Pemodelan cara kerja retina menggunakan teknik Phase Plane Analysis studi kasus pada Model Fitzhugh Nagumo

(1)

Pemodelan Cara Kerja Retina Menggunakan Teknik Phase Plane

Analysis:

Studi kasus pada Model Fitzhugh-Nagumo

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Sains

Program Study Matematika

Disusun Oleh :

Novia Leny Christine

NIM : 103114014

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii

MODELING RETINA’S WORKING WAY USING PHASE

PLANE ANALYSIS: A CASE STUDY OF THE

FITZUGH-NAGUMO MODEL

PAPER

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

Mathematics Study Program

By :

Novia Leny Christine

NIM : 103114014

PROGRAM STUDY OF MATHEMATICS DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(3)

LEMBAR

PERSETUJUAI\I

PEMODELAhI

CARA KERJA RETINA

MENGGUNAKAI\I

TEKNIK AI\IALIS$

BIDANG

tr'ASE: STUDT

IilSUS

PADA

MODEL FITZHUGH.NAGUMO

Dosen Pembimbing Tugas Akhir

ath.Sc., Ph.D.

ranggar,

.Z.l.J.a/;

zo

tit'l


(4)

LEMBAR

PENGESAHAN

PEMODELAII

CARA

KERJA RETINA MENGGUNAKAII

TEKNIKANALISIS

BIDANG

FASE: STUDI KASUS PADA MODE

L

FIT ZHUGI{-]\TA GUM O

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Novia Lenv Christine

NIM: 103114014

Ketua Sekretaris Anggota

Y ogy akarlaS0Agustus 20 I 4 Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma


(5)

PER}IYATAAFI

KEASLIAN

KARYA

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya hrlis

ini

tidak

memuat karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka scbagaimana layaknya karya ilniah.

Yogyakarta 9Agustus 20 I 4

Penulis,

,JW,

Novia Leny Christine


(6)

vi

ABSTRAK

Salah satu faktor seseorang menyukai lawan jenisnya atau tertarik dengan suatu objek tertentu bermula dari proses melihat menggunakan indera penglihatannya masing-masing. Keadaan yang demikian dianggap sudah biasa oleh manusia, tanpa mengetahui bagaimana hal tersebut dapat terjadi di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, agar manusia mengetahui hal tersebut, akan digambarkan secara visual mengenai proses apa yang terjadi di dalam mata saat melihat suatu objek. Khususnya proses saat cahaya telah sampai ke dalam lapisan syaraf retina manusia (sel fotoreseptor) menggunakan teknik analisis bidang fase. Sebenarnya proses tersebut telah dimodelkan secara matematis oleh Richard Fitzhugh (1961) dan J. Nagumo yang menciptakan rangkaian ekuivalen pada tahun berikutnya. Model tersebut kemudian diberi nama model Fitzhugh-Nagumo.

Menggunakan model yang telah tersedia dan dengan bantuan teknik analisis bidang fase kemudian dilakukan penelitian ketika intensitas cahaya yang masuk ke retina berubah-ubah. Hasil yang diperoleh adalah, teknik analisis bidang fase ini berhasil menggambarkan potensial aksi yang terjadi di retina secara visual serta menganalisis respon apa yang terjadi di dalam sel fotoreseptor. Teknik tersebut juga berhasil digunakan untuk membuat model sederhana interaksi antara sel kerucut dan sel batang di retina.


(7)

vii

ABSTRACT

One of the factors that causes a person loves his/her mate or is interested in particular object is started from the process of seeing using his/her own sense of sight. This condition is thought to be common by people without knowing how that thing happens in his/her body. Therefore, it will be illustrated visually by the writer so that people know the process which happens inside their eye when they see an object, especially the process when the light comes to the retinal nerve fiber layer of human‟s body (photoreceptor cell) by using the phase plane analysis. Actually, that process has already been modeled mathematically by Richard Fitzhugh (1961), and J. Nagumo created the equivalent series on the following year. This model named is Fitzhugh-Nagumo model.

By using the available model and with the help from a phase plane analysis technique then the writer will do the observation when the intensity of light which enters the retina is changed. The result obtained the phase plane analysis technique is successful in depicting the potential action which happens in retina visually and also in analyzing what response happening in the photoreceptor cell. This model also successful to build a simple model describing the interactions between cone cells and horizontal cells of the retina.


(8)

LEMBAR

PER}TYATAAN PERSETUJUAFI

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAIY AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawatr ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan:

Nama : Novia Leny Christine

NIM

:103114014

Demi pengembangan ilmu pengetahual saya memberikan karya ilmiah saya kepada Perpustakaan Universitas Sanaa Dhanrra yang berjudul:

PEMODELAN CARA KERJA RETINA MENGGT]NAKAh{ TEKNIK ANALISIS BIDANG FASE: STUDI KASUS PADA MODEL

FITZHUGH-NAGUMO

beserta perangkat yang diperlukan, bila ada. Dengan demikian, saya memberikan hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan

mempublikasikannya dj internet atal media lain untuk kepentingen akademis tanpa perlu memintaizin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

Demikian pemtataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di Yogyakarta,

Pada temggal 27 Agustus 2014

Yang menyatakan,

,tdry

Novia Leny Christine


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pemodelan Cara Kerja Retina Menggunakan Teknik Analisis Bidang Fase: Studi Kasus Pada Model Fitzhugh-Nagumo”.

Penulisan tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Matematika Program Studi Matematika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dengan terselesaikannya penulisan tugas akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu memberikan dukungan baik berupa saran, doa, maupun secara finansial. Ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya ditujukan kepada :

1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik moral, spiritual, material, dan juga ucapan semangat yang selalu diberikan selama masa studi.

2. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, bantuan dan dorongan kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan sampai dengan penyelesaian penulisan ini.

3. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata DharmaYogyakarta.

4. Bapak Y. G. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku ketua Jurusan

Matematika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam pemilihan topik penulisan ini. 5. Bapak Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc selaku dosen pembimbing

akademik.

6. Saudari Meity Adelina Kubuan, yang telah membantu dalam alih bahasa untuk penulisan abstrak.


(10)

x

7. Adik-adik tersayang di rumah dan juga para sepupu yang ada di Yogyakarta atas doa dan dukungannya.

8. Aunt, Anita, Kak Eliz, Bebep, dan semua penghuni kost Keasa yang ceria dan selalu membuat penulis bersemangat.

9. Para alien Anes, Dinda, Nyai, Juna, Yoyo, dan semua teman-teman Matematika angkatan 2010, terimakasih atas semangat dan bantuan yang sangat berarti sehingga akhirnya penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan tugas akhir ini, pastilah banyak kekurangan dan hal yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca yang sekiranya dapat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga penulisan tugas akhir ini berguna untuk menambah wawasan ataupun menjadi referensi bagi para pembaca sekalian khususnya pada mahasiswa matematika.

Yogyakarta, Juli 2014


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL (BAHASA INDONESIA)……….i

HALAMAN JUDUL (BAHASA INGGRIS)………..ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….iii

HALAMAN PENGESAHAN……….iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penulisan ... 8

1.5 Metode Penulisan ... 9

1.6 Manfaat Penulisan ... 9

1.7 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II RETINA DAN ANALISIS BIDANG FASE ... 12

2.1 Mata dan Bagian-Bagiannya ... 12

2.1.1 Lapisan luar (fibrosa) ... 12

2.1.2 Lapisan tengah (vaskular) ... 13

2.1.3 Lapisan dalam (jaringan syaraf) ... 13

2.2 Retina ... 14

2.2.1 Sel-sel fotoreseptor ... 14

2.2.2 Sel-sel bipolar ... 15

2.2.3 Sel-sel ganglion ... 15

2.3 Mekanisme Jalur Penglihatan ... 15


(12)

xii

2.4.1 Definisi (Leon, Hal.260) : ... 17

2.4.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen ... 17

2.4.3 Eigendecomposision dari Matriks ... 19

2.5 Syarat Kestabilan ... 20

2.5.1 Nilai Eigen Real (sama) ... 21

2.5.2 Nilai Eigen Real (beda) ... 21

2.5.3 Nilai Eigen Kompleks ... 22

2.6 Bidang Fase ... 22

2.7 Metode Numerik ... 29

2.7.1 Ekspansi Taylor... 29

2.7.2 Metode Euler ... 30

BAB III MODEL FITZHUGH-NAGUMO ... 32

3.1 Model Fitzhugh-Nagumo ... 32

3.2 Sistem Nonlinear Model Fitzhugh-Nagumo ... 36

3.3 Linearisasi Model Fitzhugh-Nagumo ... 37

3.4 Contoh Model Fitzhugh-Nagumo Menggunakan Bidang Fase ... 45

3.5 Menganalisis Model Fitzhugh-Nagumo Menggunakan Bidang Fase ... 49

BAB IV MEMODELKAN RETINA MENGGUNAKAN BIDANG FASE... 56

4.1 Latar Belakang Biologi ... 56

4.2 Model Umpan Balik Retina atau Retinal Feedback ... 57

4.3 Latar Belakang Matematika ... 59

4.4 Menyelesaikan Model Retinal Feedback ... 61

4.5 Menggambarkan Model Retinal Feedback Menggunakan Bidang Fase ... 63

BAB V PENUTUP ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, serta tujuan, metode dan manfaat penulisan makalah. Sistematika makalah juga ditulis dalam bab ini.

1.1 Latar Belakang

Kalimat sederhana seperti “cinta dari mata turunnya ke hati” atau “cinta pada pandangan pertama” seringkali diucapkan oleh para remaja maupun orang dewasa bahkan anak kecil sekalipun. Dari kedua kalimat ini berarti bahwa salah satu faktor „cinta‟ atau „suka‟ hadir di antara dua insan yaitu melalui proses melihat lawan jenis. Melihat bisa diartikan bermacam-macam, melihat dari segi fisik, penampilan, tingkah laku atau perbuatan lawan jenis yang mengakibatkan suatu rangsangan alami yang biasa disebut suka, kagum atau cinta. Terciptanya rangsangan tersebut tidak secara instan, semua butuh proses yang dalam hal ini dimulai dari penglihatan secara visual menggunakan indera penglihatan.

Indera penglihatan atau biasa disebut mata seperti ditunjukkan dalam Gambar (1.1) adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan (sklera dan kornea, vaskular, retina). Salah satu lapisan yang letaknya paling dalam adalah retina (Sherwood, 2009). Retina terdiri dari lapisan berpigmen di


(14)

2

sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Lapisan jaringan saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsang, yaitu:

1. Lapisan paling luar yang mengandung sel batang dan sel kerucut (menjauhi sinar datang)

2. Lapisan tengah/sel bipolar 3. Lapisan dalam/sel ganglion

Gambar 1.1 Mata dan bagian-bagiannya

(Sumber :http://imsdd.meb.uni-bonn.de/cancer.gov/Media/CDR0000543553.jpg)

Lapisan paling luar sel peka rangsang mengandung sel batang dan sel kerucut atau biasa disebut sel fotoreseptor. Sel batang (rods) merespon cahaya redup dan paling banyak ditemukan di daerah perifer retina manusia, sel batang tidak bermanfaat pada cahaya terang siang hari karena cahaya terang akan merusak sel tersebut. Sel kerucut (cones) lebih bermanfaat pada cahaya terang dan sangat dibutuhkan untuk penglihatan berwarna, sel ini kurang merespon pada cahaya redup dan banyak ditemukan di dalam dan sekitar fovea.

Sinar harus melalui lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea, seperti terlihat pada Gambar


(15)

3

(1.2). Fovea merupakan sebuah area kecil untuk penglihatan tajam dan detail. Pada area tersebut hampir tidak terdapat akson-akson sel ganglion serta pembuluh darah sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor. Reseptor yang tersusun sangat rapat sehingga membantu untuk persepsi yang mendetail, oleh karena itu persepsi setiap orang berbeda-beda dan mengakibatkan perubahan perilaku yang berbeda pula. Persepsi adalah interpretasi sadar seseorang terhadap dunia luar yang diciptakan oleh otak dari suatu pola impuls–impuls saraf yang diterimanya dari reseptor sensorik. Tiap reseptor pada fovea terhubung dengan satu sel bipolar dan tiap sel bipolar terhubung dengan satu sel ganglion. Sel ganglion pada manusia ukurannya kecil dan hanya merespon satu sel kerucut, karenanya tiap sel kerucut pada fovea memiliki lintasan langsung ke otak yang dapat mengetahui dengan tepat asal input tersebut.

Gambar 1.2. Cahaya menuju area fovea langsung mengenai fotoreseptor

(Sumber :http://ocularis.es/blog/pics/990303.jpg)

Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel kerucut (sel fotoreseptor) retina. Fotoreseptor kemudian


(16)

4

mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik yang kemudian digunakan oleh neuron untuk menerima, memproses, memulai dan mengirimkan pesan ke SSP (sistem syaraf pusat). Sinyal listrik dihasilkan oleh perubahan pada perpindahan ion melintasi membran plasma. Perubahan pada perpindahan ion ditimbulkan oleh permeabilitas membran sebagai respon terhadap berbagai kejadian pemicu/rangsangan.

Terdapat dua bentuk dasar sinyal listrik yaitu:

1. Potensial berjenjang yang berfungsi sebagai sinyal jarak pendek, terjadi di saat potensial istirahat mendapat stimulus cahaya gelap

2. Potensial aksi yang menjadi sinyal jarak jauh, terjadi ketika mendapat stimulus dari cahaya gelap menjadi cahaya terang

Keduanya saling berhubungan karena sebelum menuju ke potensial aksi terlebih dahulu suatu sel harus melalui potensial berjenjang. Setelah mengalami potensial berjenjang barulah neuron dapat mengirimkan informasi yang diperolehnya ke SSP, demikian pula setelah mengalami potensial aksi neuron dapat mengirimkan informasi yang diperolehnya ke SSP. Setelah sampai di SSP informasi tersebut harus melewati serangkaian proses lagi sampai akhirnya menghasilkan suatu persepsi yang mengakibatkan berubahnya perilaku seseorang. Hal ini diilustrasikan pada Gambar (1.3) berikut:


(17)

5

Gambar 1.3. Ilustrasi alur munculnya persepsi

Sumber:http://realitypod.com/wp-content/uploads/2012/07/Artificial-Retina.jpg

Gambaran secara visual mengenai keterkaitan antara sel batang dan sel kerucut, dalam mengubah energi cahaya menjadi energi listrik yang kemudian digunakan oleh neuron untuk mentransmisikan data ke SSP dapat dimodelkan secara matematika.

Menurut Luenberger (1979) fenomena yang terjadi di dunia yang selalu berubah terhadap waktu dan bagian dari ilmu matematika yang digunakan untuk merepresentasi atau menganalisis fenomena tersebut dinamakan dynamic systems

atau sistem dinamis. Dalam kasus ini digunakan pendekatan sistem dinamis untuk menganalisis kejadian saat retina diberi suatu stimulus cahaya, yaitu berupa perubahan cahaya dari waktu gelap ke terang atau sebaliknya.

Pendekatan sistem dinamis dalam menganalisis dapat dilihat dari segi aljabar dan segi geometri. Menganalisis dari segi aljabar berarti melalui perhitungan, sedangkan dari segi geometri berarti menganalisis melalui media


(18)

6

gambar. Pendekatan melalui media gambar dalam sistem dinamis dapat menggunakan suatu teknik yang dinamakan analisis bidang fase.

Ketika cahaya masuk ke dalam mata, cahaya tersebut kemudian di fokuskan menuju ke sel batang dan sel kerucut. Kedua sel tersebut bertugas untuk mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik sehingga dapat digunakan oleh neuron untuk menyalurkan informasi ke SSP. Proses inilah yang akan dianalisis dari segi geometri menggunakan media gambar agar terlihat lebih rinci. Perubahan energi cahaya menjadi sinyal listrik yang menyebabkan munculnya potensial aksi pada neuron sebagai respon terhadap rangsangan cahaya telah dimodelkan dalam matematika yang dinamakan model Fitzhugh-Nagumo (FN). Model ini adalah kelanjutan dari model Hodgkin-Huxley yang memiliki empat persamaan, sedangkan model FN lebih sederhana dengan dua persamaan dan akan dianalisis menggunakan teknik analisis bidang fase.

Secara umum, model Fitzhugh-Nagumo (FN) dapat dituliskan sebagai sistem persamaan diferensial biasa yang terdiri atas dua persamaan:

( )

disini adalah perubahan neuron selama potensial aksi pada saat diberi suatu stimulus, sedangkan merupakan perubahan neuron kembali ke keadaan istirahat setelah mengalami potensial aksi, dan t mewakili waktu, serta dan adalah parameter dari model.


(19)

7

Model tersebut hanya menjelaskan proses bagaimana suatu stimulus yang sedikit atau banyak yang diterima oleh reseptor penglihatan dapat menghasilkan suatu potensial aksi yang terjadi di dalam neuron/sel saraf. Kemudian digunakan oleh neuron untuk mengirimkan informasi ke otak sehingga setelah mengalami serangkaian proses lagi di otak akan mengakibatkan perubahan perilaku seseorang. Mengenai proses yang terjadi di otak dan perilaku apa yang akan terjadi ketika diberi suatu stimulus pada mata tidak dibahas dalam model ini, karena kinerja otak setiap manusia yang berbeda-beda ketika merespon suatu stimulus. Selain membahas mengenai model FN, juga akan dibahas mengenai struktur dasar dari retina dan cara membuat model sederhana dari interaksi neuron. Membuat model sederhana yang dimaksud adalah memodelkan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina dengan mendeskripsikan grafiknya menggunakan analisis bidang fase. Diharapkan kedua model ini dapat membantu menerangkan secara visual, bagaimana proses masuknya cahaya melalui mata dan proses apa yang terjadi di dalam retina.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, pokok permasalahan dari penulisan ini adalah:

1. Apa itu teknik analisis bidang fase?

2. Bagaimana cara menganalisis model Fitzhugh-Nagumo menggunakan teknik analisis bidang fase?


(20)

8

3. Bagaimana cara memodelkan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan ini hanya akan dibahas mengenai pemodelan cara kerja retina khususnya pada saat sel peka rangsang/fotoreseptor di retina mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik sehingga mengakibatkan perubahan potensial aksi pada neuron atau disebut model Fitzhugh-Nagumo menggunakan teknik analisis bidang fase. Penulisan ini juga akan membahas mengenai pemodelan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina dengan mendeskripsikan grafiknya menggunakan bidang fase.

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Mengetahui tentang teknik analisis bidang fase

2. Mengetahui bagaimana cara menganalisis model Fitzhugh-Nagumo menggunakan teknik analisis bidang fase ketika ada perubahan pada rangsangan atau parameter.

3. Mengetahui cara memodelkan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina dengan mendeskripsikan grafiknya menggunakan bidang fase.


(21)

9

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari materi dari buku-buku acuan yang berkaitan dengan topik.

1.6 Manfaat Penulisan

Bagi penulis makalah ini akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu dan teknik yang telah dipelajari dalam matematika, sebagai alat bantu dalam perkembangan bidang ilmu lainnya terutama untuk melihat visualisasi dari perubahan neuron saat potensial aksi yang terjadi di retina dan saat memodelkan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina menggunakan teknik analisis bidang fase.

Bagi pembaca, makalah ini dapat memberi pemahaman yang lebih luas lagi mengenai bagaimana matematika berperan serta membantu memvisualisasikan keadaan neuron saat mengalami potensial aksi, dan cara memodelkan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina menggunakan teknik analisis bidang fase. Teknik ini juga sekaligus digunakan untuk menganalisis perubahan apa yang akan terjadi pada neuron saat potensial aksi ketika diberi stimulus yang berbeda-beda.


(22)

10

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

1.2Perumusan Masalah

1.3Pembatasan Masalah

1.4Tujuan Penulisan

1.5Metode Penulisan

1.6Manfaat Penulisan

1.7Sistematika Penulisan

BAB II : Analisis Bidang Fase

2.1Mata dan Bagian-Bagiannya

2.2Retina

2.3Mekanisme Jalur Penglihatan

2.4Matriks

2.5Syarat Kestabilan

2.6Bidang fase

2.7Metode Numerik

BAB III : Model Fitzhugh-Nagumo

3.1Model Fitzhugh-Nagumo

3.2Linearisasi Model Fitzhugh-Nagumo

3.3Sistem Nonlinear model Fitzhugh-Nagumo


(23)

11

menggunakan Bidang Fase

3.5Menganalisis model Fitzugh-Nagumo

BAB IV : Memodelkan Retina Menggunakan Bidang Fase

4.1Latar Belakang Biologi

4.2Model Umpan Balik Retina atau Retinal feedback

4.3Latar Belakang Matematika

4.4Menyelesaikan Model Retinal feedback

4.5Menggambarkan Model Retinal feedback

menggunakan Bidang Fase


(24)

12

BAB II

RETINA DAN ANALISIS BIDANG FASE

Dalam bab ini akan dijelaskan landasan teori yang digunakan dalam pembahasan di bab-bab berikutnya.

2.1 Mata dan Bagian-Bagiannya

Indera penglihatan sangat penting bagi mahluk hidup, hampir seluruh mahluk hidup yang tinggal di laut, udara, maupun darat memiliki indera penglihatan yang disebut dengan mata. Fungsi bola mata adalah untuk membentuk bayangan dari benda yang dilihat. Mata dilindungi oleh beberapa lapisan, lapisan paling luar (fibrosa), lapisan tengah (vaskular atau traktus uveal), lapisan dalam (jaringan syaraf).

2.1.1 Lapisan luar (fibrosa)

Lapisan luar (fibrosa) terdiri atas sklera dan kornea. Sklera atau selaput putih mata terdiri atas jaringan fibrosa bermembran atau jaringan pengikat padat yang membuat bola mata melekat pada mata dan otot-otot mata, sklera berfungsi untuk melindungi bola mata. Kornea mata tampak cembung dan terbentuk dari jaringan pengikat padat yang tidak memiliki pembuluh darah, karenanya kornea mata tersebut transparan sehingga dapat membiaskan sinar cahaya yang masuk ke mata lalu difokuskan menuju ke retina.


(25)

13

2.1.2 Lapisan tengah (vaskular)

Lapisan tengah (vaskular) terdiri atas koroid, badan siliaris, dan iris. Koroid kaya akan pembuluh darah dan berwarna coklat di bagian dalamnya. Koroid bertugas mengabsorpsi cahaya yang masuk melalui pupil. Badan siliaris merupakan lanjutan dari anterior koroid yang terdiri atas otot siliaris dan sel epitalium sekretorik. Otot siliris (serat otot polos) membantu mengatur lensa untuk melihat benda-benda yang dekat. Iris terletak di belakang kornea dan di depan lensa, iris merupakan bagian mata yang berwarna dan berfungsi untuk mengatur sejumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris dibentuk dari dua lapisan otot polos yaitu otot sfinkter dan otot dilator. Kontraksi otot sfinkter menyebabkan pupil mengecil bila seseorang melihat dalam jarak yang sangat dekat. Kontraksi otot dilator menyebabkan pupil membesar bila seseorang melihat dalam jarak yang jauh saat cahaya remang-remang.

2.1.3 Lapisan dalam (jaringan syaraf)

Lapisan dalam (jaringan syaraf) yaitu retina merupakan lapisan terdalam pada dinding mata. Retina memiliki struktur yang sangat halus dan beradaptasi sangat baik terhadap sinar cahaya. Retina terdiri dari dua bagian, bagian luar terdiri atas beberapa lapisan badan sel saraf yang berada pada lapisan sel epitalium berpigmen dan melekat pada lapisan koroid, dan bagian dalam yaitu lapisan peka cahaya atau sel fotoreseptor.


(26)

14

2.2 Retina

Retina melapisi tiga perempat bola mata dan paling tebal pada bagian belakangnya. Fungsi retina tidak hanya sebagai pendeteksi cahaya tetapi juga memainkan peran penting dalam persepsi visual. Retina terdiri atas lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan syaraf di sebelah dalam.

Lapisan jaringan syaraf pada retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsang, yaitu :

2.2.1 Sel-sel fotoreseptor

Lapisan paling luar yang mengandung sel batang dan sel kerucut atau biasa disebut sel fotoreseptor (menjauhi sinar datang). Sel fotoreseptor terdiri dari tiga bagian, segmen luar, segmen dalam, dan terminal sinaps. Segmen luar berbentuk batang pada sel batang dan berbentuk kerucut pada sel kerucut, dan bagian ini berfungsi untuk mendeteksi rangsangan cahaya.Segmen dalam terletak di bagian tengan fotoreseptor dan mengandung perangka metabolik sel. Terminal sinaps terletak dekat dengan interior mata, bagian ini berfungsi menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel berikutnya di jalur penglihatan.

Setiap retina mengandung sekitar 150 juta fotoreseptor dan lebih dari satu milyar molekul fotopigmen yang berada di dalam segmen luar setiap fotoreseptor. Fotopigmen mengalami suatu perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar yang masuk ke retina. Melalui serangkaian


(27)

15

proses sehingga terjadi perubahan yang disebabkan oleh cahaya hingga mengaktifkan fotopigmen menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi yang terjadi bertujuan untuk menyalurkan informasi yang diterima menuju ke otak untuk pemrosesan visual.

2.2.2 Sel-sel bipolar

Lapisan tengah atau sel bipolar adalah sel saraf perantara di retina yang mengirimkan sinyal visual dari sel-sel fotoreseptor ke sel-sel ganglion.

2.2.3 Sel-sel ganglion

Lapisan dalam atau sel ganglion terdiri dari inti sel ganglion dan merupakan asal dari serat syaraf optik.

2.3 Mekanisme Jalur Penglihatan

Cahaya masuk ke mata melalui kornea kemudian melewati pupil yang lebarnya diatur oleh iris, lalu dibiaskan oleh lensa sehingga terbentuk bayangan di retina yang bersifat nyata, terbalik, diperkecil. Selanjutnya sel-sel batang dan kerucut meneruskan sinyal cahaya melalui saraf optik menuju ke otak yang kemudian membalikkan kembali bayangan yang terlihat di retina ke bentuk aslinya sehingga di peroleh persepsi mengenai obyek apa yang terlihat.


(28)

16

Pada saat sel fotoreseptor meneruskan sinyal cahaya terlebih dahulu cahaya tersebut diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik disebut juga impuls atau rangsangan yang dihasilkan oleh perubahan pada perpindahan ion saat melintasi membran plasma. Apabila tidak terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di dalam membran plasma bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membran bermuatan positif. Keadaan yang demikian dinamakan polarisasi atau potensial istirahat, di sel saraf saat potensial

istirahat terjadi membran mengalami polarisasi pada -70mV. Perbedaan

muatan ini terjadi karena adanya mekanisme transpor aktif yakni pompa natrium-kalium. Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar membran plasma dari suatu akson neuron lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamnya. Sebaliknya, konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar daripada di luar. Akibatnya, mekanisme transpor aktif terjadi pada membran plasma.

Apabila neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+ berubah meningkat. Peningkatan permeabilitas membran ini menjadikan ion Na+ berdifusi ke dalam membran, sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi positif. Fase seperti ini dinamakan depolarisasi atau potensial aksi. Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar melewati membran. Fase ini dinamakan repolarisasi, yaitu saat membran kembali ke keadaan istirahat

setelah mengalami depolarisasi. Peningkatan besar potensial membran negatif

atau membran menjadi lebih terpolarisasi dibandingkan saat waktu istirahat dinamakan hiperpolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang mengalami polarisasi dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik. Arus listrik inilah yang


(29)

17

kemudian digunakan oleh neuron untuk menerima, memproses, memulai dan mengirimkan pesan ke SSP (sistem syaraf pusat).

2.4 Matriks

2.4.1 Definisi (Leon, Hal.260) :

Misalkan A adalah suatu matriks . Skalar � disebut sebagai suatu nilai eigen atau nilai karakteristik (characteristic value) dari A jika terdapat suatu vektor taknol x, sehingga Ax= x. Vektor x disebut vektor eigen atau vektor karakteristik dari .

2.4.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Contoh mencari nilai eigen (�) menggunakan persamaan karakteristik yang diperoleh dari definisi di atas:

Jika memiliki invers maka perkalian dengan inversnya:

Tentu saja ini bukan penyelesaian yang diinginkan,karena jika vektor tidak dapat dicari nilai eigen dari matriks A. Sehingga salah satu cara agar adalah jika tidak memiliki invers. Ingat bahwa matriks tidak memiliki invers jika dan hanya jika:


(30)

18

disebut Persamaan Karakteristik untuk matriks .

Sebagai contoh misal diberikan suatu matriks

, untuk

mencari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks menggunakan persamaan karakteristik caranya,

| | , atau |

| ,

atau |

| ,

atau , atau ,

atau � , diperoleh atau

nilai eigen untuk matriks adalah Mencari vektor eigen untuk

Misalkan

[ ] [ ] [ ]

Penyelesaian dari sistem ini akan memberikan persamaan sehingga jika dipilih maka , dan

.


(31)

19

[ ] [ ] [ ]

Penyelesaian dari sistem ini akan memberikan persamaan sehingga jika dipilih maka , dan .

2.4.3 Eigendecomposision dari Matriks

Eigendecomposision Theorem mengatakan bahwa:

Untuk suatu matriks dengan nilai eigen berbeda dan real dapat ditulis , dimana adalah matriks persegi yang kolom-kolomnya adalah vektor eigen dari matriks , dan adalah matriks diagonal yang diagonal utamanya berisi nilai eigen dari matriks A.

Bukti menurut Leon (2001):

Misalkan dapat didiagonalisasi, artinya terdapat matriks diagonal yang serupa dengan atau matriks berisi nilai-nilai eigen dari matriks maka terdapat suatu matriks taksingular dimana . Jika

adalah vektor-vektor kolom dari ,

maka � � ,

untuk setiap , dimana adalah elemen diagonal dari matriks diagonal . Jadi untuk setiap � adalah nilai eigen dari dan adalah vektor eigen yang dimiliki � . Karena vektor-vektor kolom adalah bebas linear maka memiliki vektor eigen bebas linear. Karena dapat didiagonalisasi maka dapat difaktorkan ke dalam hasil kali . Jadi


(32)

20

Teorema di atas dapat digunakan untuk menuliskan kembali matriks

, sebagai hasil kali dari .

Bentuk matriks

yang mempunyai invers

[

]

dan berkaitan dengan

Lalu semuanya dimasukkan ke dalam teorema seperti berikut:

atau

[ ]

Catatan: Eigendecomposision Theorem dapat diatur kembali

sehingga memperoleh persamaan yang seringkali juga digunakan.

2.5 Syarat Kestabilan

Kestabilan dalam suatu model berarti bahwa perubahan awal yang kecil pada model tidak membuat error menjadi sangat besar. Suatu penyelesaian persamaan diferensial biasa dikatakan stabil jika perturbasi/perubahan yang kecil pada data awal tetap bersifat kecil seiring dengan waktu. Hal yang sangat penting dalam menentukan kestabilan suatu model adalah nilai eigen (�). Seperti sudah


(33)

21

dijelaskan sebelumnya, setiap model atau persamaan harus dibentuk dalam matriks untuk memperoleh nilai eigen.

Dalam kasus persamaan diferensial tingkat homogen yang berbentuk seperti berikut:

Substitusi

Sehingga diperoleh

, jadi memiliki buah akar yaitu

Nilai eigen ada tiga macam, nilai eigen real sama, nilai eigen real beda, nilai eigen kompleks. Berikut penjelasannya:

2.5.1 Nilai Eigen Real (sama)

Jika maka penyelesaian umumnya adalah:

2.5.2 Nilai Eigen Real (beda)

Jika maka penyelesaian umumnya adalah:


(34)

22

2.5.3 Nilai Eigen Kompleks

Jika sampai adalah nilai eigen berupa bilangan kompleks, maka vektor eigen juga berisi bilangan kompleks. Nilai eigen dan vektor eigen yang terdiri dari bilangan kompleks tersebut pasti memiliki pasangan konjugat yaitu �̅̅̅ sampai �̅̅̅ dan ̅ Sehingga penyelesaian umumnya adalah:

̅ ̅̅̅̅ ̅ ̅̅̅̅

atau dapat juga ditulis sebagai,

( ) ( ) .

2.6 Bidang Fase

Bidang fase secara matematika merupakan grafik hubungan antara fungsi dan . Banyak sistem yang rumit tidak bisa langsung dicari penyelesaiannya secara detail, sistem rumit tersebut seperti model Fitzhugh-Nagumo hanya dapat diselesaikan secara kualitatif. Artinya hanya dapat diselesaikan menggunakan analisis pada bidang fase. Ketika ingin menggambarkan sistem secara kualitatif, perlu dicari terlebih dahulu nilai titik tetap dari solusi dan juga mengklasifikasikan dinamika dari solusi yang menyebabkan nilai titik tetap ini.

Oleh karena itu misal diberikan suatu sistem, sistem ini akan dijelaskan kembali secara detail dalam bab 4.


(35)

23

. (2.2)

dengan nilai eigen -1 dan 3 sehingga solusi umumnya:

, (2.3)

. (2.4)

Titik tetap dari sistem ini adalah yang diperoleh dari dan

. Solusi ini dapat dinyatakan secara kualitatif, jika ditunggu cukup lama maka sistem ini akan mendekati salah satu dari dua keadaan. Jika maka

. Oleh karena itu dikatakan bahwa

adalah kondisi yang menyebabkan model ini stabil. Jika maka

oleh karena itu satu-satunya solusi yang stabil

dan terbatas untuk sistem ini adalah . Tidak ada nilai kestabilan lain untuk sistem ini, karena kondisi awal yang mengarah pada akan memiliki solusi yang cenderung menuju titik tetap , sementara yang lain menuju

infinity atau menjauhinya. Titik tetap dengan kondisi seperti ini, yaitu dengan beberapa kondisi awal menuju ke titik tetap dan yang lain menjauhinya disebut

saddle point (titik pelana).

Hal seperti di atas dapat digambarkan menggunakan pplane8. Pplane8 adalah suatu program yang dibuat oleh Dr. John C. Polking dari Universitas Rice. Program pplane8 dapat di-download di website http://math.rice.edu/~dfield/. Setelah di-download program dapat dijalankan, lalu hal pertama yang dilakukan cukup mengganti persamaan diferensial yang ada dengan persamaan (2.1) dan (2.2) lalu biarkan yang lain tetap, lihat Gambar (2.1) lalu klik proceed. Perlu


(36)

24

diketahui sebelumnya bahwa setiap solusi yang digambarkan pada bidang fase disebut trajectory atau lintasan. Lalu akan muncul Gambar (2.2), untuk melihat lebih jelas arah lintasannya, klik saja sebarang titik pada vektor field tersebut dan juga klik solutions menu lalu plih show nullclines. Dalam gambar tersebut

nullclines ditunjukkan sebagai garis yang berwarna kuning dan ungu. Terlihat pula kedua nullclines tersebut berpotongan tepat di titik (0,0) yang berarti titik tersebut adalah titik tetap dari sistem seperti dugaan awal sebelumnya pada persamaan (2.3) dan (2.4). Hal yang terjadi pada Gambar (2.2) menunjukkan benar bahwa arah lintasan atau solusi dari sistem ini adalah saddle point, artinya seiring bertambahnya waktu solusi sistem ini akan mendekati titik tetap (0,0) tetapi kemudian berbalik menjauhinya atau menuju infinity. Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap sistem linear pada persamaan diferensial biasa yang dinyatakan mengunakan matriks dengan nilai eigen real berbeda tanda akan menghasilkan saddle point pada perpotongan nullclinesnya.


(37)

25

Gambar (2.2). Display window persamaan (2.1) dan (2.2)

Jika matriks yang menggambarkan suatu sistem linear memiliki nilai eigen real yang sama tanda (negatif) maka titik tetapnya disebut nodal sink, Gambar (2.3). Jika matriks yang menggambarkan suatu sistem linear memiliki nilai eigen real yang sama tanda (positif) maka titik tetapnya disebut nodal source, Gambar (2.4). Untuk melihat perbedaan kedua Gambar (2.3) dan Gambar (2.4) lihatlah arah panahnya.


(38)

26

Gambar (2.3). Bidang fase untuk kestabilan nodal sink


(39)

27

Jika matriks yang menggambarkan suatu sistem linear memiliki nilai eigen kompleks dan bagian realnya bertanda negatif maka titik tetapnya disebut spiral sink, Gambar (2.5). Jika matriks yang menggambarkan suatu sistem linear memiliki nilai eigen kompleks dan bagian realnya bertanda positif maka titik tetapnya disebut spiral source, Gambar (2.6). Kelima jenis titik keseimbangan ini dikenal sebagai kesetimbangan generic. Ada juga lima kesetimbangan non generic, yang paling penting disebut center. Center terjadi ketika nilai eigen dari matriksnya adalah bilangan kompleks murni, Gambar (2.7).


(40)

28

Gambar (2.6). Phase plane untuk kestabilan spiral source


(41)

29

2.7 Metode Numerik

Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan biasa. Metode berarti suatu cara dan numerik artinya angka, sehingga metode numerik berarti cara berhitung dengan menggunakan angka dan menghasilkan solusi yang berbentuk angka pula. Metode numerik hanya mempunyai solusi yang hampir/dekat dengan solusi eksak. Solusi hampiran tidak sama dengan solusi eksak tetapi dapat dihampiri dengan ketelitian yang tinggi. Selalu ada error yang walaupun sangat kecil antara solusi hampiran dengan solusi eksak. Berikut adalah beberapa metode numerik yang digunakan dalam penulisan ini:

2.7.1 Ekspansi Taylor

Ekspansi Taylor disebut juga deret Taylor yang merupakan dasar untuk menyelesaikan persamaan diferensial. Bentuk umum deret Taylor:

kemudian deret Taylor dalam metode numerik adalah:

dengan:

: fungsi di titik

: fungsi di titik

: turunan pertama, kedua,…,ke dari fungsi

: jarak antara dan


(42)

30 : operator faktorial

2.7.2 Metode Euler

Metode Euler disebut juga metode orde pertama karena persamaannya hanya diambil sampai suku orde pertama saja. Misal diberikan PDB orde satu:

dengan nilai awal

Misalkan adalah hampiran nilai di yang dihitung dengan metode Euler, yaitu

Metode Euler diturunkan dengan cara menguraikan di sekitar ke dalam deret Taylor :

jika persamaan (2.6) dipotong sampai suku orde ketiga, maka diperoleh:

untuk Berdasarkan persamaan bentuk baku PDB orde satu maka,

dan sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis menjadi:


(43)

31 dua suku pertama persamaan (2.8) yaitu:

(2.9)

untuk . Atau dapat ditulis yang merupakan metode Euler.


(44)

32

BAB III

MODEL FITZHUGH-NAGUMO

Dalam bab ini akan dibahas mengenai potensial aksi yang terjadi saat sel fotoreseptor mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang disebut dengan model Fitzhugh-Nagumo atau dapat disingkat dengan model FN.

3.1 Model Fitzhugh-Nagumo

Model Fitzhugh-Nagumo (FN) yang pertama kali diperkenalkan oleh Richard Fitzhugh (1961) dan J. Nagumo pada tahun berikutnya merupakan perkembangan dari model Hodgkin-Huxley (HH) yang di perkenalkan oleh Alan Hodgkin dan Andrew Huxley. Berbeda dengan model HH yang memiliki 4 persamaan, model FN menggabungkan empat persamaan tersebut menjadi lebih sederhana yaitu 2 persamaan. Model FN mengkombinasikan dua variabel tertentu ke dalam satu variabel yaitu v dan mengkombinasikan dua variabel tertentu lainnya ke dalam satu variabel yaitu r.

Kedua persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

( )

(3.1)

(3.2)

Disini adalah perubahan neuron selama potensial aksi pada saat diberi suatu stimulus, sedangkan merupakan perubahan neuron kembali ke keadaan istirahat setelah mengalami potensial aksi, dan t mewakili waktu, serta dan


(45)

33

adalah parameter dari model. adalah nilai besarnya suatu stimulus yang diberikan. Sedangkan konstanta adalah nilai arus ion natrium, adalah nilai arus ion kalium dan adalah nilai arus eksternal yang masuk ke dalam membran untuk menentukan seberapa cepat perubahan dibandingkan . Berdasarkan penelitian Fitzhugh (1961), batasan untuk parameternya adalah

Telah diketahui bahwa sistem persamaan diferensial linear memiliki bentuk:

, (3.3)

. (3.4)

Dengan mempertimbangkan persamaan diferensial seperti yang terdapat di model FN, andaikan jika diperoleh persamaan diferensial yang berbentuk seperti berikut:

, (3.5)

. (3.6)

Disini f dan g merupakan fungsi dari x dan y. Akan disketsakan titik keseimbangan atau perpotongan nullclines antara x dan y, dengan memberikan nilai awal dan Jika titik keseimbangan keduanya tidak berpotongan maka sistem tersebut tidak memiliki solusi berhingga atau dengan kata lain solusi sistem tersebut tidak ada. Jika berpotongan di satu titik maka sistem tersebut memiliki satu solusi. Sistem linear biasanya memiliki satu solusi,


(46)

34

tetapi sistem nonlinear dapat memiliki lebih dari satu nilai solusi. Hal tersebut sangat penting untuk diketahui dalam memahami lintasan yang terdapat di sistem nonlinear. Suatu medan vektor dan lintasan memberikan kondisi awal yang dapat dihitung pada sistem nonlinear sama seperti menghitung dalam sistem linear.

Sebelumnya telah dipelajari mengenai cara membedakan titik tetap, menggunakan pengetahuan tersebut akan diasumsikan bahwa fungsi dan memiliki Ekspansi Taylor seperti berikut :

, (3.7) . (3.8)

Saat mendekati titik tetap, bentuk akan mendekati nol karena dan begitu juga , jadi :

, (3.9)

. (3.10)

Substitusi persamaan (3.9) dan (3.10) ke dalam persamaan (3.5) dan (3.6) diperoleh:

, (3.11)

. (3.12)


(47)

35 [ ] [ ] [ ]

Jika dimisalkan :

[

] dan [ ]

maka persamaan (3.14) dapat ditulis sebagai

| . (3.15)

Matriks J disebut sebagai matriks Jacobi. Matriks ini sangat penting dalam kalkulus multivariabel yang ada di matematika. Persamaan (3.15) mengatakan bahwa aproksimasi orde satu pada sistem nonlinear dalam persamaan (3.5) dan (3.6) dapat diaproksimasi menggunakan sistem linear yang ada di persamaan (3.15). Nilai eigen pada matriks Jacobi (evaluasi pada titik tetap) diperlukan untuk mengklasifikasikan titik tetap sebagai sadle point (titik pelana), spiral sink, dan lainnya. Persamaan (3.15) adalah suatu aproksimasi untuk sistem nonlinear.

Suatu teorema mengatakan bahwa ketika dinamika titik tetap pada sistem linear dalam persamaan (3.12) adalah titik tetap generic, maka titik tetap dalam persamaan (3.1) dan (3.2) juga memiliki dinamika yang sama. Jika sistem linear memiliki titik tetap nongeneric sebagai suatu pusat, maka tidak ada penyelesaian yang dapat digambarkan dari dinamika titik tetap pada sistem nonlinear. Informasi tentang dinamika titik tetap hanya digunakan untuk kitaran terbatas yang berpusat


(48)

36

di sekitar titik tetap. Sebagai contoh, spiral, dapat bergerak spiral menuju ke tak hingga atau bergerak spiral mendekati orbit lingkaran.

3.2 Sistem Nonlinear Model Fitzhugh-Nagumo

Telah diketahui sebelumnya bahwa model FN berbentuk nonlinear, model FN juga sangat rumit jika ingin dicari penyelesaian umumnya. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode Euler dan nilai awal tertentu akan ditunjukkan kestabilan model ini. Berikut hasil dari penggunaan metode Euler dengan nilai awal untuk persamaan (3.1) dan (3.2) yang ditentukan sebagai berikut yaitu,

lihat Gambar (3.1).

Matlab akan memperlihatkan kestabilan model FN ini menuju ke nilai berapa untuk , dengan melihat pada command windows seperti berikut:

Gambar (3.1). Nilai untuk v dan r saat I=0

Model FN dengan nilai awal tertentu ini stabil menuju dan

, tetapi dalam bentuk programnya model FN ini akan terlihat kestabilannya atau gambar grafik terlihat mulus menuju titik tersebut ketika diambil nilai batas minimal dan panjang langkah , Gambar (3.2). Diambil nilai maksimal untuk demikian agar grafik pada program terlihat mulus, karena ingat kembali bahwa untuk metode Euler jika langkahnya semakin


(49)

37

banyak mengakibatkan nilai program akan semakin baik, asalkan metodenya konvergen.

Gambar (3.2). Metode Euler model FN saat

3.3 Linearisasi Model Fitzhugh-Nagumo

Model Fitzhugh-Nagumo (FN) akan dilinearisasikan lalu direpresentasikan penyelesaiannya menggunakan bidang fase, tetapi karena model ini sangat rumit maka linearisasinya hanya terbatas untuk pendekatan pada angka tertentu saja. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

Model FN yang telah diketahui sebelumnya :


(50)

38

Hal pertama yang harus dilakukan untuk melinearisasi model ini dengan mencari dan . Misalkan

dan maka: ( )

Substitusi dan eliminasi persamaan dan :

→ → +

Untuk menyelesaikan persamaan (3.23) dalam bentuk umumnya sangat rumit oleh karena itu digunakan suatu pendekatan metode numeris dengan memisalkan maka persamaan (3.23) menjadi,

(3.24) Dari persamaan (3.24) tersebut dapat dicari dan menggunakan perintah roots pada Matlab diperoleh tiga akar tetapi karena kedua akar lainnya adalah bilangan kompleks maka tidak diperhitungkan. Sehingga diperoleh


(51)

39

dilakukan dalam interval yang kecil. Dalam hal ini linearisasi dilakukan di sekitar titik equilibriumnya atau titik tetapnya yaitu di sekitar dan .

Selanjutnya akan dicari persamaan linearnya, seperti berikut:

, (3.24) . (3.25)

Saat mendekati titik tetap akan karena dan

begitu juga , jadi :

, (3.26)

. (3.27)

Substitusi persamaan (3.16) dan (3.17) ke dalam persamaan (3.26) dan (3.27) menjadi seperti berikut:

( ) Lalu diperoleh: sehingga:

Kemudian persamaan (3.30) dan (3.31) dapat direpresentasikan dengan menggunakan matriks seperti berikut:


(52)

40 [ ] [ ]| [ ]

dengan nilai dan .

[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]

Misalkan , dan

,

maka persamaan (3.33) akan menjadi :

( ) ( )

misalkan sehingga

. Karena jadi dipilih diperoleh, atau akar-akarnya berupa akar kompleks.


(53)

41 Jadi penyelesaian umum untuk dan adalah :

atau

Dapat dicari penyelesaian umum untuk

atau

Ingat permisalan sebelumnya, sehingga dari penyelesaian umum di atas kemudian diperoleh nilai untuk

dan


(54)

42

Akan dicari nilai dan saat nilai dan untuk

. Kemudian untuk mencari dari persamaan awal,

.

Lalu

.

Jadi .

Gambar (3.3) menunjukkan kurva antara fungsi linear dan nonlinear.

Juga akan dicari nilai dan saat nilai dan untuk

Kemudian untuk mencari digunakan persamaan awal yaitu,


(55)

43

. Lalu

.

dan

. Jadi

Gambar (3.4) menunjukkan kurva antara fungsi linear dan nonlinear.

Menurut Verhulst (1990), jika didekati menggunakan sistem linear dengan nilai awal yang telah ditentukan, model Fitzhugh-Nagumo ini stabil maka sistem nonlinearnya juga akan stabil. Dari kedua gambar dapat disimpulkan bahwa linearisasi untuk model Fitzhugh-Nagumo masih kurang akurat. Tetapi dilihat dari kedua gambar secara keseluruhan grafik linearisasinya masing-masing stabil menuju ke titik yang sama dengan grafik pada model nonlinearnya.


(56)

44

Gambar (3.3). Metode Euler untuk melihat perbandingan saat nonlinear

dan linear

Gambar (3.4). Metode Euler untuk melihat perbandingan saat nonlinear


(57)

45

3.4 Contoh Model Fitzhugh-Nagumo Menggunakan Bidang Fase

Buka pplane8, lalu masukan model FN dengan mengganti variabel

seperti dalam persamaan (3.16) dan (3.17). Nilai parameter dapat dimisalkan lalu aturlah jendela layar sehingga rentang berkisar antara sampai dan rentang dari sampai , lihat gambar (3.5) lalu klik proceed maka layar akan terlihat seperti Gambar (3.6). Buka Solution Menu dan pilih Show Nullclines, untuk menunjukkan -nullcline

berwarna kuning, lihat Gambar (3.7).


(58)

46

Gambar 3.6. Hasil program pplane8 untuk model Fitzhugh-Nagumo


(59)

47

Buka lagi Solution Menu dan pilih find an Equilibrium Point untuk mengubah pointer mouse ke crosshair, lalu posisikan crosshair disekitar perpotongan kedua nullclines dan klik, maka akan muncul titik perpotongan serta jendela data Equilibrium akan terbuka dan mengungkapkan bahwa kesetimbangan terletak di ditunjukkan pada Gambar (3.8). Artinya saat berada di titik equilibrium inilah, neuron sedang dalam keadaan istirahat atau tidak terjadi potensial aksi. Gambar (3.8) ini juga menunjukkan bahwa titik Equilibrium berada dalam keadaan stabil, terlihat dari setiap arah lintasan yang menuju ke titik tersebut.

Pilihlah Option Menu lalu Solution Direction dan klik Forward agar solusi sistem ini bergerak maju searah jarum jam sehingga adalah waktu positif. Selanjutnya pada Pplane Display klik Solutions Menu dan pilih Keyboard Input

lalu masukkan nilai awal untuk lalu klik Compute sehingga terbentuk suatu lintasan dengan arah maju. Sekarang buka menu graph dan pilih

, lalu arahkan crossline ke lintasan yang telah terbentuk tersebut, Gambar (3.9). Gambar ini menunjukkan ketika potensial membran pada neuron diubah ke titik (0.5,-1), maka membran akan kembali ke nilai pada titik equilibrium yaitu

seperti sebelumnya. Artinya sama saja dengan memberikan neuron rangsangan depolarisasi. Setelah rangsangan depolarisasi singkat, potensial membran neuron akan kembali pada keadaan potensial istirahat yaitu titik Equilibrium.


(60)

48

Gambar 3.8. Titik keseimbangan (equilibrium)


(61)

49

3.5 Menganalisis Model Fitzhugh-Nagumo Menggunakan Bidang

Fase

Sebelumnya telah di berikan contoh model Fitzhugh-Nagumo menggunakan bidang fase. Selanjutnya model Fitzhugh-Nagumo tersebut akan dianalisis ketika nilai (Injected current value) berubah, dengan menguji bagaimana reaksi dari model tiruan neuron meniru neuron yang asli menggunakan bidang fase pada pplane8.

Prinsip dan nilai parameternya sama dengan contoh sebelumnya, hanya mengubah nilai lalu klik proceed Gambar (3.10). Selanjutnya sama seperti dalam intruksi sebelumnya, yaitu harus menunjukkan nullclines dan titik Equilibrium, lihat Gambar (3.11) diperoleh titik Equilibrium

. Dengan menghitung lintasan dalam arah maju saat kondisi awal terlihat bahwa grafik tetap stabil menuju titik Equilibrium, Gambar (3.12). Sekarang dengan menunjukkan grafik vs , Gambar (3.13) maka dapat dianalisis bahwa pada saat potensial membran dari neuron diubah ke titik maka membran akan mengalami hiperpolarisasi, selanjutnya depolarisasi dan akhirnya repolarisasi.

Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa, ketika nilai atau stimulus berubah dari menjadi tidak ada perubahan yang mencolok dari grafik. Artinya stimulus ini hanya membuat neuron mengalami peningkatan besar potensial membran negatif atau hiperpolarisasi lalu terjadi depolarisasi singkat selanjutnya neuron tetap kembali menuju ke titik keseimbangannya.


(62)

50

Gambar (3.10). Model Fitzhugh-Nagumo dengan perubahan


(63)

51

Gambar (3.12). Dengan kondisi awal grafik tetap stabil menuju titik Equilibrium

Gambar (3.13). Grafik vs menunjukkan perubahan neuron dari titik awal saat mengalami hiperpolarisasi lalu depolarisasi dan repolarisasi kembali ke titik Equilibriumnya


(64)

52

Akan dianalisis kembali saat berubah menjadi , mengikuti langkah sebelumnya dengan menunjukkan nullclines dan titik Equilibrium

diperoleh Gambar (3.14). Selanjutnya dengan menghitung lintasan dalam arah maju saat kondisi awal

, Gambar (3.15) dan dengan menunjukkan grafik vs , Gambar (3.16), maka dapat dianalisis bahwa pada saat neuron diubah ke titik awal maka membran akan mengalami depolarisasi dan kemudian hiperpolarisasi secara berulang-ulang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa grafik tidak stabil karena nilai menuju ke titik dan menjauhi titik equilibrium. Kasus ini menunjukkan bahwa grafik saat kondisi awal tidak stabil.


(65)

53

Gambar (3.15). Lintasan yang diperoleh saat kondisi awal berwarna biru terlihat tidak melewati titik Equlibrium

Gambar (3.16). Grafik vs menunjukkan saat neuron mengalami perubahan depolarisasi dan hiperpolarisasi berulang dari titik awal menjauhi titik Equilibriumnya


(66)

54

Jika diubah menjadi , mengikuti langkah sebelumnya dengan menunjukkan nullclines dan titik Equilibrium diperoleh Gambar (3.17). Selanjutnya dengan menghitung lintasan dalam arah maju saat kondisi awal Gambar (3.18) dan dengan menunjukkan grafik vs , Gambar (3.19), maka dapat dianalisis bahwa pada saat neuron diubah ke titik awal maka membran akan mengalami hiperpolarisasi dan kemudian depolarisasi secara berulang-ulang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa grafik tidak stabil karena nilai menuju ke titik dan menjauhi titik equilibrium. Artinya stimulus ini membuat neuron mengalami penurunan dan kenaikan membran berulang-ulang. Fenomena neuron yang seperti ini disebut sebagai excitation block, dimana neuron mengalami peningkatan arus injeksi secara berulang.


(67)

55

Gambar (3.18). Lintasan yang diperoleh saat kondisi awal berwarna biru terlihat tidak melewati titik Equlibrium

Gambar (3.19). Grafik vs menunjukkan saat neuron mengalami perubahan hiperpolarisasi dan depolarisasi berulang dari titik awal menjauhi titik Equilibriumnya


(68)

56

BAB IV

MEMODELKAN RETINA MENGGUNAKAN BIDANG FASE

Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang cara menganalisis model perubahan neuron saat potensial aksi atau disebut juga dengan model Fizhugh-Nagumo menggunakan bidang fase. Selanjutnya bab ini akan membahas mengenai struktur dasar dari retina dan cara membuat model sederhana dari interaksi neuron. Membuat model sederhana yang dimaksud adalah pemodelan interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina dengan mendeskripsikan grafiknya menggunakan Bidang fase.

4.1 Latar Belakang Biologi

Mengutip penjelasan pada bab sebelumnya, retina adalah bagian dari mata yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi sinyal lisrik yang kemudian digunakan oleh neuron melalui serangkaian proses untuk mengirimkan informasi ke SSP. Mekanisme ini cukup rumit bagi seseorang yang tidak memahami secara detail mengenai cara kerja mata, sehingga akan dijelaskan secara rinci terlebih dahulu mengenai proses tersebut.

Saat cahaya pertama kali masuk ke mata akan diteruskan oleh kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreous humor, dan terakhir retina. Cara kerja retina menerima cahaya sangat berbeda, karena cahaya yang masuk akan mengenai lapisan paling dalam terlebih dahulu, tetapi sebenarnya lapisan paling luarlah


(69)

57

yang pertama kali memproses cahaya tersebut. Lapisan luar yang pertama kali memproses cahaya tersebut memiliki dua tipe sel yang berbeda, yaitu sel batang dan sel kerucut atau biasa disebut sel fotoreseptor. Sel batang menghasilkan penglihatan abu-abu tak jelas pada malam hari, sedangkan sel kerucut menghasilkan penglihatan warna yang tajam pada siang hari, Sherwood (2009, hal.224). Disini hanya akan dibahas secara lebih khusus mengenai sel kerucut.

4.2 Model Umpan Balik Retina atau Retinal Feedback

Model yang digunakan merupakan sistem persamaan diferensial linear. Model pada persamaan pertama menjelaskan perubahan arus saat meninggalkan sel kerucut di retina, , dan model pada persamaan kedua menjelaskan perubahan ketika arus meninggalkan sel horizontal di retina, . Kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut (Wallisch, 2014):

(4.1)

(4.2)

disini adalah variabel waktu, dan , , , dan adalah parameter.

Persamaan pertama memiliki tiga bentuk, yang pertama menunjukkan bahwa perubahan saat arus negatif sebanding dengan jumlah arus di dalam kerucut. Bentuk kedua merupakan fakta bahwa perubahan saat ini sebanding dengan arus di dalam sel horizontal, , yaitu negatif di belakang sel. Bentuk ketiga menyatakan bahwa perubahan arus ke dalam kerucut tergantung pada tingkat cahaya, . Jika tingkat cahaya tinggi maka banyak foton akan melewati


(70)

58

pupil, menuju retina dan mengaktifkan sel kerucut, sehingga akan mengasilkan perubahan besar dalam arus. Persamaan kedua menyatakan bahwa perubahan arus dalam sel horizontal tergantung negatif pada jumlah arus dalam sel horizontal dan arus sel-sel kerucut yang sinapsis ke sel horizontal. Ingat bahwa sel horizontal tidak merespon langsung terhadap rangsangan cahaya, sehingga tidak ada istilah untuk intensitas cahaya dalam persamaan kedua. Semua simbol lain dalam persamaan sebelumnya merupakan parameter konstan, maka dimisalkan nilai untuk parameter ini adalah asumsikan juga tingkat cahaya dan untuk kondisi awal artinya tidak ada arus yang bergerak melalui sel saat . Persamaan model seperti yang tertulis di atas dapat disederhanakan dengan memisalkan:

̃ dan ̃

(4.3)

lalu substitusikan persamaan (4.3) ke dalam persamaan (4.1) dan (4.2) seperti berikut:

̃

̃ ̃

(4.4)

atau ̃

( ̃ ̃) (4.5)

̃

̃ ̃

(4.6)

atau ̃

( ̃ ̃)

(4.7) Model pada persamaan (4.5) dan (4.7) tersebut yang akan dibahas dalam bab ini, dengan nilai kondisi awal ̃ ̃


(71)

59

4.3 Latar Belakang Matematika

Sistem yang ada di persamaan (4.5) dan (4.7) sangat cocok dipelajari menggunakan Matlab karena dapat dengan mudah diselesaikan menggunakan operasii matriks, ilustrasinya seperti contoh sederhana berikut:

Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear seperti yang ditunjukkan dalam persamaan (4.8) dan (4.9) haruslah diubah ke dalam bentuk matriks, lihat persamaan (4.10). (4.8) (4.9) [

] (4.10)

misalkan vektor ⃗ dan

maka sistem dalam persamaan (4.10)

dapat ditulis menjadi:

(4.11)

Berdasarkan Eigendecomposition Theorem jika matriks memiliki nilai eigen yang berbeda maka dapat juga ditulis sehingga persamaan (4.11) berubah menjadi:

(4.12)


(72)

60

⃗ ⃗

(4.13)

jika dimisalkan ⃗ ⃗⃗ maka persamaan (4.13) menjadi:

⃗⃗

⃗⃗

(4.14)

Persamaan berikut ini mirip dengan persamaan (4.11) kecuali satu hal yang sangat penting, adalah matriks diagonal. Pada Bab 2 telah dijelaskan bagaimana mencari nila eigen dan vektor eigen, maka mengikuti cara tersebut diperoleh suatu matriks yang berisi nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A,

Matriks :

,

Nilai eigen matriks :

,

Vektor eigen matriks :

.

Jika matriks disubstitusikan ke dalam persamaan (4.14) maka akan diperoleh:

⃗⃗⃗

⃗⃗ dengan ⃗⃗

(4.15) ⃗⃗ [ ] [ ] dan (4.16)

Sistem tersebut juga merupakan suatu sistem dalam persamaan diferensial, tetapi masing-masing persamaan dapat diselesaikan secara independen satu sama lain untuk menghasilkan suatu penyelesaian:


(73)

61

Ingat bahwa sebelumnya telah dimisalkan ⃗ ⃗⃗, sehingga ⃗⃗ ⃗ maka:

[ ] [

]

Lihatlah bahwa nilai eigen dan muncul sebagai eksponen dan vektor eigen muncul sebagai vektor konstan perkalian eksponen dengan nilai eigen yang sesuai. Dalam bentuk umum penyelesaian untuk setiap sistem yang diberikan dalam bentuk persamaan (4.11) adalah:

⃗⃗

dimana � dan � berbeda (tidak sama) nilai eigen untuk matriks dan dan

adalah vektor eigen yang sesuai. Jika memiliki nilai eigen yang sama maka persamaan (4.19) tidak bisa digunakan.

4.4 Menyelesaikan Model Retinal Feedback

Telah dijelaskan bahwa sistem yang ada di persamaan (4.5) dan (4.7) dapat diselesaikan menggunakan manipulasi matriks seperti contoh sebelumnya, maka:

̃ ̃ ̃ ̃ ̃ ̃


(74)

62

dengan . Sehingga persamaan (4.20) dan (4.21) menjadi:

̃ ̃ ̃ ̃ ̃ ̃

Lalu jika ditulis menggunakan matriks :

[ ̃ ̃ ] [ ] [ ̃

̃] (4.24)

dengan memisalkan,

[

] ⃗⃗⃗ [ ̃

̃] (4.25)

maka sama seperti contoh sebelumnya menggunakan Eigendecomposition Theorem dapat dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks , dengan

Untuk mencari nilai eigen dari matriks secara manual adalah sebagai berikut:

atau

atau �

� � �


(75)

63

atau � dan � .

Dengan menggunakan MATLAB maka dapat dicari sekaligus nilai eigen dan vektor eigen dari matriks , yaitu:

Karena matriks memiliki nilai eigen berupa akar-akar kompleks yang berbeda maka persamaan (4.19) berlaku sehingga penyelesaian untuk sistem dalam persamaan (4.24) dapat ditulis menjadi:

⃗⃗⃗ [ ̃

̃]

Kemudian untuk mencari titik keseimbangan dari model dengan cara yang sama seperti pada bab sebelumnya yaitu misalkan

dan

akan

diperoleh titik keseimbangan .

4.5 Menggambarkan Model Retinal Feedback Menggunakan Bidang

Fase

Pada bab sebelumnya telah diberikan contoh cara menggambar menggunakan bidang fase, memakai pengetahuan tersebut maka Model Retinal


(76)

64

feedback juga akan diilustrasikan menggunakan Pplane8. Buka pplane8, lalu masukan model Retinal feedback, cara yang sama seperti model FN sebelumnya. Nilai parameter dapat dimisalkan lalu aturlah jendela layar sehingga rentang ̃ berkisar antara sampai dan rentang

̃ dari sampai , lalu klik proceed dan dengan cara yang sama seperti dalam bab sebelumnya dicari titik keseimbangan dari model ini dan diperoleh seperti Gambar (4.1). Terlihat dari Gambar (4.1) bahwa titik keseimbangan dari model ini adalah , kemudian dengan nilai awal diperoleh grafik vs ,

Gambar (4.2) yang artinya sel kerucut mengalami depolarisasi singkat kemudian menuju keadaan hiperpolarisasi dan berangsur-angsur kembali menuju keadaan repolarisasi ke titik keseimbangannya.


(77)

65


(78)

66

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini dituliskan kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran perbaikan bagi penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Teknik analisis bidang fase telah berhasil digunakan untuk menganalisis model Fitzhugh-Nagumo ketika terjadi perubahan rangsangan atau saat nilai I

berubah-ubah. Teknik bidang fase juga telah berhasil mendeskripsikan menggunakan grafik suatu model umpan balik retina atau model interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina.

Teknik bidang fase mampu menyajikan gambaran visual tentang kondisi yang terjadi saat potensial aksi di dalam retina ketika mata manusia menerima suatu rangsangan cahaya. Selain itu teknik ini juga dapat menerangkan secara visual kepada para pembaca suatu proses interaksi antara sel kerucut dan horizontal di dalam retina manusia.

5.2 Saran

Hingga saat makalah ini ditulis, solusi analitik model Fitzhugh-Nagumo belum ditemukan. Saran yang dapat penulis berikan, khususnya kepada adik angkatan yang ingin membuat tugas akhir dengan melanjutkan mengenai topik yang sama, dapat menambahkan keterangan asumsi dari model. Selain itu, dapat pula mencoba mencari solusi analitik dari model Fitzhugh-Nagumo kemudian


(79)

67

membandingkan hasilnya dengan solusi numerik untuk melihat seberapa besar kesalahan hampiran dari program numerik yang dibuat.


(80)

68

DAFTAR PUSTAKA

Davis, P. (1999). Differential Equation Modelling With Matlab. New Jersey: Prentice-Hall

Fitzhugh, R. (1961). Impulses And Physiological States In Theoretical Models of Nerve membrane. Biophysical Journal. Volume 1. Halaman 445-466.

Leon, S. J. (2001). Aljabar Linear dan Aplikasinya. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Luenberger, D. G. (1979). Introduction to Dynamic Systems. Canada: John Wiley and Sons

Pinel, J. P. J. (1997). Biopsychology. Edisi 3. Needham Height, MA: Allyn and Bacon

Polking, J. C. (2004). Ordinary Diffferential Equations Using Matlab. Edisi 3. New Jersey: Pearson Pertice Hall

Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Verhulst, F. (2000). Nonlinear Differential Equations and Dynamical Systems. Edisi 2. Verlag Berlin Heidelberg: Springer Wallisch, P., Lusignant, M. E., Benayoun, M. D., Baker, T. I., Dickey,

A. S., dan Hatsopaulos, N. G. (2009). Matlab For Neuroscientist. Edisi 1. Amsterdam: Elsevier

Wallisch, P., Lusignant, M. E., Benayoun, M. D., Baker, T. I., Dickey, A. S., dan Hatsopaulos, N. G. (2014). Matlab For Neuroscientist. Edisi 2. Amsterdam: Elsevier


(81)

69

LAMPIRAN

Pada bagian ini disajikan program dan fungsi MATLAB

A. Program Matlab untuk menghasilkan Gambar (3.3)

%Metode Euler untuk model FN

%f adalah ruas kanan dari ODE

%a dan b adalah batas kiri dan kanan dari domain

%ya adalah nilai awal y(a)

%M adalah banyaknya langkah

%Y adalah solusi dari ODE

%h panjang langkah metode Euler

disp('Metode Euler untuk model FN');

a=0; b=25;

ya=[0.5; -1]; %[v0; r0]

h=0.01; k=1;

M=round((b-a)/h); Y = zeros(2,M+1); T = a:h:b;

Y(:,1)=ya;

while k<=M

Y(:,k+1) = Y(:,k) + h.*f(Y(:,k))'; k=k+1;

end

v=Y(1,:); r=Y(2,:);

Y(:,end)%untuk melihat model FN stabil menuju titik (v,r)

plot(T,v,'-')

hold on

t=0:0.01:25;

v1=zeros(length(t));

v1=1.1994+(exp(-0.7912*t).*(-0.6994*cos(0.8512*t)-2.56*sin(0.8512*t)));

plot(t,v1,'r-')

title('Metode Euler untuk model FN saat I=0')

xlabel 'waktu (t)'


(82)

70

B. Program Matlab untuk menghasilkan Gambar (3.4)

%Metode Euler untuk model FN

%f adalah ruas kanan dari ODE

%a dan b adalah batas kiri dan kanan dari domain

%ya adalah nilai awal y(a)

%M adalah banyaknya langkah

%Y adalah solusi dari ODE

%h panjang langkah metode Euler

disp('Metode Euler untuk model FN');

a=0; b=25;

ya=[0.5; -1]; %[v0; r0]

h=0.01; k=1;

M=round((b-a)/h); Y = zeros(2,M+1); T = a:h:b;

Y(:,1)=ya;

while k<=M

Y(:,k+1) = Y(:,k) + h.*f(Y(:,k))'; k=k+1;

end

v=Y(1,:); r=Y(2,:);

Y(:,end); %untuk melihat model FN stabil menuju titik (v,r)

plot(T,r,'-')

hold on

t=0:0.01:25;

r1=zeros(length(t));

r1=-0.62426+exp(-0.7912*t).*((-0.34*(0.175*cos(0.8512*t)-

0.2837*sin(0.8512*t))-1.1166*(0.175*sin(0.8512*t)+0.2837*cos(0.8512*t))));

plot(t,r1,'r-')

title('Metode Euler untuk model FN saat I=0')

xlabel 'waktu (t)'


(83)

71

C. Fungsi Matlab untuk model Fitzhugh-Nagumo

function fungsi=f(Yinput) v=Yinput(1);

r=Yinput(2);

fungsi(1)=3*(v-1/3*v^3+r); fungsi(2)=-1/3*(v-0.7+0.8*r);


(1)

66

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini dituliskan kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran perbaikan bagi penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Teknik analisis bidang fase telah berhasil digunakan untuk menganalisis model Fitzhugh-Nagumo ketika terjadi perubahan rangsangan atau saat nilai I

berubah-ubah. Teknik bidang fase juga telah berhasil mendeskripsikan menggunakan grafik suatu model umpan balik retina atau model interaksi antara sel kerucut dan sel horizontal pada retina.

Teknik bidang fase mampu menyajikan gambaran visual tentang kondisi yang terjadi saat potensial aksi di dalam retina ketika mata manusia menerima suatu rangsangan cahaya. Selain itu teknik ini juga dapat menerangkan secara visual kepada para pembaca suatu proses interaksi antara sel kerucut dan horizontal di dalam retina manusia.

5.2 Saran

Hingga saat makalah ini ditulis, solusi analitik model Fitzhugh-Nagumo belum ditemukan. Saran yang dapat penulis berikan, khususnya kepada adik angkatan yang ingin membuat tugas akhir dengan melanjutkan mengenai topik yang sama, dapat menambahkan keterangan asumsi dari model. Selain itu, dapat pula mencoba mencari solusi analitik dari model Fitzhugh-Nagumo kemudian


(2)

67

membandingkan hasilnya dengan solusi numerik untuk melihat seberapa besar kesalahan hampiran dari program numerik yang dibuat.


(3)

68

DAFTAR PUSTAKA

Davis, P. (1999). Differential Equation Modelling With Matlab. New Jersey: Prentice-Hall

Fitzhugh, R. (1961). Impulses And Physiological States In Theoretical Models of Nerve membrane. Biophysical Journal. Volume 1. Halaman 445-466.

Leon, S. J. (2001). Aljabar Linear dan Aplikasinya. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Luenberger, D. G. (1979). Introduction to Dynamic Systems. Canada: John Wiley and Sons

Pinel, J. P. J. (1997). Biopsychology. Edisi 3. Needham Height, MA: Allyn and Bacon

Polking, J. C. (2004). Ordinary Diffferential Equations Using Matlab. Edisi 3. New Jersey: Pearson Pertice Hall

Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Verhulst, F. (2000). Nonlinear Differential Equations and Dynamical Systems. Edisi 2. Verlag Berlin Heidelberg: Springer

Wallisch, P., Lusignant, M. E., Benayoun, M. D., Baker, T. I., Dickey, A. S., dan Hatsopaulos, N. G. (2009). Matlab For Neuroscientist. Edisi 1. Amsterdam: Elsevier

Wallisch, P., Lusignant, M. E., Benayoun, M. D., Baker, T. I., Dickey, A. S., dan Hatsopaulos, N. G. (2014). Matlab For Neuroscientist. Edisi 2. Amsterdam: Elsevier


(4)

69

LAMPIRAN

Pada bagian ini disajikan program dan fungsi MATLAB

A. Program Matlab untuk menghasilkan Gambar (3.3)

%Metode Euler untuk model FN

%f adalah ruas kanan dari ODE

%a dan b adalah batas kiri dan kanan dari domain %ya adalah nilai awal y(a)

%M adalah banyaknya langkah %Y adalah solusi dari ODE

%h panjang langkah metode Euler

disp('Metode Euler untuk model FN');

a=0; b=25;

ya=[0.5; -1]; %[v0; r0]

h=0.01; k=1;

M=round((b-a)/h); Y = zeros(2,M+1); T = a:h:b;

Y(:,1)=ya;

while k<=M

Y(:,k+1) = Y(:,k) + h.*f(Y(:,k))'; k=k+1;

end

v=Y(1,:); r=Y(2,:);

Y(:,end)%untuk melihat model FN stabil menuju titik (v,r)

plot(T,v,'-')

hold on

t=0:0.01:25;

v1=zeros(length(t));

v1=1.1994+(exp(-0.7912*t).*(-0.6994*cos(0.8512*t)-2.56*sin(0.8512*t)));

plot(t,v1,'r-')

title('Metode Euler untuk model FN saat I=0')

xlabel 'waktu (t)'


(5)

70

B. Program Matlab untuk menghasilkan Gambar (3.4)

%Metode Euler untuk model FN

%f adalah ruas kanan dari ODE

%a dan b adalah batas kiri dan kanan dari domain %ya adalah nilai awal y(a)

%M adalah banyaknya langkah %Y adalah solusi dari ODE

%h panjang langkah metode Euler

disp('Metode Euler untuk model FN');

a=0; b=25;

ya=[0.5; -1]; %[v0; r0]

h=0.01; k=1;

M=round((b-a)/h); Y = zeros(2,M+1); T = a:h:b;

Y(:,1)=ya;

while k<=M

Y(:,k+1) = Y(:,k) + h.*f(Y(:,k))'; k=k+1;

end

v=Y(1,:); r=Y(2,:);

Y(:,end); %untuk melihat model FN stabil menuju titik (v,r)

plot(T,r,'-')

hold on

t=0:0.01:25;

r1=zeros(length(t));

r1=-0.62426+exp(-0.7912*t).*((-0.34*(0.175*cos(0.8512*t)-

0.2837*sin(0.8512*t))-1.1166*(0.175*sin(0.8512*t)+0.2837*cos(0.8512*t))));

plot(t,r1,'r-')

title('Metode Euler untuk model FN saat I=0')

xlabel 'waktu (t)'


(6)

71

C. Fungsi Matlab untuk model Fitzhugh-Nagumo

function fungsi=f(Yinput)

v=Yinput(1); r=Yinput(2);

fungsi(1)=3*(v-1/3*v^3+r); fungsi(2)=-1/3*(v-0.7+0.8*r);