Ada yang bilang Demokrasi Menyoal Perges

POLITIK

ADA YANG BILANG
'DEMOKRASI?
Menyoal pergeseran konsep "partisipasi"dalam demokrasi.
>» Teks: HIZKIA YOSIE POLIMPUNG

"HARliN I MAH RAKYAT SUDAH
RASIONAL, MAS! Sudah dewasa

dalam berdemokrasi! lsu-isu SARcuma pengalihan saja . [Warga Ja k::akan memilih yang benar-ben ar
mampu men yelesaikan permasa lc: Jakarta. Kita udoh bosen dijanjikc:nggok macet dan nggak banjir lag
Pokoi ngaku-ngaku ahlinya la gi. "
Demikian ungkap seorang ma ha s·::
sa at kami berbincang santai se le:3
jam perkuliahan di kant in di se buc: universitas swasta di Jakarta. Te-:
saja , yang dibicarakan di sin i ada::·
mengenai akan mem ili h
siapa di Pilkad a na-·
(Pembicaraan te rj.::
beberapa hari se be _

pemungutan suara dige ::
Respons seperti su da
kerap kali kita dengar di
keseharian kita. Namun, kali in i a ::
yang unik dari pern yataan itu ke t: penulis sedang melakukan ri set
mengenai demokrasi di era me dia
baru. Terkait respons mahasis wa
tadi, pertanyaan yang segera t er
di benak adalah: apa benar de mo sekarang (khususn ya di Jakarta oa
mungkin Indonesia) dianggap ha n, i
sebagai suatu audisi untuk me nc a"yang ahli"atau malah "tukang"- tv
banjir dan tukang macet? Apa ka h
benar, pada akhirnya, politik ha nyc:
soal "pertukangan"?
Ada satu metode favorit dal am
memahami fenomena , yaitu yan g
secara sembarangan dinamaka n " ·
ter lalu menseriusi suatu halse ca ra
se rius ." Dalam metode ini , suat u ha
atau fenomena dilihat tidak dar i

makna substansialnya semata, ta p
lebih pada faktor apa yang mem bu
makna substansial terse but yang
tampak dan memunculkan dirin ya ,
bukan makna lainnya. Jadi, feno me
tersebut tidak begitu diseriusi ma
substansialnya; keseriusan justru
dikerahkan pada mencari faktor

:::n yang menumpang pad a makna
-;:rsebut.
emba li ke keunikan demokrasi
:: g mereduksi pilkada menjadi tidak
:: Ji h sebagai semacam audisi tukang
:::n politik sebagai pertukangan.
- -gum en mahasiswa tadi bahwa itu
-::-jadi karena warga Jakarta sudah
::san diberi janji dan bahwa warga
:: arta akan pragmatis da_lam memilih
セMj

・イ ョオイ@
mereka tidak diseriusi.
::11 un demikian, tidak ada hal baru
: :;ini; masalah rasionalitas dan
:-::gmatisme dalam memilih bukanlah
oaru di kalangan kelas menengah
=·art a.
enas aran bagaimana kita bisa
-::ljadi serasional dan sepragmatis
- Jalam berdemokrasi? Jawaban
:=-g sekiranya paling bisa
-::lj el askan adalah bahwa telah
::-)di pergeseran pada konsep
:::- isipas i" dalam demokrasi itu
-::-::Jiri. Partisipasi dalam demok rasi,
-=-·-hari ini, tereduksi pada sekadar
-::::r di Tempat Pemungutan Suara,
:::- mencontreng (satu kandidat
:: ::). Me nurut pandangan para
::: iki r demokrasi terdahulu,

:::-:isi pasi demokrasi mensyaratkan
:::erl ibata n aktif rakyat dalam
-::,il ih dan menyeleksi wakilnya.
-== · kemud ian merekajuga aktif
-::-gawasi dan mengkritisinya. Jika
::-5 wakil mengingkari janjinya , maka
-::-eka tidak segan-segan untuk
-= gorganisasikan diri dan melakukan
:::- awanan. Semuanya ini mereka
:: _ an demi mendapat kehidupan
::-g ba ik, bukan hanya bagi dirinya ,
セ]ᄋェオ
ァ。@
bagi anak-cucunya.
- ar i-hari ini,jenis partisipasi di
-=s agaknya sulit untuk dilakukan.
::: semua sibuk menjalani pekerjaan
-:-oton sehari-hari. Pukul 09.00
::-oai 17.00 harus ke kantor
-=•gurus pekerjaan. Mengejar target

::-· si bas. Memenuhi deadline
Mセ。
ウMエ
オァ。ウN@
Belum lagi mengurus

-=

セ artispdlmeokLhᆳ

HARI INI, TEREDUKSI PADA SEKADAR HADIR
DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA, DAN
MENCONTRENG (SATU KANDIDAT saj
セ@
セ@
keluarga. Mengurus drama percintaan.
Menjalin hubungan sosial dengan
ternan dan kolega. Lalu mengurus
badan, penampilan, dan kebugaran
yang penting bagi performa seharihari. Waktu senggang? Tentu saja

ada. Tapi tentunya akan kita pakai
untuk refreshing, bukan? Penat di
pagi sampai sore hari harus diimbangi
dengan istirahat cukup di malam
har i, dan rekreasi atau dugem yang
proper di akhir pekan. Kita sering
menyebutnya: balance between life
and work.
Jika kita semua sibuk dalam
kehidupan pribadi masing-masing, lalu
siapa yang akan mengurusi Jakartaatau di skala besar, Indonesia? "ltu
tugas pemerintahlah!" lagi, kata
mahasiswa tadi. "Kita kan bayar pajak
emang buat itu," alasannya. Mungkin
benar. Sekali lagi bukan salah benar
klaim yang harus diseriusi. Jika kita
peka mengamati hal ini, maka te lah
terjadi pergeseran dalam bagaimana
kita melihat Pilkada. Pilkada, yang
seharusnya menjadi ajang transfer

suara, telah bergeser menjad i ajang
transfer tanggungjawab.
Kita , kelas menengah, yang disebutsebut filsuf Aristoteles sebagai
senjata rahasia demokrasi , konon
memiliki tugas dan tanggungjawab
untuk menopang demokrasi . Sejarah
banyak menunjukkan ini. Namun ,
tampaknya kini kita tidak punya cukup
waktu untuk memanggul predikat
terse but. Sa king sibuknya, kita telah
menyerahkan tugas dan tanggung
jawab kita kepada wakil kita. Biar
pemerintah yang mengurusi politik,

sementara kita sibuk mengurusi
pekerjaan kita. "Oh, yang benar saja,
masak weekend gini say a harus mikirin
politik? I need to get a life'"
lni bukan tanpa akibat' Semenjak
ya ng kit a berikan bukan suara,

melainkan tanggungjawab , artinya
kita percayakan semuanya kepada
wakil kita. Alhasil, kita kesulitan
memantau wakil terse but. Artinya ,
kontrol demokratis tidak berjalan
efektif. lnilah yang memberi peluang
bagi sang wakil tersebut untuk
bertindak korup, manipulatif, dan
akhirnya, sewenang-wenang. Demi
mempertahankan kekuasaannya yang
tak terkontrol, segala macam cara
ia kerahkan, (termasuk meniupkan
sentimen-sentimen suku, agama,
ras, antargolongan). Sekali lagi,
kelas menengah diasumsikannya
tidak puny a cukup waktu untuk
"bertanggung jawab," oleh karen a itu,
"percayakan saja pada ah linya."
Mungkin penulis sajalah yang terlalu
kagum akan semangat berapi-api

rakyat Perancis pada revolusi 1789
dalam melawan Louis XVI yang sangat
otoriter; kagum dengan kegigihan
mereka untuk menegakkan dignity
melalui demokrasi. Atau malah
sebenarnya penulis tidak bisa mel ihat
bahwa demokrasi hari ini sebaga i
sebuah proses yang tanpa disadari
mengarahkan kita semua pada
pembenaran bagi otoritarianisme
dan totalitarianisme? Mirisnya, hal
itu terjadi tepat di de pan mata kita
kelas menengah yang terkenal sebagai
garda de pan demokrasi. Maaf, ada
yang bilang 'demokrasi'? ']

NOVEMBER 2 01 2 E S Q U IRE

85


bquiltL

CIDlmomoiTJmomm
HERRY GUNAWAN
Kontributor Ekonomi edisi ini adalah pendiri Plasadana.com, situs
inspirasi bisnis dan investasi. Pria yang sedang menyelesa ikan masternya
di bidang ilmu ekonomi di lnstitut Pertanian Bogar ini adalah mantan
wartawan ekonomi selamC! kurang lebih 15 t ahun lamanya. Sempat
juga menjadi konsultan untuk perusahaan asing di Indonesia, dengan
tanggung jawab country risk assessment. Tanggung jawabnya adalah
operasional perusahaan di Indonesia, mulai dari ri set, assessment, hingga
stakeholders management.

ARYINDRA
Pria kelahiran
Madiun, 25 Mei 1971, ini
menyelesaikan studinya
di jurusan arsitektur
Universitas Brawijaya,
Malang pad a 1995. Sejak

itu, ia menekuni profesi
arsitek dan menangani
berbagaiproyek
pembangunan penting.
Pada 2006, ia bersama
dua rekannya mendirikan
sebuah biro arsitek Aboday,
yang merupakan akronim
dari Abode for David, Ary
and Yap. Selain menangani
berbagai proyek arsitektur,
ia juga gemar menu lis dan
menjadi kontributor di
berbagai majalah lifestyle
dan arsitektur. Untuk
Esquire edisi November,
Ary menjadi kontributor
rubrik Budaya.

12

INGGRID NAMIRAZSWARA
Profesinya sekarang adalah seorang staf legalsebuah perusahaan swasta. Namun, ia pernah
menekuni dunia jurnalistik selama 3 tahun sebagai reporter desk gay a hid up sebuah sur at kabar
na sional. Beberapa penghargaan pernah ia dapatkan lewat karya tulisnya. Tra veling adalah hobinya.
Obyek penjelajahannya sudah meliputi beberapa kota di tiga benua. Terakhir, ia menghabiskan
waktu beberapa minggu mengelilingi Eropa. Petualangannya itu kemudian ia tuliskan untuk rubrik
Travel edisi ini.

E SQ UI R E NO V E M BER 2012

セyosュpumng@
Kontributor rubrik Po/itik kali ini merupakan peneliti dan Manajer
Program Pacivis Center for Global Civil Society Studies, Universitas
Indonesia. Rutinias kesehariannya juga dihabiskan untuk mengajar.
Hizkia adalah dosen ilmu hubungan internasional di Universitas AI
Azhar Ind onesia dan Universitas Paramadina. Saat ini, Ia juga tengah
menyelesaikan studi program doktoral di Departemen Filsafat,
Universitas Indonesia.