STRUKTUR DAN NILAI PENDIDIKAN DRAMA TRADISIONAL BESUTAN DAN MODEL BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI JOMBANG.

(1)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

KATA PENGANTAR ……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ……… vi

ABSTRAK ………. ix

DAFTAR ISI ………….………. x

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ……….……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….……… 14

1.3 Tujuan Penelitian ………... 17

1.4 Manfaat Penelitian ………. 18

1.5 Anggapan Dasar ………. 20

1.6 Penjelasan Istilah ……… 21

1.7 Sistematika Penulisan ……….. 23

BAB II LANDASAN TEORI STRUKTUR DAN NILAI PENDIDIKAN DRAMA TRADISIONAL BESUTAN DAN MODEL PEMBE- LAJARAN SASTRA 2.1 Pengertian Nilai Pendidikan ……… 26

2.1.1 Pengertian Nilai .……… 29

2.1.2 Pengertian Pendidikan ………. 33

2.2 Perihal Budaya ………. 37

2.2.1 Pengertian Budaya Lokal ……….……… 44


(2)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2.3 Perihal Drama Tradisional ………

2.4 Perihal Drama Tradisional Besutan ……….. 50

2.4.1 Kedudukan Drama Tradisional Besutan di Masyarakat …………... 51

2.4.2 Lakon dalam Drama Tradisional Besutan ………. 52

2.4.3 Tokoh dalam Drama Tradisional Besutan ………. 51

2.5 Model Bahan Pembelajaran Sastra ………. 54

2.5.1 Pembelajaran Sastra ……….. 56

2.5.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sastra ..………. 57

2.5.3 Pembelajaran Sastra dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .. 59

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ……….. 62

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ……… 64

3.3 Metode dan Teknik Penelitian ………. 65

3.3.1 Metode Penelitian ………. 65

3.3.2 Teknik Penelitian ……….. 69

3.4 Instrumen Penelitian ……… 70

3.5 Teknik Analisis Data ………... 72

BAB IV ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI PENDIDIKAN DRAMA TRADISIONAL BESUTAN DAN MODEL BAHAN PEMBE- LAJARAN SASTRA 4.1 Deskripsi Data ………. 75


(3)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4.1.2 Lingkungan Fisik Kabupaten Jombang ………

4.1.3 Lingkungan Sosial Kabupaten Jombang ……….. 79

4.1.4 Sejarah Kota Jombang ……….. 84

4.1.5 Penyebaran Drama Tradisional Besutan ………... 86

4.2 Analisis Data ……… 88

4.2.1 Analisis Pementasan Drama Tradisional Besutan ……… 88

4.2.2 Analisis Unsur Intrinsik Drama Tradisional Besutan ……….. 95

4.2.3 Analisis Nilai Pendidkan Drama Tradisional Besutan .………….. 102

4.2.4 Analisis Bahan Pembelajaran Drama Tradisional Besutan ………. 113

4.3 Hasil Analisis ………. 114

4.4 Pembahasan Hasil Analisis ………. 116

4.4.1 Pembahasan Unsur Inrinsik Drama Tradisional Besutan ………… 116

4.4.2 Pembahasan Nilai Pendidikan Drama Tradisional Besutan ……… 119

BAB V APLIKASI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI JOMBANG 5.1 Model Pembelajaran ……… 123

5.2 Penerapan Model Pembelajaran ………. 139

5.2.1 Silabus ……… 140

5.2.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 144 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ……… 153

6.2 Saran ……… 157

DAFTAR PUSTAKA ……… 161


(4)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Analisis Pakaian yang Digunakan pada Saat Pentas Drama Tradisional Besutan ………. 90 Tabel 2 Analisis Unsur Intrinsik Drama Tradisional Besutan Judul

Tujuh Dosa Mematikan” ……..………. 100 Tabel 3 Analisis Unsur Intrinsik Drama Tradisional Besutan


(5)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

“Tujuh Dosa Mematikan” ……… 115

Tebel 5 Bentuk Penerapan Nilai Pendidikan Drama Tradisional

Besutan Judul “Jo di Blandong” ……….. 116

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Penyebaran Pelestarian Drama Tradisional

Besutan ………. 87 Gambar 2 Pakaian Khas Besut pada saat Pementasan ….………. 90


(6)

SUTAJI, 2011


(7)

1

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan mempunyai peranan yang sangat esensial dan membina martabat manusia, memelihara dan mengembangkan nilai kebudayaannya (Sauri, 2006:3). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, juga dengan jelas mengemukakan bahwa, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, serta berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya. Perbedaan suku dan budaya itu mengakibatkan bangsa Indonesia menjadi kaya dengan keberagaman, yang masing masing memiliki keunikan dan kekhususan sendiri-sendiri. Kemajemukan itu pula kadangkala menjadikan bangsa Indonesia mudah dan rentan didera masalah konflik yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Perang saudara (konflik anatarsuku), konflik atas nama agama, konflik atas nama kekuasaan (politik), konflik atas nama pekerjaan/ profesi, dan lain-lain selalu


(8)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menghiasi tayangan televisi sehari-hari. Praktek korupsi yang dipertontonkan oleh penguasa seolah-olah menjadi berita abadi disetiap media massa baik cetak maupun elektronik.

Dalam dunia pendidikan, tidak sedikit kasus perkelahian antar pelajar atau antar mahasiswa dari tingkat sekolah menengah sampai ke jenjang perguruan tinggi. Dunia pendidikan sudah mulai seperti menjadi sarang hantu yang menakutkan, sarang kekerasan yang sulit untuk diterima oleh akal sehat.

Seharusnya lembaga pendidikan sebagai tempat mendidik dan membekali generasi muda untuk menggantikan generasi berikutnya dengan keilmuan dan karakter bangsa yang baik, namun masih sering kita lihat melalui media massa para pengelolah lembaga pendidikan masih beradu argumentasi tentang hak dan berebut kekuasaan bahkan kepemilikan yayasan pendidikan yang mengakibatkan terlantarnya proses pendidikan.

Siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini? Bagaimana sejatinya akhlak dan karakter bangsa kita? Kemanakah nilai luhur yang dahulu diwariskan oleh nenek moyang kita? Dari mana kita harus menata watak dan karakter bangsa ini, mengembalikan kehormatan bangsa sebagai bangsa yang terhormat, bermartabat, dan berbudaya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi mendasari penulis ketika menyaksikan krisis multidimensi yang dialami oleh bangsa yang kita cintai ini. Dari situlah lahir kesadaran bahwa semua ini (krisis) harus diakhiri dan yang terpenting adalah bagaimana cara kita mengakhiri semua ini. Hal ini sangat bergantung pada peran dan tanggung jawab kita di masyarakat.


(9)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan perkembangan peningkatan kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah selalu merevisi kurikulum yang sudah ada selaras dengan perkembangan jaman, demikian pula dengan model pembelajaran yang diterapkan selalu mengalami perkembangan.

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, membuka kemungkinan peserta didik (siswa) tidak hanya belajar di dalam kelas yang dibimbing oleh guru saja, akan tetapi peserta didik dapat belajar dari luar kelas seperti dari lingkungan masyarakat, pakar atau ilmuwan, birokrat, media cetak maupun media elektronik, serta sarana-sarana lain yang ada di sekitar kita. Dengan belajar seperti itu, peserta didik akan lebih leluasa menuangkan gagasan mereka yang dibangun berdasarkan informasi dari berbagai sumber.

Setiap komponen bangsa ini memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam membina akhlak, moral, dan karakter bangsa. Sebagai bagian dari komponen bangsa ini, saya ingin mencoba menterapi kegelisahan diatas sesuai dengan peran dan tanggung jawab saya sebagai praktisi pendidikan. Karena saya yakin dan percaya bahwa hanya melalui pendidikan bangsa ini akan menjadi mulia, berbudaya, berkarakter, bermartabat, dan terhormat, baik di tingkat lokal maupun global.

Guru sebagai pendidik adalah tokoh yang paling banyak bergaul dan berinteraksi dengan para murid dibandingkan dengan personil lainnya di sekolah. Menurut Sagala (2009:6), guru bertugas merencanakan dan


(10)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan pengkajian, dan membuka komunikasi dengan masyarakat.

Dengan demikian, guru berkewajiban untuk turut aktif melaksanakan berbagai program belajar terutama menyangkut mata pelajaran yang diasuhnya. Guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dituntut tidak hanya mampu menyampaikan materi tentang kebahasaan dan teori sastra, tetapi juga harus mampu menerapkan materi pembelajaran dalam kehidupan masyarakat peserta didiknya. Bahkan diharapkan pula bahan pembelajarannya juga seharusnya diperoleh dari kehidupan masyarakat dimana murid itu berada.

Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia posisi materi sastra lebih sedikit daripada materi kebahasaan, hal ini mengharuskan kreatifitas guru dalam melakukan pengembangan materi pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra yang mampu mengangkat nilai dari budaya lokal akan lebih meningkatkan apresiasi siswa.

Dalam bahasa Barat modern, sastra (literature) adalah segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis; Jerman (schrifftum) sastra meliputi segala sesuatu yang tertulis, sedangkan (dichtung) biasanya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan kenyataan, jadi bersifat rekaan, dan secara implisit atau eksplisit dianggap mempunyai nilai estetik (Teeuw, 1988: 22).


(11)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu pintu masuk dalam membina karakter bangsa adalah melalui jalur pendidikan, yaitu melalui pembelajaran khususnya pembelajaran sastra. Karya sastra dimanfaatkan sebagai media untuk membangun kesadaran siswa tentang bagaimana menghadapi hidup dan menjalani hidup, hal ini senada dengan yang dikatakan Horace (Wellek & Warren, 1995:25), bahwa karya sastra “dulce et utile”, yaitu indah dan bermakna. Karya sastra sarat akan nilai-nilai sosial budaya, nilai-nial kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan (moral), nilai-nilai humanisme yang diperlukan bagi kehidupan manusia. Mempelajari sastra berarti mempelajari diri kita sendiri, karena karya sastra bukan tercipta dari ruang hampa, akan tetapi tercipta dari kenyataan.

Sastra diibaratkan seperti angin, berada di mana saja dan kapan saja (Wiyatmi, 2009:14). Oleh karena itu, upaya untuk mendefinisikannya akan selalu gagal karena definisi yang dicoba dirumuskan ternyata memiliki pengertian yang kurang sempurna dibanding yang didefinisikannya. Meskipun demikian, banyak ahli yang telah mencoba mendefinisikannya.

Menurut Wiyatmi (2009:15-16), sastra adalah: (1) sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi; (2) sastra merupakan luapan emosi yang spontan; (3) sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain; sastra tidak bersifat komunikatif; (4) otonomi sastra itu bercirikan koherensi; (5) sastra menghidangkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan; (6) sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan.

Sedangkan menurut Luxemburg dkk (Wiyatmi, 2009:16-17), sastra adalah: (1) teks-teks yang tidak melulu disusun atau dipakai untuk suatu


(12)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tujuan komunikatif yang praktis dan yang hanya berlangsung untuk sementara waktu saja; (2) mengacu pada sastra Barat, khususnya teks drama dan cerita, teks sastra dicirikan dengan adanya unsur fiksionalitas di dalamnya; (3) bahan sastra diolah dengan istimewa; (4) sebuah karya sastra dapat dibaca menurut tahap-tahap arti yang berbeda-beda.

Dari sekian banyak karya sastra, salah satunya adalah drama tradisional. Drama tradisional merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah drama tradisional dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan drama tradisional, Abrams (Nurgiyantoro, 2002:4). Drama tradisional sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja, juga bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2002:4). Sebuah drama tradisional biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.

Penelitian sastra daerah menghasilkan pengetahuan sastra daerah itu. Pengetahuan itu dapat menunjukkan kedalaman dan keluasan apresiasi sastra pada pembaca, dan memberikan wawasan bagi para pengarang tentang hasil karya sastra yang beraneka ragam di lingkungan bangsanya sendiri, baik yang


(13)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

lama maupun yang baru. Hasil-hasil penelitian itu pada gilirannya akan berpengaruh pula kepada pengajaran sastra di sekolah (Rusyana, 1984: 290).

Memahami sebuah drama tradisional sebagai karya sastra bukanlah hal yang mudah. Apalagi kondisi siswa sekarang jauh berbeda dari siswa periode sebelumnya. Sekarang ini, siswa lebih tertarik pada hal-hal yang sifatnya instan. Siswa lebih suka baca komik dari pada membaca buku-buku yang membutuhkan telaah untuk memahaminya. Pada masa sekarang, kalau guru tidak pandai memilih bahan ajar dan memilih metode yang tepat dan sesuai, guru yang mengajarkan sastra dalam hal ini drama tradisional bisa-bisa ditinggal tidur oleh siswanya.

Budaya lokal merupakan ciri khas suatu daerah, setiap daerah yang memiliki budaya khas akan lebih mudah dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Keberadaan budaya dalam suatu daerah tidak hanya membawa dampak pada budaya itu sendiri tetapi juga pada tingkat ekonomi, maupun budaya masyarakatnya. Persoalan budaya kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik.

Persoalan yang muncul dalam masyarakat tersebut dapat dikatakan sebagai persoalan moral. Moral bangsa yang mengalami pergeseran kearah yang negatif. Pergeseran moral bangsa ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menjadi penyebab adanya pergeseran moral bangsa adalah perkembangan budaya. Perkembangan budaya dan pergeseran


(14)

nilai-SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

nilai yang ada pada budaya itu sendiri tidak dapat dibendung seiring perkembangan dan perubahan zaman.

Era globalisasi dan kemajuan teknologi membawa manusia pada kemudahan untuk mengakses budaya yang belum tentu sesuai dengan karakter bangsa. Kemudahan pengaksesan ini dapat dilakukan oleh semua kalangan dan semua usia. Sehingga segala aktifitas kehidupan mereka dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan apa yang didapatkannya.

Menurut Zakaria, Teuku Ramli (Hakam, Kama Abdul, 2006: 14) Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti pada lembaga formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatknya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian missal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya.

Bangsa Indonesia dengan berbagai suku bangsanya memiliki beraneka budaya yang menjadi budaya bangsa. Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa telah lama disampaikan oleh para terdahulu. Namun demikian perlu adanya upaya untuk menggali nilai-nilai tersebut yang mungkin belum terungkap. Sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa sebenarnya pesan-pesan moral yang ada pada kebudayaan kita. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan jika melihat nilai moral dalam hal ini merupakan nilai pendidikan yang bergeser kearah negatif. Masyarakat harus lebih memahami budaya sendiri. Budaya yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan khususnya untuk masyarakat Indonesia.


(15)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Diangkatnya masalah “Nilai Pendidikan Drama Tradisional Besutan dan Model Pelestariannya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang” merupakan suatu upaya untuk meningkatkan motivasi kajian-kajian sastra pada diri siswa, khususnya dalam bidang drama tradisional. Dengan demikian, diharapkan guru bisa memilih alternatif bahan ajar apresiasi sastra yang tidak membosankan para siswa.

Perlu kiranya diadakan pengkajian terhadap drama tradisional Besutan sebagai salah satu dari kekayaan milik bangsa, sehingga nantinya drama tradisional yang merupakan budaya lokal tersebut memiliki kelayakan untuk dijadikan bahan ajar sastra di sekolah khususnya di tingkat Madrasah Aliyah Negeri Jombang. Kajian yang dilakukan semestinya dilakukan dari berbagai segi dan pendekatan. Setiap pengkajian tersebut bertujuan agar karya sastra itu dapat digunakan dengan lebih baik, sehingga dapat dinikmati dan diambil manfaat yang sebesar-besarnya.

Esensi dari pembelajaran apresiasi sastra adalah siswa harus dapat melakukan seperti yang dikemukakan oleh Efendi (Aminudin, 2009:35), yaitu dapat menggauli karya sastra dengan sungguh-sunguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Bahkan Rosidi (Sapardan, 2005:39) dengan tegas memaparkan bahwa pengajaran sastra yang hanya akan membuat para pelajar hafal akan judul buku dan nama pengarang, tetapi tidak pernah mendapat keterampilan untuk membaca dan memahami karya sastranya adalah sia-sia. Saat ini drama tradisional termasuk genre


(16)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sastra yang kurang mendapat perhatian dari guru maupun siswa. Melihat kenyataan yang ada di masyarakat, drama tradisional merupakan genre karya sastra yang mulai surut perkembangannya di masyarakat.

Menemukan nilai pendidikan dalam karya sastra merupakan salah satu hal penting dalam pembelajaran sastra. Dikatakan penting karena dengan adanya nilai pendidikan dari sebuah karya sastra, contohnya drama tradisional, akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi siswa mengenal makna sebuah drama tradisional tersebut. Di samping itu, juga dapat memperkaya pengetahuan siswa tentang nilai, salah satunya nilai pendidikan. Drama tradisional yang merupakan cerminan kehidupan, maka siswa dapat mengambil pelajaran atau hikmah dan belajar tentang hidup yang sebenarnya.

Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan dan pikiran kritis siswa terhadap karya sastra. Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran apresiasi sastra adalah pemilihan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Menurut Depdiknas, bahan ajar atau materi pembelajaran (instrucsional materials) merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi pembelajaran berisi pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa (Depdiknas, 2006:193). Pendapat


(17)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang sama dikemukakan Haryati (2007: 9), bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan sikap atau nilai. Masalah pemilihan bahan pembelajaran merupakan masalah penting yang dihadapi guru ketika memilih atau menentukan materi.

Pada dasarnya dalam memilih bahan pembelajaran, penentuan jenis dan kandungan materi sepenuhnya terletak di tangan guru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai dasar pegangan untuk memilih objek bahan pembelajaran yang berkaitan dengan pembinaan apresiasi siswa. Prinsip dasar dalam pemilihan bahan pembelajaran atau materi pembelajaran harus sesuai dengan kemampuan siswa pada suatu tahapan pengajaran tertentu. Kemampuan siswa berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan jiwanya. Oleh karena itu, karya sastra yang disajikan hendaknya diklasifikasikan berdasarkan derajat kesukarannya di samping kriteria-kriteria lainnya. Tanpa adanya kesesuaian antara siswa dengan bahan yang diajarkan, pelajaran yang disampaikan tidak akan berjalan optimal.

Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba untuk memahami salah satu jenis kebudayaan yang ada pada masyarakat Jawa khususnya Jawa Timur Kabupaten Jombang. Kebudayaan tersebut adalah tradisi besutan. Besutan merupakan kesenian tradisional yang dilakonkan di wilayah Jombang yang


(18)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dipadu dengan seni tari remo. Kesenian ini biasanya diadakan pada acara hiburan hajatan masyarakat.

Pengambilan budaya lokal berupa drama tradisional Besutan untuk dijadikan objek penelitian karena tradisi ini sarat dengan nilai yang berkaitan dengan nilai yang berlaku pada masyarakat di wilayah tersebut pada khususnya, sekaligus sebagai salah satu unsur kebudayaan daerah yang memperkaya budaya nasional. Faktor lain yang menjadi alasan pengambilan drama tradisional Besutan sebagai objek penelitian adalah karena drama tradisional ini mulai jarang dipentaskan dan ada kecenderungan masyarakat untuk meninggalkannya.

Drama tradisional Besutan sebagai budaya lokal ada sejak jaman penjajahan Belanda, merupakan cikal bakal adanya budaya ludruk. Drama tradisional Besutan memiliki nilai luhur dalam setiap penampilannya karena dilakonkan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonsia melalui budaya. Generasi masa kini kurang mengenal budaya daerahnya sendiri mereka lebih mengenal dan menyukai budaya luar, seperti musik, dansa, dan tokoh-tokoh seperti Superman, Spideman yang tidak mencirikan budaya bangsa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan berpartisipasi dalam upaya pelestarian budaya tersebut melalui pengkajian terhadap struktur dan nilai-nilai pendidikan pada drama tradisional Besutan sekaligus mengakaji bagaimana model bahan pembelajaran sastra. Dengan mengkaji sruktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model pembelajaran sastra


(19)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman dan perluasan wawasan budaya bagi masyarakat Kabupaten Jombang dan memberikan pemahaman terhadap nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa kita melalui budaya lokal berupa drama tradisional Besutan dan tentunya sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah khususnya di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

Agar dapat memilih bahan pembelajaran sastra yang tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek yang tidak boleh dilupakan dalam memilih bahan pengajaran sastra, yaitu aspek bahasa, aspek psikologi, dan aspek latar belakang budaya (Rahmanto, 1993:27). Sedangkan menurut Depdiknas (2006: 195) ada beberapa prinsip dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran, prinsip tersebut antara lain prinsip relevansi, prinsip konsistensi, dan prinsip kecukupan (edukasi).

Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan nilai pendidikan budaya local dan model pelestariannya, yaitu: (1) penelitian yang dilakukan oleh Tuti Sugiarti (2003) berjudul: Nilai Pendidikan dalam

Novel Bunga Karya Korrie Layun Rampan; (2) penelitian yang dilakukan

oleh Narmi (2004) berjudul: Nilai Budaya, Tokoh dan Penokohan Cerita

Rakyat Jawa Barat; (3) penelitian yang dilakukan oleh Dadang Supriatna

(2005) berjudul: Perbandingan Konvensi Struktur dan Makna Drama

tradisional “Belenggu” Karya Armijn Pane dan Drama Tradisional

“Berkisar Merah” Karya Ahmad Tohari sebagai Bahan Pembelajaran


(20)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa struktur dan nilai pendidikan yang terkandung dalam karya sastra di atas masih layak dan dapat dipertahankan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah atau madrasah khususnya Madrasah Aliyah Negeri Jombang dan mendapatkan apresiasi yang baik dari siswa, serta menunjukkan hasil yang signifikan dalam memotivasi siswa untuk mengapresiasi karya sastra.

Sedangkan penelitian terdahulu berkaitan dengan “Struktur dan Nilai

Pendidikan Drama Tradisional Besutan dan Model Bahan Pembelajaran Sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang” belum pernah dilakukan. Atas

dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap drama tradisional Besutan tersebut dan menjadikannya sebagai alternatif bahan atau materi pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Kalau masalah itu merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, maka rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010:55). Namun demikian terdapat kaitan erat antara masalah dan rumusan masalah, karena setiap rumusan masalah penelitian harus didasarkan pada masalah.

Rumusan masalah penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi. Menurut Sugiyono bentuk masalah dapat dikelompokkan ke dalam bentuk masalah deskriptif, komparatif, dan


(21)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Rumusan masalah komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan kebeadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda. Rumusan masalah Asosiatif adalah rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan anatara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2010:56-57). Jadi dalam penelitian ini tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain tetapi hanya menjawab pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri. Penelitian itu dimulai dengan adanya masalah. Masalah tersebut selanjunya ingin dipecahkan oleh peneliti melalui penelitian. Supaya arah penenlitian menjadi lebih jelas maka peneliti perlu berteori sesuai dengan lingkup permasalahan (Sugiyono, 2006:9).

Dengan berteori itu maka peneliti dapat membangun kerangka pemikirian sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Jawaban terhadap permasalahan yang baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis (Sugiyono, 2006:10). Jadi hipotesis penelitian itu merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawabannya baru menggunakan teori.

1.2.1 Rumusan Masalah Penelitian

Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis) itu maka peneliti melakukan pengumpulan data pada obyek


(22)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tertentu (Sugiyono, 2006:10). Karena obyek sebagai populasi terlalu luas, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel yang diambil dari populasi itu haruslah sampel yang representative.

Dalam penelitian ini membatasi permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian hanya pada struktur dan nilai pendidikan dalam drama tradisional Besutan dan model pembelajaran sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang. Struktur drama tradisional Besutan yang akan dibahas mencakup: (1) tema, (2) cerita, (3) alur (plot), (4) tokoh (penokohan), (5) latar (setting), (6) sudut pandang (point of view), (7) bahasa, (8) Amanat (pesan moral).

Adapun nilai pendidikan dalam drama tradisional Besutan yang akan dianalisis, yaitu: (1) Nilai Keimanan/Ketakwaan, (2) Nilai Kejujuran, (3) Nilai Kesabaran, (4) Nilai Keikhlasan, (5) Nilai Kepedulian, (6) Nilai Kesederhanaan, (7) Nilai Kesetiaan, (8) Nilai Tolong Menolong, (9) Nilai Ketaatan, dan (10) Nilai Hormat terhadap orang tua.

Model bahan pembelajaran sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai alternative bahan pembelajaran sastra di madrasah dan suatu upaya yang disusun atau dirancang untuk melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam drama tradisional Besutan agar tetap terjaga dan terpelihara oleh masyarakat.

Hasil analisis struktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra tersebut kemudian akan dijadikan


(23)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

1.2.2 Batasan Masalah Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang sudah dikemukakan di atas, kemudian dapat disusun beberapa batasan rumusan masalah dalam rencana penelitian. Adapun batasan rumusan masalah dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah struktur drama tradisional Besutan di masyarakat Jombang?

2) Nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam drama tradisional

Besutan?

3) Bagaimana model bahan pembelajaran yang tepat untuk melestarikan budaya lokal dalam bentuk drama tradisional Besutan?

4) Bagaimanakah respon siswa terhadap struktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra?

5) Bagaimanakah respon guru terhadap struktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang struktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang. Berdasarkan hal di atas secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berikut ini.


(24)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1) Struktur yang terdapat dalam drama tradisional Besutan.

2) Nilai pendidikan yang terkandung dalam drama tradisional Besutan.

3) Model bahan pembelajaran sastra seperti apa yang dapat melestarikan drama tradisional Besutan.

4) Respon siswa terhadap struktur dan nilai pendidikan drama tradisional

Besutan dan model bahan pembelajaran sastra.

5) Respon guru terhadap struktur dan nilai pendidikan drama tradisional

Besutan dan model bahan pembelajaran sastra. 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis dan praktis. Secara teoritis dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan bidang linguistik, sosiolingustik, dan perkembangan ilmu sastra, khususnya sastra lisan. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi penelitian sastra atau penelitian seni tradisi lainnya.

Dalam kegiatan belajar mengajar, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai model bahan pembelajaran sastra dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dan juga materi muatan lokal pada satuan pendidikan khususnya di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi upaya untuk pemahaman, pengembangan, dan pelestarian budaya lokal. Terhadap pengembangan budaya lokal bagi generasi muda kabupaten Jombang meliputi; (1) mendapatkan pengetahuan tentang struktur drama tradisional Besutan, (2) memperoleh nilai pendidikan yang terkandung dalam


(25)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

drama tradisional Besutan, (3) mengetahui model pembelajaran sastra terhadap drama tradisional Besutan sebagai sarana untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal.

Manfaat secara teoretis dari penelitian ini yang diharapkan adalah berikut ini.

1) Penelitian ini sebagai masukan untuk menambah wawasan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya struktur dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model pembelajaran sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

2) Penelitian ini memberikan wawasan tentang contoh rencana pembelajaran sastra khususnya nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional

Besutan.

3) Penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dalam pembelajaran sastra khususnya dalam pemahaman drama tradisional Besutan sebagai budaya lokal.

Sedangkan manfaat secara praktisnya adalah sebagai berikut ini.

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam menentukan rencana pembelajaran pembelajaran sastra khususnya dalam nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan sebagai budaya lokal dan model bahan pembelajaran sastra.

2) Hasil penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas hasil pembelajaran sastra khususnya struktur dan


(26)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan sebagai budaya lokal dan model bahan pembelajaran sastra.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tingkat keefektifan rencana pembelajaran dan analisis dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra.

1.5 Anggapan Dasar

Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyidik (Arikunto, 1999:5). Dalam penelitian ini anggapan dasar peneliti adalah berikut ini.

1) Peneliti beranggapan bahwa drama tradisional Besutan merupakan karya sastra dan bagian dari budaya lokal.

2) Drama tradisional Besutan memiliki struktur sebagai karya sastra. 3) Drama tradisional Besutan sarat dengan nilai pendidikan.

4) Drama tradisional Besutan merupakan salah satu aset budaya, aset khazanah intelektual yang perlu diapresiasi.

5) Menurut Triyono Adi, penelitian sastra bermanfaat untuk memahami aspek kemanusiaan dan kebudayaan yang tertuang ke dalam karya sastra (Jabrohim, 2001:26).

6) Bahan pembelajaran sastra harus terus ditingkatkan agar mencapai bahan pembelajaran yang lengkap dan menarik yang mampu mengembangkan semangat apresiasi siswa terhadap sastra dan sebagai bentuk pelestariannya.


(27)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1.6 Penjelasan Istilah

Untuk menghindari salah penafsiran tentang istilah dalam penelitian ini, akan diuraikan penjelasan seperti berikut ini.

a. Istilah Struktur Drama Tradisional

Struktur drama tradisional Besutan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah unsur yang dimaksud, tema, cerita, alur, tokoh, latar, sudut pandang, bahasa, dan amanat.

b. Istilah Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai baik dan buruk yang terkandung dalam karya sastra (drama tradisional) yang berguna dan bernilai dalam kehidupan, khususnya siswa dan masyarakat pada umumnya. Adapun nilai pendidikan tersebut diantaranya, yaitu: (1) Nilai Keimanan/Ketakwaan, (2) Nilai Kejujuran, (3) Nilai Kesabaran, (4) Nilai Keikhlasan, (5) Nilai Kepedulian, (6) Nilai Kesederhanaan, (7) Nilai Kesetiaan, (8) Nilai Tolong Menolong (9) Nilai Ketaatan, (10) Nilai Hormat terhadap orang tua.

c. Istilah Drama tradisional

Drama tradisional adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra, yang merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Abrams (Nurgiyantoro, 2002:4) berpendapat bahwa fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah drama tradisional dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan drama tradisional.


(28)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menurut Jassin (Nurgiyantoro, 2002:16) drama tradisional merupakan suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada disekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode. Adapun yang dimaksud drama tradisional dalam penelitian ini adalah drama tradisional

Besutan yang merupakan budaya lokal dari Kabupaten Jombang. d. Istilah Model Bahan Pembelajaran

Model bahan pembelajaran sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran drama tradisional Besutan sebagai bahan pembelajaran sastra di lembaga pendidikan.

Bahan pembelajaran sastra adalah bahan yang akan diajarkan kepada siswa secara berencana agar dapat meningkatkan apresiasi sastra siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra (kognitif, afektif, psikomotorik) pada tingkat Madrasah Aliyah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

e. Istilah Drama Tradisional Besutan

Drama tradisional Besutan adalah salah satu bentuk budaya lokal berupa drama lisan yang diperankan oleh tokoh bernama Besut, berasal dari Kabupaten Jombang.

Dalam setiap pementasan drama tradisional Besutan selalu diikuti dengan kidungan, yang dilaksanakan dengan cara bersahutan diantara pelaku Besut dengan Pengrawit.


(29)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu f. Istilah Apresiasi Sastra

Apresiasi sastra adalah kegiatan mengindahkan dan menghargai (Aminuddin, 2009:34). Dalam konteks yang lebih luas istilah apresiasi menurut Gove, apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atu kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, (3) aspek evaluative (Aminuddin, 2009:34).

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang diterbitkan Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2010 dengan sedikit penyempurnaan. Adapun sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut.

1. Judul

2. Lembar Pesetujuan 3. Lembar Pengesahan 4. Pernyataan

5. Kata Pengantar 6. Ucapan Terima Kasih 7. Abstrak

8. Daftar Isi 9. Daftar Tabel 10. Daftar Gambar


(30)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

11. Bab I. Pendahuluan 12.Bab II. Landasan Teori 13. Bab III. Metode Penelitian

14. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 15. Bab V. Aplikasi dalam Dunia Pendidikan 16. Bab VI. Simpulan dan Saran

17. Daftar Pustaka 18. Lampiran


(31)

62

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Sukmadinata, Nana Syaodih, 2009:5). Pengumpulan dan analisis data menggunakan metode penelitian, karena pada hakekatnya penelitian merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan mengembangkan dan menguji teori.

Dalam bab ini akan disajikan pemahaman tentang metode penelitian dengan menguraikan Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Metode dan Teknik Penelitian, Instrumen Penelitian, dan Teknik Analisis Data. Adapun penjabaran dari masing-masing sub bab tersebut peneliti jelasakan sebagai berikut.

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan seperangkat wawasan filosofis yang berkaitan dengan hakikat fakta yang akan digarap dan gambaran cara yang akan digunakan untuk menangkap dan memahaminya. Aktualisasi penggunaan pendekatan akan tampak pada metode dan prosedur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti (Saputro, 87-88).

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan objektif, yaitu pendekatan penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Artinya menyerahkan pemberian makna karya


(32)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang ada di luar signifikansinya (Jabrohim, 2001:62). Menurut Abrams (Teeuw, 1988:120) pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyaknya bersifat otonom. Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik. Melalui pendekatan objektif karya sastra dieksploitasi semaksimal mungkin.

Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apa pun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri (Ratna, 2008:73). Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Sebagai konsekuensinya adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosio-kultural lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itu, pendekatan obyektif dikenal dengan analisis otonomi, analisis ergocentric, pembacaan mikroskopi.

Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dari dunia pengarang dan latar belakang social budaya zamannya sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri (Yudiono, 2009:43).


(33)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 117). Sedangkan menurut Furqon (2008:146) Populasi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan objek, orang atau keadaan yang paling tidak memiliki satu karakteristik umum yang sama. Jadi populasi bukan hanya orang atau benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek tersebut.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010:118). Sedangkan menurut Furqon (2008:146), sampel adalah bagian dari suatu populasi. Dengan kata lain sampel terdiri atas sejumlah satuan analisis yang merupakan bagian dari keseluruhan anggota populasi.

Menurut Sugiyono (2006:56-57), untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan, yaitu antara lain (1) Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. (2) Proportionate Stratified Random Sampling, yaitu digunakan bila populasi tidak homogeny dan berstrata secara proposional. (3) Disproportionate Stratified Random Sampling, yaitu untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proposional.


(34)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(4) Cluster Sampling, yaitu untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah karya sastra dalam bentuk tradisi lisan Besutan di Kabupaten Jombang sebanyak lima kali pementasan. Kemudian peneliti merekam pementasan tersebut menjadi naskah drama tradisional Besutan yang merupakan budaya lokal masyarakat Kabupaten Jombang. Sedangkan sampel dalam penelitian adalah dengan menggunakan Simple Random Sampling didapatkan dua buah judul naskah drama tradisional Besutan dari lima pementasan.

Pertimbangan penulis memilih drama tradisional Besutan ini sebagai sumber data dalam penelitian adalah karena pertimbangan penulis sendiri yang beranggapan bahwa drama tradisional Besutan ini memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Hal ini terbukti bahwa drama tradisional

Besutan sebagai salah satu budaya lokal masyarakat yang masih berkembang

dan perlu dilestarikan. Sedangkan pertimbangan yang lainnya adalah drama tradisional Besutan ini merupakan karya sastra yang layak untuk diapresiasi sehingga akan menambah kekayaan akan khazanah kesusastraan, khususnya pada lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

3.3 Metode dan Teknik Penelitian 3.3.1 Metode Penelitian

Secara etimologis metode berasal dari kata Yunani “Metodos” yang

berarti jalan atau cara sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode mengangkat masalah cara kerja untuk mendalami objek yang menjadi


(35)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sasaran ilmu yang bersangkutan, sehingga objek yang menjadi masalah terpecahkan.

Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan (AR & Damaianti, 2007:14). Metode merupakan cara kerja dalam memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai dengan tujuan, sifat, objek, sifat ilmu atau teori yang mendukungnya. Dalam penelitian, objeklah yang menentukan metode yang akan digunakan (Koentjaraningrat, 1977:7-8).

Menurut Winarni (1990: 109) mengatakan bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan peneliti untuk mencapai tujuan. Hasan dan Koentjaraningrat (1987: 16) mengatakan bahwa metode berarti cara kerja untuk memakai suatu objek yang menjadi sasran ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian metode di pilih berdasarkan pertimbangan kesesuaian objek yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar dalam penelitian dapat dihasilkan suatu hasil yang sesuai dengan harapan peneliti. Jadi yang dimaksud dengan metode adalah langkah-langkah yang harus di lakukan oleh peneliti dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif. Pada penelitian kualitatif data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka-angka; penelitian yang tidak mengadakan perhitungan


(36)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(Miles & Huberman, 1992: 15; Moleong, 1993:2). Sementara itu, Moleong mengungkapkan bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif ialah menggunakan metode kualitatif (1993: 5). Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari dokumen pribadi, catatan di kancah, foto-foto, ujaran itu sendiri, dokumen resmi, dan bentuk-bentuk artifak yang lain (Bogdan dan Taylor, 1975: 5; Suharto, 1988: 22).

Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat member rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Straus, Anselm & Juliet Corbin, 2009: 5). Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini diarahkan untuk memperoleh deskripsi yang objektif dan akurat terhadap drama tradisional serta melihat bahasa yang digunakan oleh penyair serta implikasinya terhadap pengajaran sastra.

Menurut Creswell, John W. (2010:261), para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Mereka bisa saja menggunakan protokol (sejenis instrumen untuk mengumpulkan data) tetapi diri merekalah yang sebenarnya menjadi satu-satunya instrument dalam mengumpulkan


(37)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

informasi. Mereka pada umumnya, tidak menggunakan kuesioner atau instrumen yang dibuat oleh peneliti lain.

Sedangkan Sukmadinata (2009:60) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Penelitian ini berusaha menggambarkan data dengan kata-kata atau kalimat yang dibedakan menurut unsur-unsur/ bagian-bagian tertentu untuk memperoleh simpulan. Frankel dan Wallen (2007:G6) menyatakan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengharuskan peneliti mengkaji fenomena yang terjadi secara alamiah dengan segala kompleksitasnya.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang sekaligus menguraikan aspek-aspek yang dijadikan pusat perhatian dalam penelitian. Metode deskriptif digunakan untuk membantu upaya identifikasi dan pemaparan unsur-unsur yang menjadi fokus penelitian.

Menurut Ratna (2007: 39), metode analisis deskriptif adalah metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan menguraikan data untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang menjadi pusat perhatian penelitian.Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian, yang terjadi pada saat penelitian berlangsung (Sudjana dan Ibrahim, 2007:64). Penelitian yang menggunakan metode deskriptif


(38)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

analitis tidak terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi dari data tersebut (Surakhmad,1994:139). Dengan kata lain, metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti dengan menguraikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian dan mendukung objek penelitian. Metode deskriptif ini disertai dengan kegiatan analisis agar diperoleh pemahaman dan pembahasan yang mendalam mengenai struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau pun rekayasa manusia (Sukmadinata, 2009:72). Peneltian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi, atau pengubahan pada variable-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

3.3.2 Teknik Penelitian

Bertolak dari metode penelitian ini, yaitu deskriptif kualitatif, maka teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi atau tekstual. Analisis adalah teknik penelaah yang berusaha untuk menemukan secara mendalam bagian-bagian karya sastra (Semi, 1990: 14), sedangkan analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (repicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Kripendorff, 1993: 15). Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan


(39)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi (Miles & Huberman, 2009:16)

Adapun teknik/ langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Membaca, menelaah dan memahami struktur berupa unsur-unsur drama tradisional dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional besutan.

2) Mencatat data berupa kata, kalimat, ungkapan (teks) yang berkaitan dengan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional besutan. 3) Mengelompokkan data atau mengklasifikasikan data berdasarkan struktur

dan nilai pendidikan drama tradisional Besutan dan model bahan pembelajaran sastra.

4) Menganalisis data berdasarkan struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan.

5) Menyimpulkan hasil struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional dan model bahan pembelajaran sastra.

6) Menyusun laporan hasil penelitian. 7) Melaporkan hasil penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data atau mendapatkan data (Sudaryanto, 1988:9). Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2010:305). Instrumen penelitian diperlukan untuk mendukung


(40)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

langkah-langkah operasional penelitian, terutama yang berkaitan dengan teknik pengumpulan data. Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu peneliti dan wawancara.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural

setting (kondisi alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data

lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2010:309).

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden. Menurut Esterberg (Sugiyono, 2010:319) mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara semiterstruktur dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tjuan dari wawancara semiterstruktur adalaha untuk menemukan permasalahan lebih terbuak, dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman


(41)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Wawancara dilakukan kepada responden yang berkompeten dalam penelitian ini. Instrumen wawancara yang digunakan bersifat tidak terstruktur, yaitu dengan tidak menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan dan model pelestariannya.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik adalah sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berpegang pada proses sitematis yang terdapat dalam metode (Iskandarwassid & Sunendar, 2009:41). Teknik analisis data bertujuan untuk mengungkapkan proses pengorganisasian dan pengurutan data tentang struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisionla besutan ke dalam pola kategori dan satuan uraian sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan tentang struktur dan nilai pendidikan pada drama tradisional besutan dan model pembelajaran sastra yang dilengkapi dengan data pendukung.

Setelah data terkumpul secara keseluruhan, kemudian data diklasifikasikan dan dianalisis berdasarkan masalah penelitian. Secara rinci teknik analisis data adalah seperti berikut ini.

1) Data dikelompokkan atau diklasifikasi berdasarkan masalah penelitian, yaitu berdasarkan struktur drama tradisional unsur yang dimaksud, tema,


(42)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

cerita, alur, tokoh, latar, sudut pandang, bahasa, dan amanat, nilai pendidikan yang terdapat dalam karya sastra, dalam hal ini drama tradisional Besutan.

2) Menganalisis karya sastra, menganalisis nilai pendidikan yang terdapat dalam drama tradisional Besutan.

3) Mendeskripsikan struktur karya sastra dan nilai pendidikan serta model pembelajaran sastra yang terdapat dalam drama tradisonal Besutan.

4) Membuat simpulan tentang hasil analisis terhadap struktur karya sastra (drama tradisonal).


(43)

123

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

APLIKASI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

DI MADRASAH ALIYAH NEGERI JOMBANG

5.1 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan bagian penentu dalam kegiatan balajar mengajar. Menurut Dewey (1916) suatu model pengajaran merupakan suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi, perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan instruksional (Bruce. 2009. Terj. 30).

Menurut Joyce & Well (1980), model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2010: 139). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Model pembelajaran dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia secara teoritis sebenarnya dapat dipilih dari sekian banyak model pembelajaran yang tersedia. Para guru hendaknya mempunyai kemampuan di dalam memilih model yang tepat untuk setiap standar kompetensi. Selain itu pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia juga dapat menggunakan media


(44)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pengajaran yang bermacam-macam diantaranya menampilkan gambar, rekaman, film, dan lainnya untuk menambah pemahaman terhadap data visual.

Paradigma baru pendidikan bahasa dan sastra Indonesia menghendaki dilakukan inovasi yang terintegrasi dan berkesinambungan. Salah satu wujudnya adalah inovasi yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebiasaan guru dalam mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui pertanyaan, observasi, pemberian tugas dan tes akan sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat penguasaan siswa dan dalam evaluasi keefektifan proses pembelajaran. Menurut Higlar dan Bower menyatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (Syarifudin, dkk., 2007:24).

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik (Aunurrahman, 2009:143). Keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Karena itu melalui pemilihan model


(45)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.

Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang model pembelajaran yang akan dilakukannya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional secara umum dan tujuan Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia pada khususnya, yang pada prinsipnya bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial/ masyarakat, bangsa dan negara bahkan sebagai warga dunia. Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut adalah model pembelajaran berbasis portofolio. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif dan bertanggung jawab.

Suasana atau iklim belajar mengajar harus diciptakan dalam proses pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Sebagaimana diketahui bahwa metode mengajar merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan metode mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis, dan sifat materi pelajaran dengan kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut (Usman dan Setyawati 1993:120).


(46)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang diterapkan di sekolah sering kali berkesan kurang menarik bahkan membosankan. Guru bahasa dan sastra Indonesia sering kali hanya membeberkan teori kebahasaan dan bercerita tentang karya sastra belaka. Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dirasakan siswa hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah. Model serta teknik pengajarannya juga kurang menarik. Apa yang terjadi di kelas, biasanya guru memulai pelajaran bercerita, atau bahkan membacakan apa yang tertulis dalam buku ajar dan akhirnya langsung menutup pelajaran begitu bel akhir pelajaran berbunyi. Tidak mengherankan di pihak guru sering timbul kesan bahwa mengajar bahasa dan sastra Indonesia itu mudah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut adalah model pembelajaran berbasis portofolio. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif dan bertanggung jawab.

Fajar (2004:47) menyebutkan portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan itu beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dalam model pembelajaran ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif memilih, membahas,


(47)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mencari data, mengolah, menganalisa dan mencari pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji.

Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa (Rusoni, 2001:1).

Portofolio berasal dari bahasa Inggris “portfolio” yang artinya dokumen atau surat-surat. Dapat diartikan juga sebagai kumpulan kertas berharga dari suatu pekerjaan tertentu. Pengertian portofolio di sini adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan tergantung mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang siswa. Tetapi, dalam model pembelajaran ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif memilih, membahas, mencari data, mengolah, menganalisa, dan mencari pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji (Fajar 2004:47).

Menurut Budimansyah (2002:1) portofolio sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai wujud benda fisik portofolio adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang disimpan pada suatu bundel. Sebagai suatu proses sosial pedagogis,


(48)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran siswa baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Sebagai suatu adjective portofolio sering disandingkan dengan konsep lain, misalnya konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan pembelajaran maka dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis portofolio, sedangkan jika disandingkan dengan penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis portofolio.

Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan suatu bentuk dari praktik belajar, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi program pendidikan yang mendorong kompetensi, tanggung jawab, dan partisipasi siswa, belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, memberanikan diri untuk berperan serta dalam kegiatan antar siswa, antar sekolah, dan antar anggota masyarakat.

Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar sehingga memiliki kemampuan mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam tugas-tugasnya.


(49)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Portofolio sebagai model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio itu sendiri. Portofolio biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dapat juga berupa karya terpilih dari suatu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan untuk mengatasi masalah. Fajar (2004:48) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran portofolio sebagai berikut :

1) mengidentifikasi masalah dalam masyarakat 2) memilih suatu masalah untuk dikaji di kelas 3) mengumpulkan informasi yang terkait 4) membuat portofolio kelas

5) menyajikan portofolio / dengar pendapat 6) melakukan refleksi pengalaman belajar.

Di dalam setiap langkah, siswa belajar mandiri dalam kelompok kecil dengan fasilitas dari guru dan menggunakan ragam sumber belajar di sekolah maupun di luar sekolah (masyarakat). Sumber belajar atau informasi dapat diperoleh diantaranya dari manusia (pakar, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lain-lain);,kantor penerbitan surat kabar, bahan tertulis, bahan terekam, TV, radio, situs sejarah, artifak, dan lain-lain.

Disitulah berbagai keterampilan dikembangkan seperti membaca, mendengar pendapat orang lain, bertanya, mencatat, menjelaskan, memilih,


(50)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

merancang, merumuskan, membagi tugas, memilih pimpinan, berargumentasi dan lain-lain. Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis portofolio. Metode tersebut diantaranya metode inkuiri, diskusi, pemecahan masalah (problem solving), E-Learning4, VCT5

(Value Clarivication Technique), bermain peran. Strategi pelaksanaan

pembelajaran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan dan daya kreativitas guru.

Empat pilar pendidikan sebagai landasan model pembelajaran berbasis portofolio adalah learning to do6, learning to know7, learning to be8, dan

learning to liver together9, yang dicanangkan oleh UNESCO.

Pandangan konstruktivisme menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan dan pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa atau gejala lingkungan di sekitarnya. Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar peserta didik mau mengungkapkan gagasan atau pendapatnya, pengujian dan hasil penelitian sederhana, demonstrasi dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya,

Democratic teaching adalah suatu upaya menjadikan sekolah sebagai

suatu pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi yaitu penghargaan terhadap


(51)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik.

Dalam pembelajaran portofolio, ada empat prinsip dasar, yaitu : 1) Cooperative Group Learning (Kelompok Belajar Kooperatif)

Kelompok belajar kooperatif merupakan proses pembelajaran yang berbasis kerja sama.

2) Student Active Learning (Prinsip Belajar Siswa Aktif)

Proses belajar berpusat pada siswa. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan.

3) Pembelajaran Partisipatorik

Pada model ini siswa belajar sambil melakukan (learning by doing). Salah satunya siswa belajar hidup berdemokrasi.

4) Reactive Teaching

Model pembelajaran berbasis portofolio mensyaratkan guru yang reaktif. Sebab tidak jarang pada awal pelaksanaan model ini, siswa ragu bahkan malu untuk mengemukakan pendapat.

Portofolio sebagai model pembelajaran terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1) Portofolio Tayangan

Portofolio tayangan pada umumnya berbentuk segi empat sama sisi berjajar dan dapat berdiri sendiri tanpa penyangga. Namun tidak menutup kemungkinan dapat berbentuk lain seperti segitiga, lingkaran, oval, dan


(52)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sebagainya sesuai dengan kreativitas siswa. Berikut ini contoh bentuk portofolio tayangan.

2) Portofolio Dokumentasi

Portofolio dokumentasi berisi kumpulan bahan-bahan terpilih yang dapat diperoleh siswa dari literatur/buku, kliping dari koran/majalah, hasil wawancara dengan berbagai sumber, radio/TV, gambar, grafik, petikan dari sejumlah publikasi pemerintah/swasta, observasi lapangan, dan lain-lain. Pada dasarnya portofolio dokumentasi adalah suatu bukti bahwa siswa telah melakukan penelitian.

Kumpulan bahan-bahan tersebut dikemas dalam map order atau sejenisnya yang disusun secara sistematis mengikuti langkah/urutan portofolio tayangan. Manfaatnya adalah sebagai bukti dan pelengkap portofolio tayangan.

Langkah-Langkah Pembelajaran Portofolio 1) Mengidentifikasi Masalah

Pada tahap ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan guru bersama siswa yaitu mendiskusikan tujuan, mencari masalah, apa saja yang siswa ketahui tentang masalah yang ada dalam masyarakat, memberi tugas rumah tentang masalah apa yang ada di masyarakat.

Dalam mengerjakan pekerjaan rumah, siswa diharapkan untuk mencari informasi tentang masalah yang akan dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan orang-orang dalam masyarakat sekitar,


(53)

SUTAJI, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mencari informasi melalui sumber-sumber tertulis dan media elektronika. Semua informasi yang diperoleh harus dicatat untuk didiskusikan di kelas. 2) Memilih Masalah untuk Kajian Kelas

Sebelum memilih masalah yang akan dikaji, hendaknya para siswa mengkaji terlebih dahulu pengetahuan yang mereka miliki tentang masalah-masalah yang ada pada masyarakat, dengan langkah sebagai berikut: mengkaji masalah yang telah dikumpulkan dan selanjutnya dituliskan pada papan tulis, mengadakan pemilihan secara demokratis tentang masalah yang akan dikaji, dan melakukan penelitian lanjutan tentang masalah yang terpilih untuk dikaji dengan mengumpulkan informasi.

3) Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji kelas Guru hendaknya membimbing siswa dalam mendiskusikan sumber informasi misalnya mencari informasi melalui perpustakaan, surat kabar, pakar, organisasi masyarakat, kantor pemerintah, TV, radio atau menyebar angket dan poling. Bahan informasi yang terkumpul dapat disatukan dalam sebuah map untuk dijadikan bahan portofolio dokumentasi.

4) Membuat Portofolio Kelas

Ada beberapa langkah dalam tahap ini, yaitu :

a) kelas dibagi menjadi 4 kelompok dan setiap kelompok akan bertanggung jawab untuk membuat suatu bagian portofolio. Keempat kelompok itu adalah; kelompok 1 bertugas menjelaskan masalah yang dikaji, kelompok 2 bertugas menjelaskan berbagai kebijakan alternatif


(1)

3. Siswa dapat menemukan /menentukan kekhsan (bentuk pementasan dialog/dialeg, kostum , adat, alur dan sebagainya. 6. Materi Ajar

1. Drama Indonesia yang mempunyai warna lokal /daerah kekhasan (bentuk, pementasan, dialog/dialek, kostum , adat, alur dan lain-lain), yaitu drama tradisional Besutan.

2. Unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog) 7. Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi 2. Diskusi

3. Penugasan portofolio 8. Kegiatan Pembelajaran

No Langkah-Langkah Waktu

1 Pendahuluan (Kegiatan Awal) a. Melihat drama tradicional Besutan

b.Mencatat hal penting dalam pementasan drama

2 x 45 menit

2 Kegiatan inti (Pembentukan Kompetensi) a. Menceritakan drama yang dilihat

b.Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog)

c. Merangkum hasil pembahasan

2 x 45 menit

3 Penutup (Kegiatan Akhir) a. Memberikan tanggapan

b. Pemantapan tentang drama tradisional besutan oleh guru

2 x 45 menit


(2)

152

9. Penilaian Hasil Belajar

e) Tes Tertulis : …………-……….. f) Kinerja (perforamasi): …………………..

g) Produk : …………-………..

h) proyek portofolio : ………………….. 10. Sumber belajar

a) Buku/ Naskah Buku drama b) Buku paket


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maududi, Abul A’la, dkk. 1994. Esensi Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

AR, Syamsuddin & Vismaia S. Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: SPS UPI & PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:CV. Alfabeta.

Brown, H. Douglas. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa (edisi terjemahan). Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: PT. Genesindo

Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral: Berpijak pda Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Creswell, John W. 2010. Resesearch Design:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Damaianti, Vismaia S. 2011. Riksa Bahasa: Pendidikan Karakter dalam Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Rizqi Press.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Endraswara, Suwardi, 2009. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Med Press

Fajar, Arnie. 2004. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya

Furqon. 2008. Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: cv. Alfabeta.

Hasanuddin, 2009. Drama Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa

Hakam, Kamal Abdul, 2006. Pendekatan Analisis Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(4)

162

Harrison Lawrwnce E. dan Samuel P. Huntingtong. 2006. Kebangkitan Peran Budaya: Bagaimana Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Haryati, Mimin. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gunung Persada Press.

Hutomo, Suripan Hadi (Editor). 1991. Pantun Kentrung. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Indonesian Australian Partnership Basic Education. 2006. Materi Pelatihan Kelas Bahasa Indonesia. Batu:Kemitraan Pendidikan Dasar Indoesia Australia. Iksan H. Fuad. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Iskandarwassid & H. Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: SPS UPI & PT. Remaja Rosdakarya.

Jabrohim (Ed). 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Joyce, Bruce, dkk. 2009. Models of Teaching:Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kripendorff, Klaus. 1993. Analisis Isi, Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Press

Koentjaraningrat, 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembaruan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Komar, Oong. 2006. Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung: Pustaka Setia. Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munib, Achmad, dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES

Musthafa, Bachrudin. 2008. Teori dan Praktek Sastra: Dalam Penelitian dan Pengajaran. Bandung: SPS UPI.

Nasution, Harun. 1995. Falsafat Agama. Bandung: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.


(5)

Ngafenan, Mohamad. 1988. Kamus Kesusastraan. Surakarta: Dahara Prize

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Passandaran, Djoko S. 2000. Dasar-dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Purwadi. 2007. Ensiklopedi Adat-Istiadat Budaya Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.

Rahmanto, B. 1993. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigman Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pers. Rusoni Elin. 2001. Portofolio dan Paradigma Baru dalam Penilaian Matematika.

http://www.depdiknas.go.id. (13 Februari 2007)

Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Sagala, H. Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta

Sauri, Sofyan. 2006. Membangun Komunikasi dalam Keluarga: Kajian Religi, Sosial, dan Edukatif. Bandung: Genesindo.

Semi, M. Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Shihabuddin. 2009. Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: UPI

Soekanto, Soerjono. 1993. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiarti, 2003. Nilai Pendidikan dalam Novel Bunga Karya Korrie Layun Rampan. Yogyakarta: FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Sugiyono. 2006. Statistika untuk Peneltian. Bandung: cv. Alfabeta.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

164

Sudjana, Nana dan Ibrahim.1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumantri. 2008. Implementasi KTSP dalam Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran bagi Pembangunan Karakter Bangsa: Suplemen Dasar Konsep Pendidikan Nilai Mora). Makalah disampaikan kepada komunitas pendidik dan stakeholder pendidikan untuk bahan seminar pendidikan karakter bangsa, Maret 2008.

Supriyanto, Henri. 2004. Kidungan Ludruk. Malang: Pemprov Jawa Timur & Widya Wacana Nusantara.

Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Surapranata, Sumarna dan Muhammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio

Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Syarifudin, dkk. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Diadit Media.

Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Rosdakarya.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra (edisi terjemahan). Jakarta: Girimukti Pasaka.

Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setyawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan (edisi terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Yudiono K.S. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.