PELAKSANAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 15 BANDUNG.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 15
BANDUNG
(Studi Kasus Tahun 2001-2002)

Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh:
DRS. ASEP TAPIP YANI
NIM: 009682

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2002


PERNYATAAN
"Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul "Pelaksanaan Pendidikan Sistem
Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 15 3andung" ini beserta seluruh isinya
adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku
dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko / sanksi

yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini".

Bandung, Oktober 2002
Yang membuat pernyataan,

Drs. Asep Tapip Yani

ABSTRAK

Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri (SMKN) 15 Bandung merupakan bagian integral dari penerapan kebijakan
nasional link and match pada penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan. Selama
perjalanan pelaksanaannya menunjukkan gambaran yang belum menggembirakan,
dimana daya serap output SMKN 15 di dunia kerja rendah yakni hanya 35% dengan
tingkat relevansi yang rendah pula. Sebagai SMK hasil alih fungsi, dari bidang olah raga
ke bidang keahlian pekerjaan sosial yang memiliki karakteristik unik dan langka, SMKN
15 Bandung menghadapi banyak persoalan dalam penerapan dan pelaksanaan PSG. PSG
yang diadopsi kental dengan muatan pendidikan teknologi dan bisnis dengan manajemen
modern, sehingga perlu upaya keras dan berat untuk dapat menerapkannya di SMKN 15
Bandung ini. Bagaimanapelaksanaan PSG di SMKN 15 Bandungtersebut menjadi fokus
permasalahan yang diteliti. Pendekatan kualitatif merupakan metoda yang digunakan
dalam penelitian ini. Teknik pengumpulkan data yang digunakan adalah observasi
partisipatif dan wawancara spontan namun terarah yang juga dilengkapi dengan studi
dokumentasi.

PSG adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan, yang
memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program

belajar melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relevan, terarah
untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu. Sebagai strategi terpilih

dalam penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan secara nasional maka persoalan
relevansi merupakan inti landasan pelaksanaannya. Kemitraan antara dunia pendidikan
dan dunia kerja adalah wujud pelembagaannya. Kebersamaan dan keterlibatan dunia
kerja yang menjadi Institusi Pasangan (IP) dalam setiap tahap pelaksanaan PSG menjadi
indikator keutuhan proses balajar mengajar yang bermakna. Tanpa begitu maka
kebermaknaan proses belajar di Sekolah dan di Institusi Pasangan sebagai satu kesatuan
yang utuh untuk mencapai kompetensi lulusan yang dibutuhkan dunia kerja akan sulit
dicapai.

Temuan yang diperoleh menunjukan bahwa pelaksanaan PSG di SMKN 15
Bandung sangat kurangnya kebersamaan dan keterlibatan utuh IP dalam setiap tahap
pelaksanaan PSG. Bahkan ada beberapa tahap yang sama sekali tanpa keterlibatan IP.
Kondisi ini karena sulitnya mendapatkan IP yang betul-betul relevan dengan kompetensi
siswa dan bidang keahlian yang diselenggarakan SMKN 15 Bandung, juga sedikitnya IP
yang betul-betul paham dan siap seutuhnya melaksanakan PSG. Atas temuan itu maka
penulis merekomendasikan kepada para pihak yag terkait dengan PSG untuk melakukan
resosialisasi, reorientasi dan rasionalisasi PSG mulai tingkat dan lingkungan terrendah
sebagi ujung tombak pelaksanaan sampai tingkat dan lingkungan tertinggi selaku
pengambil kebijakan. Tanpa itu maka lompatan paradigma baru di bidang pendidikan
kejuruan bukannya lompat maju ke depan melainkan lompat mundur dan jatuh ke

belakang. Artinyatak ada kemajuan berarti dalam dunia pendidikan kejuruan.

VI

ABSTRACT

Implementation of Dual System Education at SMKN 15 Bandung is an integral

part of the whole implementation of national policy: link and match mcarrying out
vocational education. The implementation shows us that the result is not good enough
with low absorptive power (35%) and low relevance. SMKN 15 Bandung, with its new
function as asocial worker high school and its unique character and also its rarity, faces

many problems in application and implementation of dual system education. The adopted

dual system education contains more education of technology and business with modern
management, so it's necessary to work hard to apply it at SMKN 15 Bandung. How does
the implementation of dual system education at SMKN 15 Bandung run, is the focus of
the problem researched here. Qualitative approach is the method used in this research.
Participative observation, spontaneous but guided interview and documents are

techniques todata collection used in this research.

Dual system education is a form of running vocational competence education
which integrates systematically and synchronically the education program in school and
the learning by doing program through working on relevant job in field of work towards
acquiring certain competence. As a select strategy in carrying out vocational high
education, nationally, term of relevance is the main basis of its implementation. A
partnership between education world and field of work is the institutional realization.
Togetherness and involvement are the indicator ofthe totality ofthe meaningful teachinglearning process. Without those, the meaningful of learning process in both school and
field of work as the totality to achieve the relevant competence as well as the field need
will hard to acquire.

The finding which acquired in this research shows that the implementation of dual
system education at SMKN 15 Bandung is lack of total togetherness and involvement of
the field of work in every step of dual system education implementation. In fact, there
are some steps without field of work involvement. This condition caused of the difficulty
to get the really relevant field of work with the student competence and the skill focus
those carried out at SMKN 15 Bandung. And also there are few field of work which
understand and ready to implement dual system education totally. Based on that finding,
the writer recommends to the teacher as the executor, to the board of education

department as the decision maker, and to all who connect with this dual system education

to re-socialize, re-orient, and rationalize the dual system education in all level and side.
Without those, the new paradigm in vocational education will be nothing.

Vll

DAFTARISI

Halaman

KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

iv
vi
viii

x
xi

BAB I PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

6

C. Tujuan Penelitian

8

D. Manfaat Penelitian


9

E. Asumsi

10

F. Metode Penelitian

15

G. Lokasi dan Sampel Penelitian

15

H. Agenda Kegiatan Penelitian

17

I. Sistematika Penulisan


17

BABn KAJIAN PUSTAKA

18

A. Kajian Historis

18

1.
2.
3.
4.

18
22
29
31


Pendidikan Menengah Kejuruan, Link and Match, dan PSG
Keadaan Pendidikan Kejuruan pada PJPI
Hasil-hasil yang dicapai pada Pelita VI
Pendidikan Menengah Kejuruan Pekerjaan Sosial

B. Kajian Teoretis

36

1. Pentingnya Tenaga Terampil

36

2. Arti Pendidikan Kejuruan
3. Fungsi Pendidikan Kejuruan
4. Tujuan Pendidikan Kejuruan
5. Manfaat Pendidikan Kejuruan
6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
7. Prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan

8. Asumsi-asumsi Pendidikan Kejuruan

37
39
39
40
41
41
42

9. Model-model PenyelenggaraanPendidikanKejuruan

42

10. Wawasan Link and Match sebagai Dasar Pembaruan
11. Pengertian, Tujuan dan karakteristik PSG
12. Manajemen PSG
13. Implikasi

43
44
46
50

C. Kajian Empirik

50
viii

BAB III METODE PENELITIAN

56

A. Metode Penelitian

56

B. Objek dan Sumber Data Penelitian

58

C. Teknik Pengumpulan Data

60

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

62

E. Signifikansi Hasil Penelitian

68

BABIV HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN

72

A. Gambaran Umum SMKN 15 Bandung

72

B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Administrasi PSG di SMKN 15 Bandung
2. Pelaksanaan Sistem PSBdi SMKN 15 Bandung
3. Pengelolaan KBMdi SMKN 15 Bandung
4. Penetapan Guru dan instruktur PSG di SMKN 15 bandung
5. Pengelolaan Fasilitas dan Bahan Praktik PSG di SMKN 15 Bandung
6. Penetapan Institusi Pasangan PSG di SMKN 15 Bandung
7. Pengembangan Hubunganb SMKN 15 dengan Dunia Kerja
dalam rangka PSG
8. Optimasi dan Eksplorasi Sumber Pembiayaan PSG di SMKN 15 Bandung
9. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi PSG di SMKN 15 Bandung
10. Pengelolaan Unit Produksi di SMKN 15 Bandung

74
74
78
80
87
91
93
96
99
101
102

C. Pembahasan Hasil Penelitian

103

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pelaksanaan Administrasi PSG di SMKN 15 Bandung
Pelaksanaan SistemPSB di SMKN 15 Bandung
Pengelolaan KBMdi SMKN 15 Bandung
Penetapan Guru dan instruktur PSG di SMKN 15 bandung
Pengelolaan Fasilitas dan Bahan Praktik PSG di SMKN 15 Bandung
Penetapan Institusi Pasangan PSG di SMKN 15 Bandung
Pengembangan Hubunganb SMKN 15 dengan Dunia Kerja

106
Ill
113
115
117
118

dalam rangka PSG

120

8. Optimasi dan Eksplorasi Sumber Pembiayaan PSG di SMKN 15 Bandung 121
9. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi PSG di SMKN 15 Bandung
122
10. Pengelolaan Unit Produksi di SMKN 15 Bandung
124
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

126

A. Kesimpulan

126

B. Implikasi

128

C. Rekomendasi

129

DAFTAR PUSTAKA
LAMPBRAN - LAMPHIAN
RIWAYAT HD3UP PENULIS

135
142
167

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Daya Serap Lulusan SMKN 15 Bandung

Halaman

5

2. Perbedaan Karakteristik Sistem Pendidikan Konvensionai dan
Sistem Ganda

3. Beberapa Perubahan Mendasar (Sesuai dengan Prinsip Link
and Match)

46

49

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. KISI-KISI PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

142

2. PANDUAN OBSERVASI

146

3. PEDOMAN WAWANCARA

156

4. KEPUTUSAN KEPALA SMKN 15 Bandung
Nomor: 196/I02.11/SMK15/KP/2002

Tentang Pembentukan Panitia Praktek Kerja Industri

161

XI

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG

Perubahan sosial pada akhir abad 20 yang terjadi di sebagian besar negara
berkembang di berbagai belahan dunia berlangsung begitu cepat dan tak dapat
diperkirakan (unpredictable). Khusus di Indonesia, percepatan perubahan sosial
tersebut terjadi hampir tak sebanding dengan percepatan perubahan atau peningkatan
kemampuan sumber daya manusianya. Begitu banyak ketimpangan sosial yang
disebabkan oleh ketidakselarasan percepatan tersebut.
Kenyataan

menunjukkan

terdapat

banyak

perusahaan

domestik,

apalagi

perusahaan asing sudah pasti, sumber daya manusia pada tingkat manajemen puncaknya didominasi orang asing. Dan kalaupun ada sumber daya manusia pribumi yang
masuk di dalamnya dapat dicirikan bahwa mereka adalah orang-orang yang pernah

mengenyam pendidikan asing di luar negeri. Kenyataan ini paling tidak menunjukkan
dua fakta menyakitkan. Pertama, bahwa mutu sumber daya manusia Indonesia untuk
tingkat manajemen puncak masih kalah bersaing dengan mutu sumber daya asing.
Kedua, bahwa sumber daya manusia output pendidikan dalam negeri tingkat

kepercayaan penggunanya masih lebih rendah dibanding output pendidikan luar
negeri. Fakta kedua ini lebih jauh menunjukkan bahwa mutu sistem pendidikan
Indonesia lebih rendah dari mutu pendidikan asing.

Kenyataan lainnya menunjukkan bahwa perubahan sosial yang cepat tersebut
telah menyeret berbagai lapisan dan tingkatan sosial masyarakat Indonesia pada
keadaan serba sulit, serba tak menentu, dan serba tak pasti. Penyelenggaraan

pendidikan seperti tidak memiliki hubungan signifikan dengandunia nyata kehidupan
sosial dan pemenuhan kebutuhan pasar kerja. Kesesuaian dan kelayakan sumber daya
manusia menempati posisi formal hanya menjadi cita-cita dan harapan saja. The right

man on the rightplace seperti impian yang jauh dari kenyataan. Intuisi primitif lebih
banyak mewarnai tindakan sosial individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan sosial yang melahirkan berbagai tuntutan dan tantangan penyesuaian

baru membawa pula perubahan perilaku sosial masyarakat untuk berusaha
memenuhinya dengan berbagai cara; cara yang baik, buruk, setengah baik dan

setengah buruk; cara yang boleh dan tidak, atau antara yang boleh dan tidak. Hasil
selanjutnya, orang-orang yang tidak berhasil menjadi residu sosial yang sangat rentan

dan signifikan pengaruhnya terhadapmunculnya masalah-masalah sosial.

Dua ujung perubahan sosial yang selalu bersamaan adalah keberhasilan atau

kemajuan sosial dan kegagalan atau masalah sosial. Keduanya sama-sama memiliki
persoalan-persoalan lanjutan yang dibawanya. Kemajuan sosial menuntut kesiapan

warga masyarakat untuk mengimbangi dan memenuhi tantangan dan tuntutan

kemajuannya. Bukan perkara mustahil apabila kemajuan sosial berlangsung lebih
cepat melesat melewati kompetensi pranata sosial yang ada. Dan akibatnya

masyarakat yang tertinggal oleh kemajuaan yang dibawa perubahan sosial, menjadi

masyarakat yang terpinggirkan. Ketidakmampuan mengimbangi tuntutan dan

tantangan kemajuan tersebut pada umumnya sering ditampakkan dengan wujud
kesenjangan sosial, yang kemudian menjadi masalah sosial.

Masalah-masalah sosial yang muncul akibat perubahan sosial tersebut memiliki
intensitas dan tingkat kesulitan penyelesaian yang berbeda-beda. Dan ini membawa

implikasi pada pemilihan penanganan yang berbeda-beda pula. Masalah-masalah
sosial kategori ringan cukup diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan sosial
kemasyarakatan yang lumrah dan uraum dilakukan orang sebagai kegiatan sosial.
Tetapi masalah-masalah sosial kategori berat tidak bisa diselesaikan hanya dengan
sentuhan kegiatan sosial belaka, melainkan memerlukan pendekatan sosial secara

profesional melalui metode pekerjaan sosial profesional. Penanganan masalah sosial
secara profesional tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, memerlukan orang-

orang profesional di bidangnya yang dididik dan dipersiapkan sebelumnya di
lembagapendidikan pekerjasosial.

Bandung sebagai ibu kota propinsi merupakan salah satu bagian wilayah

penampakan perubahan sosial di Indonesia tersebut. Kondisi terpapar di atas terjadi
pula diBandung ini. Tepatlah kiranya bila pada tahun 1989 seiring perubahan sosial
yangmenuntut peningkatan standar pendidikan guruyangberujung dengan peleburan

sekolah guru tingkat menengah (SPG dan SGO), Sekolah Guru Olah raga (SGO)

Negeri Bandung dialihfungsikan menjadi Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial Negeri
Bandung (sekarang disebut SMKN 15). Disamping sebagai bagian dari korban

perubahan sosial, paling tidak alih fungsi tersebut mampu memberi harapan jalan
keluar penyediaan tenaga pekerja sosial tingkat menengah untuk menangani secara

profesional masalah-masalah sosial yang banyak timbul akibat perubahan sosial di
Bandung ini.

Pada 12 tahun perjalanan alih fungsi tersebut, secara umum dapat dikatakan

bahwa SMKN 15 menunjukkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Sebagai
lembaga pendidikan pekerjaan sosial, identitas keberadaannya tidak dikenal
masyarakat luas, sampai-sampai lembaga payung diatasnya pun tidak begitu
memahami

keberadaannya.

Terbukti

bertahun-tahun

tak

tersentuh

proyek

pengembangan, baik fisik maupun lainnya. Animo masyarakat untuk menyekolahkan
anaknya ke sekolah ini rendah. Siswa baru selalu di bawah 'quota', baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Jumlahnya selalu dibawah kapasitas sesungguhnya, dan

mutunyapun rendah bila diukur denganNEM. Rata-rataNEM siswa baru pada tahun
terakhir (1999-2000) adalah 31,68. Dan setiap penerimaan siswa baru tidak pernah
menetepkm passing grade karena memang tidak perlu sortasi.

Dengan NEM awal seperti itu mengakibatkan proses pembelajaran siswa terasa
berat bagi para guru. Dan hasilnya pun tak bissa diharapkan menggembirakan. Untuk
tiga tahun terakhir rata-rata NEM siswa tamatan SMKN 15 berkisar pada angka 20an, 1998/1999 = 22,16;

1999/2000 = 24,34;

2000/2001 - 27,66. Kondisi ini

mengakibatkan sulitaya bagi para tamatan untuk bersaing, baik di dunia kerja

maupun untuk melanjutkan sekolah. Walaupun sebenarnya untuk kondisi dunia kerja
saat ini signifikansi keterkaitan latar belakang pendidikan dengan dunia kerja

menunjukkan hal yang tidak bisa diukur dengan jelas dan pasti. Gambaran daya
serap lulusan SMKN 15 Bandungdapat dilihat dalamtabel berikut:

Tabel 1: Daya Serap Lulusan SMKN 15 Bandung
No

DAYA SERAP

Persentase (%)

1

Bekerja di Dunia Kerja

35%

2

Menunggu Lowongan Kerja

19%

3

Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta

17%

4

Wiraswasta

15%

5

Kursus di Lembaga Keterampilan Kerja

13%

6

Menikah

1%

JUMLAH

100%

Sumber: RIPS SMKN 15 tahun 2000-2005

Apayang terpapar dalam Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa tujuan ideal sekolah
kejuruan yakni 60% lulusan terserap di dunia kerja tidak tercapai. Dunia kerja yang

menyerap 35% lulusan inipun belum menggambarkan apakah sesuai dengan
pendidikan pekerjaan sosial atau tidak. 17% lulusan yang melanjutkan sekolah pun
jurusannya tidak semuanya sesuai dengan latar belakang pekerjaan sosial.

15%

lulusan yang berwiraswasta dan 13% lulusan yang kursus pun banyak yang di luar
pekerjaan sosial. Gambaran ini menunjukkan terdapat persoalan yang perlu dijelaskan
dan dicarikan solusinya.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Sebab bila
kondisi ini dibiarkan terus menerus, tidak mustahil keadaannya akan semakin parah.

Tidak hanya sekedar rendahnya mutu lulusan dan daya serap dunia kerja, melainkan

bisa saja lebih dari itu, yakni sekolah sebagai lembaga menjadi mandul dan
menghamburkan biaya saja, sekolah menghasilkan calon-calon penganggur dan itu
berarti meningkatkan angka pengangguran, yang berarti melahirkan masalah sosial

baru dan memperberat masalah-masalah sosial yang sudah ada. Sehingga penulis
merasa perlu melakukan penelitian guna mengetahui seberapa dalam kekurangan
yang menjadi persoalan dan kelebihan yang dapat dimantapkan.

B. RUMUSAN MASALAH

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, menetapkan suatu

kebijakan yang sangat populer terhadap Pendidikan Menengah Kejuruan yaitu 'Link
and Match' atau keterkaitan dan kesepadanan. Strategi dalam merealisasi kebijakan
tersebut adalah 'Dual System1 atau yang biasa dikenal dengan Pendidikan Sistem

Ganda (PSG). Dan operasionalisasinya adalah adanya kerja sama antara Sekolah

dengan Dunia Usaha / Dunia Industri (DU/DI) melalui suatu wadah organisasi
bernama Majelis Sekolah (MS).

Pelaksanaan PSG di SMK diorientasikan agar kompetensi peserta didik betulbetul terkait dan sepadan dengan lapangan kerja bila nanti bekerja. Dengan demikian

maka SMK sebagai produsen tenaga kerja akan menghasilkan tenaga-tenaga kerja

yang kompeten, terampil sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (DU/DI) atau demand

driven. Sehinga paradigma lama, bahwa SMK hanya menjadi produsen/penghasil
tenaga kerja (supply-driven) yang tidak mengindahkan apakah tenaga kerja (tamatan)

yang dihasilkannya relevan atau tidak dengan kebutuhan lapangan kerja, dapat
dihapuskan.

SMKN 15 Bandung sebagai salah satu realitas kebijakan pemerintah tersebut
selama 12 tahun perjalanannya menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan.
Kehadiran dan keberadaan para tamatan SMKN 15 Bandung sebagai ASISTEN
PEKERJA SOSIAL dalam kondisi masyarakat yang sedang berubah cepat ini

idealnya sangat dibutuhkan. Di tengah-tengah masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia; seperti : kemiskinan, perubahan sosial, perubahan masyarakat, masalah
integrasi sosial, pembangunan yang berorientasi pada keadilan, supremasi hukum
yang harus ditegakan, hak azasi manusia, pemberdayaan masyarakat, akuntabilitas
lembaga-lembaga publik padamasyarakat, dan pemerataan distribusi sumber-sumber
daya yang ada di masyarakat; seharusnya keberadaan dan kehadiran SMKN 15

Bandung beserta tamatannya ini seperti gayung bersambut kata berjawab karena
masalah-masalah tersebut sangat relevan dengan kompetensi yang dipelajarinya.

Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1, kehadiran dan keberadaan SMKN 15

Bandung ini belum mampu mencapai titik ideal yang diharapkan kebijakan
pemerintah di atas. Sehingga penulis memandang perlu melakukan penelitian

mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi dalam penyelenggaraan SMKN 15

Bandung ini yang berfokus pada pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda di

sekolah tersebut dengan upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan administrasi Pendidikan Sistem Ganda di SMKN 15
Bandung?

2. Bagaimana pelaksanaan sistem penerimaan siswa baruPSG di
3. Bagaimana pengelolaan KBMdalam PSG di SMKtersebut?

4. Bagaimana penetapan gurudan instruktur dalam PSG di SMK tersebut?
5. Bagaimana pengelolaan fasilitas danbahan praktik PSG di SMK tersebut?
6. Bagaimana penetapan institusi pasangan PSGdi SMKtersebut?

7. Bagaimana pengembangan hubungan SMKN 15 dengan dunia kerja dalam
rangka PSG tersebut?

8. Bagaimana optimasi dan eksplorasi sumber pembiayaan PSG di SMK tersebut?
9. Bagaimana monitoring dan evaluasi PSG di SMK tersebut?
10. Bagaimana pengelolaan UnitProduksi di SMK tersebut?

C. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pelaaksanaan
Pendidikan Sistem Ganda di SMKN 15 Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memposisikan
pelaksanaan:
1. Administrasi Pendidikan Sistem Ganda di SMKN 15 Bandung

2. Sistem penerimaan siswabaru PSGdi SMKN 15tersebut
3. Pengelolaan KBMdalam PSG di SMKtersebut.

4. Penetapan guru dan instruktur dalam PSG di SMK tersebut.

5. Pengelolaan fasilitas danbahan praktik PSG di SMK tersebut.
6. Penetapan institusi pasangan PSGdi SMK tersebut.

7. Pengembangan hubungan SMKN 15 dengan dunia kerja dalam rangka PSG
tersebut.

8. Optimasi dan eksplorasi sumber pembiayaanPSG di SMK tersebut.
9. Monitoring dan evaluasi PSG di SMK tersebut.
10. Pengelolaan Unit Produksi di SMK tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ini akan dapat diperoleh gambaran bagaimana

pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMKN 15 Bandung. Juga diketahui
bagaimana posisi pelaksanaan administrasi PSG, sistem PSB, pengelolaan KBM,

guru dan instruktur, pengelolaan fasilitas dan bahan praktik PSG, institusi pasangan,

hubungan kelembagaan, optimasi dan eksplorasi sumber biaya, dan monitoring dan
evaluasi PSG serta pengelolaan Unit Produksi di SMKN 15 ini. Sehingga informasi

ini akan menjadi dasarevaluasi lanjut terhadap pelaksanaan strategi pilihan nasional

ini, apakah strateginya yang terlalu sulit dilakukan atau pelakunya yang terlalu sulit
untuk memahami dan melaksanakan strategi nasional tersebut. Dan

nilai-nilai

positifnya dapat ditransfer ke sekolah-sekolah sejenis, jika dipandang memiliki
transferabilitas yang layak.

D. MANFAAT PENELITIAN

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

pelaksanaan PSG dan menjadi wacana kajian untuk mengembangkan pelaksanaan
PSG, baik di SMKN 15 Bandungmaupun di SMK lain yang sejenis.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai

pihak, baik perorangan maupun lembaga SMKN 15 Bandung darJi
dengannya, untuk mengevaluasi pelaksanaan dan mengembangkan program

selanjutnya. Kemudiandapat pula dijadikan sebagai umpanbalikbagi para pengambil
kebijakan strategis di bidang pendidikan kejuruan untuk mereorientasi dan
memodifikasi pengembangan model seterusnya.

E. ASUMSI

Memasuki milenium ketiga dengan terbukanya pasar global dan perdagangan
bebas, membawa implikasi pada tuntutan akan peningkatan mutu pengelolaan SMK

sebagai produsen tenaga kerja yang terampil dan layak dipasarkan. Pengelolaan SMK
yang profesional perlu terprogram dan terrencana, sehingga keberhasilan dan
kegagalannya dapat diukur dan dievaluasi. Selama 5 tahun terakhir pemerintah sangat
concern pada kemajuan dan mutu pendidikan menengah kejuruan. Melalui beberapa

kebijakan seperti : pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan efektiffitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan
dukungan bagi SMK swasta, pemerintah menunjukkan perhatiannya kepada

pendidikan kejuruan. Mutu dan pengelolaan SMK mulai diperhatikan dan ditangani
secara profesional, berbeda dengan sebelumnya. Perubahan paradigma pengelolaan

SMK ini sangat menggembirakan dan sekaligus memberikan harapan akan

munculnya SMK-SMK yang unggul dan bermutu, baik dalam pengelolaan

10

sekolahnya maupun lulusannya. Unggul berarti mampu bersaing dan memiliki daya
tawar tinggi, bermutu berarti memiliki kompetensi dan memiliki posisi tawar tinggi.
Dalam rangka melahirkan tamatan yang unggul dan bermutu, mampu bersaing
dan memiliki kompetensi yang layak, pemilihan model pendidikan akan sangat
menentukan keberhasilannya. Untuk itu kebijakan Link and Match bagi sekolah

kejuruan merupakan pilihan tepat yang tak tertolak lagi. Tinggal bagaimana

implementasi di lapangan sebaik-baiknya. Keterkaitan dan kesepadanan antara
sekolah dengan dunia usaha/dunia industri yang ada dalam trak kejuruan yang sama

memiliki pengaruh yang kuat terhadap lahirnya lulusan bermutu dan unggul. Oleh

karenanya implementasi kebijakan pemerintah ini memiliki urgensi yang sangat kuat
untuk dilaksanakan sebaik-baiknya secara profesional pula. Tanpa keinginan kuat

para pelaksana di lapangan untuk melaksanakan secara sungguh-sungguh dan
profesional, maka kebijakan Link and Match tersebut hanya akan menjadi macan
kertas yang hanya memiliki kekuatan di atas meja saja. Pendidikan sistem ganda

merupakan strategi implementatifbagi kebijakan tersebut padatingkat sekolah.

Ketercapaian tujuan sekolah dicerminkan oleh performa sekolah yang kondusif
terhadap terciptanya kegiatan belajar mengajar yang dibanggakan oleh siswa. Adanya

upaya guru dan pegawai yang maksimal dalam pengelolaan sekolah disertai dengan

adanya kepuasan batin yang simbang, mempunyai pengaruh yang besar dalam

pencapaian tingkat keberhasilan tamatan yang bermutu dan unggul, antara lain

memperoleh NEM siswa yang memuaskan dan para tamatan dapat bekerja pada

lembaga yang terkait dan sepadan dengan kompetensinya atau mandiri menjadi

11

praktisi. Organisasi dan manajemen sekolah haras disesuaikan dengan kebutuhan
untuk mmencapai tujuan pendidikan menengah kejuruan dan mampu mewadahi
kepentingan pendidikan sistem ganda selaras dengan visi dan misi yang hendak
dicapai.

Kurikulum SMK Edisi 1999 yang berdasarkan prinsip Broad-Based Curiculum,
Competency Based Curiculum, Mastery Learning, Dual Based Program, dan
Perkuatan

Kemampuan

Daya

Suai

dan

kemandirian

tamatan,

pengimplementasiannya bersifat fleksibel, terbuka terhadap berbagai upaya
penyempurnaan dan berorientasi kepada kebutuhan pemakai tamatan (demand

driven). Dengan kebijakan Link and Match dan strategi pelaksanaannya pendidikan
sistem ganda yang operasionalnya ditandai dengan adanya kerja sama antara sekolah
dan DU/DI melalui Majelis Sekolah, SMK yang bermutu dan unggul termasuk
tamatannya berupaya diwujudkan. Tenaga kependidikan mulai kepala sekolah sampai

penjaga sekolah secara bersama-samabertanggungjawab terhadap pencapaian tujuan
pendidikan SMK, sehingga diperlukan pemahaman dan komitmen yang sama

terhadap visi dan misi SMK serta memiliki kemampuan standar yang dipersyaratkan
untuk mencapai tujuan

sesuai dengan peran dan fungsinya melalui pengelolaan

berbasis kebutuhan nyata dirasakan. Kontinuitas dan integritas upaya peningkatan
kompetensi

tenaga

kependidikan

yang

terprogram

baik

diperlukan

untuk

mendukungnya.

Pembinaan kesiswaan pada SMK dilakukan sejak penerimaan siswa baru sampai

penelusuran tamatan. Kegiatan ini memerlukan proses yang sistematis dalam

12

pengelolaannya, yang didukung oleh penerapan prinsip-prinsip manajemen mutu.
Sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pendidikan, berinisiatif, inovatif, kreatif
dan produktif, mampu mengembangkan minat pada kegiatan ekstra kurikuler untuk
memperoleh kemampuan tambahan yang dapat menunjang kompetensi pokoknya.
Untuk mendukung itu perlu fasilitas standar yang dapat memenuhi kebutuhan
minimum pengembangan diri siswa. Penyediaan sarana yang belum ada mutlak
diperlukan. Memelihara sarana yang sudah ada juga menjadi keharusan. Dan itu

memerlukan keterlibatan setiap unsur terkait di sekolah. Didukung pula oleh
lingkungan sekolah yang memadai, mulai kondisi fisik dan sosio-psikologisnya.
Kondisi lingkungan sekolah yang kondusif memberikan rasa aman, nyaman dan
menyenangkan dapat memotivasi warga sekolah untuk mewujudkan tujuan sekolah.
Hubungan kerja sama sekolah dengan DU/DI merupakan realisasi dari kebijakan
Link and Match yang harus dilakukan oleh pihak sekolah dalam upaya peningkatan
mutu sekolah sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Hubungan kerja sama sekolah

dengan DU/DI melalui berbagai kegiatan yang melibatkan DU/DI seperti: Praktek
Kerja Industri (Prakerin), Uji Kompetensi, Guru magang di Industri (On The Job
Training) dan kerja sama Unit Produksi melalui KBM di sekolah. Pemantapan Unit

Produksi yang merupakan etalase sekolah memerlukan pengelolaan secara
profesional dengan prinsip-prinsip kewirausahaan yang memadai. Pendayagunaan

Unit Produksi merupakan jalan terbaik untuk memberikan gambaran nyata

pelaksanaan pendidikan sistem ganda sebagai implementasi strategis kebijakan Link

13

and Match. Unit produksi disamping sebagai laboratorium praktek yang bersifat

akademis, juga bisa menjadi wadah operasional pendidikan sistem ganda.
Paparan di atas merupakan kondisi ideal yang menjadi cita-cita keberhasilan

pelaksanaan pendidikan sistem ganda di SMK dan merupakan paradigma kekinian
dalam lingkungan pendidikan kejuruan. Dan kondisi ini menghantarkan penulis pada

logika berpikiryangmengarahkan padaparadigma penelitian berikut:

INPUT

Kebijakan

PROSES

OUTPUT

Implementasi PSG di SMKN 15:

Daya serap:

Link & Match

- administrasi PSG

melalui strategi

- sistem PSB

Pendidikan Sistem

Ganda (PSG)

- bekerja 35%
- menganggur 19%

- pengelolaan KBM

- melanjutkan 17%

- guru & instruktur

- wiraswasta 15%

- pengelolaan fasilitas dan

bahan praktek

- kursus 13%
- memkah 1%

- institusi pasangan

Ini menunjukkan

- hubungan kelembagaan

hasil yang belum

- optimasi & eksplorasi sumber

memuaskan dan

biaya

outcome rendah

- monitoring & evaluasi PSG

Diagram 1. Paradigma Penelitian

14

F. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMKN 15 Jalan Gatot Subroto no.4 Bandung dengan
metoda deskriptif. Dalam rangka mengumpulkan dan melengkapi kesempurnaan
informasi, dilakukan observasi partisipatif, wawancara spontan dan terprogram, dan
studi dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive random
sampling dan Snow ball sampling.

Informasi yang telah diperoleh selama penggalian informasi langsung diolah
sesuai kebutuhan dan urgensinya. Sesuai kebutuhan, bila informasi sudah dapat
diklasifikasi secara langsung maka langkah ini dilakukan langsung, bila sudah cukup
untuk dikategorisasikan maka langkah ini pun dilakukan langsung, begitu pula bila
sudah layak divisualisasikan maka segera saat itu juga divisualisasikan, dan juga
kalau memungkinkan ditarik inferensi segera diinferensikan juga. Tetapi guna
menyempurnakan kesahihan pengolahan informasi, disediakan waktu khusus pada 2

bulan terakhir untuk melakukan kegiatan pengolahan ini secara mendalam sehingga
sampai pada inferensiyang lengkapdan mendekati sempuma.

G. LOKASI dan SAMPEL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMKN 15 Jalan Gatot Subroto no.4 Bandung.
Sekolah ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena SMKN 15 dengan program studi
Pekerjaan Sosial merupakan sekolah langka dan unik, di Jawa Barat hanya ada satusatunya. Sehingga karena kelangkaan dan keunikannya penulis menganggap perlu

melakukan penelitian di sekolah ini. Pelaksanaan PSG di SMK-SMK lain, apalagi

15

yang program studinya berkaitan erat dengan industri, nampak tidak terlalu banyak

kesulitan untuk mencari mitra. Sementara bagi SMKN 15 memerluka energi besar
dan upaya keras untuk bisa mendapatkan mitra, yang tidak sekedar mitra biasa.
Kenyataan ini membuat semakin kuat dorongan untuk melakukan penelitian ini.
Sumber informasi selain berupa dokumentasi juga beberapa warga sekolah dari

mulai kepala sekolah sampai penjaga sekolah, namun diutamakan yang ada kaitannya
dengan pelaksanaan strategi Pendidikan Sistem Ganda. Dalam penelitian ini yang
dipilih menjadi nara sumber pertama Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab
sekolah secara keseluruhan; kemudian 9 orang penanggung jawab bidang garapan
Pengembangan Sekolah Seutuhnya (9 komponen PSS) dengan alasan mereka

menguasai bidang garapannya masing-masing; 5 orang guru mata diklat kejuruan;
selanjutnya perwakilan siswa, tiap angkatan 5 orang, mewakili siswa aktivis dan
bukan aktivis, sehingga semuanya berjumlah 15 siswa; kemudian 5 orang alumni
yang mewakili berbagai kelompok seperti dalam Tabel 1; 2 orang penguras BP3; dan

terkahir adalah 5 orang anggota Majelis Sekolah yang mewakili beberapa setting
DU/DI secara bervariasi. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan. Untuk menjaga
kesahihan informasi yang diperoleh diupayakan penggalian informasi dilakukan

dengan cara yang lebih spontan dan dalam situasi-situasi yang rileks, tidak terkesan

menanyai sehingga informasi yang diperoleh betul-betul sahih. Mereka semua dipilih

sebagai sampel penelitian karena penulis menganggap mereka cukup mewakili

berbagai komponen sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan sistem
ganda tersebut.

16

H. AGENDA KEGIATAN PENELITIAN

l.Persiapan

2. pelaksanaan pengumpulan informasi
3. pengolahan dan penyempurnaan informasi
4. Penulisanlaporanpenelitian

L

01-31 Januari 2002

01 Februari - 30 April 2002
01-25 Mei 2002
27Mei-22Juni 2002

SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini disusun dalam lima Bab. Bab I memuat pendahuluan, Bab IT
menguraikan kajian pustaka, Bab III berisi uraian tentang metode penelitian, Bab IV

menjelaskan hasil penelitian dan pembahasannya, dan Bab V mengemukakan
kesimpulan dan rekomendasi. Pada bagian akhir tesis ini ditutup dengan daftar
pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan.

17

BAB in

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan disajikan berbagai penjelasan yang berhubungan dengan
pelaksanaan penelitian, antara lain : metode penelitian , objek dan sumber data

penelitian, teknik pengumpulan data,

prosedur pelaksanaan penelitian, dan

signifikansi hasil penelitian.

A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

deskriptif analitik. Penggunan pendekatan dan metode ini, berangkat dari tujuan
pokok penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan serta menganalisis

bagaimana

pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMKN 15 Bandung. Dengan kata lain,
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang gejala, fenomena, peristiwa atau

kejadian yang dialami dan dilakukan oleh pelaku dalam pelaksanaan PSG tersebut.
Pemilihan metode ini sesuai dengan pemahaman bahwa metode kualitatif lebih
berdasarkan

pada

filsafat

fenomenologis

yang

mengutamakan

pemahaman/penghayatan (verstehen) dan berusaha memahami serta menafsirkan
makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurat

perspektif peneliti (Usman dan Akbar, 2001:81). Sudjana dan Ibrahim (1989:64)
mengatakan:

56

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu
gejala, peristiwa, dan kejadian yang terjadi saat sekarang dimana penelitiberusaha
memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya untuk
kemudian digambarkan sebagaimana adanya.

Sejalan dengan itu Isaac (1982:46) mengemukakan tujuan penelitian
deskriptif "To describe systematically the facts and characteristics of a given
population or area ofinterest, factually and accuratelly".
Karateristik atau ciri-ciri penelitian kualitatif dikemukakan oleh Bogdan dan
Biklen (1998:27):

1) Data diambil langsung dari natural setting (alamiah); 2) penentuan sampel
secara purposif, 3) peneliti sendiri sebagai instrumen utama atau pokok; 4)
peneliti lebih menekankan pada proses dari pada hasil, sehingga bersifat
deskriptif; 5) anaiisis data secara induktif atau interpretasi data bersifat idiografik;
6) mengutamakan makna (meaning) dibalik data.
Ciri-ciri atau karateristik penelitian kualitatif diatas, akan menjadi suatu patokan

atau acuan bagi peneliti dalam proses pelaksanaan penelitian ini. Dalam pelaksanaan
penelitian kualitatif di lapangan diperlukan pemahaman dan arah yang akan ditempuh
sesuai dengan hakikat penelitian kualitatifitu sendiri. Nasution (1988:5) menjelaskan
hakikat penelitian kualitatif sebagai berikut:

Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, dan berusaha memahami
bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, sehingga untuk itu peneliti
harus turun ke lapangan dan berada di sana dalam waktu yang cukup lama.
Karakteristik pertama di atas memberi makna bahwa peneliti menggali data atau

informasi langsung dari nara sumber tanpa melalui perantara, dengan tujuan agar

memperoleh langsung gambaran yang sesungguhnya tentang fenomena objek yang

diteliti secara wajar dan tidak dimanipulasi atau dibuat-buat. Karakteristik kedua

57

mengisyaratkan bahwa penentuan atau pengumpulan data haras sesuai dengan tujuan

penelitian. Dengan kata lain bahwa bobot responden sangat tergantung

pada

pertimbangan kelengkapan data atau informasi yang dibutuhkan. Jadi responden bisa
terus bertambah jumlahnya sampai informasi atau data mencapai titik jenuh.

Karakteristik ketiga menekankan bahwa pengumpulan data dilakukan langsung oleh

peneliti sebagai instrumen utama penelitian.
Peneliti sebagai instrumen utama penelitian diharapkan memiliki adaptabilitas
(daya suai) yang tinggi. Penyesuaian dan pembauran diri dengan lingkungan
penelitian memiliki makna tersendiri bagi responden. Artinya, bila komunikasi antara

peneliti dengan responden terpelihara dengan baik, maka responden akan merasa
terpanggil secara wajar untuk memberi data atau informasi sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya (apa adanya), sehingga kesahihan data yang terjaring cukup
terkendalikan sebagai temuan penelitian.

Karakteristik lainnya memberi makna bahwa data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini lebih cenderang dalam bentuk kata-kata daripada bentuk angka-angka.
Demikian pula analisanya berapa uraian kata yang bersifat meaningful. Namun bukan
berarti bebas dari angka-angka. Dengan demikian diharapkan laporan hasil penelitian

kaya dengan deskripsi dan penjelasan serta analisis tentang aspek-aspek masalah
yang menjadi fokus penelitian.

58

B. Objek dan Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak ada pengertian populasi/sampel layaknya dalam
penelitian kuantitatif. Hal ini ditandaskan oleh Nasution. (1988) yaitu:

Tidak ada pengertian populasi dalam penelitian kualitatif. Sampling berbeda
tafsirannya. Sampling ialah pilihan penelitian aspek apa dari peristiwa apa dan
siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terusmenerus sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif yakni tergantung pada
fokus pada suatu saat.
Usman dan Akbar (2001:81) mengemukakan: "Responden dalam metode
kualitatif berkembang terus (snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data
yang dikumpulkan dianggap memuaskan".

Dengan mengacu pada penandasan tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini

peneliti akan memusatkan perhatian pada pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di
SMKN 15 Bandung. Dalam pelaksanaan PSG ini

peneliti akan memfokuskan

masalah pada administrasi, sistem penerimaan siswa baru, pengelolaan KBM,

penetapan gura dan instruktur, pengelolaan fasilitas dan bahan praktik, penetapan
institusi pasangan, pengembangan hubungan sekolah dengan dunia kerja, optimasi

dan eksplorasi sumber pembiayaan, monitoring dan evaluasi, dan unit produksi
sekolah.

Untuk menentukan nara sumber dan responden dalam pengumpulan data dan
informasi, peneliti mengorganisir data sesuai dengan sumbernya, yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sebagai sumber data primer adalah Kepala
Sekolah, guru-guruyang diberi tugas tambahan berkaitandenganPSS dan PSG, guru-

guru mata diklat kejuruan, beberapa siswa, alumni, penguras BP3, dan

59

pengurus/anggota Majelis Sekolah SMKN 15 Bandung. Sementara sumber data

skunder adalah dolcumen-dokumen yang berkaitan dengan PSG dan beberapa hasil
Monitoring Evaluasi serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan PSG.
Dalam panjaringan data/informasi melalui observasi peneliti ikut membaur dalam

mengikuti proses pendidikan dan pelatihan sepenuhnya; baik di sekolah maupun di
setting praktik dimana peneliti sebagai guru pembimbing praktik; dalam arti
mengamati dan mencatat secara langsung proses pelaksanaan PSG dari awal hingga
akhir, dari tahun ke tahun. Observasi dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar dan
kegiatan lainnya di sekolah dan di setting praktik siswa. Wawancara dilakukan secara

spontan di tempat dan dalam situasi-situasi yang santai, agar informasi tergali secara
wajar dan alami serta tidak membuat nara sumber merasa tertekan dan terpaksa.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Teknik

observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Ketiga teknik tersebut diharapkan dapat
digunakan dalam upaya memperoleh data dan informasi yang diperlukan, dan dapat
saling menunjang dan saling melengkapi. Sementara sebagai instrumen pengumpul

data adalah peneliti sendiri (human instrument). Untuk memandu peneliti dalam

pengumpulan data dan

klarifikasi data, maka sebelumnya peneliti telah

mempersiapkan kisi-kisi pengumpulan data dan atau pedoman wawancara. Hal ini
peneliti pilih dengan merajuk pada pendapatUsman dan Akbar (2001:81):

60

Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah
si peneliti sendiri. Jadi peneliti merapakan key instrument, dalam mengumpulkan
data si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secaraaktif. Teknik pengumpulan
data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan
dokumentasi. Teknik angket tidak digunakan dalam pengumpulan data.

Adapun proses dan teknik-teknik pengumpulan data yang disebutkan di atas,
dijelaskan sebagai berikut:

1. Teknik Pengamatan Langsung (Observasi)

Teknik ini dilakukan untuk mengamati langsung proses kegiatan pelaksanaan

PSGyangdilakukan responden selama program berlangsung, baik di sekolah maupun
di setting praktik siswa. Dalam kegiatan observasi ini sungguh banyak hal yang harus
dicermati sesuai dengan fokus masalah, mulai dari pelaksanaan administrasi, sistem

penerimaan siswa baru, pengelolaan KBM, penetapan guru dan instruktur,

pengelolaan fasilitas dan bahan praktik, penetapan institusi pasangan, pengembangan

hubungan sekolah dengan dunia kerja, optimasi dan eksplorasi sumber pembiayaan,
monitoring dan evaluasi, dan unitproduksi sekolah. Dengan kondisi seperti ini, untuk
mengontrol arah dan tujuan pokok observasi, peneliti menggunakan panduan
pengamatan yang disesuaikan dengan tujuanpenelitian.
2. Teknik Komunikasi Langsung (Wawancara)

Wawancara dilakukan langsung dengan nara sumber sebagai responden utama di

lingkungan SMKN 15 Bandung, yaitu: Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab
keseluruhan, 9 orang gurapenanggung jawab bidang garapan PSS, 5 orang guru mata

diklat kejuraan, 15 orang wakil siswa (5 siswa per tingkat), 5 orang alumni yang

dianggap mewakili berbagai kelompok seperti dalam Tabel 1,2 orang penguras BP3,

61

dan 5 orang anggota Majelis Sekolah yang mewakili beberapa setting praktik secara
variatif. Wawancara ini dilakukan secara spontan tidak bersifat kaku atau mendikte,

dilaksanakan di tempat dan dalam suasana yang santai tapi terarah. Hal ini

dimaksudkan untuk menghilangkan kekakuan dan manipulasi data dari pihak
responden. Untuk kelancaran wawancara, peneliti sebelumnya telah mempersiapakan
panduan berapa pedoman wawancara.

Mengingat sebagai instrumen pengumpul data adalah peneliti sendiri (human

instrument) yang berhadapan langsung dengan responden, maka haras diciptakan
suasana sedemikian rupa sehingga masing-masing berada dalam kondisi wajar dan

setara sebagai orang yang sedang dialog. Hal ini dapat dimaklumi agar responden
berada dalam suasana yang wajar, artinya responden harus merasa dirinya sendiri,
sehingga dapat memberi keterangan atau informasi apa adanya. Data yang sudah
diperoleh dicatat sedemikian rupa sesuaidenganjenisnya.
3.

Teknik Studi DokumentasL

Studi dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh data berapa keterangan atau

informasi yang diperlukan melalui data tertulis baik yang bersifat akademis maupun
yang bersifat administratif. Dokumen-dokumen berkenaan dengan segala ihwal

pelaksanaan PSG di SMKN 15 Bandung menjadi bahan kajian studi ini. Data hasil
temuan ini akan diklarifikasi sesuaijenis datanya dan sekaligus dimungkinkan saling

melengkapi antara data/informasi dari hasil observasi dan wawancara sehingga
ditemukan data yang utuh dan akurat.

62

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian kualitatif sebenarnya dapat dikatakan tidak
mempunyai langkah yang bakusertabatasan dantahapan yang jelas, namun demikian

para pakar menggambarkan sebagai berikut : Bogdan (1982); Moleong (1990)
mengemukakan tiga tahapan yaitu: (1) pra-lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3)
analisis intensif. Sementara Lincoln dan Guba (1985 : 233); Nasution, (1988:33)

mengemukakan tiga tahapan yakni (1) orientasi, (2) eksplorasi , dan (3) membercheck. Begitu pula Usman dan Akbar (2001:83) membagi ke dalam tiga tahap
tersebut Namun lebih jauh Usman dan Akbar (2001) menyajikan langkah-langkah

penelitian kualitatif tersebut sebagai berikut: (1) studi pendahuluan, (2) pembuatan
pra desain, (3) seminar pra desain, (4) memasuki lapangan, (5) pengumpulan data,
dan (6) analisis data.

Dengan mengacu kepada prosedur diatas, maka tahapan penelitian ini
dilaksanakan dengan tahapan: tahap pra-lapangan, tahap kegiatan lapangan, tahap

analisis intensif, dan tahap pelaporan. Untuk lebih jelasnya diuraikan seperti
dibawah ini:

1. Tahap pra-lapangan

Pelaksanaan pra-lapangan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang

lengkap dan jelas mengenai lokasi/keadaan objek penelitian; gambaran umum

responden; arah dan fokus masalah yang hendak diteliti; penyesuaian waktu dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan tema penelitian. Tahap ini dilakukan sambil

63

menetapkan disain dan fokus masalah penelitian. Berbarengan dengan kegiatan ini,

peneliti mengajukan usulan seminar proposal penelitian. Pada tahap orientasi ini
peneliti melakukan dialog-dialog ringan seputar persoalan-persoalan dalam
pelaksanaan PSG di SMKN 15 Bandung dengan Kepala Sekolah, beberapa orang

gura dan pembimbing praktik siswa dari dunia kerja. Melalui dialog-dialog tadi

diperoleh gambaran dan keterangan yang memadai sesuai dengan tujuan
orientasi/penjajakan.

2. Tahap Kegiatan Lapangan

Tahap ini adalah tahap inti pelaksanaan penelitian yang sesungguhnya. Fokus
masalah penelitian melalui pertanyaan penelitian harus terjawab melalui penjaringan
data melalui kegiatan yang telah dijelaskan sebelumnya yakni observasi/pengamatan,

wawancara maupun melalui studi dokumentasi. Pengumpulan data atau informasi

dilakukan langsung terhadap nara sumber sesuai arah dan tujuan penelitian secara

purposif, dengan menggunakan pedoman pengamatan dan wawancara yang telah
disiapkan sebelumnya. Hal ini dimaksudkan sebagai kontrol terhadap pengamatan
dan pembicaraan disaat wawancara dengan responden, agar tetap dalam ruang
lingkupdan konteks fokus masalahpenelitian.

Selama proses kegiatan lapangan ini memakan waktu lebih dari 3 bulan, setiap
kali usai kegiatan dari lapangan langsung disusul analisa data sementara dengan cara
mereduksi data dan informasi yang telah terjaring melalui instrumen pengumpul

data. Dengan demikian dimungkinan merangkum hal-hal yang penting secara

64

sisitematis untuk menemukan fokus masalah penelitian. Dengan demikian dapat
mempertajam

gambaran tentang fokus masalah serta memudahkan pelacakan

kembali terhadap data yang diperoleh bila diperlukan. Selanjutnya hasil rangkuman
mengenai pokok-pokok penelitian disajikan dalam bentuk catatan lapangan sebagai
deskripsi data atau temuan penelitian yang dalam bentuk penyajiannya disebut
display data.

Pada akhirnya setelah data terkumpul hingga pada batas 'point of redundancy1,
kemudian diolah, dianalisis, dan ditarik kesimpulan secara kualitatif atau

diinferensikan dengan dukungan berbagai konsep maupun kajian kepustakaan yang
selanjutnya disajikan sebagai hasil penelitian.

3. Tahap analisis intensif
Data segera dianalisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan

lapangan. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari,
hipotesis apa yang perlu diuji, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang

harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus
segera diperbaiki. (Usman dan Akbar 2001:86).

Untuk memaknai data sekaligus menarik kesimpulan dari data terkumpul, maka
dilakukan anahsis data dan interpretasi. Sesuai dengan karateristik penelitian
kualitatif bahwa analisis data dilakukan secara teras-menrus semenjak data awal

dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Selanjutnya interpretasi data atau penafsiran
dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep atau

65

teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan
sebelumnya.

Pelaksanaan analisis data dilakukan peneliti dengan mengikuti prosedur
sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1988: 129-130), Miles dan Huberman

(1984:21), danjuga Usman dan Akbar(2001:86) sebagai berikut: 1) reduksi data, 2)

display data, dan 3) pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Tahap-tahap kegiatan
tersebut dapat dijelaskan sebagaimana uraian di bawah ini:
a.

Reduksi Data

Sebagai langkah awal dalam menganalisis