Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keberadaan dan Kegiatan Tao sebagai Agama T2 752011001 BAB IV

BAB IV
PENUTUP

1.1. Simpulan
Agama Tao masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad 6 SM seiring
dengan masuknya etnik Cina di wilayah Nusantara. Agama Tao diyakini berasal
dari Kaisar Kuning (Huang Di) karena beliau yang pertama kali memperkenalkan
nilai-nilai Tao dalam menjalankan pemerintahannya. Dikembangkan oleh Lao Tzu
dengan Kitab Suci Tao De Jing yang ditulisnya, kemudian oleh Zhang Tao Ling
mengkodifikasikan ritus-ritus keagamaan Tao seperti tentang bagaimana cara
memuja (sembahyang) pada Dewa.
Agama Tao telah berkembang sejak lama di Kota Semarang, seiring
dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai
dengan adanya Thiong Hwa Hwee Kwan (THHK) membawa semangat baru bagi
Kwee Tek Hoay untuk mendirikan Sam Kauw Hwee yang mempunyai tujuan
mempersatukan, menyebarluaskan ajaran tiga agama (Tao, Khonghucu, dan
Budha). Perkembangannya tergolong sangat lamban karena tidak mengenal missi
dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.
Berdasarkan definisi agama yang dikemukakan oleh Leonard Swidler dan
Paul Mojzes sebagai definisi 4 Cs adalah creed, code, cult, dan community, maka
peneliti menyimpulkan keberadaan Tao sebagai berikut: 1) dari aspek Cread

agama Tao mempercayai adanya Tian atau Dhian (Tuhan), namun agama Tao
juga meyakini akan adanya dewa-dewi. Peneliti memahami agama Tao termasuk

135

agama polytheisme karena menyembah banyak dewa-dewa. Namun, agama ini
juga dapat dikatakan sebagai agama monotheisme karena “Tao” (The One),
mempunyai arti sebagai sumber segala sesuatu.; 2) dari aspek Code terangkum
ajaran kebajikan Tao tertuang pada Kitab Suci Tao De Jing, kitab suci ini berisi
5000 kata bijak dari Lao Tzu Agama Tao berasal dari negeri Tiongkok (China)
sejak 7000 tahun yang lalu yang hingga kini menjadi pegangan hidup umat Tao,
agama Tao memiliki ajaran moralitas yang sangat tinggi, yang tercermin dalam
prinsip dasar Tao, yakni “Kesetiaan” dan “Bakti” yang mengajarkan umatnya
untuk menghormati langit dan bumi, menghormati leluhur, mengasihi sesama,
berdamai

dengan

lingkungan


sekitarnya, mengajarkan prinsip keadilan,

kesetaraan, dan damai;; 3) dari aspek Cult umat Tao setiap tanggal 1 dan 15 bulan
(Imlek) senantiasa melaksanakan ritual keagamaan selain itu juga sembahyang
pemujaan kepada dewa/dewi yang dilakukan pada hari-hari kebesaran agama Tao;
dan 4) dari aspek Community secara organisatoris, umat Tao di Kota Semarang
dipimpin oleh pengurus yayasan Sinar Tao. Secara kelembagaan, kelenteng Sinar
Tao dibina oleh dua majelis, yang keduanya di bawah naungan Bimas Buddha
Kementerian Agama Republik Indonesia. Kelenteng Sinar Tao sebagai Tempat
Ibadat Tridharma (TITD) terdaftar sebagai lembaga keagamaan Buddha yang
mendapat pembinaan langsung dari Bimas Budha Kementerian Agama Republik
Indonesia. Di sisi lain, Kelenteng Sinar Tao ini juga mendapat pembinaan
keagamaan, secara khusus tentang agama Tao dari Majelis Tridharma Indonesia
(MTI).

136

Penganut ajaran Tao umumnya berasal dari Etnik Tionghoa. Dalam
menghadapi berbagai persoalan politik, umat agama Tao menghadapinya dengan
pendekatan dialogis dan persuasif sehingga eksistensi agama Tao dapat bertahan

hingga sekarang. Eksistensi agama ini dapat dilihat pada pelayanan hak-hak sipil
sebagai warga negara yang diberi kebebasan oleh pemerintah dalam menjalankan
ritual peribadatan. Negara Republik Indonesia telah memberikan jaminan terhadap
kehidupan beragama tidak terbatas pada enam agama saja, sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Keenam agama yang
tercantum

pada

Undang-Undang

No.1/Pn.Ps/1965

Tentang

Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama hanya gambaran agama-agama yang
banyak dipeluk oleh penduduk Indonesia, namun tidak berarti agama-agama
lainnya seperti Tao, Zarasustra, Shinto, dan lain-lain keberadannya dilarang di

Indonesia.
Namun dengan adanya Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No.23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan membatasi hak umat Tao untuk
mencatatkan identitas keagamaannya dalam kolom agama pada KTP (Kartu
Tanda Penduduk) sebagai identitas resmi dari penduduk sebagai bukti diri yang
dikeluarkan oleh instansi pelaksana. Kolom agama pada KTP bagi umat Tao
dengan menuliskan salah satu agama sesuai “Agama Resmi” yang telah diakui
oleh pemerintah, karena agama Tao tidak atau belum diakui sebagai agama oleh
negara sampai sekarang ini. Tidak dapat dicantumkannya agama Tao dan
anggapan bahwa ajaran Tao bukan sebagai salah satu “agama resmi” di Indonesia

137

merupakan dampak dari rentetan peristiwa diskriminatif yang pernah diterima
oleh etnik Thionghoa pada masa Orde Lama.

1.2.

Saran-Saran


1. Pemerintah Cq. Kementerian Agama Republik Indonesia diharapkan untuk
lebih meningkatkan pembinaan keagamaan bagi umat Tao secara khusus di
Kota Semarang dan secara umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sehingga tidak ada kesan diskriminatif terhadap etnik
Tionghoa dalam program pembinaan keagamaan.
2. Pemerintah Cq. Forum Kerukunan Umat Beragama secara khusus FKUB Kota
Semarang dan secara umum FKUB di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia diharapkan ikut berperan serta memasukkan perwakilan
pemimpin keagamaan yang berasal dari tokoh agama Tao sehingga bisa ikut
mewarnai kehidupan keagamaan bersama pemimpin keagamaan “agama
resmi” yang sudah diakui oleh Negara dalam memberikan saran-saran untuk
bersama-sama mewujudkan kerukunan umat beragama di Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Pemerintah konsekuen dalam menjalankan kewajibannya sebagai pengayom
warga negaranya, dengan dilandasi asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan dengan baik yang diatur oleh Undang-Undang No.10
Tahun 2004, yaitu pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekelurgaan;
kenusantaraan; bhineka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum dan/atau;


138

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan terutama bagi Etnik Tionghoa
Indonesia.
4. Pemerintah perlu untuk menetapkan suatu peraturan perundangan yang
mengklasifikasi dan mengkategorisasi kriteria agama dalam konteks
pelayanan negara terhadap agama dan umat beragama di Indonesia.
5. Peneliti merekomendasikan usulan kriteria agama yang dapat dilayani negara
adalah : “Agama yang secara de facto telah ada dan berkembang di wilayah
Indonesia dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta secara de jure telah
mendapatkan pengakuan dari pemerintah”.
a. Agama yang dimaksud adalah suatu ajaran yang mengandung
Kepercayaan

terhadap

Tuhan

YME;


memiliki

sistem

peribadahan/ritual; memiliki sistem ajaran atau kitab suci; memiliki
umat pemeluknya, dan memiliki lembaga agama.
b. Makna de Facto telah ada dan berkembang di wilayah Indonesia
adalah bukti bahwa agama tersebut telah dapat diterima oleh
masyarakat di wilayah Indonesia, yang dibuktikan dengan : 1) jumlah
penganut yang signifikan; 2) tersebar dalam lingkup wilayah yang
signifikan; 3) telah dianut dan dipraktekkan dalam waktu yang relatif
lama.
c.

Makna tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku
di NKRI adalah: 1) menerima Pancasila dan UUD 1945; 2) menjaga
keutuhan NKRI; 3) tidak mengajarkan pandangan yang melawan

139


ideologi negara; dan 4) tidak mengajarkan

melawan hukum dan

peraturan perundangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Makna de Jure telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah adalah
agama tersebut harus "terregistrasi" oleh negara dan ini.
e. Peraturan terkait registrasi agama hanya ditujukan pada agama-agama
selain enam agama besar yang telah dilayani oleh negara.
f. Syarat jumlah penganut, jumlah wilayah sebaran, dan lama waktu
keberadaan suatu agama perlu dipertegas secara kuantitatif melalui
kajian sosiologi/antropologi, hukum dan pelayanan publik yang
dilakukan bersama Kementerian Agama dan kementerian terkait
lainnya secara bersama-sama.
6. Pemerintah perlu menyusun sistem registrasi agama untuk melakukan
pendataan, pelayanan registrasi, dan verifikasi kelayakan agama yang dapat
dilayani oleh negara.
7. Pemerintah perlu membentuk badan/komisi/lembaga yang mengurusi negara

mendaftar agama-agama tersebut sesuai dengan kriteria dan syarat di atas di
bawah Kementerian Agama dan/atau bersama kementerian lain yang terkait.
8. Pemerintah

perlu

melakukan

peninjauan

ulang

terhadap

peraturan-

perundangan yang menghambat pelayanan terhadap umat beragama, terutama
agama selain enam agama besar, seperti terkait pelayanan pendidikan agama
dan pelayanan sipil kependudukan (identitas agama dalam kartu tanda
penduduk dan kartu keluarga, pencatatan perkawinan, pencatatan kelahiran).


140

9. Pemerintah perlu melakukan penyelarasan peraturan perundang-undangan
yang memiliki substansi sama atau bersentuhan antara agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa, seperti dalam Peraturan Menteri Agama no.
16 tahun 2010 mengatur pelayanan pendidikan agama hanya melingkupi
Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Sementara
agama lainnya dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak diatur
dalam perundang-undangan sehingga anak didik dari kalangan mereka tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan agama/kepercayaan yang mereka peluk.
10. Pengurus Yayasan Sinar Tao diharapkan tetap bersemangat dalam
mewujudkan eksistensi Tao seperti pendataan umat Tao secara berkala,
penyiapan pembinaan, menyusun silabus pendidikan keagamaan, pelatihan
bagi peningkatan sumber daya manusia umat Tao, penguatan peran dan fungsi
lembaga dakwah keagamaan bagi umat Tao, penyiapan kaderisasi pemimpin
keagamaan

Tao,


penyiapan

sarana

prasarana

peribadatan,

pengorganisasian struktur dan manajemen kelembagaan keagamaan.

141

dan