N2 dan N3 yaitu masing-masing 9 subjek (37,50%), paling sedikit N0 yaitu 1 subjek (4,17%). Stadium terbanyak dijumpai adalah stadium 4 yaitu sebanyak 15 (62,50%) dan tidak dijumpai pasien dengan stadium 1.

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi ekspresi COX-2

Ekspresi COX-2 N %

Positif 17 70,83

Negatif 7 29,17

Total 24 100,00

Berdasarkan tabel 4.2. ekspresi COX-2 positif ditemukan pada 17 (70,83%) subjek penelitian dan dijumpai negatif pada 7 (29,17%) subjek.

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi microvessel density

MVD N %

Tinggi (>45MV/LP) 17 70,83

Rendah ( <45 MV/LP) 7 29,17


(48)

Berdasarkan tabel 4.3 ditemukan 17 (70,83%) jaringan karsinoma nasofaring dengan MVD tinggi dan 7 (29,17%) dengan MVD rendah.

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan ekspresi COX-2.

Ekspresi COX-2

Positif % Negatif %

Ukuran Tumor Primer

T1-T2 5 29,4 5 71,4

T3-T4 12 70,6 2 28,6

Berdasarkan tabel 4.4, COX-2 positif dijumpai pada ukuran tumor T3 dan T4 sebanyak 12 subjek (70,6%) dan COX-2 negatif ditemukan pada 2 subjek (28,6%). Sedangkan pada ukuran tumor primer T1 dan T2, COX-2 positif dijumpai pada 5 subjek (71,4%), COX-2 negatif dijumpai pada 5 subjek (29,4%). Uji Fisher’s exact menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran tumor primer dengan COX-2 (p=0,085).

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pembesaran kelenjar getah bening leher (N) berdasarkan ekspresi COX-2.

Ekspresi COX-2 Positif % Negatif % Pembesaran KGB

Leher

N0 1 5,9 0 0

N1-3 16 94,1 7 100

Berdasarkan tabel 4.5, COX-2 positif ditemukan pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening termasuk tanpa pembesaran kelenjar getah bening (N0). Sedangkan COX-2 negatif ditemukan pada 7 subjek (100%) dengan N1-3. Setelah dilakukan uji Fisher’s exact, tidak ditemukan

Uji Fisher’s exact p =

0,085

Uji Fisher’s exact p =


(49)

adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan ekspresi COX-2 (p = 1,000).

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan ekspresi COX-2. Ekspresi COX-2

Positif % Negatif %

Stadium

I-II 1 5,9 1 14,3

III-IV 16 94,1 6 85.5

Berdasarkan tabel 4.6, ekspresi COX-2 positif ditemukan terutama pada stadium III dan IV yaitu sebanyak 16 subjek (94,1%) sedangkan pada stadium I-II hanya ditemukan pada 1 subjek (14,3%). COX-2 negatif pada stadium III-IV dijumpai pada 6 subjek (85,5%), pada stadium I-II dijumpai pada 1 subjek (14,3%). Uji Fisher’s exact menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara stadium klinis dengan ekspresi COX-2 (p = 0,507).

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan MVD. MVD

Tinggi % Rendah %

Ukuran Tumor Primer

T1 – T2 7 41,2 3 42,9

T3 – T4 10 58,8 4 57,1

Berdasarkan tabel 4.7, MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3 dan T4 yaitu pada 10 subjek (58,8%), sedangkan pada T1 dan T2 ditemukan pada 7 subjek (41,2%). MVD rendah pada ukuran tumor primer T3 dan T4 ditemukan pada 4 subjek (57,1%), sedangkan pada ukuran T1 dan T2 ditemukan pada 3 subjek (42,9%). Uji Fisher’s exact pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ditemukan

Uji Fisher’s exact p =

0,507

Uji Fisher’s exact p =


(50)

adanya hubungan yang bermakna antara ukuran tumor primer dengan MVD (p=0,296).

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi ukuran pembesaran kelenjar getah bening (N) berdasarkan MVD.

MVD

Tinggi % Rendah %

Pembesaran KGB leher

N0 0 0 1 14,3

N1-N3 17 100 6 85,7

MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada pembesaran kelenjar getah bening N1- N3 yaitu sebanyak 17 subjek (100%). Tidak ditemukan MVD yang tinggi pada karsinoma nasofaring tanpa pembesaran kelenjar getah bening leher. MVD rendah pada pembesaran kelenjar getah bening N1-N3 ditemukan pada 6 subjek (85,7%). MVD rendah pada N0 ditemukan pada 1 subjek (14,3%). Setelah dilakukan uji Fisher’s exact, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD (p=0,292).

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan MVD MVD

Tinggi % Rendah %

Stadium

I – II 2 11,8 0 0

III – IV 15 88,2 7 100

Uji Fisher’s exact p = 1,000

MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada stadium III dan IV yaitu sebanyak 15 subjek (88,3%), sedangkan pada stadium I dan II ditemukan pada 2 subjek (11,8%). MVD rendah pada stadium III dan IV ditemukan

Uji Fisher’s exact p


(51)

pada 7 subjek (100%). Uji fisher’s exact menunjukkan tidak ada hubungan antara stadium klinis dengan MVD (p=1,000).

Diagram 4.1. Korelasi Ekspresi COX-2 dengan MVD

Tabel 4.10. Tabel Korelasi antara COX-2 dengan MVD

MVD

Spearman's rho IMUNOREAKTI F

Correlation Coefficient

.559(**)

Sig. (2-tailed) .005

N 24

r = 0,559 ; p = 0,005

Diagram 4.1 dan tabel 4.10 menunjukkan adanya korelasi positif sedang antara COX-2 dengan MVD dengan koefisien korelasi (r) 0,559, dengan p = 0,005.

MVD

120 100 80

60 40 20 0

IM

UNO

REAKT

IF

10

8

6

4

2


(52)

BAB 5 PEMBAHASAN

Subjek pada penelitian ini berkisar antara usia 16-71 tahun dengan rerata 47,54 + 11,651. Kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 41-60 yaitu sebanyak 16 (tabel 4.1). Meskipun tidak sama persis namun sejalan dengan peneliti-peneliti lainnya yang mendapatkan penderita KNF terbanyak pada kelompok usia 36-60 tahun (Harahap 2009; Siregar, 2010; Puspitasari 2011).

Pada penelitian ini perbandingan subjek dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2,7:1 (Tabel 4.1). Beberapa penelitian di berbagai negara juga menunjukkan penderita KNF laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan rata-rata perbandingan 2-3:1(Roychowdury et al. 1996; Chien et al. 2001; Lin et al. 2002; Segawa et al. 2009; Taweevisit, Keelawat & Thoner 2010).

Tipe histopatologi terbanyak adalah non keratinizing squamous cell carcinoma. Ukuran tumor primer terbanyak dijumpai pada penelitian ini adalah T4. Pembesaran kelenjar getah bening terbanyak dijumpai adalah N2 dan N3 serta stadium terbanyak dijumpai adalah stadium 4 (tabel 4.1). Gejala dini KNF tidak khas, mirip dengan infeksi saluran nafas atas sehingga kurang mendapat perhatian dari penderita maupun dokter pemeriksa. Selain itu letak tumor yang tersembunyi di nasofaring sehingga sulit diperiksa, peralatan yang kurang memadai, pengetahuan yang kurang, kepercayaan pada pengobatan non medis, takut berobat ke dokter dan kondisi sosial ekonomi yang lemah dari penderita seringkali menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Oleh karena itu gejala dini dari KNF sering terlewatkan dan pasien terdiagnosis setelah ukuran tumor dan pembesaran kelenjar getah bening berukuran besar serta pada stadium lanjut.

Pada penelitian ini dijumpai adanya ekspresi COX-2 positif pada 17 34


(53)

Xu et al. (2006), menemukan 73,3% penderita karsinoma nasofaring dengan ekspresi COX-2 positif. Ji et al. (2012) menyatakan bahwa COX-2 positif ditemukan pada pada 38/63 (63,31%) penderita karsinoma tiroid, sedangkan Wu et al. (2004) menyatakan bahwa pada kanker kolorektal ditemukan 84,9% menunjukkan ekspresi COX-2 positif.

Prostaglandin endoperoxidase sintase-2 atau COX-2 adalah enzim kunci dalam produksi prostaglandin. Enzim ini ditemukan meningkat pada berbagai keganasan, seperti pada kolon, paru, payudara dan kepala leher, dan dapat dipicu oleh berbagai sitokin, hormon dan promoter tumor (Gallo et al. 2001).

Prostaglandin dan isoenzim COX-2 dapat membantu proses karsinogenesis dengan merubah proses sel normal seperti proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, imunomodulasi dan metabolisme karsinogen. Prostaglandin dapat meningkatkan proliferasi sel dengan bantuan pemodifikasi biologis seperti poliamin. Peningkatan level poliamin dihubungkan dengan peningkatan sintesis DNA, sebagai hasil aktifitas ornithine decarboxylase. Pada epitel kolon dan sel epidermal, ditunjukkan bahwa promoter tumor endogen dan eksogen merangsang aktifitas ornithine decarboxylase melalui proses yang tergantung pada PGE2. PGE2 dinyatakan merupakan proliferator keratinosit sel manusia yang penting. Pada model karsinoma kulit induksi ornithine decarboxylase terlihat pada tumorigenesis (Rishikesh & Sadhana 2003).

Overproduksi dari PGE2 sebagai akibat peningkatan COX-2 juga dapat mengirimkan sinyal yang tidak sesuai pada sel, sehingga merangsang pertumbuhan sel atau mengurangi apoptosis (Rishikesh & Sadhana 2003).

Hal diatas menjelaskan mengapa pada penelitian ini ditemukan jumlah subjek dengan ekspresi COX-2 positif lebih besar dibandingkan dengan yang negatif.

Pada penelitian ini diperoleh nilai MVD adalah antara 0-122 MV/LP dengan rata-rata 55 + 30,219. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh


(54)

Sari (2004), maka ditetapkan batas MVD disebut tinggi apabila > 45 MV/LP. Sehingga pada penelitian ini diperoleh MVD tinggi pada 17 (70,83%) subjek (tabel 4.3).

Penelitian oleh Xu et al. (2006) menemukan rata-rata MVD sebesar 32. Sari (2004), pada penderita KNF tak berdiferensiasi mendapatkan MVD berkisar antara 3 – 188 dengan rerata 61,2 + 48,31 MV/LP, sedangkan Roychowdury et al. (1996), mendapatkan kisaran MVD 14-101 MV/LP dengan rerata 48. Zhao et al. (2006) pada penelitiannya pada kanker lambung mendapatkan rerata MVD 28,46 + 8,28, dengan cut off point 28, didapatkan 67 pasien dengan MVD tinggi dan 37 pasien dengan MVD rendah.

Perbedaan hasil MVD pada berbagai penelitian ini mungkin disebabkan perbedaan teknik pembacaan dan teknik pewarnaan dengan marker yang berbeda seperti CD31, CD34, CD105 dan faktor VIII, dan hingga saat ini belum ada penelitian yang membandingkan berbagai teknik pewarnaan in untuk menentukan teknik pewarnaan yang ideal (Rao, Shenoy & Karthikeyan 2011).

Pada penelitian ini, sesuai tabel 4.4, ditemukan bahwa subjek dengan ekspresi COX-2 posiif lebih banyak dijumpai pada ukuran tumor T3 dan T4 (70,6%), dibandingkan dengan ukuran tumor T1 dan T2 (29,4%).

Namun setelah dilakukan uji fisher’s exact, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara ekspresi COX-2 dengan ukuran tumor primer (p=0,085).

Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa COX-2 dapat dideteksi pada berbagai jenis tumor. Dan dikatakan bahwa COX-2 berperanan dalam pertumbuhan dan invasi tumor (Ji et al. 2012). Ekspresi berlebih dari COX-2 dapat menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 dapat meningkatkan regulasi Bcl-2 yang merupakan protein antiapoptosis yang diperantarai oleh aktivasi MAPK. PGE2 juga dapat meregulasi EGFR melalui pelepasan amphiregulin.


(55)

(Sebolowski et al. 2010). Ini dapat menjelaskan mengapa ekspresi COX-2 positif lebih banyak dijumpai pada ukuran tumor T3-T4 dibandingkan T1-T2.

Penelitian oleh Nassar et al. (2007), menyatakan bahwa ada korelasi antara ekspresi COX-2 dengan prognosis kanker payudara yang lebih buruk (ditandai dengan ukuran tumor yang lebih besar dan stadium yang lebih tinggi). Pertumbuhan dan perkembangan sel dipengaruhi oleh COX-2, melalui kerjanya menginduksi antiapoptosis dan angiogenesis. Untuk kanker payudara, ekspresi berlebih COX-2 juga meningkatkan pertumbuhan sel melalui aktivasi reseptor estrogen (Divella, Challa & Tagaram 2010). Perbedaan mekanisme kerja COX-2 terhadap kanker payudara dan kanker lainnya mungkin menyebabkan ditemukannya korelasi pada penelitian Nassar et al. (2007), sementara pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna. Disamping itu kanker merupakan suatu proses banyak tahap dan melibatkan berbagai macam enzim, hormon, sitokin dan gen. COX-2 hanya salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan kanker. Ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara COX-2 dengan ukuran tumor pada penelitian ini.

Pada penelitian ini dijumpai ekspresi COX-2 positif pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening, termasuk yang tanpa pembesaran kelenjar getah bening (N0) dan uji fisher’s exact pada penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna pada ekspresi COX-2 dengan pembesaran kelenjar getah bening dengan p= 1,000 (tabel 4.5). Ekspresi berlebih COX-2 dapat merangsang VEGF-C yang penting untuk lymphangiogenesis sehingga dapat meningkatkan pembentukan pembuluh limfatik baru yang menjadi langkah awal penyebaran kelenjar getah bening (Mandriota et al. 2001). Namun ekspresi berlebih COX-2 tidak hanya merangsang limfangiogenesis. COX-2 juga merangsang proses angiogenesis dan anti apoptosis (Rishikesh & Sadhana 2003). Ini mungkin dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini dijumpai


(56)

ekspresi COX-2 positif pada semua ukuran pembesaran kelenjar getah bening, termasuk yang tanpa pembesaran kelenjar getah bening (N0) Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna pada ekspresi COX-2 berdasarkan stadium klinis (p=0,507). Hal ini sesuai dengan penelitian Tan & Putti (2005) pada karsinoma nasofaring yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara COX-2 dengan peningkatan stadium tumor (p=0,423). Sementara itu penelitian Kyzas, Stefanou and Agnantis (2005) yang menyatakan adanya korelasi yang positif antara ekspresi COX-2 dengan stadium klinis (p=0,035).

Cyclooxygenase-2 merupakan enzim kunci untuk metabolisme prostaglandin dan telah banyak ditemukan pada berbagai keganasan (Wu et al. 2004; Xu et al. 2006;Ji et al. 2012). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa COX-2 memiliki peranan pada karsinogenesis, pertumbuhan serta perkembangan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, melalui berbagai jalur (Gallo et al. 2001; Kyzas, Stefanou & Agnantis 2005). Peranannya dimediasi oleh sejumlah molekul seperti VEGF-A, CD44, dan matriks metalloproteinase dan menginduksi terjadinya angiogenesis tumor, peningkatan tingkat invasi, penghambatan apoptosis serta peningkatan proliferasi sel. Hal ini yang menyebabkan peningkatan COX-2 dihubungkan dengan peningkatan stadium dan prognosis yang buruk pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher (Kyzas, Stefanou & Agnantis 2005).

Penderita KNF umumnya datang ke rumah sakit sudah pada stadium lanjut, jarang ditemukan pasien dengan stadium dini. Begitu juga dalam penelitian ini, sehingga perbandingan jumlah penderita KNF masing-masing stadium tidaklah seimbang. Hal ini mungkin menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna pada stadium klinis berdasarkan ekspresi COX-2 pada penelitian ini.


(57)

ditemukan adanya hubungan yang bermakna pada frekuensi ukuran tumor primer (T) berdasarkan MVD (p=0,296) (tabel 4.7). Sesuai dengan penelitian Tae et al. (2000) yang menyatakan bahwa microvessel density tidak berhubungan dengan stadium T tumor.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Choi et al. (2005) yang menyatakan menyatakan ada hubungan yang signifikan antara ukuran tumor primer kanker payudara dengan MVD (p=0,0001), begitu juga Poon (2002), pada penelitian kanker hepatoseluler (p<0,001).

Pada penelitian terdahulu, Muthukaruppan et al. (dikutip oleh Nishida et al. 2006), menyatakan bahwa sel kanker tanpa sirkulasi darah tumbuh dengan diameter 1-2 mm3, kemudian berhenti tumbuh, namun tumbuh hingga lebih besar dari 2 mm3 apabila diletakkan pada daerah dimana angiogenesis mungkin terjadi. Tanpa adanya dukungan vaskuler, tumor dapat menjadi nekrotik atau bahkan mengalami apoptosis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini MVD tinggi ditemukan pada semua tingkat ukuran tumor primer, meskipun pada uji statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna.

Hasil penelitian ini menunjukkan KNF dengan metastasis ke kelenjar getah bening (N1,N2,N3) memiliki MVD tinggi, sementara karsinoma nasofaring yang tanpa metastasis ke kelenjar getah bening (N0) tidak menunjukkan adanya MVD yang tinggi (tabel 4.8). Namun uji fisher’s exact menunjukkan tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD (p=0,292). Sesuai dengan penelitian Roychowdury et al. (1996) dan Evoric et al. (2005), yang tidak menemukan adanya hubungan antara MVD dengan metastasis ke kelenjar getah bening.

Berbeda dengan penelitian Gallo et al. (2001), yang menemukan bahwa MVD berkorelasi secara statistik dengan pembesaran kelenjar getah bening (p=0,0001).

Limfangiogenesis, merupakan langkah awal untuk metastasis, dimediasi oleh aksi VEGF-C dan VEGF-D pada reseptor VEGFR3.


(58)

Sementara, VEGF-A berikatan dengan VEGFR-1 dan VEGFR-2, dan merupakan faktor penting untuk faktor hemangiogenik (Cursiefen et al. 2004). Perbedaan faktor yang berperan pada proses limfangiogenesis dan hemangiogenesis mungkin dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD.

Secara teori COX-2 dapat merangsang pembentukan VEGF. Pada penelitian ini, COX-2 positif ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening, sementara MVD tinggi tidak ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening. Ini mungkin disebabkan perbedaan VEGF yang bekerja pada proses angiogenesis dan limfangiogenesis. Namun hal ini memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Uji fisher’s exact antara MVD dengan stadium klinis karsinoma nasofaring pada penelitian ini (tabel 4.9) menemukan tidak ada perbedaan stadium klinis berdasarkan MVD (p=1,000).

Penelitian ini sesuai dengan Taweevisit et al. (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara MVD dan stadium tumor.

Berbeda dengan Guang-Wu et al. (2000) yang menemukan adanya peningkatan MVD yang signifikan pada stadium lanjut (stadium III dan IV) bila dibandingkan dengan stadium dini (stadium I dan II) (p < 0,01).

Folkman (1971) sebagaimana dikutip oleh Guang Wu et al. (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan dan metastasis tumor bergantung pada pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Sel tumor dapat menghasilkan tumor angiogenesis factor (TAF) yang menyebabkan migrasi dan proliferasi sel endotel. Pada saat bersamaan sel endotel juga menghasilkan faktor pertumbuhan (seperti PDGF) yang menstimulasi pertumbuhan tumor. Interaksi antara sel endotel dengan sel tumor membentuk jaringan vaskuler. Namun, karena jaringan kapiler ini belum matang maka sel tumor dapat berpenetrasi ke dalam pembuluh darah


(59)

Hal diatas menjelaskan bahwa angiogenesis mempengaruhi pertumbuhan dan metastasis tumor. Sementara, pertumbuhan serta metastasis tumor dapat menentukan stadium klinis karsinoma. Sehingga tingkat angiogenesis, yang dapat dinyatakan dengan MVD, seharusnya memiliki hubungan dengan stadium klinis.

Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara MVD dengan stadium klinis. Ini mungkin disebabkan tidak seimbangnya distribusi frekuensi penderita KNF yang menjadi subjek penelitian ini, dan tidak ditemukannya penderita KNF stadium I, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek yang terdistribusi seimbang, sehingga dapat benar-benar terlihat ada atau tidaknya hubungan antara MVD dengan stadium klinis.

Pada penelitian ini ditemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD dengan koefisien korelasi 0,559 dan tingkat kemaknaan p = 0,005 (Diagram 4.1 dan tabel 4.10).

Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Sari (2004) yang menemukan adanya korelasi positif dengan koefisien korelasi 0,615 dengan tingkat kemaknaan tinggi (p<0,01) antara tingkat ekspresi Cyclooxygenase-2 dengan gambaran angiogenesis.

Pada penelitan Tan dan Putti (2005) menyatakan MVD berkisar antara 1-59 (rata-rata 24,2), namun tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna MVD pada kelompok COX-2 positif dengan COX-2 negatif (p=0,774).

Gallo et al. (2001) menyatakan ditemukan adanya peningkatan angiogenesis pada tumor dengan ekspresi COX-2 positif (p=0,007).

Wu et al. (2004), menyatakan bahwa COX-2 positif ditemukan pada 84,9% kanker kolorektal. Dari jaringan dengan COX-2 positif tersebut ditemukan 55,3% dengan ekspresi VEGF positif .Secara statistik ditemukan hubungan positif antara COX-2 dengan VEGF dengan koefisien korelasi 0,409 (p=0,015). VEGF merupakan salah satu faktor


(60)

angiogenik. Sehingga ekspresi VEGF positif akan menunjukkan adanya angiogenesis.

Berbeda dengan Tan dan Putti (2005) yang tidak menemukan adanya hubungan antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada karsinoma nasofaring.

Angiogenesis merupakan proses dimana pembuluh darah baru terbentuk dan tumbuh. Angiogenesis dapat terjadi pada keadaan fisiologi, seperti pada masa reproduksi dan penyembuhan luka, serta pada keadaan patologis seperti pada pertumbuhan tumor ganas dan metastasis kanker. Terjadinya angiogenesis dipengaruhi oleh faktor-faktor proangiogenik termasuk prostaglandin. Prostaglandin berasal dari asam arakhidonat oleh kerja enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) atau cycloxygenase-2 (COX-2) (Leahy, Koki & Masferrer, 2000). Hal ini dapat menjelaskan mengapa ditemukan adanya korelasi yang positif antara COX-2 dan MVD pada penelitian ini.

Penelitian-penelitian mengenai MVD pada KNF sebelumnya menggunakan berbagai jenis antibodi yaitu faktor VIII, CD34 dan CD31. Tergantung kepada laboratorium pemeriksa dan bagaimana reaksi antibodi di jaringan. Sebaiknya ketiga antigen dibandingkan pada jaringan karsinoma yang akan diperiksa sebelum menentukan jenis antigen mana yang lebih baik. Kelemahan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan perbandingan penggunaan ketiga jenis antibodi, mengingat besarnya biaya reagen antibodi, disamping itu Taweevisit, Khelawat & Thoner (2010) pada penelitiannya terhadap jaringan karsinoma nasofaring menemukan bahwa CD31 adalah antibodi yang terbaik memberikan pewarnaan terhadap pembuluh darah, dan mewarnai latar belakang lebih sedikit dan tidak mewarnai sel-sel lain. Ini yang menjadi alasan pemilihan CD31 pada penelitian ini.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini dijumpai adanya ekspresi COX-2 positif pada 17 (70,83%) jaringan karsinoma nasofaring.

Pada penelitian ini diperoleh nilai MVD adalah antara 0-122 MV/LP dengan rata-rata 55 + 30,219. Subjek dengan MVD tinggi sebanyak 17 (70,83%) jaringan.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik pada ekspresi COX-2 dengan ukuran tumor primer (p=0,085), ukuran pembesaran kelenjar getah bening leher (p=1,000) serta stadium klinis (p=0,507).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara MVD dengan frekuensi ukuran tumor primer (T) (p=0,296), pembesaran kelenjar getah bening leher (p=0,292) dan stadium klinis (p=1,000).

COX-2 positif ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening, sementara MVD tinggi tidak ditemukan pada subjek dengan pembesaran kelenjar getah bening.

Ditemukan adanya korelasi positif sedang antara ekspresi COX-2 dan MVD dengan koefisien korelasi 0,559 dan tingkat kemaknaan p = 0,005.


(62)

6.2. Saran

Hasil pemeriksaan MVD yang berbeda pada hasil penelitian ini dengan penelitian lain mungkin disebabkan oleh belum adanya standard mengenai teknik pewarnaan, teknik pemeriksaan, antibodi yang digunakan pada pemeriksaan MVD pada KNF. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui teknik dan bahan yang terbaik, sehingga dapat diadopsi sebagai standar pemeriksaan MVD.

Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan peranan COX-2 terhadap limfangiogenesis dan angiogenesis, misalnya dengan membandingkan kadar VEGF-C yang berperan dalam limfangiogenesis dengan VEGF-A yang berperan dalam angiogenesis, atau dengan mencari faktor-faktor lain yang mempengaruhi limfangiogenesis pada karsinoma nasofaring.


(1)

LAMPIRAN 8

CURRICULUM VITAE I. IDENTITAS

1. Nama : dr. Nova Rahma Hasibuan

2. Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 08 November 1981 3. Alamat : Jl. Ampera VIII No. 16 Medan 4. No Telp/ HP : 0616624345 /081370062883

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1987-1993 : SD Kemala Bhayangkari 1 Medan 2. 1993-1996 : SLTP Negeri 1 Medan

3. 1996-1999 : SMU Negeri 1 Medan

4. 1999-2004 : Fakultas Kedokteran USU Medan 5. 2009- Sekarang : PPDS I. Kes THT-KL FK USU Medan

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. 2005-2009 : PTT di Puskesmas Tembilahan Kota Kab. Indragiri Hilir Riau

2. 2009-Sekarang : Pegawai Negeri Sipil Kab.Indragiri Hilir Riau

IV. KEANGGOTAAN PROFESI

1. 2004- 2005 : Anggota IDI Cabang kota Medan,

Sumatera Utara

2. 2005- sekarang : Anggota IDI Cab. Kab. Indragiri Hilir Riau

3. 2009- sekarang : Anggota Muda PERHATI-KL Cabang SUMUT


(2)

LAMPIRAN 9

GAMBAR PEMERIKSAAN CYCLOOXYGENASE-2 DAN MICROVESSEL DENSITY DENGAN IMUNOHISTOKIMIA

Gambar 1. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan

microvessel density tinggi, pembuluh darah terlihat berwarna coklat (Pembesaran x40)

Gambar 2. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan

microvessel density tinggi, pembuluh darah (berwarna coklat) dihitung dan dinyatakan sebagai microvessel/lapangan pandang (MV/LP)


(3)

Gambar 3. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan

microvessel density rendah pembuluh darah terlihat berwarna coklat (Pembesaran x40)

Gambar 4. Pewarnaan dengan CD 31 pada jaringan KNF dengan

microvessel density rendah, pembuluh darah (berwarna coklat) di hitung dan dinyatakan sebagai microvessel/lapangan pandang (MV/LP)


(4)

Gambar 5. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas kuat, sel yang mengekspresikan COX-2 berwarna coklat

(pembesaran x100)

Gambar 6. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas sedang, sel yang mengekspresikan COX-2 berwarna


(5)

Gambar 7. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan intensitas lemah, sel yang mengekspresikan COX-2 berwarna

coklat (pembesaran x100)

Gambar 8. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas + 3, sel yang mengekspresikan COX-2 (berwarna coklat) > 50%

dari semua sel (pembesaran x400)

Gambar 9. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas +2, sel yang mengekspresikan COX-2 (berwarna coklat)


(6)

Gambar 10. Pewarnaan imunohistokimia COX-2 pada jaringan KNF dengan skor luas +1, sel yang mengekspresikan COX-2 (berwarna coklat)