Teori Belajar Sosial dan Kognitif
Teori Belajar
Sosial & Kognitif
Created
By
Kelompok 5
r
a
j
a
l
e
B
i
r
Teo
l
a
i
s
o
S
Teor
sang i belajar
seor at akrab sosial
ang
deng
p
s
bera
a
sal d ikolog ya n
Pengertian Teori
ari KBelajarnSosial
g
a
n
ada
Yaitu
AlbeBelajar Sosial (Social
Teori
rt Ba
nduBandura
Learning) oleh
ra
menekankan bahwa kondisi
lingkungan dapat memberikan dan
memelihara respon-respon
tertentu pada diri seseorang.
Asumsi dasar dari teori ini yaitu
sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh dari hasil
belajar melalui pengamatan atas
tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu – individu lain yang
menjadi model.
Atensi/
Memperhatikan
Retensi/
Mengingat
Teori belajar sosial
adalah modeling
(peniruan).
Memproduksi
gerak motorik
Ulanganpenguatan dan
motivasi
Kelemahan dan
Kelebihan Teori Belajar
Sosial
Teori
Belajar
Sosial
sangat
mengandalkan
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan
tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami
sesuatu yang ditiru.
Selain
itu
juga,
sebagian
individu
yang
menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru
tingkah laku yang negative, termasuk perlakuan
yang tidak diterima dalam masyarakat.
Teori belajar sosial lebih menekankan bahwa
lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui
system
kognitif
orang
tersebut
dan
memandang tingkah laku manusia bukan semata –
mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan
pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon )
dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan
belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak –
Penerapan Teori Belajar Sosial
Pada Proses Pembelajaran
Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial yang
dipelopori oleh Albert Bandura, pemerhati
akan meniru setiap tingkah laku 'model'
sekiranya tingkah laku model tersebut
mempunyai ciri-ciri seperti bakat,
kecerdasan, kuasa, kecantikan atau pun
populariti yang diminati oleh pemerhati.
Sudah tentu, sebagai seorang guru, kita
sewajarnya turut mempunyai
sedikit/sebanyak mengenai ciri-ciri yang
disebutkan di atas. Ia secara tidak langsung
amat berkait rapat terhadap proses
pengajaran dan pembelajaran.
r
a
j
a
l
e
B
i
r
Teo
f
i
t
i
n
g
Ko
elajar
b
ri
o
te
h
la
a
d
a
gnitif
Teori belajar ko
elajar
b
s
e
s
ro
p
n
a
k
g
entin
yang lebih mem
ggap
n
a
g
n
e
m
n
a
d
r
elaja
daripada hasil b
atkan
b
li
e
m
r
a
d
e
k
e
s
dak
bahwa belajar ti
an respon,
d
s
lu
u
m
ti
s
a
r
hubung anta
ebagai
s
a
g
ju
r
ja
la
e
b
gap
tetapi mengang
untuk
g
n
a
r
o
e
s
e
s
u
k
tingkah la
man
a
h
a
m
e
p
n
a
d
i
s
rsep
menentukan pe
bungan
u
h
r
e
b
g
n
a
y
i
s
a
tentang situ
nya.
r
ja
la
e
b
n
a
ju
tu
dengan
Jean Piaget
Perkembangan Kognitif Anak
Tahap sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap pre operasional (2 - 7
tahun)
Tahap operasional konkret (7 11 tahun)
Tahap operasional formal (11 tahun ke atas)
Proses Belajar
Asimilasi
Akomodasi
Equilibrasi
Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur
kemajuan (belajar)” atau advance organizer didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Ausubel
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah
“pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang
dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu
(1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar
dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang
tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna,
karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat
mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih
berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
Jerome Bruner
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan
situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru.
2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada
tahap kedua tadi benar atau tidak.
Kelemahan Teori Belajar Kognitif:
1. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada
kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi
di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu
mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak
dibeda-bedakan.
2. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara
peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam
mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta
didik memiliki cara yang berbeda-beda.
3. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode
kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti
sepenuhnya materi yang diberikan.
4. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode
kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta
didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
5. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu
diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan
suatu materi yang telah diterimanya.
Kelebihan Teori Belajar Kognitif:
1. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara
Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang
mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang
dimiliki pada setiap individu.
2. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu
memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk
pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta
didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan
dari alur pengembangan materi yang telah diberikan.
3. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik
untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan
karena
pada
pembelajaran
kognitif
salah
satunya
menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
4. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi
atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang
baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode
belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan
hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang
yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
5. Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah
banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai
suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan
informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan
pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah
banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran,
mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik
sebagaimana
dilakukan
dalam
pendekatan
behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih
bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan
kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat
belajar dengan baik, terutama jika menggunakan bendabenda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat
dipentingkan, karena dengan hanya mengaktifkan siswa
maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan
setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
a
m
i
R
E
T
h
i
s
a
k
Sosial & Kognitif
Created
By
Kelompok 5
r
a
j
a
l
e
B
i
r
Teo
l
a
i
s
o
S
Teor
sang i belajar
seor at akrab sosial
ang
deng
p
s
bera
a
sal d ikolog ya n
Pengertian Teori
ari KBelajarnSosial
g
a
n
ada
Yaitu
AlbeBelajar Sosial (Social
Teori
rt Ba
nduBandura
Learning) oleh
ra
menekankan bahwa kondisi
lingkungan dapat memberikan dan
memelihara respon-respon
tertentu pada diri seseorang.
Asumsi dasar dari teori ini yaitu
sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh dari hasil
belajar melalui pengamatan atas
tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu – individu lain yang
menjadi model.
Atensi/
Memperhatikan
Retensi/
Mengingat
Teori belajar sosial
adalah modeling
(peniruan).
Memproduksi
gerak motorik
Ulanganpenguatan dan
motivasi
Kelemahan dan
Kelebihan Teori Belajar
Sosial
Teori
Belajar
Sosial
sangat
mengandalkan
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan
tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami
sesuatu yang ditiru.
Selain
itu
juga,
sebagian
individu
yang
menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru
tingkah laku yang negative, termasuk perlakuan
yang tidak diterima dalam masyarakat.
Teori belajar sosial lebih menekankan bahwa
lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui
system
kognitif
orang
tersebut
dan
memandang tingkah laku manusia bukan semata –
mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan
pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon )
dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan
belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak –
Penerapan Teori Belajar Sosial
Pada Proses Pembelajaran
Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial yang
dipelopori oleh Albert Bandura, pemerhati
akan meniru setiap tingkah laku 'model'
sekiranya tingkah laku model tersebut
mempunyai ciri-ciri seperti bakat,
kecerdasan, kuasa, kecantikan atau pun
populariti yang diminati oleh pemerhati.
Sudah tentu, sebagai seorang guru, kita
sewajarnya turut mempunyai
sedikit/sebanyak mengenai ciri-ciri yang
disebutkan di atas. Ia secara tidak langsung
amat berkait rapat terhadap proses
pengajaran dan pembelajaran.
r
a
j
a
l
e
B
i
r
Teo
f
i
t
i
n
g
Ko
elajar
b
ri
o
te
h
la
a
d
a
gnitif
Teori belajar ko
elajar
b
s
e
s
ro
p
n
a
k
g
entin
yang lebih mem
ggap
n
a
g
n
e
m
n
a
d
r
elaja
daripada hasil b
atkan
b
li
e
m
r
a
d
e
k
e
s
dak
bahwa belajar ti
an respon,
d
s
lu
u
m
ti
s
a
r
hubung anta
ebagai
s
a
g
ju
r
ja
la
e
b
gap
tetapi mengang
untuk
g
n
a
r
o
e
s
e
s
u
k
tingkah la
man
a
h
a
m
e
p
n
a
d
i
s
rsep
menentukan pe
bungan
u
h
r
e
b
g
n
a
y
i
s
a
tentang situ
nya.
r
ja
la
e
b
n
a
ju
tu
dengan
Jean Piaget
Perkembangan Kognitif Anak
Tahap sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap pre operasional (2 - 7
tahun)
Tahap operasional konkret (7 11 tahun)
Tahap operasional formal (11 tahun ke atas)
Proses Belajar
Asimilasi
Akomodasi
Equilibrasi
Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur
kemajuan (belajar)” atau advance organizer didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Ausubel
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah
“pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang
dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu
(1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar
dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang
tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna,
karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat
mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih
berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
Jerome Bruner
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan
situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru.
2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada
tahap kedua tadi benar atau tidak.
Kelemahan Teori Belajar Kognitif:
1. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada
kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi
di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu
mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak
dibeda-bedakan.
2. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara
peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam
mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta
didik memiliki cara yang berbeda-beda.
3. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode
kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti
sepenuhnya materi yang diberikan.
4. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode
kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta
didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
5. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu
diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan
suatu materi yang telah diterimanya.
Kelebihan Teori Belajar Kognitif:
1. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara
Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang
mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang
dimiliki pada setiap individu.
2. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu
memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk
pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta
didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan
dari alur pengembangan materi yang telah diberikan.
3. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik
untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan
karena
pada
pembelajaran
kognitif
salah
satunya
menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
4. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi
atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang
baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode
belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan
hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang
yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
5. Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah
banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai
suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan
informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan
pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah
banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran,
mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik
sebagaimana
dilakukan
dalam
pendekatan
behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih
bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan
kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat
belajar dengan baik, terutama jika menggunakan bendabenda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat
dipentingkan, karena dengan hanya mengaktifkan siswa
maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan
setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
a
m
i
R
E
T
h
i
s
a
k