KADAR SERAT DAN ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA EKSTRAK Kadar Serat Dan Organoleptik Mie Kulit Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Pewarna Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

KADAR SERAT DAN ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG
(Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA EKSTRAK
DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

JURNAL PUBLIKASI
Unuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna mencapai derajat
Sarjana S-1
Pendidikan Biologi

DISUSUN OLEH:
SINTA NURMEI MUSTIKA DEVI
A.420100063

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

KADAR SERAT DAN ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG
(Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA EKSTRAK
DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

Oleh:
SINTA NURMEI MUSTIKA DEVI, A.420100063, Program Studi
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014, 55 Halaman.
ABSTRAK
Pemanfaatan kulit singkong yang masih kurang dan peningkatan konsumsi
tepung terigu yang masih impor sangat merugikan petani Indonesia. Bahan
pangan yang dapat dijadikan substitusi dan sumber serat adalah kulit singkong.
Mie yang disubstitusi dengan tepung kulit singkong dan ekstrak daun katuk
diharapkan mampu menjadi produk pangan alternatif yang kaya akan kadar serat.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh substitusi tepung kulit singkong
dan ekstrak daun katuk terhadap kadar serat dan organoleptik mie. Metode dalam
penelitian ini eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor,
faktor I perbandingan tepung kulit singkong dengan tepung terigu; faktor II
penambahan ekstrak daun katuk. Analisis statistik kadar serat mie menggunakan
uji Kruskal-Wallis. Kadar serat tertinggi terdapat pada S3K1 dengan substitusi
tepung kulit singkong 30 % yaitu 9,55 g/100 g. Daya terima konsumen tertinggi
pada S2K3 substitusi tepung kulit singkong 20 % dan ekstrak daun katuk 30 g/100
cc yaitu 58,3 %. Substitusi tepung kulit singkong dan ekstrak daun katuk
berpengaruh nyata terhadap kadar serat dan mutu organoleptik mie.

Kata Kunci: Mie, tepung kulit singkong, daun katuk, serat pangan, organoleptik.

3

DETARY FIBRE AND ORGANOLEPTIC OF CASAFFA PEEL
(Manihot utillisima) NOODLE WITH THE ADDITION DYES OF KATUK
LEAVES EXTRACT (Sauropus androgynus)
ABSTRACT
Utilization of cassava peel is still lacking and the increase consumption of
imported wheat flour is still highly detrimental to the people of Indonesia.
Foodstuffs which can be used as a substitute and a source of fiber is cassava peel
(Manihot utillisima). The noodles were substituted with cassava peel flour and
katuk leaves extract (Sauropus androgynus) are expected to become an
alternative food products that are rich in fiber peel. The aim of the study were to
analyze the effect of substitution of cassava peel flour and katuk leaves extract
against fiber content and organoleptic characteristics. Experimental method in
this study was of Completely Randomized Design (CRD) with two factors, the first
used factor comparison cassava peel flour with wheat flour and second factor was
the addition of katuk leaves extract. Of statistical analysis of the fiber content of
noodles using the Kruskal-Wallis test. The highest fiber content found in S3K1

with cassava peel flour substitution of the 30 %, with be save 9.55 g/100 g. The
highest consumer acceptance in cassava peel flour substitution S2K3 20 % and
katuk leaves extract 30 g/100 cc is 58.3 %. Substitution of cassava peel flour and
katuk leaves extract heve a significant effect on the fiber content and organoleptic
quality of noodles.
Keywords : Noodles, cassava flour, katuk leaves, dietary fiber, organoleptic.

4

PENDAHULUAN
Dalam pemanfaatan tanaman singkong selain umbinya, masyarakat juga
memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman ini mulai dari batang, daun, serta
kulitnya. Pada tahun 2011 produksi singkong di Indonesia mencapai 24.044.025
ton, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 24.177.327 ton (BPS
Indonesia, 2012). Semakin tinggi jumlah produksi singkong, maka semakin tinggi
pula kulit yang dihasilkannya. Kulit singkong merupakan limbah agroindustri
pengolahan ketela pohon seperti industri tepung tapioka, indistri fermentasi, dan
industri pokok makanan. Komponen kimia dan zat gizi pada kulit singkong adalah
protein 8,11 g; serat kasar 15,2 g; pektin 0,22 g; lemak 1,29 g; dan kalsium 0,63 g
(Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan yang dimiliki, sangat disayangkan jika

kulit singkong dibuang begitu saja. Sejauh ini, pemanfaatan kulit singkong oleh
masyarakat dapat dikatakan sangat kurang. Pada penelitian sebelumnya, kulit
singkong dengan penambahan labu kuning dimanfaatkan dalam pembuatan cake
(Solekha, 2013). Oleh karena itu perlu adanya inovasi makanan dalam
pemanfaatan kulit singkong dalam pembuatan mie.
Mie merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang dikenal
oleh masyarakat sebagai alternatif pengganti makanan pokok. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu yang selama ini masih
impor. Hal ini sangat merugikan petani, sehingga perlu adanya penelitian untuk
mencari bahan baku lokal untuk mengurangi konsumsi tepung terigu khususnya
dalam pembuatan mie.
Penelitian sebelumnya pembuatan mie dengan subtitusi pati garut 20 %
terhadap tepung terigu ditambah tepung kedelai 10 % diperoleh hasil terbaik
(Widaningrum, 2005). Bahan baku pengganti lainnya yang mengandung pati
misalnya kulit singkong. Kelemahan dari tepung kulit singkong adalah warnanya
yang putih kecoklatan dan rasa serta aromanya masih terkesan singkong, sehingga
perlu ditambah dengan bahan yang mempunyai sifat fungsionalitas tinggi seperti
daun katuk.
Tanaman katuk (Sauropus androgynus) dikenal oleh masyarakat Jawa
untuk sayuran, lalap, dan pewarna makanan, vitamin (A karoten, B1, C), mineral

5

(Fe, F, Ca, Mg, Na), dan air. Selain itu, daun katuk mengandung senyawa non gizi
alkaloid papaverin (Soenarso, 2004). Menurut penelitian sebelumnya, daun katuk
digunakan sebagai sumber zat pewarna alami. Kadar khlorofil daun katuk 2,74 %,
ekstrak daun katuk yang diperoleh sebesar 95,48 %, kadar khlorofil ekstrak daun
katuk sebesar 2,22 % db (Hardjanti, 2008).
Penggunaan campuran kulit singkong dengan penambahan ekstrak daun
katuk pada olah pangan pembuatan mie dirasa merupakan inovasi baru
pemanfaatan kulit singkong. Mie dari kulit singkong dianggap memiliki warna
kurang menarik dan bernilai gizi kurang, sehingga dilakukan penambahan ekstrak
daun katuk ditujukan sebagai pewarna alami dan untuk menambah nilai gizi yang
terkandung di dalam mie. Sebagian besar kandungan pada produk mie adalah
karbohidrat, namun setelah adanya inovasi pada produk olahan ini diharapkan
akan menambah nilai gizi terlebih kandungan kadar serat. Selain itu dipasaran
sudah terdapat mie dari sayuran, seperti bayam, sawi, wortel, dan belum ada mie
dari daun katuk. Penulis mengajukan judul penelitian “KADAR SERAT DAN
ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN
PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus)”,
sehingga menghasilkan produk mie yang berkualitas dan menyehatkan.


METODE PENELITIAN
Metode eksperimen untuk memperoleh data dengan percobaan pembuatan
mie dari kulit singkong dengan penambahan ekstrak daun katuk. Parameter dalam
penelitian ini adalah kadar serat dan mutu organolepik mie kulit singkong.
Analisis data menggunakan analisis kuantitatif analisis non paramerik KruskalWallis taraf signifikansi 5%. Rangcangan dalam penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Adapun rancangan
percobaan pembuatan mie kulit singkong dengan penambahan ekstrak daun katuk
dapat dilihat pada Tabel 1.

6

Tabel 1 Rancangan Percobaan Mie Kulit Singkong dengan Penambahan Pewarna
Ekstrak Daun Katuk
Faktor

1

Faktor 2
K1

K2
K3

S1

S2

S3

S1K1
S1K2
S1K3

S2K1
S2K2
S2K3

S3K1
S3K2
S3K3


Keterangan:
S1K1
: 10 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S1K2
: 10 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S1K3
: 10 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S2K1
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S2K2
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S2K3
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.

S3K1
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S3K2
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
S3K3
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.

90 % tepung terigu (1:9) dan 10 g
90 % tepung terigu (1:9) dan 20 g
90 % tepung terigu (1:9) dan 30 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 10 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 20 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 30 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 10 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 20 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 30 g


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian terhadap mie kulit singkong dengan penambahan ekstrak
daun katuk berupa hasil kadar serat dan hasil organoleptik mie kulit singkong.
Hasil analisis kadar serat mie kulit singkong dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Hasil Uji Kadar Serat Mie Kulit Singkong dengan Penambahan Pewarna
Ekstrak Daun Katuk
Perlakuan
S1K1
S1K2
S1K3
S2K1
S2K2
S2K3
S3K1

Ulangan
1
2,18
4,20

3,48
4,34
6,22
9,92
10,02

Jumlah

2
2,34
3,70
2,85
4,11
6,57
7,75
9,08

4,53
7,89
6,34
8,45
12,79
17,66
19,10

7

Rata-rata (wb)
g/100 g
2,26
3,95
3,17
4,23
6,40
8,83
9,55

S3K2
S3K3

Keterangan:

7,25
6,99

7,31
6,76

14,56
13,74

7,28
6,87

*) : Kadar serat terendah pada mie kulit singkong
**): Kadar serat tertinggi pada mie kulit singkong

Tabel 3 Hasil Uji Kruskal-Walis Kadar Serat Mie Kulit Singkong dengan
Penambahan Pewarna Ekstrak Daun Katuk
Tes Statistik

Penambahan
kulit singkong
0,003
H0 ditolak

Asym. Sig
Keputusan

Kadar Serat Kasar
Penambahan
daun katuk
0,834
H0 diterima

Intreraksi
perlakuan
0,034
H0 ditolak

Keterangan:
Jika Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika Sig. > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
H0= Tidak ada pengaruh pada perlakuan
H1= Ada pengaruh pada perlakuan (Tanujaya, 2009).
Tabel 4 Hasil Uji DMRT Kadar Serat Mie kulit Singkong dengan Penambahan
Pewarna Ekstrak Daun Katuk
Interaksi
Kulit Singkong
Daun Katuk
K1
K2
K3

Kadar Serat Kasar
S1

S2

S3

2,26a
3,95b
3,17ab

4,22b
6,39c
8,83d

9,55d
7,28c
6,87c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda
tidak nyata dengan taraf signifikansi 5 %.
Tabel 5 Hasil Uji Organoleptik Mie Kulit Singkong dengan Penambahan
Pewarna Ekstrak Daun Katuk
Parameter
Perlakuan
S1K1
S1K2
S1K3
S2K1
S2K2
S2K3
S3K1
S3K2
S3K3

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Hijau
Hijau
Sangat Hijau
Hijau
Kurang Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau

Kurang Langu
Langu
Langu
Langu
Langu
Langu
Langu
Kurang Langu
Langu

Gurih
Kurang Gurih
Gurih
Kurang Gurih
Gurih
Gurih
Kurang Gurih
Kurang Gurih
Kurang Gurih

Kenyal
Kurang Kenyal
Kenyal
Kurang Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kurang Kenyal
Kenyal
Kurang Kenyal

Keterangan:
S1K1
: 10 % tepung kulit singkong; 90 % tepung terigu (1:9) dan 10 g
daun katuk / 100 cc air.
S1K2
: 10 % tepung kulit singkong; 90 % tepung terigu (1:9) dan 20 g
daun katuk / 100 cc air.

8

S1K3

: 10 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 20 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.
: 30 % tepung kulit singkong;
daun katuk / 100 cc air.

S2K1
S2K2
S2K3
S3K1
S3K2
S3K3

90 % tepung terigu (1:9) dan 30 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 10 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 20 g
80 % tepung terigu (2:8) dan 30 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 10 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 20 g
70 % tepung terigu (3:7) dan 30 g

Pembahasan
Pada pengujian kadar serat diperoleh hasil tertinggi pada perlakuan S3K1
yaitu 9,55 g/100 g sampel. Hal ini dikarenakan penambahan tepung kulit singkong
30 % dengan ekstrak daun katuk 10 g/100 cc. Sedangkan kadar serat terendah
pada perlakuan S1K1 yaitu 2,26 g/100 g sampel. Hal ini dikarenakan penambahan
tepung kulit singkong sebanyak 10 % dan ekstrak daun katuk 10 g/100 cc.
Umumnya orang membutuhkan serat kurang lebih 27-40 g serat setiap hari
(Depgis., 2012). Adapun hasil rata-rata dapat dilihat pada Gambar 1.
KADAR SERAT (wb) g/ 100 g
8,83

10

7,28

8

6,40

6

3,95

Nilai
4

9,55
6,87

4,23
3,17

2,26

2
0
Kadar Serat

S1K1 S1K2 S1K3 S2K1 S2K2 S2K3 S3K1 S3K2 S3K3
Perlakuan

Gambar 1 Histogram Kadar Serat Kasar Mie Kulit Singkong dengan
Penambahan Ekstrak Daun Katuk
Hasil uji Kruskal-Walis pada variabel A (tepung kulit singkong dan tepung
terigu) yaitu ada pengaruh pada penambahan tepung kulit singkong dan tepung
terigu terhadap kadar serat dari mie. Hal ini karena kulit singkong mengandung
9

serat kasar sebanyak 20,9 % (Wikanastri dkk., 2012). sedangkan tepung terigu
mempunyai kadar serat kasar rendah 1,9 % (Widaningrum dkk., 2005). Oleh
karena itu, mie basah dengan penambahan tepung kulit singkong semakin tinggi
akan meningkatkan kadar serat bila dibandingkan dengan mie basah yang ada di
pasaran.
Hasil yang berbeda pada variabel B (ekstrak daun katuk) yaitu tidak ada
pengaruh penambahan ekstrak daun katuk terhadap kadar serat dari mie. Hal ini
karena kadar serat daun katuk sendiri rendah daripada tepung kulit singkong yang
sekitar 1,5 g per 100 g (Haviva, 2007). Selain itu, daun katuk merupakan jenis
pangan golongan sayuran B yaitu hemiselulosa (Waspadji (1990) dalam Kusharto,
2006). Hemiselulosa sendiri tergolong dari serat tidak terlarut (insoluble-fiber)
(DepGis, 2012). Dengan demikian, penambahan daun katuk dalam bentuk ekstrak
tidak berpengaruh terhadap kadar serat mie kulit singkong.
Pada uji Duncan dengan taraf signifikansi 5 %, untuk mengetahui
perbedaan dari masing-masing perlakuan diperoleh S1K1 berbeda nyata dengan
perlakuan S1K2, S2K1, S2K2, S2K3, S3K1, S3K2, S3K3, namun berbeda tidak
nyata dengan S1K3.
Hasil penelitian warna mie kulit singkong sangat hijau dengan nilai 3,60
pada perlakuan S1K3. Hal ini terjadi karena kadar khlorofil ekstrak daun katuk
sebesar 2,2 % db dan penambahan tepung kulit singkong 10 %. Semakin banyak
daun katuk maka warna mie semakin hijau, namun jika penambahan tepung kulit
singkong yang berwarna coklat muda semakin banyak maka warna mie tidak
hijau. Kelemahan dari pewarna alami adalah warnanya yang tidak homogen.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap aroma diperoleh aroma mie kurang
langu S1K1 dan S2K3 (3,00; 2,60). Apabila dibandingkan dengan karakteristik
aroma mie SNI 01-2987-1992 mempunyai standar aroma yang normal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aroma pada setiap sampel mie
karena adanya perbedaan komposisi penambahan tepung kulit singkong dan daun
katuk.
Rasa pada mie kulit singkong yaitu mie yang memiliki rasa gurih pada
perlakuan S1K1, S1K3, S2K3 dengan nilai 2,67; 2,73; 2,60. Apabila
10

dibandingkan dengan karakteristik rasa mie pada SNI 1-2987-1992 mempunyai
standar rasa yang normal. Rasa dalam mie dipengaruhi oleh bahan komposisinya.
Rasa gurih terdapat dari penambahan garam dan kandungan karbohidrat serta
protein pada telur, tepung kulit singkong dan tepung terigu. Penambahan tepung
terigu semakin banyak maka rasa mie semakin gurih dan penambahan tepung
kulit singkong semakin banyak maka rasa mie kurang gurih.
Hasil penelitian menunjukkan tekstur kenyal terdapat pada S1K1, S1K3,
S2K2, S2K3, S3K2 dengan nilai sebesar 2,93; 2,67; 2,67; 3,00; 2,60. Tekstur
dipengaruhi dengan penambahan tepung kulit singkong. Tepung kulit singkong
berstruktur lebih kasar, daripada tepung terigu yang halus berserbuk. Faktor lain
yang mempengaruhi tekstur bahwa umbi-umbian tidak memiliki gluten. Dapat
disimpulkan, penambahan tepung kulit singkong semakin banyak akan
mengurangi kekenyalan mie dan cepat putus. Lama proses pengulenan juga dapat
mempengaruhi tekstur mie sehingga menjadi homogen.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kadar serat mie kulit singkong dengan penambahan ekstrak daun katuk
tertinggi 9,55 g/100 g sampel pada perlakuan S3K1 sedangkan kadar serat
terendah 2,26 g/100 g pada perlakuan S1K1.
2. Daya terima terbaik terhadap mie kulit singkong dengan penambahan ekstrak
daun katuk pada perlakuan S2K3 (tepung kulit singkong 20 %; tepung terigu
80 %; dan ekstrak daun katuk 30 g/100 cc) kadar serat 8,83 g/ 100 g.
3. Mie basah dengan penambahan tepung kulit singkong semakin tinggi akan
meningkatkan kadar serat, sedangkan penambahan ekstrak daun katuk tidak
berpengaruh terhadap kadar serat.
Saran
1. Pada penelitian uji organoleptik kurang maksimal, maka dari itu dibutuhkan
inovasi pembuatan mie ditambahkan dengan bahan fungsional untuk
menghilangkan aroma langu.
11

2. Perlu adanya penelitian lanjut dalam penggunaan daun katuk dengan
konsentrasi lebih kecil dibawah 10 % terhadap warna.
3. Dalam penimbangan bahan menggunakan timbangan digital.
4. Perlu adanya penelitian lanjut dalam pemanfaatan tepung kulit singkong pada
substitusi olah pangan karena dalam kulit singkong terdapat kadar serat tinggi
dan daun katuk memiliki provitamin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Indonesia. 2012. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Tanaman
Pangan. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.phpp. Diakses 26 September
2013 Pukul 15.00 WIB.
Departemen Gisi dan Kesehatan Masyarakat. 2012. Gisi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Hardjanti, Sri. 2008. “Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami
dan Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan
Binder Maltodekstrin”. Jurnal Penelitian Saintek. 1 (13): 1-18.
Kusharto, CM. 2006. “Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan”. Jurnal
Gizi dan Pangan. 1(2): 45-54.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius.
Soenarso, Soehardi. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan.
Bandung: ITB.
Solekha, Rofiatun. 2013. Uji Protein dan Organoleptik Limbah Kulit Singkong
dan Labu Kuning Dalam Pembuatan Cake. Surakarta: UMS.
Tanujaya, Edward. 2009. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 16,0. Jakarta:
Salemba Infotek.
Widaningrum., Sri W., Soewarno TS. “Pengayaan Tepung Kedelai pada
pembuatan Mie Basah dengan Bahan Baku Tepung Terigu yang
Disubstitusi Tepung Garut”. 2005. Jurnal Pasca Panen. 2(1):41-48.

12

Dokumen yang terkait

KADAR KARBOHIDRAT DAN ORGANOLEPTIK MIE BASAH TEPUNG BIJI NANGKA DENGAN PENAMBAHAN KULIT Kadar Karbohidrat dan Organoleptik Mie Basah Tepung Biji Nangka Dengan Penambahan Kulit Buah Naga Sebagai Pewarna Alami.

1 9 14

KADAR SERAT DAN ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA EKSTRAK Kadar Serat Dan Organoleptik Mie Kulit Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Pewarna Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

0 1 17

PENDAHULUAN Kadar Serat Dan Organoleptik Mie Kulit Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Pewarna Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

0 1 7

SUBSTITUSI TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DALAM PEMBUATAN MIE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK Substitsi Tepung Kulit Singkong (Manihot Utillisima) Dalam Pembuatan Mie Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Kering (Hibiscus Sabdarif

0 1 18

PENDAHULUAN Substitsi Tepung Kulit Singkong (Manihot Utillisima) Dalam Pembuatan Mie Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Kering (Hibiscus Sabdariffa Linn.) Sebagai Pewarna Alami.

0 0 6

LANDASAN TEORI Substitsi Tepung Kulit Singkong (Manihot Utillisima) Dalam Pembuatan Mie Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Kering (Hibiscus Sabdariffa Linn.) Sebagai Pewarna Alami.

1 8 20

SUBSTITUSI TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DALAM PEMBUATAN MIE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KELOPAK Substitsi Tepung Kulit Singkong (Manihot Utillisima) Dalam Pembuatan Mie Dengan Penambahan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Kering (Hibiscus Sabdarif

0 3 12

ORGANOLEPTIK TAPE SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) Organoleptik Tape Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

0 1 16

PENDAHULUAN Organoleptik Tape Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

0 1 4

ORGANOLEPTIK TAPE SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) Organoleptik Tape Singkong (Manihot utillisima) Dengan Penambahan Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus).

0 0 11