Obat Apa Yang Cocok diterapk

Obat Apa Yang Cocok?
Tn. Fathir berusia 60 tahun, bekerja sebagai penarik becak datang ke Puskesmas
karena mengeluh pegal-pegal dan nyeri sendi kaki yang terus menerus. Ia bercerita
pada dokter bahwa sebelumnya sudah pernah mencoba minum obat pil penghilang
rasa sakit dan memakai obat gosok yang dibeli di toko obat, nyeri sendinya hanya
membaik sebentar tetapi kemudian muncul lagi. Tn. Fathir meminta dokter untuk
menyuntiknya karena menurutnya dulu ia pernah disuntik dan nyeri sendinya hilang.
1. Dasar-dasar terapi pada infeksi, penyakit degeneratif, dan neoplasma
Terapi penyakit infeksi
Terapi neoplasma (kanker)
Terapi penyakit degeneratif
2. Pendahuluan antimikroba (antibiotik, antiviral, antifungi)
Antimikroba (AM) : Obat pembasmi mikroba (yang merugikan khususnya pada
manusia)
Mikroba : jasad renik tidak termasuk parasit
Memiliki sifat toksisitas selektif, yakni bersifat toksik terhadap mikroba
penyebab penyakit, tetapi tidak terhadap hospes manusia
Antibiotik
Zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba (terutama fungi) yang menghambat atau
membasmi mikroba jenis lain
Klasifikasi antibiotik

Rumus kimia
Golongan B-laktam : penicillin, amoxicillin, cefalosporin
Golongan aminoglikosida : streptomisin, neomisin, kanamisin,
paramomisin
Sumber
Jamur/fungi : penisilin dari penisilium notatum
Bakteri : polimiksin dari vacillus polimixa
Algae : asam usnat
Tanaman tinggi : garlisina dari allium sativum
Binatang : eritrina dari sel darah merah sapi
Mekanisme kerja
Menghambat sintesa dinding sel bakteri pada waktu sel membelah d
iri
Hasil pembelahan tidak dilengkapi dinding sel, bakteri tidak
terlindungi, menyebabkan lisis (material bakteri keluar)
Contoh : penicillin, sikloserin, vankomisin

Mempengaruhi permeabilitas membran sel kuman
Merusak plasma membran
Zat yang seharusnya masuk, tidak masuk ke dalam suatu bakteri

Contoh : polomiksin, nistatin
Menghambat sintesa protein
Menghambat proses transkripsi
Contoh : rifamfisin, aktinomisin
Menghambat proses translasi
Menghambat kerja ribosom 30 S : streptomisin, tetrasiklin,
kanamisin
Menghambat kerja ribosom 50 S : kloramfenikol, klindamisin,
linkomisin
Menghambat reaksi metabolik
Menghambat reaksi enzimatik. Contoh : sulfonamid, trimetropim
Menghambat sintesa asam nukleat
Contoh : mitomycin, nalidixic acid
Spektrum kerja
Spektrum luas (broad spektrum) : efeknya luas, bisa terhadap banyak
jenis bakteri, protozoa
Contoh : kloramfenikol, tetrasiklin
Spektrum sempit (narrow spektrum) : Hanya bisa menghambat bakteri
gram positif atau negatif saja
Contoh : penisilin, sefalosporin, eritromisin

Ketika mikroba belum diketahui sebagai penyebabnya : gunakan
spektrum luas
Ketika penyebab telah diketahui : gunakan spektrum sempit
Cara kerja
Bakterisidal : AM menyebabkan bakteri terbunuh (lisis). Contoh : Blaktam (penicillin, sefalosporin)
Bakteriostatik : AM hanya menghambat pertumb.bakteri. Contoh :
tetrasiklin, kloramfenikol
Pada pasien dengan imunitas lemah : berikan bakterisidal
Sifat antimikroba
Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, menjadi antimikroba yang memiliki :
Aktivitas bakteriostatik : menghambat pertumbuhan mikroba, tidak sampai
membunuhnya
KHM : kadar hambat minimal, kadar minimum antimikroba untuk
menghambat pertumb.mikroba
Aktivitas bakterisid : membunuh mikroba
KBM : kadar bunuh minimal, kadar minimum antimikroba untuk
membunuh mikroba
Suatu antimikroba yang sifatnya bakteriostatik dapat berubah menjadi
bakterisid apabila kadarnya diberikan melebihi KHM


Berdasarkan efektivitasnya terhadap mikrobial tertentu, sifat AM dibagi menjadi
:
Berspektrum luas, yakni bekerja efektif terhadap sejumlah mikrobial
Berspektrum sempit, yakni hanya bekerja efektif terhadap sedikit mikrobial
Mekanisme kerja antimikroba
Mengganggu metabolisme sel mikroba
Sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon
Berefek bakteriostatik
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya
Mikroba memperoleh asam folat melalui sintesis dari bahan PABA
(asam para amino benzoat)
Antimikroba (misal : sulfon) ikut serta dalam proses sintesis bersaing
dengan PABA, dihasilkan asam folat nonfungsional
Menghambat sintesis dinding sel mikroba
Penicilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, vankomisin, sikloserin
Berefek bakterisidal
Dinding sel bakteri terdiri atas peptidoglikan
Peptidoglikan dihambat sintesisinya oleh antimikroba
Tekanan osmotik di dalam sel bakteri lebih tinggi daripada dari luar,
sehingga terganggunya sintesis dinding bakteri menyebabkan bakteri

lisis (bakterisid)
Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba
Polimiksin, golongan polien, antimikroba kemoterapeutik
Antimikroba merusak permeabilitas membran sel dengan cara :
Bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid (polimiksin)
Bereaksi dengan sterol pada membran sel fungus (polien)
Mengubah tegangan permukaan (surface active agents)
Rusaknya permeabilitas membran, menyebabkan komponen penting
dalam sel mikroba keluar (protein, asam nukleat, nukelotida)
Menghambat sintesis protein sel mikroba
Aminoglikosid, makrolid,linkomisin, tetrasiklin, kloramfenikol
Sel mikroba perlu mensintesis berbagai macam protein
Sintesis protein memerlukan bantuan mRNA dan tRNA di ribosom
2 subunit ribosom, yakni 3OS dan 5OS berikatan pada kedua ujung dari
mRNA (menjadi 7OS) untuk kemudian dibaca oleh tRNA (terjadi proses
translasi)
Misal : steptomisin berikatan dengan komponen ribosom 3OS,
akibatnya tRNA keliru membaca mRNA yang tidak dilengkapi 3OS
(translasi gagal), sehingga protein yang dihasilkan abnormal dan
nonfungsional

Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
Rifampisin dan kuinolon

Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase RNA sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut
Obat antiviral (antivirus)
Virus sebagai parasit obligat intrasel
Replikasi bergantung pada sintesis protein di sel penjamu
Agen antivirus mencegah virus masuk atau keluar dari virus, menghambat
sintesis DNA virus
Tahap replikasi virus :
Perlekatan virus pada sel pejamu (absorpsi)
Masuknya virus melalui membran sel pejamu (penetrasi)
Pengeluaran asam nukleat (uncoating)
Sintesis protein pengatur dini, yaitu polimerase asam nukleat
Sintesis DNA atau RNA
Sintesis protein struktural lebih lanjut
Perakitan partikel virus (maturasi)
Pelepasan dari sel (lisis)
3. Antimicrobial agent dan mekanisme resistensi antimikrobial

Resistensi sel mikroba : suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh
antimikroba
3 pola resistensi
Pola I : belum pernah terjadi resistensi penyebab klinis
Pola II : pergeseran dari peka menjadi kurang pPPeka, tetapi tidak sampai resistensi
penuh
Pola III : resisten taraf tinggi, penuh
Faktor penentu sifat resistensi mikroba terhadap AM : elemen genetis
Resistensi alamiah : sejak awal sudah resisten terhadap antimikroba. Contoh :
penisilin G terhadap bakteri gram negatif
Resistensi didapat (acquired resistance) : semula peka, kemudian tidak atau kurang
peka karena memperoleh elemen genetik pembawa sifat resisten
Kelompok resistensi mikroba terhadap AM
Resistensi genetik
Mutasi spontan
Terjadi perubahan spontan gen mikroba sehingga menjadi resisten
tanpa pengaruh ada-tidaknya AM
Mutasi dipindahkan

Mikroba menjadi resisten apabila mendapat elemen genetik

pembawa sifat resisten. Melalui :
Transformasi : faktor resistensi dipindahkan dari donor mikrob ke
aseptor mikrob melalui pili seks
Transduksi : faktor resistensi dipindahkan melalui bantuan vektor
bakteriofage (virus)
Konyugasi : faktor resistensi dipindahkan mirip peristiwa kopulasi,
dimana bertemunya pili seks masing-masing bakteri ke bakteri baru
(target)
Faktor resistensi berupa :
Plasmid : elemen genetik terpisah dari DNA-kromosom, DNA
ekstrakromosomal (plamid faktor R)
Episom : sifat sama dengan plasmid, hanya saja DNA
ekstrakromosomnya dapat bersatu dengan kromosom inti
Gen pembawa sifat resisten (segmen DNA / transposable
elements) :
Insertion sequence : gen pemroses transposisi
Transposon : gen pembawa sifat resisten, berpindah dari plasmid
ke kromosom atau sebaliknya
Resistensi nongenetik
Bakteri pada awalnya peka (sensitif) terhadap AM, tetapi dalam keadaan

istirahat (dorman/inaktivitas metabolik) bersifat resisten terhadap AM
Mikrob yang mengalami resistensi nongenetik disebut persisters
Resistensi silang
Mikroba yang resisten terhadap suatu AM dengan resistensi yang sama
terhadap AM lain
Mekanisme resistensi
Perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba
Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalam sel
Inaktivasi obat oleh mikroba
Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh AM
Meningkatkan produksi enzim yang dihambat AM
Mekanisme terjadinya resistensi
Produksi enzim penginaktivasi anti-biotika
Contoh :
Bakteri stafilokokus : B-lactanase menginaktivasi peniciliin dan
sefalosporin
Bakteri gram : asetil transferase terhadap kloramfenikol, fosforilase,
asetilase terhadap aminoglikosida

Perubahan permeabilitas membran dinding sel bakteri, sehingga penetrasi

AB ke dalam sel bakteri terhambat
Pintu masuk AB terhadap bakteri berubah disebabkan permeabilitas
plasma bakteri berubah dan tidak tepat sasaran
Contoh : stafilokokus terhadap tetrasiklin
Perubahan struktur sasaran
Sasaran AM tidak mengenali bakteri karena strukturnya berubah
Subunit 50S sebagai reseptor AM mengalami perubahan
Perubahan metabolisme sel kuman sehingga tidak tergantung oleh suatu
senyawa yang mudah dipengaruhi AB
Contoh : dihidrofosfat oleh trimetropim
Produksi bahan metabolit bersifat antagonis terhadap AB
Contoh : m.o.peka terhadap sulfonamide akan memproduksi PABA lebih
banyak dan berakibat toksik
4. Resep (definisi, format, tata nama penulisannya, jenis-jenis resep, penulisan
resep yang benar)
Resep : Permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi
izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan
obat kepada pasien
Format resep

Inscriptio
Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan
resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi
Sebagai identitas dokter penulis resep
Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan
resep pada praktik pribadi
Invocatio
Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya
ambilah atau berikanlah
Sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek
Prescriptio/Ordonatio
Nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan
Signatura
Tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian
Subscriptio
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan
keabsahan resep tersebut
Pro (diperuntukkan)
Nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus
dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat)

Langkah penulisan resep rasional
Membuat diagnosis spesifik
Mempertimbangkan dampak patofisiologik dari diagnosis yang telah dibuat
Memilih tujuan terapi yang spesifik
Menentukan obat pilihan
Menentukan regimen dosis yang tepat
Menyusun rencana untuk memantau kerja obat dan menentukan titik akhir terapi
Jenis-jenis resep
Resep standar (R/. Officinalis)
Resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku
farmakope atau buku standar lainnya
Penulisan resep sesuai dengan buku standar
Resep magistrales (R/. Polifarmasi)
Resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa
campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus
diracik terlebih dahulu
Resep medicinal
Resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik,
dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan Buku referensi :
Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index
Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.
Resep obat generik
Penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan
jumlah tertentu
Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan
5. Waktu dan Cara Pemberian obat (Jadwal standar waktu pemberian obat,
hubungan pemberian obat dengan suatu penyakit, teknik pakai macam-macam
bentuk obat)
Pemberian obat harus memperhatikan :
Interval pemberian
T1/2 menentukan dosis obat, diberikan satu, dua atau tiga kali sehari dan
sebagainya
- jam sekali
Sekali - jam
Sehari - kali
Ditentukan oleh :
T1/2 : ultrafast, fast, slow, very slow (kecepatan obat dieliminasi dari tubuh)
Lama kerja obat (onset)
Pada tindakan darurat

Saat pemberian
Waktu :
Pagi : steroid, diuretikum (memperlancar perkemihan), antihipertensi
Malam : tablet kontrasepsi, suppositoria, antikolesterol, hipnotika,
cimetidin, tab provaginal
Kegiatan :
Sesudah makan (2 jam : 2hpc)
Dimaksudkan pada obat yang menyerap HCl (misalnya) pada
lambung kosong
Sebelum makan (1/2 - 1 jam : 1hac)
Dimaksudkan pada obat yang membutuhkan adanya makanan.
Contoh : vitamin
Obat dimakan dalam keadaan lambung kosong
Sedang makan (obat mengandung lemak)
Keluhan : ketika terjadi-tidak terjadi serangan
Dipengaruhi oleh :
Obat sensitif terhadap asam lambung/obat mengiritasi lambung (harus ada
makanan dalam lambung)
Obat yang absorpsinya dipengaruhi makanan (menjadi baik : boleh bersama
dengan makan)
Obat yang memodifikasi faal saluran cerna (mempercepat atau memperlambat
peristalsis)
Kemungkinan interaksi antar obat-obat
Fluktuasi sekresi cairan saluran cerna
Teknik pemberian
Rute pemberian
Bentuk sediaan obat
6. Bentuk-bentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obat : sediaan yang mengandung satu atau lebih zat yang berkhasiat,
dimasukkan dalam satu vehikulum untuk formulasi hingga siap diberikan pada pasien
dengan aman
Pembagian BSO
Berdasarkan efek
Sistemik
Lokal
Cara pemakaian
Enteral
Parenteral
Topikal
Obat luar-dalam

Konsistensi
Solida (padat)
Pulvis (bulk powder)
Campuran obat dan/atau bahan kimia dalam butiran kering, halus
dan homogen
Pulvis : bulk powder : serbuk yang tak terbagi
Dapat digunakan sebagai :
Pemakaian oral
Serbuk berdasarkan dosis terapi
Granul effervescent
Serbuk suspensi (dry syrup)
Pemakaian luar/topikal
Serbuk gigi
Douche powder (dilarutkan dalam air)
Pulvis adspersorius (dusting powder : bedak tabur)
Insufflation (serbuk dimasukkan dalam lubang tubuh)
Trituration (serbuk obat keras diencerkan dgn bahan dasar)
Keuntungan
Pembuatan flexibel
Relatif stabil
Absorpsi obat cepat dan komplit
Cocok untuk anak-anak dan manula
Kerugian
Butuh waktu dalam pembuatan
Rasa tidak enak sulit dihilangkan
Hygroskopis
Sebagai bentuk serbuk tak terbagi, dosis kurang akurat
Pulveres (divided powder)
Campuran yang terdiri dari 1 atau lebih bahan obat yang dibuat
dalam bentuk terbagi-bagi, kering, halus dan homogen
Keuntungan
Relatif stabil
Absorpsi obat cepat dan komplit
Cocok untuk anak-anak
Dosis akurat
Dapat dimasukkan dalam cangkang kapsul
Kerugian
Butuh waktu dalam pembuatan
Rasa tidak enak sulit dihilangkan
Tidak dibuat untuk waktu yang lama
Dibagi menjadi :
Pemakaian dalam
Pemakaian luar
Tablet

Sediaan padat yang dibuat dengan mengempa atau mencetak
obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan
Tablet kempa (compressed tablet)
Tablet salut
Tablet berlapis
Tablet dilepas terkontrol
Tablet untuk dilarutkan
Tablet sisip
Tablet cetak (triturated tablet)
Dispensing tablet
Hypodermic tablet
Keuntungan
Pembuatan sampel mudah
Menguntungkan
Relatif stabil
Praktis dalam penyimpanan dan pengemasan
Dosis akurat
Mudah dibawa
Rasa lebih enak
Cara makan lebih mudah
Kapsul
Bentuk sediaan obat yang terbungkus dalam suatu cangkang
Kapsul terbuat dari gelatin, metil celulosa
Kapsul mudah larut dalam air
Menetapkan waktu hancur dari kapsul dengan cara :
Masukkan 5 kapsul ke dalam alat tertentu, lalu diturun
naikkan dalam air pada temp.35-39 derajat celsius.
Kapsul harus larut dalam waktu 15 Menit
Penggolongan kapsul
Hard gellatin capsule
Terdiri dari 2 kantong berbentuk silinder yang tertutup satu
sama lain
Soft gellatin capsule
Bentuknya oval terbuat dari gelatin, glycerin atau plastik
tertentu
Kapsulnya cendrung elastis, tidak mudah pecah
Keuntungan
Tidak berasa
Cara pemakaian mudah
Pengisian obat dalam cangkang kapsul relatif mudah baik
secara racikan atau pabrikan
Dapat dibuat untuk permintaan resep dengan dosis tepat
Lebih lunak dari tablet (mudah ditelan)
Suppositoria
Sediaan padat yang digunakan melalui dubur, vagina atau uretra

Sesudah masuk, suppsitoria harus mudah melunak, larut dalam
rongga tubuh
Macamnya :
Suppositoria analia
Efek sistemik, sedatif, analgetik
Suppositoria vaginalia
Bentuk lonjong/oval
Suppositoria urethralia (bacila)
Bahan dasar oleum cacao, silinder
Semi solida (setengah padat)
Digunakan untuk obat luar, dioleskan pada kulit untuk terapi, pelindung
kulit atau kosmetika
Salep (unguentum)
Sediaan obat yang dioleskan sebagai obat luar dengan bahan obat
terdispersi homogen dalam bahan dasar (vehikulum) yang cocok
Krim (cremor)
Sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung banyak air,
dimaksudkan untuk pemakaian luar
Digunakan pada daerah yang peka dan mudah dicuci dengan air
Cocok untuk kondisi inflamasi kronis dan kurang merusak jaringan
yang baru terbentuk, bahan kosmetik
2 tipe krim :
Tipe emulsi minyak dalam air O/W : lebih sesuai untuk digunakan
pada daerah lipatan
Tipe emulsi air dalam minyak W/O : efek lubrikasi lebih baik
Pasta
Salep yang banyak mengandung bahan padat (lebih dari
50persen), keras tidak meleleh pada suhu tubuh, sebagai
penutup/pelindung tubuh
Keuntungan
Mengikat cairan sekret (eksudat)
Tidak mempunyai daya penetrasi gatal dan terbuka.
sehingga mengurangi rasa gatal lokal
Lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan
jaringan lebih lama
Jelly
Salep yang halus, mengandung sedikit lilin, digunakan pada
membran mukosa sebagai pelicin (basis)
Sapo medicatus
Didapat dari saposifikasi alkali dengan lemak atau as.lemak tinggi
Alkali KOH - sabuk lunak
Alkali NaOH - sabun keras
Fluida (cair)
Obat luar (mixture, suspensi, solutio), obat suntik, obat minum (syrup),
obat tetes (guttae nasales, guttae ophtamlica, guttae auriculares)

Faktor-faktor pemilihan BSO yang tepat
Faktor penyakit
Berat ringan penyakit
Lokasi penyakit
Penderita
Umur penderita
Keadaan penderita
Sosial ekonomi penderita
Faktor obat
Sifat fisik obat
Sifat kimia obat
Sifat farmakologi obat
7. Regulasi narkotik dan psikotropika
Psikotropika : obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk
terapi gangguan psikiatrik
Contoh : ecstacy, shabu-shabu
Narkotika : obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan
mempunyai efek utama terhadap perubahan atau penurunan kesadaran, hilangnya
rasa, dan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, digunakan untuk analgesik,
antitusif, antispasmodik, dan premedikasi anestesi
Contoh : morfin, kodein, heroin (putaw), methadone, ganja, amphetamine
Keduanya bekerja selektif terhadap sistem saraf pusat (SSP). Psikotropika memiliki
efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (psikiatrik) sedangkan narkotika
terhadap perubahan atau penurunan kesadaran, menghilangkan rasa nyeri (anastetik)
8. Macam-macam dosis dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya
dosis dan melakukan penghitungan dosis untuk dewasa dan anak-anak
Dosis obat adalah jumlah atau takaran
obat yang diberikan kepada pasien dalam
satuan berat, isi (volume) atau unit pada satuan waktu tertentu
Dosis minimal
Dosis yang paling kecil yang masih memberikan efek terapeutik
Dosis maksimal
Dosis yang tertinggi yang masih dapat diberikan tanpa efek toksis
Dosis permulaan
Dosis yang diberikan pada permulaan menggunakan obat untuk mencapai kadar
tertentu dalam darah
Dosis pemeliharaan

Dosis untuk menjaga agar penyakitnya tidak kambuh lagi. Hanya untuk penyakit
tertentu, misalnya asma, alergi, jantung dll.
Dosis terapeutik (dosis lazim, dosis medicinalis)
Dosis optimal atau dosis yang paling baik
Dosis toksik
Penggunaan obat melebihi dosis maksimal
Dosis letalis
Dosis yang menimbulkan kematian
Dosis letal 50
Dosis yang membunuh 50% dari binatang percobaan
Regemen dose
Pengaturan dosis serta jarak antara dosis terapi dengan obat, memberikan efek
secara klinik, mempertahankan konsentrasi terapeutik obat dalam tubuh
Dosis ganda
Pemberian dosis tunggal yang berulang, disebut juga multiple dose
administration, mengakibatkan akumulasi obat dalam tubuh, supaya MEC
(minimal effect concentration) tercapai
Satuan dosis
Ukuran berat/bobot : mg-g-kg-mcg
Ukuran volume : mikrol-ml-l
Ukuran unit/satuan : IU
Persentase : b/b-b/v-v/v-v/b
Faktor yang berpengaruh terhadap dosis
Umur, berat/bobot badan
Jenis kelamin
Rute pemberian
Kondisi penyakit
Perhitungan dosis
Dosis maks sekali dan dosis maks sehari tidak boleh melampaui 100persen dari dosis
yang ditetapkan
Misal : obat A 1.5 mg diminum 4dd. pulv. I
Dengan dosis maks sekali : 2 mg
Dosis maks sehari : 4 mg
Sebagai pembagi (pembanding)
Dosis sekali : 1.5/2 x 100persen : 75 persen (boleh)
Dosis maks sehari : (1.5 x 4)/4 x 100persen : 150 persen (tidak boleh)
Dosis maks sehari harus sama dengan atau kurang dari 4 mg (kasus ini diberikan 6 mg)
Rumus perhitungan dosis pada anak (kurang dari 20 tahun atau kurang dari 68
kg)

Young, kurang dari sama dengan 8 tahun : (n(tahun))/n+12 x dosis dewasa
Dilling, lebih dari sama dengan 8 tahun : (n(tahun))/20 x dosis dewasa
Freid, hitungan bulan : (m(bulan))/150 x dosis dewasa
Clark, hitungan kgBB : kgBB/68 x dosis dewasa
Luas permukaan : (1.5 x kgBB) + 10 x persentase dosis dewasa
Satuan berdasarkan bobot badan : mg/kgBB/kali (sehari)
Bobot dan persentase : umur, bobot persen terhadap dosis dewasa
Metode compounding
Compounding : meracik atau mencampurkan obat menjadi satu kesatuan dosis yang
diberikan kepada pasien. Dijadikan puyer (pulveres) atau sirup
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencampurkan bahan
Teknis pencampuran
Tidak semua obat bisa kompatibel/sesuai jika dijadikan satu paket serbuk
Ada obat yang jika dicampurkan bersama membuat sediaannya jadi lembek
karena adanya interaksi antarbahan (menurunkan titik eutetis/titik lebur obat)
atau warnanya berubah
Rasionalitas penggunaan
Pikirkan sisi rasional ketika penyatuan obat melibatkan :
Obat dengan dosis pemakaian berbeda
Misal : antibiotika dengan penurun panas (anti inflamasi)
Antibiotika harus diminum sampai habis, misalnya 5 hari sedangkan obat
turun panas cukup diminum bila perlu saja. Bila dicampur, obat turun
panas akan diminum juga selama 5 hari (meningkatkan resiko terjadinya
efek samping atau toksisitas/keracunan)
Obat dengan target kerja berbeda
Misal : obat yang bersifat sustain realease (enteric coated), yakni obat
yang didesain khusus agar substansi terapeutik terlepas perlahan pada
tempat yang sesuai (dipertahankan tidak dilepas di lambung : coated-nya
tahan asam lambung) tetapi lepas di usus yang basa
Ketika obat sustain realease yang membutuhkan salut dilepas dari
salutnya dan digerus, maka tujuan obat tersebut hilang, mungkin saja
akan terjadi iritasi lambung
Kebersihan
Hindari kontaminasi dengan obat-obat yang tidak seharusnya dicampurkan tetapi
tercampurkan akibat terbawa oleh mortar dan stemper (cuci terlebih dahulu
sebelum dipakai)
Dosis yang tepat
Pembagian serbuk dalam bungkusan-bungkusan dengan dosis seragam (sama
rata) dengan penimbangan akurat

9. Golongan darah (blood grouping serology)
Antigen (aglutinogen) : protein atau lipoprotein yang terdapat pada lapisan lipid
membran eritrosit. Dikodekan oleh gen-gen tertentu pada lokus spesifik DNA
Antibodi (aglutinin) : terdapat pada protein plasma sebagai respons adanya antigen
endogen normal dalam tubuh
12 sistem blood grouping
ABO
DUFFY
DIEGO
DOMBROD
KELL
KIDD
Lewis
Li
Lutheran
MNS
Rhesus
Sm and Bua
Golongan darah ABO
A : antigen A pada eritrosit dan antibodi B (anti-B) pada plasma. Genotipe : AA, AO
B : antigen B pada eritrosit dan antibodi A (anti-A) pada plasma. Genotipe : BB, BO
AB : antigen A dan antigen B pada eritrosit dan tidak berantibodi pada plasma.
Genotipe : AB
O : tidak berantigen pada eritrosit dengan antibodi A (anti-A), antibodi B (anti-B), dan
antibodi AB (anti-AB) pada plasma. Genotipe : OO
Aglutinasi transfusi ABO
Penentuan golongan darah berdasarkan ada-tidaknya koagulasi (aglutinasi). Terjadi
koagulasi pada zona :
A : anti-A, anti-AB
B : anti-B, anti-AB
AB : anti-A, anti-B, anti-AB
O : nonaglutinasi
Golongan darah Rhesus
D+ : anti-Rh + kontrol Rh D- : anti-Rh - kontrol Rh 10. Transfusi darah (syarat, kontraindikasi, teknik penyimpanan, komplikasi,
pemeriksaan crossmatch)

Transfusi darah : pemberian darah atau komponen darah dari satu individu (donor) ke
individu lainnya (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, dan dilakukan
dengan indikasi yang jelas
Komponen darah : bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik/mekanik
(sentrifugasi)
Fraksi plasma : derivat plasma yang diperoleh dengan cara kimia/fraksinasi
Produk darah : mencakup fraksi plasma dan komponen darah
Macam komponen darah
Selular
Darah utuh (whole blood)
Berisi eritrosit, leukosit, trombosit dan plasma
1 kantong darah lengkap : 250 mL darah + 37 mL antikoagulan
Darah segar : disimpan sampai 48 jam (2 hari)
Darah baru : disimpan sampai 5 hari
Disimpan dalam suhu 1-6 C
Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
Didapat dengan memisahkan plasma dari whole blood sehingga diperoleh
eritrosit dengan nilai hematokrit 60-70 persen
Dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leukocytes reduced)
Kandungan leukosit 5 x 10pangkat6 leukosit/unit
Cuci (packed red blood cell washed)
Whole blood yang dicuci dengan salin
Membuang 98persen plasma
Menurunkan konsent.leukosit, trombosit, debris
Beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)
Disimpan pada suhu -65 C atau -200 C selama 10 tahun
Dicuci dengan salin dan glukosa
Untuk menyimpan darah langka
Trombosit konsentrat (concentrate platelets)
Dengan sedikit leukosit (concentrate platelets leukocytes reduced)
Granulosit feresis (granuloscytes pheresis)
Non-selular
Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
Mengganti kekurangan faktor koagulasi
Diberikan pada pasien yang mengalami gangguan pembekuan darah
Plasma donor tunggal (single donor plasma)
Kriopresipitat faktor antihemofilia (cryoprecipitate AHF)
Pasien yang hanya kekurangan FVIII (hemofilia A), defisiensi FXIII,
fibrinogen, dan von willebrand
Macam derifat plasma
Albumin
Imunoglobulin

Faktor VIII dan faktor IX pekat
Rh imunoglobulin
Plasma ekspander sintetik
Syarat transfusi darah
Donor :
Keadaan umum baik
Usia 17-65 tahun
Berat badan 50 kg atau lebih
Tidak demam (temp.oral kurang dari 37.5 C)
Frekuensi dan irama denyut nadi normal
Tekanan darah 50-100/90-180 C
Tidak ada lesi kulit berat
Cross-match test
Serangkaian prosedur sebelum transfusi untuk memastikan seleksi darah yang
tepat untuk mendeteksi antibodi ireguler dalam serum resipien yang akan
mengurangi ketahanan hidup dari eritrosit donor setelah transfusi
2 jenis cross match test :
Mayor test
Menguji reaksi antara eritrosit donor dengan serum resipien
Dilakukan tes pratransfusi
Menunjukkan antibodi aglutinasi, sensitisasi, hemolisis, tes antiglobulin
Minor test
Menguji reaksi antara serum donor dengan eritrosit resipien
Tidak dilakukan tes pratransfusi
Merupakan tes rutin pada darah donor setelah pengumpulan darah
Hemofilia A (classic hemofilia) : defisiensi atau disfungsi F VIIIc
Hemofilia B (christmas disease) : difesiensi atau disfungsi F IX
PVW (penyakit von willebrand) : difesiensi atau disfungsi FVW (faktor von willebrand).
FVW untuk :
Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi strees berat pada subendotel
pembuluh darah
Pembawa plasma bagi faktor VIII