Makalah Seminar Kerja Praktek (1)

Makalah Seminar Kerja Praktek
PERANCANGAN PENINGKATAN KAPASITAS LINK 10 GIGABIT PADA JARINGAN
BACKBONE DWDM SUMATERA DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA
Hana’ Ad’ha Rodhiah (21060110120052)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang
lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Teknologi
baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data) yang saat ini dalam
perkembangannya dapat menghantarkan informasi hingga dalam orde gigabit.
Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanalkanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat
ditransmisikan melalui sebuah serat optik.
PT Chevron Pacific Indonesia akan melakukan peningkatan kapasitas jaringan DWDM 10 Gigabit untuk
memenuhi kebutuhan layanan data agar menghasilkan proses produksi yang lebih baik. Untuk melakukan peningkatan
kapasitas data diperlukan sebuah perancangan jaringan yang handal agar kinerja sistem berjalan dengan baik Salah
satu faktor dalam prancangan ini yang perlu diperhatikan adalah rugi-rugi akibat atenuasi dan dispersi yang akan
dilihat baik secara perhitungan manual maupun menggunakan software Cisco Transport Planner.
Kata Kunci : Serat Optik, DWDM, Atenuasi, Dispersi, Cisco Transport Planner.

1.

1.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai salah
satu perusahaan pertambangan minyak terbesar di
Indonesia memiliki sistem informasi modern yang
mutakhir. Sistem informasi canggih ini mendukung
komunikasi antar divisi atau bagian yang terdapat
pada PT. Chevron Pacific Indonesia agar dapat
bekerjasama dengan baik sehingga proses produksi
berjalan lancar. Contohnya saja pengiriman data dari
suatu distrik ke distrik lain yang membutuhkan
kecepatan data yang sangat optimal tanpa ada
gangguan diproses transmisinya. Oleh karena itu saya
memilih PT. Chevron Pasific Indonesia sebagai
tempat kerja praktek guna berbagi dan menggali ilmu
pengetahuan.
Perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi yang semakin pesat dan semakin

lama peralatan telekomunikasi semakin canggih,
selain itu teknik yang digunakan juga semakin
beragam. Kemajuan ini tentu saja memberi dampak
positif pada perkembangan industri-industri di
Indonesia. PT. Chevron Pacific Indonesia merupakan
salah satu perusahaan besar di Indonesia yang
bergerak di bidang perminyakan. Untuk mendukung
kemajuan usahanya, maka perusahaan ini
membutuhkan dukungan sistem telekomunikasi yang
handal, efisien, aman dan mampu mencakup seluruh
wilayah operasi. PT. Chevron Pacific Indonesia telah
menerapkan beberapa teknologi komunikasi yang
mendukung kemajuan usahanya, diantaranya adalah
penerapan Dense Wavelength Division Multiplexing
(DWDM).
Antisipasi kebutuhan kapasitas bandwidth
yang besar dan kualitas yang tinggi untuk transmisi
data sangat diperlukan. Hal ini merupakan akibat

tuntutan kehandalan jaringan yang memadai,

dan persaingan antar pemberi layanan
telekomunikasi semakin ketat. DWDM
merupakan salah satu solusi. Teknologi ini
merupakan teknologi penjamakan yang
mengoptimalkan pemanfaatan bandwidth pada
serat optik.
1.2

Tujuan
Tujuan dari Kerja Praktek di Divisi
Transport PT TELKOM Netre IV Semarang
adalah :
a. Mengetehui tentang teknologi DWDM
(Dense
Wavelength
Division
Multiplexing) pada Sistem Komunikasi
Serat Optik
b. Mengetahui cara mebuat perancangan
untuk penikatan kapasitas pada

jaringan DWDM
1.3

Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam laporan
ini yaitu sebagai berikut:
a. Hanya membahas rugi – rugi atenuasi
dan dispersi yang terjadi dalam
perancangan peningkatan kapasitas 10
Gigabit pada jaringan DWDM PT.
CPI.
b. Hanya membandingkan rugi – rugi
dispersi
yang
terjadi
secara
perhitungan manual dengan hasil
simulasi menggunakan software CTP
Realease 9.2 .


2.

DENSE
WAVELENGTH
MULTIPLEXING

DIVISION

Pengertian DWDM
Dense Wavelength Multiplexing (DWDM)
merupakan sutu teknik transmisi yang memanfaatkan
cahaya dengan panjang gelombang yang berbedabeda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah
dilakukan proses multiplexing seluruh panjang
gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui
sebuah serat optik.

implementasikan sebagai jaringan akses di
kota-kota besar yang memiliki database
terpusat.


2.1

λ1

λ1

λ2

λ2

λ3
λ4

λ3
.
.
.
.
.
.

.
.

Fiber Optik

.
.
.
.
.
.
.
.

λn

λ4

λn


Gambar 1 Prinsip dasar sistem WDM

Untuk saat ini serat optik merupakan media
transmisi yang mampu menyediakan bitrate,
kapasitas, dan kehandalan yang tinggi bila
dibandingkan dengan media transmisi lainnya. Pada
serat optik, gelombang pembawa yang digunakan
adalah sinyal cahaya / sinyal optik yang memiliki
kecepatan rambat 3 x 108 km/s. Hal ini yang
membuat serat optik menjadi lebih unggul bila
dibandingkan dengan media transmisi lainnya.
Dense Wavelength Division Multiplexing
(DWDM)
merupakan
teknologi
yang
menggabungkan beberapa cahaya dengan panjang
gelombang yang berbeda-beda yang ditansmisikan
melalui satu serat. Setiap sinyal yang dimodulasikan
mewakili data yang ditransmisikan, baik itu text,

voice, ataupun video dan merambat dengan warna
yang berbeda-beda, Hal ini dikarenakan panjang
gelombang yang berbeda-beda untuk tiap sinyal yang
ditransmisikan. Menurut International Engineering
Consortium, sistem DWDM dapat mentransmisikan
lebih dari 150 panjang gelombang dengan kecepatan
untuk masing-masing gelombang dapat mencapai 10
Gbps, sehingga sistem ini mampu mentransmisikan
lebih dari terabit per detik.
Teknologi DWDM memanfaatkan sistem SDH
(Synchoronous Digital Hierarchy) dan biasanya
menggunakan laser dengan bitrate hingga mencapai
10 Gbps (OC-192/STM-64) sehingga untuk saat ini
teknologi DWDM merupakan teknologi yang
memiliki bitrate paling besar.
Melihat
keunggulan
sistem
DWDM,
memungkinkan sistem ini cocok untuk diterapkan

sebagai
saluran
utama
(backbone).
Pada
perkembangan teknologi selanjutnya tidak menutup
kemungkinan sistem DWDM ini dapat di

2.2 Keunggulan DWDM
Di bawah ini adalah beberapa keunggulan
teknologi DWDM secara umum yaitu:

Cocok diaplikasikan sebagai saluran
utama (backbone) karena memiliki
bitrate yang sangat besar, sehingga
mampu
melayani
kebutuhan
telekomunikasi dengan baik.


Tepat untuk diterapkan pada jaringan
telekomunikasi jarak jauh baik untuk
sistem point-to-point maupun ring
topology.

Memiliki Bandwidth yang sangat lebar,
sehingga mampu memberikan layanan
data, voice, bahkan video.

Lebih fleksibel apabila suatu saat
jaringan membutuhkan trafik yang lebih
besar.

2.3

Komponen-Komponen pada DWDM
Komponen – komponen yang digunakan dalam
teknologi DWDM ini diantaranya:

Sumber cahaya.
Sumber cahaya berfungsi sebagai pembangkit
sinyal dalam bentuk cahaya yang mengubah
sinyal informasi menjadi sinyal optik dimana
terdapat informasi didalamnya. Sumber cahaya
yang digunakan adalah Injection Laser Diode
(ILD).
 Serat optik yang digunakan.
Jenis serat optik yang digunakan dalam sistem
DWDM adalah single mode, karena daerah
kerja yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan jenis lain (multi mode) sehingga serat
optik yang menggunakan tipe single mode
sangat cocok untuk komunikasi optik jarak
jauh yang memerlukan kecepatan tinggi dan
rugi-rugi yang kecil.
 Reconfigurable
Optical
Add/Drop
Multiplexer (ROADM).
ROADM merupakan suatu perangkat yang
berfungsi untuk memisahkan satu atau lebih
panjang gelombang dari sinyal DWDM (fungsi
drop) dan juga memasukan sinyal-sinyal baru
dengan panjang gelombang yang sama dengan
sinyal di-drop agar dapat ditransmisikan
(fungsi add). Untuk lebih jelasnya mengenai
prinsip kerja dari ROADM ini perhatikanlah
gambar di bawah ini.

penerima. Oleh karena itu, DCU ini
diperlukan untuk mengurangi efek
disperse yang terjadi. Proses yang
dilakukan DCU dapat dilihat seperti
gambar 3.11 dibawah ini

Gambar 2 Add/Drop Multiplexer









EDFA sebagai penguat optik.
Penguat EDFA terdiri dari serat optik yang
intinya dikotori dengan bahan erbium kurang
dari 0,1 %, dimana ion-ion erbium dipompa ke
level energi yang lebih tinggi dengan jalan
penyerapan sinar dari sumber pompa. Penguat
ini bekerja pada panjang gelombang 1550 nm,
dan memiliki gain yang sangat tinggi yaitu
sekitar 20 dBm. Teknologi EDFA ini dapat
membuat teknologi DWDM bekerja pada
frekuensi 1550 nm
OXC sebagai switching.
Optical Cross Connect (OXC) merupakan
suatu perangkat yang menyediakan fungsi
switching dari M-input ke output port, dimana
setiap port terdiri dari sekumpulan panjang
gelombang yang dimultipleks secara DWDM.
Wavelength Selective Element.
Komponen ini diperlukan untuk pemilahan
sinyal pada perangkat DWDM mengingat pada
sistem DWDM melewati sinyal dengan
beragam panjang gelombang. Komponen ini
memiliki kemampuan high selectivity dan low
crosstalk mengingat spasi antar panjang
gelombang sangat berdekatan yaitu sekitar 0,4
– 2 nm.
Wavelength Converter.
Perangkat ini berfungsi untuk melakukan
perubahan sinyal tertentu dari panjang
gelombang satu ke lainnya. Tujuannya untuk
menjaga kualitas sinyal yang dilewatkan tetap
terjamin. Seperti terlihat pada gambar 3.10
yang menunjukan proses yang dilakukan oleh
wavelength converter.

Gambar 3 Kinerja Wavelength Converter



DCU (Dispersion Compensation Units)
DCU merupakan sebuah perangkat yang
berfungsi sebagai memperbaiki kualitas sinyal
optik, kendala utama pada komunikasi DWDM
10 Gbps ini adalah adanya dispersi yang cukup
besar sehingga menimbulkan error di sisi

Gambar 4 Proses Kerja DCU



Routing Module
Perangkat
ini
berfungsi
untuk
melakukan routing seperti pada jaringan
biasanya, yaitu membagi-bagi kanal
informasi berdasarkan time slot-nya
sesuai dengan algoritma tertentu agar
dapat mencapai tujuan dengan kondisi
baik. Proses yang dilakukan routing
mode dapat dilihat pada gambar 3.12
berikut.

Gambar 5 Cara Kerja Routing Module



Attenuator
Alat ini berfungsi untuk meredam sinyal
optik yang level dayanya dianggap
terlalu besar. Apabila level daya yang
diterima perangkat terlalu besar, dapat
menimbulkan kerusakan pada alat. Oleh
karena itu attenuator digunakan bila
level daya yang diterima perangkat
diatas ambang batasnya.

2.4

CTP ( Cisco Transport Planner)
Cisco Transport Planner (CTP) adalah
software perencanaan dan simulasi
jaringan optik Wavelength Division
Multiplexing (WDM) dengan Graphical
User Interface (GUI) yang tidak terlalu
sukar untuk digunakan. Software CTP
ini sangat membantu Sales Engineers
(SE) merancang dan memvalidasi
berbagai macam layanan sistem jaringan
optik Cisco / Cisco Optical Networking
System (ONS) 15454 Multiservice
Transport Platforms (MSTP). Dengan
menggunakan CTP, seorang SE dapat
membangun
suatu
jaringan
dan

mengubah parameter – parameternya. CTP
dapat menampilkan secara rinci dari suatu site
yang dibangun pada jaringan optik dan
menyediakan pula rincian harga/Bill of
Material (BOM) secara kumplit.
3.

DWDM PT CPI
Saat ini sistem saluran backbone pada PT CPI
menggunakan saluran serat optik dengan tipe ITU-T
G.652-SMF. Saluran utama telekomunikasi PT CPI
menggunakan sistem DWDM dengan perangkat dari
Cisco tipe ONS 15454 MSTP. Jalur yang dipasang
pada backbone melewati beberapa node yaitu:
 Rumbai Main Office (RBI
MO)
 Rumbai Tower (RBI TWR)
 Minas
Communication
(MNS COM)
 Minas Tower (MNS TWR)
 Kota Batak Junction (KBJ)
 North Duri (ND)
 Duri Main Office (DRI
MO)
 Dumai Main Office (DMI
MO)
Berikut ini adalah tabel traffic matrix untuk sistem
jaringan di PT CPI saat ini dan trafic matrix
rancangan untuk proyekNextGen:
Tabel 1 Traffic Matrix PT CPI saat ini:

Tabel 2 Perencanaan Traffic Matrix PT CPI

Bentuk topologi yang digunakan
pada jaringan DWDM di PT CPI
berbentuk ring. Dimana terdapat 2 buah
router untuk node RBI MO, MNS COMM,
DRI TWR, dan DMI MO. Fiber optic
yang
menghubungkan
tiap
distrik
berjumlah sepasang, sehingga apabila
salah satu serat optik tidak dapat bekerja,
dapat dialihkan ke sarat optik yang
lainnya. Topologi jaringan DWDM yang
digunakan PT CPI dapat dilihat di gambar
berikut:

Gambar 6 Topologi Jaringan Backbone
DWDM Sumatera PT CPI

3.1 Latar Belakang Peningkatan Kapasitas
Jaringan DWDM 10 Gbps PT CPI
Pada awalnya sistem jaringan backbone
yang digunakan oleh PT CPI memiliki
kecepatan 1 Gbps, dimana Rumbai sebagai
pusat Data Center dengan backup di Duri.
Apabila jaringan yang menghubungkan
Rumbai MO dengan Duri Tower yang melalui
RBI TWR – MNS COMM - KBJ terputus,
sistem komunikasi masih dapat berjalan
dengan baik melalui jalur MNS TWR – ND –
DMI MO.
Kendala yang awalnya terjadi akibat
peningkaatan
peningkatan
ini
adalah
munculnya dispersi yang cukup besar yang
mengakibatkan jalur komunikasi RBI MO
menuju DRI TWR melalui MNS TWR – ND –
DMI MO tidak dapat berjalan. Apabila jalur
utama komunikasi DWDM 10 Gbps
mengalami gangguan atau terputus, maka tidak
ada jalur yang mem-backup komunikasi
tersebut.
Untuk mengatasi masalah dispersi
tersebut, telah dilakukan penambahan alat
DCU (Dispersion Compensation Unit) di
beberapa node agar komunikasi jaringan

DWDM 10 Gbps pada jalur MNS TWR – ND – DMI
MO dapat berjalan dengan baik.
Saat ini PT CPI kembali melakukan proyek
peningkatan kapasitas data karna seiring dengan
perkembangan teknologi yang digunakan PT CPI
dalam proses produksi, dibutuhkan perangkat
jaringan LAN yang mendukung 10 Gbps untuk
menyediakan akses yang memadai untuk pengolahan
data produksi Minyak dan Gas dimana proyek ini
disebut dengan NEXTGEN OIL & GAS.
Rendahnya kinerja Next Gen dan adanya
hambatan pada uplink yang berdampak pada semua
aplikasi-aplikasi yang membutuhkan transmisi data
dimana Kondisi perangkat saat ini mayoritas
kapasitas datanya untuk uplinks LAN yang ada hanya
memiliki kapasitas bandwidth 1Gbps dan Jakarta
LAN Backbone memiliki kapasitas 2Gbps bandwidth
rata-rata untuk uplink, sementara Aplikasi NextGen
saat ini memerlukan bandwidth yang besar (lebih dari
500Mbps per pengguna per sesi). Tentu proyek
peningkatan kebutuhan Bandwidth yang dilakukan
ini juga digunakan untuk kebutuhan aplikasi bisnis
lainnya.
Dengan kondisi yang demikian PT CPI
memerlukan pembaharuan jaringan yang mampu
menyediakan bandwidth yang cukup untuk pengguna
yang mengakses NextGen Oil & Gas di SMO & JVO
dengan meng-upgrade perangkat Jaringan LAN yang
mendukung koneksi 10Gbps yakni baik jaringan
utama (Backbone) LAN dan akses switch untuk
SMO (Rumbai, Minas & Duri) dan Jakarta sebagai
pusat agar memiliki sistem LAN Backbone dan
Akses switch dengan kapasitas minimal 10 Gbps
untuk menjamin akses yang memadai dari proyek
NextGen Oil & Gas.
3.2 Perhitungan Parameter Perancangan
3.2.1
Atenuasi
Pada tahap ini akan dilakukan perhitungan
untuk mencari atenuasi total setiap span berdasarkan
spesifikasi vendor yang kemudian akan dibandingkan
dengan atenuasi hasil perhitungan secara teori dan
atenuasi hasil simulasi software CTP.
Perhitungan attenuasi total dari link serat optik
merupakan penjumlahan total dari atenuasi setiap
komponen pada setiap span, ditambah dengan
pengaruh temperatur udara yang berakibat pada loss
saluran. Secara keseluruhan rumus yang digunakan
untuk menghitung atenuasi setiap span adalah:
At = m.αc + n.αsp + L.αf + M
Dimana:
At
= Attenuasi / Susut Daya Total
M
= Jumlah konektor
αc
= Susut Daya Konektor (dB/Konektor)
n
= Jumlah Splice
αsp
= Susut Daya Splice (dB/Splices)
L
= Panjang serat optik

αf
M

= Loss Factor (dB/Km)
= Ekstra Margin (dB)
Untuk mencari total attenuasi tiap span,
dapat mengacu pada losses serat optik dari
Vendor, yaitu:
 Loss Factor
= 0,25 dB/Km
 Splices
= 0,1 dB
 LossConnector= 0,25 dB/ Connector
 Repair
= 0,013 dB/Km
 Cable Aging = 0,006 dB/Km
 Climatic
= 0,01 dB/Km
 ODR
= 1 dB
 Extra Margin = 5 dB
Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan
berdasarkan spesifikasi vendor, dimana faktor
usia dan suhu juga di perhitungkan meskipun
redaman yang dihasilkan tidak begitu besar.
Tabel 3
Perhitungan Atenuasi Total
Berdasarkan Spesifikasi Vendor

Keterangan:
A
= Jarak (Km)
B
= Loss Factor (dB)
C
= Loss Connector (dB)
D
= Splices (dB)
E
= Repair (dB)
F
= Cable Aging (dB)
G
= Climatic (dB)
H
= ODR (dB)
I
= Margin (dB)
Dari tabel di atas didapatkan bahwa redaman /
loss yang paling besar yang menghubungkan
antara site Rumbai dan site Duri adalah jalur
bawah, yaitu melewati site MNS TWR, ND,
dan DMI yaitu sebesar 112,004 dB.
Berikutnya adalah redaman setiap link
yang menghubungkan antar site berdasarkan
software Cisco Transport Planner (CTP).
Tabel 5.3 dibawah ini menunjukkan berapa
besar redaman yang dihasilkan untuk setiap
Link.

Tabel 4 Atenuasi Berdasarkan Software CTP

Loss SOL merupakan total rugi-rugi yang
terjadi pada setiap site daam satuan dB. Hasil
atenuasi yang didapat secara hitungan manual
berdasarkan data vendor berbeda dengan hasil
atenuasi yang didapat dari software CTP. Hal ini
dikarenakan
pada
software
CTP
tidak
memperhitungkan redaman yang diakibatkan oleh
splices, suhu, Margin, dan juga ODR. Dalam
perhitungan loss-nya, CTP hanya melibatkan loss
factor serat optik dan juga redaman tiap connectornya saja sehingga hasil yang didapat lebih kecil bila
dibandingkan dengan perhitungan secara manual.
3.2.2 Dispersi
Pada proyek peningkatan kapasitas yang
dilakukan sebelumnya pada tahun 2010, dilakukan
pemasangan
jaringan
DWDM
10
Gbps
menghubungkan antara node RBI MO dengan DRI
TWR. Jalur DWDM 10 Gbps dapat berjalan dengan
baik bila melewati jalur atas yang melalui site RBI
TWR – MNS COMM – KBJ – DRI TWR.
Sedangkan pada jalur bawah yang melewati site
MNS COMM – ND – DMI MO – DRI TWR tidak
dapat berjalan dengan baik. Apabila jalur utama
komunikasi DWDM 10 Gbps terputus, maka
komunikasi DWDM 10 Gbps antara RBI MO dengan
DRI TWR tidak akan berjalan dikarenakan tidak ada
jalur untuk backup-nya.
Kemungkinan besar komunikasi jalur bawah
tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena
jalur yang menghubungkan antar site terlalu jauh.
Berbeda dengan jalur atas yang memiliki jarak antar
site yang tidak terlalu jauh. Jarak antar site yang jauh
akan berakibat pada semakin besarnya nilai loss dan
juga chromatic dispersion. Dikarenakan bit rate yang
mencapai 10 Gbps, apabila performansi jaringan
dibawah standar atau terjadi failure jaringan hal ini
akan berakibat pada besarnya informasi yang hilang.
Hal ini yang mendasari mengapa jaringan pada jalur
bawah tidak dapat berjalan dengan baik. Chromatic
dispersion dapat ditangani dengan memasang DCU
pada site tertentu sehingga sistem dapat berjalan
dengan baik.
Namun saat ini kembali dibutuhkan
peningkatan kapasitas sesuai permasalahn yang telah
dipaparkan pada penjelasan dalam bab sebelumnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut PT CPI telah
merancang peningkatan kapasitas data menjadi 10

Gbps di beberapa site, rancangan yang akan
dilakukan seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 7 Perancangan
jaringan LAN 10 Gbps

Penambahan

Dari gambar terlihat upgrade jaringan
yang akan dilakukan yakni pada site RBI TWR
dengan MNS COM dan site MNS TWR
dengan ND. Saat ini Modul yang digunakan
pada site-site tersebut hanya sebesar 1 Gbps
sehingga akan dilakukan upgrade jaringan
hingga menjadi 10 Gbps. Perancangan upgrade
komponen DWDM untuk meningkatkan
kapasitas data menjadi 10 Gbps yang akan
dilakukan PT CPI ini dapat dilihat pada tabel
yang terdapat didalam gambar diatas.
Diprediksi dampak dari peningkatan
kapaitas ini adalah jalur yang melewati ring
back up akan tidak berjalan dengan baik karna
jarak yang sangat jauh yang akan
menyebabkan rugi-rugi dispersi yang besar.
Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan
perhitungan antara dispersi yang akan timbul
dengan DCU yang diperlukan sebagai alat
yang digunakan untuk mengkompresi nilai
dispersi.
Untuk
melakukan
perancangan
perhitungan tersebut dilakukan beberapa
model perhitungan yaitu dengan perhitungan
manual dan perhitungan yang didapat dari
hasil simulasi menggunakan CTP.
3.2.2.1 Perhitungan Manual
Chromatic Dispersion
Koefisien Chromatic Dispersion serat
optik tergantung jenis serat optik yang
digunakan, nilainya akan berbeda untuk jenis
serat optik yang berbeda. Serat optik yang
digunakan PT CPI bertipe ITU-T G 652 SMF
dan memiliki koefisien dispersi kromatik
sebesar 17,1 ps/nm/km. Besar nilai dispersi
kromatik didapatkan dengan cara mengkalikan
jarak antar site dengan koefisien kromatik
dispersi. Dari vendor memberikan syarat agar
dispersi kromatik maksimum pada backbone
untuk bitrate 10 Gbps adalah 1000 ps/nm,

sehingga apabila nilai dispersi kromatiknya lebih
lebih besar dari 1000 ps/nm perlu adanya
penambahan Dispersion Compensating Unit (DCU).
Tabel 5 Perhitungan Manual Chromatic Dispersion
untuk Setiap Link

Berdasarkan tabel 8 diperoleh besarnya
chromatic dispersion total antara site ND
menuju MNS TWR dari node B MNS TWR ke
node A ND dan dari node A ND ke node B
TWR melalui ring yang panjang yakni sebesar
5648,13 ps/nm. Berikut ini hasil perhitungan
CD pada rute ring yang memiliki jarak yang
panjang:
Tabel 8 Perhitungan CD Jalur node node B
MNS TWR ke node A ND

Berdasarkan hasil dari peningkatan kapasitas
menjadi 10 Gbps pada site DRI TWR dengan RBI
MO yang dilakukan pada tahun 2010 lalu dibutuhkan
beberapa DCU yang diletakan dibeberapa site sesuai
dengan tabel 6 berikut ini :
Tabel 6 DCU yang telah digunakan PT CPI

Pada table 7dibawah diperoleh besarnya
chromatic dispersion total antara site RBI TWR
menuju MNS COM dari node B MNS COM ke node
A RBI TWR dan dari node A RBI TWR ke node B
MNS COM melalui ring yang panjang yakni sebesar
5613,93 ps/nm. Sedangkan berdasarkan spesifikasi
Cisco, batas maksimum dispersi untuk kecepatan 10
Gbps disisi penerima sebesar 1000 ps/nm oleh karena
itu memang perlu adanya penambahan komponen
DCU dibeberapa site. Berikut ini hasil perhitungan
CD pada rute ring yang memiliki jarak yang panjang:

Berdasarkan perhitungan pada tabel 8,
memang perlu adanya penambahan beberapa
DCU dibeberapa site baik disisi A maupun
disisi B agar dispersi yang diterima di setiap
site tidak melebihi 1000 ps/nm. Berdasarkan
tabel tersebut, diharuskan adanya penambahan
spesifikasi DCU yang pada awalnya telah
dimiliki oleh PT CPI. DCU yang pada awalnya
ada di sisi B site-MNS TWR (DCU 350), ND
(DCU 1150), DMI MO (DCU 1150), dan DRI
TWR (DCU 950) ternyata tidak cukup untuk
mengkompresi dispersi yang diperhitungan
akan timbul. Dan sesuai dengan perhitungan
diatas pada sisi B site DRI TWR diperlukan
penambahan DCU 350 dan KBJ OLD
diperlukan penambahan DCU 1150.
Dari perhitungan diatas terlihat bahwa
perancangan penambahan DCU yang telah
dilakukan
sebelumnya
masih
mampu
mengatasi perkiran dispersi yang muncul pada
ND menuju MNS TWR sehingga tidak
memerlukan penambahan DCU lagi. Berikut
merupakan gambar perancangan penambahan
DCU dengan perhitungan manual :

Tabel 7 Perhitungan CD Jalur node B MNS
COM ke node A RBI TWR

Gambar 8 Perancangan penambahan DCU
perhitungan manual

3.2.2.2 Perhitungan Software CTP

Penambahan DCU berdasarkan software
CTP bersifat otomatis, kita cukup memasukan
spesifikasi jaringan DWDM yang ada di PT CPI
sesuai dengan lahkang-langkah yang telah
dipaparkan pada bab 3, kemudian klik tombol
Analyze network, secara otomatis software CTP
akan menenambahkan komponen DCU dengan
spesifikasi tertentu di site yang memang perlu
adanya penambahan komponen DCU. Berikut
ini adalah gambar jaringan DWDM yang ada di
PT CPI berdasarkan software Cisco Transport
Planner (CTP):

Gambar 9 Jaringan DWDM PT CPI berdasarkan
Software CTP

Ketika menggunakan CTP kita dapat
melihat langsung sistem DWDM yang kita
rancang secara terperinci, baik secara nilai-nilai
parameter yang mempengaruhi sistem DWDM,
routing, kondisi antar site, layout dari modul
yang kita butuhkan, rugi – rugi jaringan baik
yang disebabkan oleh faktor - faktor yang
dipengaruhi komponen-komponen yang kita
gunakan, yang disebabkan faktor eksternal
seperti jarak yang mempengaruhi dispersi, dll.
Selain itu CTP juga memberikan analisis tentang
perkiraan biaya yang harus dikeluarkan, tentu

DCU untuk mengurangi error akibat
chromatic dispersion. Pada perhitungan
menggunakan software CTP, komponen DCU
yang diperlukan agar jaringan DWDM 10
Gbps
dapat
berjalan
dengan
baik
membutuhkan DCU yang memiliki nilai
kompresi lebih besar dibanding dengan
perhitungan secara manual, yakni memerlukan
tambahan 2 buah DCU 1350 sedang dengan
menenggunakan perhitungan manual bisa
hanya dengan DCU 1150. Kekurangan dari
solusi yang diberikan oleh software CTP
adalah akan menambah cost yang harus
dikeluarkan PT CPI.
Tabel 10 Perbandingan Harga
berdasarkan CTP dan Perhitungan Manual

DCU

Pada Tabel 10 hanya menunjukan
jumlah DCU yang dibutuhkan jaringan
DWDM pada PT CPI tetapi belum
menunjukan posisi DCU akan diletakkan.
Untuk mengetahui penempatan DCU tersebut
kita dapat melihat posisi DCU dari layoutnya.
Dari layout pada masing – masing site,
dapat
digambarkan
hasil
perancangan
peningkatan kapasitas jaringan DWDM pada
PT CPI adalah sebagai berikut :

khususnya dengan menggunakan modul Cisco.
Tabel 9 DCU berdasarkan CTP
Gambar 10 Perancangan penambahan DCU
dengan CTP

4. Kesimpulan

Berdasarkan tabel diatas jaringan DWDM di
PT CPI memang memerlukan tambahan perangkat

Dari hasil pengamatan dan pembelajaran
selama ± 1 bulan mengenai link planner 10
Gigabit jaringan backbone DWDM Sumatra
PT Chevron Pacific Indonesia, dapat diambil
beberapa kesimpulan penting diantaranya:

1. Komunikasi DWDM link 10 Gigabit yang
melewati jalur dengan rute ring yang
memiliki jarak yang panjang diperkirak
2. an tidak dapat berjalan dengan baik
dikarenakan besarnya chromatic dispersion
yang terjadi pada link tersebut dimana
memiliki nilai yang melebihi toleransi dari
perangkat CISCO ONS 15454 MSTP yaitu
1000 ps/nm.
3. Untuk mengatasi permasalahan komunikasi
akibat chromatic dispersion, perlu adanya
penambahan komponen DCU (Dispersion
Compensation Unit) di beberapa site untuk
mengurangi chromatic dispersion yang
terjadi agar besarnya tidak melebihi 1000
ps/nm di setiap site.
4. Penambahan komponen DCU pada rute ring
yang memiliki jarak yang panjang
berdasarkan hitungan secara manual
sebanyak 12 buah, berdasarkan software
CTP juga sebanyak 12 buah namun dengan
penawaran tipe DCU yang berbeda-beda
dimana secara cost yang harus dikeluarkan
berdasatkan CTP lebih besar dibanding
dengan hasil perhitungan manual.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Tombang ,Muhammad Abdi .2011. Analisa
Dispersi Terhadap Bitrate Di Jaringan
Dense Wavelength Division Multiplexing
(Dwdm) Pt. Chevron Pacific Indonesia.
Pekanbaru:
Program
Studi
Teknik
Elektronika
Telekomunikasi
Politeknik
Caltex Riau
[2] Adhiyogo,Iqbal dan Widodo, Mohammad
Widyanto. 2010. Studi Kasus Implementasi
Link 10 Gigabit Pada Jaringan Backbone
Dwdm Sumatera Pt Chevron Pacific
Indonesia. Bandung : Fakultas Elektro Dan
Komunikasi Institut Teknologi Telkom
[3] Sinaga, Eli Lama Sabachtani.2011. Analisa
Sistem Proteksi Jaringan DWDM JakartaPekanbaru Menggunakan Serat Optik.
Depok : Program Studi Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
[4] Cisco System. 2010. Cisco Transport
Planner Release 9.2 DWDM Operations
Guide. USA : Cisco System, Inc.
http://www.cisco.com
[5] Americas Headquarters. 2012. Cisco ONS
15454 DWDM Reference Manual Product
and Software Release 9.1. USA : Cisco
System, Inc. http://www.cisco.com

BIODATA
Hana’ Ad’ha Rodhiah
(21060110120052) Lahir
di Duri, 11 Juni 1992.
Menempuh pendidikan di
SD S IT Mutiara Duri,
SMP S IT Mutiara Duri,
SMA S Cendana Duri, dan
sekarang tercatat sebagai
Mahasiswa Teknik Elektro
UNDIP,
Angkatan
2010,
Konsentrasi
Telekomunikasi.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Achmad Hidayatno, S.T.,M.T.
NIP 196912211995121001