Penentuan Pemilihan Lokasi Sentra Pedaga

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas besar mata
kuliah Analisis Lokasi yang berjudul “Penentuan Pemilihan Lokasi Sentra Pedagang Kaki
Lima (PKL) dengan Metode Rank Size Rule dan Metode Breaking Point, Studi Kasus:
Kecamatan Simokerto.” Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Ema Umilia, ST. MT dan
Bapak Surya Hadi Kusuma, ST. MT selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Lokasi,
khususnya Bapak Surya Hadi Kusuma, ST. MT selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan tugas, bimbingan, saran, dan juga ide kepada penulis.
Kami berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai pemilihan lokasi yang tepat. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan tugas yang telah penulis
buat untuk kedepannya, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran
yang membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun pembaca.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang

berkenan.

Surabaya, Mei 2017

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................. 2
BAB I........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
1.1

Latar Belakang................................................................................................ 4

1.2


Rumusan Masalah........................................................................................... 4

1.3

Tujuan............................................................................................................ 5

1.4

Sistematika Penulisan..................................................................................... 5

BAB II.......................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 6
2.1

Teori Central Place.......................................................................................... 6
2.1.1 Christaller................................................................................................. 6

2.2

Teori Retail..................................................................................................... 8

2.2.1 Jenis-Jenis Retil........................................................................................ 9
2.2.2 Strategi Retail........................................................................................... 9

2.3

Pedagang Kaki Lima (PKL).............................................................................11
2.3.1 Karakteristik Aktivitas PKL........................................................................12

2.4

Teori Rank Size Rule..................................................................................... 16

2.5

Teori Breaking Point...................................................................................... 16

BAB III....................................................................................................................... 17
GAMBARAN UMUM.................................................................................................... 17
3.1


Gambaran Umum Kecamatan Simokerto sebagai Wilayah Studi......................17

3.2

Fakta, Potensi, dan Masalah Kondisi PKL di Kecamatan Simokerto.................18
3.2.1 Fakta..................................................................................................... 18
3.2.2 Masalah................................................................................................. 24
3.2.3 Potensi.................................................................................................. 24

BAB IV...................................................................................................................... 26
ANALISA................................................................................................................... 26
4.1

Metode Rank Size Rule.................................................................................. 26

4.2

Metode Breaking Point..................................................................................27

4.3


Analisa Penempatan Lokasi Sentra PKL.........................................................31

BAB V....................................................................................................................... 35
PENUTUP.................................................................................................................. 35

3

5.1................................................................................................... Lesson Learned
35
5.2...................................................................................................... Re komendasi
35
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 37

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1


Latar Belakang
Menurut Bromley, Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan kelompok tenaga kerja
yang banyak di sektor informal. Istilah Pedagang Kaki Lima pertama kali dikenal pada
zaman Hindia Belanda, tepatnya pada saat Gubernur Jendral Stanford Raffles
berkuasa. Pedagang Kaki Lima atau yang sering disingkat PKL adalah istilah untuk
menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik
jalan (DMJ/trotoar) yang seharusnya diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian).
Dalam upaya menertibkan Pedagang Kaki Lima yang berada pada jalur pejalan
kaki, maka Pemerintah Kota Surabaya membuat sentra PKL dimana Pedagang Kaki
Lima yang awalnya tidak memiliki tempat untuk berjualan untuk pidah ke sentra PKL
tersebut. Maka dari itu, pemilihan lokasi sangat berpengaruh bagi sentra PKL yang
akan di bangun. Tentu saja untuk memilih lokasi menggunakan berbagai analisis, agar
lokasi yang dipilih sesuai dengan teori maupun metode yang berkaitan.
Tidak adanya sentra PKL di Kecamatan Simokerto menyebabkan maraknya
Pedagang Kaki Lima yang seenaknya berjualan di jalur pejalan kaki, bahkan di bagian
badan jalan raya. Hal tersebut juga menjadi salah satu akibat kemacetan di
Kecamatan Simokerto akibat Pedagang Kaki Lima yang tidak mau mengalah dengan
pengguna jalan. Maka dari itu, Kecamatan Simokerto harus memiliki sentra PKL di
salah satu maupun tiap kelurahan yang ada, karena para Pedagang Kaki Lima yang

tersebar di Kecamatan Simokerto kebanyakan berasal dari Kota Surabaya
(wawancara dengan beberapa Pedagang Kaki Lima). Dengan menganalisis fakta,
potensi, dan masalah yang ada menggunakan metode rank size rule serta metode
breaking point diharapkan lokasi sentra PKL sesuai dengan pemahaman maupun teori
mengenai analisis lokasi khususnya mengenai teori perdagangan dan jasa yang telah
dipaparkan oleh beberapa ahli. Untuk menetapkan lokasi yang pasti, digunakan
kriteria yang dipaparkan oleh beberapa ahli melalui berbagai teori yang digunakan.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan serta rekomendasi bagi
pemilihan lokasi sentra PKL di Kecamatan Simokerto agar tidak ada lagi Pedagang
Kaki Lima yang berjualan di pinggir jalan maupun di jalur pejalan kaki.

1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat diambil rumusan masalah terkait pemilihan
lokasi yang tepat untuk sentra PKL di Kecamatan Simokerto yaitu:
5

1. Bagaimana kondisi Pedagang Kaki Lima yang berada di Kecamatan Simokerto?
2. Mengapa sentra PKL perlu dibangun di Kecamatan Simokerto?

3. Bagaimana menentukan sentra PKL di Kecamatan Simokerto?
4. Dimana lokasi yang tepat untuk sentra PKL?
1.3

Tujuan
Dari latar belakang serta rumusan masalah tersebut, dapat diambil tujuan terkait
pemilihan lokasi yang tepat untuk sentra PKL di Kecamatan Simokerto yaitu:
1. Mengetahui kondisi Pedagang Kaki Lima yang berada di Kecamatan Simokerto;
2. Mengetahui perlunya sentra PKL di Kecamatan Simokerto;
3. Menentukan sentra PKL di Kecamatan Simokerto;
4. Mengetahui lokasi yang tepat untuk sentra PKL.

1.4

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini tersusun dalam lima bab yang terdiri dari:
1. Bab I Pendahuluan merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang
penyusun-an makalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, serta sistematika
penulisan dari tugas analisis lokasi;
2. Bab II Review Studi Literatur merupakan bab review dari jurnal yang menjadi

literatur studi kasus dalam makalah persoalan analisis lokasi berdasarkan teori-teori
perdagangan dan jasa;
3. Bab III Gambaran Umum merupakan bab yang terdiri dari identifikasi masalah
secara umum dan gambaran umum masalah secara rinci;
4. Bab IV Analisa merupakan bab analisis dan pembahasan mengenai topik
persoalan analisis lokasi berdasarkan metode rank sie rule dan metode breaking
point;
5. Bab V Penutup merupakan bab yang berisi kesimpulan lesson learned dari
penulisan makalah ini.

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Central Place
Salah satu teori yang dapat menjelaskan hubungan sosial-ekonomi dan fisik yang
berkait erat dan saling mempengaruhi adalah teori Central Place (Central Place

Theory). Teori ini menjelaskan bahwa, sebuah kota atau pusat merupakan inti dari
berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut
adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah
pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika
dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayani relatif lebih
dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Pada intinya Central Place Theory
menjelaskan peran sebuah kota sebagai pusat pelayanan, baik pelayanan barang
maupun jasa bagi wilayah sekitarnya (tributary area). Teori ini diteliti oleh ahli geografi,
Walter Christaller dan ahli ekonomi August Losch.
2.1.1 Christaller
Seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian pada
tahun 1933 yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan keterbatasan
hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya,
Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan
(Hartshorn, 1980). Penelitian Christaller menghasilkan sebuah teori yang
kemudian dikenal sebagai Central Place Theory. Christaller berpendapat bahwa
tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang
dan jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Teori Central place
menggunakan konsep dasar threshold dan range. Lokasi atas suatu tempat
ditentukan oleh threshold-nya, atau kebutuhan area pasar minimum atas suatu

barang maupun jasa untuk dapat ditawarkan secara ekonomis, contohnya
membawa sebuah perusahaan dapat mengadakan barang dan jasa dan
menjaganya menjadi sebuah bisnis. Christaller menyarankan bahwa setiap
lokasi

mengembangkan

pasarnya

sampai

rangenya

atau

ukuran

maksimum/jarak maksimum dimana konsumen mampu melakukan perjalanan
untuk menjangkau suatu komoditi atau jasa. Dalam kondisi ideal pusat pasar
dengan ukuran dan fungsi yang sama akan memiliki jarak yang sama satu sama
lain. Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan.
Sebuah pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi
7

penduduk di daerah sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat
permukiman yang mempunyai jumlah penduduk yang sama persis tidak selalu
menjadi pusat pelayanan yang sama pentingnya. Istilah kepusatan (centrality)
digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan
pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).
Christaller merumuskan tiga hierarki sentral sesuai dengan luas kawasan
pengaruhnya. Berikut adalah tiga hierarki yang dirumuskan oleh Christaller dan
juga penjelasannnya:
a. Sistem Jangkauan Layanan K=3 (Jangkauan Layanan Pasar)

Gambar 2.1 Model Jangkauan Layanan Pasar
Sumber: Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan 1981

Sistem jangkauan ini merupakan pusat pelayanan yang berupa pasar yang
senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi kawasan yang ada di
sekitarnya. Disebut sebagai kasus pasar optimal yang memiliki pengaruh 1/3
bagian wilayah sekitarnya. untuk membangun lokasi pasar ataupun fasilitas
umum lainnya, sekurang-kurangnya harus di kawasan yang diperkirakan
dapat berpengaruh terhadap 1/3 penduduk dari keenam kawasan yang ada di
sekitarnya.Sebagai penunjangnya, maka dalam pembangunan lokasi tersebut
perlu diperhatikan:
-

Jalan beserta sarana angkutannya;

-

Tempat parkir;

-

Barang yang diperjualbelikan.

b. System Jangkauan Layanan K=4 (Jangkauan Layanan Transportasi)
Christaller menunjukan bahwa prinsip pasar (Jangkauan Layanan K=3)
merupakan konsep yang canggung dalam hal menghubungkan hierarki
dengan level yang berbeda. Pada akhirnya Chirstaller memberikan alternatif
dan menyarankan bahwa tempat sentral dapat diatur menurut apa yang
disebut sebagai prinsip transportasi. Jangkauan Layanan ini memberikan
kemungkinan rute lalu lintas paling efisien yang diperoleh dari penjumlahan
Gambar 2.2 Model Jangkauan Layanan Transportasi
Sumber: Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan 1981

8

kawasan tempat sentral (1) dengan setengah bagian kawasan yang ada di
sekitarnya yang berjumlah 6. Prinsip dari lalu lintas ini menyatakan bahwa
distribusi tempat sentral yang paling menguntungkan ketika banyak tempattempat penting terletak pada satu rute lalu lintas diantara dua pusat kota, rute
ini ditetapkan sebagai yang paling rute yang lurus dan semurah mungkin.
Sedangkan tempat yang tidak terlalu penting dapat dikesampingkan. Menurut
prinsip transportasi tempat pusat akan berbaris lurus pada rute lalu lintas
yang menyebar dari titik pusat. Ketika pusat sentral disusun menurut prinsip
transportasi, pusat dengan urutan paling rendah terletak pada titik tengah dari
setiap sisi haxagonal daripada di pusatnya. Hal tersebut menyatakan prinsip
transportasi menghasilkan hirarki terorganisir pada kawasan K=4 dimana
tempat pengaturan sentral bersaing menurut aturan keempat.
c. Sistem Jangkauan Layanan K=7 (Jangkauan Layanan Administratif)
Saran prinsip lain pengorganisasian dari christaller didasarkan pada
kesadaran bahwa dari sudut pandang politik atau administratif pusat, sebuah
sentral kota secara realistis tidak dapat dibagi. Sistem ini dinamakan sebagai
situasi administrative yang optimal dengan pengaruh bagi seluruh bagian
wilayah-wilayah tetangganya selain mempengaruhi wilayahnya sendiri.
contohnya adalah tempat sentral berhierarki tujuh antara lain kota yang
berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Gambar 2.3 Model Jangkauan Layanan Administratif
Sumber: Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan 1981

9

2.2

Teori Retail
Retail adalah suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen.
Retail berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti “memotong
menjadi kecil-kecil” (Risch,1991:2). Berikut ini definisi retail menurut beberapa ahli:
1. Menurut Kotler (2000:215) retail adalah semua aktivitas yang dilakukan untuk
menjual barang atau jasa kepada konsumen akhir bagi penggunaan pribadi dan
bukan untuk bisnis;
2. Menurut Gilbert (2003:6) retail adalah semua usaha bisnis yang secara langsung
mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir
berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi;
3. Menurut Levy dan Weitz (2001:8) retailing adalah satu rangkaian aktivitas bisnis
untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk
konsumsi pribadi atau rumah tangga;
4. Menurut Berman dan Evans (2001:3) retailing merupakan suatu usaha bisnis yang
berusaha

memasarkan

barang

dan

jasa

kepada

konsumen

akhir

yang

menggunakannya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga.
Dengan meninjau definisi retail menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa retail
adalah semua kegiatan usaha bisnis yang menjual atau memasarkan barang dan jasa
kepada konsumen akhir atau konsumen yang akan menggunakannya untuk keperluan
pribadi dan rumah tangga.
2.2.1 Jenis-Jenis Retil
Retail berdasarkan nomenklatur tata ruang terbagi dalam tiga jenis yaitu
sebagai berikut:
a. Perdagangan dan jasa (retail) deret yaitu peruntukan ruang yang merupakan
budidaya difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan
dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi
dengan skala pelayanan regional yang dikembangkan dalam bentuk deret;
b. Perdagangan dan jasa (retail) kopel yaitu peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kelompok;
c. kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, dan
rekreasi dengan skala pelayanan regional berupa bangunan tunggal dengan
atap menyambung untuk 2 (dua) unit toko/tempat usaha;
d. Perdagangan dan jasa (retail) tunggal yaitu peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan
kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat

10

berusaha, dan rekreasi dengan pelayanan skala regional yang dikembangkan
dalam bentuk tunggal secara horisontal maupun vertikal.
2.2.2 Strategi Retail
Keberhasilan sebuah tapak memiliki faktor-faktor yang berkontribusi di
dalamnya yang terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor pengelolaan, tapak, dan lokasi.
Sudah terdapat beberapa upaya untuk mengetahui kepentingan relatif masingmasing faktor utama tersebut, tetapi masing-masing faktor tersebut penting dan
dapat menenggelamkan bisnis jika tidak secara hati-hati dikontrol.
Faktor pengelolaan terdiri dari elemen-elemen yang bisa dikontrol dari dalam
bangunan. Seperti manajemen toko, layanan pelanggan, barang, kebersihan,
penampilan, dekorasi, dan penataan semua elemen tersebut penting untuk
elemen pengelolaan.
Faktor tapak merupakan elemen yang berhubungan dengan kondisi fisik
penataan bangunan dan properti disekitarnya. Elemen seperti tempat parkir,
penandaan, lebar ruang pejalan kaki, taman, aksesibilitas, keluar/masuk, tipe
pemusatan, dan hal-hal lainnya seperti bangunan yang berdiri sendiri atau
bangunan penghubung yang semuanya penting untuk tapak.
Faktor lokasi yang berkontribusi terhadao pemilihan lokasi yaitu demografi,
permintaan konsumen, kepadatan lalu lintas, generator lalu lintas (pusat
perbelanjaan, rumah sakit, bandara, stadion), populasi harian, kompetisi, bisnis
pelengkap, dan gaya hidup. Terkait dengan faktor lokasi, terdapat dua
pertimbangan penting yang harus diputuskan oleh sebuah pengecer (retailer),
yaitu:
a. Memilih terget pasar;
b. Menentukan format retail yang bagaimana yang paling efektif untuk
menjangkau pasar.

11

Non Store
Based

Street
Peddling
Mail Order
Internet
Automatic Merchandising System

Format
retail

Direct
Selling

Store Based

Business District
Freestanding
Nontradational
Shopping center/
Mall

Gambar 2.4 Format Retail
Sumber: Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan, 2012

Seorang retailer dapat menjangkau konsumen potensial melalui dua konsep,
yaitu store atau nonstore retail format. Pengecer toko (store based retailers)
mengoperasikan sebuah toko dengan lokasi yang sudah tetap sehingga
membutuhkan konsumen untuk bergerak ke toko untuk melihat dan memilih
barang atau layanan yang diinginkan. Sedangkan pengecer non-toko (nonstore
based retailers) menangkap konsumen yang ada di rumah, di tempat kerja, atau
tempat selain toko dimana konsumen mudah untuk melakukan pembelian.
Bentuk-bentuk store based diantaranya yaitu pusat bisnis, mall, free standing,
dan non tradisional. Sedangkan bentuk-bentuk nonstore based yaitu penjualan
via internet, penjualan langsung ke rumah-rumah, penjualan non formal di
sepanjang jalan, dan penjualan melalui mesin-mesin barang.
2.3

Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk aktivitas perdagangan sektor
informal (Dorodjatun Kuntjoro Jakti, 1986). Pedagang kaki lima adalah pedagang kecil
yang umumnya berperan sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi kota.
Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah setiap
orang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, yaitu melayani
kebutuhan barang-barang atau makanan yang dikonsumsi langsung oleh konsumen,
yang dilakukan cenderung berpindah-pindah dengan kemampuan modal yang
kecil/terbatas, dalam melakukan usaha tersebut menggunakan peralatan sederhana
12

dan memiliki lokasi di tempat-tempat umum (terutama di atas trotoar atau sebagian
badan jalan), dengan tidak mempunyai legalitas formal. Istilah kaki lima berasal dari
trotoar yang dahulu berukuran lebar 5 feet atau sama dengan kurang lebih 1,5 meter,
sehingga dalam pengertian ini PKL adalah pedagang yang berjualan pada kaki lima,
dan biasanya mengambil tempat atau lokasi di daerah keramaian umum seperti trotoar
di depan pertokoan/kawasan perdagangan, pasar, sekolah dan gedung bioskop
(Fakultas Ekonomi Unpar, 1980, dalam Widodo, 2000: 27). Namun pengertian tentang
pedagang kaki lima terus berkembang sehingga sekarang menjadi kabur artinya.
Mereka tidak lagi berdagang di atas trotoar saja, tetapi disetiap jalur pejalan kaki,
tempat-tempat parkir, ruang-ruang terbuka, taman-taman, terminal bahkan di
perempatan jalan dan berkeliling ke rumah-rumah penduduk (Fakultas Teknik Unpar,
1980, dalam Sari, 2003: 27). Mc. Gee dan Yeung (1977: 25) memberikan pengertian
pedagang kaki lima sama dengan hawker, yang didefinisikan sebagai sekelompok
orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual pada ruang publik, terutama di
pinggir jalan dan trotoar. Dalam pengertian ini termasuk juga orang yang menawarkan
barang dan jasanya dari rumah ke rumah
2.3.1 Karakteristik Aktivitas PKL
a. Jenis Dagangan PKL
Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83), jenis dagangan PKL sangat
dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan dimana pedagang
tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis
dagangan

yang

ditawarkan

akan

beranekaragam,

bisa

berupa

makanan/minuman, barang kelontong, pakaian, dan lain-lain. Adapun jenis
dagangan yang ditawarkan oleh PKL dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok utama , yaitu:
-

Makanan yang tidak dan belum diproses, termasuk didalamnya makanan
mentah, seperti daging, buah-buahan, dan sayuran;

-

Makanan yang siap saji, seperti nasi dan lauk pauknya dan juga
minuman;

-

Barang bukan makanan, mulai dari tekstil hingga obat-obatan;

-

Jasa, yang terdiri dari beragam aktivitas, misalnya tukang potong rambut
dan lain sebagainya.

b. Bentuk Sarana Perdagangan PKL
Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para PKL dalam
menjalankan aktivitasnya sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83) di kota-kota di Asia
13

Tenggara diketahui bahwa pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat
sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau dibawa dari satu tempat
ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual. Adapun
bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh PKL menurut Waworoentoe
(1973, dalam Widjajanti, 2000: 39-40) adalah sebagai berikut:
-

Gerobak atau kereta dorong, bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam,
yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap dan gerobak/kereta dorong yang
beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh cuaca. Bentuk
ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas PKL yang permanen (static)
atau semi permanen (semi static), dan umumnya dijumpai pada PKL yang
berjualan makanan, minuman, dan rokok;

-

Pikulan atau keranjang, bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh
PKL keliling (mobile hawkers) atau semi permanen (semi static), yang
sering dijumpai pada PKL yang berjualan jenis barang dan minuman.
Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa atau
dipindah tempat;

-

Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong
yang diatur sedemikian rupa secara berderet dan dilengkapi dengan kursi
dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya ditutup dengan
pelindung yang terbuat dari kain plastik, terpal atau lainnya yang tidak
tembus air. Berdasarkan sarana usaha tersebut, PKL ini dapat
dikategorikan pedagang permanen (static) yang umumnya untuk jenis
dagangan makanan dan minuman;

-

Kios, bentuk sarana PKL ini menggunakan papan-papan yang diatur
sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi permanen, yang
mana pedagang yang bersangkutan juga tinggal di tempat tersebut. PKL
ini dapat dikategorikan sebagai pedagang menetap;

-

Gelaran atau alas, PKL menggunakan alas berupa tikar, kain atau lainnya
untuk menjajakan dagangannya. Berdasarkan sarana tersebut, pedagang
ini dapat dikategorikan dalam aktivitas semi permanen (semi static).
Umumnya dapat dijumpai pada PKL yang berjualan barang kelontong dan
makanan.

c. Pola Penyebaran PKL
Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas PKL menurut Mc. Gee dan Yeung
(1977: 36-37) dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) pola, yaitu:
-

Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration)

14

Pedagang informal pada tipe ini pada umumnya selalu memanfaatkan
aktivitas-aktivitas di sektor formal dan biasanya pusat-pusat perbelanjaan
menjadi salah satu daya tarik lokasi sektor informal untuk menarik
konsumennya. Selain itu pada ujung jalan, ruang-ruang terbuka, sekeliling
pasar, ruang-ruang parkir, taman-taman dan lain sebagainya merupakan
lokasi lokasi yang banyak diminati oleh sektor ini. Pola penyebaran seperti ini
biasanya banyak dipengaruhi oleh adanya pertimbangan aglomerasi, yaitu
suatu pemusatan atau pengelompokkan pedagang sejenis atau pedagang
yang mempunyai sifat komoditas yang sama atau saling menunjang.
Biasanya dijumpai pada para pedagang makanan dan minuman.
Gambar 2.5 Pola Penyebaran Mengelopok
Sumber: Sumber: Mc. Gee dan Yeung (1977:37)

-

Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration)

15

Pada umumnya pola penyebaran memanjang atau linier concentration
terjadi di sepanjang atau di pinggir jalan utama atau pada jalan yang
menghubungkan jalan utama. Dengan kata lain pola perdagangan ini
ditentukan oleh pola jaringan jalan itu sendiri. Pola kegiatan linier lebih

Gambar 2.6 Pola Penyebaran Memanjang
Sumber: Mc. Gee dan Yeung (1977:37)

banyak dipengaruhi oleh pertimbangan aksesibilitas yang tinggi pada
lokasi yang bersangkutan. Dilihat dari segi pedagang informal itu sendiri,
hal ini sangat menguntungkan, sebab dengan menempati lokasi yang
beraksesibilitas tinggi akan mempunyai kesempatan yang tinggi dalam
maraih konsumen. Jenis komoditi yang biasa diperdagangkan adalah
pakaian, kelontong, jasa reparasi, buah-buahan, rokok/obat-obatan, dan
lain-lain.
d. Sifat Pelayanan PKL
Berdasarkan sifat pelayanannya, PKL menurut Mc. Gee dan Yeung (1977:
82) dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
-

Pedagang menetap (static)

Pedagang menetap adalah suatu bentuk layanan yang mempunyai cara atau
sifat menetap pada suatu lokasi tertentu. Dalam hal ini setiap pembeli atau
konsumen harus datang sendiri ke tempat pedagang dimana ia berada.
Sarana fisik berdagang dengan sifat seperti ini biasanya berupa kios atau
jongko/roda/kereta beratap;
-

Pedagang semi menetap (semi static)

Pedagang semi menetap merupakan suatu bentuk layanan pedagang yang
mempunyai sifat menetap yang sementara, yaitu hanya pada saat-saat
tertentu saja. Dalam hal ini PKL akan menetap bila ada kemungkinan
datangnya pembeli yang cukup besar. Biasanya pada saat bubaran bioskop,
para pegawai masuk/keluar kantor atau saat ramainya pengunjung di pusat
kota. Apabila tidak ada kemungkinan pembeli yang cukup besar, maka
16

pedagang tersebut berkeliling. Dengan kata lain ciri utama PKL yang memilih
pola pelayanan seperti ini adalah adanya pergerakan PKL yang menetap
pada suatu lokasi pada periode tertentu, setelah waktu berjualan selesai
(pada sore atau malam hari). Adapun sarana fisik yang dipergunakan untuk
berdagang berupa kios beroda, jongko atau roda atau kereta beratap;
-

Pedagang keliling (mobile)

Pedagang keliling yaitu suatu bentuk layanan pedagang yang dalam melayani
konsumennya mempunyai sifat yang selalu berusaha mendatangi atau
mengejar konsumen. Biasanya pedagang yang mempunyai sifat ini adalah
pedagang yang mempunyai volume dagangan yang kecil. Aktivitas PKL
dalam kondisi ini ditunjukkan dengan sarana fisik perdagangan yang mudah
dibawa. Dengan kata lain ciri utama dari unit ini adalah PKL yang berjualan
bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya bentuk sarana fisik
perdagangan mereka adalah kereta dorong dan pikulan/keranjang.
e. Operasional Pedagang Kaki Lima
-

PKL Tersentra

Pedagang kaki Lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi
yang telah sesuai atau diijinkan oleh pemerintah kota. Bila di kota Surabaya
diijinkan oleh Pemkot Surabaya dan sudah berbentuk sentra PKL atau
foodcourt;
-

PKL Binaan

Pedagang Kaki Lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi
yang

telah

sesuai

dan

menggunakan

tenda-tenda

sebagai

tempat

dagangannya, namun keberadaannya selalu diawasi, dibina dan diarahkan
untuk menjadi PKL yang baik.Terdapat 2 sisi berbeda dalam keberadaan PKL
yang mengundang perdebatan yaitu sisi positif dan negatif. Sisi negatif yaitu
bahwa dengan keberadaan PKL ini dapat merusak atau merubah tatanan
keruangan kota, perubahan fungsi tempat atau ruang publik kota, merusak
citra kota sehingga menjadikan pola struktur kawasan kota yang sudah
direncanakan menjadi berubah. Sedangkan sisi positif adalah keberadaan
PKL mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, yaitu:
1. Membuka lapangan kerja dan usaha baru;
2. Meningkatkan penghasilan bagi rakyat kecil;
3. Terciptanya nodes atau kawasan komersial;
4. Memberikan income bagi pemerintah dengan adanya retribusi;

17

5. Menciptakan

kontak

sosial

antar

masyarakat

Penyebaran

PKL

dipengaruhi oleh sifat dan jenis komoditi yang diperdagangkan menurut
kebutuhan konsumen dan kebutuhan PKL.
2.4

Teori Rank Size Rule
Digunakan untuk mengetahui tingkat atau ranking pada suatu keadaan di suatu
wilayah. Metode rank size rule untuk penentuan orde kota berdasarkan atas jumlah
penduduk dimana rumusnya adalah:

P
Pn= Rn1
Keterangan:

2.5

Pn

: Jumlah Penduduk pada kota dengan ranking ke-n

P1

: Jumlah Penduduk pada kota terbesar di wilayah (Ranking 1)

Rn

: Ranking kota

Teori Breaking Point
Teori Tititk Henti (the Breaking Point Theory) adalah Inti dari teori ini adalah bahwa
jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial
lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara
kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar
kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar
dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya.

D AB=

d ab
d ab
D AB=
P
P
1+ P B
1+ P B
A
A





atau

Keterangan :
DAB : Jarak lokasi titik henti yang diukur dari lokasi A
DBA : Jarak lokasi titik henti yang diukur dari lokasi B
PA : Jumlah populasi di lokasi A
PB : Jumlah populasi di lokasi B

18

BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1

Gambaran Umum Kecamatan Simokerto sebagai Wilayah Studi
Kecamatan Simokerto merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah
Surabaya Pusat dengan ketingggian rata-rata 2 meter diatas permukaan laut dan luas
wilayah sebesar 2,67 km2. Secara geografis, terdapat empat batas wilayah yang
berdekatan dengan Kecamatan Simokerto:
- Bagian utara

= Kecamatan Semampir dan Kecamatan Kenjeran;

- Bagian timur

= Kecamatan Tambak Sari;

- Bagian selatan = Kecamatan Genteng; dan
- Bagian barat

= Kecamatan Pabean Cantikan.

Kecamatan Simokerto terbagi menjadi 5 kelurahan, yaitu Kelurahan Kapasan,
Kelurahan Tambakrejo, Kelurahan Simokerto, Kelurahan Sidodadi, dan Kelurahan
Simolawang. Masing-masing kelurahan di Kecamatan Simokerto memiliki luas wilayah
yang berbeda-beda.
Presentase Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Simokerto
0.1
0.15

0.19

0.32

Simolawang

Kapasan

Tambak Rejo

0.23

Simokerto

Sidodadi

Gambar 2.4 Presentase Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Simokerto
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Simokerto 2016

Luas wilayah berdasarkan grafik persentase menunjukkan bahwa Kelurahan
Simokerto merupakan kelurahan terluas yang ada di Kecamatan Simokerto, yaitu 0,86
km2 atau sama dengan 32% dari luas wilayah Kecamatan Simokerto. Sedangkan
Kelurahan Sidodadi merupakan wilayah yang memiliki luas wilayah terkecil, yaitu 0,28
km2 atau sama dengan 11% dari luas Kecamatan.
19

Presentase Jumlah Penduduk Kelurahan di Kecamatan Simokerto
0.16

0.22

0.24

0.16

Simolawang

Kapasan

0.22Rejo
Tambak

Simokerto

Sidodadi

Gambar 2.5 Presentase Jumlah Penduduk
Kelurahan di Kecamatan Simokerto

Jumlah penduduk di kecamatan Simokerto adalah sebanyak 104.872 jiwa.
Berdasarkan hasil registrasi yang dilakukan pada tahun 2015 diketahui bahwa jumlah
penduduk terbesar berada di Kelurahan Simokerto yaitu sebesar 24.181 jiwa atau
sama dengan 24 persen dari seluruh penduduk yang ada di kecamatan Simokerto.
Jumlah penduduk terkecil berada di Kelurahan Kapasan yaitu sebesar 17.3345 jiwa
atau sama dengan 16 persen dari seluruh penduduk yang ada di kecamatan
Simokerto.
3.2

Fakta, Potensi, dan Masalah Kondisi PKL di Kecamatan Simokerto
3.2.1 Fakta
PKL di Kecamatan Simokerto tersebar merata di setiap bagian. Yang
didominasi dengan toko klontong maupun warkop dan warteg. Kondisi bangunan
nya juga tidak tertata rapi, seperti dipinggir jalan atau menggunakan lapak depan
ruko yang belum atau tidak beroperasi. Beberapa PKL berdomisili di Kota
Surabaya dan menetap di Kecamatan Simokerto (hasil wawancara). Hampir
tidak memiliki lahan kosong karena padatnya permukiman serta aktivitas
perdagangan dan jasa. Kecamatan Simokerto merupakan Kecamatan yang tidak
memiliki sentra PKL.

20

Tabel 3.1 Contoh PKL di Setiap Kelurahan di Kecamatan Simokerto

NO.

NAMA KELURAHAN

1.

Kelurahan Simokerto

GAMBAR

21

2.

Kelurahan
Simolawang

22

3.

Kelurahan Tambak
Rejo

4.

Kelurahan Sidodadi

5.

Kelurahan Kapasan

23

Sumber: Survei Primer Mei 2017

24

Gambar 3.1 Peta Persebaran PKL di Kecamatan
Simokerto
Sumber: Analisis GIS

25

3.2.2 Masalah
a. Belum Ada Sentra PKL di Kecamatan Simokerto
Di Kota Surabaya, Kecamatan yang belum memiliki sentra PKL adalah
Kecamatan Simokerto. Beberapa warga dan PKL memberikan saran kepada
camat Kecamatan Simokerto untuk membangun sebuah sentra PKL agar warga
dapat mempunyai pusat kuliner dan dapat meningkatkan dalam perekonomian
pkl serta menertibkan zona pejalan kaki. Sebab, di Kecamatan tersebut, banyak
PKL yang berjualan di pinggir jalan, namun tidak ada tempat;
b. Tidak Ada Lahan Kosong Milik Pemerintah untuk Setra PKL
Berdasarkan berita skhmemorandum 6 Oktober 2016 di Kecamatan Simokerto
untuk membangun sebuah sentra pkl karena keterbatasan lahan kosong atau
belum terpakai sehingga yang memungkinkan untuk dibangun sentra PKL
kecuali lokasinya berada di atas saluran yang ditutup.
3.2.3 Potensi
a. Dukungan Kinerja Pemerintah Kota Surabaya untuk Perdagangan dan Jasa
Sesuai dengan perjanjian kinerja 2017 yaitu untuk Kecamatan Simokerto dengan
Pemerintah Kota Surabaya mempunyai tujuan meningkatkan produktivitas UMK
sektor perdagangan dan jasa. Sedangkan perjanjian kinerja Dinas Perdagangan
Kota Surabaya dengan Pemerintah Kota Surabaya, mempunyai tujuan
meningkatkan produktivitas UMKM sektor produksi perdagangan dan jasa;
b. RPJMD Kota Surabaya tahun 2016 – 2021 bagi Usaha Sektor Informal
Dalam RPJMD Kota Surabaya tahun 2016-2021 Bagi Usaha Sektor Informal,
disebutkan bahwa:
-

Melakukan penataan kawasan peruntukan sektor usaha informal;

-

Menyediakan sarana prasarana pendukung di kawasan peruntukan sektor
usaha informal;

-

Mengembangkan sentra PKL dengan konsep wisata kuliner yang terintegrasi
dengan kawasan budidaya.

c. Membangun Sentra PKL di Halaman Rumah Susun Sumbo
Karena Kecamatan Simokerto merupakan kawasan padat penrmukiman dan
sebabagai pusat aktifitas perdagangan dan jasa menyeabkan tidak tersedianya
lahan

kosong

milik

pemerintah.

Option

yang

dapat

diberikan

adalah

pembangunan sentra PKL di halaman rusun yang terletak di Kelurahan
Simolawang, yaitu Rusun Sumbo dimana Kelurahan Simolawang merupakan
26

salah satu kelurahan dengan PKL yang cukup merata dan di Rusun Sumbo
sendiri halaman parkir di tiap bloknya belum terpakai dengan maksimal dan
terbilang masih kosong.

27

BAB IV
ANALISA

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk per Kelurahan di Kecamatan Simokerto Tahun 2015

Diketahui jumlah penduduk di Kecamatan Simokerto tahun 2015 sebagai berikut:

4.1

NAMA KELURAHAN
Simokerto
Simolawang
Tambak Rejo
Sidodadi
Kapasan
Total
Metode Rank Size Rule

JUMLAH PENDUDUK
24.181
23.246
22.256
17.844
17.345
104.872

Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Simokerto 2016

Metode ini menggunakan rumus sebagai berikut:

P
Pn= Rn1
Keterangan:
Pn

: Jumlah Penduduk pada kota dengan ranking ke-n

P1

: Jumlah Penduduk pada kota terbesar di wilayah (Ranking 1)

Rn

: Ranking kota

Maka diperoleh kriteria jumlah penduduk tiap orde kelurahan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Kriteria Jumlah Penduduk Tiap Orde Kelurahan

(P1 adalah kelurahan dengan penduduk terbanyak di kecamatan yaitu Kelurahan
Simokerto).
JUMLAH PENDUDUK
(METODE RANK SIZE RULE)
24.181
12.091
8.060
6.045
4.836

ORDE
1
2
3
4
5
Sumber: Analisis Kelompok

28

Sehingga diperoleh orde per kelurahan, dengan cara membandingkan jumlah
penduduk asli dengan jumlah penduduk menggunakan metode Rank Size Rule
berdasarkan angka yang mendekati:
ORDE
Tabel 4.3 Kriteria Jumlah Penduduk Tiap
Orde Kelurahan menggunakan rank size
NAMA
JUMLAH
KELURAHA
rule
KELURAHAN
PENDUDUK
N
Simokerto
24.181
1
Simolawang
23.246
1
Tambak Rejo
22.256
1
Sidodadi
17.844
2
Kapasan
17.345
2
Sumber: Analisis Kelompok

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelurahan yang berpotensi menjadi
lokasi untuk Sentra PKL berada di Kelurahan Simokerto, Simolawang, dan Tambak Rejo.
4.2

Metode Breaking Point

D AB=

d ab
d ab
D AB=
P
P
1+ P B
1+ P B
A
A



atau



Keterangan:
DAB

: Jarak lokasi titik henti yang diukur dari lokasi A

DBA

: Jarak lokasi titik henti yang diukur dari lokasi B

PA

: Jumlah populasi di lokasi A

PB

: Jumlah populasi di lokasi B

Maka diperoleh analisa sebagai berikut:
NAMA
KELURAHAN
Simokerto
Simolawang
Tambak Rejo

JUMLAH
PENDUDUK
24.181
23.246
22.256

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Orde 1 Tahun 2015

NAMA

(km)
Tabel 4.6KELURAHAN
Jarak antar kelurahan di KecamatanJARAK
Simokerto
Simokerto1,4
Simolawang
Simokerto2,9 2016
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Simokerto
Tambak Rejo
Simolawang2,5
29

Tambak Rejo
Sumber: https://maps.google.com/

(Dengan catatan jarak antara 2 kelurahan tersebut dari titik henti yang diukur dari kantor
kelurahan masing-masing).
Option 1
-

Simokerto – Simolawang

1,4
23.246
1+ √2 4181
= Sentra PKL dibangun 0,7 Km dari Kelurahan Simokerto, atau
-

Simolawang – Simokerto

1,4
√ 24.181
1+ 23.246
= Sentra PKL dibangun 0,69 Km dari Kelurahan Simolawang
Option 2
-

Simokerto – Tambak Rejo

2,9
22.256
1+ √24.181
= Sentra PKL dibangun 1,48 Km dari Kelurahan Simokerto, atau
-

Tambak Rejo – Simokerto

2,9
24.181
1+ √22.256
= Sentra PKL dibangun 1,42 Km dari Kelurahan Tambak Rejo
Option 3
-

Simolawang – Tambak Rejo

2,5
√ 22.256
1+ 23.246
= Sentra PKL dibangun 1,26 Km dari Kelurahan Simolawang, atau

-

Tambak Rejo – Simolawang

2,5
√ 23.246
1+ 22.256
30

= Sentra PKL dibangun 1,23 Km dari Kelurahan Tambak Rejo

31

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Simokerto Orde 1
Sumber: Analisis GIS

32

Dari peta analisis tersebut dapat dibuat grafik jarak sebagai berikut:

0,69 Km
0,7
Km
1,48 Km
1,42 Km
1,26 Km
1,23 Km

Keterangan:
Titik Henti Kelurahan Simokerto
Titik Henti Kelurahan Simolawang
Titik Henti Kelurahan Tambak Rejo
4.3

Analisa Penempatan Lokasi Sentra PKL
Berdasarkan survei primer kelurahan yang termasuk orde 1 oleh penulis, didapatkan
data sebagai berikut:
1. Kelurahan Simokerto
- Tidak ditemukan lahan kosong milik pemerintah;
- Dapat dijumpai beberapa PKL yang berjualan di sepanjang Jalan Simokerto;
- Sebagian besar fungsi penggunaan lahan adalah permukiman;
2. Kelurahan Simolawang
- Tidak ditemukan lahan kosong milik pemerintah;
- Terdapat Rumah Susun Sumbo yang cukup luas dimana terdiri dari 10 blok dan
terdapat lahan yang dapat digunakan sebagai sentra PKL;

33

- Sebagian besar fungsi penggunaan lahan adalah permukiman dan perdagangan
atau jasa;
- Dapat dijumpai PKL yang berjualan di sekitar rusun maupun di sepanjang Jalan Kp.
Seng;
- Sesuai dengan model jangkauan layanan pasar, model jangkauan layanan
transportasi, serta model jangkauan layanan administrative, lokasi Rusun Sumbo
berpengaruh terhadap penduduk sekitarnya karena memiliki akses jalan untuk
menuju ke Rusun Sumbo, terdapat angkutan seperti becak apabila turun dari Jalan
Kapasan menaiki lyn, tersedianya tempat parkir yang luas, dekat dengan kantor
kelurahan, dan barang yang diperjualbelikan di sekitar lokasi tersebut bervariasi dan
merupakan salah satu kelurahan yang banyak akan PKL.
3. Kelurahan Tambak Rejo
- Tidak ditemukan lahan kosong milik pemerintah;
- Sebagian besar fungsi penggunaan lahan adalah permukiman dan perdagangan
atau jasa yang didominasi pergudangan;
- Dapat dijumpai beberapa PKL yang berjualan di sepanjang Jalan Kenjeran.
Sehingga yang memungkinkan untuk mejadi lokasi sentra PKL berdasarkan survei
primer adalah di blok rumah susun Sumbo di Kelurahan Simolawang. Di blok kawasan
rumah susun tersebut untuk lantai 1 dapat digunakan untuk tempat PKL serta di halaman
rusun tersebut.

34

Gambar 4.2 Peta Rencana Lokasi Sentra PKL
Sumber: Analisis GIS

35

Dokumentasi (foto) rumah susun Sumbo:

Gambar 4.3 Tempat Rencana Penempatan Sentra PKL
Sumber: Survei Primer

36

BAB V
PENUTUP

5.1

Lesson Learned
Dari analisa pemilihan lokasi menggunakan metode Rank Size Rule dan metode
Breaking Point dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Simokerto menyebar rata di sebagian
badan jalan maupun di jalur pejalan kaki. Namun berdasarkan survei primer,
diketahui Kelurahan yang padat akan Pedagang Kaki Lima adalah Kelurahan
Simolawang, Kelurahan Tambak Rejo, dan Kelurahan Kapasan;
2. Sentra PKL sangat diperlukan di Kecmatan Simokerto, karena mengelompokkan
Pedagang Kaki Lima pada satu tempat lebih efektif dan tidak mengganggu aktifitas
penguna jalan, karena menurut hasil wawancara dengan berbagai Pedagang Kaki
Lima sebagaian besar PKL adalah penduduk Kota Surabaya;
3. Setelah dilakukan analisis menggunakan metode rank size rule, Sentra PKL dapat
dibangun di Kelurahan Simokerto, Kelurahan Simolawang, dan Kelurahan Tambak
Rejo dimana terbukti bahwa tiga dari lima kelurahan tersebut berada pada orde
pertama;
4. Setelah dilakukan analisis menggunakan metode rank size rule, dilakukan analisis
menggunakan metode breaking point menghasilkan tiga opsi dimana menampilkan
jarak terdekat untuk pemilihan lokasi sentra PKL dengan hasil terdekat sentra PKL
dibangun 0,69 km dari Kelurahan Simokerto;
5. Sesuai dengan model jangkauan layanan pasar, model jangkauan layanan
transportasi, serta model jangkauan layanan administratif dari teori Christaller,
lokasi yang tepat untuk dijadikan sentra PKL adalah Rusun Sumbo di Kelurahan
Simolawang;
6. Teori analisis lokasi berdasarkan tinjauan pustaka sudah relevan serta metode
yang digunakan dapat menunjukkan lokasi sentra PKL di Kecamatan Simokerto.

37

5.2

Rekomendasi
Dari analisa pemilihan lokasi menggunakan metode Rank Size Rule dan metode
Breaking Point dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis sentra PKL sangat direkomendasikan dibangun di Kelurahan
Simokerto atau di Kelurahan Simolawang;
2. Karena kurangnya lahan kosong yang tersedia di Kecamatan disarankan
membangun sentra PKL di halaman Rumah Susun Sumbo yang terletak di
Kelurahan Simolawang.

38

DAFTAR PUSTAKA

Mc.Gee,T.G and Yeung,Y.M. Hawkers. 1977. In South East Asian Cities: Planning for The
Bazaar Economy. Ottawa: International Develop-ment Research Centre.
Eko Budi Santoso dkk. 2012. Diktat Analisa Lokasi dan Keruangan PWK ITS. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Malczewski, J. 1999. GIS and Multicriteria Decision Analysis. Canada: John Wiley & Sons.
Areeza dan Tauran. 2016. Evaluasi Kebijakan Penataan PKL di Sentra PKL Manukan Lor
Kota Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
http://surabayakita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7652:simokertotertibkan-pkl-awal-tahun-2014-&catid=25:peristiwa&Itemid=28 diakses pada hari Jumat, 19 Mei
2017 pukul 16.46
http://www.surabayapagi.com/read/115038/2014/06/03/
Camat_Simokerto_Sukses_Menata_PKL.html diakses pada hari Jumat, 19 Mei 2017 pukul
16.46
http://dcktr.surabaya.go.id/cktr/index.php diakses pada hari Minggu, 21 Mei 2017 pukul
15.06

39

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kebijakan Alokasi Aset dan Pemilihan Sekuritas terhadap Kinerja Reksadana Campuran Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

0 54 101

Syarat Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam Pembuatan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Studi Analisis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota)

2 57 90

Asas Motivasi kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Mensosialisasikan hasil Perhitungan Suara Pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 Melalui Website

1 54 171

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan dan Orientasi Pasar Terhadap Keunggulan Bersaing Sentra Industri Kaos Suci, Bandung

0 11 1

Usulan Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity Based Costing Di PT. Mutiara

0 16 95

Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Basis data FUZZY Model Tahani Untuk Membantu Pemilihan Telepon Seluler

2 8 1

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Dan Kreativitas Terhadap Kinerja Usaha (survei Pada Sentra UMKM Industri Keramik Kiaracondong Bandung)

5 86 62

Pengaruh Orientasi Pasar Dan Orientasi Pembelajaran Terhadap Keunggulan Bersaing (survei Pada Sentra UKM Topi Margaasih Bandung)

1 15 1

Pemilihan Sampling Audit Dan Implementasi Audit Berbasis Risiko Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus Pada Kantor Akuntan Publik di Bandung)

6 35 80

Efektifitas Pelaksanaan Fungsi Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Metro Terhadap Pelanggaran Pemilu Legislatif Tahun 2014

4 36 76