PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BERBASIS KEBUTUHAN DAN POTENSI LOKAL UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN :Studi di Kelompok Belajar Usaha Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………...……… HALAMAN PENGESAHAN ……….. HALAMAN PERNYATAAN ……….. ABSTRAK ………
ABSTRACT ..………
KATA PENGANTAR ………. UCAPAN TERIMA KASIH ……….. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ...………... DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ………..……….. BAB I. PENDAHULUAN ……….……….………. .
A. Latar Belakang Masalah ……….……….………….…...
B. Rumusan Masalah ….….………
C. Tujuan Penelitian ………...
D. Penjelasan Istilah ……….
E. Sitematika Penulisan ……….
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……….………. A. Tinjauan Teoritis tentang Kebutuhan Hidup Manusia,
Kebutuhan Belajar dan Potensi Lokal ……..……….. ………
1. Kebutuhan Hidup Manusia ………..
2. Kebutuhan Belajar ………
3. Potensi Lokal ………
B. Tinjauan Teoritis tentang Pendidikan dan
Pendidikan Luar Sekolah ……….….. 1. Konsep Pendidikan Nasional ……….……... 2. KonsepKeilmuan, Pengertian, dan Tujuan
Pendidikan Luar Sekolah ……….………….… 3. Ketentuan Yuridis tentang Pendidikan
Luar Sekolah ……….……….. C. Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan
Luar Sekolah ………..…………. 1. Konsepsi Kelompok Belajar ……….…..
i ii iii iv v vi x xiv xix xxi xxii 1 1 15 18 18 21 23 38 23 34 35 38 38 39 43 45 48
(2)
xv
2. Fungsi Kelompok Belajar ………
3. Tahapan Pembentukan Kelompok Belajar ………
4. Pengelolaan Kelompok Belajar ………
5. Kelompok Belajar Usaha (KBU) Sebagai Sarana
Pemberdayaan ………... 6. Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar
Usaha (KBU) ……… D. Konsep Pelatihan, Pembelajaran dan Life Skill (kecakapan hidup)
1. Konsep Pelatihan ……….………
2. Konsep Pembelajaran ………..
3. Konsep Life Skills (kecakapan hidup) ……….. E. Pengelolan Pendidikan Luar Sekolah ………
F. Kerangka Pemikiran ………..
G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ……… BAB III. METODE PENELITIAN ………. A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….……….
B. Prosedur Penelitian ……….……….
1. Studi Pendahuluan ………..………
2. Penyusuanan Desain Model Konseptual ……… 3. Implementasi Model Konseptual ……..….………
4. Revisi Model Konseptual ………..
C. Lokasi dan Subjek Penelitian ….……….. D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ……….. E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data ……….. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..
A. Deskripsi Hasil Studi Eksplorasi ……….. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….
a. Kondisi Geografis Kabupaten Merangin ……….…..
b. Kondisi Iklim ……….
c. Kondisi Sumber Daya Manusia dan Potensi Alam ………
54 58 64 69 83 84 84 102 113 119 131 134 140 140 142 143 146 148 153 153 154 161 167 167 167 167 168 171
(3)
xvi
2. Deskripsi Hasil Penelitian Deskriptif ………..……. a. Analisis Kondisi Faktual Pendidikan
Kecapan Hidup (PKH) dalam Mengatasi
Pengangguran di Kabupaten Merangin ….….……… 1) Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di LPK/PKBM … 2) Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di
Instansi Pemerintah ……….
(a) Analisis Kebutuhan ………
(b) Perencanaan Pendidikan Kecakapan
Hidup ………..
(c) Pelaksanaan PKH……….………..
(d) Evaluasi Program Pendidikan kecakapan
hidup ………..… 3) Analisis Permasalahan Mengatasi Pengangguran …….. b. Kesimpulan Analisis Kondisi Faktual Pendidikan
Kecapan Hidup (PKH) dalam Mengatasi
Pengangguran di Kabupaten Merangin ………..
B. Rancangan Model Konseptual ………...
1. Penetapan Lokasi/Wadah Penyelenggara Model
Konseptual PKH Untuk Mengatasi Pengangguran ………….. 2. Analisis Kebutuhan Model Pendidikan
Kecakapan Hidup Bagi Para Penganggur ……….. 3. Perencanaan Model Konseptual ……….. 4. Arah Model Konseptual Pendidikan
Kecakapan Hidup ……… a. Aspek Sistem Pendidikan ..………. b. Aspek Proses atau Pelaksanaan ………
c. Aspek Pendekatan ………..
d. Aspek Materi Pembelajaran ……….. e. Aspek Metode Pembelajaran ..……… 5. Model Konseptual Pendidikan
Kecakapan Hidup (PKH) ………..
175 175 178 186 186 187 190 190 192 194 195 196 197 200 209 210 213 215 216 216 217
(4)
xvii
C. Validasi dan Revisi Model Konseptual Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis Kebutuhan dan
Potensi Lokal ………. 1. Hasil Analisis dari Pembimbing ……….. 2. Hasil Analisis dari Rekan Sejawat ………... 3. Hasil Analisis dari Praktisi PLS ………...……… D. Uji Coba Model Pendidikan Kecakapan Hidup ……… 1. Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap I ………
a. Tahap Persiapan ………
b. Tahap Pelaksanaan ………...
c. Hasil Uji Coba ……….
1)Hasil Belajar ………
2)Pendapat Warga Belajar Tentang Model
Pendidikan Kecakapan Hidup ……… 3)Ilustrasi Keberhasilan ………..
d. Revisi ………..
2. Uji Coba Model (Eksperimen) Tahap II ..……… a. Tahap Persiapan ………...
b. Tahap Uji Coba ………
c. Hasil Uji Coba ……….
1) Hasil Belajar ………...
2) Pendapat Warga Belajar Tentang Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan Hidup ………. 3) Ilustrasi Keberhasilan (Uji coba Tahap II) ………….. E. Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan Hidup ………… F. Model Akhir Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis
Kebutuhan dan Potensi Lokal ………. G. Skenario Pelaksanaan Model Pendidikan Kecakapan
Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ………
1. Tahap Persiapan ………..
2. Tahap Perencanaan ………
3. Tahap Pengorganisasian ……….
4. Tahap Pelaksanaan ………
5. Tahap Pembinaan ……….
6. Tahap Evaluasi ………
7. Tahap Pengembangan ……….
220 221 222 222 223 224 224 225 227 227 230 237 242 242 242 243 244 245 247 253 235 257 258 258 258 258 258 259 259 259
(5)
xviii
H. Pembahasan ……….
1. Model Pendidikan Kecakapan Hidup Berbasis
Kebutuhan dan Potensi Lokal di PKBM ……… 2. Efektivitas Model Pendidikan Kecakapan
Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi
Lokal di PKBM ………
a. Respon pengelola PKBM dan tutor ………. b. Hasil Belajar dan Respon Warga Belajar ……… BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ………
1. Gambaran Pendidikan Kecakapan Hidup
di PKBM Amanah ………. 2. Model Konseptual PKH Berbasis
Kebutuhan dan Potensi Lokal ……….. 3. Implemtasi Model Konseptual Pendidikan Kecakapan
Hidup Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ……… a. Respon Pengelola PKBM dan Tutor ………. b. Hasil Belajar dan Respon Warga Belajar ………….
4. Model Pendidikan Kecakapan Hidup Yang Direkomendasikan
dalam Mengatasi Pengangguran ………..
B. Implikasi ……….
1. Implikasi Teoritis ……….
2. Implikasi Praktis ………..
C. Rekomendasi ……….
1. Rekomendasi untuk penerapan model ………
2. Rekomendasi bagi penelitian anjutan ……….
DAFTAR PUSTAKA ………... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. LAMPIRAN-LAMPIRAN ………
260 260 269 269 272 273 273 273 274 276 276 277 278 279 279 282 283 284 285 287 293 295
(6)
xix
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman 1.1 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16
Daftar Umur Produktif Yang Tidak Memiliki Pekerjaan
(menganggur) di Kabupaten Merangin tahun 2009 …..…………. One Group Pretest-Ppost Test Design ..……….. ……. Instrumen Penelitian ……… LKP/PKBM/Penyelenggara PKH di Empat Kecamatan ... Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di LKP Omega Syam Course .. Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PLBM Perintis ….……… Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PKBM Tambang Ilmu …… Kondisi Faktual Pelaksanaan PKH di PKBM Tri Sakti ………… Kegiatan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan 2009 ...……….. Kegiatan Pelatihan yang Dilakukan BPTK Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Merangin Tahun 2009-2010 . Model Konvensional Pelaksanaan PKH di Kabupaten Merangin Jenis PKH yang Dibutuhkan ………
Pola Acuan Penyusunan Strategi ………... Situasi dan Faktor Analisis ……….. Kekuatan dan Kelemahan ………..…….……..……….. Peluang dan Ancaman/Tantangan ….………….……….... Strategi Strenght-Oppurtunity ………...………...…….. Strategi Strenght-Threat ………. Strategi Weakness-Opportunity ……….
5 148 158 177 178 180 182 184 189 191 194 198 203 203 204 204 205 205 207
(7)
xx 4.17
4.18 4.19 4.20
4.21
4.22
4.23 4.24 4.25
4.26
Strategi Weakness-Threat ……….. Rekapitulasi Strategi Model Konseptual PKH ……….. Strategi Prioritas ……… Arah Model Pendidikan Kecakapan Hidup untuk
Mengatasi Pengangguran ………... Deskripsi Skor Pretest dan Post Test Warga Belajar dalam
Mengikuti PKH Budidaya Belut ………. Deskripsi Hasil Jawaban Angket Warga Belajar Sebelum dan Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran ……… Analisis Usaha ……….. Prediksi Keuntungan Hasil Usaha ....……….. Deskripsi Skor Pretest dan Post Test Warga Belajar
dalam Mengikuti PKH Budidaya Belut ……….… Deskripsi Hasil Jawaban Angket Warga Belajar
Sebelum dan Setelah Mengikuti Proses Pembelajaran …………...
207 206 208
209
228
230 238 241
245
(8)
xxi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 2.2 2.3
2.4 2.5 2.6 3.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Tingkatan Kebutuhan Manusia Menurut Maslow ……… Jenis-jenis Sumber Daya Alam ……… Antar Hubugan Kelompok Teori Belajar, Kontnum Konformistis-liberasional dan Dengan Bagian Terpenting Interaksi Belajar ….. Skema Terinci Kecakapan Hidup (lifeskills) ………... Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah ………. Paradigma Penelitian ..……… Alir Langkah Penelitian ………... Peta Administrasi Propvinsi Jambi ……….. Peta Administrasi Kabupaten Merangin ………...…. Model Konseptual PKH Berbasisi Kbutuhan dan Potensi Lokal .. Model Akhir PKH Berbasis Kebutuhan dan Potensi Lokal ………..
26 38
53 117 121 132 152 169 170 220 257
(9)
xxii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E: Lampiran F Lampiran G ………....
1. Sk. Pembimbing ...……….
2. Surat Izin Pelaksanaan Penelitian ……… ……… 1. Format Identifikasi Calon Warga Belajar …………. 2. Instrumen Wawancara ..………... 3. Instrumen Observasi ..………..……..………... 4. Instrumen Pretest dan Post Test Prestasi Belajar ... 5. Instrumen Pretest dan Post Test Keefektifan Model
PKH ………... ……… 1. Kondisi Sumber Daya Manusia dan Potensi Alam .. 2. Skor Pretest dan Post Test Prestasi Belajar …..……. 3. Skor Pretest dan Post Test Keefektifan Model PKH .
………. 1. Foto Kegiatan Penelitian ………..……….. 2. Kontrak Perjanian Kerja sama ….. ……… ………. 1. Kurikulum KTSP PKH Budidaya Belut …………...
2. Jadwal Penelitian ………..
3. Jadwal Kegiatan Pelatihan ……….…… 4. Daftar nama-nama warga Belajar PKH Budidaya
Belut ……… …..………... 5. Daftar Nama-nama dan Kode Responden …………. ………. 1. Daftar Warga Belajar PKH pada Uji Coba Tahap II .. 2. Rekapitulasi Skor Pretest ………... 3. Rekapitulasi Skor Post Test ...……… 4. Skor Pretes Keefektifan Model ………. 5. Skor Post Test Keefektifan Model ……… Bahan Ajar PKH Budidya Belut …..………. (Dibuat dalam satu paket tersendiri)
296 297 299 300 301 307 312 315 323 331 332 342 344 350 351 372 375 376 422 424 425 425 426 427 428 429 431 433 434 …
(10)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Merangin merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jambi dengan luas wilayah lk. 7.679 KM2 atau 767.900 ha yang terdiri atas 24 wilayah kecamatan dan 170 desa/kelurahan dengan potensi yang berbeda antara kecamatan yang satu dengan yang lain. Perbedaan yang dimaksud meliputi perbedaan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, sosial budaya dan lain sebagainya.
Dilihat dari letak geografis, kabupaten merangin berada pada posisi antara 1020 – 1040 bujur timur dan 20 – 30 lintang selatan. Menurut Topografinya sebagian besar daerah terdiri atas dataran rendah, sedangkan ke arah barat dengan topografi datar, bergelombang sampai berbukit dan bergunung. Daerah yang paling luas di Kabupaten Merangin adalah daerah dengan ketinggian 500 s/d > 1.000 m dari permukaan laut.
Sumber daya lahan di Kabupaten Merangin berdasarkan topografinya, struktur dan teksturnya terdiri atas beberapa jenis yaitu : podsolid, latosol, andosol, organosol, glei humus dan tanah kompleks. Dilihat dari agihannya, maka daerah yang terluas adalah tanah yang berasal dari jenis podsolid dan latosol. Berdasarkan ketentuan oldeman, Kabupaten Merangin termasuk klasifikasi iklim type B2.
Menurut angka perkiraan potensi lahan dan luas pemanfaatan yang dihimpun dari laporan kecamatan bahwa potensi lahan kering seluas 181.134 ha, lahan sawah 13.732 ha, dengan luas pemanfaatan lahan kering sebesar 141.075 ha
(11)
dengan luas pemanfaatan lahan sawah sebesar 10.314 ha dengan demikian potensi lahan yang belum dimanfaatkan untuk lahan kering adalah 40.059 ha dan lahan sawah yang belum dimanfaatkan sebesar 3.418 ha.
Jika kita lihat dari sisi tenaga kerja ternyata masih banyak tenaga kerja yang tidak memiliki lifes skillss seperti yang diharapkan di era globalisasi. Dengan persaingan yang semakin konpetitif dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat mendatang, sangat diperlukan kecerdasan bagi tenaga kerja dan tentunya mengharapkan peran pemerintah, dunia usaha dan/atau industri, perguruan tinggi dan stakeholder lainnya sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan kompetitif di masyarakat. Untuk itulah diperlukan adanya pendidikan kecakapan hidup bagi tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas individu dan bermuara pada pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Suatu hal yang sangat dikuatirkan bahwa tenaga kerja yang tidak terampil, suatu saat akan menjadi beban pemerintah atau stakeholder. Dengan status sosial yang disandangnya, yaitu sebagai tenaga kerja yang tidak dapat membekali diri dengan ilmu dan keterampilan (Kecakapan Hidup=Lifes skillss), karena tak dapat menempuh jenjang pendidikan sesuai cita-citanya. Mereka adalah generasi muda penerus bangsa yang masih dalam usia produktif. Meninggalkan bangku pendidikan formal berarti harus memasuki pasar kerja sebagai sumber pencari nafkah untuk menyambung dan mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupannnya.
Angkatan kerja yang berasal dari generasi muda di Kabupaten Merangin, banyak bekerja sebagai tenaga kerja di sektor informal seperti tukang ojek, buruh
(12)
bangunan, pelayan toko serta sektor informal lainnnya yang tidak begitu membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan. Dunia usaha memang memberikan kesempatan memperoleh pekerjaan kepada mereka sebagai pelayan toko, staf administrasi, dan petugas lapangan misalnya marketing produk barang dan jasa, namun jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja.
Pemerintah daerah menghadapi masalah tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan atau bekerja tidak optimal (tanpa ikatan kerja yang pasti) dan dapat dikatakan menganggur yang tentunya akan memunculkan problem sosial yang tidak diinginkan. Tenaga kerja sebagai sumber daya yang memiliki beberapa sisi yang belum dapat bermanfaat dan dimanfaatkan karena terhambat oleh beberapa kendala seperti kurangnya pendidikan/pengalaman, kurangnya kemauan, terbatasnya dana, dan sebagainya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pengangguran yang sangat tidak diinginkan. Pengertian pengangguran seperti dikemukakan oleh Putong (2010: 406-407) adalah: “Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan”. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa:
Kategori orang yang menganggur biasanya mereka yang tidak memiliki pekerjaan pada usia kerja dan masanya kerja. Usia kerja adalah usia yang tidak dalam masa sekolah tapi di atas usia anak-anak (relatif di atas usia 6 – 18 tahun, yaitu masa pendidikan dari SD – tamat SMU).
Dengan demikian, orang yang tidak sedang mencari pekerjaan contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, Mahasiswa Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan, tidak dinamakan pengangguran. Pengangguran menurut Putong (2008: 407-408) terdiri atas tiga jenis, yaitu: (1) Pengangguran Siklis, yaitu
(13)
pengangguran yang terjadi apabila permintaan lebih rendah dari output potensial perekonomian; (2) Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment), yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya perputaran dalam lingkup pekerjaan dan tenaga kerjaan; dan (3) Pengangguran Struktural (Structural Unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara struktur angkatan kerja, berdasarkan pendidikan dan keterampilan, jenis kelamin, pekerjaan, industri, geografis, informasi, dan tentu saja struktur permintan tenaga kerja.
Menurut Sudantoko dan Muliawan (2009: 40-41), pengangguran adalah mereka yang berada dalam usia angakatan kerja dan tengah mencari pekerjaan dalam tingkat upah yang berlaku. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ada beberapa kondisi yang tidak ideal yang merupakan pencerminan adanya pengangguran atau keadaan yang mendekati ciri-ciri pengangguran, antara lain: (a) Pengangguran terbuka (open unemployment) yakni mereka yang benar-benar
tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak menghasilkan apa-apa walaupun telah pernah bekerja sebelumnya;
(b) Setengah pengangguran (under unemployment) terdiri dari mereka yang telah bekerja, namun waktu yang dipergunakan untuk bekerja serta hasil yang diciptakan lebih sedikit daripada yang sebenarnya mampu dilakukan. Dalam batasan pengertian ini, seseorang yang bekerja kurang dari 35 jam dalam satu minggunya termasuk dalam kategori ini. Demikian pula mereka yang tidak mencari pekerjaan namun pada saat mereka ditawari pekerjaan mau menerimanya.
(14)
(c) Setengah pengangguran yang parah (severe underemployment) karena hanya bekerja selama 25 jam ke bawah setiap minggunya.
(d) Orang-orang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan semula. Dengan demikian, pengangguran yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya, termasuk dalam hal ini adalah pengangguran siklikal, friksional, struktural, pengangguran terbuka (open unemployment), setengah pengangguran (under unemployment), dan setengah pengangguran yang parah (severe underemployment).
Berikut ini, gambaran keadaan warga masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (menganggur) atau memiliki life skills tetapi belum mampu memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Tabel 1.1. Daftar Umur Produktif Yang Tidak Memiliki Pekerjaan (Menganggur) Di Kabupaten Merangin Tahun 2009
PENCA RI KERJA
KELOMPOK UMUR
JUMLAH
10-14 15-19 20-29 30-44 45-54 55 +
L W L W L W L W L W L W L W
Pencari kerja sampai Februari 2010
0 0 1364 983 2641 2136 712 763 0 0 0 0 4717 38
82
JLH 0 2347 2777 1475 0 0 8599
Sumber: Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Merangin 2009
Pada tabel di atas terlihat bahwa jumlah terbesar pengangguran berada pada umur 20-29 tahun (2777 Orang) dan posisi kedua berada pada umur 15-19 tahun
(15)
(2347 Orang). Ini artinya bahwa terdapat sejumlah besar warga masyarakat Kabupaten Merangin terlantar pendidikannya atau tidak mengikuti pendidikan di perguruan tinggi atau tamat Diploma dan/atau Sarjana tetapi menganggur. Begitu juga dengan pendidikan di SMTA (SMU/MA/SMK) tergolong masih banyak yang tidak menamatkan atau tidak menduduki bangku Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA).
Kondisi tersebut merupakan salah satu contoh dari lulusan/drop out sekolah dasar, menengah dan/atau perguruan tinggi yang tidak memiliki keterampilan hidup. Kenyataan menunjukkan bahwa semangat interpreniurship (jiwa Wirausaha) muda tidak dapat memperlihatkan kepiawaiannya karena tidak menamatkan pendidikan formal ataupun menamatkan pendidikan formal tetapi tidak memiliki keterampilan hidup (lifes skills). Kondisi lain juga masih banyak ditemui bahwa mereka yang tidak memiliki keterampilan dan tidak dapat berbuat apa-apa demi hidup dan kehidupannnya dimasa datang. Masa depan bagi mereka adalah sesuatu yang kabur dan tidak berdaya karena tidak dapat berupaya.
Upaya pemberdayaan pengangguran dan penggentasan kemiskinan ternyata sudah dimulai sejak tahun 1983 yang dilakukan oleh beberapa departemen atau instansi pemerintah lainnya baik bersifat penyelamatan (rescuer) maupun yang bersifat pemulihan (recovery). Program-program tersebut seperti diataranya program jaringan pengaman sosial (social safety net), Program Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Proyek Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PDKMK), Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK), Proyek Peningkatan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Program Penanggulangan Pengangguran Pekerka Terampil
(16)
(P3T), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Prakarsa Khusus bagi Pengangguran Wanita/PKPW (Special Initiative for Woman Unemployment/SIWU), Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dari Departemen Sosial RI, Inpres Desa Tertinggal (IDT) dari Departemen Dalam Negeri, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes), Kredit kelompok Kepada kelompok Masyarakat (K3M), Program Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS) dari BKKBN, Program perbaikan rumah tidak layak huni dari Departemen Kimpraswil, Program bantuan pendidikan bagi anak miskin, Program bantuan pengobatan orang miskin, Program bantuan beras miskin (Raskin) dari BULOG, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Pengentasan Perkotaan (P2P), Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PPMP), Badan Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah (BAZIS), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Subsidi BBM dan program-program lainnya. Dalam pendidikan nonformal pemberdayaan masyarakat terutama penganggur dilakukan melalui berbagai program diantaranya pendidikan kecakapan hidup (PKH).
Pelaksanaan PKH merupakan suatu tindakan yang diharapkan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. PKH sebagai salah satu program PLS dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan dengan unsur-unsurnya: tujuan, meteri, metode, media, monitoring dan evaluasi, dan impak.
Hasil survey di lapangan menunjukkan bahwa: (1) secara umum PKH diselenggarakan sekali setahun oleh masing-masing penyelenggara dengan jumlah peserta rata-rata 20 -30 orang; (2) lama pelaksanaan PKH rata-rata 25 jam; (4) jenis PKH tiap tahun berbeda disesuaikan dengan trend perkembangan;
(17)
(5) matode pelaksanaan lebih ditekankan pada aspek penguasaan keterampilan dengan metode ceramah/kuliah, diskusi, dan praktik; (6) komponen yang terlibat dalam proses adalah: peserta/warga belajar, instruktur, sarana-prasarana, kurikulum, proses belajar dan evaluasi, dan unsur pengelola; (7) model PKH yang diselenggarakan masih bersifat konvensional dan belum memiliki model baku (standar); dan (8) rata-rata persentase lulusan yang dapat mandiri lk. 20%. Ini artinya bahwa persentase lulusan yang tidak dapat mandiri ada lk. 80%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan PKH belum bermanfaat maksimal bagi lulusan dalam rangka mengatasi pengangguran.
Di sisi lain, pemerintah daerah mengalami kendala dalam mengatasi masalah pengangguran, dengan beberapa permasalahan diantaranya:
(1) terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas; (2) lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial; (3) timbulnya hambatan distribusi dan perdagangan antar kecamatan; (4) tingginya resiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di pedesaan; (5) rendahnya aset yang dikuasai masyarakat pedesaan; (6) rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana pedesaan; (7) rendahnya kualitas SDM di pedesaan; (8) meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain; (9) meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (10) lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat; (11) lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan pedesaan (Hasil W.W. dengan R.P.1).
Sektor tenaga kerja yang menganggur di pedesaan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak karena tenaga kerja yang terampil dapat mendatangkan keuntungan ganda terutama peningkatan pendapatan warga masyarakat perdesaan, karena beban hidup masyarakat perdesaan semakin berat terutama sejak krisis monoter 1997 sampai sekarang sehingga angka kemiskinan terus bertambah. Meskipun pertumbuhan ekonomi saat ini mencapai 4% namun belum dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat perdesaan karena mahalnya
(18)
biaya produksi dan tidak diikuti oleh kenaikan harga hasil produksinya. Pembangunan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya masih belum mampu menyentuh sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan banyak areal atau lahan kosong sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi tidak dimanfaatkan.
Berdasarkan realita bahwa terbatasnya lapangan kerja maka upaya untuk mengatasi masalah pengangguran, di samping optimalisasi fungsi pendidikan yang lebih menekankan pada penguasaan keterampilan tertentu juga perlu dalam suatu program pendidikan dimana programnya diintegrasikan dengan konsep pemanfaatan potensi lokal yang ada berdasarkan kebutuhan warga belajar. Pelaksanaan pendidikan ataupun pelatihan yang selama ini dilakukan, semestinya terfokus pada penerapan hasil-hasil pendidikan dan pelatihan, namun kenyataannya lain. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hasil pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan penyelenggara PLS, secara umum belum terlaksana sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh program-program yang diikuti merupakan program yang didanai melalui proyek pemerintah dan minat warga belajar hanya sebatas waktu yang telah ditetapkan pengelola saja. Hal lain sebagai penyebab utama adalah karena keikutsertaannya tidak berdasarkan kebutuhan dan tidak mempertimbangkan potensi yang ada. Oleh karenanya, suatu program pendidikan dan keterampilan yang diberikan kepada warga belajar sebaiknya dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuahn dan memperhatikan potensi yang tersedia di lingkungan warga belajara tersebut sehingga warga belajar dapat lebih leluasa dalam mengembangkan dirinya sesuai potensi yang ada.
(19)
Dengan kondisi para pengangguran yang tidak memiliki bekal pengetahuan teknis yang cukup untuk digunakan sebagai dasar dalam mengelola atau mengolah potensi lokal yang ada. Kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus berkepanjangan karena akan berakibat buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat dan kerusakan sumber daya lokal. Kerusakan sumber daya lokal tersebut bisa terjadi karena faktor ketidak tahuan, dan faktor pola pikir tradisional masyarakat pedesaan. Sesungguhnya keberadaan masyarakat pedesaan juga mampu mendorong pembangunan, hanya saja terasa masih kurang mendapat perhatian sehingga menjadi terbelakang dan miskin.
Jika kita lihat dari ketersediaan potensi di pedesaan dalam rangka mengatasi pengangguran, maka program yang tepat dan praktis dan hasilnya dapat diterapkan dan dinikmati dalam kehidupan sehari-hari adalah program pendidikan kecakapan hidup (PKH) berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal yang ada.
Tujuan pengembangan program pendidikan luar sekolah dalam bentuk PKH tidak hanya diarahkan untuk perubahan sikap dan perilaku, akan tetapi juga diharapkan mampu menggerakkan proses modernisasi di era globalisasi. Untuk itu, pengembangan program PKH seyogyanya diarahkan pada dua hal, yakni: (a) pendidikan bekal kerja, yang membekali pengetahuan dan keterampilan guna memasuki lapangan kerja; (b) pendidikan kecakapan hidup (lifes skills) untuk apat mentransformasikan nilai dan perilaku yang dinamis dan mandiri serta terhindar dari sikap-sikap ketergantungan. Salah satu bentuk satuan program pendidikan yang mencoba mewujudkan kedua tujuan pembelajaran di atas,
(20)
adalah program pendidikan kecakapan hidup untuk bekerja (Vocational) yang berbasis kebutuhan dan potensi lokal yang tersedia.
Dari uraian tersebut di atas, berikut akan diidentifikasi berbagai komponen strategis yang diprediksi memiliki hubungan fungsional dengan perubahan sikap dan perilaku para penganggur sebagai warga belajar yang meliputi:
Komponen pertama adalah kebutuhan warga belajar. Kebutuhan warga belajar merupakan komponen pertama dalam proses pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup. Kebutuhan warga belajar akan program pendidikan kecakapan hidup merupakan bekal untuk mengembangkan diri dan bekerja untuk mencari nafkah. Kebutuhan menjadi kajian yang sangat penting karena warga belajar adalah anggota masyarakat yang bertujuan mengembangkan potensi dirinya melalui proses belajar membelajarkan pada program pendidikan kecakapan hidup. Miller (Dalam Soedomo, 1989: 62-63) mengemukakan enam karakteristik yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam belajar yaitu: (1) warga belajar haruslah mempunyai dorongan untuk mengubah perilakunya, (2) mereka menyadari perilaku yang sedang dialaminya; (3) mereka harus mempunyai gambaran yang jelas tentang perilaku yang diinginkan; (4) mereka harus mempunyai kesempatan menerapkan perilaku yang dipersyaratkan; (5) mereka harus memperoleh kemampuan mengoreksi perilakunya; dan (6) mereka harus mempunyai sarana yang memadai.
Ditinjau dan segi prinsip, Broekfield (1984: 26) mengemukakan bahwa pendidikan orang dewasa harus menggunakan prinsip-prinsip: (1) belajar harus berpusat pada masalah; (2) belajar harus berpusat pada pengalaman nyata; dan (3) warga belajar harus mempunyai balikan tentang proses pencapaian tujuan. Oleh
(21)
karenanya kebutuhan warga belajar bila sesuai dengan isi/materi dari suatu program pendidikan maka diprediksi akan berdampak positip terhadap perubahan sikap dan perilaku.
Komponen kedua adalah sarana-prasarana. Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama oleh pengelola program pendidikan kecakapan hidup adalah sarana-prasarana. Sarana pendidikan dan fasilitas pembelajaran perlu dilengkapi berdasarkan kebutuhan dan potensi yang ada. Tujuannya supaya lembaga pelaksanana PKH menjadi tempat yang menyenangkan, mudah serta sederhana dan tujuan tercapai. Dengan demikian, ketersediaan sarana prasarana akan berdampak kepada kenyaman dan keamanan, serta meningkatkan efektivitas hasil pembelajaran.
Sarana-prasarana pendidikan pada lembaga penyelenggara PKH menurut Depdiknas (2003) dapat dikategorikan: (1) gedung yang meliputi: ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, dan toilet; (2) bahan belajar meliputi: buku-buku pelajaran, modul-modul, dan bahan belajar lain sesuai jenis PKH yang diselenggarakan; (3) media pembelajaran, seperti OHP, LCD, video program, dan alat peraga lainnya, (4) sarana-prasarana lain yang dapat meningkatkan proses pembelajaran.
Komponen ketiga adalah kurikulum dan program pendidikan. Dalam program PKH, kurikulum merupakan instrumental input yang selalu menjadi patokan dan dijabarkan dalam proses pembelajaran, sehingga mampu merubah sikap warga belajar. Kajian tentang pengertian dan konsep kurikulum berkembang terus menerus sesuai perkembangan kurikulum itu sendiri. Berbagai ahli pendidikan mengemukakan pendapatnya mengenai kurikulum. Seperti yang dikemukakan
(22)
oleh Hamalik (2006: 91) bahwa: Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut,dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Taba (1962) memberikan pengertian kurikulum sebagai "plan for learning". Engkoswara (2001: 35) menyebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana yang disisipkan untuk membekali manusia khususnya peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum dapat berupa mata pelajaran, bidang studi, berbagai kegiatan dan segala sesuatu yang memungkinkan membekali manusia ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan struktur kualitas kemandirian manusia.
Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) menegaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran. Kurikulum juga berarti cara atau pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Selanjutnya pada pasal 36, dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan berbagai aspek, antara lain tuntutan dunia kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi,dan seni.
(23)
hakikatnya merupakan jawaban terhadap masalah belajar yang dihadapi oleh perorangan atau sekelompok orang (calon peserta belajar). Menurutnya, fokus program pembelajaran ingin menjawab empat pertanyaan dasar yaitu: Tujuan apa yang akan dicapai? Materi apa yang akan disampaikan? Strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan? dan Bagaimana caranya menetapkan kriteria keberhasilan peserta?
Komponen ke empat adalah proses pembelajaran. Komponen terpenting dari penyelenggaraan sistem pembelajaran pada program PKH adalah proses pembelajaran. Disinilah terjadi interaksi antara warga belajar dan sumber belajar dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang ada. Secara ideal proses belajar dan membelajarkan pada program PKH dilaksanakan dengan belajar teori dan praktik. Praktik dapat dilaksanakan, baik di kelas/laboratorium/magang di dunia usaha/industry maupun di tempat kerja/usaha berdasarkan PKH yang dilaksanakan. Pelaksanaan praktik kerja sangat penting, sebab akan menjamin kesiapan warga belajarnya memasuki dunia kerja. Setelah dilaksanakan pembelajaran teori dan praktik diadakan evaluasi untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi proses belajar dan membelajarkan. Pada bagian akhir dan proses belajar membelajarkan, dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam mengikuti proses belajar mebelajarkan baik teori maupun praktik.
Komponen kelima adalah partisipasi warga belajar. Komponen-komponen pengelolaan PKH meliputi: perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran (pelaksanaan), monitoring dan evaluasi hasil pembelajaran. Dalam sebuah PKH fungsi-fingsi tersebut memiliki atribut-atribut tersendiri, meskipun dalam
(24)
implementasinya memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan satuan-satuan pendidikan luar sekolah lainnya.
Upaya menciptakan program pembelajaran, baik itu mencakup pengorganisasian pembelajaran, suasana belajar, dan proses pembelajaran yang lebih baik dan efektif, Knowless (1980: 122-123) menyarankan adanya pelibatan warga belajar dalam perencanaan bersama (mutual planning), atau dalam bentuk kegiatan-kegiatan lainnya. Sejalan dengan pemikiran Knowless, Davis (1972: 77) dan Kindervatter (1979: 214) lebih jelas menyarankan: (a) partisipasi warga belajar (peserta didik) dalam pengelolaan pembelajaran terutama dalam rangka meningkatkan dan keterlibatan emosi dan mental, (b) motivasi warga belajar untuk menyumbang (kontribusi), (c) penerimaan dan pengalihan sebagian tanggung-jawab kepada warga belajar. Implementasi prinsip tersebut bertujuan, agar kegiatan pendidikan luar sekolah menyatu antara pengelola, tutor, sasaran (warga belajar) serta masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan pula laporan dari The Action Cultural Popular (ACPO) bahwa masalah pokok dari keterbelakangan bukanlah kurangnya bahan baku, melainkan ketidakmampuan penduduk desa untuk mengatasi keterbelakangan mereka dan menghilangkan rintangan-rintangan budaya seperti sikap-sikap tradisional, pasrah pada nasib dan ketergantungan, baik secara individual maupun kolektif. Hal ini harus dibuka oleh kondisi-kondisi eksternal yang melingkupinya (Ahmed dan Coombs, 1977: 4).
Dari uraian di atas, yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah: Pertama, Menemukenali kondisi objektif potensi lokal sebagai dasar
(25)
pelaksanaan PKH bagi pengangguran.
Kedua, Penelitian ini berupaya menemukenali masalah yang berkenaan
dengan program PKH yang pernah dilaksanakan oleh para penyelenggara antara lain meliputi lembaga penyelenggara, program yang dilaksanakan, sumber daya (Sarana dan prasarana, seumber daya manusia dan finasial), piranti lunak (kebijakan, kurikulum, prosedur) serta jejaring kemitraan. Hal ini dilakukan melalui analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats atau yang dikenal dengan analisis SWOT.
Ketiga, penelitian ini berupaya mengungkap dan merumuskan rancangan
model konseptual pendidikan kecakapan hidup bagi penganggur dengan langkah-langkah, antara lain: Sistem, proses, pendekatan, materi dan metode pendidikan kecakapan hidup.
Keempat, penelitian ini berupaya menguji validitas model konseptual
pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran, sebelum diimplementasikan terhadap warga belajar sebagai kelompok belajar usaha (KBU). Validasi model dilakukan untuk melihat kelayakan model konseptual pendidikan kecakapan hidup bagi para penganggur.
Kelima, penelitian ini akan mengaplikasikan model pendidikan kecakapan
hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran dengan pelibatan berbagai pihak sebagai sumber belajar (instruktur/fasilitator).
Keenam, model pendidikan kecakapan hidup yang terbentuk dilaksanakan
dengan mengacu pada indikator-indikator keberhasilan, baik dari aspek pe-nguasaan materi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) oleh warga belajar maupun aspek dampak dan impak hasil pempelajaran (out-put dan out-come).
(26)
Permasalahan pertama, kedua, dan ketiga tersebut di atas, akan dijawab melalui studi ekplorasi dan studi deskriptif faktual dengan pendekatan kualitatif seperti diungkapkan Lincoln dan Guba (1985) disebut inquiry naturalistic. Secara umum Mc. Millan dan Schumacher (2001) menyatakan bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi bahwa realitas merupakan sesuatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi serta di dalamnnya terjadi saling bertukarnya pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu.
Hasil penelitian deskriptif selanjutnya menjawab permasalahan keempat, yaitu memvalidasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup sebagai model sementara oleh para ahli dan praktisi. Model konseptual yang telah dirumuskan dan direvisi, akan dilakukan uji coba terbatas untuk mengetahui kelayakan model tersebut dengan menggunakan metode quasi-experiment. Langkah berikut mengimplementasikan model pendidikan kecakapan hidup sampai tahap diseminasi model. Salah satu bentuk diseminasi model yang akan dilakukan adalah diskusi dengan berbagai pihak terkait yang terlibat dalam program pendidikan kecakapan hidup. Dengan demikian, secara metodologis, prosedur penelitian ini menggunakan rancangan metode penelitian dan pengembangan (Research and Developmen = R & D).
Berangkat dari fokus masalah penelitian yang diuraikan di atas, maka masalah secara umum dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian, yaitu: Bagaimana model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin?
Dari permasalahan umum tersebut di atas, masalah selanjutnya difokuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai sub-masalah:
(27)
1. Bagaimana kondisi faktual pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi pengangguran?
2. Bagaimana model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?
3. Bagaimana implementasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?
4. Bagaimana efektivitas model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Menggambarkan upaya pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup pada warga masyarakat yang menganggur.
2. Mengembangkan model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran.
3. Mendeskripsikan implementasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran. 4. Memperoleh data tentang efektivitas model konseptual pendidikan kecakapan
hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran.
D.
Penjelasan IstilahAda beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini dan perlu dijelaskan secara operasional sehingga tidak menimbulkan kesalahtafsiran dalam
(28)
memaknai dan/atau memahami istilah. Istilah-istilah tersebut adalah:
Model diartikan sebagai representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, model dimaksudkan sebagai abstraksi mengenai aspek-aspek masalah yang terpilih yang disusun sebagai acuan/pola kegiatan dan prosedur yang relatif tetap untuk tujuan-tujuan tertentu.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (USPN, 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar warga belajar kelompok belajar usaha (KBU) secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Kecakapan hidup, kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Kecakapan hidup dalam hal ini difokuskan pada kecakapan Vocational (Vocational skills).
Program pendidikan kecakapan hidup (PKH) merupakan program yang diperlukan warga belajar agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan vokasional.
(29)
bersifat mendesak karena adanya kebutuhan akan pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu (Nadler, 1982: 6). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses kegiatan pembelajaran bagi peserta didik (warga belajar) untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta aspirasi untuk mencapai standar kehidupan yang diharapkan. Materi pelatihan yang perlu dikuasai atau dimiliki peserta pelatihan berupa pengetahuan dan keterampilan.
Pembelajaran adalah upaya baik disengaja atau tidak oleh seseorang yang mengacu pada bagaimana melakukan dan mengembangkan sesuatu sehingga produk dari pembelajaran itu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pemberdayaan, dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan anggota kelompok belajar usaha terhadap upaya pemenuhan kebutuhan hidup bagi diri dan/atau rumah tangganya. Pemberdayaan masyarakat (rumah tangga penganggur) ditandai munculnya kesadaran, kemauan, kemampuan, dan sikap positif serta aspirasi dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui program kecakapan hidup untuk memecahkan masalah pengangguran.
Potensi lokal adalah daya atau kekuatan yang tersedia dan/atau dimiliki oleh masing-masing warga belajar KBU untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Pengangguran adalah warga masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan permanen dalam bidang tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan. Para penganggur ini sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkannya, termasuk ke dalam hal ini adalah
(30)
pengangguran struktural, musiman, siklikal, sukarela dan dukalara, pengangguran terbuka (open unemployment), setengah pengangguran (under unemployment), dan setengah pengangguran yang parah (severe underemployment) dan penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tetapi
tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
Kelompok Belajar Usaha (KBU) adalah kelompok orang yang sepakat untuk saling berinteraksi dengan struktur yang formal untuk saling membelajarkan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya agar masing-masing anggotanya memiliki kecakapan hidup untuk meneruskan kehidupan dimasa datang.
Efektivitas adalah “suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai” (Hidayat dan Syamsulbahri, 2001). Semakin besar prosentase target yang tercapai semakin tinggi tingkat keefektifannya.
PKBM adalah singkatan dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang merupakan salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program-program pendidikan seperti PAUD, pendidikan kesetaraan, keaksaraan, pendidikan pemberdayaan perempuan, kursus, pendidikan kecakapan hidup, dan lain sebagainya.
E. Sistematikan Penulisan
Disertasi ini terdiri atas lima bab. Bab I membahas latar belakang, masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan penjelasan istilah serta sistematika penulisan. Pada Bab I ini, diidentifikasi penyebab seseorang menganggur,
(31)
khususnya dikalangan masyarakat (usia produktif), lalu diformulasikan model pendidikan kecakapan hidup yang dianggap tepat untuk mengatasi masalah pengangguran. Bab II mengemukakan hasil-hasil survey kepustakaan yang terkait dengan konsep kebutuhan, konsep PLS dan PKH yang dilaksanakan untuk mengatasi pengangguran. Bab III membahas tentang metode penelitian berikut langkah-langkahnya seperti pendekatan dan metode, prosedur, lokasi dan subjek penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, dan teknik analisis dan penafsiran data. Bab IV membahas tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Pada bab ini juga dipaparkan tentang deskripsi hasil studi eksplorasi yang terdiri atas gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian deskriptif, rancangan model konseptual, validasi dan revisi model konseptual, ujicoba meodel, efektifitas model dan model akhir, skenario pelaksanaan, dan pembahasan. Bab V merupakan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang terdiri atas beberapa kesimpulan, implikasi dan rekomendasi. Kesimpulan terdiri atas gambaran kondisi faktual PKH yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi pengangguran, model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal, implemtasi model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal, model pendidikan kecakapan hidup yang direkomendasikan dalam mengatasi pengangguran. Pada implikasi terdiri atas implikasi teoritis dan implikasi praktis. Sedangkan pada rekomendasi terdiri pula atas rekomendasi untuk penerapan model dan rekomendasi bagi peneliti lanjutan.
(32)
140
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan “Penelitian Pengembangan” (Research and Development). Menurut Borg and Gall (1979: 624), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”. Kadang- kadang
penelitian ini juga disebut ‘research based development’, yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan
baru melalui ‘basic research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan.
Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal sebagai upaya mengatasi pengangguran di kabupaten Merangin.
Kegiatan mengembangkan, memvalidasi hasil-hasil dan meningkatkan praktik-praktik pendidikan kecakapan hidup bagi pengangguran dalam penelitian ini dilaksanakan melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan untuk menemukan keterampilan baru berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber usaha bagi pengangguran di perdesaan. Penerapan Research and Development dalam penelitian ini bertujuan selain untuk memberikan perubahan, juga untuk
(33)
memecahkan masalah yang sedang dihadapi pemerintah kabupaten merangin, serta untuk meningkatkan kinerja dalam bentuk praktik di lapangan.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Merangin, skema atau program penelitiannya berisi outline tentang apa yang harus dilakukan peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Struktur data lebih spesifik, yang memuat skema, paradigma-paradigma variabel operasional, dan melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural sebagai tujuan penelitian. Perolehan data dapat dilakukan melalui eksplorasi, yaitu dengan cara menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mendalam, serta melakukan pengamatan mengenai aktivitas pengengguran di Kabupaten Merangin. Atas dasar inilah disusunlah konsep strategis bagi pengembangan studi yang dilakukan, yaitu melalui sebuah model pendidikan kecakapan hidup berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran sehingga secara berangsur-angsur mampu memecahkan permasalahan yang dihadapai Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin ke depan.
Penelitian model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal sebagai upaya mengatasi pengangguran dilaksanakan melalui dua metode, yaitu; (1) explorasi yang bersifat kualitatif, dan (2) experimental. Kegiatan eksplorasi secara kualitatif digunakan dengan asumsi bahwa dunia, realitas dan peristiwa yang terjadi sebagai objek suatu studi tentang perilaku manusia dan fenomena sosial, yang dipandang dengan cara bermacam-macam dan oleh orang
(34)
yang berbeda-beda, serta dipahami melalui pendekatan humanistik (Nasution, 1988: 12). Sedangkan pelaksanaan eksperimen digunakan sebagai tahap implemnetasi atau uji coba model pendidikan kecakapan hidup berdasarkan kebutuhan dan potensi lokal.
Kajian penelitian yang digunakan dalam penelitan ini bersifat deskriptif analitik yang secara garis besar memiliki dua tujuan; Pertama, untuk mengetahui kebutuahan dan potensi lokal yang tersedia. Kedua, untuk mendeskripsikan secara rinci tentang fenomena sosial tertentu. Hipotesa dalam penelitian ini tanpa menggunakan rumusan yang begitu ketat, walaupun adakalanya menggunakan hipotesa, namun bukan untuk diuji dengan statistik secara mendalam. (Singarimbun dan Efendi, 1989: 4). Sedangkan secara analitik, analisanya menggunakan metode yang bertujuan untuk menguji hasil secara statistik, dan hasilnya berfungsi untuk memperkuat jawaban secara deskriptif sesuai permasalahan yang diajukan dalam penelitian.
Secara umum kajian penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil dari pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup, yaitu untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan kecakapan hidup bagi pengangguran di Kabupaten Merangin Propinsi Jambi.
B. Prosedur Penelitian
Dengan tidak mengurangi validitas proses dan temuan dalam penelitian ini, Research and Development yang dikembangkan Borg dan Gall (1979: 626),
diadaptasi dan diadakan sedikit modifikasi dalam tahapannya menjadi seperti berikut: (1) Meneliti dan mengumpulkan informasi, termasuk mempelajari
(35)
literatur, melekukan observasi, serta menyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan; (2) merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk mendefinisikan jenis kecakapan hidup yang akan dikembangkan, merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan dan membuat skala pengukuran (instrumen penelitian); (3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model; (4) melakukan validasi model konseptual kepada para ahli atau praktisi; (5) melakukan ujicoba terbatas (tahap I) terhadap model awal; (6) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan analisis data; (7) melakukan ujicoba secara luas (tahap II); (8) melakukan revisi akhir atau penghalusan model, apabila peneliti dan pihak terkait menilai proses dan produk yang dihasilkan model belum memuaskan; (9) membuat laporan penelitian; dan (10) melakukan diseminasi dan distribusi. Menyebarluaskan produk dalam pertemuan-pertemuan, jurnal, dan sebagainya.
Dari sepuluh langkah tersebut, agar proses pendidikan kecakapan hidup menjadi lebih efektif dan efisien berdasarkan tujuan yang diinginkan maka pelaksanaannya dibagi menjadi empat tahap:
1. Studi Pendahuluan
Sebagai bentuk penelitian yang menggunakan desain deskriptif analitik, penulis melakukan ekplorasi dengan mengumpulkan data deskriptif sebanyak mungkin dan menuangkannya dalam bentuk laporan dan uraian. Sedang kegiatan analitik dilakukan sepanjang proses penelitian. Seiring dengan kegiatan ekplorasi juga dilakukan kajian kepustakaan sesuai dengan topik yang akan diteliti seperti: (1) mengkaji dan menetapkan teori umum sebagai sandaran
(36)
dalam pengembangan PLS seperti teori belajar pendidikan nonformal, pemberdayaan masyarakat; serta (2) mengkaji dan menetapkan konsep dari teori-teori pokok sebagai dasar pembuatan model seperti; teori pendidikan, pembelajaran kelompok, pendidikan kecakapan hidup, dan pelatihan. Semua teori tersebut dijadikan sebagai konsep pendukung dalam pelaksanaan penelitian.
Dalam kajian kepustakaan juga dipelajari data-data sekunder dan laporan-laporan penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup yang pernah ada sebelumnya, serta melakukan pengamatan secara umum terhadap berbagai permasalahan dan kebutuhan pelatihan dilapangan. Hasil kajian ini diperoleh draf desain, kemudian didiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa Program S-3 yang memiliki kaitan dengan pendidikan kecakapan hidup yang akan dilakukan. Selanjutnya dikembangkan disain penelitian disertasi berdasarkan kerangka pemikiran dalam draf disain. Disain disertasi kemudian diseminarkan dihadapan para dosen pembimbing dan dilakukan perbaikan sesuai saran-saran pembimbing dari kegiatan seminar.
Pada kegiatan ekplorasi dalam studi pendahuluan dibagi menjadi tiga tahapan:
1) Persiapan; pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan untuk mengadakan studi pendahuluan seperti pengurusan surat izin kelapangan, dan berbagai instrumen yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Dalam tahap persiapan juga dilakukan pengembangan instrumen identifikasi seperti; (a) pedoman wawancara dan daftar isian. Daftar isian diberikan untuk memperoleh data dan informasi yang berkenaan
(37)
dengan identitas diri, dan karakteristik seperti: minat, bakat, keterampilan, masalah, kebutuhan belajar dan potensi lokal yang tersedia bagi calon sasaran program, (b) pedoman wawancara untuk instansi/dinas terkait dan calon tutor. Instrumen yang dibuat kemudian dikonsultasikan dan direvisi atas masukan dari dosen pembimbing. Persiapan dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, selanjutnya dilakukan survey pendalaman.
2) Survey pendalaman; dalam kegiatan ini, peneliti melakukan pengamatan dan
pencatatan kondisi objek penelitian, mengidentifikasi masalah, melakukan survey kebutuhan dan konfirmasi hasil survey dengan pihak terkait. Tujuan survey pendalaman adalah untuk mengumpulkan dan memeriksa data yang tepat, dan seobjektif mungkin mengenai kondisi objek penelitian dan dilakukan secara sistematik. Dari data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk memeperbaiki kondisi yang telah ada. Setelah hasil survey mengenai gambaran umum kondisi pengangguran diperoleh, peneliti selanjutnya melakukan interview terhadap beberapa pejabat dan instansi terkait sehubungan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan. Tujuan interview untuk mengetahui rencana tindakan atau program yang akan dikembangkan di Kabupaten Merangin khususnya terhadap para penganggur. Diantara pejabat atau instansi/dinas terkait yang dikunjungi adalah Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pendidikan Nasional, SKB Kabupaten Merangin, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Peternakan dan Perikanan Kabupaten Merangin dan .
(38)
menjawab perumusan permasalahan (khusus) yaitu: bagaimana kondisi pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi pengangguran di Kabupaten Merangin.
3) Analisis kebutuhan; dilakuan untuk menemukan jenis kecakapan hidup yang
diperlukan para penganggur di kabupaten Merangin yang berbasis kebutuhan dan potensi lokal yang bersifat praktis dan aplikatif. Kegiatan analisis kebutuhan dilakukan sebelum menentukan jenis kecakapan hidup, yaitu dengan membahas hasil kegiatan wawancara dengan calon peserta, dan diperkuat dari masukan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat setempat, dan pihak-pihak dinas instansi terkait kabupaten Merangin. Pada tahap analisis kebutuhan yang diteliti meliputi; (a) analisis kemampuan yang telah dimiliki para pengenggur saat ini; (b) analisis masalah dan kebutuhan keterampilan yang diharapkan; dan (c) analisis potensi lokal yang dapat dikembangkan. Dari hasil analisis atau pengkajian tersebut peneliti akan dapat menentukan jenis pendidikan kecakapan hidup yang dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan berusaha.
2. Penyusunan Desain Model Konseptual
Dalam menyusun desain model konseptual pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal dilakukan berdasarkan hasil studi pendahuluan. Desain model yang disusun dalam penelitian ini menerapkan pendekatan sistem pembelajaran dengan memperhatikan delapan komponen. Secara garis besar kedelapan komponen tersebut tercakup dalam tiga tahap yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Pada tahap perencanaan dilakukan: (1) menentukan tujuan pendidikan kecakapan hidup;
(39)
(2) menentukan materi pembelajaran dan analisis tujuan; dan (3) menentukan kelompok calon peserta dengan mengidentifikasi kemampuan awal yang akan menerima pembelajaran; dan (4) merumuskan tujuan atau tingkat hasil pembelajaran yang ingin dicapai dengan menentukan kawasan belajar tertentu dari setiap materi pembelajaran. Tahap pelaksanaan, terdiri dari; (1) menentukan tes awal (pre-test) dari setiap materi pembelajaran dengan mendasarkan pada tingkat hasil belajar yang telah ditentukan, (2) pengembangan materi pempelajaran; dan (3) pengembangan strategi pembelajaran. Sedang pada tahap evaluasi menentukan komponen, yaitu tes akhir (post-test). Tes ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dari kecakapan hidup yang telah diikuti peserta.
Kegiatan validasi teori dan model kepada ahli, dan uji coba terbatas serta analisis prediktif dan sistemik terhadap hasil uji coba terbatas. Dengan demikian dapat diuji kelayakan sistem dari model yang akan diterapkan. Pengkajian model dilakukan sebelum kegiatan ujicoba dalam bentuk diskusi terfokus dengan para ahli baik dari akademisi dan praktisi yang dilakukan dengan mendatangi atau mengunjungi para ahli. Uraian kegiatan verifikasi model adalah: (1) melakukan validasi teoritis konseptual kepada para ahli selain dosen pembimbing yaitu dari pihak perguruan tinggi STKIP YPM Bangko di Kabupaten Merangin. Alasan kepada pakar dari pihak akademisi tersebut, karena model pendidikan kecakapan hidup yang akan diterapkan berhubungan dengan peningkatan keberdayaan para pengangguran; (2) pengkajian kelayakan model konseptual kepada para ahli dan praktisi dari lembaga/dinas terkait seperti dari Dinas Pendidikan Kabupaten Merangin; (3) melakukan uji coba terbatas, mengenai terapan perangkat model yang representatif untuk diimplentasikan.
(40)
01 X 01
Ujicoba dilakukan tanpa acara pembukaan (secara formal). Fasilitator berkolaborasi dengan peserta melakukan diskusi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal dari peserta.
3. Implementasi Model Konseptual
Implementasi model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal untuk mengatasi pengangguran dilakukan dengan menggunakan desain ekperimental semu atau Pre-Experimental Design satu kelompok dengan Pre-Test dan Post-Test (Borg & Gall, 1989: 536, dan Fraenkel & Wallen, 1993: 128). Tujuan penggunaan desain ini untuk menguji keefektifan model dan validasi model konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau layak terap. Rumusan disain yang digunakan untuk menguji kefektifan model adalah dengan mengunakan disain penelitian. “One-Group Pretest-Posttest Design”. Dalam kegiatan ujicoba tidak menggunakan kelompok kontrol. Disain ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan hasil post-test ujicoba pada kelompok yang diujicobakan. Model ekperimen yang digunakan terlihat pada tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1 One-Group Pretest-Posttest Design Pengukuran Perlakuan Pengukuran
Ekperimen terhadap kelompok sasaran atau para penganggur sebagai warga belajar, dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahapan yaitu:
(41)
1) Perencanaan dan Persiapan; fase ini merupakan kelanjutan dari studi pendahuluan, atau dilakukan setelah melakukan studi awal. Dalam tahap ini dilakukan review atas hasil studi pendahuluan (awal). Beberapa rambu-rambu pertanyaan dalam mereview adalah seperti; apa yang harus dilakukan, tentang apa, siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Pada tahap ini peneliti berkolaborasi dengan nara sumber dan peserta pendidikan kecakapan hidup, dan pada fase ini menghasilkan: (a) gambaran yang jelas tentang model pendidikan kecakapan hidup; (b) garis besar terinci dalam jadwal kegiatan pendidikan; (c) rencana pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pengembangan model pendidikan; (d) cara-cara yang akan digunakan dalam memonitor perubahan-perubahan yang terjadi selama pelaksanaan ekperimen, (e) gambaran awal tentang kejelasan data yang akan dikumpulkan.
2) Pelaksanaan dan observasi; kegiatan pre-test diberikan saat peserta pendidikan kecakapan hidup belum memulai kegiatan pendidikan, yaitu dengan mengisi kuesioner dalam waktu yang telah ditentukan, namun untuk hal-hal yang tidak dipahami peserta dipandu oleh fasilitator. Kuesioner yang diberikan kepada peserta adalah dengan jenis kuesioner tertutup. Hasil pre-test ditabulasikan dan diolah untuk diketahui kemampuan dari tiap-tiap individu dan hasil secara kelompok. Selanjutnya pelatihan keterampilan kecakapan hidup dilaksanakan terhadap kelompok belajar dan implementasi pengembangan pelatihannya dilakukan selama proses penelitian berjalan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman terhadap peserta
(42)
pelatihan dalam pengimplementasian prinsip-prinsip pelatihan, strategi, pendekatan, langkah-langkah yang dilakukan, baik selama dan setelah ekperimen dilakukan. Dalam fase ini peneliti berperan: (a) mengkomunikasikan, mendiskusikan dan menegosiasikan dengan praktisi (peserta pelatihan dan nara sumber) yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan dan pengertian tentang ekperimen yang dilakukan, (b) peneliti melakukan motivasi kepada semua komponen yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan. Pada akhir eksperimen dilakukan post-test melalui kuesioner yang sama untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan model yang dikembangkan. Data post-test dibandingkan dengan data pre-test, kemudian dianalisis untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi selama pelatihan. Pemberian pre-test dan post-test juga bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan individu dalam kelompok antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil ekperimen ini selanjutnuya dilakukan revisi untuk menghasilkan model yang teruji. Observasi atau pemantauan dilakukan selama kegiatan uji coba atau ekperimen berjalan. Kegiatan pemantauan dilakukan secara langsung dengan menggunakan bantuan lembaran observasi, baik dalam bentuk terstrukur maupun yang bersifat terbuka terhadap fenomena yang bersifat menghambat keefektifan ekperimen. Kegiatan observasi dilakukan pada kelompok tunggal dari mulai sebelum diberi pelatihan sampai sesudah diberi pelatihan. Observasi bertujuan untuk melihat segala aktivitas dan akibat atau perubahan yang dialami warga belajar setelah diberikan perlakuan pelatihan.
(43)
3) Evaluasi; hasil yang diperoleh dari hasil observasi dan monitoring merupakan bahan dasar yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan ekperimen. Kegiatan evaluasi terdiri dari kegiatan analisis, interpretasi, dan kejelasan (explanation) dari semua informasi yang diperoleh dari pengamatan. Setiap informasi yang diperoleh dikaji bersama praktisi atau ahli. Informasi yang diperoleh diurai, dicari kaitan satu dengan lainnya, dikaitkan dengan teori tertentu atau temuan dari penelitian lain. Kegiatan evaluasi tidak cukup hanya membandingkan hasil pre-test dan post-test saja, akan tetapi juga semua aktivitas selama kegiatan pendidikan berlangsung. Diantaranya seperti kinerja dan kemampuan fasilitator dalam melaksanakan pendidikan, keaktifan peserta selama mengikuti pendidikan, serta partisipasi dari tokoh masyarakat setempat dan isntansi terkait dalam dan selama pendidikan. Dari hasil proses evaluasi, dan setelah direvisi kemudian ditarik kesimpulan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan atau menetapkan kembali ekperimen berikutnya. Hasil revisi ini merupakan model jadi sebagai inovasi untuk digunakan sebagai model pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dalam mengatasi pengangguran yang siap untuk direkomendasikan dan didesiminasikan. Dalam implementasi model atau selama proses pendidikan berlangsung, peserta memanfaatkan potensi lokal yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Materi pendidikan terdiri dari materi teori dan praktik yang dilakukan selama lk. 4 bulan. Pelaksanaannya tidak terpaku pada jumlah jam walaupun ada jadwal, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Penentuan peserta
(44)
yang berhak untuk mengikuti pendidikan ditetapkan sesuai persyaratan yang ada, dan pemilihannya dilakukan secara purposif.
Langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian pada model pendidikan kecakapan hidup, terlihat dalam bentuk alir pada gambar 3.1 sebagai berikut.
KajianTeoritik Kajian Empirik Naturalistik Naturalistik
Eksperimen Eksperimen
Gambar 3.1 Alir Langkah Penelitian IDEAL
PERUMUSAN DESAIN MODEL KONSEPTUAL
PRAKTIK STUDI PENDAHULUAN
REVISI MODEL KONSEPTUAL VALIDASI MODEL
KONSEPTUAL
AHLI PRAKTISI
UJI COBA TAHAP I
REVISI I MODEL I
UJI COBA TAHAP II
MODEL AKHIR
MODEL II
REVISI II IDEAL IDEAL IDEAL IDEAL
IDEAL IDEAL STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN STUDI PENDAHULUAN PRAKTEK PRAKTEK PRAKTEK PRAKTEK
VALIDASI KONSEPTUAL MODEL
(45)
4. Revisi Model Konseptual
Berdasarkan hasil kegiatan implementasi model pendidikan kecakapan hidup berbasis kebutuhan dan potensi lokal dilakukan, perlu dilakukan penyempurnaan melalui diskusi dengan para pakar (akademisi dan praktisi), dan uji coba terbatas, dilakukan revisi yang antara lain berkenaan dengan cakupan dan relevansi isi model dengan penyelenggara pendidikan kecakapan hidup. Revisi model konseptual selain dari para pakar atau praktisi, dan peserta, juga didukung oleh sumber-sumber bacaan berupa literatur maupun hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan. Selanjutnya, model revisi siap untuk diimplementasikan atau diujicobakan kembali.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Merangin yang diawali dengan studi eksplorasi pada lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kecakapan hidup (PKH) dan dilanjutkan di PKBM Amanah Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Subjek dalam penelitian ini adalah para penganggur yang belum memiliki bekal keterampilan untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Penetapan perserta dilakukan secara purposif berdasarkan data yang ada pada kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan kantor statistik Kabupaten Merangin serta berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat berkenaan dengan pengangguran sebagai calon peserta warga belajar kelompok belajar usaha. Penetapan subjek penelitian dilakukan dengan menganalisis kebutuhan para penganggur berdasarkan potensi lokal sebagai alternatif bidang kecakapan hidup yang akan dipilih.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, dkk. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogina Press.
Abdulhak, I. (2001). Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran. Bandung: UPI.
---. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira. ---. (2000). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang
Dewasa. Bandung: Andira.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skill Education). Bandung: Alfa beta.
Arends, Richardl. (1997). Classroom Instructional Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.
Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: The McGrawHill.
Azwar, S. (2003). Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Borg and Gall. (1979). Educational Research, New York: Pinancing. Washington: The Word Bank.
Brolin, D.E.(1989). Life Centered Career Education: A Competency Based Approach. Reston, VA: The Council for Exceptional Children.
Brookfield, S. (1984). Adult Learner, Adult Education and the Community. New York and London, Teacher College: Columbia University.
Brunner, J.S. (1966). Toward a Thepry of Instruction. Cambrige. Mass: Harvard University Press.
Budiman, A. (2001). Teori pembangunan dunia ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. (1990). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Alih bahasa: Satmoko. Semarang : IKIP Semarang Press.
Conyers, Diana and Hills, Peter. (1984). An Introduction to Development Planning in the Third World. New York: John Willey & Sons.
Coombs, Philip H. & Ahmed, Manzoor (1985). Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non-Formal, alih bahasa oleh Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: CV Rajawali.
Craig, RL., (1976). Trainning and Development Handbook, a Guide to Human Resourrce Development . New York: Mc Graw Hill Book Company.
(2)
Depdiknas. (2003). Life Skills-Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarata: Depdiknas. Depdiknas. (2005b). Tips Memilih Kursus yang Bermutu. [Online]. Tersedia: http:
//www.dikmas. depdiknas.co.id/kursus/05-kursus-tips-pilih.htm.12 September 2010).
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depdiknas. D. Conyers dan Hill. (1984). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (Terjemahan).
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ditjen PLSP. (2003). Program Life Skils Melalui Pendekatan Broad Based Education (BBE). Jakarta : Direktorat Tenaga Teknis Depdiknas.
Engkoswara. (2001). Kurikulum dan Metodologi Pengajaran. Bandung: IKIP.
Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Educaton. New York: Mc.Graw Hill, Inc.
Gagne, R.M dan Briggs, S.J. (1979). Princple of Instructional Designe. New York: Holt Reneihart and Winston.
Gibson, Ivancevich, Donnelly. (1988). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses (Alih Bahasa Nunuk Adiarni). Jakarta: Binarupa Aksara.
Gomes, Faustino Cardoso. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset.
Good, Thomas L, dan Brophy, E. (1973). Educational Psychology. A Realistic Approach. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Hamalik, Oemar. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hamijoyo, S. S., dan Iskandar, Anwas. (1982). Beberapa Catatan tentang Partisipasi
Masyarakat. Prasaran pada Seminar Peranan Lembaga Pendidikan dan Guru dalam Pembangunan Masyarakat Desa di IKIP Bandung.
Hasibuan, M, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Havelock, RG. (1975). The Change Agent’s Guide to Innovation in Education. New Jersey: Englewood Cliffs.
Hidayat, S dan Syamsulbahri, D. (2001). Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Jakarta. Pustaka Quantum.
Johnson, David W. and Johnson, Frank P. (1982). Joining together. New Jersey: Prentice Hall. Inc.
Joyce, Bruce. dkk. (2009). Model Of Teaching. Eight Edition. New Jersey: A Pearson Education, Inc.
Junairiyata, Fajar (2010). Usaha Pembibitan Belut di Lahan Sempit. Jakarta: Penebar Swadaya.
(3)
Katz, S. M. (1970). “Exploring A System Approach to Development Administration”, dalam F. W. Riggs (ed.), Frontiers of Development Administration. Durham. North Caroline: Duke University Press..
Khabibah, S. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Soal Terbuka untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Surabaya: PPS. Kindervatter, Suzanne. (1979). Nonformal Education As An Empowering Process. Massachusetts: Center for International Education University of Masschusetts. Kirpatrick, Donald L, dan Kirpatrick, James D. (2008). Evaluating Training
Programs, Third Edition. California: Berret-Kohler Publishers, Inc.
Knowles, Malcolm. (1980). The Modern Practice of Adult Education. Andragogy Versus Pedagogy. New York: Assosiation Press.
Kurniadi, Dedy. (2009). Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Hidup dalam Peningkatan Kemandirian Anak Tuna Laras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kres Dahana, Warisno. (2010). Budi Daya Belut Sawah & Rawa di Kolam Intensif & Drum. Yokyakarta: Lily Publisher.
Lincoln, Yvona S., & Egon G. Guba (1985). Naturalistik Inquiry. Beverly Hill: Sage Publication.
Marzuki, M. Saleh. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang: IKIP Malang. Maslow, AH. (1970). Motivation and Personality. New York: Harper and Row
Publisher.
Mc. Millan, James H. dan Schumacher, Sally. (2001). Research in Education, Fifth Edition. New York: Longman.
Moekijat. (1990). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Mulyana, Enceng, (2008). Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif Pendidikan Luar sekolah). Bandung: Alfabeta.
Nadler, L. (1982). Designing Training Program: The Critical Events Model. London: Addison Wesley publisihing Compeny.
Napier, R. W., & Gershenfeld, M. K. 1999. Groups: Theory and experience (6th ed.). Boston: Houghton Mifflin.
Napitupulu, W.P. (1979). Nonformal Education Strategies and Management. Jakarta: Depdikbud.
Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Nieveen, N. (1999): “Prototiping to Reach Product Quality”. Dalam Design Approaches and Tools in Education and Training. (Yan van Akker, Robert
(4)
Maribe Branch, Kent Gustafson, Nienke Neiveen, Tjeerd Plomp) Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. hlm. 125 - 135.
Nurulwati. (2000). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. http://tricepti4042.blogspot.com/Diunduh, 4-3-2010. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun (2005). Tentang Standar Nasional
Pendidikan. Sekretarian Jenderal Depdiknas.
Purwanto, dkk. (1979). Administrasi pendidikan. Jakarta: Mutiara.
Putong, Iskandar, (2008). Economics: Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rakhmat, J. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.
Redaksi Agro Media. (2008). Budi Daya Belut di Pekarangan Rumah. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Rogers, Everett M. (1985). Communicatiuon Technology. New York: The Free Press.
--- (1983). Diffusion of Innovasions. Third edition. New York: A Division of Macmillan Publishing CO., Inc.
Rogers. ( 1994). Teaching Adults. Milton Keynes-Philadelphia: Open University Press.
Rogers, dkk. (1988). A Conceptual Variable Analysis of Technological Change: Rural Sociology. New York: The Free Press.
Roy, Ruslan. (2008). Petunjuk Praktis Beternak Belut. Jakarta: Agro Media Pustaka. Roy, Ruslan dan Haryanto, Bagus. (2009). Pembesaran Belut di Dalam Tong &
Kolam Terpal. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Roy, Ruslan. (2009). Buku Pintar Budi Daya & Bisnis Belut. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Saparindo, Cahyo. (2009). Panduan Lengkap Belut.Jakarta: Penebar Swadaya. Sarwono, Sarlito Wirawan. (1999). Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi.
Satori, D. (2002). Implemntasi Life Skill dalam Konteks Pendidikan di Sekolah. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 034 (8). Januari 2002.
Schramm, W. (1993). Media Besar Media Kecil. Diterjemahkan leh Agafur. Semarang: IKIP Semarang Press.
Siagian, SP. (1994). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Bumi Aksara. Siagian, SP. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Bumi Aksara. Siegel, S. (1986). Statistik Non Parametrik. Jakarta : PT. Gramedia.
Sihombing, U. (1999). Pendidikan Luar Sekolah, Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD. Mahkota.
Simamora, H. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YPKN.
(5)
Singarimbun, Mari, dan Effendi, Sofian. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S.
Soedomo, M. (1989). Pendidikan Luar Sekolah Ke Arah Pengembangan sistem Belajar Masyarakat. Jakarta: P2LPTK-Depdikbud.
Steers, R. M. (1980). Problems in the measurement of organizational effectiveness. Administrative Science Quarterly. Santa Monica: Goodyear.
Stringer, E.T. (1996). Action Research: A Handbook for Practisioner. Thousand Oak London: Sage Publication.
Sudantoko, Djoko dan Hamdani, Muliawan. (2009). Dasar-dasar Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta Selatan: PT. PP. Mardi Mulyo.
Sudjana, Djudju. (2004). Pendidikan Nonformal: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah dan Teori Pendukung, serta Azas. Bandung: Falah Production.
Sudjana, Djudju. (2004). Manajemen Program Pendidikan, untuk pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production.
---. (2007). Sistem & Manajemen Pelatihan: Teori & Aplikasi. Bandung: Falah Production.
---. (2000). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.
Sudrajat, Akhmat. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran [Online], tersedia: http://www.psb-psma. org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran. [25 Juni 2010].
Soekanto, S. (1985). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Sumantri, S. (2000). Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.
Sundoro, Sonson. (2009). Panduan Singkat Teknik Budidaya dan Pemeliharaan Belut (Monoterus Albus). Bandung: Dapetan Eels Farm.
Suryana (2003). Kewirausahaan; Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta : Salemba Empat.
Suwondo, Kutu. (1998). Struktur Sosial dan Kemiskinan. Salatiga: Yayasan Bina Dharma.
Taba, Hilda. (1962). Curriculum Development: Theory and Practice. New York: Harcourt Brace Jovanavitch, Inc.
Tiffin, John, dan Rajasingham, L. (1995). In search of The Virtual Class: Education in An Informational Society. London: Routledge.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beorientasi Konstruktif Konsep, Landasan Teoritis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
(6)
Trisnamansyah, S. et al. (1995). “Studi Tentang Karakteristik Kebutuhan Pendidikan Pasca Melek Huruf dan Pendidikan Berkelanjutan dalam Hubungan dengan Kebutuhan Tenaga Kerja Sektor Industri di Jawa barat”. Dalam Mimbar Penelitian No. 26 Juli 1995.
---. (2003). Filsafat, Teori dan Konsep Dasar PLS. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
---. (1984). Perencanaan Pendidiikan Luar Sekolah. Bandung: FIP IKIP. Twinning. J.E. (1991). Strategies For Active Learning. Boston: Perubaallyn Bacon. Undang-undang No. 20 tahun2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Balai Pustaka.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Veithzal Rivai, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Weider, E.W. (1970). Development administration in Asia. Durham: Duke University Press.
Wijatno, Serian. (2009). Pengantar Entrepreurship. Jakarta: Grasindo.
Yakin, Addinul. (2004). Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Akademika Presindo.