MAKALAH KEUANGAN NEGARA ANALISIS STRUKTU

MAKALAH KEUANGAN NEGARA
ANALISIS STRUKTUR APBN & APBD
BAB I
PENDAHULUAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan
sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua
sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan pada ketidakpastian pada kedua sisi.
Misalnya, sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada
ada atau tidaknya perubahan gaji/upah bagi rumah tangga yang memilikinya.
Demikian pula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga, banyak dipengaruhi
perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi. Sisi penerimaan anggaran
perusahaan banyak ditentukan oleh hasil penerimaan dari penjualan produk, yang
dipengaruhi oleh daya beli masyarakat sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi.
Adapun sisi pengeluaran anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh
perubahan harga bahan baku, tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM),
perubahan ketentuan upah, yang secara umum mengikuti perubahan tingkat harga

secara umum. Ketidakpastian yang dihadapi rumah tangga dan perusahaan dalam
menyusun anggaran juga dihadapi oleh para perencana anggaran negara yang
bertanggungjawab dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN). Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian yang
berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi
di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC;
(iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar

Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD). Penetapan angka-angka keenam unsure
diatas memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil
penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar penyusunan RAPBN.
Penerimaan dan pengeluaran untuk anggaran negara lazim disebut pendapatan dan
belanja.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama
pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk
mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya
menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik.
Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan
yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN. sehingga APBN
benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat

dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir Reformasi
Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan landasan
hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara, dan UU
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.

B.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui peranan dan fungsi
APBN dalam pengalokasian sumber-sumber pendapatan suatu Negara untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakat dan bangsa dan Negara.
1.

Pengertian Ruang Lingkup APBN & APBD


2.

Mengetahui berbagai bentuk Struktur dan susunan APBN & APBD

3.

Dapat mengetahui tentang Prinsip-prinsip dalam APBN &APBD

4.

Bagaimanakah bentuk Anggaran pendapatan dan pengeluaran Negara

5.

Mengetahui Tentang Surplus Dan Keseimbangan dalam APBN & APBD

C.

Tujuan


Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini yaitu dapat memberikan
suatu solusi yang tepat agar di dalam suatu Negara bisa memberikan wujud yang
nyata dalam pengolahan dana dan pengalokasian sumber – sumber pendapatan
Negara atau pengeluaran Negara, jadi kami sebagai penyusun makalah ini sangat
berharap sekali agar prekonomian Negara kita ini tidak mengalami keterpurukan
dan masyarakat Indonesia bisa hidup dengan sejahtera
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 APBN ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara )

A.

Pengertian Dan Ruang Lingkup APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan PerwakilanRakyat.
(Pasal 1 angka 7, UU No. 17/2003). Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004.
Tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi:
a.

b.
c.

Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan.
Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang

akanditerima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.

Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum
negara. (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004)Tahun anggaran adalah periode
pelaksanaan APBN selama 12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia menggunakan
tahun kalender sebagai tahun anggaran, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Sebelumnya, tahun anggaran dimulai tanggal 1
April sampai dengan 31 Marettahun berikutnya. Penggunaan tahun kalender
sebagai tahun anggaran ini kemudian dikukuhkan dalam UU Keuangan Negara
dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU No. 17/2003 dan Pasal 11 UU No.
1/2004).
Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU No. 17/2003,anggaran

adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai fungsi
akuntabilitas, pengeluaran anggaran hendaknya dapatdipertanggungjawabkan
dengan menunjukkan hasil (result) berupa outcome atau setidaknya output dari
dibelanjakannya dana-dana publik tersebut. Sebagai alat manajemen, sistem
penganggaran selayaknya dapat membantu aktivitas berkelanjutan untuk
memperbaiki efektifitas dan efisiensi program pemerintah.Sedangkan sebagai
instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
Merujuk Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai fungsi otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa Anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa


kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN )

1. Fungsi alokasi, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak dapat dialokasikan
untuk pengeluaran yang bersifat umum, seperti pembangunan jembatan, jalan, dan
taman umum.
2. Fungsi distribusi, yaitu pendapatan yang masuk bukan hanya digunakan untuk
kepentingan umum,tetapi juga dapat dipindahkan untuk subsidi dan dana pensiun.
3. Fungsi stabilisasi, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
berfungsi sebagai pedoman agar pendapatan dan pengeluaran keunagn negara
teratur sesuai dengan di terapkan.Jika pemndapatan dipakai sesuai dengan yang di
terapkan,Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai
stabilisator.
Struktur Dan Susunan APBN

Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara,

keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000,
Indonesia telah menguba komposisi APBN dari T-account menjadi I-account
sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance
Statistics (GFS).
1.

Pendapatan Negara dan Hibah.

Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu
penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai
(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea
masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari
APBN.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari
sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya,
walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total
penerimaananggaran,jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap
tahunnya Berbeda dengansistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000,
pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak

lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan.
Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/lembaga tidak boleh
menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai
kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait.

2.

Belanja Negara.

Belanja negara terdiri atas anggaran belanja pemerintah pusat, dana perimbangan,
serta dana otonomi khusus dan dana penyeimbang.nSebelum diundangkannya UU
No. 17/2003, anggaran belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan. UU No. 17/2003 mengintrodusing uniffied budget
sehingga tidak lagi ada pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum
(DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi khusus
dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.

3.


Defisit dan Surplus.

Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan
yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia
menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis
yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN,
dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance)
dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total
penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan
umum adalah total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.

4.

Pembiayaan.

Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber
pembiayaan yang penting saat ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan
dan non perbankan) serta pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisih

antara penarikan utang luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok
utang luar negerI.

Prinsip-prinsip Dalam APBN
1.

Prinsip Anggaran APBN

2.

Prinsip Anggaran dinamis

3.

Prinsip Anggaran Fungsional

Sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam
menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.

a.

Prinsip Anggaran Defisit

Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit
ditentukan :
Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber
pembiayaan.
Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan
LN (bersih)
*

Anggaran Defisit

PNH – BN = DA
DAP = AP – TP
PbDN = PkDN + Non-Pk DN
PbLN = PPLN – PC PULN
Keterangan :
PNH = pendapatan negara dan hibah
BN

= belanja negara

DA = defisit Anggaran
PbDN= pembiayaan DN
PkDN= Perbankan DN
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN= pembiayaan LN
PPLN= penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri
BLN = bantuan luar negeri

*

Anggaran Berimbang

PDN – PR

= TP

DAP = AP – TP
Keterangan :
PDN = Pendapatan DN
PR

= Pengeluaran Rutin

TP

= Tabungan Pemerintah

DAP = Defisit Anggaran Pembangunan
AP

= Anggaran Pembangunan

b.

Prinsip Anggaran Dinamis
Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif.

Anggaran bersifat dinamis absolut apabila Tabungan Pemerintah (TP) dari tahun
ke tahun terus meningkat.
Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (TP)

terus
meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari
pinjaman luar negeri terus menurun.
c.

Prinsip Anggaran Fungsional

Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk
membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan
bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin.
Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap”
dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/
pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin
besar fungsionalitas anggaran.

Instrumen Kebijakan Fiskal
a.

Pembiayaan fungsional

Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung
terhadap pendapatan nasional.
Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah.
Pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana
yang ada di masyarakat.

b.

Pengeluaran Anggaran

Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu
untuk mencapai kestabilan ekonomi.
Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun
pada masa depresi digunakan anggaran defisit

Analisis Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal secara umum diarahkan pada empat sasaran utama :
a.

Menciptakan stimulus fiskal

Guna menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih
tepat, pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan
menciptakan mekanisme penyaluran dana secara transparan.
b.

Memperkuat Basis Penerimaan

Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi
dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti
penjualan saham BUMN, penjualan asset BPPN.
c.

Mendukung Program Rekapitalisasi Perbankan

Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi dan penyehatan perbankan
dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi perbankan ke dalam APBN.

d.

Mempertahankan Prinsip Pembiayaan Defisit

Pemerintah tetap mempertahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan
defisit anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari
lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta
sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.

Surat Utang Negara (SUN)
Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun
2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan,
istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai “obligasi pemerintah”. Beberapa
point yang penting mengenai SUN adalah :
a.

Tema pokok UU SUN adalah memberikan “standing appropriation”, yaitu

jaminan pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban pokok dan
bunga utang yang timbul akibat penerbitan SUN.

b.

Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

semacam T-Bills di AS dan Obligasi Negara (ON).
Catatan :
SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan
pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI)
ON merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau
pembayaran bunga secara diskonto
c.

Tujuan penerbitan SUN adalah

Membiayai defisit APBN
Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas
penerimaan dan pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran
Mengelola portofolio utang negara.

B.

Kebijakan Anggaran Defisit

Sejak Indonesia ditimpa sejumlah gejolak ekonomi eksternal, pemerintah
akhirnya memastikan revisi APBN 2008 lebih awal dari waktu biasanya, bulan
Juli. Salah satu perubahan pokok terletak pada peningkatan defisit anggaran dari
1,7% PDB menjadi 2% PDB. Selain defisit, beberapa asumsi dan target makro
ekonomi dipastikan mengalami revisi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
lifting minyak, harga minyak mentah, dan lain-lain.
Pada dasarnya terdapat tiga gejolak eksternal yang berimbas pada perekonomian
Indonesia.
Pertama, lonjakan drastis harga minyak mentah dunia hingga sempat menyentuh
level psikologis USD 100 per barel. Beruntunglah, harga minyak kembali turun
dan berfluktuasi di posisi USD 80-90 per barel. Namun, angka ini tergolong masih

tinggi dari harga normal yaitu kisaran USD 60 per barel, atau sesuai asumsi
APBN 2008, sehingga subsidi BBM yang dibiayai APBN tetap membengkak.
Kedua, lonjakan harga internasional beberapa produk dan bahan pangan, salah
satunya kedelai yang mengalami kenaikan dramatis hingga di atas 100%.
Masalahnya, beberapa produk dan bahan pangan yang harganya melonjak,
sebagian diimpor untuk memenuhi kekurangan produksi domestik. Dalam kondisi
krisis pangan, lonjakan harga ini mendorong pemerintah meningkatkan anggaran
subsidi pangan yang juga dibiayai APBN.
Ketiga, perlambatan ekonomi Amerika Serikat, terutama disebabkan efek
multiplier (ganda) krisis kredit macet perumahan. Krisis ini berlangsung lebih
lama, melebihi prediksi ahli ekonomi, sebab respon positif pasar terhadap
kebijakan pemerintah berupa pengucuran dana miliaran dolar dan penurunan suku
bunga utama Bank Sentral AS, tidak banyak berarti. Dengan demikian, perbankan
di AS masih ragu-ragu mengucurkan kredit untuk menghindari kerugian bila
bernasib sama dengan kredit perumahan. Tidak optimalnya perbankan
menjalankan fungsi intermediasi membuat beberapa sektor usaha yang bergantung
pada kredit jadi stagnan, dan akhirnya berpengaruh pada perlambatan ekonomi.
Padahal, perekonomian AS merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan
ekonomi dunia. Karena itu, bila ekonomi AS melambat, secara langsung
menurunkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia. Kondisi Indonesia yang
makin terintegrasi dengan perekonomian dunia yang dijalin melalui perdagangan
internasional, tidak bisa dimungkiri tidak mengalami perlambatan pertumbuhan
ekspor, sehingga ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Fenomena pertama dan kedua merupakan penyebab utama membengkaknya
belanja, seiring peningkatan subsidi. Subsidi BBM diperkirakan meningkat dari
Rp 45,8 triliun menjadi Rp 116,8 triliun dan subsidi listrik meningkat dari Rp 29,8
triliun menjadi Rp 54,2 triliun. Untuk menjaga stabilitas harga pangan dalam
negeri, anggaran subsidi pangan Rp 7,2 triliun di APBN tentu jauh di bawah
kebutuhan stabilisasi, sehingga dibutuhkan tambahan anggaran yang tidak sedikit.

Karena itu, dalam revisi APBN 2008, pemerintah mengusulkan kenaikan defisit
APBN dari rencana awal Rp 73,3 triliun atau 1,7% PDB menjadi Rp 87,3 triliun
atau 2% PDB. Penerimaan negara naik dari Rp 781,3 triliun menjadi Rp 823,3
triliun. Sedangkan belanja negara juga meningkat dari Rp 854,6 triliun menjadi
Rp 910,6 triliun.
Dengan demikian, pembengkakan belanja terus terjadi meski revisi plus sembilan
langkah penyelamatan APBN diimplementasikan. Sembilan langkah tersebut
adalah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN; penggunaan dana
cadangan APBN; penghematan dan penajaman prioritas belanja
kementerian/lembaga negara; perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan
listrik; program hemat energi dan efisiensi di Pertamina dan PLN; pemanfaatan
dana kelebihan di daerah; penerbitan obligasi dan optimalisasi pinjaman program;
pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis; penambahan subsidi
pangan. Namun, dampak lebih parah lagi bila langkah-langkah tersebut tak
diimplementasikan. Diperkiran defisit membengkak menjadi 4,2% PDB atau Rp
185,4 triliun.
Defisit anggaran terjadi bila belanja pemerintah melebihi penerimaan. Selisih atau
kelebihan belanja dari penerimaan sama jumlahnya dengan besarnya defisit.
Dengan demikian, besaran defisit selalu sama dengan utang pemerintah yang
dibutuhkan untuk menutupi belanja. Peningkatan jumlah defisit anggaran sampai
batas tertentu, biasanya proporsi PDB, secara teoritis dibenarkan. Sebab dalam
suatu siklus, perekonomian tidak selalu mengalami posisi di mana penerimaan di
atas belanja, apalagi bila terdapat gejolak ekonomi eksternal seperti saat ini.
Namun, defisit yang terlalu berlebihan dikhawatirkan mengancam stabilitas
keuangan negara, seperti kejadian di AS, sehingga pasar kurang percaya pada
kemampuan fiskal pemerintah. Di negara berkembang, biasanya batas aman
defisit tidak melebihi 3% PDB.
Posisi APBN sebagai alat penyelamat perekonomian dari gejolak eksternal harus
benar-benar dioptimalkan. Meski sifatnya jangka pendek, harapannya APBN tetap
mampu menjalankan tiga fungsi utamanya yakni stabilisasi, alokasi, dan

distribusi. Karena itu, kebijakan anggaran dengan peningkatan defisit merupakan
langkah paling tepat saat ini. Namun, letak masalah yang kerapkali disoroti adalah
sumber pembiayaan. Akumulasi utang pemerintah dari domestik dan asing telah
menjadi masalah tersendiri bagi perekonomian. Apalagi bila si kreditor
mensyaratkan ikut campur tangan pada perumusan kebijakan pemerintah. Trauma
atas penyakit utang yang dimunculkan rezim orde baru, nampaknya akan
menggeser sumber pembiayaan defisit pada penerbitan obligasi atau surat utang
pemerintah. Langkah ini dinilai lebih aman, bisa dikontrol, dan lepas dari
intervensi kreditor.
Di tengah gejolak eskternal, harapan kita agar langkah yang ditempuh pemerintah
merupakan yang terbaik buat kesehatan keuangan negara dan keberlanjutan
pembangunan ekonomi. Bagaimanapun juga, perekonomian Indonesia yang
makin terintegrasi dengan dunia memang menjadi risiko tersendiri bila terjadi
gejolak seperti saat ini. Sebagai negara ekonomi kecil, Indonesia tidak punya
kuasa mengentikan gejolak yang layaknya badai yang siap memporak-porandakan
perekonomian. Namun, kita tetap punya kuasa memperkokoh “rumah” ekonomi
yang dibangun oleh multi landasan, salah satunya melalui kebijakan fiskal yang
ditopang APBN.

C.

Surplus Dan Seimbang

Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan
yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia
menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis
yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN,
dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance)
dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total

penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan
umum adalah total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
Jadi di sini yang di maksud dengan keseimbangan surplus dapat di nilai dari
penerimaan suatu Negara dengan belanjah pemerintah yang sama-sama akan
mencapai titik keseimbangan antara penerimaan dan belanjah Negara. Kita dapat
menilai hasil dari suatu proses pengimplementasikan semua peranan struktur dan
sudah menjalankan tugas dan fungsi sebagai orang yang mengatur dan
menjalankan suatu prekonomian Negara yang baik.

2. 2 APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah )

A.

PENDAPATAN ASLI DAERAH

Adalah pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna
keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri
dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
·

Pajak daerah Pungutan yang dilakukan Pemerintah Daerah

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pajak daerah ini dapat
dibedakan dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh peraturan
daerah dan pajak negara yang pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan
kepada daerah.
·

Retribusi daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
·

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Adalah

penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan
Daerah Air Minum, bagian laba lembaga keuangaan bank, bagian laba lembaga
keuangan non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya dan bagia laba
atas penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.
·

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Meliputi hasil

penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan, jasa giro, pendapatan
bunga dan komisi, potong ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

B.

DANA PERIMBANGAN

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, dana
perimbangan terdiri dari:
·

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi
Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
·

Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi.

·

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

C.
·

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Hibah Tidak Mengikat Hibah tidak mengikat diartikan bahwa

pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan
keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah
daerah lainnya, badan/lembaga,organisasi swasta dalam negeri, kelompok
masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.
·

Dana Darurat Dari Pemerintah Dana Darurat adalah dana yang

berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana
nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Dana darurat dari
pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana
alam. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa
luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan
sumber APBD.
·

Dana Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi Ke Kabupaten Atau Kota

Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau
pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya pada
APBD memperhitungkan rencana pendapatan pada Tahun Anggaran 2011,
sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2011 yang belum direalisasikan
kepada pemerintah daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota atau
pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012.

·

Dana Penyesuaian Dan Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian

dan Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam undangundang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dan
penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang menerima DAU lebih kecil dari
tahun anggaran sebelumnya.
·

Bantuan Keuangan Dari Propinsi Atau Dari Pemerintah Daerah

Lainnya Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota dapat
menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada
desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal,
membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi
dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan
keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang
bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan
menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk,
jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk
membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima
bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus
ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.

D.

BELANJA TIDAK LANGSUNG

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja Tidak Langsung
terdiri dari:

·

Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji

dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri
sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
·

Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga

utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding)
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
·

Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya

produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang
dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi dianggarkan
sesuai dengan keperluanperusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan
daerah tentang APBD yang peraturanpelaksanaannya lebih lanjut dituangkan
dalam peraturan kepala daerah.
·

Belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara

terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
dalam naskah perjanjian hibah daerah.
·

Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan

dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara terus
menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan
peruntukan penggunaannya.
·

Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil

yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan
kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah
tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
·

Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan

keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah

kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam
rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan
keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan.
Bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya
diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan.
·

Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang

sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang
telah ditutup.

E.

BELANJA LANGSUNG

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang
terdapat dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari:
·

Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
·

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran

pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas)
bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan
pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa
mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi,
perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas,
perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

·

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam

rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung
dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan
dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium
panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh
setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada belanja
pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.

F.
·

PENERIMAAN PEMBIAYAAN
Sisa lebih perhitungan anggaran TA sebelumnya (silpa) Sisa lebih

perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup
pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan,
pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan
penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga
sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
·

Pencairan Dana Cadangan Pencairan dana digunakan untuk

menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang
dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
·

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil penjualan

kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain untuk menganggarkan
hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik
pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi
penyertaan modal pemerintah daerah.

·

Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan pinjaman daerah

digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk
penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun
anggaran berkenaan.
·

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan kembali

pemberian digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman
yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
·

Penerimaan Piutang Daerah Penerimaan piutang digunakan untuk

menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang fihak ketiga,
seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank
dan penerimaan piutang lainnya.

G.

PENGELUARAN PEMBIAYAAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengeluaran pembiayaan mencakup:
Pembentukan dana cadangan, penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah,
pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah.
·

Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung

kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
satu tahun anggaran. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna
mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Peraturan daerah mencakup penetapan tujuan
pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana
cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan
dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun
anggaran pelaksanaan dana cadangan.Investasi adalah penggunaan aset untuk
memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/

atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat.
·

Investasi pemerintah daerah digunakan untuk menganggarkan

kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan balk dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat
segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan
beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Investasi
jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam
rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga
untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat
berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk
dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan
dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
·

Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus

dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan
prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan
dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pembayaran pokok utang digunakan untuk
menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
·

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan

daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan
kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. Penerimaan
kembali pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah
daerah lainnya.

2.3 Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undangundang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah,
penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan
penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali
tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa
belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran
anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja.

Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan
kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi
dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas
kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat
daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis
prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja
di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai
dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam
pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar
akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja
rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk
memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya
telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan
anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis
dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal
yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai

dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya
terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh
karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan
anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara
panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

2.4. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan
negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah
dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah,
pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara
pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral
berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan
adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada
pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal
penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah
dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan
pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari
perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.5. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi
kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam
keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di
dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan
kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja
pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian
negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana
perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan
keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan
APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan
realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran
yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi
bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur
perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan
administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

2.6.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidaktidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian
pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undangundang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil
(outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undangundang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output).
Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku
bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit
organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan
dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi
tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi
sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah
tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa
yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau
menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab

secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.
Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola
keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa :
Dalam APBN & APBD (anggara pendapatan belanja Negara), adalah hasil dari
perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan
terpadu,baik yang menyakut penerimaan maupun pengeluarannya yang
dinyatakan dalam satuan uang dalam jangkah waktu tertentu,biasanya adalah satu
tahun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.

Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.

B.

Saran

Dalam perencanaan pembagunan yang tercermin dalam APBN & APBD
mempengaruhi rencana-rencana sector swasta dan menyakinkan lembaga-lembaga
lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang bersangkutan
(Indonesia) dimasa mendatang, serta yang lebih penting lagi adalah bahwa
pemerintah yang bersangkutan lebih efesien dalam mengambil keputusan dimasa
mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
Dan Pemerintahan Daerah
UU No 13 Tahun 2005 Tentang Anggaran Pendapatan Dan belanja Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 Tah