BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring - Korelasi Ekspresi Cyclooxygenase-2 Dengan Microvessel Density Pada Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

  Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi permukaan nasofaring (Brennan 2006). Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang paling sering dijumpai pada bangsa Cina dan Asia. Di Cina bagian selatan insidensi tahunan karsinoma nasofaring lebih dari 20 kasus per 100.000 populasi (Cho 2007). Sementara di Cina Utara, Mediterania (Italia Selatan, Yunani dan Turki), Afrika Utara dan Asia Tenggara insidensinya 5-9 kasus per 100.000 populasi (Her 2001). Karsinoma nasofaring lebih umum dijumpai pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Insidensinya meningkat pada usia 50-60 tahun (Jeyakumar et al. 2006) Diyakini bahwa terdapat sejumlah faktor lingkungan bersama dengan faktor genetik/host yang mungkin bertanggung jawab terhadap penyebab kanker ini. Ho (1976), seperti dikutip oleh Kumar (2003), menyatakan sedikitnya ada 3 faktor etiologi yaitu infeksi Virus Epstein-Barr, kerentanan genetik dan faktor lingkungan yang berperan dalam tingginya insidensi karsinoma nasofaring di Cina. Pasien karsinoma nasofaring jarang ditemukan asimptomatik. Kebanyakan pasien memiliki berbagai gejala yang onsetnya berbeda-beda dan kadang tidak diperhatikan oleh pasien selama berbulan-bulan (Chew 1997). Manifestasi klinik yang timbul adalah berupa gejala-gejala seperti gejala telinga yaitu kurang pendengaran tipe hantaran, rasa penuh di telinga, seperti terisi air, berdengung atau tinitus (Sudyartono & Wiratno 1996). Otitis media serosa dijumpai pada 41% pasien dari 237 pasien yang baru terdiagnosa KNF. Sehingga apabila seorang pasien dewasa, ras cina datang dengan gejala ini, seorang ahli THT-KL harus mempertimbangkan kemungkinan KNF (Wei 2006).

  4 Gejala hidung dapat berupa epistaksis, sekret hidung atau saliva bercampur darah serta sumbatan hidung. Ozaena terjadi sebagai akibat nekrosis tumor dan khas pada karsinoma nasofaring stadium lanjut (Chew 1997). Karsinoma nasofaring memiliki kecenderungan untuk cepat menyebar ke kelenjar limfe. Metastasis kelenjar limfe bilateral dan kontralateral sering dijumpai (Chew 1997). Diagnosis karsinoma nasofaring dapat ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti memerlukan biopsi. Untuk melihat lesi lebih jelas dan untuk melihat lesi yang tidak dapat diraba dipergunakan indirect nasopharyngoscopy atau

  flexible fiber optic atau endoskopi kaku. Dengan endoskopi maka biopsi dapat dilakukan (Her 2001; Jeyakumar et al. 2006).

  Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk karsinoma nasofaring adalah CT-Scan dengan kontras dan MRI dengan enhancement. Umumnya buku onkologi lebih menganjurkan pemeriksaan MRI dari pada CT-Scan karena dapat memberikan detail yang lebih baik tentang perluasan dan keterlibatan intrakranial. Sebaliknya, CT-Scan dapat menunjukkan adanya erosi tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan stadium penyakit (Jeyakumar et al. 2006). Deteksi pasti metastasis jauh pada saat diagnosis sulit dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bone scan, scintigraphy hati dan biopsi sumsum tulang sedikit membantu. Pemeriksaan ini sebaiknya hanya dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi mengalami metastasis jauh (misalnya, pasien dengan N3) (Wei 2006). Klasifikasi histologi KNF yang diajukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 1978 mengklasifikasikan tumor menjadi 3 kelompok : Tipe 1 : Keratinizing squamous cell carcinoma. Tipe 2 : Non keratinizing squamous cell carcinoma. Tipe 3 : Undifferentiated carcinoma. (Jeyakumar et al. 2006; Wei 2006)

  Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:

  Tumor Primer (T)

  TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak terbukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

  T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring. T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.

  KGB Regional (N)

  NX KGB regional tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang. N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.

  N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavikular: N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm N3b Meluas ke fossa supraklavikular

  Metastasis Jauh (M)

  M0 Tanpa metastasis jauh M1 Metastasis jauh

  Kelompok stadium

  :

  0 Tis N0 M0

  I T1 N0 M0

  II T1 N1 M0 T2 N0 M0 T2 N1 M0

  III T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0

  IVA T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0

  IVB setiapT N3 M0

  IVC setiapT setiap N M1 Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk karsinoma nasofaring selama bertahun-tahun. Ini disebabkan karena nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan sifat infiltrasi karsinoma nasofaring, sehingga pembedahan terhadap tumor primer sulit dilakukan. karsinoma nasofaring umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Wei 2006; Yeh et al. 2006; Guigay et al. 2006). Suatu mini-review oleh Agulnik dan Siu (2005) terhadap beberapa penelitian penatalaksanaan terhadap karsinoma nasofaring, menyimpulkan bahwa pemberian konkomitan kemoradioterapi diikuti dengan kemoterapi adjuvan untuk pasien KNF dengan stadium lanjut lokal (tanpa metastasis jauh), untuk semua tipe histologi, memberikan peningkatan overall survival dan disease free-survival yang signifikan. National Comprehensive Cancer Network (2010) mempublikasikan suatu petunjuk praktis klinis penanganan KNF sebagai berikut :

Gambar 2.1. Skema pengobatan KNF berdasarkan NCCN 2010.

  Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan National

  Comprehensive Cancer Network. Terbatas pada diseksi leher radikal untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastasis leher setelah radiasi dan pada pasien tertentu, pembedahan penyelamatan (salvage treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa metastasis jauh (Chew 1997; Wei 2006).

2.2 Cyclooxygenase-2

  Pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid merupakan respon dari interaksi rangsangan terhadap reseptor dengan permukaan sel. Asam arakhidonat kemudian diubah oleh enzyme COX menjadi prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX) (Claria 2003). Cyclooxygenase (atau prostaglandin H synthase), yang dikenal sebagai COX, merupakan bagian dari myeloperoksidase yang terdapat pada sisi luminal dari retikulum endoplasma dan membran nukleus. COX mengkatalisis tahap biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat (Sobolewski et al. 2009). Hingga saat ini dikenal 3 bentuk isoform COX. COX-1 merupakan suatu glikoprotein yang terekspresi terus menerus di berbagai jaringan. COX-1 dianggap sebagai protein ‘housekeeping’ karena ia terekspresi terus menerus dan berperan dalam homeostasis jaringan dengan memodulasi berbagai proses seluler mulai dari proliferasi (Sobolewski et al. 2010; Murono 2001).

  

Cyclooxygenase-2 merupakan isoform yang dapat dirangsang, dan

  diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan berbaga i sitokin seperti IL1β, IL6, atau TNFα, sehingga mengalami ekspresi berlebih pada saat inflamasi.

  COX-2 juga dipicu oleh berbagai rangsangan hormon dan mitogen. Gen COX-2 terletak pada kromosom 1 dan promoternya mengalami elemen respon NFκB dan elemen respon tergantung sitokin (Sobolewski et al.

  2010; Murono 2001) Cyclooxygenase-3 merupakan varian dari COX-1 dan terdapat terutama terdapat pada otak dan korda spinalis. Peranan COX-3 belum diketahui secara pasti, ada yang menyatakan COX-3 memiliki peranan dalam sensitivitas nyeri (Sobolewski et al. 2010). Ekspresi berlebih COX-2 telah dideteksi pada sejumlah kanker seperti kanker kolorektal, payudara, pancreas dan paru. Ekspresi berlebih COX-2 juga ditemukan pada kanker hematologi. COX-2 dinyatakan berperan pada berbagai tahap perkembangan kanker, dengan meningkatkan proliferasi sel yang termutasi, memperngaruhi program kematian sel juga mempengaruhi terjadinya metastasis (Sobolewski et al. 2010). Induksi dan ekspresi berlebih COX-2 berhubungan dengan peningkatan produksi PGE2 yang diketahui dapat memodulasi proliferasi sel, kematian sel dan invasi tumor pada berbagai kanker. Peningkatan level prostaglandin telah dideteksi pada kanker di berbagai lokasi anatomi, termasuk kepala dan leher, dan peran metabolit tersebut dalam pertumbuhan tumor dan metastasis telah dapat dipastikan. Prostaglandin (PG), terutama yang seri E, ditemukan mempengaruhi proliferasi sel dan respon imun host, menunjukkan perannya sebagai promotor dan memfasilitasi pertumbuhan dan penyebaran tumor (Sobolewski et al. 2010; Gallo et al. 2001). Cyclooxygenase-2 dan reseptor tromboksan A2 memiliki peranan dalam pengaktifan invasi sel dan angiogenesis. Ekspresi COX-2 memacu berbagai sel untuk meningkatan produksi PG. PG menekan aktivitas

  natural killer (NK). Penekanan ini juga menyebabkan hambatan dari IL-2

  dan IFN- α serta menurunkan pengaturan reseptornya. Ini menunjukkan

  PG mempunyai peranan dalam penekanan peran sistem imun pada kanker. Oleh karena itu secara jelas COX-2 derivat PG mempunyai peranan dalam pertumbuhan kanker melalui mekanisme biokimia yang meliputi stimulasi pertumbuhan tumor dan neovaskularisasi (Rishikesh & Sadhana 2003).

2.3 Angiogenesis pada Kanker

  Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru. Ini terjadi terutama sebagai respons terhadap faktor angiogenik yang dilepaskan dari jaringan iskemik, jaringan yang tumbuh dengan cepat, atau jaringan yang memiliki tingkat metabolisme yang tinggi (Guyton & Hall 1996). Angiogenesis merupakan proses bertahap yang melibatkan proliferasi sel endotelial yang teraktivasi, migrasi sel endotelial untuk mencapai target yang jauh, penggabungan sel endotelial ke dalam kapiler yang baru, diikuti dengan sintesa membran basal yang baru dan maturasi pembuluh darah dengan pembentukan suatu lumen vaskuler (Asahara et al. 1999). Angiogenesis merupakan proses yang penting dalam embriogenesis. Pada orang dewasa, angiogenesis diperlukan pada beberapa keadaan fisiologis, seperti pada siklus reproduksi wanita, perbaikan jaringan, dan penyembuhan luka. Lebih penting lagi, pada saat ini diketahui bahwa angiogenesis memegang peranan penting dalam kondisi patologis seperti pada iskemi jantung dan tungkai, retinopati diabetik, reumatoid artritis dan neoplasma (Pang & Poon 2006). Konsep bahwa pertumbuhan dan metastasis tumor tergantung pada pertumbuhan pembuluh darah baru pertama kali diajukan oleh Folkman (1971), seperti dikutip oleh Pang dan Poon (2006), yang menyatakan bahwa tumor padat bermula pada nodul avaskuler yang dorman yang hanya dapat tumbuh dan berkembang apabila mendapat vaskularisasi. Neovaskularisasi harus terjadi sebagai sumber oksigen dan nutrisi pada sel tumor. Lebih lanjut lagi, pembuluh darah baru imatur meningkatkan masuknya sel tumor ke dalam sirkulasi sehingga menimbulkan metastasis jauh. Pada saat ini juga diketahui bahwa ketergantungan neovaskularisasi tidak hanya pada tumor padat, tapi juga berperan dalam perkembangan malignansi hematologis. Pengetahuan tentang peranan fundamental angiogenesis pada pertumbuhan tumor telah menyebabkan ketertarikan yang besar dalam penelitian mekanisme regulasinya dan implikasi klinis pada penanganan pasien kanker pada tiga dekade terakhir ini. Angiogenesis merupakan suatu persyaratan untuk pertumbuhan dan metastasis tumor. Neovaskularisasi memberikan bukan hanya jalur untuk suplai nutrisi, namun juga merupakan saluran sel tumor untuk masuk ke sirkulasi, oleh karena pembuluh darah yang baru berproliferasi memiliki membran basal yang lebih mudah dimasuki oleh sel tumor dibandingkan dengan pembuluh darah matur (Poon et al. 2002). Pertumbuhan dan metastasis tumor tergantung pada angiogenesis dan limfangiogenesis yang dipicu oleh sinyal kimia dari sel tumor pada fase pertumbuhan cepat (Nishida et al. 2006). Pada penelitian terdahulu, Muthukaruppan et al. (dikutip oleh Nishida et al. 2006), membandingkan perilaku sel kanker yang diinjeksikan ke berbagai tempat pada satu organ yang sama. Salah satunya merupakan iris dengan sirkulasi darah dan yang satunya lagi serambi anterior tanpa sirkulasi. Sel kanker tanpa sirkulasi darah tumbuh dengan diameter 1-2

  3

  mm , kemudian berhenti tumbuh, namun tumbuh hingga lebih besar dari 2

  3

  mm apabila diletakkan pada daerah dimana angiogenesis mungkin terjadi. Tanpa adanya dukungan vaskuler, tumor dapat menjadi nekrotik atau bahkan mengalami apoptosis. Sehingga angiogenesis merupakan faktor penting dalam pertumbuhan kanker. Kontrol angiogenesis tumor tergantung pada keseimbangan sejumlah aktivator (faktor angiogenik) dan inhibitor (faktor antiangiogenik) yang disekresikan oleh sel tumor dan sel yang menginfiltrasi host seperti makrofag dan fibroblast. Selama perkembangan tumor, perubahan lingkungan dan genetik merangsang perubahan angiogenik, baik oleh faktor angiogenik maupun oleh inhibitor angiogenik. Sinyal lingkungan yang dapat memicu angiogenesis termasuk hipoksia, perubahan pH, stres metabolik, dan sitokin dari respon inflamasi. Angiogenesis juga di potensiasi oleh sejumlah onkogen, seperti Src dan Ras, serta dapat dihambat oleh sejumlah gen supresor tumor seperti gen p53 dan gen Von

  Hippel-Lindau. Juga ditemukan bukti bahwa angiogenesis dapat dirangsang oleh hormon seperti androgen, progesteron dan estrogen, yang dapat berperan dalam karsinogenesis dan perkembangan tumor pada kanker-kanker yang tergantung hormon seperti kanker prostat dan payudara (Pang & Poon 2006). Pertumbuhan suatu pembuluh darah baru dimulai dengan pelepasan faktor angiogenik, yang berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel endotel pembuluh darah yang telah ada untuk memicu proses angiogenesis. Selain faktor angiogenik, proteinase seperti matriks mettalloproteinase (MMP) dan faktor plasminogen diperlukan untuk melarutkan matriks pada pembuluh darah yang baru tumbuh (Pang & Poon 2006). Sampai saat ini telah diketahui lebih dari 40 aktivator dan inhibitor endogen angiogenenik. Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa faktor angiogenik dan antiangiogenik. Faktor angiogenik yang memiliki karakteristik paling baik adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), yang disekresikan oleh hampir semua kanker solid (Pang & Poon 2006).

Tabel 2.1. Faktor Angiogenik (activator) dan antiangiogenik (inhibitor) endogen

2.4 Microvessel density

  Neovaskularisasi tumor dinilai secara kuantitas dengan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan marker endothelial, yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi konvensional. Setelah

  

immunostaining (pewarnaan) keseluruhan potongan tumor diperiksa

  dengan lapangan kekuatan lemah (x40) untuk mengidentifikasi hot spots, yang merupakan area dengan neovaskularisasi terbanyak. Microvessel individual kemudian dihitung dengan lapangan kekuatan tinggi (x200) untuk memperoleh perhitungan pembuluh darah pada area tertentu, dan rata-rata jumlah pembuluh darah pada lima area hot spots dihitung sebagai MVD. Marker endotelial yang umumnya dipergunakan untuk menghitung MVD adalah CD31, CD34, dan faktor von Willebrand (vWF) (Poon et al. 2002) Sejumlah penelitian telah menunjukkan signifikansi MVD sebagai faktor prognostik kesintasan dan atau rekurensi setelah reseksi bedah pada berbagai kanker, beberapa menunjukkan bahwa MVD merupakan faktor prognostik bebas dari faktor prognostik patologis konvensional lainnya.

  Perkiraan tumor angiogenesis mungkin dapat berguna untuk klasifikasi prognostik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa neovaskularisasi pada berbagai kanker pada manusia merupakan satu faktor prognostik (Poon et al. 2002) Pendekatan patologis untuk memperkirakan angiogenesis dan limfangiogenesis antara lain dengan perkiraan mikroskopik terhadap densitas pembuluh darah atau MVD dari jaringan dengan pemeriksaan imunohistokimia (Choi et al. 2005). Penelitian yang dilakukan oleh El-Shahat et al. (2004), menyatakan bahwa dari 38 kasus menunjukkan ekspresi positif untuk antigen CD 34. Rata-rata MVD pada kanker esophagus adalah 5 sampai 45 dengan median 25. Ada korelasi signifikan antara jumlah MVD dengan stadium dan tingkatan tumor. Tumor dengan stadium dan tingkatan yang lebih tinggi memiliki MVD yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan stadium dan tingkatan tumor yang lebih rendah. Perkiraan MVD merupakan teknik yang paling umum dipergunakan untuk menghitung angiogenesis intratumoral pada kanker payudara. Pada mulanya dikembangkan oleh Weidner, et.al. pada tahun 1991 dan mempergunakan pewarnaan panendotelial imonuhistokimia pada

  microvessel (Uzzan et al. 2004).

  Peningkatan MVD telah dihubungkan secara umum dengan prognosis yang lebih buruk pada beberapa kanker termasuk kanker payudara, kolon, melanoma dan saluran genitourinaria pada wanita (Taweevisit, Keelawat & Thorner 2010).

  Suatu ulasan sistematik (systematic review) oleh Uzzan et al. (2004), menyatakan bahwa 22 penelitian (4779 pasien) menunjukkan adanya hubungan antara MVD dengan angka survival (penelitian dengan hasil positif), dimana 21 penelitian (4157 pasien) menyatakan tidak ada hubungan (penelitian dengan hasil negatif). Penelitian oleh Poon et al. (2002), menyatakan bahwa MVD yang tinggi merupakan suatu faktor prediktif untuk rekurens postreseksi dini pada pasien dengan karsioma hepatoseluler < 5 cm. Bono et al. (2002), melakukan penelitian terhadap pasien dengan kanker prostat menyatakan bedasarkan uji chi square, MVD memiliki hubungan positif dengan stadium, dimana pasien stadium dini (T 2a-b ) memiliki MVD yang realtif lebih rendah dibandingkan dengan pasien dengan stadium lanjut (T ; T ; N ).

  3a-b

  4

1 Penelitian mengenai apakah MVD dapat menjadi suatu marker

  prognostik untuk kanker gaster menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara MVD yang tinggi dengan metastasis kelenjar getah bening (p=0,003) (Zhao et al. 2006). Angiogenesis adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam nutrisi dan oksigenasi sel tumor. Hal ini penting untuk proliferasi dan penyebaran metastasis neoplasma padat (Taweevisit,Keelawat & Thorner 2010). Penelitian tentang MVD pada karsinoma nasofaring pada umumnya mengenai penentuan nilai prognostik dari MVD. Penelitian-penelitian ini dilakukan baik secara manual maupun dibantu komputer dengan menggunakan berbagai antibodi penanda sel endotel dengan nilai batas yang berbeda-beda pula (Taweevisit, Keelawat & Thorner 2010). Beberapa penelitian juga telah menilai hubungan MVD dengan prognosis secara klinis pada tumor kepala leher dengan hasil yang bertentangan (Rao, Shenoy, & Karthikeyan, 2011) Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Roychowdhury et al. (1996), menggunakan faktor penanda sel endotel antigen faktor VIII dengan pemeriksaan imunohistokimia manual, menyatakan bahwa angiogenesis merupakan indikator prognostik yang signifikan pada karsinoma nasofaring. Dimana angiogenesis yang tinggi, ditandai dengan jumlah microvessel lebih besar atau sama dengan metastasis jauh (p=0,03),

  

overall survival yang rendah (p = 0,02) dan disease free survival (p =

0,02).

Microvessel density juga dinyatakan indikator prognostik independen

  yang penting sehubungan dengan survival (p = 0,0273), dimana jumlah

  

microvessel terbanyak memiliki resiko relatif kematian 2,4399 (Rubio et

  al. 2002) Evoric et al. (2005), pada penelitian menggunakan penanda endotel antigen CD34 dengan penghitungan microvessel oleh komputer, sebaliknya, menyatakan secara statistik, tidak ada korelasi antara MVD dengan status tumor, ukuran kelenjar getah bening, overall survival dan

  

disease free survival. Namun penelitian ini menemukan adanya korelasi

  yang signifikan antara peningkatan MVD dengan rekurensi penyakit (p = 0,02). Sari (2004) pada penelitiannya tentang korelasi tingkat ekspresi COX-2 dengan gambaran angiogenesis pada karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi mendapatkan rerata MVD pada karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi sebesar 61 + 43,81 microvessel per lapangan pandang. Pada penelitian ini, kasus dengan densitas pembuluh darah > 45 disebut densitas pembuluh darah tinggi. Pemeriksaan imunohistokimia pada penelitian ini menggunakan penanda endotel CD31 dengan penghitungan microvessel secara manual.

2.5 COX-2 dan Angiogenesis Ekspresi COX-1 dan COX-2 ditemukan pada beberapa kanker manusia.

  Pembuluh darah angiogenik di dalam dan di sekitar tumor mengekspresikan COX-2 selain sel epitel neoplastik kanker manusia termasuk kolon, paru, payudara, prostat, pancreas, dan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Pada epitel jaringan normal, ekspresi COX-2 hanya dijumpai secara fokal dan pada kadar yang rendah. Ekspresi COX- 2 terdapat pada epitel kanker dan terutama pada pembuluh darah tumor yang berinvasi. Pada endotel vaskuler pewarnaan imunohistokimia COX-1 hanya terlihat pada pembuluh darah normal yang tidak berhubungan dengan lesi kanker. Berdasarkan data ini, ditunjukkan bahwa COX-2, bukan COX-1, terbentuk pada epitel maligna dan juga terekspresi pada sel yang mengalami respon angiogenik terhadap kanker (Leahy, Koki & Masferrer 2000). Induksi COX-2 atau ekspresi berlebihnya berhubungan dengan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 bekerja melalui resptor yang disebut dengan reseptor EP (EP1,2,3 dan 4). Reseptor ini terletak seluruhnya pada permukaan sel. PGE2 ditemukan meningkat pada karsinogenesis kanker kolorektal, menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan tumor dan biosintesis prostaglandin. PGE2 dapat meningkatkan regulasi Bcl-2 yang merupakan protein antiapoptosis yang diperantarai oleh aktivasi MAPK. PGE2 juga dapat meregulasi EGFR melalui pelepasan amphiregulin. PGE2 juga mengaktivasi Src kinase yang menginduksi pertumbuhan sel (Sebolowski 2010). PGE2 juga penting pada invasi tumor. Penelitian Ma et al. sebagaimana di kutip oleh Sebolowski (2010) dapat meningkatkan angka metastasis. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa PGE2 meningkatkan level VEGF (Vascular Endotheliah Growth Factor).

  VEGF memproduksi matrix metalloprotein (MMP). MMP memecah ektraseluler matrix. Hal ini merangsang migrasi sel endotel. Sel endotel mulai membelah begitu mereka bermigrasi ke jaringan sekitarnya. Kemudian tersusun menjadi pembuluh darah dan kemudian berkembang menjadi pembuluh darah matur (Nishida 2006).

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori

  Kanker Asam arakhidonat PGG2 Macrophage, dendrite cell, Lymphosit COX-2

  PGH2 PGE2 thromboxan PGF2 PGI2 PGD2

Bekerja melalui ikatan dengan

reseptor EP1 -4

  Src kinase NFKB Amphiregulin

  VEGF Angiogenesis MMP-9 EGFR Mengaktivasi c-myc

  Aktivasi MAPK Proliferasi Bcl-2 Antiapoptotic protein

  Mengaktivasi STAT-3 COX-2 Sitkoin (IL1, IL6, TNFα)

  2.7 Kerangka Konsep Macrophage, dendrite cell, Lymphosit

  

TNF-

α COX-2

  VEGF MMP ANGIOGENESIS MICROVESSEL Antiangiogenik Faktor Angiogenik DENSITY

  KARSINOMA NASOFARING

  • Ukuran tumor primer (T) :
  • Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
  • Stadium Klinis

  : Variabel yang diteliti

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

  2.8 Hipotesis

  Ada korelasi yang bermakna antara ekspresi COX-2 dengan MVD pada karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Komunikasi Pemasaran dan Keputusan Pelanggan Menginap (Studi Deskriptif tentang Strategi Komunikasi Pemasaran terhadap Keputusan Pelanggan menginap di Hotel Grand Aston City Hall Medan)

0 3 9

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek 2.1.1 Pengertian Merek - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Uni

0 0 15

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera

0 0 9

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 10

BAB II PENGATURAN KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN (Persero) A. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BUMN. - Analisis Kedudukan Direksi BUMN (Persero) dalam Tindak Pidana Korupsi

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Analisis Kedudukan Direksi BUMN (Persero) dalam Tindak Pidana Korupsi

0 1 32

Uji Berbagai Tingkat Kecepatan Putaran Terhadap Kualitas Hasil Pada Alat Pengering Kelapa Parut (Desiccated Coconut)

0 1 14

Korelasi Ekspresi Cyclooxygenase-2 Dengan Microvessel Density Pada Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 25

Korelasi Ekspresi Cyclooxygenase-2 Dengan Microvessel Density Pada Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 7