BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar Siswa - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto K

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hasil Belajar Siswa a.

  Hakekat Hasil belajar Belajar menurut Purwanto (2013) adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian belajar menurut Winkel (Purwanto : 2013) yaitu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar menurut. Menurut Naniek Sulistya Wardani, dkk (2012 :110) adalah hasil pengukuran penguasaan bidang/ materi dan aspek perilaku baik melalui tes maupun non tes. Pencapaian kompetensi hasil belajar terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dipertegas oleh Purwanto (2013) yang mengungkapkan bahwa makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek koginif, afektif dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Purwanto (2013) macam-macam hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kogintif), keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan sikap siswa (aspek afektif).

  1. Pemahaman Konsep Pemahaman menurut Bloom (Purwanto, 2013:6) adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang di berikan oleh guru kepada siswa atau sejauh mana siswa dapat memahami rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan. Sedangkan konsep menurut Dorothy J. Skeel dalam Nursid (2005: 2-3), konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan atau pengertian. Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut bahwa pengertian pemahaman konsep adalah mengerti dan memahami suatu pelajaran yang tergambar dalam pikiran atau gagasan.

  2. Keterampilan Proses Menurut Usman dan Setiawati (Purwanto, 2013: 9-10) keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagi penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan yang di maksud disini meliputi kemampuan menggunakan nalar dan pikiran termasuk kreativitas.

3. Sikap

  Sikap tidak hanya mencakup aspek mental semata, melainkan mencakup pula respon aspek fisik, jadi harus ada kekompakan antara mental dan fisik (Purwanto, 2013 :10-11). Sikap tidak hanya dilihat dari perubahan mental saja yang dimunculkan, melainkan juga pada aspek fisik.

  Pengertian belajar dan hasil belajar saling berkaitan, sehingga dapat di simpulkan bahwa hasil adalah adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya melalui interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kogitif berupa pemahaman konsep, aspek afektif di tunjukan dengan perubahan secara mental dan fisik sedangkan aspek psikomotik mencakup keterampilan dalam menggunakan pikiran nalar serta kreativitasnya.

  Ketercapaian hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan pengukuran. Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012:47) pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Angka dalam pengukuran, dapat ditentukan dengan sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Instrument yang sering digunakan seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Salah satu instrument yang banyak di gunakan adalah tes. Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012:48), tes adalah instrument yang digunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Hasil belajar daapat ditentukan juga dengan asesmen. Asesmen menurut Naniek Sulistya Wardani (2012: 50) adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Menurut Mardapi (Naniek Sulistya Wardani, 2012:49) asesmen pembelajaran mencakup semua cara (menggunakan tes tertulis, tes lisan, ulangan harian, tugas kelompok, laporan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya) yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok. Kesimpulannya adalah proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012:56) berdasarkan fungsinya, asesmen pembelajaran dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu : a.

  Asesmen formatif, yakni penilaian yang dilakukan pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu.

  b.

  Asesmen sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada khir suatu program tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran).

  Tujuannya dalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas.

  c.

  Asesmen diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi khusus siswa.

  d.

  Asesmen penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannnya, misalnya dalam pemilihan jurusan, atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat, kesangguapan, kondisi fisik, kemampuan dasar, keterampilan, dan aspek khusus yang berhubungan dengan proses pembelajaran.

  e.

  Asesmen seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Pelaksanaan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik asesmen pembelajaran. Secara umum teknik asesmen dapat dikelompokkan menjadi dua yakni teknik tes dan nontes.

1. Teknik Tes

  Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang diangggap benar menurut Suryanto

  Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan tes dapat dibagi menjadi 8 yaitu : a.

  Tes Kecepatan (Speed Test) Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang telah dipelajarinya.

  b.

  Tes Kemampuan (Power Test) Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.

  c.

  Tes Hasil Belajar (Achievement Test) Tes ini dimaksudkan untuk mengakses hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan seperti tes hasil belajar (THB), tes harian, dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk mengakses hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.

  d.

  Tes Kemajuan Belajar (Gains/ Achievement Test) Tes kemajuan belajar juga disebut dengan tes perolehan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran.

  e.

  Tes Diagnostik (Diagnostic Test) Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik matematika, tes diagnostik IPA. f.

  Tes Formatif Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang dicapai oleh peserta didik dalam suatu program pembelajarn tertentu seperti tes harian, ulangan harian g.

  Tes Sumatif Istilah sumatif berasal dari kata ”sum” yang berarti jumlah.

  Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik tehadap sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari seperti UAN (Ujian Akhir Nasional), THB.

  2. Teknik Nontes Teknis nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen nontes dapat berbentuk kuisioner atau inventori. Kuisioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, kemudian peserta didik diminta menjawab atau memberikan pendapat terhadap pertanyaan atau pernyataan tersebut. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Adapaun macam teknik nontes adalah sebagai berikut : a.

  Unjuk Kerja Unjuk kerja adalah suatu penilaian/ pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi peserta didik dalam berdiskusi; kemampuan berolahraga; keterampilan mengguanakan peralatan laboratorium; praktek sholat, bermain peran, beryanyi, dan keterampilan mengoperasikan suatu alat.

  b.

  Penugasan Penugasan adalah penialain yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam kurun waktu tertentu.

  c.

  Tugas Individu Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu.

  d.

  Tugas Kelompok Tugas kelompok adalah penilaian yang berupa tugas kepada peserta didik yang dikerjakan secara kelompok.

  e.

  Laporan Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan laporan pemantapaan praktik lapangan (PPL) f.

  Responsi atau Ujian Praktik.

  Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL.

  g.

  Portofolio Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa assesmen pembelajaran berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : asesmen penempatan, asesmen seleksi. Sedangkan teknik asesmen dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes yang meliputi tes kecepatan, tes kemampuan, tes hasil belajar, tes kemajuan belajar, tes diagnostik, tes formatif dan tes sumantif, dan teknik nontes yang meliputi unjuk kerja, penugasan, tugas individu, tugas kelompok, laporan, responsi atau ujian praktik dan portofolio.

  Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi bersifat hierarkis, maksudnya kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan yaitu dimulai dari instrumen pengukuran, kemudian melakukan asesmen (penilaian) dan yang terakhir evaluasi. Evaluasi menurut Naniek Sulistya Wardani dkk (Asesmen Pembelajaran SD 2012: 51) adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses pengukuan atau ditetapkan setelah pelaksanaan pegukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau sebagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum kriteria pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok yang bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/ PAR). b.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Moh. Uzer umar dan Lilis setyowati (Kartika, 2014 :18) mengemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar sebagai berikut: 1.

  Faktor Internal a. Faktor jasmani yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yaitu panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti mengalami sakit cacat tubuh atau perkembangan tidak sempurna.

  b.

  Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun diperoleh yaitu sebagai berikut: 1)

  Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki. 2)

  Faktor intelektif yang meliputi unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.

  c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor Eksternal a.

  Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan kelompok.

  b.

  Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

  c.

  Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.

  d.

  Faktor lingkungan spiritual keagamaan.

  Kesimpulan dari kedua faktor tersebut, terdapat faktor yang dapat dikatakan hampir seluruhnya tergantung pada siswa yaitu faktor internal. Sedangkan faktor eksternal hampir sepenuhnya berasal dari luar siswa tersebut. Menurut (Purwanto, 2013 :14-18) mengemukakan ada sepuluh macam faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, sebagai berikut :

  1. Kecerdasan Anak Kemampuan merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil belajar yang dibawa sejak lahir. Kemampuan ini mempengaruhi cepat atau lambatnya seorang siswa dalam menerima informasi serta memecahkan suatu permasalah.

  2. Kesiapan dan Kematangan Kesiapan dan kematangan individu ini, erat kaitannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak. Hasil belajar yang maksimal juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan organ-organ yang sudah berfungsi sebagaimana mestinya.

  3. Bakat Anak Menurut Chaplin yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial inilah yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.

  4. Kemauan Belajar Kemauan belajar menjadi salah satu penentu terhadap keberhasilan belajar. Kemauan belajar yang tinggi akan berdampak positif terhadap kegiatan belajar dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

  5. Minat Minat diartikan sebagai kecenderungan atau kegairahan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat siswa akan berpengaruh terhadap pemusatan perhatian pada materi yang akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

  6. Model Penyajian Materi Pelajaran Penyajian materi pembelajaran, harus didesain dengan menarik, agar materi mudah dimengerti dan siswa tidak bosan. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajarnya.

  7. Pribadi dan Sikap Guru Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif akan memunculkan perhatian dan tanggapan siswa yang positif, sehingga dengan adanya hal ini akan meningkatkan semangat belajar yang tinggi yang akhirnya akan berpengaruh pada hasil akhir belajar.

  8. Suasana Pengajaran Guru harus mampu menciptakan suasana pengajaran yang membuat siswa aktif dan dapat berpikir kritis dalam pembelajaran.

  Suasana pengajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang maksimal, karena siswa akan memberikan nilai yang lebih terhadap proses pembelajaran.

  9. Kompetensi Guru Kompetensi yang dimiliki guru dapat membantu siswa dalam belajar. Guru yang berkompeten dalam bidangnya akan mampu memilih model dan metode pembalajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswanya, sehingga penyampaian materi akan lebih mudah diserap dan dipahami siswa.

  10. Masyarakat Faktor masyarakat juga salah satu yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Lingkungan masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang baik akan mempengaruhi kepribadian siswa.

  Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa. Faktor dalam diri siswa bersumber pada diri siswa yang akan mempengaruhi kemampuan belajarnya, faktor-faktor itu adalah faktor kecerdasan anak, kesiapan anak, kemauan dan minat belajar dan bakat anak. Faktor yang berasal dari luar siswa berupa suasana belajar yang diciptakan oleh guru, kompetensi guru , lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik dan spiritual.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

  Menurut Rusffendi dalam Heruman (2007: 1), “Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”. Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit, sedemikian rupa tersusun sehingga pengertian terdahulu mendasari pengertian berikutnya (Hudojo, 2005).

  Belajar matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis.

  Menurut Gatot (Kartika, 2012: 26) pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperolah kompetensi tentang bahan matematika yang di pelajari. Pernyataan tersebut sejalan dengan Susanto (2013 :186) yang berpendapat bahwa: “ Pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika”.

  Kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas bahwa pembelajaran matematika merupakan proses pemerolehan pengalaman belajar tentang bahasa symbol; ilmu deduktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi yang tersusun secara berututan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit, sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta untuk membangun pengetahuan baru yang berkaitan dengan materi matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika tidak hanya untuk menguasai materi atau hanya menghafal rumus. Pembelajaran yang mementingkan hal tersebut akan berakibat hasil yang di capai tidak akan bertahan lama dan siswa menjadi mudah lupa. Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : 1.

  Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsepa atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan penyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

  4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, mengkomunikasikan gagasan yang dapat di gunakan dalam pemecahan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika dapat membuat siswa berpikir logis, kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

  Standar kompetensi lulusan untuk setiap tingkatan mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, berbeda. Menurut dokumen KTSP dalam Ibrahim dan Suparni (2012 : 37) mengenai standar kompetensi lulusan sekolah dasar adalah sebagai berikut :

  1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari 3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari 4. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari

  5. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaanya dalam kehidupan

6. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif.

  Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menyebutkan materi mata pelajaran matematika untuk SD/ MI kelas V semester II pada tabel 2.1 sebagai berikut :

  Tabel 1 Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Matematika Kelas V Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  5.Menggunakan pecahan

  5.1 Mengubah pecahan ke bentuk dalam pemecahan persen dan decimal serta masalah. sebaliknya.

  5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan

  5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

  5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala. Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dengan kompetensi dasar 5.2

  Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan dan 5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games

  Tournamnet ) a. Model Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Slavin (2010:4) model pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu satu sama yang lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajran dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-maisng. Pendapat tersebut sejalan dengan Suprihatiningrum (2013:191) yang menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran yang mana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.

  Lebih lanjut Wina Sanjaya (2007) mengungkapkan: “Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang akademik, jenis kelaminm ras dan suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

  Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.

  ” Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan membagi siswa menjadi kelompok- kelompok kecil yang heterogen dengan tujuan mereka dapat bekerjasama dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan mengesampingkan ego masing-masing demi keberhasilan kelompoknya. Selain meningkatkan keterampilan dalam berinteraksi, setiap anggota kelompok juga memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya.

b. Prinsip Pembelajaran Kooperatif 1.

  Prinsip Ketergantungan Positif Hakekat ketergantungan positif yaitu tugas kelompok tidak bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Keberhasilan kelompok di tentukan oleh kinerja dari masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan merasa saling ketergantuangan.

  2. Tanggung Jawab Perseorangan Setiap anggota kelompok harus memiliki kesadaran dalam menyelesaikan tugas. Masing-masing anggota kelompok harus memberikan yang terbaik pada kelompoknya dan mereka harus tanggung jawab terhadap tugas yang harus di selesaikan.

  3. Interaksi Tatap Muka Salah satu tujuan dari interaksi bertatap muka adalah memberikan kesempatan untuk saling berbagi informasi dan memberikan pengalaman dari setiap anggota kelompok dan diharapkan dapat saling menghargai perbedaan serta memanfaatkan kelebihan dari masing- masing anggota kelompok dan mengisi kekurangan anggota lainnya.

  4. Partisipasi dan Komunikasi Partisipasi dan kemampuan berkomunikasi sangat penting karena dengan kemampuan ini siswa dapat bersikap santun dalam berpendapat ataupun menanggapi pendapat orang lain, sehingga akan menambah

  Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif memiliki prinsip, (1) prinsip ketergantuangan positif yaitu dibutuhkan kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok demi keberhasilan kelompok, (2) prinsip tanggung jawab perseorangan yaitu setiap anggota kelompok memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing, (3) prinsip interaksi tatap muka yaitu suatu kondisi dimana setiap anggota kelompok dapat bertukar pikiran dan saling berbagi pengalaman (4)partisipasi dan komunikasi yaitu peran dan komunikasi yang santun dalam berpendapat dan menghargai pendapat orang lain.

c. TGT (Teams Games Tournament)

  Menurut Slavin (2010: 163-164), TGT merupakan model pembelajaran dengan menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Adapun Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games

  Tournaments (TGT) menurut Slavin adalah sebagai berikut : 1.

  Presentasi Kelas (Class Presentations) Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class

  presentations ). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok

  materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.

  Presentasi kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game atau permainan karena skor game atau permainan akan menentukan skor kelompok.

2. Belajar dalam Kelompok (Teams)

  Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) peserta didik dari ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin, etnik dan ras. Kelompok biasanya terdiri dari 5 sampai 6 orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game atau permainan. Setelah guru memberikan presentasi kelas, setiap kelompok bertugas untuk mempelajari lembar kerja. Belajar kelompok ini merupakan kegiatan peserta didik untuk mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan.

3. Permainan (Games)

  Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Setiap kelompok berlomba untuk menjawab pertanyaan agar mereka memperoleh poin bagi kelompoknya.

  4. Pertandingan atau Lomba (Tournament) Turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja peserta didik (LKPD). Turnamen atau lomba pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa meja turnamen atau lomba. Tiga peserta didik tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga peserta didik selanjutnya pada meja

  II dan seterusnya. Masing-masing meja turnamen telah disediakan terlebih dahulu lembar soal dan lembar jawab dan masing-masing siswa berlomba untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. apabila siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar, berarti siswa tersebut menyumbangkan satu poin bagi kelompoknya. Langkah ini diulangi sampai semua siswa mendapat giliran.

  5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition) Pengharagaan diberikan setelah turnamen atau lomba berakhir

  Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, tim atau kelompok yang memperoleh poin tertinggi akan mendapat sertifikat atau hadiah dari guru.

  TIM A A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

  Meja Meja Meja Meja

  Turnamen Turnamen Turnamen Turnamen

  4

  1

  2

  3 B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

  TIM B TIM C

  Gambar 1 Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

  Penjelasan gambar 1 adalah masing-masing meja turnamen sudah disiapkan terlebih dahulu pertanyaan, jawaban, kartu permainan bernomor, dan lembar skor. kemudian masing-masing perwakilan kelompok akan berlomba pada meja tournament, dimana pengelompokkan pada meja tournament merupakan siswa yang memiliki akademik yang sama.Turnamen ini memberikan kesempatan yang sama pada masing- masing siswa untuk dapat mnyumbangkan skor bagi tim mereka dan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan memperoleh penghargaan.

  Pernyataan tersebut sejalan dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Trianto (2011: 84) .Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut : 1.

  Presentasi guru, yaitu guru menjelaskan materi yang akan dibelajarkan

  2. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku, kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk mengerjakan lembar soal dari guru dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran terseebut 3. Guru mengarahkan aturan permainan, yaitu menjawab pertanyaan- pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah dipelajari

  4. Siswa mewakili kelompok berlomba menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar soal pada meja tournament untuk mengumpulkan poin bagi kelompoknya 5. Kelompok yang memperoleh poin tertinggi mendapat sertifikat atau ganjaran (award)

  Kesimpulan dari pendapat-pendapat diatas bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning tiep TGT adalah salah pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen dengan langkah-langkah yang diawali dengan presentasi kelas, siswa bekerja dalam kelompok, permainan, turnamen atau perlombaaan dan penghargaan terhadap tim yang memiliki skor tertinggi.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitan yang Relevan

  Penelitian yang akan dilakukan, sebaiknya memperhatikan hasil penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:

1. Penelitian Tindakan Kelas oleh Ika Windarti tahun 2013 dengan judul

  “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game

  Turnament (TGT) Berbantuan Pohon Pintar untuk Meningkatkan Hasil

  Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 .

  ” Hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa setelah pembelajaran tanpa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini berdasarkan ketuntasan dan rata-rata hasil belajar siswa dengan KKM 60 pada materi FPB dan KPK meningkat dari kondisi prasiklus hingga siklus

  II. Kondisi pra siklus siswa yang tuntas 60% dengan rata-rata 59,5, pada kondisi Siklus I menjadi 70 % dengan rata-rata 65,25 dan pada akhir siklus II menjadi 85% dengan rata-rata 76,5.

  2. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Mei Utami pada tahun 2013 dengan judul

  “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika untuk Siswa Kelas 4 SDN Weton Kulon Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. ” Hasil

  penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terlihat dari setiap siklus pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model TGT. Ketuntasan nilai siswa lebih dari 80% setelah diadakan tindakan selama siklus II. Adapun rerata nilai pre test sebesar 50,7, siklus I meningkat menjadi 77,1, dan siklus II meningkat menjadi 85. Keaktifan siswa setiap pembelajaran juga selalu mengalami peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus II. Hasil pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 10 siswa atau 35,7 % dan yang tidak tuntas sebanyak 18 siswa atau 64,3 %, siklus I siswa yang tuntas 16 siswa atau 57,1 % dan yang tidak tuntas sebanyak 12 siswa atau 42,9 %, siklus II siswa yang tunta sebanyak 28 siswa atau 100 % dan yang tdak tuntas 0 siswa atau 0 %. Berdasakan analisis komparatif ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SDN Weton Kulon dari pra siklus hingga siklus II mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan model pembelajaran TGT meliputi presentasi kelas, tim kelompok, game, turnamen, dan rekognisi tim.

3. Hasil Penelitian oleh Endang Sri Indriyati pada tahun 2012 dengan judul

  “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Operasi Hitung

  Bilangan Bulat Dengan Model Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Gumawang 0I Kecamatan

Pecalungan Kabupaten Batang Semester II Tahun 2011 / 2012

”.

  Penelitian tindakan ini bertujuan untuk menggambarkan seberapa jauh penggunaan model pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Gumawang 01 Tahun 2011 / 2012. Indikator keberhasilan dinyatakan sedikitnya 70% dari jumlah siswa mencapai KKM 60. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan pada akhir siklus II telah dicapai perkembangan hasil belajar yaitu nilai ulangan harian siswa rata

  • – rata 74 dan akhir siklus I 69 dan pra siklus sebesar 55. Model Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, kemandirian belajar siswa meningkat. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian-penelitian tersebut semakin memperkuat penelitan yang akan dilakukan yaitu dengan judul “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas

  V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran 2014/2015”. Peneliti mengembangkan model pembelajaran kooperatif yang dipadukan dengan tipe TGT, dimana dalam pelaksanaan pembelajaran ini tidak hanya membuat siswa yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang penting formatif saja tetapi juga unjuk kerja siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa merupakan kumulatif dari ketiga aspek tersebut.

2.3 Kerangka Pikir

  Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional melalui metode ceramah khususnya pada mata pelajaran matematika merupakan pembelajaran yang masih berpusat pada guru (Teacher Centered) sehingga menimbulkan kurangnya semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran, siswa kurang berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran yang pada akhirnya menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Untuk menanggapi hal tersebut , dibutuhkan upaya guna mengantisipasi rendahnya hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Kooperatif tie TGT (Teams Games Turnament). Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terdiri dari beberapa langkah yaitu , (1) Penyajian Kelas atau presentasi guru, (2) Siswa belajar dalam Kelompok, (3) Permainan (Games), (4) Pertandingan atau Lomba (Tournament), (5) Penghargaan Kelompok. Model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT melatih siswa untuk bekerja sama dan bertukar pikiran dalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah. Kerjasama dalam pemecahkan permasalahan tersebut dimungkinkan membuat pemahaman materi akan lebih melekat dalam otak siswa dibandingkan cara belajar di mana mereka hanya menerima informasi saja atau pembelajaran satu arah. Model ini juga terdiri dari game dan tournament yang akan menumbuhkan semangat untuk berkompetisi dengan kelompok lain dan penghargaan bagi kelompok terbaik yang memberikan dampak positif bagi semangat belajar siswa . Lebih jelasnya, lihat pada gambar 2 sebagai berikut:

  Gambar 2 Kerangka Pikir

  Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran 2014/2015”

  Perbaikan Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran

  Kooperatif Tipe TGT 1. Penyajian Kelas 2. Belajar dalam Kelompok 3. Permainan 4. Pertandingan atau Lomba 5. Penghargaan Kelompok

  Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Matematika

  Hasil belajar siswa rendah

  Unjuk Kerja Tes Formatif Hasil Belajar Meningkat

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajar

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupat

0 0 36

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS V SDN NGAJARAN 02 KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN AJARAN 20142015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/201

0 0 65

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Ta

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Setting Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntan

0 0 26

PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 3 SDN KARANGTENGAH KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 20142015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siswa Kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Ajaran 2014 / 2015

0 0 7