kognitif anak psikologi anak and remaja
PERKEMBANGAN KOGNITIF
PADA ANAK
Disusun oleh :
Tsinta Miftakhul Fauziah
Margareta Reni K
Khalida Luthfiana Layli
Latifia Nazalati
Lia Rofiatun
(14104241006)
(14104241007)
(14104241008)
(14104241009)
(14104244009)
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehi gga
akalah de ga judul Perkembangan kognitif pada anak
dapat terselesaikan tanpa ada halangan sedikit apapun. Dalam penyusunannya,
penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
a. Rita Eka Izzaty, M.Si.,P.Si,Dr. selaku dosen pengampu mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik Anak Dan Remaja yang telah memberikan
kesempatan dan banyak membantu sehingga makalah ini dapat selesai
dengan lancar.
b.
Kedua orangtua yang telah memberikan bantuan material maupun
do‟anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
c. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
membantu pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 20 November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Secara kodrati manusia selalu ingin mendidik keturunanya yang dilakukan
pada setiap tahapan umur. Baik tahapan janin, bayi, balita, kanak-kanak,
remaja, dewasa maupun usia lanjut. Anak-anak memasuki tahapan dimana
mereka sudah cukup mengerti dan memahami sesuatu serta mampu
memahami mana yang baik dan mana yang buruk.
Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang
digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut
beranjak dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus
diarahkan dan diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu
yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain di sekitarnya.
Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah
dimana mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan
berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dipelajari
dan dipahami setiap karakter anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas
dengan tepat yang dapat mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan
umur mereka.
2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak usia 7-12
tahun?
b. Bagaimana perkembangan kognitif pada kanak-kanak (7-12 tahun)
berdasarkan pendekatan Piaget (Anak Operasional Kongkret)?
3.
Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak usia 712 tahun.
b. Untuk mengetahui perkembangan kognitif pada kanak-kanak (7-12 tahun)
berdasarkan pendekatan Piaget (Anak Operasional Kongkret).
4.
Manfaat Penulisan
a. Dapat mengoptimalkan perkembangan pada masa kanak-kanak.
b. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang
perkembangan kognitif pada kanak-kanak akhir.
c. Dapat menjadi sumber penulisan makalah bagi pihak lain.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Kognitif Pada Anak (7-12 Tahun)
Perkembangan kognitif atau pengertian pada akhir masa kanakkanak (Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, Elizabeth B. Hurlock, edisi kelima)
Dengan masuk sekolah, dunia dan minat anak-anak bertambah
luas. Dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian
tentang manusia dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau tidak
berarti. Anak-anak sekarang memasuki apa yang oleh Piaget disebut
sebagai “tahap operasi konket” dalam berfikir, suatu masa dimana konsep
yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar
dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu.
Anak menghubungkan arti baru dengan konsep lama berdasarkan
dengan apa yang dipelajari setelah masuk sekolah. Disamping itu anak
mendapatkan arti baru dari media massa terutama film, radio, dan televisi.
Dalam menambah konsep sosial, misalnya, anak mengkaitkan stereotip
budaya dengan orang-orang dari ras, agama, sex, atau kelompok sosial
ekonomi yang berbeda-stereotip yang sebagian besar dipelajari dari media
massa.
Ketika anak membaca buku pelajaran disekolah dan mencari
keterangan dari esiklopedia atau sumber informasi lain, anak tidak hanya
mempelajari arti baru untuk konsep tetapi juga memperbaiki arti yang
salah yang dihubungkan dengan konsep lama. Pengalamannya sendiri juga
memberikan makna bagi konsepnya.
Dalam perkembangan konsep, disamping bertambahnya arti baru,
bobot emosi juga bertambah. Kadang-kadang bobot emosi ini merupakan
hal baru dan kadang-kadang merupakan penguat bagi bobot emosi yang
sudah ada. Dari pelajaran agama dirumah atau disekolah minggu,
misalnya, anak dapat meghubungkan bobot emosi yang baik dengan
kematian. Kemudian, ketika anak menonton film atau acara televisi yang
melibatkan kematian atau melihat gambar orang mati didalam majalah
atau surat kabar, ia akan mengembangkan konsep yang sama sekali
berbeda dan bobot emosi yang berbeda terhadap konsep kematian yang
diwarnai oleh pengalaman yang dialami sendiri. Seperti diterangkan oleh
Barchlay :
Dalam kehidupan
sekarang
ini
anak-anak terus
menerus
dihadapkan pada contoh-contoh kematian yang mengerikan ditelevisi,
kematian yang bersifat dingin, tidak berdarah, tidak disesali, kejam. Pada
saat yang bersamaan, warta berita, surat kabar dan majalah bergambar
menunjukkan bukti-bukti grafis tentang kematian dan reaksi terhadap
kemtian-ada yang merasa terpukul, ada yang tidak berperasaan, dan ada
yang menyeringai sadar diri…Kalau anak merasa sedih melihat kematian
di televisi atau film, orangtua membesarkan hatinya dengan mengatakan
bahwa adegan yang menyedihkan itu hanya “pura-pura” saja. Tetapi ia
mengerti bahwa disaat lain dan ditempat lain kejian-kejadian itu benarbenar terjadi.
Karena pengalaman anak yang lebih besar lebih beragam daripada
pengalaman anak pra sekolah, dapatlah dimengerti bahwa konsepnya
berubah ke berbagai arah dan menjadi semakin beragam. Namun, konsepkonsep tertentu biasanya ditemui pada anak yang lebih besar dalam
kebudayaan Amerika saat ini. Konsep yang paling sering berubah dan
konsep baru yang paling banyak berkembang pada akhir masa kanakkanak. Dicantumkan dalam kotak 0.1
Kotak 0.1
KATEGORI KONSEP YANG UMUM PADA AKHIR
MASA KANAK-KANAK
Kehidupan
Meskipun beberapa anak sulit
untuk mengerti bahwa banyak hal
Waktu
Jadwal sekolah yang
ketat memungkinkan anak
yang bergerak seperti sungai,
misalnya bukan merupakan sesuatu
yang hidup, namun mereka semakin
sadar bahwa gerakan bukanlah satusatunya kriteria dari kehidupan.
Kematian
Anak yang mengalami kematian
anggaota keluarga atau matinya
hewan
peliharaan,
mempunyai
pengertian yang baik tentang makna
kematian, dan bobot emosi dan
konsepnya tentang kematian diwarnai
oleh reaksi-reaksi orang disekitarnya.
Kehidupan Setelah Mati
Konsep tentant kehidupan setelah
mati terutama tergantung pada
perintah agama yang diterima anak
dan pada apa yang diyakini oleh
teman-temannya.
Fungsi-Fungsi Tubuh
Sampai anak mulai mempelajari
kesehatan di sekolah dasar, banyak
konsep tentang fungsi tubuh yang
kurang tepat dan kurang lengkap,
terutama tentang fungsi tubuh
internal.
Ruang
Dengan menggunakan skala dan
penggaris, anak mempelajari apa arti
dari ons, pon, inci, kaki dan bahkan
mil.
Dari
laporan
tentang
penjelajahan ruang dalam media
massa, anak-anak mengembangkan
konsep tentang ruang angkasa
Bilangan
Bilangan memperoleh arti baru
setelah anak menggunakan uang dan
memecahkan soal-soal berhitung.
Pada saat berusia Sembilan atau
sepuluh tahun, anak mengerti konsep
bilangan sampai lebih dari 1.000.
mengembangkan
konsep
tentang apa yang dapat
dicapai dalam jangka waktu
tertentu.
Pelajaran
pengetahuan
sosial
di
sekolah dan media massa
akan
membantu
anak
mengembangkan
konsep
kronologi sejarah.
Diri
Konsep anak tentang diri
sendiri semakin jelas ketika
ia mengenal dirinya sendiri
melalui pandangan guruguru dan teman-teman
sekelas dan ketika ia
membandingkan
kemampuan
dan
prestasinya
dengan
kemampuan dan prestasi
teman-temannya.
Peran Seks
Sebelum masa kanakkanak berakhir, selain
mengembangkan
konsep
yang jelas tentang peran
seks yang sesuai untuk
anak laki-laki dan anak
perempuan , anak juga
belajar bahwa peran pria
dianggap lebih berwibawa
daripada peran wanita.
Peran Sosial
Anak yang lebih tua
sadar akan sosial, agama,
ras, dan status sosial
ekonomi dari teman sebaya
mereka
dan
mereka
menerima stereotip budaya
dan sikap dewasa terhadap
status
ini.
Hal
ini
menimbulkan
kesadaran
Hubungan Sebab-Akibat
Konsep tentang penyebab fisik
biasanya berkembang lebih dulu
daripada konsep tentang penyebab
psikologis. Misalnya, anak-anak
lebih dulu mengerti apa yang
menyebabkan hujan atau salju
daripada apa yang menyebabkan
seseorang menjadi marah.
Uang
Anak mengerti nilai berbagai uang
logam dan uang kertas bilamana ia
mulai
menggunakan
uang.
Kesempatan untuk menggunakan
uang sangat beragam dan lebih besar
pada keluarga yang status sosial
ekonominya lebih rendah daripada
yang tinggi.
kelompok
dan,
dalam
beberapa hal, terhadap
prasangka sosial.
Keindahan
Anak cenderung menilai
keindahan sesuai dengan
standar kelompok, bukan
sesuai
dengan
standar
kehidupannya sendiri. Apa
yang
oleh
kelompok
dianggap indah atau baik,
diterima sebagai konsepnya
sendiri.
Kelucuan
Konsep anak tentang
kelucuan
sebagian
berdasarkan
pada
pengalaman
yang
dipandang lucu oleh orang
lain dan sebagian pada
penangkapannya
sendiri,
seperti teka-teki.
2. Perkembangan Kognitif pada Anak (7-12 tahun) Berdasarkan
Pendekatan Piaget: Anak Operasional Kongkret
Menurut
Piaget
seperti
yang
dipaparkan
pada
Human
Development/Diane E. Papalia, dkk, 2009, pada sekitar usia 7 tahun,
anak-anak memasuki tahap operasional kongkret di mana mereka bisa
menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan
masalah-masalah kongkret (nyata), seperti di mana harus mencari sarung
tangan yang hilang. Anak-anak pada usia ini dapat mempertimbangkan
banyak aspek dari situasi. Namun demikian, pemikiran mereka masih
terbatas pada situasi-situasi nyata saat ini dan sekarang.
a. Kemajuan Kognitif
Pada tahap operasional kongkret, anak-anak sudah memiliki
pemahaman yang lebih baik daripada anak-anak praoperasional
mengenai konsep spasial, sebab-akibat, pengelompokan, penalaran
induktif, konservasi, serta angka (lihat uraian berikut).
Berbagai Kemajuan di dalam Kemampuan Kognitif Terpilih Selama
Masa Kanak-Kanak :
1) Kemampuan Spasial, contohnya Daniel dapat menggunakan peta
atau model untuk membantunya mencari objek tersembunyi dan
dapat memberikan arah untuk menemukan objek kepada orang
lain. Ia dapat menegtahui jalan menuju dan dari sekolah, dapat
memperkirakan jarak, dan dapat menilai berapa lama waktu yang
diperlukan baginya untuk pergi dari suatu tempat ke tempat lain.
2) Kemampuan Sebab Akibat, contohnya Douglas mengetahui
atribut fisik suatu objek pada tiap sisi timbangan yang akan
mempengaruhi hasil (misalnya, jumlah objek penting, tetapi warna
tidak). Ia belum mengetahui faktor-faktor spasial, seperti posisi
atau penempatan objek, yang membuat perbedaan.
3) Kemampuan Pengelompokkan, contohnya Elena dapat memilah
objek menjadi kelompok-kelompok, seperti bentuk, warna, atau
keduanya. Ia mengetahui bahwa suatu subkelas (mawar) memiliki
anggota yang lebih sedikit dibandingkan kelas di mana ia menjadi
bagiannya (bunga).
4) Kemampuan Penyimpulan Seriasi dan Transitif, contohnya
Catherine dapat menyusun sekelompok tongkat dalam urutan, dari
yang paling pendek sampai yang paling panjang, dan dapat
memasukkan tongkat berukuran sedang ke tempat yang tepat. Ia
menegtahui jika satu tongkat lebih panjang dari tongkat kedua,
dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka tongkat
pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
5) Kemampuan Penalaran Induktif dan deduktif. Contohnya,
domenik dapat memecahkan masalah induktif dan deduktif dan
mengatahu abhwa kesimpulan induktif (berdasarkan premis
particular) kurang pasti dibandingkan kesimpulan deduktif
(berdasarkan premis umum).
6) Kemampuan Konservasi. Contohnya, Velipe, pada usia 7 tahun
mengetahu bahwa jika sebuah bola tanah liat dibentuk menjadi
sosis, maka jumlahnya masih sama (konservasi substansi). Pada
usia 9 tahun, ia mengetahu bahwa bola dan sosis memiliki berat
yang sama. Tidak sampai remaja awal, ia akan memahami bahwa
mereka memindahkan jumlah cairan yang sama jika dituang pada
sebuah gelas air.
7) Kemampuan Angka dan Matematika. Contohnya, Kevin dapat
menghitung
dalam
pikirannya,
dapat
emnambah
dengan
menghitung dari angka yang lebih kecil, dan dapat memecahkan
masalah cerita sederhana.
b. Hubungan Spasial dan Sebab Akibat
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan spasial,
anak-anak di dalam tahap operasional kongkret ini memiliki ide yang
lebih jelas mengenai seberapa jauh jarak dari satu tempat ke tempat
yang lain dan berapa lama untuk sampai kesana, serta mereka dapat
dengan lebih mudah mengingat rute dan tanda pengenal tempat
selama perjalanan. Pengalaman memainkan peranan di dalam
perkembangan ini : seorang anak ynag berjalan ke sekolah menjadi
lebih akrab dengan lingkungan sekitar tempat tinggal di luar rumah.
Menurut Gauvain (1993) baik kemampuan menggunakan peta dan
model serta kemampuan mengomunikasikan informasi spasial
meningkat seiring bertambahnya usia (Diane E. Papalia, dkk.
2009:443). Penilaian mengenai sebab dan akibat juga meningkat.
Ketika anak berusia 5-12 tahun diminta untuk meramalkan bagaimana
tuas dan timbangan akan bekerja di bawah kondisi ya g bervariasi,
anak yang lebih tua memberikan jawaban yang lebih benar. Nak-anak
memahami pengaruh atribut fisik (jumlah objek pada tiap sisi
timbangan) lebih dahulu dibandingkan mereka menegnali pengaruh
faktor spasial (jarak objek dari tengan timbangan) (menurut Amsel,
Goodman, Savoie, dan Clarck, 1996 yang dikutip pada buku Human
Development Perkembangan Manusia (Diane E. Papalia, dkk 2009).
c. Pengelompokan
Kemampuan mengelompokkan membantu anak-anak berpikir
secara logis. Pengelompokan meliputi berbagai kemampuan yang
relative canggih, seperti seiasi, penyimpulan transitif, dan inklusi
kelas, yang secara bertahap meningkat antara masa kanak-kanak awal
dan tengah. Anak-anak menunjukkan bahwa mereka memahami
seriasi (seriation) ketika mereka dapat menyusun banyak objek dalam
suatu urutan menurut satu atau lebih dimensi, seperti berat (paling
ringan ke paling berat) atau warna (paling terang ke paling gelap).
Pada usia 7 atau 8 tahun, anak-anak dapat memahami hubungan
antara
sekelompok
tongkat
segera
setelah
melihatnya
dan
menyusunnya berdasarkan ukuran (menurut Piaget, 1952 yang dikutip
pada buku dapat memahami hubungan antara sekelompok tongkat
segera setelah melihatnya dan menyusunnya berdasarkan ukuran
(menurut Piaget, 1952 yang dikutip pada buku Huamn Development
Perkembangan Manusia, Diane E. Papalia, dkk:2009).
Penyimpanan Transitif
Adalah kemampuan menyimpulkan hubungan antara dua
objek dari hubungan antara keduanya dan objek ketiga.
Catherine diperlihatkan tiga buah tongkat: warna kuning,
hijau, dan biru. Ia ditunjukkan bahwa tongkat kuning lebih
panjang dari tongkat hijau dan tongkat hijau lebih panjang dari
tongkat biru. Tanpa membandingkan secara fisik tongkat
kuning dan biru, ia dengan segera mengatakan bahwa tongkat
kuning lebih panjang dari tongkat biru (Chapman &
Lindenberger, 1988; Piaget & Inhelder, 1967 yang dikutip
pada buku Human Development Perkembangan Manusia,
Diane E. Papalia, dkk 2009).
Inklusi kelas
Adalah kemampuan melihat hubungan antaraa keseluruhan
dan bagian-bagiannya. Piaget (1964) yang dikutip pada buku
Human Development Perkembangan Manusia, Diane E.
Papalia, dkk 2009, menemukan bahwa ketika anak-anak pada
tahap praoperasional diperlihatkan seikat bunga berisi 10-7
tangkai mawar dan 3 tangkai anyelir-dan ditanyai apakah ada
lebih banyak mawar atau lebih banyak bunga, mereka
cenderung mengatakan lebih banyak bunga mawar karena
mereka membandingkan mawar dengan anyelir daripada
dengan seluruh ikat bunga. Tidak smapai usia 7-8 tahun, dan
terkadang lebih tinggi, anak-anak secara konsisten menalar
bahwa mawar adalah subkelas bunga dan oleh karena itu, tidak
dapat lebih banyak mawar daripada bunga (Flavel, 1963;
Flavell et al., 2002 dikutip pada Human Development, Diane
E. Papalia, dkk 2002). Namun demikian, bahkan anak berusia
tiga tahun menunjukkan kesadaran inklusi dasar, tergantung
pada jenis tugas, isyarat praktis yang mereka terima, dan
keakraban mereka dengan pengelompokan objek yang diujikan
(Johnson, Scott, dan Mervis, 1997 yang dikutip Human
Development, Diane E. Papalia, dkk 2009). Pemahaman
inklusi kelas sangat erat kaitannya dengan penalaran induktif
dan deduktif.
d. Penalaran Induktif dan deduktif
Menurut Piaget, anak-anak pada tahap operasioanl pengamatan
mengenai anggota particular dari kelas orang-orang, hewan, objek,
atau kejadian, kemudian mereka mengambil kesimpulan umum
mengenai kelas sebagai keseluruhan. (“Anjing saya menggonggong.
Begitu pula dengan anjing Tery dan Melissa. Jadi, kehilatannya
seluruh anjing menggonggong.”) Kesimpulan induktif harus bersifat
sementara karena selalu mungkin akan datang informasi baru (seekor
anjing yang tidak menggonggong) yang tidak mendukung kesimpulan.
Penalaran deduktif (deductive reasoning), di mana Piaget meyakini
tidak berkembang sampai masa remaja, dimulai dengan pernyataan
umum (premis) mengenai suatu kelas dan menerapkannya ke anggota
kelas particular. Jika premis benar untuk seluruh kelas dan penalaran
logis, maka kesimpulan pasti benar: “Seluruh anjing menggonggong.
Spot adalah seekor anjing. Spot menggonggong.”
Para peneliti memberikan 16 permasalahan induktif dan deduktif
kepada 16 anak taman kanak-kanak, 17 anak kelas dua, 16 anak kelas
empat, dan 17 belas anak kelas enam. Permasalahan dirancang agar
tidak berkaitan dengan pengetahuan dunia nyata. Misalnya,
satu
permasalahan deduktif adalah “Semua poggop mengenakan sepatu
boot biru. Tombor adalah poggop. Apakah Tombor mengenakan
sepatu boot biru?” permasalahn induktif yang mirip adalah „Tombor
adalah poggop. Tombor mengenakan sepatu boot biru. Apakah semua
poggop mengenakan sepatu boot biru?” Bertentangan dengan teori
Piaget, anak-anak kelas dua (bukan anak-anak taman kanak-kanak)
mampu menjawab kedua jenis permasalahan dengan benar, melihat
perbedaan di antara mereka, dan menjelaskan jawaban mereka, serta
mereka (dengan tepat) memperlihatkan lebih yakin pada jawabna
deduktif daripada jawaban induktif (Galotti, Komatsu, dan Voela,
1997 yang dikutip Human Development Perkembangan Manusia,
diane E. Papalia, dkk 2009).
e. Konservasi
Dalam memecahkan berbagai jenis masalah konservasi, anak-anak
pada tahap operasioanl konkret dapat mencari jawaban dengan
menegrjakan di dalam kepala mereka; mereka tidak harus mengukur
dan menimbang objek (seperti yang tertulis pada uraian pada
kemampuan konservasi di atas).
f. Angka dan Matematika
Pada usia 6 dan 7 tahun, banyak anak dapat menghitung di dalam
kepala mereka. Mereka juga belajar untuk berhitung: untuk
menambah 5 dan 3, mereka menghitung pada angka 5 dan kemudian
berlanjut 6, 7, dan 8 untuk menambahkan 3. Mereka bisa saja
memerlukan dua atau tiga tahun lebih untuk menampilkan operasi
yang sebanding dengan pengurangan, tetapi kebanyakan anak pada
usia 9 tahun dapat menghitung ke atas dari angka yang lebih kecil
dank e bawah dari angka yang lebih besar untuk mendapatkan
jawaban (Resnick, 1989 yang dikutip pada Human Development
Perkembangan Manusia, Diane E. Papalia, dkk 2009).
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan berfikir
akan berkembang dan berfungsi. Anak menggunakan operasi mental
untuk
memecahkan masalah-masalah yang aktual, Anak mampu menggunakan
kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret.
Mampu berfikir logis meski masih terbatas pada situasi sekarang. Berkurang rasa
egonya dan mulai bersikap sosial. Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan.
Anak mulai banyak menerima pandangan orang lain. Pemahamannya
tentang konsep ruangan, kausalitas, kategorisasi, konversi dan penjumlahan lebih
baik. Mereka mempunyai ide yang lebih baik tentang jarak dari satu tempat ke
tempat lain, lama waktu tempuhnya, dan dapat mengingat rute dan tanda-tanda
jalan. Keputusan tentang sebab akibat akan meningkat. Mengerti perubahanperubahan dan kejadian-kejadian yang lebih kompleks serta saling hubungannya.
Pengalaman hidupnya memberikan andil dalam mempertajam konsep. Anak
sudah lebih mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena
proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis.
DAFTAR PUSTAKA
Papalia,Diane E., dkk. 2009. Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
B. Elizabeth, dkk. Edisi Kelima. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga.
PADA ANAK
Disusun oleh :
Tsinta Miftakhul Fauziah
Margareta Reni K
Khalida Luthfiana Layli
Latifia Nazalati
Lia Rofiatun
(14104241006)
(14104241007)
(14104241008)
(14104241009)
(14104244009)
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehi gga
akalah de ga judul Perkembangan kognitif pada anak
dapat terselesaikan tanpa ada halangan sedikit apapun. Dalam penyusunannya,
penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
a. Rita Eka Izzaty, M.Si.,P.Si,Dr. selaku dosen pengampu mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik Anak Dan Remaja yang telah memberikan
kesempatan dan banyak membantu sehingga makalah ini dapat selesai
dengan lancar.
b.
Kedua orangtua yang telah memberikan bantuan material maupun
do‟anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
c. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
membantu pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta, 20 November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Secara kodrati manusia selalu ingin mendidik keturunanya yang dilakukan
pada setiap tahapan umur. Baik tahapan janin, bayi, balita, kanak-kanak,
remaja, dewasa maupun usia lanjut. Anak-anak memasuki tahapan dimana
mereka sudah cukup mengerti dan memahami sesuatu serta mampu
memahami mana yang baik dan mana yang buruk.
Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang
digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut
beranjak dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus
diarahkan dan diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu
yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain di sekitarnya.
Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah
dimana mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan
berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dipelajari
dan dipahami setiap karakter anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas
dengan tepat yang dapat mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan
umur mereka.
2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak usia 7-12
tahun?
b. Bagaimana perkembangan kognitif pada kanak-kanak (7-12 tahun)
berdasarkan pendekatan Piaget (Anak Operasional Kongkret)?
3.
Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak usia 712 tahun.
b. Untuk mengetahui perkembangan kognitif pada kanak-kanak (7-12 tahun)
berdasarkan pendekatan Piaget (Anak Operasional Kongkret).
4.
Manfaat Penulisan
a. Dapat mengoptimalkan perkembangan pada masa kanak-kanak.
b. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang
perkembangan kognitif pada kanak-kanak akhir.
c. Dapat menjadi sumber penulisan makalah bagi pihak lain.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Kognitif Pada Anak (7-12 Tahun)
Perkembangan kognitif atau pengertian pada akhir masa kanakkanak (Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, Elizabeth B. Hurlock, edisi kelima)
Dengan masuk sekolah, dunia dan minat anak-anak bertambah
luas. Dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian
tentang manusia dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau tidak
berarti. Anak-anak sekarang memasuki apa yang oleh Piaget disebut
sebagai “tahap operasi konket” dalam berfikir, suatu masa dimana konsep
yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar
dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu.
Anak menghubungkan arti baru dengan konsep lama berdasarkan
dengan apa yang dipelajari setelah masuk sekolah. Disamping itu anak
mendapatkan arti baru dari media massa terutama film, radio, dan televisi.
Dalam menambah konsep sosial, misalnya, anak mengkaitkan stereotip
budaya dengan orang-orang dari ras, agama, sex, atau kelompok sosial
ekonomi yang berbeda-stereotip yang sebagian besar dipelajari dari media
massa.
Ketika anak membaca buku pelajaran disekolah dan mencari
keterangan dari esiklopedia atau sumber informasi lain, anak tidak hanya
mempelajari arti baru untuk konsep tetapi juga memperbaiki arti yang
salah yang dihubungkan dengan konsep lama. Pengalamannya sendiri juga
memberikan makna bagi konsepnya.
Dalam perkembangan konsep, disamping bertambahnya arti baru,
bobot emosi juga bertambah. Kadang-kadang bobot emosi ini merupakan
hal baru dan kadang-kadang merupakan penguat bagi bobot emosi yang
sudah ada. Dari pelajaran agama dirumah atau disekolah minggu,
misalnya, anak dapat meghubungkan bobot emosi yang baik dengan
kematian. Kemudian, ketika anak menonton film atau acara televisi yang
melibatkan kematian atau melihat gambar orang mati didalam majalah
atau surat kabar, ia akan mengembangkan konsep yang sama sekali
berbeda dan bobot emosi yang berbeda terhadap konsep kematian yang
diwarnai oleh pengalaman yang dialami sendiri. Seperti diterangkan oleh
Barchlay :
Dalam kehidupan
sekarang
ini
anak-anak terus
menerus
dihadapkan pada contoh-contoh kematian yang mengerikan ditelevisi,
kematian yang bersifat dingin, tidak berdarah, tidak disesali, kejam. Pada
saat yang bersamaan, warta berita, surat kabar dan majalah bergambar
menunjukkan bukti-bukti grafis tentang kematian dan reaksi terhadap
kemtian-ada yang merasa terpukul, ada yang tidak berperasaan, dan ada
yang menyeringai sadar diri…Kalau anak merasa sedih melihat kematian
di televisi atau film, orangtua membesarkan hatinya dengan mengatakan
bahwa adegan yang menyedihkan itu hanya “pura-pura” saja. Tetapi ia
mengerti bahwa disaat lain dan ditempat lain kejian-kejadian itu benarbenar terjadi.
Karena pengalaman anak yang lebih besar lebih beragam daripada
pengalaman anak pra sekolah, dapatlah dimengerti bahwa konsepnya
berubah ke berbagai arah dan menjadi semakin beragam. Namun, konsepkonsep tertentu biasanya ditemui pada anak yang lebih besar dalam
kebudayaan Amerika saat ini. Konsep yang paling sering berubah dan
konsep baru yang paling banyak berkembang pada akhir masa kanakkanak. Dicantumkan dalam kotak 0.1
Kotak 0.1
KATEGORI KONSEP YANG UMUM PADA AKHIR
MASA KANAK-KANAK
Kehidupan
Meskipun beberapa anak sulit
untuk mengerti bahwa banyak hal
Waktu
Jadwal sekolah yang
ketat memungkinkan anak
yang bergerak seperti sungai,
misalnya bukan merupakan sesuatu
yang hidup, namun mereka semakin
sadar bahwa gerakan bukanlah satusatunya kriteria dari kehidupan.
Kematian
Anak yang mengalami kematian
anggaota keluarga atau matinya
hewan
peliharaan,
mempunyai
pengertian yang baik tentang makna
kematian, dan bobot emosi dan
konsepnya tentang kematian diwarnai
oleh reaksi-reaksi orang disekitarnya.
Kehidupan Setelah Mati
Konsep tentant kehidupan setelah
mati terutama tergantung pada
perintah agama yang diterima anak
dan pada apa yang diyakini oleh
teman-temannya.
Fungsi-Fungsi Tubuh
Sampai anak mulai mempelajari
kesehatan di sekolah dasar, banyak
konsep tentang fungsi tubuh yang
kurang tepat dan kurang lengkap,
terutama tentang fungsi tubuh
internal.
Ruang
Dengan menggunakan skala dan
penggaris, anak mempelajari apa arti
dari ons, pon, inci, kaki dan bahkan
mil.
Dari
laporan
tentang
penjelajahan ruang dalam media
massa, anak-anak mengembangkan
konsep tentang ruang angkasa
Bilangan
Bilangan memperoleh arti baru
setelah anak menggunakan uang dan
memecahkan soal-soal berhitung.
Pada saat berusia Sembilan atau
sepuluh tahun, anak mengerti konsep
bilangan sampai lebih dari 1.000.
mengembangkan
konsep
tentang apa yang dapat
dicapai dalam jangka waktu
tertentu.
Pelajaran
pengetahuan
sosial
di
sekolah dan media massa
akan
membantu
anak
mengembangkan
konsep
kronologi sejarah.
Diri
Konsep anak tentang diri
sendiri semakin jelas ketika
ia mengenal dirinya sendiri
melalui pandangan guruguru dan teman-teman
sekelas dan ketika ia
membandingkan
kemampuan
dan
prestasinya
dengan
kemampuan dan prestasi
teman-temannya.
Peran Seks
Sebelum masa kanakkanak berakhir, selain
mengembangkan
konsep
yang jelas tentang peran
seks yang sesuai untuk
anak laki-laki dan anak
perempuan , anak juga
belajar bahwa peran pria
dianggap lebih berwibawa
daripada peran wanita.
Peran Sosial
Anak yang lebih tua
sadar akan sosial, agama,
ras, dan status sosial
ekonomi dari teman sebaya
mereka
dan
mereka
menerima stereotip budaya
dan sikap dewasa terhadap
status
ini.
Hal
ini
menimbulkan
kesadaran
Hubungan Sebab-Akibat
Konsep tentang penyebab fisik
biasanya berkembang lebih dulu
daripada konsep tentang penyebab
psikologis. Misalnya, anak-anak
lebih dulu mengerti apa yang
menyebabkan hujan atau salju
daripada apa yang menyebabkan
seseorang menjadi marah.
Uang
Anak mengerti nilai berbagai uang
logam dan uang kertas bilamana ia
mulai
menggunakan
uang.
Kesempatan untuk menggunakan
uang sangat beragam dan lebih besar
pada keluarga yang status sosial
ekonominya lebih rendah daripada
yang tinggi.
kelompok
dan,
dalam
beberapa hal, terhadap
prasangka sosial.
Keindahan
Anak cenderung menilai
keindahan sesuai dengan
standar kelompok, bukan
sesuai
dengan
standar
kehidupannya sendiri. Apa
yang
oleh
kelompok
dianggap indah atau baik,
diterima sebagai konsepnya
sendiri.
Kelucuan
Konsep anak tentang
kelucuan
sebagian
berdasarkan
pada
pengalaman
yang
dipandang lucu oleh orang
lain dan sebagian pada
penangkapannya
sendiri,
seperti teka-teki.
2. Perkembangan Kognitif pada Anak (7-12 tahun) Berdasarkan
Pendekatan Piaget: Anak Operasional Kongkret
Menurut
Piaget
seperti
yang
dipaparkan
pada
Human
Development/Diane E. Papalia, dkk, 2009, pada sekitar usia 7 tahun,
anak-anak memasuki tahap operasional kongkret di mana mereka bisa
menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan
masalah-masalah kongkret (nyata), seperti di mana harus mencari sarung
tangan yang hilang. Anak-anak pada usia ini dapat mempertimbangkan
banyak aspek dari situasi. Namun demikian, pemikiran mereka masih
terbatas pada situasi-situasi nyata saat ini dan sekarang.
a. Kemajuan Kognitif
Pada tahap operasional kongkret, anak-anak sudah memiliki
pemahaman yang lebih baik daripada anak-anak praoperasional
mengenai konsep spasial, sebab-akibat, pengelompokan, penalaran
induktif, konservasi, serta angka (lihat uraian berikut).
Berbagai Kemajuan di dalam Kemampuan Kognitif Terpilih Selama
Masa Kanak-Kanak :
1) Kemampuan Spasial, contohnya Daniel dapat menggunakan peta
atau model untuk membantunya mencari objek tersembunyi dan
dapat memberikan arah untuk menemukan objek kepada orang
lain. Ia dapat menegtahui jalan menuju dan dari sekolah, dapat
memperkirakan jarak, dan dapat menilai berapa lama waktu yang
diperlukan baginya untuk pergi dari suatu tempat ke tempat lain.
2) Kemampuan Sebab Akibat, contohnya Douglas mengetahui
atribut fisik suatu objek pada tiap sisi timbangan yang akan
mempengaruhi hasil (misalnya, jumlah objek penting, tetapi warna
tidak). Ia belum mengetahui faktor-faktor spasial, seperti posisi
atau penempatan objek, yang membuat perbedaan.
3) Kemampuan Pengelompokkan, contohnya Elena dapat memilah
objek menjadi kelompok-kelompok, seperti bentuk, warna, atau
keduanya. Ia mengetahui bahwa suatu subkelas (mawar) memiliki
anggota yang lebih sedikit dibandingkan kelas di mana ia menjadi
bagiannya (bunga).
4) Kemampuan Penyimpulan Seriasi dan Transitif, contohnya
Catherine dapat menyusun sekelompok tongkat dalam urutan, dari
yang paling pendek sampai yang paling panjang, dan dapat
memasukkan tongkat berukuran sedang ke tempat yang tepat. Ia
menegtahui jika satu tongkat lebih panjang dari tongkat kedua,
dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga, maka tongkat
pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
5) Kemampuan Penalaran Induktif dan deduktif. Contohnya,
domenik dapat memecahkan masalah induktif dan deduktif dan
mengatahu abhwa kesimpulan induktif (berdasarkan premis
particular) kurang pasti dibandingkan kesimpulan deduktif
(berdasarkan premis umum).
6) Kemampuan Konservasi. Contohnya, Velipe, pada usia 7 tahun
mengetahu bahwa jika sebuah bola tanah liat dibentuk menjadi
sosis, maka jumlahnya masih sama (konservasi substansi). Pada
usia 9 tahun, ia mengetahu bahwa bola dan sosis memiliki berat
yang sama. Tidak sampai remaja awal, ia akan memahami bahwa
mereka memindahkan jumlah cairan yang sama jika dituang pada
sebuah gelas air.
7) Kemampuan Angka dan Matematika. Contohnya, Kevin dapat
menghitung
dalam
pikirannya,
dapat
emnambah
dengan
menghitung dari angka yang lebih kecil, dan dapat memecahkan
masalah cerita sederhana.
b. Hubungan Spasial dan Sebab Akibat
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan spasial,
anak-anak di dalam tahap operasional kongkret ini memiliki ide yang
lebih jelas mengenai seberapa jauh jarak dari satu tempat ke tempat
yang lain dan berapa lama untuk sampai kesana, serta mereka dapat
dengan lebih mudah mengingat rute dan tanda pengenal tempat
selama perjalanan. Pengalaman memainkan peranan di dalam
perkembangan ini : seorang anak ynag berjalan ke sekolah menjadi
lebih akrab dengan lingkungan sekitar tempat tinggal di luar rumah.
Menurut Gauvain (1993) baik kemampuan menggunakan peta dan
model serta kemampuan mengomunikasikan informasi spasial
meningkat seiring bertambahnya usia (Diane E. Papalia, dkk.
2009:443). Penilaian mengenai sebab dan akibat juga meningkat.
Ketika anak berusia 5-12 tahun diminta untuk meramalkan bagaimana
tuas dan timbangan akan bekerja di bawah kondisi ya g bervariasi,
anak yang lebih tua memberikan jawaban yang lebih benar. Nak-anak
memahami pengaruh atribut fisik (jumlah objek pada tiap sisi
timbangan) lebih dahulu dibandingkan mereka menegnali pengaruh
faktor spasial (jarak objek dari tengan timbangan) (menurut Amsel,
Goodman, Savoie, dan Clarck, 1996 yang dikutip pada buku Human
Development Perkembangan Manusia (Diane E. Papalia, dkk 2009).
c. Pengelompokan
Kemampuan mengelompokkan membantu anak-anak berpikir
secara logis. Pengelompokan meliputi berbagai kemampuan yang
relative canggih, seperti seiasi, penyimpulan transitif, dan inklusi
kelas, yang secara bertahap meningkat antara masa kanak-kanak awal
dan tengah. Anak-anak menunjukkan bahwa mereka memahami
seriasi (seriation) ketika mereka dapat menyusun banyak objek dalam
suatu urutan menurut satu atau lebih dimensi, seperti berat (paling
ringan ke paling berat) atau warna (paling terang ke paling gelap).
Pada usia 7 atau 8 tahun, anak-anak dapat memahami hubungan
antara
sekelompok
tongkat
segera
setelah
melihatnya
dan
menyusunnya berdasarkan ukuran (menurut Piaget, 1952 yang dikutip
pada buku dapat memahami hubungan antara sekelompok tongkat
segera setelah melihatnya dan menyusunnya berdasarkan ukuran
(menurut Piaget, 1952 yang dikutip pada buku Huamn Development
Perkembangan Manusia, Diane E. Papalia, dkk:2009).
Penyimpanan Transitif
Adalah kemampuan menyimpulkan hubungan antara dua
objek dari hubungan antara keduanya dan objek ketiga.
Catherine diperlihatkan tiga buah tongkat: warna kuning,
hijau, dan biru. Ia ditunjukkan bahwa tongkat kuning lebih
panjang dari tongkat hijau dan tongkat hijau lebih panjang dari
tongkat biru. Tanpa membandingkan secara fisik tongkat
kuning dan biru, ia dengan segera mengatakan bahwa tongkat
kuning lebih panjang dari tongkat biru (Chapman &
Lindenberger, 1988; Piaget & Inhelder, 1967 yang dikutip
pada buku Human Development Perkembangan Manusia,
Diane E. Papalia, dkk 2009).
Inklusi kelas
Adalah kemampuan melihat hubungan antaraa keseluruhan
dan bagian-bagiannya. Piaget (1964) yang dikutip pada buku
Human Development Perkembangan Manusia, Diane E.
Papalia, dkk 2009, menemukan bahwa ketika anak-anak pada
tahap praoperasional diperlihatkan seikat bunga berisi 10-7
tangkai mawar dan 3 tangkai anyelir-dan ditanyai apakah ada
lebih banyak mawar atau lebih banyak bunga, mereka
cenderung mengatakan lebih banyak bunga mawar karena
mereka membandingkan mawar dengan anyelir daripada
dengan seluruh ikat bunga. Tidak smapai usia 7-8 tahun, dan
terkadang lebih tinggi, anak-anak secara konsisten menalar
bahwa mawar adalah subkelas bunga dan oleh karena itu, tidak
dapat lebih banyak mawar daripada bunga (Flavel, 1963;
Flavell et al., 2002 dikutip pada Human Development, Diane
E. Papalia, dkk 2002). Namun demikian, bahkan anak berusia
tiga tahun menunjukkan kesadaran inklusi dasar, tergantung
pada jenis tugas, isyarat praktis yang mereka terima, dan
keakraban mereka dengan pengelompokan objek yang diujikan
(Johnson, Scott, dan Mervis, 1997 yang dikutip Human
Development, Diane E. Papalia, dkk 2009). Pemahaman
inklusi kelas sangat erat kaitannya dengan penalaran induktif
dan deduktif.
d. Penalaran Induktif dan deduktif
Menurut Piaget, anak-anak pada tahap operasioanl pengamatan
mengenai anggota particular dari kelas orang-orang, hewan, objek,
atau kejadian, kemudian mereka mengambil kesimpulan umum
mengenai kelas sebagai keseluruhan. (“Anjing saya menggonggong.
Begitu pula dengan anjing Tery dan Melissa. Jadi, kehilatannya
seluruh anjing menggonggong.”) Kesimpulan induktif harus bersifat
sementara karena selalu mungkin akan datang informasi baru (seekor
anjing yang tidak menggonggong) yang tidak mendukung kesimpulan.
Penalaran deduktif (deductive reasoning), di mana Piaget meyakini
tidak berkembang sampai masa remaja, dimulai dengan pernyataan
umum (premis) mengenai suatu kelas dan menerapkannya ke anggota
kelas particular. Jika premis benar untuk seluruh kelas dan penalaran
logis, maka kesimpulan pasti benar: “Seluruh anjing menggonggong.
Spot adalah seekor anjing. Spot menggonggong.”
Para peneliti memberikan 16 permasalahan induktif dan deduktif
kepada 16 anak taman kanak-kanak, 17 anak kelas dua, 16 anak kelas
empat, dan 17 belas anak kelas enam. Permasalahan dirancang agar
tidak berkaitan dengan pengetahuan dunia nyata. Misalnya,
satu
permasalahan deduktif adalah “Semua poggop mengenakan sepatu
boot biru. Tombor adalah poggop. Apakah Tombor mengenakan
sepatu boot biru?” permasalahn induktif yang mirip adalah „Tombor
adalah poggop. Tombor mengenakan sepatu boot biru. Apakah semua
poggop mengenakan sepatu boot biru?” Bertentangan dengan teori
Piaget, anak-anak kelas dua (bukan anak-anak taman kanak-kanak)
mampu menjawab kedua jenis permasalahan dengan benar, melihat
perbedaan di antara mereka, dan menjelaskan jawaban mereka, serta
mereka (dengan tepat) memperlihatkan lebih yakin pada jawabna
deduktif daripada jawaban induktif (Galotti, Komatsu, dan Voela,
1997 yang dikutip Human Development Perkembangan Manusia,
diane E. Papalia, dkk 2009).
e. Konservasi
Dalam memecahkan berbagai jenis masalah konservasi, anak-anak
pada tahap operasioanl konkret dapat mencari jawaban dengan
menegrjakan di dalam kepala mereka; mereka tidak harus mengukur
dan menimbang objek (seperti yang tertulis pada uraian pada
kemampuan konservasi di atas).
f. Angka dan Matematika
Pada usia 6 dan 7 tahun, banyak anak dapat menghitung di dalam
kepala mereka. Mereka juga belajar untuk berhitung: untuk
menambah 5 dan 3, mereka menghitung pada angka 5 dan kemudian
berlanjut 6, 7, dan 8 untuk menambahkan 3. Mereka bisa saja
memerlukan dua atau tiga tahun lebih untuk menampilkan operasi
yang sebanding dengan pengurangan, tetapi kebanyakan anak pada
usia 9 tahun dapat menghitung ke atas dari angka yang lebih kecil
dank e bawah dari angka yang lebih besar untuk mendapatkan
jawaban (Resnick, 1989 yang dikutip pada Human Development
Perkembangan Manusia, Diane E. Papalia, dkk 2009).
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan berfikir
akan berkembang dan berfungsi. Anak menggunakan operasi mental
untuk
memecahkan masalah-masalah yang aktual, Anak mampu menggunakan
kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret.
Mampu berfikir logis meski masih terbatas pada situasi sekarang. Berkurang rasa
egonya dan mulai bersikap sosial. Terjadi peningkatan dalam hal pemeliharaan.
Anak mulai banyak menerima pandangan orang lain. Pemahamannya
tentang konsep ruangan, kausalitas, kategorisasi, konversi dan penjumlahan lebih
baik. Mereka mempunyai ide yang lebih baik tentang jarak dari satu tempat ke
tempat lain, lama waktu tempuhnya, dan dapat mengingat rute dan tanda-tanda
jalan. Keputusan tentang sebab akibat akan meningkat. Mengerti perubahanperubahan dan kejadian-kejadian yang lebih kompleks serta saling hubungannya.
Pengalaman hidupnya memberikan andil dalam mempertajam konsep. Anak
sudah lebih mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena
proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis.
DAFTAR PUSTAKA
Papalia,Diane E., dkk. 2009. Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
B. Elizabeth, dkk. Edisi Kelima. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga.