RUBRIK UNTUK MENGUKUR KEDEKATAN BAHASA F

Lilitrans Conference 2018 |”Elevating Intercultural Communication” | ISBN 978-602-51506-0-9

PROCEEDINGS
LILITRANS CONFERENCE 2018
(The Conference on Linguistics, Literature, and Translation)

“Elevating Intercultural Communication”

The Sun Hotel Madiun, April 14th, 2018

Speakers:

Prof. Dr. Djatmika, M. A.
Dra. A. B. Sri Mulyani, M. A., Ph. D.
Prof. Drs. M. R. Nababan, M. Ed., MA, Ph. D.

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra
Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
i

Lilitrans Conference 2018 |”Elevating Intercultural Communication” | ISBN 978-602-51506-0-9


PROCEEDINGS
LILITRANS CONFERENCE 2018
(The Conference on Linguistics, Literature, and Translation)
“Elevating Intercultural Communication”
Copy Right © 2018
Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra
Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
Published by:
Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra
Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
Jl. Manggis 15-17 Madiun 63131
Telp. (0351) 453328, Fax. (0351) 453167
E-mail: sastrainggris@widyamandala.ac.id
Editor: Christina Maya Irianasari, S.S., M. Hum
Design Cover: Bertha Praditya Octovani
Reviewer:
Drs. Dwi Aji Prajoko, M. Hum.
Drs. Obat Mikael Depari, M. Hum.
Eko Budi Setiawan, S.S., M. Hum.

Priska Meilasari, S.S., M. Hum.
First Published 2018
438 hlm; 210 x 297 mm
ISBN 978-602-51506-0-9

All Right Reserved
No part of this publication may be reproduced without written permission of the publisher

ii

RUBRIK UNTUK MENGUKUR KEDEKATAN BAHASA FIGURATIF
DALAM PENERJEMAHAN ULANG
Nur Kholishoh
Department of Linguistics, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia
email: cholieshoh@gmail.com

Abstract
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah rubrik yang digunakan untuk
mengukur kedekatan dalam penerjemahan ulang. Menurut teori penerjemahan ulang
Berman, terjemahan yang lengkap adalah yang paling dekat dengan teks sumber. Namun,

Berman tidak mendefinisikan kedekatan secara jelas, serta tidak menawarkan parameter
untuk mengukurnya. Oleh karena itu, para ilmuwan menggunakan parameter yang berbedabeda untuk mengukur kedekatannya.Penelitian ini mencoba melihat kedekatan dari aspek
bahasa figuratif. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa penerjemahan ulang hanya
berlaku pada teks sastra, dan letak keindahan teks sastra terdapat pada bahasa figuratif
yang dipakainya.Rubrik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menilai
tingkat kedekatan dilihat dari aspek bahasa figuratif. Walaupun begitu, penulis menyadari
masih banyak kekurangan dari rubrik ini, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk
menguji rubrik ini agar bisa digunakan untuk semua jenis teks sastra dan jenis bahasa
figuratif yang lain.
Kata Kunci: Rubrik, kedekatan, penerjemahan ulang.
PENDAHULUAN
Praktik penerjemahan ulang telah dilakukan sejak dahulu kala. Namun, teori tentang
penerjemahan ulang hingga kini belum mendapatkan perhatian yang serius. Ketika
membicarakan tentang terjemahan ulang, yang dimaksud adalah berbagai versi terjemahan,
dalam hal ini versi terjemahan dari satu teks sumber ke dalam bahasa yang sama, biasanya
selama periode waktu tertentu (Brownlie, 2006, hlm.146). Penerjemahan ulang berbeda
dengan revisi. Revisi merupakan kegiatan menerjemahkan kembali teks yang pernah
diterjemahkan, dengan mengacu baik sebagian maupun seluruhnya pada terjemahan
sebelumnya, sedangkan penerjemahan ulang tidak mengacu pada terjemahan sebelumnya,
melainkan memproduksi teks yang benar-benar baru (Koskinen & Paloposki, 2010).

Teori penerjemahan ulang yang dipakai hingga saat ini adalah teori Berman (1990). Ada
beberapa poin dalam teori penerjemahan ulang Berman: Pertama, tentang alasan
penerjemahan ulang. Menurut Berman, alasan dilakukannya penerjemahan ulang adalah
karena terjemahan mengalami penuaan, sedangkan teks sumber tidak mengalaminya. Maka,
penerjemahan ulang dilakukan agar terjemahannya selalu baru. Kedua, penerjemahan
menurut Berman adalah suatu tindakan yang belum lengkap, sehingga dilakukanlah
penerjemahan ulang. Ketiga, terjemahan yang lengkap menurut Berman adalah yang paling
dekat dengan teks sumber.
Namun, Berman tidak mendefinisikan kedekatan secara jelas, serta tidak menawarkan
parameter untuk mengukurnya. Oleh karena itu, para ilmuwan menggunakan parameter yang
berbeda-beda untuk mengukur kedekatannya. Brownlie (2006) menawarkan empat aspek
untuk menganalisis kedekatan terjemahan dengan teks sumber. Teks sumber yang dipilih
adalah novel Nana yang ditulis oleh Emile Zola dan teks sasarannya adalah lima
terjemahannya yang berbahasa Inggris. Menurut Brownlie, teori sastra relevan dengan
368

terjemahan sastra dalam beberapa aspek. Sehingga, ada kaitan antara teori penerjemahan
ulang dan teori naratif sebagai bagian dari teori sastra. Brownlie kemudian menemukan
empat aspek yang relevan. Keempat aspek itu adalah: esensi, kondisi sosial, interpretasi, dan
pascastrukturalisme. Keempat aspek itu digunakan Brownlie untuk menganalisis kedekatan

terjemahan dengan teks sumber. Teori yang ditawarkan Brownlie tersebut tidak relevan jika
diterapkan dalam penelitian ini karena lebih mengarah ke penelitian sastra.
Berbeda dengan Brownlie, Dastjerdi & Mohammadi (2013) menggabungkan teori gaya
penerjemah Baker dan teori stilistika Short tentang representasi gaya bercerita dalam narasi
untuk melihat manakah di antara dua terjemahan novel Pride and Prejudice berbahasa Persia
yang lebih mempertahankan fitur stilistika teks sumber. Tingkat kedekatannya diukur dari 3
aspek, yaitu TTR (Type/Token Ratio), ASL (Average Sentence Length), dan SR (Speech
Representation). TTR merupakan ukuran variasi kosakata yang digunakan dalam suatu data
korpus tertentu. Nilai TTR didapat dari jumlah total kata dalam teks dibagi jumlah variasi
kata. Nilai TTR yang tinggi menunjukkan bahwa penerjemah menggunakan kosakata yang
lebih bervariasi. Nilai TTR yang rendah menunjukkan bahwa seorang penulis menggunakan
kosakata yang terbatas. Karena fokus penelitian ini bukan pada seberapa bervariasinya
kosakata penerjemah, maka nilai TTR yang dipertimbangkan adalah yang paling dekat
dengan nilai TTR teks sumber, bukan nilai TTR yang tertinggi atau terendah.
ASL merupakan rata-rata panjang kalimat dalam suatu data korpus tertentu. Nilai ASL
didapat dari pembagian jumlah total kata dengan jumlah kalimat yang diakhiri dengan tanda
seru, tanda tanya, dan titik. Seperti halnya TTR, nilai ASL yang dipertimbangkan adalah
yang paling dekat dengan nilai ASL teks sumber, bukan nilai ASL yang tertinggi atau
terendah. SR menunjukkan bagaimana gaya penulis direpresentasikan oleh penerjemah dalam
teks terjemahan. Nilai SR didapatkan dari penjumlahan ujaran langsung dan ujaran tidak

langsung dalam teks terjemahan. Parameter yang dipakai Dastjerdi & Mohammadi ini juga
kurang tepat digunakan dalam penelitian ini karena parameter itu hanya melihat kedekatan
dari segi banyaknya variasi kata, panjang kalimat, dan bentuk ujaran tanpa melihat kedekatan
dari segi makna.
Selain dua teori di atas, teori transitivitas Halliday juga dapat dijadikan parameter untuk
mengukur kedekatan dengan teks sumber. Elaine (2009) meneliti novel The Old Man and The
Sea dan empat terjemahannya dalam bahasa Mandarin dengan menerapkan teori tersebut
untuk melihat gaya penerjemah dari aspek terjemahan proses di sistem transitivitas dan
sekaligus menguji penerapan model transitivitas Halliday. Proses yang dimaksud dalam
disertasi Elaine ini merujuk pada verba yang digunakan oleh penulis dan penerjemah. Jika
diterapkan dalam penelitian ini, teori transitivitas lebih akurat untuk menganalisis kedekatan
terjemahan dengan bahasa sumber. Hal itu karena transitivitas mengategorikan proses (verba)
menjadi lima bagian, yaitu: material, mental, relational, behavioural, dan existential. Dengan
begitu, jenis verba yang ditemukan akan lebih spesifik dan akan terlihat bagaimana
terjemahan verba tersebut dalam bahasa sasarannya: apakah terjemahan verbanya sesuai,
dihilangkan, ditambah, atau dimodifikasi. Jika terjemahan verbanya sesuai (tidak mengalami
penghilangan, penambahan, dan modifikasi), maka bisa dipastikan penerjemah
mempertahankan gaya penulis dan terjemahannya dekat dengan teks sumber.
Teori transitivitas Halliday tersebut lebih akurat digunakan untuk melihat kedekatan
terhadap teks sumber. Namun, karena tujuan penelitian Elaine adalah untuk melihat gaya

penerjemah dan bukan untuk melihat kedekatan terjemahan dengan teks sumber, maka Elaine
tidak menganalisis seluruhnya. Elaine hanya mengambil bagian novel yang menggambarkan
perjuangan si lelaki tua dalam menangkap ikan. Maka, teori transitivitas itu tidak dapat
digunakan dalam penelitian ini karena untuk melihat kedekatan dengan teks sumber, semua
bagian buku harus diambil. Kalaupun semua bagian novel diambil dan dianalisis dengan teori

369

transitivitas, akan sangat menghabiskan waktu karena analisisnya yang sangat cermat, rumit,
dan rinci.
Penelitian ini mencoba melihat kedekatan dari aspek bahasa figuratif. Hal itu didasarkan
atas pertimbangan bahwa penerjemahan ulang hanya berlaku pada teks sastra, dan letak
keindahan teks sastra terdapat pada bahasa figuratif yang dipakainya. Bahasa figuratif dapat
memvisualisasikan apa yang dimaksud oleh penulis sehingga pembaca dan penulis memiliki
persepsi atau gambaran yang sama tentang benda yang dideskripsikan (Marabout, 2010).
Sebagai contoh, pada kalimat “kau mengamuk memukuli ikan”, pembaca mungkin kurang
bisa membayangkan seperti apa kejadiannya. Tetapi dalam kalimat “kau mengamuk
memukuli ikan itu bagai membacok-bacok batang pohon”, pembaca akan mempunyai
persepsi yang sama atau setidaknya menangkap apa yang sedang mencoba digambarkan oleh
penulis.

Sedikit berbeda dari Marabout, Chesla mengatakan bahwa bahasa figuratif digunakan
untuk melebih-lebihkan kesan, yang tentu saja tidak sama seperti aslinya. Semisal, untuk
menggambarkan “dia berlari sangat kencang”, penulis bisa saja mengatakan “dia berlari
sejauh delapan meter per detik” sehingga pembaca memiliki persepsi yang sama dengan
penulis. Namun, kalimat tersebut mungkin kurang terasa sastranya, berbeda dengan kalimat
“dia berlari secepat kilat”. Itulah yang disebut Chesla bahwa bahasa figuratif digunakan
untuk menguatkan sense, walaupun penggambarannya terkesan melebih-lebihkan dan kurang
tepat.
Oleh karena bahasa figuratif merupakan bahasa yang artistik yang mengandung seni dan
menggambarkan gaya penulis aslinya itulah, maka bahasa figuratif hendaknya diterjemahkan
sedekat mungkin dengan gaya penulis asli (Rudi Hartono).
It is universally acknowledged that every writer has a literary style and that his
style is reflected in his writing. Some will say that a translation should reflect the
style of the original and others say that a translation should possess the style of the
translator. Xiaoshu dan Dongming (2003, hlm.1)
Para pakar berbeda pendapat dalam penyebutan figurative language di bahasa Indonesia.
Kridalaksana menyebutnya sebagai kiasan, Tarigan menyebutnya sebagai majas, dan bahkan
ada yang menyamakan figuratif dengan metafora.
Penelitian ini akan menggunakan istilah bahasa figuratif untuk merujuk pada figurative
language, karena majas menurut Tarigan pengertiannya lebih luas dari kiasan yang

dikemukakan oleh Kridalaksana. Kiasan adalah alat untuk membandingkan atau
mengasosiasikan dua hal, sedangkan majas tidak hanya membandingkan dan
mengasosiasikan (menautkan) dua hal, tetapi juga mempertentangkan dua hal (majas
pertentangan) dan ada juga majas perulangan. Hal tersebut juga menyebabkan cakupan yang
dibahas berbeda dan istilah yang digunakan pun menjadi rancu dan tumpang tindih. Seperti
misalnya Kridalaksana menggunakan kata kiasan untuk menyebut figurative language,
sedangkan Tarigan menggunakan kata kiasan untuk menyebut metaphor.Bahasa figuratif
adalah penggunaan bahasa yang tidak lazim, yang tidak bisa dimaknai secara literal karena
menggunakan penggambaran atau citra yang lebih imajinatif. Gambaran yang lebih imajinatif
tersebut didapatkan dengan membandingkan satu hal dengan hal yang lain. Ada tiga jenis
bahasa figuratif yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: simile, metafora, dan
personifikasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif, untuk mendeskripsikan fenomena
bahasa figuratif dalam novel TOMTS dan empat terjemahannya untuk melihat metafora mana
yang paling dekat dengan bahasa figuratif teks sumber. Hal itu sesuai dengan pendapat
370

Williams & Chesterman (2002) yang menyatakan bahwa ancangan kualitatif bertujuan untuk

mendeskripsikan suatu fenomena tertentu yang mengarah pada kesimpulan dari apa yang
mungkin terjadi atau apa yang bisa terjadi pada suatu waktu tertentu, dan tidak
memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari fenomena yang umum atau universal.
Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif.
Metode komparatif lebih mengarah kepada cara kerja suatu penelitian, yaitu membandingkan
suatu data dengan data lainnya Sudaryanto (1992). Dengan cara membandingkan itu, dapat
diketahui ada tidaknya hubungan kesamaan dan perbedaan dalam fenomena penggunaan
bahasa sebagaimana yang diatur oleh asas-asas tertentu. Definisi yang dinyatakan Sudaryanto
adalah untuk metode komparatif dalam ilmu linguistik secara umum. Dalam ilmu
penerjemahan, William & Chesterman menyebutnya sebagai model komparatif. Model ini
hanya menjejaki sisi terjemahan berdampingan dengan teks sumber. Komparatif di sini
digunakan untuk menemukan kesamaan teks sumber dan terjemahannya dari segi fitur
linguistiknya.
Jika merujuk pada metode-metode dalam penelitian kualitatif yang dipaparkan oleh
Salim (2001), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus
adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus
dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Inti studi kasus yaitu
kecenderungan utama di antara semua ragam studi kasus. Studi kasus ini berusaha untuk
menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan: mengapa keputusan itu diambil,
bagaimana keputusan diterapkan dan apa hasilnya? Esensi studi kasus adalah kecenderungan

utama dari semua jenis studi kasus yang mencoba menjelaskan keputusan-keputusan tentang
mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya dan apa hasilnya
(Schramm, dikutip dari Yin, 2013). Kasus yang diteliti bisa sederhana dan bisa kompleks,
bisa bersifat individual maupun kluster, bisa statis dan dinamis. Yang jelas, kasus harus
spesifik dan mempunyai batasan.
Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah intrinsik, yaitu studi kasus yang dilakukan
untuk memahami secara lebih baik tentang suatu kasus tertentu. Jadi, studi terhadap kasus ini
dilakukan karena peneliti ingin mengetahui secara intrinsik fenomena, keteraturan, dan
kekhususan dari suatu kasus, bukan untuk alasan eksternal lainnya.
Sumber Data dan Unit Analisis
Sumber data penelitian ini adalah novel The Old Man and The Sea karya Ernest
Hemingway tahun 1952 dan empat terjemahan berbahasa Indonesia edisi lama:
1. Sapardi Djoko Damono (1973) diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya
2. Dian Vita Ellyati (2008) diterbitkan oleh Selasar
3. Yuni Kristianingsih P. (2009) diterbitkan oleh Serambi Ilmu Semesta
4. Deera Army Pramana (2015) diterbitkan oleh Narasi
Tiga dari keempat terjemahan di atas sebenarnya telah mengalami revisi dan terbit
ulang. Walaupun begitu, penelitian ini justru menggunakan edisi lama karena beberapa alasan
tertentu. Alasan pertama adalah karena penerjemahan ulang mensyaratkan adanya rentang
waktu antara terjemahan dan terjemahan ulangnya. Jika yang diambil terjemahan edisi lama,
maka dapat dilihat bahwa ada rentang waktu yang lumayan panjang antara terjemahan dan
terjemahan ulangnya. Terjemahan pertama dengan terjemahan kedua berjarak waktu 35
tahun, terjemahan kedua dan terjemahan ketiga berjarak waktu satu tahun, dan terjemahan
ketiga dengan terjemahan keempat berjarak waktu 6 tahun. Sedangkan jika yang diambil
adalah terjemahan edisi baru, maka jarak waktunya relatif singkat. Terjemahan Yuni edisi
baru terbit tahun 2015, disusul terjemahan Sapardi dan terjemahan Deera pada tahun 2016,
dan kemudian terjemahan Dian pada tahun 2017. Dengan demikian, ada empat terjemahan
dalam kurun waktu dua tahun (2015-2017). Sementara itu, terjemahan Deera tidak

371

mencantumkan bulan terbit, sehingga tidak diketahui manakah yang lebih dulu terbit antara
terjemahan Deera atau terjemahan Sapardi.
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metafora, personifikasi, dan
simile dalam TSu dan terjemahannya dalam TSa.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Karena Berman tidak mendefiniskan kedekatan, penelitian ini akan mencoba
menjelaskan apa itu kedekatan berdasarkan definisi penerjemhan Bassnett.
Translation involves the rendering of a source language (SL) textinto the target
language (TL) so as to ensure that (1) the surfacemeaning of the two will be
approximately similar and (2) thestructures of the SL will be preserved as closely
as possible but notso closely that the TL structures will be seriously distorted.
(Bassnett, 2005, hlm. 12)
Jadi, menurut Bassnett, penerjemahan adalah aktivitas menerjemahkan bahasa sumber
(BSu) ke bahasa sasaran (BSa) untuk memastikan: 1. Arti dasar keduanya mendekati sama
2. Struktur BSu akan dipertahankan sedekat mungkin tetapi tidak terlalu dekat yang justru
akan merusak struktur BSa. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
prosespenerjemahan, yang dipertahankan adalah makna dan strukturnya, tetapi jika struktur
tersebut justru merusak maknanya, maka struktur boleh tidak dipertahankan.
Maka, kedekatan yang dimaksud di sini adalah seberapa dekat penerjemah
mempertahankan struktur dan makna bahasa sumber. Struktur/bentuk menurut Larson
(1988)mencakup kata, frase, klausa, kalimat, paragraph, dll baik lisan maupun tulisan, yaitu
bagian struktural bahasa yang biasa terlihat dalam bentuk cetak atau terdengar dalam ujaran.
Larson lebih lanjut mengatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan dari
bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantis. Makna
dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah.
Di penelitian ini, tidak semua terjemahan kata dilihat kedekatannya karena
keterbatasan ruang dan waktu. Yang dianalisis kedekatannya di sini adalah bahasa
figuratifnya karena ini adalah teks sastra. Bahasa figuratif memegang peranan penting dalam
karya sastra karena dapat memvisualisasikan yang dimaksud oleh penulis sehingga pembaca
dan penulis memiliki persepsi atau gambaran yang sama tentang benda yang dideskripsikan
(Marabout, 2010). Sebagai contoh, semisal penulis mengatakan “kau mengamuk memukuli
ikan”, pembaca mungkin kurang bisa membayangkan kejadiannya. Tetapi ketika penulis
mengatakan “kau mengamuk memukuli ikan itu bagai membacok-bacok batang pohon”,
pembaca akan mempunyai persepsi yang sama atau setidaknya menangkap apa yang sedang
digambarkan oleh penulis.
Jika Marabout mengatakan bahwa bahasa figuratif digunakan untuk memberi
gambaran kepada pembaca agar memiliki persepsi yang sama dengan penulis, Chesla
mengatakan hal yang sedikit berbeda dari Marabout. Chesla mengatakan bahwa bahasa
figuratif digunakan untuk melebih-lebihkan kesan, yang tentu saja tidak sama seperti
aslinya. Semisal, untuk menggambarkan “dia berlari sangat kencang”, penulis bisa saja
mengatakan “dia berlari sejauh delapan meter per detik” sehingga pembaca memiliki
persepsi sama dengan penulis. Namun, kalimat tersebut mungkin kurang terasa sastranya.
Berbeda dengan kalimat “dia berlari secepat kilat”. Itulah yang disebut Chesla bahwa
penulis bahasa figuratif digunakan untuk menguatkan sense, walaupun penggambarannya
terkesan melebih-lebihkan dan kurang tepat.
Oleh karena bahasa figuratif merupakan bahasa yang artistik yang mengandung seni
dan menggambarkan gaya penulis aslinya itulah, maka bahasa figuratif hendaknya
diterjemahkan sedekat mungkin dengan gaya penulis asli (Rudi Hartono).

372

Nah, karena yang dibahas di sini adalah bahasa figuratif, maka struktur dan makna
yang dibahas di sini akan berkaitan erat dengan objek, citra, dan titik kemiripan (object,
image, and sense). Objek adalah apa yang dibicarakan. Citra adalah kejadian/proses/hal
yang hendak dipakai bandingan. Sense adalah aspek khusus antara objek dan citra yang
punya kemiripan. Contoh: Rani adalah bunga desa, objeknya adalah Rani, citranya adalah
bunga desa, dan titik kemiripannya adalah cantik. Titik kemiripan kadang diungkapkan
secara eksplisit seperti dalam contoh Rani, si bunga desa itu memang cantik, atau secara
implisit seperti dalam contoh: Rani adalah bunga desa. Begitu pula halnya dengan objek.
Menurut Parera, objek dapat tampak dalam struktur luar dan dapat pula tidak tampak. Ini
berarti dalam analisis makna metafora diperlukan struktur dalam.
Objek, citra, dan titik kemiripan itulah yang membedakan bahasa figuratif, karena
secara gramatikal, bahasa figuratif sama dengan pernyataan biasa (Browdle, hlm. 21).
Contoh:
Rani, si bunga desa itu memang cantik. (metafora, bahasa figuratif)
Rani, putri pak Toto itu memang cantik. (kalimat biasa)
Buih pantai itu seperti mutiara di leher pantai (simile, bahasa figuratif)
Buih pantai itu menuju ke pantai (kalimat biasa).
Ada beberapa usulan untuk menerjemahkan bahasa figuratif, diantaranya:
a. The translation of metaphor yang diusulkan oleh Newmark (1988)
b. The translation of idiom and fixed expression oleh Baker (2011)
c. Translating metaphor oleh Dobrzyfiska (1995)
d. Teknik penerjemahan dan beberapa masalah khusus oleh Rochayah Machali
(2009)
e. Proposisi Figuratif: Metafora dan Simile oleh Larson (1989)
f. Translation of Literary Styleoleh Xiaoshu dan Dongming (2003)
Beberapa usulan tersebut disintesiskan menjadi sebuah rubrik untuk mengukur kedekatan
bahasa figuratif.
Rubrik
Kategori

Sangat
dekat

Tingkat
Parameter/ Indikator
kedekatan
terjemahan
10
Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan ke dalam
Metafora/Personifikasi/Simile yang makna, bentuk, dan sensenya sama.
9

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan ke dalam
Metafora/Personifikasi/Simile yang bentuknya berbeda, tetapi makna
dan sensenya sama.

8

Metafora/Personifikasi diterjemahkan dengan simile yang maknanya
sama, atau
Simile diterjemahkan dengan Metafora/personifikasi yang maknanya
sama, atau

7

Metafora/Personifikasi diterjemahkan dengan simile, ditambah
keterangan mengenai sensenya. , atau
Simile diterjemahkan dengan Metafora/Personifikasi, ditambah

Dekat

373

keterangan mengenai sensenya

Jauh

6

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan mengambil
sensenya saja/Parafrasa dan maknanya sesuai

5

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan memparafrasa,
tetapi maknanya tidak sesuai

4

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan borrowing

TSu

Sapardi

Deera

Yuni

Dian

There are three

Mereka bertiga

Ada tiga hal yang

Ada tiga hal

Tiga hal yang

Jauh
Sangat
Jauh

3

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan borrowing plus
keterangan sense

2

Metafora/Personifikasi/Simile dihapus

1

Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan salah

Contoh:
10. Time is money: waktu adalah uang
9. His face is as white as snow: wajahnya seputih kapas
8. He is an animal: Dia seperti binatang
7. He is an animal: Dia kejam seperti binatang
6. He is an animal: Dia kejam
5. When I brought the fish in too green and he nearly tore the boat to pieces: ketika kuangkat
ikan yang masih terlalu buas, yang hampir saja menghancurkan perahuku berkeping-keping.
4. He is a salao: Dia itu salao
3. He is a salao: Dia itu salao, yang mana artinya adalah bentuk terburuk dari kesialan.
2. Miss the boat: Ketinggalan
1. The scars were fresh. They were as old as erosions: Semua lukanya masih baru.
Analisis
a. Metafora

374

things that are
brothers: fish
and my two
hands. (hlm. 47)

bersaudara: ikan
itu, tangan kanan,
dan tangan kiriku.
(hlm. 60)

saling terkait,
ikan itu, dan
kedua telapak
tanganku. (hlm.
80)

yang bersaudara:
ikan dan kedua
tanganku. (hlm.
70)

menjadi
saudaranya: ikan
itu dan kedua
tanganku. (hlm.
59)

Tingkat
kedekatan

10

6

10

1

Terjemahan Sapardi dan Yuni masuk kategori sangat dekat karena metaforanya
diterjemahkan ke metafora yang makna, bentuk, citra, dan sensenya sama. Sementara itu,
terjemahan Deera masuk kategori dekat karena metaforanya diparafrasa (diambil sensenya
saja), dan terjemahan Dian termasuk kategori sangat jauh karena metafora diterjemahkan
salah. Letak kesalahannya adalah pada ketidak-konsistenan penerjemah dalam menggunakan
pronomina dalam kata saudaranya dan tanganku yang mengakibatkan maknanya berubah dari
makna bahasa sumber.
Konteks dari kalimat di atas adalah: Tangan kiri si lelaki tua sedang kram, padahal dia
sedang menghadapi ikan yang sangat besar. Dia berharap, kram di tangan kirinya akan segera
mereda sehingga tangan kirinya dapat bekerja sama dengan tangan kanannya untuk
menangkap ikan. Lalu dia mengatakan: “There are three things that are brothers: fish and my
two hands.” Brothers dalam Cambridge artinya: a man or boy with the same parents as
another person; a man who is a member of the same group as you or who shares an interest
with you or has a similar way of thinking to you. Sementara itu, ikan dan kedua tangan
nelayan tidak mungkin dimaknai dengan arti brother yang sebenarnya. Maka, ada metafora di
sini, yaitu ikan dan dua tangan nelayan yang dibandingkan dengan brother.
Di sini tidak dijelaskan letak sense (titik kemiripan) ikan dan dua tangan nelayan
dengan brother. Bisa jadi si nelayan tua ingin tangan dan ikan tersebut dapat berkompromi
dengan baik layaknya brother (saudara). Yang jelas, terjemahan Deera yang memparafrasa
brother dengan “saling terkait” masih berterima. Sementara itu, terjemahan Dian “Tiga hal
yang menjadi saudaranya: ikan itu dan kedua tanganku” menjadi ambigu karena saudaranya
dan tanganku akan merujuk kepada orang yang berbeda. Pada kenyataannya, keduanya
seharusnya merujuk pada si lelaki tua. Maka terjemahan tersebut bisa dikatakan masuk
kategori sangat jauh, kecuali jika Dian menggunakan pronomina sama saudaranya dan
tangannya atau saudaraku dan tanganku maka terjemahan akan masuk kategori sangat dekat.

Personifikasi
TSu
The boy had
gone at their
orders in
another boat
which caught
three good
fish the first
week. (hlm.3)

Sapardi
Dan atas perintah
orangtuanya, anak
itu kemudian ikut
perahu lain yang
berhasil
menangkap tiga
ekor ikan besar
selama minggu
pertama. (hlm. 5)

Deera
Si bocah lelaki itu
menuruti kehendak
orang tuanya, dan
kemudian pindah
ke perahu lain. Di
perahu itu ia
berhasil mendapat
tiga tangkapan
bagus di minggu
pertama. (hlm. 10)
375

Yuni
Dan anak itu pun
pergi
meninggalkannya
atas perintah
mereka ke perahu
lain yang berhasil
menangkap tiga
ekor ikan besar
pada minggu
pertama mereka

Dian
Dan bocah
tersebut pergi
sesuai perintah
mereka ke
perahu lain yang
menangkap tiga
ekor ikan bagus
pada minggu
pertama. (hlm. 3)

Tingkat
kedekatan

10

berlayar. (hlm. 7)
10

6

10

Terjemahan Sapardi, Yuni, dan Dian masuk kategori sangat dekat karena
personifikasinya diterjemahkan ke personifikasi yang makna, bentuk, citra, dan sensenya
sama. Sementara itu, terjemahan Deera masuk kategori dekat karena metaforanya diparafrasa
(diambil sensenya saja) dan maknanya sesuai. Personifikasinya terletak pada kata caught
yang subjeknya adalah boat. Sementara itu, kita tahu bahwa boat (kapal) adalah benda mati
yang tidak dapat menangkap. Tentunya, para nelayan yang berada di kapal itulah yang
menangkap ikan, bukan kapalnya. Maka dari itu, Deera yang menerjemahkan caught dengan
“berhasil mendapat”, maknanya lebih jelas, tapi metaforanya hilang yang berarti gaya bahasa
penulis asli tidak dipertahankan, maka kategorinya terjemahannya termasuk dekat.
Simile
TSu
But none of
these scars
were fresh.
They were as
old as
erosions in a
fishless desert.
(hlm.4)
Tingkat
kedekatan

Sapardi
Namun, luka-luka
itu tidak ada lagi
yang masih segar.
Setua erosi gurun
pasir yang tanpa
ikan. (hlm. 6)

Deera
Tak satu pun parut
luka itu baru,
semuanya terjadi
lama sekali. (hlm.
11)

Yuni
Tapi tak ada satu
pun bekas luka
baru. Luka- luka
itu telah setua
kikisan pada
gurun tak berikan.
(hlm. 8)

Dian
Tetapi tidak ada
luka baru. Mereka
sama tuanya dengan
erosi pada padang
pasir tanpa ikan. (3)

10

6

10

10

Similenya terletak pada kalimat they were as old as erosions in a fishless desert. Di
kalimat ini, luka-luka yang telah lama itu disamakan dengan tuanya erosi padang gurun tanpa
ikan. Terjemahan Sapardi, Yuni, dan Deera masuk kategori sangat dekat karena similenya
diterjemahkan ke simile yang makna, bentuk, citra, dan sensenya sama, dan tetap
mempertahankan similenya. Sementara itu, terjemahan Deera masuk kategori dekat karena
simile tidak diterjemahkan ke simile juga, melainkan diterjemahkan dengan memparafrasa
dan maknanya sesuai.
Pembahasan
Sapardi
Deera
Yuni
Dian
Metafora
10
6
10
1
Personifikasi
10
6
10
10
Simile
10
6
10
10
Total
30
18
30
21
Untuk menginterpretasi nilainya, jumlah variabel yang dinilai harus diperhatikan.
Berdasarkan tabel di atas, variabel nilai ada 3. Maka, nilai tertinggi adalah 30 karena nilai
tertinggi masing-masing variabel adalah 10. Dan nilai terendah sama dengan 3 karena nilai
terendah masing-masing variabel adalah 1. Nilai kedekatan dapat dilihat dari jumlah nilai
keseluruhan variabel. Semakin tinggi nilainya, maka semakin dekat terjemahannya. Dari
tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terjemahan yang paling dekat dengan BSu adalah
terjemahan Sapardi dan Yuni dengan nilai 30. Selain dengan menjumlahkan nilai, untuk
menyimpulkan tingkat kedekatan juga bisa didapatkan dengan persentase dan kecenderungan.
376

KESIMPULAN
Rubrik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menilai tingkat
kedekatan dilihat dari aspek bahasa figuratif. Walaupun begitu, penulis menyadari masih
banyak kekurangan dari rubrik ini. Pertama, rubrik ini masih dipakai untuk menguji 3 jenis
bahasa figuratif. Maka, perlu penelitian lanjutan untuk menguji apakah rubrik ini bisa dipakai
untuk segala macam jenis bahasa figuratif. Kedua, penelitian ini hanya menyajikan 1 contoh
per variabel. Penilaian bisa jadi akan berbeda jika seluruh metafora, personifikasi, dan simile
dalam satu novel dianalisis dengan menggunakan rubrik tersebut. Ketiga, rubrik dalam
penelitian ini masih digunakan untuk menguji terjemahan dari 1 novel, yaitu The Old Man
and The Sea, sehingga sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk menguji rubrik ini agar
bisa digunakan untuk semua jenis teks sastra dan jenis bahasa figuratif yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, M. (2011). In other words. London: Routledge.
Bassnett, S. (2005). Translation studies (3rd ed.) London: Routledge
Berman, A. (1990). La retraduction comme espace de traduction. Palimpsestes, 4, hlm. 17.
Bowdle, B. F., & Gentner, D. (2005). The Career of Metaphor. Psychological Review,
112(1), 193-216.http://dx.doi.org/10.1037/0033-295X.112.1.193.
Brownlie, S. (2006). Narrative theory and retranslation theory. Across Languages and
Cultures, 7(2), hlm. 145-170. doi: 10.1556/Acr.7.2006.2.1.
Chesla, E. (2001). 8th grade reading comprehension success. New York:
LearningExpress, LLC.
Dastjerdi, H. V., & Mohammadi, A. (2013). Revisiting “Retranslation Hypothesis”: A
Comparative Analysis of Stylistic Features in the Persian Retranslations of Pride
and Prejudice. Open Journal of Modern Linguistics, 3(3), hlm. 174-181.
Dobrzyńska, T. (1995). Translating metaphor: Problems of meaning. Journal of
Pragmatics. 24(6), hlm. 595-604. https://doi.org/10.1016/0378-2166(95)00022-K.
Elaine Ng, Y. L. (2009). A Systemic approach to translating style: A comparative study of
four Chinese translations of Hemingway’s The Old Man and The Sea (Disertasi
Doktoral, University College London).
Hartono, R. (2011). Penerjemahan idiom dan gaya bahasa (metafora, kiasan,
personifikasi, dan aliterasi) dalam novel”To Kill A Mockingbird” karya Harper
Lee dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (pendekatan kritik holistik) (Disertasi
Doktoral, University of Queensland).
Larson, M.L. (1988). Penerjemahan berdasar makna: Pedoman untuk pemadanan
antarbahasa. (K. Taniran, Penerjemah). Jakarta: ARCAN.
Machali, R. (2009). Pedoman bagi penerjemah: Panduan lengkap bagi anda yang ingin
menjadi penerjemah professional. Bandung: Kaifa.
Marabout, M. O. (2010). Aesthetic effect in arabic-english literary translation: A sample
from Gibran Khalil Gibran. (Disertasi Magister, Mentouri University).
Newmark, P. (1988). A textbook of translation (4th ed.). New York: Prentice Hall.
Paloposki, O., & Koskinen, K. (2010). Reprocessing texts: The fine line between
retranslating and revising. Across Languages and Cultures, 11(1), hal. 29–49. DOI:
10.1556/Acr.11.2010.1.2.
Salim, A. (2001). Teori dan paradigma penelitian sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya
Sudaryanto. (1992). Metode Linguistik: Ke arah memahami metode Linguistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

377

Williams & Chesterman (2002)Williams, J.,& Chesterman, A. (2002). The map: A
beginner’s guide to doing research in translation studies. Manchester: St. Jerome
Publishing.
Xiaoshu, S. & Dongming, C. (2003). Translation of literary style. Translation Journal.
7(1). Diakses dari: http://accurapid.com/journal/23style.htm.
Yin, R. K. (2013). Studi kasus: Desain & metode. (M.D. Mudzakir, Penerjemah). Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

378