Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)

(1)

PERAN USAHA INDUSTRI KECIL PANGAN

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS DI KECAMATAN BANGKO

KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI)

T E S I S

Oleh

ARZALVERY AGUS

067003004 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERAN USAHA INDUSTRI KECIL PANGAN

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS DI KECAMATAN BANGKO

KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARZALVERY AGUS

067003004 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Penelitian : PERAN USAHA INDUSTRI KECIL PANGAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI)

Nama : ARZALVERY AGUS

NIM : 067003004

Program Studi : PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN (PWD – PWK)

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Bachtiar Hassan Miraza Ketua

Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D Anggota

Kasyful Mahalli, S.E, M.Si Anggota

Ketua Program Studi,

Prof. Bachtiar Hassan Miraza

Direktur,


(4)

Tanggal Lulus : 14 Februari 2008 Telah diuji pada

Tanggal : 14 Februari 2008

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza

Anggota : Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D Kasyful Mahalli, S.E, M.Si

Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, S.E Ir. Agus Purwoko, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (magister), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, Februari 2008 Yang Membuat Pernyataan,

Arzalvery Agus NIM. 067003004


(6)

ABSTRACT

This research is entitled “The Role of Food Small Industry to Regional Development (A Case Study in Bangko Sub-district, Merangin Regency, Jambi Province) under the assistance of Prof. Bachtiar Hassan Miraza as Chairman of Consultant Committee, Prof. Aldwin Surya, M.Pd, Ph.D and Kasyful Mahalli, SE, M.Si as the member of Consultant Committee.

The background of this research is taken from small and medium industry business in Merangin regency from 2004 up to 2006 with the increased number for 164 units or it is increased for 24,5%. The needs for the labors is also increased for 512 persons or 17,12%. From the available small industries in Bangko sub-district, it is dominated by food small industry, namely food and beverage processing with the number for 102 units. The objective of this research is to know the description of the availability of food small industry, to analyze the influence of production factors to the output of food small business and to know the role of small business industry tothe regional development in Merangin regency, particularly in Bangko sub-district.

The method of research is descriptive analytical using frequency distribution table and equation regression model of Coubb-Douglas. It is used to answer of how is the influence between production factors (labor and working capital) to the output production with data processing analysis using Software SPSS 13,00 program.

The result of research shows that the activities of food small business in Bangko sub-district, Merangin regency gives positive influence to the regional development such as therecruitment of labors, the availability of work for the labors in the small food business and to reduce the unemployment rate in Merangin regency, the increased of community income obtained by the entrepreneurs and the wage accepted by the labors, the usage of local raw material, the existence of science transformation which is performing by the entrepreneurs to the labors. The marketing of production is not only in the local region, but also beyond of the region.

It is suggested for the government of Merangin regency in order to attempt the creation of conducive climate for business, as the facilitator between Micro Financial Institution either for the bank or non-bank with small industry in the case of capital aids by enlarging the special credit skim and the facilitating in business license procedure for the labors, taxes reduction and others. Small industry and it is particularly food small industry may form the association and promotion development among business doers for adding the role in the development of information network which is required for food small business development.

Key words : The Role of Food Small Industry, Production, Labor, Working capital and Regional development.


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)” di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Aldwin Surya, M.Pd, Ph.D dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Latar belakang dari penelitian ini adalah usaha industri kecil dan menengah di Kabupaten Merangin dari tahun 2004 hingga tahun 2006 mengalami peningkatan jumlah unit usaha sebanyak 164 atau naik sebesar 24,5 % dan juga untuk penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan sebanyak 512 orang atau naik sebesar 17,12 %. Kemudian dari industri kecil yang ada di wilayah Kecamatan Bangko sebanyak 298 unit usaha industri kecil tersebut lebih banyak didominasi oleh usaha industri kecil pangan yakni usaha pengolahan makanan dan minuman dengan jumlah industri kecil yang ada sebanyak 102 unit usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keberadaan usaha industri kecil pangan, menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi usaha industri kecil pangan dan mengetahui peran apa saja dari kegiatan industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan model persamaan regresi Coubb-Douglas

digunakan untuk menjawab bagaimana pengaruh antara faktor-faktor produksi (modal kerja dan tenaga kerja) terhadap hasil produksidengan analisis pengolahan data menggunakan bantuan program Software SPSS 13,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin memberikan pengaruh yang positif terhadap pengembangan wilayah di antaranya perekrutan tenaga kerja yang dapat menyerap tenaga kerja dan terserapnya tenaga kerja ikutan akibat adanya kegiatan usaha industri kecil pangan ini, sehingga dapat mengurangi jumlah angka pengangguran di Kabupaten Merangin, peningkatan pendapatan masyarakat dari keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha dan upah yang diterima oleh pekerja, penggunaan bahan baku lokal, adanya transformasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para pengusaha industri kecil pangan kepada para pekerjanya dan pemasaran hasil produksi tidak hanya pada wilayah lokal tetapi juga pada wilayah luar daerah.

Beberapa yang perlu disarankan adalah perlunya pemerintah daerah Kabupaten Merangin mengupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif, menjadi fasilitator antara Lembaga Keuangan Mikro (LKM) baik bank atau non bank dengan industri kecil dalam hal bantuan permodalan dengan memperluas skim kredit khusus, dan penyederhanaan prosedur perizinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. Industri kecil khususnya industri kecil pangan dapat membentuk asosiasi dan pengembangan promosi bersama.

Kata kunci : Usaha industri kecil pangan, Produksi, Modal kerja, Tenaga kerja dan Pengembangan wilayah.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi). Tesis ini dibuat untuk melengkapi kewajiban studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

Secara general masalah pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran usaha industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko. Dengan demikian apabila permasalahan ini dapat dijawab maka hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi perencanaan pembangunan dan pengambil kebijaksanaan dalam merumuskan rencana pengembangan usaha industri kecil khususnya industri kecil pangan di wilayah Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.

Keberhasilan pengerjaan dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D dan Kasyful

Mahalli, S.E, M.Si., selaku komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan petunjuk, pengarahan dan membimbing penulis sejak awal penyusunan proposal sampai selesainya tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Drs. Rujiman, MA, DR. lic.rer.reg. Sirojuzilam, S.E dan Ir. Agus Purwoko, M.Si., selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Bupati Merangin H. Rotani Yutaka, SH atas bantuan dan dukungannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin, Camat dan Sekcam Bangko serta seluruh staf yang telah membantu dalam proses penelitian studi ini.

9. Ayahanda H. Agusram, S.IP dan Drs. Syamsir, ibunda tercinta Hj. Ratna Dewi dan Adiwarti, B.Sc., adikku Arnifitry Agus dan Satria Ronaldy, S.Kom yang telah memberikan semangat dan dukungan serta do’anya.

10.Istriku yang tersayang dr. Nur Ekasari yang telah menemani penulis dalam suka maupun duka selalu memberikan dorongan semangat dan pengertiannya selama ini dalam usaha penyelesaian penulisan tesis.

11.Teman-teman kuliah di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara khusunya kepada Nasir, Dharmawan, Welly, Jimmy dan Achmad terima kasih atas dukungannya.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna maka diharapkan kepada para akademisi, mahasiswa dan para pembaca kiranya dapat memberikan sumbang saran, sumbang pendapat dan kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan yang akan datang.

Medan, Januari 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi pada tanggal 24 Agustus 1980 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari ayah yang bernama H. Agusram, S.IP dan ibu Hj. Ratna Dewi. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1992 di SDN 188/VI Bangko, menamatkan Sekolah Menengah Tingkat Pertama tahun 1995 di SMPN 3 Bangko dan Sekolah Menengah Umum Titian Teras Jambi tahun 1998. Memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Pemerintahan pada Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) di Bandung pada tahun 2002.

Setelah menyelesaikan kuliah, penulis langsung ditempatkan sebagai Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Pemerintah Kabupaten Merangin Provinsi Jambi hingga saat ini. Pada awal tahun 2006 penulis mendapatkan kesempatan tugas belajar dari Pemerintah Kabupaten Merangin untuk meneruskan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) dengan bidang keahlian Perencanaan Pembangunan Wilayah Kota (PWK) Universitas Sumatera Utara Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.5. Batasan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Pengembangan Wilayah... 10

2.2. Pengertian dan Jenis-jenis Industri Kecil... 14

2.3. Faktor-faktor Produksi ... 19

2.4. Pengertian Pendapatan ... 21

2.5. Peranan Industri Kecil Dalam Pembangunan Wilayah ... 22

2.6. Industri Pangan ... 25

2.7. Penelitian Terdahulu ... 29


(12)

2.9. Hipotesis... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Lokasi dan Waktu ... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Teknik Analisis Data... 39

3.5. Definisi Operasional... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Merangin dan Kecamatan Bangko... 45

4.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Merangin dan Kecamatan Bangko ... 45

4.1.2 Penduduk... 48

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Merangin . 52 4.1.4. Kondisi Sosial Ekonomi Kecamatan Bangko 54 4.2. Karakteristik Responden ... 61

4.3. Gambaran Keberadaan Usaha Industri Kecil Pangan Di Kecamatan bangko Kabupaten Merangin... 67

4.4. Pendapatan ... 75

4.5. Hasil Produksi ... 77

4.6. Pengujian Hipotesis... 78

4.7. Pengembangan Wilayah... 87

4.8. Temuan Kajian ... 92

4.9. Implikasi Kajian ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97


(13)

5.2. Saran... 99

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 101 LAMPIRAN... 104


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman Tabel 1.1. Perkembangan Usaha Industri Kecil dan Menengah (IKM)

Kabupaten Merangin Tahun 2004 s/d 2006... 6 Tabel 3.1. Jenis Komoditi Industri Kecil Pangan di Kecamatan Bangko

Kabupaten Merangin... 38 Tabel 3.2. Penentuan Sampel Usaha Industri Kecil Pangan di Kecamatan

Bangko Kabupaten Merangin ... 39 Tabel 4.1. Luas Wilayah Kecamatan Bangko per Kelurahan dan Desa ... 47 Tabel 4.2. Luas Penduduk Kabupaten Merangin menurut Kecamatan

Pada Tahun 2000 – 2006 ... 49 Tabel 4.3. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan

Bangko per Kelurahan dan desa Tahun 2006 ... 51 Tabel 4.4. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Merangin menurut

Lapangan Usaha Tahun 2003- 2006, berdasarkan harga

konstan tahun 2000 ... 52 Tabel 4.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merangin

Tahun 2003 – 2006 ... 54 Tabel 4.6. Banyaknya Lapangan Usaha Keluarga menurut Mata

Pencaharian di Kecamatan Bangko Tahun 2006 ... 55 Tabel 4.7. Banyaknya Fasilitas Pendidikan, Murid/Mahasiswa dan

Guru/Dosen di Kecamatan Bangko Tahun 2006 ... 57 Tabel 4.8. Banyaknya Sarana Kesehatan di Kecamatan Bangko

Tahun 2006 ... 59 Tabel 4.9. Banyaknya Tenaga Kesehatan di RSUD dan RS DKT menurut

Jenis Keahlian Tahun 2006... 60

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan


(15)

Tabel Judul Halaman Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Status Kepemilikan Modal... 68 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Jumlah Tenaga Kerja ... 69 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Struktur Permodalan Modal Kerja ... 71 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Sumber Bahan Baku ... 72 Tabel 4.15. Perkembangan Produksi Palawija di Kabupaten Merangin

Tahun 2006 ... 73 Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Pemasaran Hasil Produksi... 74 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Pendapatan Responden ... 75 Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan

Besarnya Hasil Produksi ... 77 Tabel 4.19. Hasil Analisis Statistik antara Hasil Produksi dengan

Modal Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja ... 84 Tabel 4.20. Perkembangan Usaha Industri Kecil Pangan di Kecamatan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran... 32

3.1 Peta Kabupaten Merangin... 35

4.1 Grafik Umur Pengusaha Industri Kecil Pangan... 62

4.2 Grafik Tingkat Pendidikan Pengusaha Industri Kecil Pangan…... 63

4.3 Grafik Pengalaman Kerja Pengusaha Industri Kecil Pangan... 65

4.4 Grafik Tanggungan Keluarga Pengusaha Industri Kecil Pangan... 65

4.5 Hasil Pengujian Normalitas... 80


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian... 104

2 Data Primer Hasil Penelitian... 109

3 Data Primer Hasil Penelitian... 110

4 Hasil Analisis Uji Statistik... 111


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu visi pembangunan Indonesia untuk jangka menengah (2004 – 2009) adalah terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini berarti pembangunan ekonomi diarahkan pada pendayagunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan out put berupa produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Wujud dari kesejahteraan masyarakat itu adalah terlaksananya pembangunan yang merupakan suatu proses berkelanjutan guna mencapai suatu keadaan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya. Berbagai usaha selalu dijalankan dengan memperhatikan situasi, kondisi, potensi dan sumber daya serta keterbatasan yang ada. Besar kecilnya kegiatan usaha yang berhubungan dengan pendayagunaan kemampuan lokal dalam membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat tergantung dari jenis usaha yang digeluti oleh masyarakat dalam pembangunan. Hasil pembangunan tidak hanya ditujukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dibidang ekonomi saja tetapi juga untuk tujuan-tujuan lainnya yang berdampak luas seperti berlangsungnya proses industrialisasi.


(19)

Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi di Indonesia sejak Pelita pertama hingga saat ini telah mencapai hasil yang diharapkan. Setidaknya industrialisasi telah mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara, di mana terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian (sering disebut sektor primer), sementara kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat. Kecenderungan ini terlihat pada tahun 1965, sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (56 %); sementara sektor industri baru menyumbang 13 % dari Produk Domestik Bruto. Dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,9 % selama 1965-1980 dan 6,1 % selama 1980-1992, ternyata sektor industri telah menggeser peranan sektor pertanian dalam pembangunan. Pada tahun 1992, sektor industri secara keseluruhan menyumbang 40 % terhadap Produk Domestik Bruto, di mana peranan industri manufaktur cukup menonjol karena menyumbang 21 % terhadap Produk Domestik Bruto. Pada tahun yang sama, sumbangan sektor pertanian merosot drastis hingga tinggal 19 % dari Produk Domestik Bruto. Ini sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan sektor pertanian, dari rata-rata 4,3 % per tahun selama 1965-1980 menjadi 3,1 % selama 1980-1992. Singkatnya sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian (Kuncoro, 2007).

Proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri sebagai penggerak utama terhadap peningkatan pendapatan laju pertumbuhan


(20)

ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Dengan demikian industrialisasi merupakan instrumen yang harus mampu mentransformasikan sektor pertanian, pariwisata, pertambangan dan energi, perhubungan dan jasa yang semakin produktif. Pelaksanaan pembangunan perlu diusahakan keterkaitan yang semakin erat antar sektor industri dan sektor-sektor pembangunan lainnya. Pembangunan antar sektor yang berkaitan tersebut harus dikembangkan dengan dasar saling menguntungkan dan menunjang antara industri besar, menengah dan industri kecil, dengan adanya proses industrialisasi ini maka akan menghasilkan permintaan yang meningkat akan bahan-bahan baku dan barang-barang setengah jadi serta komponen-komponen bagi industri pada berbagai tahapannya untuk meningkatkan hasil produksi dalam negeri karena industri kecil dapat membantu kebutuhan industri berskala menengah dan besar sehingga diperoleh struktur ekonomi yang seimbang.

Menurut Mahalli (2006) peranan industri kecil dan menengah kembali menarik perhatian banyak pengamat pasca krisis ekonomi ekonomi. Hal ini terlihat dari banyaknya usaha kecil dan menengah yang bertahan ditengah krisis ekonomi menerpa bangsa Indonesia. Kemudian menurut Tambunan dalam Mahalli (2006), masa krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 sesungguhnya telah memberikan suatu pelajaran bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi pemerintah utamanya dalam perencanaan ekonomi. Penghargaan itu adalah kegagalan pilihan strategis berbasis usaha besar dimana pemerintah telah memberi bantuan yang besar, baik itu bantuan fisik (fasilitas) ataupun alokasi kredit (permodalan) tetapi berakhir pada piramida struktur dan kinerja industri yang lemah. Sebaliknya sangat beralasan untuk


(21)

menyimpulkan bahwa kalau bukan karena peranan usaha kecil menengah keterpurukan ekonomi akan lebih buruk dari apa yang dialami pada periode krisis hingga pemulihan ekonomi (1997-2004).

Sektor usaha kecil memiliki peranan yang penting dalam menjawab tantangan-tantangan pembangunan yaitu perluasan tenaga kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah jumlahnya dan peningkatan ekspor. Oleh karena itu, kita harus memelihara komitmen yang besar terhadap upaya meningkatkan sektor usaha kecil (Jusuf, 1996). Pembangunan sektor industri yang berskala kecil perlu ditingkatkan dan diperluas karena mempunyai potensi besar dalam proses pembangunan khususnya dalam menyerap tenaga kerja dan memperluas lapangan kerja apabila dibandingkan dengan kelompok industri lainnya. Hal ini disebabkan karena industri kecil sering dikaitkan dengan modal kecil, teknologi rendah, karakter tradisional dan tingkat efisiensi yang rendah.

Berdasarkan uraian di atas maka suatu perencanaan pembangunan wilayah penting dilakukan agar dapat merangsang terciptanya kesempatan kerja dan mampu mengurangi pengangguran pada suatu daerah khususnya pada Kabupaten Merangin dengan salah satu alternatifnya adalah pengembangan industri kecil. Menurut Hasibuan dalam Saragih (1997) industri kecil dan kerajinan rumah tangga dapat berfungsi sebagai memperluas kesempatan kerja; membuka kesempatan berusaha; meningkatan pendapatan; menumbuhkan kemampuan dan kemandirian dan penghasil devisa. Di samping itu, terdapat beberapa alasan yang kuat tentang eksistensi industri kecil dalam perekonomian indonesia yaitu sebagian besar populasinya berada di


(22)

daerah pedesaan sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan yang relatif berkurang maka industri kecil merupakan jalan keluar, beberapa jenis industri kecil banyak menggunakan bahan baku dari sumber dilingkungan terdekat sehingga menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah dan harga jual relatif murah dan tingkat pendapatan kelompok bawah yang rendah sesungguhnya merupakan kondisi tersendiri yang memberi peluang bagi industri kecil untuk tetap bertahan (Saleh, 1986).

Kabupaten Merangin merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi dengan luas wilayah 7.679 Km² yang terdiri dari 9 (sembilan) Kecamatan dan salah satu diantaranya adalah Kecamatan Bangko yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Merangin. Daerah ini memiliki jumlah penduduk 289.296 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 2,01% selama kurun waktu 2000 – 2006. Pendapatan regional perkapita di Kabupaten Merangin pada tahun 2006 atas dasar harga konstan 2002 adalah Rp. 2.717.825,00 berarti terjadi peningkatan sebanyak Rp. 26.548 atau 0,99% jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 2.691.277,00 (Bappeda Kabupaten Merangin, 2006).

Di Kabupaten Merangin terdapat 834 unit usaha industri kecil dan menengah dengan jumlah tenaga kerja yang terpakai sebanyak 3.502 orang pada tahun 2006 dan di antaranya terdapat di Kecamatan Bangko sebanyak 298 unit usaha industri kecil dari berbagai jenis komoditi yang dihasilkan berdasarkan data potensi prioritas industri kecil tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.


(23)

Tabel 1.1. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kabupaten Merangin Tahun 2004 s/d 2006

NO Tahun Unit Usaha Tenaga Kerja

1 2004 670 2.990

2 2005 717 3.128

3 2006 834 3.502

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin, Tahun 2006.

Dari tabel di atas diketahui bahwa industri kecil dan menengah di Kabupaten Merangin dari tahun 2004 hingga tahun 2006 mengalami peningkatan jumlah unit usaha sebanyak 164 atau naik sebesar 24,5 % dan juga untuk penyerapan tenaga kerja mengalami peningkatan sebanyak 512 orang atau naik sebesar 17,12 %. Kemudian dari industri kecil yang ada di wilayah Kecamatan Bangko sebanyak 298 unit usaha industri kecil tersebut lebih banyak didominasi oleh usaha industri kecil pangan yakni usaha pengolahan makanan dan minuman dengan jumlah industri kecil yang ada sebanyak 102 unit usaha.

Untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap keberadaan usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana peran usaha industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah, dengan penelitian yang berjudul ”Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)”.


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh faktor-faktor produksi (modal kerja dan tenaga kerja) terhadap hasil produksi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin ?

2. Bagaimanakah peran usaha industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko ?

1.2.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi (modal kerja dan tenaga kerja) terhadap hasil produksi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko.

2. Untuk mengetahui peran apa saja dari kegiatan industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.


(25)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kajian ini diharapkan berguna untuk:

1. Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi

a. Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pemerintah terutama Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi khususnya pemerintah Kabupaten Merangin dalam merumuskan strategi pembangunan wilayah dan menetapkan kebijaksanaan serta pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah usaha industri kecil pangan.

b. Sebagai bahan informasi bagi para perencana pembangunan dan pengambil kebijakan untuk pengembangan usaha industri kecil pangan di wilayah Kabupaten Merangin.

2. Pelaku usaha industri kecil pangan, yaitu untuk menambah informasi kepada para pengusaha industri kecil khususnya pengusaha industri kecil pangan dalam meningkatkan hasil produksinya.

3. Kalangan Akademisi

Diharapkan dengan penelitian ini akan menjadi bahan masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai usaha industri kecil pangan.

4. Lembaga keuangan bank dan bukan bank, yaitu sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi lembaga bank dan bukan bank untuk dapat menyalurkan kredit sebagai sumber modal bagi usaha industri kecil pangan sehingga dapat mengembangkan usaha mereka.


(26)

1.5. Batasan Penelitian

Adapun yang menjadi batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis gambaran keberadaan usaha industri kecil pangan di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko dilihat dari status kepemilikan usaha, status kepemilikan modal, jumlah tenaga kerja, struktur permodalan usaha, sumber bahan baku dan pemasaran hasil produksi.

2. Menganalisis faktor-faktor produksi yaitu modal kerja dan tenaga kerja terhadap hasil produksi usaha industri kecil pangan di wilayah Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.

3. Menganalisis peran usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin terhadap pengembangan wilayah dilihat dari penyerapan tenaga kerja dan pemasaran hasil produk.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengembangan Wilayah

Pembangunan berdasarkan pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai suatu rencana dan aktivitas pembangunan yang terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga arah pembangunan antar daerah dalam suatu wilayah menampung kebutuhan yang semakin tinggi. Perlu ada kerja sama antar daerah didalam melaksanakan aktivitas pembangunan di daerah, pada dasarnya memiliki karakteristik potensi ekonomi dan sosial yang hampir sama bahkan saling menguatkan. Kerjasama ini dimaksudkan agar pembangunan daerah bisa berjalan secara optimal melalui penciptaan sinergi atas penggunaan potensi ekonomi yang ada. Untuk saat ini pembangunan di daerah berlandaskan pada potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia didaerah. Pemanfaatan kedua potensi inilah yang perlu dikerjasamakan sehingga dapat menciptakan suatu hasil atau manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan bekerja sendiri. (Miraza, 2005). Oleh karena itu, diharapkan pemerintah terutama pemerintah daerah kabupaten/kota mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan perencanaan dan pengembangan wilayah yang dapat dilihat dari pembangunan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut sehingga memerlukan suatu keteraturan dan rambu-rambu yang nantinya tidak melanggar koridor yang telah ditetapkan.


(28)

Pentingnya perencanaan dan pengembangan wilayah terpadu yang akan mengkombinasikan semua potensi yang dimiliki oleh kabupaten/kota, semakin terasa sejalan dengan banyaknya pemekaran Kabupaten/kota di Indonesia. Meskipun masing-masing kabupaten/kota memiliki keunggulan dan potensi kewilayahan yang akan membedakannya dengan wilayah lain yang bersampiran, namun keunggulan itu idealnya dipadukan dengan keunggulan dari kawasan lain, sehingga synergy effect

yang ditimbulkan akan semakin memperkuat kedua kawasan tersebut (Surya, 2006). Pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya dalah bersifat meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produk-produk maupun melalui berbagai jenis kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan (Samosir, 2000). Peningkatan kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan wilayah pada wilayah yang bersangkutan, sehingga keseluruhan usaha yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses perkembangan wilayah (Purnomosidi, 1981).

Sukirno (1985) memberikan pengertian wilayah atau daerah dalam tiga hal yaitu: daerah homogen, daerah modal dan daerah administratif. Pengertian pertama menganggap bahwa suatu daerah sebagai suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku diberbagai pelosok ruang tersebut yang mempunyai sifat-sifat sama


(29)

seperti pendapatan penduduk, agama, suku bangsa atau struktur ekonominya. Pengertian kedua bahwa daerah sebagai ruang ekonomi yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Pengertian yang ketiga adalah memberikan batasan suatu daerah berdasarkan pembagian administrasi dari suatu negara seperti provinsi, kabupaten, desa dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah administrasi merupakan wilayah perencanaan yang merupakan suatu ruang ekonomi yang berada di bawah satu tingkat tertentu seperti provinsi, kabupaten, desa dan sebagainya. Untuk tujuan analisis dan pembahasan aspek pembangunan wilayah dalam penelitian ini digunakan pengertian wilayah administrasi sebagai unit analisis wilayah perencanaan.

Menurut Miraza (2005) perencanaan wilayah adalah suatu perencanaan yang berjangka panjang, bertahap dan tersistematik dengan suatu tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas itu adalah yang menyangkut pada keseluruhan kepentingan steakholders, baik masyarakat dari berbagai lapisan, kelompok pengusaha maupun pemerintah sendiri. Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatn potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakn secara fully dan

efficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Disamping itu kita juga perlu memikoirkan bagaimana dunia usaha dapat berkiprah secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua keadaan ini bagi melangsungkan pemerintahan yang baik.


(30)

Meskipun terdapat banyak konsep tentang perencanaan pembangunan wilayah tetapi pakar ekonomi wilayah sependapat bahwa tujuan pembangunan wilayah merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional yang antara lain adalah mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang lebih tepat dan menyediakan kesempatan kerja yang cukup serta wilayah menjadi lebih baik disegala sektor yang meliputi sektor jasa, industri, pertanian dan sektor lainnya dengan memperhatikan dan menyelaraskan penggunaan potensi yang ada secara baik dan benar. Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan (Riyadi, 2002). Kemudian Menurut Hadjisaroso (1994) sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan kedalam kerangka pembangunan nasional dan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu dengan tujuan :

1. Mencapai pertumbuhan pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat 2. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup,

3. Pemerataan pendapatan,

4. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah,


(31)

2.2Pengertian dan jenis-jenis industri kecil

Pemberdayaan usaha kecil sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian kedepan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Adanya krisis perekonomian nasional seperti sekarang ini sangat mempengaruhi stabilitas sosial, ekonomi, politik yang imbasannya berdampak pada kegiatan usaha besar yang semakin terpuruk, sementara usaha kecil masih dapat mempertahankan kegiatan usahanya (Prawirikusumo, 2001).

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor industri kecil terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan industri kecil perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya industri kecil. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan industri kecil Pengembangan industri kecil sebagai salah satu strategi kebijakan nasional, berperan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Industri kecil mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh sebab selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, memperluas lapangan kerja dan kontribusinya terhadap pendapatan juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan.


(32)

Selain itu mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 yang dimaksud dengan usaha kecil adalah “usaha yang memiliki total asset maksimum Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati”. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta. Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah “kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Definisi industri kecil berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki oleh industri kecil tersebut. Adapun kriteria usaha kecil menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tersebut adalah sebagai berikut :

1 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah; 3 Milik Warga Negara Indonesia;


(33)

4 Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

5 Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Mahalli (2006) telah memberikan batasan tentang industri kecil dan menengah (IKM) berdasarkan kriteria besarnya jumlah tenaga kerja yaitu :

1. Kerajinan rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar.

2. Usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 19 orang. 3. Usaha menengah sebanyak 20 – 99 orang.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 133 Tahun 1979 dalam Samosir (2000), pada prinsipnya didasarkan pada kriteria investasi di luar gedung dan tanah tidak lebih dari Rp. 70 juta atau nilai invetasi per tenaga kerja tidak lebih dari Rp. 625.000,- dan telah disesuaikan kembali melalui Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 1990 dikatakan bahwa industri kecil adalah kegiatan yang nilai kekayaannya tidak lebih dari Rp. 600 juta, tidak termasuk nilai rumah dan tanah yang ditempati.

Melihat perkembangan bisnis diera global, peluang bisnis bagi industri kecil semakin besar. Salah satu penyebanya adalah terjadinya peningkatan pemilikan pendidikan dari putra-putri pengusaha kecil, sehingga wawasan yang dimiliki


(34)

semakin luas. Menurut Surya (2002), sejumlah peluang bisnis bisa diraih usaha kecil antara lain di bidang manufaktur, jasa, waralaba (franchising), grosir dan pengecer. Di bidang grosir dan pengecer, peluang bisnis usaha kecil semakin marak sejalan dengan banyaknya pemukiman di daerah pinggiran yang dibangun oleh para pengembang (developer), terutama pasca pemekaran wilayah. Peluang itu misalnya dalam penyediaan bahan baku makanan seperti sayuran dan buah-buahan serta beragam jenis komoditi industri kecil pangan. Di beberapa kabupaten/kota, jenis komoditi hasil industri kecil pangan memberi kontribusi pendapatan yang berarti bagi warga sehingga dapat membantu pendapatan keluarga.

Secara umum sektor usaha industri kecil memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak direvisi terus menerus sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.

2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang tinggi. 3. Modal terbatas.

4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas.

5. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

6. Kemampuan pemasaran hasil produksi dan negoisasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.


(35)

7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar dan harus transparan ( Anoraga dan Sudantoko, 2002).

Sedangkan menurut Tulus Tambunan (2002) dalam Siregar (2003), karakteristik dari industri kecil adalah:

1. Kategori industri kecil lebih modern dibandingkan industri rumah tangga. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan ditempat khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau pemilik usaha.

2. Membuat produk non-inferior untuk kelas masyarakat berpendapatan menengah ke atas.

3. Penghasilan relatif tinggi.

4. Kegiatan ditentukan oleh pasar output. 5. Nilai investasi awal besar.

6. Pertumbuhan besar dan memakai lebih banyak tenaga kerja dibayar serta tujuan usaha adalah maksimalisasi profit.

7. Pendidikan pengusaha lebih tinggi yaitu di atas SD.

Hasil sensus industri menyatakan bahwa karakteristik industri kecil di Indonesia dalam Siregar (2003) adalah :

1. Industri kerajinan merupakan mayoritas dilihat dari segi jumlah unit usaha/perusahaan.


(36)

2. Hampir seluruhnya belum menggunakan tenaga mesin, dengan kata lain masih menggunakan tenaga manusia.

3. Tenaga kerja sebagian besar adalah pekerja keluarga. 4. Bentuk hukum usahanya dalah perseorangan.

Menurut pembagian BPS industri pengelolaan menjadi terbagi menjadi 9 subsektor yang terdiri dari industri makanan dan minuman; industri tekstil; industri barang dari kulit dan alas kaki, barang dari kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam; industri logam dasar besi dan baja; industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dan barang industri lainnya.

2.3Faktor-faktor Produksi

Menurut Sukirno (2005) yang dimaksud dengan faktor-faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Faktor-faktor produksi adakalanya dinyatakan dengan istilah lain, yaitu sumber-sumber daya. Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian akan menentukan sampai dimana suatu negara dapat menghasilkan barang dan jasa. Faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan kepada empat jenis, yaitu seperti yang diterangkan di bawah ini.


(37)

Faktor produksi ini disediakan alam. Faktor produksi ini meliputi tanah, berbagai jenis barang tambang, hasil hutan dan sumber alam yang dapat dijadikan modal seperti air yang dibendung untuk irigasi atau pembangkit tenaga listrik.

2. Tenaga Kerja

Faktor produksi ini bukan saja berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian. Pengertian tenaga kerja meliputi juga keahlian dan ketrampilan yang mereka miliki. Dari segi keahlian dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan berikut:

a. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikannya dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. b. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari

pelatihan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu dan keahlian mereparasi TV dan radio.

c. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang tertentu seperti dokter, akuntan, ahli ekonomi dan insinyur.

3. Modal

Faktor produksi ini merupakan benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang mereka butuhkan. Beberapa contoh adalah sistem pengairan, jaringan jalan raya, bangunan pabrik dan pertokoan, mesin-mesin dan peralatan pabrik dan ala-alat pengangkutan.


(38)

4. Keahlian Keusahawan

Faktor produksi ini berbentuk keahlian dan kemampuan pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan berbagai kegiatan usaha. Dalam menjalankan suatu kegiatan ekonomi, para pengusaha akan memerlukan ketiga faktor produksi yang lain yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Keahlian keusahawan meliputi kemahirannya mengorganisasi berbagai sumber atau faktor produksi tersebut secara efektif dan efisien sehingga usahanya berhasil dan berkembang serta dapat menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat.

2.4Pengertian Pendapatan

Untuk memenuhi kebutuhan hidup diperlukan pendapatan. Sejumlah pendapatan ini akan dipergunakan sebagai alat pemuas kebutuhan. Pendapatan ini diperoleh dari berbagai unsur seperti: pertanian, perdagangan, hasil industri berupa gaji/upah, jasa dan lain-lain. Pendapatan adalah sejumlah uang yang diterima oleh suatu keluarga atau seseorang selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun (Samuelson dan William, 1998). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan masyarakat merupakan jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat pada satu periode tertentu, biasanya satu tahun, baik itu berasal dari hasil pertanian, perdagangan, hasil industri atau sektor lainnya. Sedangkan pendapatan pengusaha adalah nilai omzet atau hasil penjualan yang diperoleh pengusaha dari hasil produksi pada satu periode tertentu.


(39)

2.5Peranan Industri Kecil Dalam Pembangunan Wilayah

Sejak awal dasawarsa tujuh puluhan secara tajam mulai disadari, bahwa meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun kebanyakan negara berkembang belumlah berhasil menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi angkatan kerja pada umumnya, baik ditinjau dari segi pendapatan ataupun kesesuaian pekerjaan terhadap keahlian. Harapan bahwa pertumbuhan yang pesat dari sektor industri modern akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran secara tuntas ternyata masih berada pada rentang perjalanan yang panjang. Bertitik tolak dari kenyataan inilah maka eksistensi industri kecil telah mengambil bagian dalam masalah kesempatan kerja dan ketenagakerjaan di negara berkembang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sektor industri kecil merupakan salah satu sektor yang mempunyai andil yang cukup kuat dalam mengatasi pengangguran dan kesempatan kerja serta mewujudkan pengembangan wilayah dan pembangunan nasional.

Perihal pentingnya industri kecil itu secara asasi tidaklah terlepas dari data empiris atau berbagai aspek nalariah yang melatarbelakanginya. Presentase jumlah usaha industri kecil terhadap unit usaha di sektor industri pengolahan menunjukkan porsi penyerapan tenaga kerja yeng lebih besar dibandingkan pada industri besar maupun sedang. Industri kecil selain memberikan manfaat dalam ketenagakerjaan, juga memberikan manfaat sosial yang berarti bagi perekonomian, yaitu:

1. Industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif murah.


(40)

2. Industri kecil turut mengambil peranan dalam peningkatan dan mobilisasi tabungan domestik.

3. Industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang, karena industri kecil menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana, yang biasanya dihasilkan oleh industri besar dan sedang (Jakti, 1986).

Hasil penelitian Tambunan (1989), membuktikan bahwa industri berskala kecil berperan penting dalam menanggulangi problem sosial ekonomi negara-negara berkembang. Dimana subsektor industri kecil memberikan kesempatan kerja bukan saja bagi masyarakat pedalaman yang tidak memiliki penghasilan tambahan tetapi juga kepada petani yang kehilangan sumber penghasilan utamanya di sektor tersebut di luar musim panen.

Hasil penelitian Haryadi (1995), menyatakan industri kecil merupakan penyedia kesempatan kerja baik di desa maupun perkotaan. Sebagai salah satu kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, sub sektor industri kecil meperlihatkan kemampuan menampung semakin banyak tenaga kerja yang tidak dapat diserap pada sektor pertanian.

Dari uraian dan beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan industri kecil merupakan kebijaksanaan yang strategis dalam pengembangan atau pembangunan wilayah. Hal ini dapat dilihat dengan penyerapan tenaga kerja dan memberikan sumbangan terhadap peningkatan pendapatan yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan nasional.


(41)

Menurut Sulaeman (2004) Pengembangan usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar regional dan global harus didasari pada upaya yang keras dan terus menerus dalam menjadikan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) sebagai usaha yang tangguh. Oleh karena itu, produk yang diusahakan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) sekurang-kurangnya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan sangat diharapkan mempunyai keunggulan kompetitif. Pendekatan klaster bisnis merupakan upaya pengembangan usaha UKM (Usaha Kecil dan Menengah) secara sistemik, sehingga UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif. Strategi pengembangan usaha UKM (Usaha Kecil dan Menengah) harus atas dasar kekuatan dan tantangannya, olehkarena itu harus ditopang secara kuat terutama oleh adanya akses ke sumber dana, pasar, sumber bahan baku, teknologi dan Informasi serta manajemen.

Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan wilayah peran industri kecil tidak hanya berperan dalam penyerapan tenaga kerja tetapi juga dalam pemasaran hasil produk yang diharapkan mampu memiliki keunggulan kompetitif terutama dalam menghadapi persaingan pasar regional dan pasar global.


(42)

2.6Industri Pangan

Secara sederhana industri pangan mencangkup kegiatan produksi pangan mentah, kegiatan pengolahan dan kegiatan distribusi. Kegiatan di bidang produksi bahan mentah adalah kegiatan yang berhubungan dengan teknologi pertanian yaitu pembibitan dan penanaman, pemeliharaan selama pertumbuhan, pemanenan atau pemotongan, penyimpanan, penanganan atau pengepakan dan distribusi bahan mentah untuk proses selanjutnya. Kegiatan pengolahan adalah proses pembuatan suatu bahan dari bahan mentah atau bahan asal serta kegiatan-kegiatan penanganan dan pengawetan bahan tersebut. Kegiatan distribusi meliputi penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan. Industri pengolahan pangan di Indonesia antara lain meliputi misalnya pabrik susu bubuk, susu kental manis, susu kedelai, tepung gandum, roti, kue kering, sosis, supermi, bir, limun, brem dan lain-lainnya. Selain itu terdapat pula industri-industri menengah dan industri rumah yang terutama mengolah makanan secara trasidisional misalnya terasi, petis, kerupuk, ikan asin, ikan pindang, dendeng, kopra, telur asin, telur pindang, tempe, kecap, tauco, oncom, tape, arak, gaplek, sosis, ham dan lain-lainya. Industri minyak makan juga banyak didirikan yaitu meliputi minyak goreng dari kelapa, minyak goreng dari kacang tanah dan margarin (FG. Winarno, Srikandi Fardiaz, Dedi Fardiaz : 1980)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri pangan merupakan industri pengolahan yang mengolah bahan mentah baik itu yang bentuknya padat ataupun cair menjadi bahan makanan dan minuman yang siap untuk dikonsumsi.


(43)

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2005, industri pengolahan terdiri dari industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri kayu, barang-barang dari kayu (tidak termasuk furnitur) dan barang-barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya, industri kertas, barang dari kertas dan sejenisnya, industri penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman, industri batu bara, pengilangan minyak bumi dan pengolahan gas bumi, barang-barang dari hasil pengilangan minyak bumi dan bahan bakar nuklir, industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, industri karet, barang dari karet dan barang dari plastik, industri barang galian bukan logam, industri logam dasar, industri barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya, industri mesin dan perlengkapannya, industri mesin dan peralatan kantor, akuntansi dan pengolahan data, industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya, industri radio, televisi dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya, industri peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam dan lonceng, industri kendaraan bermotor, industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih, industri furnitur dan industri pengolahan lainnya dan industri daur ulang. Industri pangan menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) termasuk ke dalam industri pengolahan yakni industri makanan dan minuman yang terdiri dari :


(44)

a. Pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak

Golongan ini mencakup usaha pemotongan hewan, pengolahan/pengawetan daging, ikan atau biota air dan buah-buahanatau sayuran serta pengolahan minyak makan dan lemak dari nabati atau hewani. Pengolahan dan pengawetan daging, ikan atau biota air dan buah-buahan atau sayuran dilakukan dengan cara pengalengan, pengasapan, pengeringan, pembekuan, pengasinan/pemanisan, pelumatan, dan sebagainya. Pengolahan bahan-bahan dari lemak nabati maupun hewani menjadi minyak kasar (minyak makan), margarine, minyak goreng (dari minyak kelapa dan kelapa sawit), minyak goreng lainnya, minyak makan dan lemak lainnya. Termasuk juga pengolahan lemak dari nabati maupun hewani yang dapat digunakan sebagai bahan makanan, seperti: minyak bunga matahari, minyak ikan, minyak/lemak babi, lemak sapi dan lemak unggas. Termasuk dalam golongan ini kegiatan pengurusan hasil sampingannya, seperti: pementangan kulit, penjemuran tulang, penyortiran bulu dan pembersihan lemak.

b. Industri susu dan makanan dari susu

Golongan ini mencakup usaha pembuatan susu bubuk, susu kental, susu cair, susu asam dan susu kepala termasuk usaha pengawetannya. Juga industri makanan dari susu seperti: mentega, keju, dan makanan bayi. Termasuk pembuatan bubuk es krim dan es krim yang bahan utamanya dari susu.


(45)

c. Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak

Golongan ini mencakup usaha penggilingan/pembersihan/pengupasan padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian, dan sejenisnya serta industri pati ubi kayu, industri berbagai macam pati palma, dan industri pati lainnya. Termasuk industri makanan ternak, seperti: ransum dan konsentrat pakan ternak. d. Industri makanan lainnya

Golongan ini mencakup usaha pembuatan dan pengolahan makanan lainnya, seperti: pembuatan segala macam roti, kue kering dan sejenisnya, pembuatan gula pasir, gula merah, gula lainnya, sirop, dan industri pengolahan gula lainnya selain sirop; pengolahan biji coklat, dan pembuatan bubuk coklat, serta makanan dari coklat dan kembang gula; industri macaroni, mie, spagheti, bihun, so’un dan sejenisnya, serta industri makanan lainnya yang belum tercakup sebelumnya, seperti: pengolahan the dan kopi, industri es, kecap, tempe, makanan dari kedele dan kacang-kacangan lainnya selain kecap dan tempe, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan penyedap masakan, kue-kue basah, dan industri makanan lainnya yang belum termasuk golongan manapun.

e. Industri minuman

Golongan ini mencakup usaha pembuatan dan pengolahan minuman yang menggunakan bahan baku alcohol (ethyl alcohol) dengan proses destiling, rectifying dan blending, seperti minuman keras jenis: whisky, brandy, rum dan pencampuran minuman keras. Juga pengolahan minuman secara fermentasi dengan bahan anggur, apel, buah-buahan lain, atau nabati lainnya, seperti: beras,


(46)

sayuran, daun, batang, dan akar; dan industri pembuatan malt (kecambah barley atau sereal lainnya yang dikeringkan) serta minuman keras dari malt, seperti: bir, ale, porter, stout, temulawak dan legen. Termasuk usaha pembuatan minuman ringan (tidak mengandung alcohol), seperti: limun, air soda, krim soda, markisa, beras kencur, air tebu, dan air mineral dalam kemasan/air minum dalam kemasan.

2.7Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan berkenaan dengan penelitian tesis ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Samosir (2000), menulis tesis yang berjudul ”Pengaruh pengrajin industri kecil terhadap tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di dalam mendorong pengembangan wilayah di Kecamatan Medan Denai Kotamadya Medan” mengemukakan bahwa pengrajin industri kecil termasuk di dalamnya industri kecil pangan memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan dan penyerapan tenaga kerja di dalam mendorong pengembangan wilayah di Kecamatan Medan Denai Kotamadya Medan. Hal ini tercermin melalui koefisien pengganda (multiplier effect) dari subsektor pengrajin industri kecil yaitu: rata-rata 9,86 % untuk peningkatan pendapatan dan 40,28 % untuk penyerapan tenaga kerja. Untuk meningkatkan pengembangan pengrajin industri kecil di wilayah Kecamatan Medan denai Kotamadya Medan, disarankan perlu perhatian pihak pengambil keputusan dan instansi terkait dalam hal penyediaan dana dan bantuan permodalan atau kredit dengan syarat tingkat bunga yang relatif rendah.


(47)

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Saragih (1997) menulis tesis yang berjudul ”Pengembangan industri kecil dan pengaruhnya terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Deli Serdang” mengemukan bahwa sub sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga masih mendominasi struktur industri di daerah Kecamatan Perbaungan dimana selama periode tahun 1991 – 1995 sub sektor terus menunjukkan perkembangannya untuk unit usaha 2,0 % per tahun dan penyerapan tenaga kerja 1,89 % per tahun serta peningkatan investasi rata-rata sebesar 5,31 % per tahun. Dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan industri kecil di Kecamatan Perbaungan adalah modal tenaga kerja (X1), peubah jumlah tenaga (X2), tingkat pendidikan tenaga kerja (X3), harga bahan baku (X4), dan fasilitas kredit (X6), sementara peubah sistem pemasaran (X5) tidak mempunyai pengaruh yang diperhitungkan dalam keberhasilan industri kecil di Kecamatan Perbaungan. Hasil penelitian terhadap profil beberapa industri kecil yang menonjol di Kecamatan Perbaungan memperlihatkan masih banyaknya kendala yanng harus diperhatikan dalam upaya pengembangan industri tersebut, terutama pada aspek permodalan, peningkatan mutu atau kualitas produk yang dihasilkan dan juga kemampuan untuk menerobos pasar masih lemah. Hal ini disebabkan pengetahuan dan tingka pendidikan para pengusaha yang pada umumnya hanya lulusan sekolah dasar dan sekolah lanjutan menengah pertama. Cabang industri kecil pangan adalah merupakan atau dapat dijadikan sebagai sektor ekonomi basis wilayah Kecamatan Perbaungan dari sub sektor industri. Kemudian disarankan mengingat begitu pentingnya peranan dan pengaruh sektor basis terhadap


(48)

penembangan wilayah maka perlu ditingkatkan pengembangan industri kecil. Agar supaya peranan dan pengaruhnya terus dapat meningkat dalam perekonomian wilayah, maka seyogyanya diperlukan untuk lebih meningkatkan produksi subsektor ini, terutama dalam bentuk tujuan ekspor. Sehubungan dengan hal tersebut maka terlebih dahulu perlu daicarikan jaln keluar dari hambatan-hambatan yang menyangkut pengembangannya seperti permasalahan permodalan produktivitas dan pemasaran produk. Untuk pengembangan industri kecil didalam udaha memperluas pemasaran maka para pengusaha perlu dibina melalui pendidikan dan pelatihan khusus yang menyangkut pada bidang penentuan harga dan kualitas bahan baku, baik yang dilakukan oleh dinas yang terkait maupun koperasi dan perusahaan bapak angkat sehingga ada keterkaitan antara industri kecil dengan industri besar dan menengah, dan industri tersebut mampu menjangkau pasar yang lebih luas.


(49)

2.8Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah pemahaman kita tentang konsep penelitian ini, maka dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:

Usaha Industri Kecil Pangan Modal Kerja

Tenaga Kerja

Produksi Faktor-faktor Produksi

Pengembangan Wilayah Pemasaran Hasil Produk

Penyerapan Tenaga Kerja

Industri Kecil Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin

2.9Hipotesis


(50)

2.9 Hipotesis

Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis terhadap penelitian ini adalah adalah sebagai berikut:

1. Usaha industri kecil pangan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di wilayah Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.

2. Adanya pengaruh faktor-faktor produksi (modal kerja dan tenaga kerja) terhadap hasil produksi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.

3. Usaha industri kecil pangan memberikan peran yang positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu

Sesuai dengan tujuan penelitian maka penelitian dilakukan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin. Alasan pemilihan dilakukannya penelitian dilokasi ini adalah sebagian besar usaha industri kecil yang ada di Kabupaten Merangin berada di Kecamatan Bangko termasuk didalamnya usaha industri kecil pangan yang perlu dikembangkan dan juga peneliti berasal dari daerah ini. Kecamatan Bangko merupakan ibukota Kabupaten Merangin sekitar 252 Km dari Kota Jambi Provinsi Jambi.

Penelitian yang akan dilakukan diperkirakan berlangsung selama 3 bulan yaitu mulai September 2007 sampai dengan November 2007. Lokasi penelitian disajikan pada peta berikut dan keterangan untuk lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Bangko diberi tanda arsir warna merah.


(52)

Sumber : Bappeda Kabupaten Merangin, 2007

KETERANGAN PETA KABUPATEN MERANGIN


(53)

3.2Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dengan pengisian daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk penelitian ini dan observasi langsung kelapangan dengan menggunakan teknik wawancara dengan responden yang diambil dari para pengusaha industri kecil pangan yang ada di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.

Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dari berbagai informasi atau instansi terkait yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian, yaitu: Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin dan Kantor Camat Bangko serta hasil penelitian terdahulu dan literatur yang dianggap relevan dalam mendukung penelitian ini.

3.3Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko yang terdaftar pada data potensi prioritas industri kecil yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin tahun 2006 sebanyak 102 unit usaha dari 18 komoditi usaha industri kecil pangan, seperti yang terlihat pada Tabel 3.1. jenis komoditi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.


(54)

Untuk penelitian ini diambil sampel sebanyak 30% dari jumlah populasi, hal ini merujuk pada pendapat Gulo (2002) yang mengatakan bahwa penarikan sampel sebesar 25% dari total populasi dalam penelitian sosial dianggap cukup reprensetatif.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penarikan sampel dilakukan secara

purposive random sampling dengan menetapkan sampel sebesar 30% dari jumlah populasi sebanyak 102 unit usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko, sehingga sampel ditarik sebanyak 31 unit usaha industri kecil pangan. Sampel dianggap reprensentatif dan penentuan sampel terpilih dilakukan secara sistematik, seperti yang terlihat pada Tabel 3.2. penentuan sampel usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin. Pengambilan sampel ini telah memenuhi dengan yang disarankan oleh Roscoe dalam Sugiono (2003), dalam penelitian sosial, ukuran sampel yang layak digunakan antara 30 hingga 500 responden. Berikut ini disajikan tabel jenis komoditi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.


(55)

Tabel 3.1. Jenis Komoditi Usaha Industri Kecil Pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.

No. Jenis Komoditi Unit Usaha

1. Pengolahan Daging 3

2. Kopi Bubuk 12

3. Es Batu 2

4. Tahu 11

5. Keripik Tempe 6

6. Kacang Atom 3

7. Keripik Pisang 10

8. Keripik Ubi 6

9. Kerupuk 9

10. Mie Basah 4

11. Dodol 4

12. Sale Pisang 4

13. Rengginang Ubi 3

14. Minuman Limun 2

15. Kue 6

16. Tempe 10

17. Susu Kedelai 3

18. Roti 4

Jumlah 102 Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Merangin,


(56)

Tabel 3.2. Penentuan Sampel Usaha Industri Kecil Pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.

No. Jenis Komoditi Populasi (Unit Usaha)

30 % Sampel (Unit Usaha)

1. Pengolahan Daging 3 0,9 1

2. Kopi Bubuk 12 3,6 4

3. Es Batu 2 0,6 1

4. Tahu 11 3,3 3

5. Keripik Tempe 6 1,8 2

6. Kacang Atom 3 0,9 1

7. Keripik Pisang 10 3,0 3

8. Keripik Ubi 6 1,8 2

9. Kerupuk 9 2,7 3

10. Mie Basah 4 1,2 1

11. Dodol 4 1,2 1

12. Sale Pisang 4 1,2 1

13. Rengginang Ubi 3 0,9 1 14. Minuman Limun 2 0,6 1

15. Kue 6 1,8 2

16. Tempe 10 3,0 3

17. Susu Kedelai 3 0,9 1

18. Roti 4 1,2 1

Jumlah 102 31

Sumber : Diolah dari Tabel 3.1.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Dalam menjabarkan keadaan objek penelitian dilakukan secara statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis variabel yang dinyatakan dengan sebaran, baik secara angka-angka maupun persentase. Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran keberadaan usaha industri kecil


(57)

pangan (untuk menguji hipotesis pertama) dan peran usaha industri kecil pangan terhadap pengembangan wilayah dengan melihat indikator penyerapan tenaga kerja dan pemasaran hasil produksi (untuk menguji hipotesis ketiga) di Kabupaten Merangin khususnya di Kecamatan Bangko.

Analisis kuantitatif dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu menganalisa pengaruh antar variabel, dengan menggunakan statistik Coubb-Douglas. Untuk menguji hipotesis ketiga, model persamaan statistik Coubb-Douglas dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hasil produksi usaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin adalah modal kerja dan tenaga kerja. Analisis fungsi Coubb-Douglas adalah suatu fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y) dan yang lainnya disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Untuk mengetahui dimana variabel Xi berpengaruh terhadap Yi dapat dilihat dengan melakukan model persamaan Coubb-Douglas sebagai berikut:

Q = A K

g

L

Dengan Q adalah hasil produksi K adalah input (modal) L adalah tenaga kerja A, dan adalah konstanta


(58)

Selanjutnya persaman tersebut diasosiasikan kedalam persamaan multiple regresi linier dengan persamaan :

Y = bo X

1b1

X

2 b2e

Selanjutnya persamaan tersebut ditransformasikan menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi :

Log Y = Log b

0

+ b

1

Log X

1

+ b

2

Log X

2

+

ε

Log Y

= Produksi (Kg)

Log

b

0 = Konstanta

b

1

,b

2 = Koefisien regresi masing-masing variabel

X

1 = Modal kerja (Rupiah)

X

2 = Jumlah Tenaga kerja (Orang)

= Error

Pengujian model

Analisis data diikuti dengan melakukan uji statistik. Hal ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara individu dan secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen.


(59)

Pengujian secara individu (Uji t)

Uji t dilakukan untuk melihat signifikan dari pengaruh variabel bebas (independen variabel) secara individu terhadap variabel tidak bebas (dependent variabel), dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Uji t dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari, 2000) :

H : õ = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y) Ha : õ≠ 0 (ada pengaruh terhadap Y)

Artinya hipotesis nol (H ) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Jika nilai t hitung > t tabel, pada tingkat kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima. Berarti ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Pengujian berganda (F test)

Uji F dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas (independen variabel) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (dependent variabel). Uji F dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari, 2000) :

H : õ = 2... = 0 (tidak ada pengaruh Xõ,X2,...,X terhadap Y).

Ha : õ≠ 2.... ≠ 0 (ada pengaruh Xõ,X2,...,X terhadap Y, paling sedikit ada satu X yang mempengaruhi Y).


(60)

Artinya hipotesis nol (H ) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Jika nilai F hitung > F tabel, pada tingkat kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak.

Uji R2

Nilai R2 (koefisien determinasi) menunjukkan seberapa besar variasi-variasi variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Nilai ini berkisar antara nol dan satu( 0 ≤ R2 ≤ 1). Semakin besar nilai R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi-variasi variabel independen. Analisis pengolahan data tersebut di atas menggunakan bantuan program Statistical Package for Social Studies (SPSS/PC) for Windows 13,00.

Pendapatan pengusaha industri kecil pangan

Untuk mengetahui pendapatan pengusaha industri kecil pangan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin adalah dengan melihat keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha industri kecil pangan dapat dilihat dengan menggunakan formula sebagai berikut (Sukirno, 2005):


(61)

TR = Total Revenue (seluruh jumlah pendapatan yang diterima oleh perusahaan)

P = Price (harga) Q = Quantity (kuantitas)

3.5 Definisi Operasional

1. Industri kecil adalah kelompok industri kecil pangan yakni usaha pengolahan makanan dan minuman (unit).

2. Pendapatan adalah nilai omzet (hasil penjualan) yang diperoleh pengusaha industri kecil pangan (rupiah)/bulan.

3. Produksi adalah jumlah barang yang dihasilkan oleh industri kecil pangan (Kilogram, Potong, Bungkus, Buah) dikonversikan kedalam bentuk Kilogram. 4. Modal kerja adalah jumlah modal yang diinvestasikan pada industri kecil

pangan dalam kegiatan proses produksi berupa penyediaan bahan baku, biaya tenaga kerja dan sebagainya baik tunai maupun tidak tunai (rupiah).

5. Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang berada di industri kecil pangan (orang).

6. Pengembangan Wilayah adalah terjadinya peningkatan produksi usaha industri kecil pangan yang selanjutnya berdampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat (usaha industri kecil pangan), penyerapan tenaga kerja dan pemasaran hasil produk sehingga melalui indikator ini dapat diketahui peningkatan kesejahteraan di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Merangin dan Kecamatan Bangko 4.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Merangin dan Kecamatan Bangko

Secara geografis Kabupaten Merangin merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang terletak di antara 101°32’11”−102°50’00” Bujur Timur dan 1°28’23”−1°52’00” Lintang Selatan. Kabupaten Merangin memiliki luas wilayah sebesar 7.679 Km². Secara administratif Kabupaten Merangin terbagi atas 9 wilayah kecamatan, di mana kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Jangkat yaitu 1.616 Km² dan wilayah kecamatan yang memiliki luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Tabir Selatan yaitu 1.232 Km². Kabupaten Merangin merupakan kabupaten yang dilewati oleh jalur jalan lintas sumatera bagian barat sehingga dapat dengan mudah untuk mengakses ke wilayah ini. Sebelah utara Kabupaten Merangin berbatasan dengan Kabupaten Bungo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

Untuk wilayah Kecamatan Bangko, secara geografis terletak antara 102°10’21” Bujur timur dan 2°15’26” Lintang selatan dan secara administratif sebelah utara Kecamatan Bangko mempunyai batas wilayah dengan Kecamatan Tabir, sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Muara Siau, sebelah timur berbatas dengan Kecamatan Pamenang dan sebelah barat berbatas dengan Kecamatan


(63)

Sungai Manau. Wilayah Kecamatan Bangko merupakan salah satu kecamatan di antara 9 (sembilan) kecamatan yang ada di Kabupaten Merangin dan merupakan Ibukota dari Kabupaten Merangin sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan Bangko merupakan pusat pemerintahan dan pusat perdagangan di wilayah Kabupaten Merangin. Kecamatan Bangko terdiri atas 4 (empat) kelurahan dan 23 (dua puluh tiga) desa dengan luas wilayah 697 Km² atau 9,08% dari luas wilayah Kabupaten Merangin secara keseluruhan. Adapun luas wilayah per kelurahan dan desa terhadap luas wilayah kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.1. di bawah ini:


(64)

NO KELURAHAN/DESA Luas (Ha) Persentase Terhadap Luas Kecamataan (%)

1 Pasar Atas Bangko 1.000 1,43

2 Pasar Bangko 100 0,14

3 Dusun Bangko 4.100 5,88

4 Pematang Kandis 1.000 1,43

5 Aur berduri 2.800 4,02

6 Baru Nalo 4.200 6,03

7 Bedeng Rejo 2.400 3,44

8 Biuku Tanjung 2.700 3,87

9 Danau 2.700 3,87

10 Mudo 2.700 3,87

11 Kungkai 4.600 6,60

12 Langling 2.600 3,73

13 Lubuk Gaung 3.100 4,45

14 Mentawak 2.300 3,30

15 Nalo Gedang 3.600 5,16

16 Pulau Baru 3.000 4,30

17 Pulau Rengas 4.200 6,03 18 Rantau alai 1.900 2,73

19 Salam Buku 2.300 3,30

20 Sungai Ulak 2.800 4,02 21 Tambang Nibung 2.600 3,73

22 Telun 2.500 3,59

23 Titian Teras 3.000 4,30 24 Sungai Putih 1.900 2,73 25 Bukit Beringin 1.900 2,73 26 Sungai Kapas 2.600 3,73 27 Kdr. Panjang 1.100 1,58

Jumlah 69.700 99,99

Sumber : Kantor Camat Bangko, Tahun 2007

Tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa Desa Kungkai merupakan desa terluas di Kecamatan Bangko dengan luas wilayah 4.600 Ha atau 6,03 % terhadap luas Kecamatan Bangko secara keseluruhan dan desa yang memiliki luas wilayah paling


(65)

kecil adalah Kelurahan Pasar Bangko dengan luas wilayah 100 Ha atau 0,14 % dari luas Kecamatan Bangko secara keseluruhan.

Wilayah Kecamatan Bangko memiliki ketinggian sebagai tempat pusat pemerintahan wilayah kecamatan dari permukaan laut yaitu 87 m dengan suhu maximum 37°C dan suhu minimum 22°C. Bentuk wilayah Kecamatan Bangko memiliki klasifikasi kemiringan lereng dan bentuk wilayah yang bervariasi. Daerah yang tergolong datar sampai berombak di Kecamatan Bangko yaitu sebesar 33 % atau 231 Km², daerah yang tergolong berombak sampai berbukit yaitu 45 % atau 315 Km² dan daerah yang tergolong Berbukit sampai bergunung yaitu 22 % atau 149 Km². Secara keseluruhan bentuk wilayah Kecamatan Bangko tergolong berombak sampai berbukit dengan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak sebanyak 73 hari dan banyaknya curah hujan 75 mm/th sehingga dengan keadaan wilayah seperti ini Kecamatan Bangko lebih sejuk jika dibandingkan dengan Ibukota Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Jambi.

4.1.2. Penduduk

Jumlah penduduk merupakan salah satu potensi bagi pengusaha industri kecil untuk memasarkan produknya guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin meningkat jumlah penduduk di wilayah ini, maka akan meningkatkan kebutuhan akan barang dan jasa dan salah satu pihak yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah industri kecil khususnya industri kecil pangan. Pada tabel


(66)

4.2 di bawah ini dapat dilihat perkembangan penduduk Kabupaten Merangin selama tujuh tahun terakhir.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Merangin Menurut Kecamatan Pada Tahun 2000 – 2006

Tahun No Kecamatan

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Jangkat 17.261 17.648 17.769 18.514 18.143 16.102 16.216

2 Muara Siau 21.521 21.772 22.657 23.607 24.929 14.615 15.875

3 Lembah Masurai - - - 12.441 14.492

4 Pamenang 52.170 52.764 54.230 56.506 56.561 57.898 58.718

5 Bangko 54.161 50.470 55.191 57.507 59.768 58.923 61.374

6 Sungai Manau 23.356 22.361 23.395 24.377 25.142 24.976 27.069

7 Tabir 85.734 71.371 73.260 76.334 75.945 56.403 57.081

8 Tabir Ulu - 13.840 14.290 14.890 15.046 15.256 15.740

9 Tabir Selatan - - - 21.811 22.731

Merangin 254.203 250.226 260.792 271.735 275.534 278.425 289.296

Sumber : Merangin dalam Angka, Tahun 2002 – 2006 Catatan : Tanda (-) adalah Kecamatan belum pemekaran

Dari Tabel 4.2 di atas, terlihat selama periode 2000 – 2006, jumlah penduduk Kabupaten Merangin berjumlah sebanyak 289.296 orang pada tahun 2006, sedangkan jumlah penduduk tahun 2000 untuk Kabupaten Merangin sebanyak 254.203 orang. Selama kurun waktu 2000 – 2006 terjadi pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,01%. Pada tahun 2000 Kecamatan Tabir tercatat sebagai daerah yang memiliki penduduk terbanyak mencapai 85.734 jiwa, kedua terbanyak adalah Kecamatan Bangko 54.161 jiwa. Daerah yang memiliki paling sedikit adalah Kecamatan Muara


(67)

Siau sebanyak 21.521 jiwa. Selanjutnya pada tahun 2006, terjadi pergeseran di mana Keccamatan Bangko tercatat sebagai daerah yang memilki penduduk terbanyak yakni 61.374 jiwa dan kedua terbanyak adalah Kecamatan Pamenang sebanyak 58.718 jiwa sedangkan daerah yang memilki penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Lembah Masurai sebanyak 14.492 jiwa. Dari sembilan wilayah kecamatan terdapat tiga wilayah pemekaran yaitu Kecamatan Tabir Ulu, Kecamatan Lembah Masurai dan Kecamatan Tabir Selatan. Pemekaran wilayah Kecamatan Tabir Ulu merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Tabir tahun 2001, sehingga data penduduk pada tahun 2001 belum tersedia. Begitu juga dengan wilayah Kecamatan Lembah Masurai adalah pemekaran dari Kecamatan Muara Siau dan Kecamatan Tabir selatan adalah wilayah pemekaran dari Kecamatan Tabir dan Kecamatan Tabir Ulu yang terbentuk pada tahun 2005, sehingga data sebelum tahun 2005 belum tersedia. Kemudian dilihat dari segi kepadatan penduduk tahun 2005, maka kepadatan rata-rata per Km2 menurut kecamatan untuk wilayah Kabupaten Merangin adalah Kecamatan Jangkat 9,96/Km2, Kecamatan Muara Siau 14,81/Km2, Kecamatan Lembah Masurai 18,30/Km2, Kecamatan Pamenang 87,12/Km2, Kecamatan Bangko 84,54/Km2, Kecamatan Sungai Manau 20,27/Km2, Kecamatan Tabir 70,25/Km2, Kecamatan Tabir Ulu 18,86/Km2 dan Kecamatan Tabir Selatan 114,79/Km2. Untuk jumlah penduduk Kecamatan Bangko hingga akhir tahun 2006 adalah sebanyak 62.374 jiwa di mana jumlah penduduk ini tersebar kedalam 4 (empat) kelurahan dan 23 (dua puluh tiga) desa dengan perincian sebagi berikut :


(68)

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Bangko per Kelurahan dan Desa Tahun 2006

NO KELURAHAN/DESA Jumlah Kepala Keluarga

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Pasar Atas Bangko 1.242 4.888

2 Pasar Bangko 562 2.419

3 Dusun Bangko 1.653 7.115

4 Pematang Kandis 3.242 11.369

5 Aur berduri 238 962

6 Baru Nalo 289 1.026

7 Bedeng Rejo 262 969

8 Biuku Tanjung 330 1.288

9 Danau 243 894

10 Mudo 183 740

11 Kungkai 832 3.167

12 Langling 647 2.052

13 Lubuk Gaung 443 1.551

14 Mentawak 282 1.135

15 Nalo Gedang 296 910

16 Pulau Baru 452 1.469

17 Pulau Rengas 820 3.178

18 Rantau alai 362 1.548

19 Salam Buku 204 772

20 Sungai Ulak 631 2.539

21 Tambang Nibung 268 862

22 Telun 204 856

23 Titian Teras 263 811

24 Sungai Putih 476 1.902

25 Bukit Beringin 614 2.260

26 Sungai Kapas 1.067 4.134

27 Kdr. Panjang 127 558

Jumlah 16.232 61.374

Sumber : Kantor Camat Bangko, Tahun 2006

Dari Tabel 4.3 di atas terlihat bahwa Kelurahan Pasar Atas Bangko memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni 4.888 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.242 KK sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Kederasan Panjang dengan jumlah penduduk 558 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 127 KK.


(69)

4.1.3. Kondisi Perekonomian Kabupaten Merangin

Perekonomian Kabupaten Merangin secara umum didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan dan sektor jasa. Sedangkan sektor lainnya merupakan sektor penunjang. Sektor industri merupakan sektor penunjang namun kalau dilihat kontribusinya terhadap perekonomian tidak berbeda jauh dengan sektor penunjang lainnya dan mengalami pertumbuhan yang positif secara sektoral dari tahun ke tahun. Berikut dapat dilihat perkembangan PDRB Kabupaten Merangin berdasarkan kontribusi sektoral. Kontribusi sektoral per sektor selama tahun 2003 – 2006 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Merangin menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 – 2006, berdasarkan harga konstan tahun 2000

No Sektor 2003 2004 2005 2006

1 Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

55.45 53.75 53.08 52.00

2 Pertambangan dan Penggalian 1.68 2.05 2.12 2.42

3 Industri pengolahan 4.27 4.41 4.14 4.12

4 Listrik, gas dan air minuman 0.29 0.32 0.31 0.41

5 Bangunan 5.28 6.51 7.47 6.99

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.64 14.60 14.69 15.71

7 Pengangkutan, Pos dan Telekomunikasi

4.33 4.40 4.59 4.52

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

3.64 3.69 3.50 3.82

9 Jasa-jasa 7.33 7.27 7.15 7.10

100 100 100 100

Sumber : PDRB Kabupaten Merangin 2003 – 2006, Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa struktur perekonomian Kabupaten Merangin masih didominasi oleh sektor pertanian sekaligus menggambarkan bahwa Kabupaten Merangin merupakan daerah agraris. Selama kurun waktu 2003 – 2006


(1)

Foto visual 5. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan Roti

Foto visual 6. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan Roti yang akan dijual kepada konsumen


(2)

Foto visual 7. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan keripik pisang yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan

Foto visual 8. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan keripik pisang yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan


(3)

Foto visual 9. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan dodol yang telah memiliki kemasan anyaman dan siap untuk dipasarkan

Foto visual 10. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan dodol yang telah memiliki kemasan anyaman dan siap untuk


(4)

Foto visual 11. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan kopi bubuk

Foto visual 12. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan kopi bubuk dan telah memiliki merek dagang


(5)

Foto visual 13. Bahan baku untuk industri kecil pangan pengolahan kopi bubuk

Foto visual 14. Mesin produksi yang digunakan oleh industri kecil pangan pengolahan kopi bubuk untuk melakukan proses produksi


(6)

Foto visual 15. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan keripik pisang yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan

Foto visual 16. Hasil produksi industri kecil pangan pengolahan kerupuk yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan