PENGUJIAN ISOLAT AGENSIA HAYATI Pseudomonad fluoresen TERHADAP PENEKANAN PERKEMBANGAN LAJU INFEKSI PENYAKIT LAYU Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp. PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.).

PENGUJIAN ISOLAT AGENSIA HAYATI Pseudomonad fluoresen
TERHADAP PENEKANAN PERKEMBANGAN LAJU INFEKSI
PENYAKIT LAYU Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp.
PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

Oleh :
IKA NURFITRIANA
NPM : 0925010022

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PENGUJIAN ISOLAT AGENSIA HAYATI Pseudomonad fluoresen

TERHADAP PENEKANAN PERKEMBANGAN LAJU INFEKSI
PENYAKIT LAYU Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp.
PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi

Oleh :
IKA NURFITRIANA
NPM : 0925010022

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI
PENGUJIAN ISOLAT AGENSIA HAYATI Pseudomonad fluoresen
TERHADAP PENEKANAN PERKEMBANGAN LAJU INFEKSI
PENYAKIT LAYU Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp.
PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)

Disusun oleh
IKA NURFITRIANA
0925010022
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Pada Tanggal 17 Juni 2013
Pembimbing
1. Pembimbing Utama

Tim Penguji :
1. Ketua


Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP.

Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP.

2.

2. Sekretaris

Pembimbing Pendamping

Ir. Indriya Radiyanto, MS.

Ir. Indriya Radiyanto, MS.
3. Anggota

Dr. Ir. Ketut Srie Marhaeni J., MSi.
4. Anggota

Ir. Suwandi, MP.


Ketua Progam Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS.

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MP.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
laporan skripsi, dengan judul “ PENGUJIAN ISOLAT AGENSIA HAYATI
PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PENEKANAN PERKEMBANGAN
LAJU INFEKSI PENYAKIT LAYU Ralstonia solanacearum DAN Fusarium sp.

PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.)” .
Penyusunan laporan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam
memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dengan harapan semoga laporan skripsi ini dapat diterima, maka dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.

Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP. selaku dosen pembimbing utama.

2.

Ir. Indriya Radiyanto, MS. selaku dosen pembimbing pendamping.

3.

Ir. Mulyadi, MS. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

4.


Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5.

Kedua orang tua yang selalu mendukung penulis dalam berbagai hal,
khususnya dalam dukungan material dan spiritual.

6.

Teman-teman yang senantiasa mendukung penulis untuk menyelesaikan
proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan,

mudah-mudahan pembaca berkenan untuk melengkapi, demi sempurnanya
tulisan ini.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Kiranya tidak berlebihan apabila penulis berharap pada akhir tulisan ini
semoga segala sesuatu dan sekecil apapun yang telah penulis peroleh dapat
memberikan

sumbangan,

serta

bermanfaat

bagi

perkembangan

ilmu

pengetahuan dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Surabaya, Mei 2013


Penulis

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

vi

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................


1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................

4

1.3. Tujuan ..........................................................................................

5

1.4. Hipotesis ......................................................................................

5

1.5. Manfaat ........................................................................................

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produksi Cabai di Indonesia ........................................................

7

2.1.1. Kendala Produksi Cabai di Indonesia ..................................

8

2.2. Penyakit Layu Ralstonia solanacearum .......................................

8

2.2.1. Arti Penting Penyakit Layu Ralstonia solanacearum ............

8

2.2.2. Gejala Penyakit ....................................................................

9


2.2.3. Patogen Penyebab ...............................................................

10

2.2.4. Siklus Hidup Patogen ...........................................................

11

2.3. Penyakit Layu Fusarium ..............................................................

12

2.3.1. Arti Penting Penyakit Layu Fusarium ...................................

12

2.3.2. Gejala Penyakit ....................................................................

13

2.3.3. Patogen Penyebab ...............................................................

13

2.3.4. Siklus Hidup .........................................................................

14

2.4. Pengendalian Penyakit Secara Hayati .........................................

15

2.5. Pseudomonad Fluoresen Sebagai Agensia Hayati .....................

17

2.5.1. Sistematika Pseudomonas fluoresen ...................................

18

2.5.2. Potensi dan Kelebihan Pseudomonas fluoresen .................

18

2.5.3. Penekan Pseudomonad fluoresens terhadap
R. solanacearum .................................................................

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

2.5.4. Penekan Pseudomonad fluoresen Terhadap
Fusarium sp ........................................................................

20

III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................

22

3.2. Alat dan Bahan. ...........................................................................

22

3.2.1. Alat .......................................................................................

22

3.2.2. Bahan ...................................................................................

22

3.3. Metodologi ...................................................................................

24

3.3.1. Perlakuan .............................................................................

24

3.3.2. Persiapan Umum .................................................................

25

3.3.3. Cara Perlakuan ....................................................................

30

3.3.4. Pengamatan .........................................................................

32

3.3.5. Analisis Data ........................................................................

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Pseudomonad fluoresen terhadap Perkembangan
Penyakit .......................................................................................

35

4.1.1. Masa Inkubasi.......................................................................

35

4.1.2. Indeks Penyakit ....................................................................

38

4.2. Pengaruh Pseudomonad fluoresen terhadap Pertumbuhan
Tanaman Cabai ............................................................................

42

4.2.1. Tinggi Tanaman Cabai..........................................................

42

4.2.2. Jumlah Daun Tanaman Cabai...............................................

44

4.2.3. Berat Kering Daun Tanaman Cabai ......................................

46

4.3. Panjang Gejala pada Pangkal Batang Tanaman Cabai ................

47

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..................................................................................

50

5.2. Saran ...........................................................................................

50

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

51

LAMPIRAN

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Teks

1.

Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Wilayah Pulau Jawa
dan Luar Pulau Jawa Tahun 2009-2011 ..................................
7

2.

Rata-rata masa inkubasi penyakit layu kompleks pada tanaman
cabai ........................................................................................

36

Rata-rata indeks penyakit layu kompleks Ralstonia solanacearum
dan Fusarium sp. pada tanaman cabai ....................................

38

3.

4.

Pengaruh perlakuan terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun
dan berat kering daun tanaman cabai ......................................
42

5.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Panjang Gejala Penyakit Pada
Pangkal Batang Tanaman Cabai.................................................
47
Lampiran

1.

Anova masa inkubasi...............................................................

56

2.

Anova indeks penyakit hari ke-10 ............................................

56

3.

Anova indeks penyakit hari ke-15 ............................................

56

4.

Anova indeks penyakit hari ke-20 ............................................

56

5.

Anova indeks penyakit hari ke-25 ............................................

56

6.

Anova indeks penyakit hari ke-30 ............................................

57

7.

Anova rata-rata tinggi tanaman cabai pada hari ke-30 .............

57

8.

Anovarata-rata jumlah daun tanaman cabai pada hari ke-30 ...

57

9.

Anova rata-rata berat kering tanaman cabai pada hari ke-30 ...

57

10.

Anova rata-rata panjang gejala penyakit pada pangkal
batang tanaman cabai pada hari ke 30 ....................................

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

58

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman
Teks

1.

Gejala Penyakit Layu Bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum Pada Tanaman Cabai .......................

10

2.

Koloni Bakteri Ralstonia solanacearum .................................. .

11

3.

Siklus Hidup Ralstonia solanacearum ......................................

12

4.

Gejala Penyakit Layu yang Disebabkan oleh Jamur
Fusarium sp. ............................................................................

13

5.

Fusarium sp ........................................................................... .

14

6.

Siklus Hidup Fusarium sp ........................................................

15

7.

Denah Penempatan Perlakuan dan Ulangan ...........................

25

8.

Koloni Ralstonia solanacearum pada media YPGA..................

26

9.

Perbanyakan isolat murni Ralstonia solanacearum pada tabung
reaksi .......................................................................................

27

10.

Koloni jamur Fusarium sp. pada media PDA v8 di cawan petri

28

11.

Makrokonidia jamur Fusarium sp. Perbesaran : 10 x 40...........

28

12.

a. Koloni bakteri Pseudomonad fluoresens berpendar dibawah sinar
UV b. Koloni bakteri kontrol (Ralstonia solanacearum) tidak
berpendar dibawah sinar UV....................................................
30

13.

Perendaman bibit tanaman cabai sesuai dengan perlakuan a.
Suspensi Pf 160, b. Suspensi Pf 142, c. Suspensi Pf 81, d.
Suspensi Pf 36, e. Suspensi Pf 122, f. Suspensi Pf B, dan g.
Aquades steril ..........................................................................
31

14.

a. Suspensi jamur Fusarium sp. dan
bakteri Ralstonia
solanacearum, b. Inokulasi suspensi jamur Fusarium sp. dan
bakteri Ralstonia solanacearum pada setiap lubang. ..............
31

15.

a. Gejala daun menguning, b. Gejala daun layu ......................

35

16.

Diagram masa inkubasi penyakit layu kompleks tanaman cabai

36

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17.

Rata-rata indeks penyakit setiap perlakuan pada tanaman cabai

41

18.

Diagram rata-rata tinggi tanaman cabai pada hari ke 30 ..........

43

19.

Perbandingan tinggi tanaman cabai pada perlakuan Pf 122 dan
kontrol. .....................................................................................
44

20.

Diagram rata-rata jumlah daun tanaman cabai hari ke 30 ........

21.

Diagram rata-rata berat kering daun tanaman cabai pada setiap
perlakuan hari ke 30 ................................................................
46

22.

Diagram rata-rata panjang gejala pada pangkal batang tanaman
cabai pada setiap perlakuan hari ke 30 ....................................

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

45

48

Ika Nurftriana, 2009. NPM : 0925010022. Pengujian Isolat Agensia Hayati
Pseudomonad fluoresen Terhadap Penekanan Perkembangan Laju Infeksi
Penyakit Layu Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp. Pada Tanaman
Cabai (Capsicum annuum L.). Skripsi dibawah bimbingan Dr. Ir. Yenny
Wuryandari, MP. sebagai pembimbing utama dan Ir. Indriya Radiyanto, MS.
Sebagai pembimbing pendamping
ABSTRAK
Produksi tanaman cabai mempunyai kendala yang sering muncul setiap
saat, yaitu serangan penyakit tanaman. Salah satu penyakit penting tanaman cabai
disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. Bakteri
Pseudomonad fluoresens dikenal sebagai agensia hayati yang bisa menekan
perkembangan penyakit tanaman. Oleh karena itu, dilakukan pengujian isolat
agensia hayati Pseudomonad fluoresens untuk mengetahui isolat Pf yang paling
baik dalam menekan perkembangan laju infeksi penyakit layu Ralstonia
solanacearum dan Fusarium sp. pada tanaman cabai. Isolat Pseudomonad
fluoresens yang digunakan adalah isolat-isolat pilihan dari penelitian sebelumnya,
yaitu isolat Pf B, Pf 36, Pf 81, Pf 122, Pf 142 dan Pf 160 serta perbandingan dengan
perlakuan kontrol (aquades steril). Bibit tanaman cabai yang telah berumur 30 hari
dibersihkan perakarannya dari tanah kemudian direndam pada masing-masing
suspensi isolat Pf dan kontrol selama 30 menit. Setelah itu bibit tanaman cabai yang
sudah direndam ditanam pada media tanam yang diinokulasikan bakteri Ralstonia
solanacearum dan jamur Fusarium sp. Hasil dari data pengamatan ketujuh
perlakuan tersebut menunjukkan semua isolat Pf mampu menekan perkembangan
penyakit layu kompleks dibandingkan kontrol. Isolat Pf 122, Pf 160 dan Pf B
merupakan isolat Pf paling mampu menunda munculnya gejala dan menekan
perkembangan penyakit layu kompleks pada tanaman cabai paling lama
dibandingkan perlakuan lainnya. Untuk pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman,
jumlah daun dan berat kering tanaman cabai perlakuan yang paling baik adalah
perlakuan bakteri Pseudomonad fluoresens isolat Pf 122, Pf 160 dan Pf B. Agensia
hayati yang berasal dari bakteri Pseudomonad fluoresens terutama isolat Pf 122
baik untuk diaplikasikan di lahan tanaman cabai.
Kata Kunci : Pseudomonad fluoresens, tanaman cabai, Ralstonia solanacearum,
Fusarium sp.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Ika Nurftriana, 2009. NPM : 0925010022. Testing of Pseudomonads fluorescent
isolates Agencia Biological Emphasis Against Infectious Disease Progress
Rate Wilt Ralstonia solanacearum and Fusarium sp. At Chilli Plants (Capsicum
annuum L.). Supervised by Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP. as chairperson of
guidance and Ir. Indriya Radiyanto, MS. as member of guidance.
ABSTRACT
Production of chilli plants have constraints that often arise at any time, are
the plant disease. One of the important diseases of chilli plants caused by Ralstonia
solanacearum and Fusarium sp. Pseudomonads fluorescent bacteria known as
biological agents that can suppress plant disease development. Therefore, the
isolates tested biological agents to determine Pseudomonads fluorescent isolates Pf
most good in reducing the rate of progression of infection Ralstonia solanacearum
wilt and Fusarium sp. in chilli. Pseudomonads fluorescent isolates used were
isolates choice of previous studies, namely isolate Pf B, Pf 36, Pf 81, Pf 122, Pf 142
and 160 as well as a comparison to the control treatment (sterile distilled water).
Chilli plant seeds that have been outstanding for 30 days cleared roots from the soil
and then soaked in a suspension of each isolate Pseudomonads fluorescent and
control for 30 minutes. After the seeds that have been soaked in chilli plants grown
in media inoculated bacteria Ralstonia solanacearum and Fusarium sp. Results from
observational data that shows all seven treatments Pseudomonads fluorescent
isolates capable of suppressing the development of wilt disease complex compared
to controls. Isolates Pf 122, Pf and Pf 160 isolates Pf B is most able to delay the
appearance of symptoms and suppress the development of wilt disease complex in
chilli longest compared to other treatments. For good plant growth plant height, leaf
number and dry weight of chilli plants best treatment is the treatment of bacterial
isolates of Pseudomonads fluorescent Pf 122, Pf and Pf 160 B. Biological agents
derived from bacteria, especially Pseudomonads fluorescent isolates Pf 122 the
best for land applied in chilli plants.
Keywords: Pseudomonads fluorescent, chilli plants, Ralstonia solanacearum,
Fusarium sp.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Ika Nurftriana, 2009. NPM : 0925010022. Pengujian Isolat Agensia Hayati
Pseudomonad fluoresen Terhadap Penekanan Perkembangan Laju Infeksi Penyakit
Layu Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp. Pada Tanaman Cabai (Capsicum
annuum L.).
Dibimbing oleh : Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP. dan Ir. Indriya Radiyanto, MS.
RINGKASAN
Permintaan produksi tanaman cabai merah di Indonesia meningkat setiap tahun,
namun OPT terutama penyakit layu kompleks Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium
sp. menjadi kendala pembatas produksi tanaman cabai merah. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan agensia hayati Pseudomonad fluoresens dapat menekan perkembangan laju
infeksi penyakit layu kompleks yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan
jamur Fusarium sp. pada tanaman cabai, dapat mengetahui isolat bakteri agensia hayati
Pseudomonad fluoresens paling efektif terhadap penekanan perkembangan laju infeksi
penyakit layu kompleks yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur
Fusarium sp. pada tanaman cabai dan mengetahui isolat bakteri agensia hayati
Pseudomonad fluoresens paling baik sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai.
Penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober 2012 –

Maret 2013 dan

tempat

pelaksanaan penelitian ini adalah Green House Fakultas Peertanian UPN “Veteran” Jawa
Timur. Penelitian ini menggunakan faktor tunggal dengan tujuh macam perlakuan yang
diletakkan dalam Rancangan Acak Lengkap dengan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan
yang dilakukan, yaitu Pf160, yaitu bibit direndam pada agensia hayati Pf isolat 160, Pf122,
yaitu bibit direndam pada agensia hayati Pf isolat 122, Pf142 yaitu bibit direndam pada
agensia hayati Pf isolat 142, Pf81, yaitu bibit direndam dengan agensia hayati Pf isolat 81,
PfB, yaitu bibit direndam pada agensia hayati Pf isolat B, Pf36, yaitu bibit direndam pada
agensia hayati Pf isolat 36 dan K, yaitu kontrol murni. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam (anova). Apabila F hitung > F tabel maka dilanjutkan uji
perbandingan rata-rata hasil dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ 5%).
Hasil dari data pengamatan ketujuh perlakuan tersebut menunjukkan bahwa semua
isolat Pf mampu menekan perkembangan penyakit layu kompleks dibandingkan kontrol.
Isolat Pf 122, Pf 160 dan Pf B merupakan isolat Pf paling mampu menunda munculnya
gejala dan menekan perkembangan penyakit layu kompleks pada tanaman cabai paling
lama dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan Pf 122, Pf 160 dan Pf B secara berturutturut menunjukkan persentase penekanan perkembangan penyakit layu kompleks sebesar
37,47 %, 30,67 % dan 24,56 %. Untuk pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman, jumlah
daun, dan berat kering tanaman cabai perlakuan yang paling baik adalah perlakuan bakteri
Pseudomonad fluoresens isolat Pf 122, Pf 160 dan Pf B. Agensia hayati yang berasal dari
bakteri Pseudomonad fluoresens terutama isolat Pf 122 baik untuk diaplikasikan di lahan
tanaman cabai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I.
1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu tanaman cabai yang banyak dibudidayakan di Indonesia

adalah tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.), tanaman ini juga
merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting di Indonesia. Ciri buah
cabai adalah mempunyai rasa pedas dan aroma khas. Cabai merah merupakan
sayuran yang dikonsumsi setiap saat, sehingga kebutuhan cabai akan
meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian
nasional.
Menurut Badan Pusat Statistik (2012), peningkatan produksi cabai besar
segar Indonesia tahun 2011, yaitu sebesar 888,852 ribu ton dengan luas panen
sebesar 121,063 ribu hektar dan rata-rata produktivitas sebesar 7,34 ton per
hektar. Dibandingkan tahun 2010 telah terjadi kenaikan produksi sebesar 81,692
ribu ton (10,12%). Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas
sebesar 0,76 ton per hektar (11,55%) dengan keadaan luas panen terjadi
penurunan sebesar 1,692 ribu hektar (1,38%) dibandingkan tahun 2010. Ratarata produksi cabai nasional baru mencapai 7,34 ton/ha, sementara potensi
produksi cabai dapat mencapai 10 ton/ha.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor
pembatas hasil produksi tanaman cabai.

Kondisi cuaca yang tidak stabil

merupakan faktor utama munculnya berbagai penyakit utama pada tanaman
cabai. Gangguan penyakit maupun hama pada tanaman cabai kompleks, baik
pada musim hujan maupun musim kemarau.

Bahkan dapat menimbulkan

kerugian cukup besar, terlebih pada musim pancaroba seperti saat ini
(Djafaruddin, 2004).

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) sering menghadapi
kendala yang setiap saat selalu ada dalam produksinya, yaitu munculnya gejala
penyakit tanaman. Di antara penyakit tanaman yang ada, penyakit busuk basah
karena bakteri Ralstonia solanacearum dan penyakit layu karena jamur Fusarium
sp. merupakan penyakit karena patogen tular tanah yang sering dijumpai di
pertanaman cabai (Soesanto, 2010).
Jamur Fusarium sp. merupakan jamur yang sangat merugikan karena
dapat menyerang tanaman cabai mulai dari masa perkecambahan sampai
dewasa. Meskipun dikenal sebagai patogen tular tanah, infeksi jamur ini tidak
hanya di perakaran tetapi dapat juga menginfeksi organ lain seperti batang,
daun, bunga dan buah, misalnya melalui luka. Penularan penyakit selain dengan
spora yang terdapat di dalam tanah dapat juga dengan spora yang terbawa
angin dan air (Mulyaman et al. 2002 dan Semangun, 2000). Spesies dari jamur
Fusarium yang dapat menyerang tanaman cabai di antaranya adalah
Fusarium oxysporum, F. solani, F. moniliforme dan F. clamidosporium
(Mulyaman et al. 2002; Semangun 2000; Syamsuddin 2003; Zahara & Harahap
2007).
Selain jamur Fusarium sp. patogen lain pada cabai yang menimbulkan
kerugian cukup besar adalah Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu
bakteri (Djafruddin 2004; Semangun 2007 dan Pracaya 2007). Menurut Agrios
(2005), penyakit layu bakteri umum dijumpai di wilayah tropis, subtropis dan pada
daerah dengan iklim hangat di wilayah dunia. Patogen ini menyerang lebih dari
50 spesies tanaman dan merupakan patogen penghuni tanah (Schaad et al.
2001).
Ralstonia solanacearum berkembang di dalam jaringan tanaman setelah
melalui bagian interseluler tanaman dengan bantuan angin dan lubang alami,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

misalnya stomata. Secara alami, patogen ini menginfeksi akar dengan kisaran
inang yang luas dan secara agresif mengkolonisasi jaringan xilem, menyebabkan
layu letal yang diketahui sebagai penyakit layu bakteri (Meyer et al. 2006)
bahkan tidak jarang dapat menyebabkan kematian pada inang (Schaad et al.
2001).
Penyakit

layu

kompleks

yang

disebabkan

oleh

bakteri

Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. sulit dikendalikan, baik
ditanaman cabai maupun tanaman lainnya. Penyakit terpenting yang merusak
tanaman

pisang

adalah

penyakit

layu,

yang

disebabkan

jamur

Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) bersama dengan penyakit layu bakteri
Ralstonia solanacearum ditemukan di Sumatera barat (Nasir dan Jumjunidang,
2004). Hal ini disebabkan karena kedua patogen tular tanah tersebut saling
bersinergi didalam jaringan akar sehingga pertumbuhan tanaman tidak bisa
berlangsung dengan baik.
Hasil

penelitian

yang

dilakukan

oleh Wuryandari et

al.

(2005)

membuktikan bahwa dari 10 isolat Pseudomonad yang diuji daya hambatnya
terhadap perkembangan penyakit layu R. solanacearum di rumah kaca,
menunjukkan hasil yang bervariasi. Beberapa isolat Pseudomonad fluoresens
yang

mampu

menghambat

perkembangan

penyakit

layu

bakteri

yang

disebabkan oleh bakteri R. solanacearum yaitu Pf 122 dengan indeks
penyakitnya

hanya

49,9%,

sehingga

dapat

menekan

pertumbuhan

R. solanacearum sampai 51,1%. Sedangkan untuk Pf 81, Pf 142, Pf 36 dan Pf
160 indeks penyakitnya secara berturut-turut sebesar 63,33%, 66,67%, 67,78%
dan 71,11%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krisnawan (2011) membuktikan
bahwa perendaman akar tanaman cabai dengan Pseudomonad fluoresens

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

mampu menekan perkembangan serangan penyakit layu Fusarium sp., hasil
akhir pengamatan rata-rata indeks penyakit pemberian isolat Pf 36 merupakan
isolat yang baik untuk menghambat Fusarium sp. pada tanaman cabai, kemudian
diikuti oleh isolat Pf 160 dan Pf 122 yang indeks penyakitnya kurang dari 20%.
Hal ini sesuai dengan penelitian Maqqon et al. (2006), Santoso et al.
(2007) dan Hastopo et al.(2008), bahwa penerapan antagonis Pseudomonad
fluoresens mampu menurunkan tingkat populasi patogen tanaman di dalam
tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan permasalahan yang ada dan mengaji pada hasil penelitian
sebelumnya, maka perlu dilakukan uji beberapa agensia hayati isolat
Pseudomonad fluoresens terhadap penekanan perkembangan laju infeksi
penyakit layu kompleks Ralstonia solanacearum dan Fusarium sp.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :
1.

Apakah

agensia

hayati

Pseudomonad

fluoresens

dapat

menekan

perkembangan laju infeksi penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri
Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. pada tanaman cabai ?
2.

Isolat agensia hayati Pseudomonad fluoresens mana yang paling dapat
menekan

perkembangan

laju

infeksi

penyakit

layu

bakteri

Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. pada tanaman cabai ?
3.

Isolat agensia hayati Pseudomonad fluoresens mana yang paling dapat
memacu laju pertumbuhan tanaman cabai paling baik?

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

1.3.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1.

Membuktikan agensia hayati Pseudomonad fluoresens dapat menekan
perkembangan laju infeksi penyakit layu kompleks yang disebabkan oleh
bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. pada tanaman
cabai.

2.

Mengetahui isolat bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresens paling
efektif terhadap penekanan perkembangan laju infeksi penyakit layu
kompleks yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur
Fusarium sp. pada tanaman cabai.

3.

Mengetahui isolat bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresens paling
baik sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai.

1.4.
1.

Hipotesis
Pemberian agensia hayati Pseudomonad fluoresens pada akar tanaman
cabai sebelum tanam diduga dapat menekan perkembangan laju infeksi
penyakit

layu

kompleks

yang

disebabkan

oleh

bakteri

Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp.
2.

Pemberian isolat Pf 122 dan Pf 36 pada akar tanaman cabai diduga lebih
efektif menekan perkembangan laju infeksi penyakit layu kompleks yang
disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp.

3.

Pemberian isolat Pf 122 pada akar tanaman cabai diduga dapat memacu
pertumbuhan tanaman cabai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

1.5.
1.

Manfaat
Ilmu pengetahuan, agar mahasiswa mengetahui tentang manfaat dari
Pseudomonad

fluoresen

dapat

efektif

mengendalikan

bakteri

Ralstonia solanacearum dan jamur Fusarium sp. dengan lebih ramah
lingkungan daripada penggunaan pestisida yang berbahaya bagi lingkungan.
2.

Masyarakat, agar masyarakat dapat mengaplikasikan agensia hayati
Pseudomonad fluoresen untuk menekan perkembangan penyakit layu
kompleks yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan jamur
Fusarium sp. pada tanaman cabai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produksi Cabai di Indonesia
Hasil

pengukuran

Badan

Pusat

Statistik

(2012)

menunjukkan,

peningkatan produksi cabai besar segar Indonesia tahun 2011, yaitu sebesar
888,852 ribu ton dengan luas panen sebesar 121,063 ribu hektar dan rata-rata
produktivitas sebesar 7,34 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010 telah terjadi
kenaikan produksi sebesar 81,692 ribu ton (10,12%). Kenaikan tersebut
disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,76 ton per hektar (11,55%)
dengan keadaan luas panen terjadi penurunan sebesar 1,692 ribu hektar
(1,38%) dibandingkan tahun 2010.

Rata-rata produksi cabai nasional baru

mencapai 7,34 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10
ton/ha.
Peningkatan produksi cabai besar tahun 2011, berdasarkan prosentase
menurut wilayah peningkatan produksi di Pulau Jawa sebesar 15,424 ribu ton
(45,67%), sedangkan untuk luar Pulau Jawa peningkatannya sebesar 66,268
ribu ton (54,33%).
Tabel 1. Perkembangan Produksi Cabai Besar Menurut Wilayah Pulau Jawa
dan Luar Pulau Jawa Tahun 2009-2011
Wilayah

Produksi (Ribu Ton)
2009

2010

2011

Jawa

434,22

390,50

405,93

Luar Pulau Jawa

353,21

416,66

482,92

Indonesia

787,43

807,16

888,85

(Sumber data: BPS-2012)

7
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

2.1.1. Kendala Produksi Cabai di Indonesia
Kendala produksi cabai di Indonesia kompleks, salah satu faktor
pembatas produksi tanaman cabai adalah adanya Organisme Penggangu
Tanaman.

Budidaya tanaman cabai mempunyai resiko tinggi akibat adanya

serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan
kegagalan panen. Jamur adalah OPT yang dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas produksi cabai sampai 100% (Asian Vegetable Research and
Development Center 1990 dalam Syamsuddin 2003).
Jamur Fusarium sp. merupakan jamur yang sangat merugikan karena
dapat menyerang tanaman cabai mulai dari masa perkecambahan sampai
dewasa (Mulyaman et al. 2002 dan Semangun, 2000). Patogen lain pada cabai
yang menimbulkan kerugian cukup besar adalah Ralstonia solanacearum
penyebab penyakit layu bakteri (Djafruddin 2004; Semangun 2007; Pracaya
2007). Menurut Agrios (2005), penyakit layu bakteri umum dijumpai di wilayah
tropis, subtropis dan pada daerah dengan iklim hangat di wilayah dunia. Patogen
ini menyerang lebih dari 50 spesies tanaman dan merupakan patogen penghuni
tanah (Schaad et al. 2001).

2.2. Penyakit Layu Ralstonia solanacearum
2.2.1. Arti Penting Penyakit Layu Ralstonia solanacearum
Penyakit pada tanaman Solanaceae sangat beragam, antara lain adalah
penyakit layu bakteri. Penyakit tersebut hingga saat ini masih merupakan faktor
pembatas produksi tanaman Solanaceae. Penyakit tersebut disebabkan oleh
bakteri Ralstonia solanacearum yang bisa menyerang pada lebih 200 jenis
tanaman inang. Kisaran inang penyakit sangat luas, sehingga menyebabkan
penyakit layu bakteri sulit ditangani. Patogen ini menyerang lebih dari 50 famili

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

tanaman (Denny & Hayward 2001), seperti tomat, kentang, lada, tembakau,
terung, pisang, jahe dan kacang (Jeung et al. 2007; Aeny 2001 dan Handayani
2005). Penyakit tersebut mampu menyerang tanaman dengan intensitas hingga
35 % (Anonim, 2001).
Penyakit penting yang sering menyerang tanaman cabai adalah penyakit
layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Djafruddin 2004;
Semangun 2004 dan Pracaya 2007). Penyakit layu telah lama dikenal sebagai
penyakit yang paling merugikan tanaman cabai dan tomat yang dilaporkan pada
tahun 1921 dan 1922 di Madiun dan Kediri (Van Hall 1922 dan 1923 dalam
Semangun 2004) serta Irian Jaya (Anonim 1987 dan 1988 dalam Semangun
2004). Patogen ini merupakan bakteri penyebab penyakit yang cukup penting di
daerah tropis, subtropis dan daerah bersuhu hangat (Jeung et al. 2007).
2.2.2. Gejala Penyakit
Gejala khas penyakit layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum adalah
daun menguning dimulai dari daun tua dan diikuti daun muda.

Gejala daun

menguning dimulai dari pinggir daun, kemudian menyebar ke seluruh helai daun.
Tanaman akan layu, mengering dan mati. Proses kematian berlangsung cepat.
Pada bagian pangkal batang terlihat cekung basah dan garis-garis hitam atau
abu-abu, serta akan menimbulkan bau busuk. Batang mudah dicabut dari
pangkalnya. Bila pangkal batang atau akar dipotong dan ditekan akan keluar
eksudat/lendir berwarna putih susu. Penyakit berkembang paling cepat pada
suhu

27

derajat

Celcius.

Cara

mudah

mendiagnosa

bakteri

Ralstonia solanacearum dari tanaman yang terserang yaitu dengan memotong
pangkal batang atau akar lalu rendam dalam air akan berubah menjadi keruh
(Sinaga, 2003).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Gambar 1. Gejala Penyakit Layu Bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum Pada Tanaman Cabai
(Sumber : Moekasan, 2002)
2.2.3. Patogen Penyebab
Ralstonia solanacearum mempunyai morfologi dengan ukuran 0,5-0,7 x
1,5-2,5 mikron, berbentuk batang dengan ujung membulat, tidak membentuk
kapsul, tanpa spora, motil dengan satu flagela polar, isolat yang virulen
umumnya flagelnya pendek dan pergerakan lambat, sedang yang avirulen
flagelnya lebih panjang dan memungkinkan bergerak lebih cepat. Sel bakteri
mengandung poli-beta hidrosibutirat berwarna biru/hitam bila diberi zat warna
sudan hitam, tidak membentuk pigmen fluorecent, gram negatif, bersifat aerobik
dan oksidatif, mereduksi nitrat, beberapa strain dapat menghasilkan gas nitrat,
mampu menghidrolisa gelatin dan tween 80, tidak menghasilkan asam dari
sukrosa, tidak dapat tumbuh pada suhu ± 41oC dan jumlah guanin dan sitosin
dalam DNA 66-69%. Pada media padat koloni berbentuk kecil dengan ukuran 35 mm, tidak teratur, ramping dan licin. Bila diinokulasikan pada media agar (suhu
28oC) koloni akan muncul dalam waktu 36-48 jam, dan bila diinokulasikan pada
suhu yang lebih rendah koloni nampak dalam waktu 3-4 hari. Suhu optimum
untuk pertumbuahn bakteri pada media adalah 27-37oC dan suhu minimum 15oC.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Suhu optimum untuk perkembangan patogen ini dialam berkisar 28-32oC
(Anonim, 2008).

Gambar 2. Koloni Bakteri Ralstonia solanacearum
(Sumber : Spriyono, 2010)
2.2.4. Siklus Hidup Patogen
Siklus hidup R. solanacearum merupakan bagian penting untuk menyusun
strategi pengendalian.

Secara ringkas, siklus hidup R. solanacearum dapat

dimulai dari terjadinya infeksi patogen ke dalam akar, baik secara sendiri maupun
melalui luka yang dibuat oleh nematoda peluka akar, atau akibat serangga dan
alat-alat pertanian.

Setelah berhasil masuk ke dalam jaringan akar,

R. solanacearum akan berkembang biak di dalam pembuluh kayu (xylem) dalam
akar dan pangkal batang, kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman.
Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh jutaan sel R. solanacearum,
transportasi air dan mineral dari tanah terhambat sehingga tanaman menjadi layu
dan mati (Supriadi 1994; Hartati et al., 1994 dan Supriadi et al., 1995).
Kenyataan

ini

dimanfaatkan untuk

memproduksi benih

kentang

bebas

R. solanacearum di dataran tinggi yang suhunya cukup dingin (Hayward, 1991).
Sumber utama R. solanacearum berasal dari benih rimpang yang sudah
terinfeksi dari tanaman induk yang sakit. Patogen masuk ke dalam tanaman
inang melalui luka-luka pada akar akibat serangan nematoda atau faktor lainnya.
Patogen dapat bertahan lama di dalam tanah, sehingga menjadi sumber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

penyakit. Sehingga tidak dianjurkan menanam tanaman rimpang berulang-ulang
di lahan yang sama. Patogen menyebar melalui bibit terinfeksi, tanah, air, alatalat pertanian dan pekerja di lapang.

R. solanacearum menyebar melalui air

tanah, benih yang terinfeksi atau terkontaminasi, luka yang terbentuk pada saat
pemindahan tanaman, melalui alat-alat pertanian yang terkontaminasi (Denny &
Hayward, 2001).

Gambar 3. Siklus Hidup Ralstonia solanacearum
(Sumber : Belen, 2010)
2.3. Penyakit Layu Fusarium
2.3.1. Arti Penting Penyakit Layu Fusarium
Salah satu penyakit penting pada tanaman cabai adalah penyakit layu
Fusarium.

Penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai merupakan penyakit

yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp capsici.

Jamur ini

menyerang empulur batang melalui akar yang luka dan terinfeksi (Anonim, 1997).
Penyakit ini merupakan penyakit paling berbahaya yang menyerang tanaman
cabai. Kerugian hasil akibat penyakit layu Fusarium dapat mencapai 45 – 60%
atau lebih terutama pada kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan
penyakit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Bahkan menurut Estiati (1993) di Amerika Serikat patogen layu Fusarium
menduduki peringkat ke lima sebagai patogen yang merugikan, yaitu sekitar 0,72
% dari produksi cabai di seluruh Amerika Serikat. Bila dikonversi dalam biaya
nilainya sekitar

6,6 juta dollar Amerika Serikat di tahun 1988 sampai 1989.

Penyakit ini bisa mengakibatkan gagal panen sampai 50% (Wiryanta, 2002).
2.3.2. Gejala Penyakit
Gejala yang mencolok penyakit layu Fusarium pada awalnya adalah
terjadinya penguningan tepi daun yang lebih tua.

Gejala ini awalnya sulit

dibedakan dari gejala defisiensi kalium, terutama pada kondisi kering atau dingin.
Penguningan berkembang dari daun tertua menuju ke daun termuda, kemudian
seeara berangsur-angsur tangkainya layu sehingga patah di sekitar pangkal
daun, dan menggantung di sekeliling batang semu.

Ukuran daun-daun yang

baru muncul menjadi lebih kecil, tampak berkerut dan rusak.

Buah tidak

bergejala, namun kuaIitas dan kuantitas buahnya menurun (Hermanto, 2002).

Gambar 4. Gejala Penyakit Layu yang Disebabkan oleh Jamur Fusarium sp.
(Sumber : Moekasan, 2002)
2.3.3. Patogen Penyebab
Jamur

Fusarium

sp.

menghasilkan

3

spora

tak

kawin,

yaitu

mikrokonidium, makrokonidium, dan klamidospora. Konidiofor jarang bercabang,
tidak membentuk rantai, tanpa sekat, elips-silindris, lurus-lonjong, pendek dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

sederhana, fialid lateral dan berukuran (5-12) x (2,3-3,5) µm (Domsch et al.,
1993).

Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat jumlah banyak

dan sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di
dalam jaringan tanaman terinfeksi. Makrokonidium mempunyai tiga sampai lima
sel dan berbentuk lengkung. Jenis spora ini umumnya banyak dijumpai di
permuakaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios, 2005).
Menurut Domsch et al. (1993), makrokonidium berbentuk gelendong,
lonjong, ujung tajam, mempunyai 3-5 sekat dan ukuran [(20-27) – (46-60) x (3,54,5 (5)] µm. Klamidospora berbentuk bulat, berdinding tebal, dihasilkan di bagian
ujung maupun di tengah miselium yang tua atau pada makrokonidium, dengan
diameter 5-15 µm.
Menurut Sastrahidayat (1992), klamidospora dihasilkan apabila keadaan
lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup patogen.

Gambar 5. Fusarium sp.
(Sumber : Krisnawan, 2011)
2.3.4. Siklus Hidup
Daur hidup Fusarium sp. mengalami fase patogenesis dan saprogenesis.
Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang.
Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber
inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul
dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat
pertanian dan manusia (Doolite et al., 1961 dalam Winarni, 2004).

Gambar 6. Siklus Hidup Fusarium sp.
(Sumber : Martha, 2010)
2.4. Pengendalian Penyakit Secara Hayati
Usaha untuk mengendalikan patogen umumnya dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia atau pestisida.

Petani sebagai pelaku utama

kegiatan pertanian seringkali menggunakan pestisida sintetis terutama untuk
patogen yang sulit dikendalikan seperti patogen tular tanah. Petani cenderung
menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan
dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. (Istikorini, 2002).
Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu lingkungan
maka usaha pengendalian hama dan penyakit sekarang lebih diarahkan kepada
pemanfaatan musuh-musuh alami hama dan patogen yang lebih kita kenal
dengan pengendalian secara hayati.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Pengendalian penyakit tanaman secara hayati dalam arti luas adalah
setiap cara pengendalian penyebab penyakit atau pengurangan jumlah atau
pengaruh patogen tersebut yang berhubungan dengan mekanisme kehidupan
oganisma lain selain manusia (Campbell, 1989). Pengendalian hayati ini dapat
meliputi: 1). pergiliran tanaman dan beberapa system pengelolaan tanah,
pemupukan, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi mikroba tanah, 2).
Menempatkan atau menambahkan lansung mikroba antagonistik pada patogen
atau yang sesuai dengan tanamannya, 3). Penggunaan bahan kimia untuk
merubah mikroflora dan 4). Pemuliaan tanaman yang diketahui dapat merubah
genom tanaman yang dapat mempengaruhi mikloflora baik pada pilosfere
maupun rizosfere.
Pengendalian penyakit secara hayati dalam arti sempit dapat didefinisikan
sebagai penambahan suatu mikroflora antagonis secara buatan ke dalam
lingkungan untuk mengendalikan patogen.

Pengendalian hayati dapat juga

didefinisi sebagai upaya pengurangan kepadatan inokulum atau pengurangan
kegiatan patogen atau parasit baik pada waktu aktif maupun dorman dengan
menggunakan satu atau lebih organisma yang dilakukan secara alami atau
melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau melalui penambahan
satu atau lebih antagonis (Cook and Baker, 1983).
Tujuan pengendalian penyakit secara hayati tidak lain adalah mengurangi
laju perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen pada
tanaman, menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi
penyebaran inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tanaman serta
mengurangi serangan yang berat oleh patogen.
Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan patogen oleh senyawa
metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti: enzim, senyawa-senyawa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya. Salah satu contoh adalah
agensia hayati kelompok bakteri. Bakteri sebagai agensia hayati diketahui
mampu menghasilkan senyawa beracun (toksis) untuk melawan organisme lain.
Senyawa racun yang mampu dihasilkan oleh bakteri adalah siderofor, siderofor
merupakan senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam
pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel,
senyawa dengan berat molekul rendah dengan affinitas yang sangat kuat
terhadap besi (III). Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing
terhadap mikroorganisme lain, bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor
berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel,
1988). Selain peranannya sebagai agen pengangkutan besi (III), siderofor juga
aktif sebagai faktor pertumbuhan dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai
antibiotik (Neilands, 1981).

2.5. Pseudomonas fluoresens Sebagai Agensia Hayati
Bakteri

Pseudomonas

fluorescens

dapat

memberikan

pengaruh

menguntungkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, yaitu
sebagai “Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR).

Bakteri juga

menghasilkan siderofor yang dapat menghambat pertumbuhan patogen,
terutama patogen tular tanah dan mempunyai kemampuam mengoloni akar
tanaman.

Bakteri mempunyai tipe interaksi dengan patogen berupa pesaing

hara, penghasil antibiotika, siderofor dan asam sianida (Soesanto, 2008).
Pseudomonad

fluoresens

(Pf)

adalah

kelompok

bakteri

genus

Pseudomonas yang mempunyai asam mycelium pigmen fluorescens, koloni akan
berpendar bila diletakan dibawah sinar ultra violet (UV). Anggota dari kelompok

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

bakteri ini antara lain Pseudomonas fluorescens dan P. putida. Bakteri tersebut
hidup dalam tanah sebagai saprofit dan cepat berkembang (Cristianti, 2004).
2.5.1. Sistematika Pseudomonas fluoresen
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Gamaproteobacteria

Order

: Pseudomonadales

Famili

: Pseudomonadadceae

Genus

: Pseudomonas

Spesies

: Pseudomonas fluorescens

2.5.2. Potensi dan Kelebihan Pseudomonas fluoresen
Pseudomonad fluoresen merupakan pengkoloni akar yang agresif dan
efektif. Hal ini diduga karena kebutuhan nutrisinya yang mudah, karena mampu
menggunakan berbagai sumber karbon serta kemampuannya untuk membentuk
berbagai senyawa penghambat seperti HCN, Monoacetilphloroglucinol, siderofor,
2,4-diacetilphloroglucinol ,piolutrin, asam salisilat, pyrrolnitrin, altericidins dan
cepacin (Arwiyanto, 1997).
Pseudomonad fluoresen banyak digunakan sebagai agens hayati yang
potensial karena: 1) habitat alami bakteri ini adalah pada partikel bahan organik
dan rizosfer, 2) pseudomonad fluoresens menggunakan sejumlah besar bahan
organik dan eksudat akar yang dapat menstimulasi pertumbuhannya, 3) laju
pertumbuhan pseudomonad fluoresen relatif cepat dibanding bakteri lain di
rizosfer, 4) kebutuhan nutrisi yang mudah, 5) pengkoloni akar yang agresif, 6)
menghasilkan berbagai macam senyawa penghambat dan 7) dapat mengimbas
ketahanan tanaman.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Secara umum, metabolit sekunder yang dihasilkan oleh P. fluorescens
memegang peranan penting dalam pengendalian hayati penyakit tanaman.
Siderofor merupakan metabolit sekunder yang berperan penting dalam
pengendalian hayati. Metabolit sekunder tertentu berperan di dalam membunuh
secara langsung atau hanya menghambat patogen. Produksi metabolit sekunder
antimikroba dan pengaruhnya terhadap patogen tanaman sangat tergantung
pada faktor lingkungan, seperti kimia tanah, suhu, dan potensi air (Soesanto,
2008).
Pseudomonas fluoresens yang hidup di daerah perakaran tanaman dapat
berperan sebagai jasad renik pelarut fosfat, mengikat nitrogen, menghasilkan zat
pengatur tumbuh bagi tanaman (Baharuddin, dkk, 2005) sehingga dengan
kemampuan tersebut Pseudomonas fluoresens dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk biologis yang dapat menyediakan kebutuhan hara bagi tana