PEMBERDAYAAN ZAKAT SEBAGAI UPAYA PENGENT
PEMBERDAYAAN ZAKAT SEBAGAI UPAYA
PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa
Indonesia
Oleh:
Sita Nurhalimah
1306931
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena
atas
rahmat
dan
hidayah-Nya,
penulis
dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pemberdayaan Zakat
sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia” guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia.
Makalah ini membahas mengenai zakat, bagaimanan cara
memberdayakannya, pihak
mana
saja
yang terkait
dalam
memberdayakan zakat dan juga membahas seberapa besar
manfaat pemberdayaan zakat terhadap pengentasan kemiskinan
di Indonesia.
Penyusunan makalah ini banyak menemukan kesulitan dan
hambatan. Namun, berkat bimbingan, dorongan dan arahan dari
berbagai pihak, Alhamdulillah penulis dapat mengatasi semua
itu. Untuk itu penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Daman
Huri,
Pendidikan
S.S.,
Bahasa
M.Pd.
selaku
Indonesia
yang
dosen
telah
mata
kuliah
membimbing
penulis dalam penyusunan makalah ini
2. Orang tua yang senantiasa mendukung dan mendoakan
penulis.
3. Teman-teman yang telah memberi masukan kepada penulis.
4. Pengelola perpustakaan yang telah mengizinkan penulis
mencari referensi.
Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis hanya dapat berdoa semoga amal kebaikan yang
telah diberikan mendapat imbalan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat,
baik bagi penulis maupun pembaca.
Bandung, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................. ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................. 3
C. Tujuan Makalah................................................... 4
D. Kegunaan Makalah.............................................. 4
E. Metode Penyusunan Makalah.............................. 4
BAB II
Pembahasan
A. Kajian Teoritis...................................................... 5
B. Pembahasan........................................................9
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ........................................................ 15
B. Saran ................................................................. 15
Daftar Pustaka .................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang
cukup banyak. Negara ini menempati posisi ke-4 sebagai negara
dengan jumlah penduduk terbanyak setelah China, India, dan
Amerika Serikat. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia tahun
2013 diperkirakan mencapai angka 250 juta jiwa dengan
pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun.
Negara Indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam
(SDA) yang melimpah. Beberapa diantaranya adalah : (1)
Indonesia mempunyai pertambangan emas terbesar dengan
kualitas terbaik di dunia yang bernama PT Freeport. (2) Indonesia
mempunyai cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di
Blok Mahakam dan Blok Natuna. (3) Indonesia memiliki hutan
tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447
hektar,
dengan
keanekaragaman
hayati
dan
plasmanutfah
terlengkap di dunia. (4) Indonesia memiliki garis pantai terluas di
dunia kedua setelah Kanada. (5) Indonesia memiliki jutaan
spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. (6) Indonesia
memiliki pemandangan yang sangat eksotis
Namun ternyata dibalik kekayaan SDA-nya yang melimpah
masih ada penduduknya masih ada dibawah garis kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) per Maret 2013 yaitu sebanyak 28,07 juta jiwa
atau setara dengan 11,37 persen populasi. Jumlah tersebut
menunjukkan kurang lebih 1 dari 10 orang penduduk Indonesia di
kategorikan sebagai penduduk miskin. BPS juga memetakan
penduduk
miskin
di
perkotaan
dan
perdesaan.
Hasilnya,
mayoritas penduduk miskin berada di perdesaan. Pada Maret
2013, tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan 10,33 juta
jiwa dan di pedesaan sebanyak 17,74 juta jiwa.
Kemiskinan apabila terus dibiarkan secara langsung akan
berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat. Hal ini
tentunya akan berpengaruh pada besarnya pendapatan nasional
negara Indonesia, karena biasanya Indonesia menggunakan
pendekatan
konsumsi
(Consumption
Approach)
untuk
menghitung besarnya pendapatan nasional tersebut.
Angka kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan tingginya
angka kriminalitas, karena sebagian besar kejahatan disebabkan
oleh faktor ekonomi.
Salah satu contohnya adalah kasus
trafficking (perdagangan manusia) yang terjadi di Aceh akhirakhir ini (TRIBUNNEWS.com edisi 16 Oktober 2013).
Kriminolog dari Universitas Indonesia Iqrak Suhlil pun
mengatakan, tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota
besar
disebabkan
karena
faktor
ekonomi
yaitu
adanya
ketimpangan ekonomi. Khususnya bagi kasus kekerasan seperti
perampokan dan kejahatan sejenisnya
Kemiskinan juga menyebabkan banyak anak putus sekolah,
karena ketidakmampuan masyarakat miskin tersebut untuk
memenuhi biaya pendidikan. Menurut Anggota Komisi X DPR RI
Raihan Iskandar terdapat 10.268 juta siswa usia wajib belajar
(SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan
tahun. Di sisi lain, masih ada sekitar 3,8 juta siswa yang tidak
dapat melanjutkan ke tingkat SMA (KOMPAS.com edisi 26
Desember 2011).
Islam sebagai salah satu agama yang paling banyak dianut
oleh penduduk indonesia menawarkan zakat sebagai upaya
untuk mengentaskan kemiskinan, zakat ini diambil dari para
muzaki kepada para mustahiq yang notabene adalah penduduk
miskin. Apabila dana zakat yang dapat disalurkan mencukupi,
secara tidak langsung jumlah penduduk miskin akan berkurang.
Setelah dana zakat disalurkan tentunya tidak hanya untuk
digunakan untuk konsumsi namun harus juga diberdayakan, agar
dana zakat tersebut menjadi produktif. Hal ini bertujuan agar
masyarakat miskin dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.
Seperti kita ketahui bahwa pada umumnya masyarakat kita di
Indonesia
apabila
mendapatkan
zakat,
mereka
hanya
menggunakannya untuk kegiatan konsumsi. Sehingga tidak
heran jika tidak lama kemudian, dana zakat yang didapatkan
habis. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana dengan baik,
niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Syekh
Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”.
Beliau menyatakan bahwa zakat juga diperbolehkan untuk
membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang
sifatnya produktif. Kemudian kepemilikan dan keuntungannya
diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka. Konsep ini disebut Surplus
Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan total zakat lebih besar
dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut
dijadikan sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif
dan hasilnya bisa disalurkan dalam bentuk produktif lain atau
bisa pula dalam bentuk konsumtif, yaitu untuk penerima zakat
yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin dan lainlain).
Berkenaan dengan masalah diatas, penulis merasakan perlu
disusunnya
sebuah
makalah
yang
mampu
memberikan
informasi tentang bagaimana cara memberdayakan zakat dan
manfaat yang akan diperoleh dari pemberdayaan zakat tersebut.
Oleh sebab itu, penulis menyusun sebuah makalah yang berjudul
“Pemberdayaan Zakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Zakat jenis apa yang dapat mengentaskan kemiskinan di
Indonesia
2. Bagaimana cara memberdayakan zakat ?
3. Pihak mana saja yang terkait untuk memberdayakan zakat ?
4. Seberapa besar manfaat pemberdayaan zakat terhadap
pengentasan kemiskinan di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini
disusun dengan tujuan untuk :
1. Mendeskripsikan jenis zakat yang dapat mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan bagaimana cara memberdayakan zakat.
3. Mendeskripsikan pihak mana saja yag terkait untuk
memberdayakan zakat.
4. Mendeskripsikan seberapa besar manfaat pemberdayaan
zakat terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini
berguna sebagai pengembanganan ilmu pengetahuan. Secara
praktis, makalah ini diharapkan berguna bagi :
1. Penulis, sebagai wahana untuk melatih penulis agar mampu
menyusun karya ilmiah secara benar dan cermat serta
memperluas wawasan keilmuan penulis.
2. Pembaca,
sebagai
media
informasi
mengenai
pemberdayaan zakat.
E. Metode Penyusunan Makalah
Metode yang di pakai dalam penyusunan makalah ini adalah
metode kajian pustaka, yaitu metode yang dilakukan dengan
mempelajari
dan
mengumpulkan
data
dari
pustaka
yang
berhubungan dengan isi makalah, baik berupa buku maupun
informasi di internet.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (annamaa), mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu).
Sedangkan
secara
terminologis,
zakat
mempunyai
arti
mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu
untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan
persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002).
Di dalam UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
terdapat beberapa pengertian seperti yang tercantum pada Pasal
1 ayat (2) yang berbunyi: bahwa zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
seseorang, sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
Dasar hukum zakat terdapat dalam Alqur’an dan Hadits.
Beberapa diantaranya adalah :
a. QS. Al-Baqaraah ayat 43, yang artinya :
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah
bersama dengan orang-orang yang ruku”.
b.
QS At-Taubah ayat 60, yang artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orangorang
fakir,
orang-orang
zakat,
para
mu'allaf
miskin,
yang
pengurus-pengurus
dibujuk
hatinya,
untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Hafidhuddin (2002) juga menyatakan bahwa zakat adalah
satu-satunya ibadah yang memiliki petugas khusus untuk
mengelolanya, sebagaimana dinyatakan
secara eksplisit
dalam ayat diatas.
Ia pun mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui
institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu : (i) lebih
sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan
shirah para sahabat serta generasi sesudahnya, (ii) menjamin
kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk menghindari
perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka
berhubungan langsung dengan muzakki, (iv) untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan
zakat,
dan
(v)
sebagai
syiar
Islam
dalam
semangat
pemerintahan yang Islami.Ia mengatakan bahwa pengelolaan
zakat melalui institusi amil memiliki beberapa keuntungan,
yaitu : (i) lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah
nabawiyyah
dan
shirah
para
sahabat
serta
generasi
sesudahnya, (ii) menjamin kepastian dan disiplin pembayar
zakat, (iii) untuk menghindari perasaan rendah diri dari para
mustahik apabila mereka berhubungan langsung dengan
muzakki,
(iv)
untuk
mencapai
efisiensi
dan
efektivitas
pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar
Islam dalam semangat pemerintahan yang Islami.
c. Hadits Riwayat Ath-Thabrani dari Ali R.a
“Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orangorang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas
sesuai kecukupan fuqoro di antara mereka. Orang-orang fakir
tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak
berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya di antara
mereka. Ingatlah bahwa
Allah akan menghisab mereka
dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih”.
Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat
sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk
menjembatani transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada
kelompok miskin. Hadits tersebut juga mengingatkan akan
besarnya
kontribusi
perilaku
bakhil
dan
kikir
terhadap
kemiskinan.
2. Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat
awalan ber- yang menjadi kata “berdaya”. Didalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Daya artinya kekuatan, berdaya artinya
memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu
menjadi
berdaya
atau
mempunyai
daya
atau
mempunyai
kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari kata empowerment
yang berasal dari bahasa
inggris. Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment
menurut Merrian Webster dalam Oxford English Dictionary
mengandung dua pengertian, yaitu :
a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai
memberi kecakapan, kemampuan atau memungkinkan.
b. Togive power of authority to, yang berarti memberi
kekuasaan.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada
dasarnya
bukanlah
istilah
baru
melainkan
sudah
sering
dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa faktor manusia
memegang peran penting dalam pembangunan.
Konsep pemberdayaan terbagi dalam dua bagian, yaitu :
a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan
harta zakat. Pemberian dimaksud selain untuk memenuhi
kebutuhan hidup, juga sebagai modal usaha bagi mereka
yang
terkendala
berusaha.
dengan
Dengan
memberdayakan
keterbatasan
diberikan
mereka
harta
sehingga
modal
dalam
zakat
dapat
dapat
memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Pemberian zakat berbeda-beda
sesuai dengan profesi, serta kebutuhan masing-masing
mustahik.
b. Memberdayakan kaum fakir, yakni dengan memberikan
sejumlah harta untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
memberdayakan mereka yang tidak memiliki keahlian
apapun.
Selain pemberdayaan bagi fakir miskin, zakat difungsikan
untuk
memberdayakan
mustahiq
lainnya.
Oleh
karena
ketidakmampuan mereka, maka pemberian zakat merupakan
pengahasilan baru (amil dan mualaf). Bagi ibnu sabil dan budak,
zakat difungsikan untuk mencukupi kebutuhan mereka (sifatnya
sekunder).
B. Pembahasan
Sebagai
negara
yang
mayoritas
penduduknya
islam,
Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Menurut
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebutkan bahwa potensi
zakat tahun 2012 adalah sebesar Rp 217 triliun.
Penerimaan zakat di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan. Ini terlihat pada tahun 2011 jumlah penerimaan
sebesar Rp 1,7 triliun. Nilai ini meningkat di tahun 2012 menjadi
Rp 2,73 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat
dalam membayar zakat saat ini cukup tinggi, tinggal bagaimana
zakat yang diberikan oleh masyarakat dapat diberdayakan atau
dalam kata lain dikelola dengan baik.
Pemberdayaan zakat sebenarnya telah dilakukan sejak
zaman pemerintahan Rasulullah SAW. Di masa Rasulullah, para
sahabat Muhajirin yang miskin dan menjadi penerima zakat
(mustahiq), dalam waktu setahun mampu meningkatkan daya
hidup mereka dengan menjadi pembayar zakat (muzakki). Hal ini
karena
dana
zakat,
salah
satunya,
diperuntukkan
bagi
pengembangan ekonomi masyarakat. Dalam hadits riwayat
Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya,
bahwa Rasulullah telah memberikan kepadanya zakat, lalu
menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Salim pun mengelolanya sampai ia mampu memberikan sedekah
dari usaha tersebut. Sejarah tersebut menjadi tonggak awal
bagaimana mengelola zakat menjadi sesuatu yang produktif.
Di
masa
Abu
Bakar,
zakat
lebih
terkoordinir
dengan
peraturan yang ketat. Para pembangkang yang tidak mau
membayar zakat diperangi. Lalu, pada masa Umar bin Khattab
Baitul Maal didirikan sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi
sebagai distributor kekayaan negara kepada masyarakat.
Pada masa Umar bin Abdul Aziz pengelolaan zakat mencapai
puncak keemasannya. Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz ini
dikarenakan beliau memiliki kemampuan manajemen yang
mumpuni disertai integritas kejujuran yang tinggi. Konsep
distribusi zakat yang beliau kembangkan adalah zakat sebagai
bentuk subsidi silang, sehingga langsung dapat dirasakan
dampak ekonominya.
Pada masa itu zakat mampu meningkatkan masyarakat
yang memiliki daya beli rendah. Zakat menjadi stimulan bagi
pertumbuhan perekonomian secara mikro maupun makro. Pada
akhirnya, di zaman itu para pembayar zakat berkeliling kota
untuk mencari penerima zakat yang sudah sulit ditemui, karena
mereka pada umumnya sudah memiliki kemapanan di bidang
ekonomi.
Kebijakan
yang
dilakukan
meningkatkan
daya
beli
Khalifah
masyarakat.
Umar
Dana
ini
mampu
yang
diterima
tersebut digunakan sebagai modal kerja untuk membeli barangbarang produksi dan terus berkembang karena semakin banyak
orang yang menggunakannya sebagai dana produktif.
Konsep Umar bin Abdul Aziz inilah yang disebut zakat
produktif. Mayoritas ulama telah sepakat bahwa zakat dapat
dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif. Mazhab Maliki,
Hanafi, dan Hambali memperbolehkannya. Hanya Syafi’i yang
berbeda, di mana beliau mengharuskan zakat dibagi habis untuk
delapan asnaf dan harus terbagi rata. Namun kemudian ulamaulama di kalangan syafi’iyah sendiri berbeda pendapat. Sebagian
ada yang memperbolehkan zakat produktif.
Hal ini senada dengan apa yang di kemukakan Syekh Yusuf
al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”. Beliau
menyatakan bahwa zakat juga diperbolehkan untuk membangun
pabrik-pabrik
produktif.
atau
Kemudian
perusahaan-perusahaan
kepemilikan
dan
yang
sifatnya
keuntungannya
diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka. Konsep ini disebut Surplus
Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan total zakat lebih besar
dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut
dijadikan sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif
dan hasilnya bisa disalurkan dalam bentuk produktif lain atau
bisa pula dalam bentuk konsumtif, yaitu untuk penerima zakat
yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin dan lainlain).
1. Jenis Zakat yang dapat Mengentaskan Kemiskinan di
Indonesia
Zakat terbagi menjadi 2 jenis, pertama
zakat fitrah dan
yang kedua adalah zakat mal atau zakat harta. Zakat fitrah
hukumnya wajib bagi setiap muslim, zakat ini dikeluarkan setiap
tahun menjelang hari raya idul fitri. Sedangkan zakat mal atau
zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim
apabila telah mencapai nasabnya. Kedua jenis zakat tersebut
sama-sama dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia
atau dalam kata lain dapat mengentaskan kemiskinan di
Indonesia.
2. Cara Memberdayakan Zakat
Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi
pengentasan
kemiskinan
diperlukan
langkah-langkah
pemberdayaan diantaranya :
a. Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat
Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki
petugas khusus untuk mengelolanya. Di Indonesia, zakat di
kelola oleh banyak organisasi atau lembaga. Namun, yang resmi
diakui oleh Dierktorat Jendral Pajak
(Ditjen Pajak) adalah
berjumlah 20 lembaga. Ke-20 lembaga tersebut meliputi : satu
Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga
Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS) dan satu
Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Organisasi pengelola zakat perlu diberdayakan. Salah satu
hal yang dapat dilakukan adalah melalui pembinaan kepada
karyawannya agarmereka dapat bekerja lebih profesional.
b. Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Zakat
Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai
suatu hal yang sangat penting. bahkan zakat dapat dijadikan
instrumen utama kebijakan fiskal suatu negara. Apalagi kalau
zakat dikelola secara baik akan menjadi solusi dari sasaran akhir
perekonomian suatu negara, yaitu terciptanya kesejahteraan
bagi masyarakat. Dengan demikian akan dapat mengentaskan
kemiskinan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pemenuhan zakat ini,
pemerintah
dituntut
untuk
terlibat
aktif.
Apalagi
telah
mengeluarkan UU tentang Pengelolaan Zakat. Oleh karena UU
tersebut yang substansinya hanya mengatur pengelolaan zakat,
maka pemerintah harus mengambil kebijakan dalam bentuk
regulasi untuk mengimplementasikan kewajiban membayar zakat
bagi muzzaki.
Contoh konkret peran pemerintah dalam pemberdayaann
zakat sebagai usaha produktif adalah pemberian modal usaha
bergulir,
artinya
mustahiq
dipinjami
sejumlah
modal
dan
diharuskan mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja
itu dengan cara mengembalikan dengan mengangsur.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang
bersifat produktif (Amil zakat) adalah lembaga yang mampu
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq
agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik
dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan
ruhani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat
kualitas keimanan dan keislamanannya.
3. Pihak yang Terkait untuk Memberdayakan Zakat
a. Pemerintah
Pemerintah
dapat melakukan pendataan terhadap kaum
mustahiq, selanjutnya dana zakat didistribusikan melalui badan
atau lembaga amil zakat kepada kaum mustahiq tersebut.
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR
selaku
wakil
rakyat
dapat
ikut
serta
dalam
memberdayakan zakat dengan cara membuat atau memperbaiki
Undang-undang
tentang
zakat
agar
tidak
memberatkan
organisasi pengelola zakat.
c. Badan atau Lembaga Amil Zakat
Badan
atau
lembaga
mensosialisasikan
amil
mengenai
zakat
pentingnya
seyogyanya
berzakat
ikut
kepada
masyarakat. Salah satu cara yang dapat diIakukan adalah dengan memberikan
penyadaran kepada masyarakat melalui pendekatan penanaman nilai-nilai yang
ada pada zakat tersebut (Nilai Religius dan Nilai Sosial).
d. Masyarakat
Pemerintah,
DPR,
maupun
Organisasi
Pengelola
Zakat
(Badan atau lembaga amil zakat) tidak akan berhasil programnya
apabila masyarakatnya sendiri tidak memiliki kesadaran untuk
berzakat. Untuk itu, peran masyarakat dalam pemberdayaan
zakat ini sangat besar.
4.
Manfaat Pemberdayaan Zakat
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Beik,
(2013)
menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga
miskin dari 84 persen menjadi 74 persen. Kemudian dari aspek
kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi
kesenjangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, yang
diindikasikan oleh penurunan nilai P1 dari Rp 540.657,01 menjadi
Rp 410.337,06 dan nilai I dari 0,43 menjadi 0,33. Sedangkan
ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, zakat juga mampu
mengurangi tingkat keparahan kemiskinan yang ditandai dengan
penurunan nilai Indeks Sen (P2) dari 0,46 menjadi 0,33 dan nilai
indeks FGT dari 0,19 menjadi 0,11. Kajian ini menjadi bukti yang
tidak terbantahkan bahwa instrumen zakat memiliki potensi yang
luar biasa
Pemberdayaan zakat dalam bentuk zakat produktif memiliki
manfaat yang cukup besar, yaitu berperan sebagai instrumen
usaha mustahiq zakat agar mereka dapat memenuhi kebutuhan
mereka masing-masing. Hal ini merupakan upaya pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak,
apabila dibiarkan akan menimbulkan berbagai masalah. Disisi
lain, penerimaan zakat dari dua jenis zakat yang ada (zakat fitrah
dan zakat mal) di Indonesia tahun 2012 mengalami peningkatan.
Zakat tersebut tentunya harus diberdayakan.
Zakat produktif adalah salah satu cara terbaik dalam
memberdayakan zakat. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana
dengan baik dan benar oleh pihak-pihak yang terkait seperti
pemerintah, DPR, organisasi pengelola zakat, serta masyarakat
niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang, sebab umat
Islam Indonesia memiliki potensi dana zakat yang sangat besar.
B. Saran
Zakat Produktif memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan
dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Selain itu, zakat produktif
juga mempunyai peran penting untuk perekonomian bangsa Indonesia yang
berada dibawah garis kemiskinan ke depannya. Maka dari itu diperlukan peran
semua elemen bangsa untuk mendukung pengembangan zakat produktif tersebut.
Guna pengembangan zakat produktif ini pun pemerintah sebaiknya lebih
berpihak kepada para mustahiq zakat. Untuk mendukung program ini beberapa
hal penulis ajukan sebagai saran atau solusi yang mungkin dapat dipertimbangkan
oleh para pihak terkait untuk menunjang keberhasilan program ini, yaitu:
1. Sosialisasi mengenai Zakat Produktif
Sosialisasi ini penting karena dengan adanya sosialisasi, masyarakat akan
mengetahui apa yang dimaksud dengan Zakat Produktif.
2. Pembinaan dan Pelatihan
Setelah program Zakat Produktif dilaksanakan, pihak-pihak yang terkait
dalam memberdayakan zakat hendaknya mengadakan pembinaan dan
pelatihan kepada mustahiq secara berkala.
3. Pengawasan
Pihak-pihak terkait pun hendaknya mengadakan pengawasan kepada usaha
mustahiq yang dananya berasal dari program Zakat Produktif agar para
mustahiq tersebut lebih bijak dalam penggunaan dananya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Dewi. (2013, 16 Oktober). “Faktor Ekonomi Pemicu
Terjadinya
Kasus
Trafficking
di
Aceh”.
Tersedia :http://www.tribunnews.com. [15 Desember 2013].
Al-Hadist.
Al-Qardawi,
Yusuf.
(1993).
Fiqhuz
Zakat.
Jakarta
:
Litera
AntarNusa.
Al-Qur’anul Karim.
Badan Pusat Statistik. (2013).
Badan Amil Zakat Nasional. (2013).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2013)
Beik,
Irfan
Syauqi.
(2009).
“Analisis
Peran
Zakat
dalam
Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa
Republika”.
Zakat & Empowering Jurnal Pemikiran dan
Gagasan – Vol II 200
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern.
Jakarta : Gema Insani Press
Lessy, Zulkipli. (2005). “Pemberdayaan Zakat Melalui Pendekatan
Pendidikan Penanaman Nilai”. Jurnal Pendidikan Agama
Islam Vol. 2, No. 1.
Muhamadi, Sani Insan. (2013). “Zakat Produktif, Solusi Entaskan
Kemiskinan”.
Tersedia
:
http://mizaninstitute.com.
[17
December 2013]
Maradona, Stevy. (2011, 19 Desember). “Ini Dia 20 Lembaga
Resmi Penerima Zakat Versi Ditjen Pajak”.
Republika.
[Online]
halaman 1, Tersedia : http://www.republika.co.id.
[30 Desember 2013].
Riza, Risyanti dan Roesmidi. (2006). Pemberdayaan Masyarakat.
Sumedang : Alqaprint Jatinagor.
Sukandi,
Sarip.
(2012).
Indonesia”.
“Kekayaan
Sumber
[Online].
Daya
Tersedia
Alam
:
http://saripedia.wordpress.com. [17 November 2013].
UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Wedhaswary, Inggried Dwi dan Indra Akuntono. (2011, 26
Desember).
Pendidikan”.
“Angka
Putus
Sekolah
dan
Komersialisasi
Kompas. [Online], halaman 1. Tersedia :
http://edukasi.kompas.com. [15 Desember 2013].
PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa
Indonesia
Oleh:
Sita Nurhalimah
1306931
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena
atas
rahmat
dan
hidayah-Nya,
penulis
dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pemberdayaan Zakat
sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia” guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia.
Makalah ini membahas mengenai zakat, bagaimanan cara
memberdayakannya, pihak
mana
saja
yang terkait
dalam
memberdayakan zakat dan juga membahas seberapa besar
manfaat pemberdayaan zakat terhadap pengentasan kemiskinan
di Indonesia.
Penyusunan makalah ini banyak menemukan kesulitan dan
hambatan. Namun, berkat bimbingan, dorongan dan arahan dari
berbagai pihak, Alhamdulillah penulis dapat mengatasi semua
itu. Untuk itu penyusun menyampaikan terima kasih kepada :
1. Daman
Huri,
Pendidikan
S.S.,
Bahasa
M.Pd.
selaku
Indonesia
yang
dosen
telah
mata
kuliah
membimbing
penulis dalam penyusunan makalah ini
2. Orang tua yang senantiasa mendukung dan mendoakan
penulis.
3. Teman-teman yang telah memberi masukan kepada penulis.
4. Pengelola perpustakaan yang telah mengizinkan penulis
mencari referensi.
Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis hanya dapat berdoa semoga amal kebaikan yang
telah diberikan mendapat imbalan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat,
baik bagi penulis maupun pembaca.
Bandung, Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................. ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................. 3
C. Tujuan Makalah................................................... 4
D. Kegunaan Makalah.............................................. 4
E. Metode Penyusunan Makalah.............................. 4
BAB II
Pembahasan
A. Kajian Teoritis...................................................... 5
B. Pembahasan........................................................9
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ........................................................ 15
B. Saran ................................................................. 15
Daftar Pustaka .................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang
cukup banyak. Negara ini menempati posisi ke-4 sebagai negara
dengan jumlah penduduk terbanyak setelah China, India, dan
Amerika Serikat. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia tahun
2013 diperkirakan mencapai angka 250 juta jiwa dengan
pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun.
Negara Indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam
(SDA) yang melimpah. Beberapa diantaranya adalah : (1)
Indonesia mempunyai pertambangan emas terbesar dengan
kualitas terbaik di dunia yang bernama PT Freeport. (2) Indonesia
mempunyai cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di
Blok Mahakam dan Blok Natuna. (3) Indonesia memiliki hutan
tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447
hektar,
dengan
keanekaragaman
hayati
dan
plasmanutfah
terlengkap di dunia. (4) Indonesia memiliki garis pantai terluas di
dunia kedua setelah Kanada. (5) Indonesia memiliki jutaan
spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. (6) Indonesia
memiliki pemandangan yang sangat eksotis
Namun ternyata dibalik kekayaan SDA-nya yang melimpah
masih ada penduduknya masih ada dibawah garis kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) per Maret 2013 yaitu sebanyak 28,07 juta jiwa
atau setara dengan 11,37 persen populasi. Jumlah tersebut
menunjukkan kurang lebih 1 dari 10 orang penduduk Indonesia di
kategorikan sebagai penduduk miskin. BPS juga memetakan
penduduk
miskin
di
perkotaan
dan
perdesaan.
Hasilnya,
mayoritas penduduk miskin berada di perdesaan. Pada Maret
2013, tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan 10,33 juta
jiwa dan di pedesaan sebanyak 17,74 juta jiwa.
Kemiskinan apabila terus dibiarkan secara langsung akan
berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat. Hal ini
tentunya akan berpengaruh pada besarnya pendapatan nasional
negara Indonesia, karena biasanya Indonesia menggunakan
pendekatan
konsumsi
(Consumption
Approach)
untuk
menghitung besarnya pendapatan nasional tersebut.
Angka kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan tingginya
angka kriminalitas, karena sebagian besar kejahatan disebabkan
oleh faktor ekonomi.
Salah satu contohnya adalah kasus
trafficking (perdagangan manusia) yang terjadi di Aceh akhirakhir ini (TRIBUNNEWS.com edisi 16 Oktober 2013).
Kriminolog dari Universitas Indonesia Iqrak Suhlil pun
mengatakan, tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota
besar
disebabkan
karena
faktor
ekonomi
yaitu
adanya
ketimpangan ekonomi. Khususnya bagi kasus kekerasan seperti
perampokan dan kejahatan sejenisnya
Kemiskinan juga menyebabkan banyak anak putus sekolah,
karena ketidakmampuan masyarakat miskin tersebut untuk
memenuhi biaya pendidikan. Menurut Anggota Komisi X DPR RI
Raihan Iskandar terdapat 10.268 juta siswa usia wajib belajar
(SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan
tahun. Di sisi lain, masih ada sekitar 3,8 juta siswa yang tidak
dapat melanjutkan ke tingkat SMA (KOMPAS.com edisi 26
Desember 2011).
Islam sebagai salah satu agama yang paling banyak dianut
oleh penduduk indonesia menawarkan zakat sebagai upaya
untuk mengentaskan kemiskinan, zakat ini diambil dari para
muzaki kepada para mustahiq yang notabene adalah penduduk
miskin. Apabila dana zakat yang dapat disalurkan mencukupi,
secara tidak langsung jumlah penduduk miskin akan berkurang.
Setelah dana zakat disalurkan tentunya tidak hanya untuk
digunakan untuk konsumsi namun harus juga diberdayakan, agar
dana zakat tersebut menjadi produktif. Hal ini bertujuan agar
masyarakat miskin dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.
Seperti kita ketahui bahwa pada umumnya masyarakat kita di
Indonesia
apabila
mendapatkan
zakat,
mereka
hanya
menggunakannya untuk kegiatan konsumsi. Sehingga tidak
heran jika tidak lama kemudian, dana zakat yang didapatkan
habis. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana dengan baik,
niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang.
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Syekh
Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”.
Beliau menyatakan bahwa zakat juga diperbolehkan untuk
membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang
sifatnya produktif. Kemudian kepemilikan dan keuntungannya
diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka. Konsep ini disebut Surplus
Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan total zakat lebih besar
dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut
dijadikan sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif
dan hasilnya bisa disalurkan dalam bentuk produktif lain atau
bisa pula dalam bentuk konsumtif, yaitu untuk penerima zakat
yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin dan lainlain).
Berkenaan dengan masalah diatas, penulis merasakan perlu
disusunnya
sebuah
makalah
yang
mampu
memberikan
informasi tentang bagaimana cara memberdayakan zakat dan
manfaat yang akan diperoleh dari pemberdayaan zakat tersebut.
Oleh sebab itu, penulis menyusun sebuah makalah yang berjudul
“Pemberdayaan Zakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Zakat jenis apa yang dapat mengentaskan kemiskinan di
Indonesia
2. Bagaimana cara memberdayakan zakat ?
3. Pihak mana saja yang terkait untuk memberdayakan zakat ?
4. Seberapa besar manfaat pemberdayaan zakat terhadap
pengentasan kemiskinan di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini
disusun dengan tujuan untuk :
1. Mendeskripsikan jenis zakat yang dapat mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan bagaimana cara memberdayakan zakat.
3. Mendeskripsikan pihak mana saja yag terkait untuk
memberdayakan zakat.
4. Mendeskripsikan seberapa besar manfaat pemberdayaan
zakat terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini
berguna sebagai pengembanganan ilmu pengetahuan. Secara
praktis, makalah ini diharapkan berguna bagi :
1. Penulis, sebagai wahana untuk melatih penulis agar mampu
menyusun karya ilmiah secara benar dan cermat serta
memperluas wawasan keilmuan penulis.
2. Pembaca,
sebagai
media
informasi
mengenai
pemberdayaan zakat.
E. Metode Penyusunan Makalah
Metode yang di pakai dalam penyusunan makalah ini adalah
metode kajian pustaka, yaitu metode yang dilakukan dengan
mempelajari
dan
mengumpulkan
data
dari
pustaka
yang
berhubungan dengan isi makalah, baik berupa buku maupun
informasi di internet.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (annamaa), mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu).
Sedangkan
secara
terminologis,
zakat
mempunyai
arti
mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu
untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan
persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002).
Di dalam UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
terdapat beberapa pengertian seperti yang tercantum pada Pasal
1 ayat (2) yang berbunyi: bahwa zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
seseorang, sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
Dasar hukum zakat terdapat dalam Alqur’an dan Hadits.
Beberapa diantaranya adalah :
a. QS. Al-Baqaraah ayat 43, yang artinya :
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah
bersama dengan orang-orang yang ruku”.
b.
QS At-Taubah ayat 60, yang artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orangorang
fakir,
orang-orang
zakat,
para
mu'allaf
miskin,
yang
pengurus-pengurus
dibujuk
hatinya,
untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Hafidhuddin (2002) juga menyatakan bahwa zakat adalah
satu-satunya ibadah yang memiliki petugas khusus untuk
mengelolanya, sebagaimana dinyatakan
secara eksplisit
dalam ayat diatas.
Ia pun mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui
institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu : (i) lebih
sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan
shirah para sahabat serta generasi sesudahnya, (ii) menjamin
kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk menghindari
perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka
berhubungan langsung dengan muzakki, (iv) untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan
zakat,
dan
(v)
sebagai
syiar
Islam
dalam
semangat
pemerintahan yang Islami.Ia mengatakan bahwa pengelolaan
zakat melalui institusi amil memiliki beberapa keuntungan,
yaitu : (i) lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah
nabawiyyah
dan
shirah
para
sahabat
serta
generasi
sesudahnya, (ii) menjamin kepastian dan disiplin pembayar
zakat, (iii) untuk menghindari perasaan rendah diri dari para
mustahik apabila mereka berhubungan langsung dengan
muzakki,
(iv)
untuk
mencapai
efisiensi
dan
efektivitas
pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar
Islam dalam semangat pemerintahan yang Islami.
c. Hadits Riwayat Ath-Thabrani dari Ali R.a
“Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orangorang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas
sesuai kecukupan fuqoro di antara mereka. Orang-orang fakir
tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak
berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya di antara
mereka. Ingatlah bahwa
Allah akan menghisab mereka
dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih”.
Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat
sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk
menjembatani transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada
kelompok miskin. Hadits tersebut juga mengingatkan akan
besarnya
kontribusi
perilaku
bakhil
dan
kikir
terhadap
kemiskinan.
2. Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat
awalan ber- yang menjadi kata “berdaya”. Didalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Daya artinya kekuatan, berdaya artinya
memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu
menjadi
berdaya
atau
mempunyai
daya
atau
mempunyai
kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari kata empowerment
yang berasal dari bahasa
inggris. Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment
menurut Merrian Webster dalam Oxford English Dictionary
mengandung dua pengertian, yaitu :
a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai
memberi kecakapan, kemampuan atau memungkinkan.
b. Togive power of authority to, yang berarti memberi
kekuasaan.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada
dasarnya
bukanlah
istilah
baru
melainkan
sudah
sering
dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa faktor manusia
memegang peran penting dalam pembangunan.
Konsep pemberdayaan terbagi dalam dua bagian, yaitu :
a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan
harta zakat. Pemberian dimaksud selain untuk memenuhi
kebutuhan hidup, juga sebagai modal usaha bagi mereka
yang
terkendala
berusaha.
dengan
Dengan
memberdayakan
keterbatasan
diberikan
mereka
harta
sehingga
modal
dalam
zakat
dapat
dapat
memenuhi
kebutuhan mereka sendiri. Pemberian zakat berbeda-beda
sesuai dengan profesi, serta kebutuhan masing-masing
mustahik.
b. Memberdayakan kaum fakir, yakni dengan memberikan
sejumlah harta untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
memberdayakan mereka yang tidak memiliki keahlian
apapun.
Selain pemberdayaan bagi fakir miskin, zakat difungsikan
untuk
memberdayakan
mustahiq
lainnya.
Oleh
karena
ketidakmampuan mereka, maka pemberian zakat merupakan
pengahasilan baru (amil dan mualaf). Bagi ibnu sabil dan budak,
zakat difungsikan untuk mencukupi kebutuhan mereka (sifatnya
sekunder).
B. Pembahasan
Sebagai
negara
yang
mayoritas
penduduknya
islam,
Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Menurut
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebutkan bahwa potensi
zakat tahun 2012 adalah sebesar Rp 217 triliun.
Penerimaan zakat di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan. Ini terlihat pada tahun 2011 jumlah penerimaan
sebesar Rp 1,7 triliun. Nilai ini meningkat di tahun 2012 menjadi
Rp 2,73 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat
dalam membayar zakat saat ini cukup tinggi, tinggal bagaimana
zakat yang diberikan oleh masyarakat dapat diberdayakan atau
dalam kata lain dikelola dengan baik.
Pemberdayaan zakat sebenarnya telah dilakukan sejak
zaman pemerintahan Rasulullah SAW. Di masa Rasulullah, para
sahabat Muhajirin yang miskin dan menjadi penerima zakat
(mustahiq), dalam waktu setahun mampu meningkatkan daya
hidup mereka dengan menjadi pembayar zakat (muzakki). Hal ini
karena
dana
zakat,
salah
satunya,
diperuntukkan
bagi
pengembangan ekonomi masyarakat. Dalam hadits riwayat
Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya,
bahwa Rasulullah telah memberikan kepadanya zakat, lalu
menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Salim pun mengelolanya sampai ia mampu memberikan sedekah
dari usaha tersebut. Sejarah tersebut menjadi tonggak awal
bagaimana mengelola zakat menjadi sesuatu yang produktif.
Di
masa
Abu
Bakar,
zakat
lebih
terkoordinir
dengan
peraturan yang ketat. Para pembangkang yang tidak mau
membayar zakat diperangi. Lalu, pada masa Umar bin Khattab
Baitul Maal didirikan sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi
sebagai distributor kekayaan negara kepada masyarakat.
Pada masa Umar bin Abdul Aziz pengelolaan zakat mencapai
puncak keemasannya. Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz ini
dikarenakan beliau memiliki kemampuan manajemen yang
mumpuni disertai integritas kejujuran yang tinggi. Konsep
distribusi zakat yang beliau kembangkan adalah zakat sebagai
bentuk subsidi silang, sehingga langsung dapat dirasakan
dampak ekonominya.
Pada masa itu zakat mampu meningkatkan masyarakat
yang memiliki daya beli rendah. Zakat menjadi stimulan bagi
pertumbuhan perekonomian secara mikro maupun makro. Pada
akhirnya, di zaman itu para pembayar zakat berkeliling kota
untuk mencari penerima zakat yang sudah sulit ditemui, karena
mereka pada umumnya sudah memiliki kemapanan di bidang
ekonomi.
Kebijakan
yang
dilakukan
meningkatkan
daya
beli
Khalifah
masyarakat.
Umar
Dana
ini
mampu
yang
diterima
tersebut digunakan sebagai modal kerja untuk membeli barangbarang produksi dan terus berkembang karena semakin banyak
orang yang menggunakannya sebagai dana produktif.
Konsep Umar bin Abdul Aziz inilah yang disebut zakat
produktif. Mayoritas ulama telah sepakat bahwa zakat dapat
dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif. Mazhab Maliki,
Hanafi, dan Hambali memperbolehkannya. Hanya Syafi’i yang
berbeda, di mana beliau mengharuskan zakat dibagi habis untuk
delapan asnaf dan harus terbagi rata. Namun kemudian ulamaulama di kalangan syafi’iyah sendiri berbeda pendapat. Sebagian
ada yang memperbolehkan zakat produktif.
Hal ini senada dengan apa yang di kemukakan Syekh Yusuf
al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”. Beliau
menyatakan bahwa zakat juga diperbolehkan untuk membangun
pabrik-pabrik
produktif.
atau
Kemudian
perusahaan-perusahaan
kepemilikan
dan
yang
sifatnya
keuntungannya
diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan hidup mereka. Konsep ini disebut Surplus
Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan total zakat lebih besar
dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut
dijadikan sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif
dan hasilnya bisa disalurkan dalam bentuk produktif lain atau
bisa pula dalam bentuk konsumtif, yaitu untuk penerima zakat
yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin dan lainlain).
1. Jenis Zakat yang dapat Mengentaskan Kemiskinan di
Indonesia
Zakat terbagi menjadi 2 jenis, pertama
zakat fitrah dan
yang kedua adalah zakat mal atau zakat harta. Zakat fitrah
hukumnya wajib bagi setiap muslim, zakat ini dikeluarkan setiap
tahun menjelang hari raya idul fitri. Sedangkan zakat mal atau
zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim
apabila telah mencapai nasabnya. Kedua jenis zakat tersebut
sama-sama dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia
atau dalam kata lain dapat mengentaskan kemiskinan di
Indonesia.
2. Cara Memberdayakan Zakat
Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi
pengentasan
kemiskinan
diperlukan
langkah-langkah
pemberdayaan diantaranya :
a. Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat
Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki
petugas khusus untuk mengelolanya. Di Indonesia, zakat di
kelola oleh banyak organisasi atau lembaga. Namun, yang resmi
diakui oleh Dierktorat Jendral Pajak
(Ditjen Pajak) adalah
berjumlah 20 lembaga. Ke-20 lembaga tersebut meliputi : satu
Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga
Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS) dan satu
Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Organisasi pengelola zakat perlu diberdayakan. Salah satu
hal yang dapat dilakukan adalah melalui pembinaan kepada
karyawannya agarmereka dapat bekerja lebih profesional.
b. Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Zakat
Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai
suatu hal yang sangat penting. bahkan zakat dapat dijadikan
instrumen utama kebijakan fiskal suatu negara. Apalagi kalau
zakat dikelola secara baik akan menjadi solusi dari sasaran akhir
perekonomian suatu negara, yaitu terciptanya kesejahteraan
bagi masyarakat. Dengan demikian akan dapat mengentaskan
kemiskinan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pemenuhan zakat ini,
pemerintah
dituntut
untuk
terlibat
aktif.
Apalagi
telah
mengeluarkan UU tentang Pengelolaan Zakat. Oleh karena UU
tersebut yang substansinya hanya mengatur pengelolaan zakat,
maka pemerintah harus mengambil kebijakan dalam bentuk
regulasi untuk mengimplementasikan kewajiban membayar zakat
bagi muzzaki.
Contoh konkret peran pemerintah dalam pemberdayaann
zakat sebagai usaha produktif adalah pemberian modal usaha
bergulir,
artinya
mustahiq
dipinjami
sejumlah
modal
dan
diharuskan mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja
itu dengan cara mengembalikan dengan mengangsur.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang
bersifat produktif (Amil zakat) adalah lembaga yang mampu
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq
agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik. Di samping
melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik
dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan
ruhani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat
kualitas keimanan dan keislamanannya.
3. Pihak yang Terkait untuk Memberdayakan Zakat
a. Pemerintah
Pemerintah
dapat melakukan pendataan terhadap kaum
mustahiq, selanjutnya dana zakat didistribusikan melalui badan
atau lembaga amil zakat kepada kaum mustahiq tersebut.
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR
selaku
wakil
rakyat
dapat
ikut
serta
dalam
memberdayakan zakat dengan cara membuat atau memperbaiki
Undang-undang
tentang
zakat
agar
tidak
memberatkan
organisasi pengelola zakat.
c. Badan atau Lembaga Amil Zakat
Badan
atau
lembaga
mensosialisasikan
amil
mengenai
zakat
pentingnya
seyogyanya
berzakat
ikut
kepada
masyarakat. Salah satu cara yang dapat diIakukan adalah dengan memberikan
penyadaran kepada masyarakat melalui pendekatan penanaman nilai-nilai yang
ada pada zakat tersebut (Nilai Religius dan Nilai Sosial).
d. Masyarakat
Pemerintah,
DPR,
maupun
Organisasi
Pengelola
Zakat
(Badan atau lembaga amil zakat) tidak akan berhasil programnya
apabila masyarakatnya sendiri tidak memiliki kesadaran untuk
berzakat. Untuk itu, peran masyarakat dalam pemberdayaan
zakat ini sangat besar.
4.
Manfaat Pemberdayaan Zakat
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Beik,
(2013)
menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga
miskin dari 84 persen menjadi 74 persen. Kemudian dari aspek
kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu mengurangi
kesenjangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, yang
diindikasikan oleh penurunan nilai P1 dari Rp 540.657,01 menjadi
Rp 410.337,06 dan nilai I dari 0,43 menjadi 0,33. Sedangkan
ditinjau dari tingkat keparahan kemiskinan, zakat juga mampu
mengurangi tingkat keparahan kemiskinan yang ditandai dengan
penurunan nilai Indeks Sen (P2) dari 0,46 menjadi 0,33 dan nilai
indeks FGT dari 0,19 menjadi 0,11. Kajian ini menjadi bukti yang
tidak terbantahkan bahwa instrumen zakat memiliki potensi yang
luar biasa
Pemberdayaan zakat dalam bentuk zakat produktif memiliki
manfaat yang cukup besar, yaitu berperan sebagai instrumen
usaha mustahiq zakat agar mereka dapat memenuhi kebutuhan
mereka masing-masing. Hal ini merupakan upaya pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak,
apabila dibiarkan akan menimbulkan berbagai masalah. Disisi
lain, penerimaan zakat dari dua jenis zakat yang ada (zakat fitrah
dan zakat mal) di Indonesia tahun 2012 mengalami peningkatan.
Zakat tersebut tentunya harus diberdayakan.
Zakat produktif adalah salah satu cara terbaik dalam
memberdayakan zakat. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana
dengan baik dan benar oleh pihak-pihak yang terkait seperti
pemerintah, DPR, organisasi pengelola zakat, serta masyarakat
niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang, sebab umat
Islam Indonesia memiliki potensi dana zakat yang sangat besar.
B. Saran
Zakat Produktif memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan
dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Selain itu, zakat produktif
juga mempunyai peran penting untuk perekonomian bangsa Indonesia yang
berada dibawah garis kemiskinan ke depannya. Maka dari itu diperlukan peran
semua elemen bangsa untuk mendukung pengembangan zakat produktif tersebut.
Guna pengembangan zakat produktif ini pun pemerintah sebaiknya lebih
berpihak kepada para mustahiq zakat. Untuk mendukung program ini beberapa
hal penulis ajukan sebagai saran atau solusi yang mungkin dapat dipertimbangkan
oleh para pihak terkait untuk menunjang keberhasilan program ini, yaitu:
1. Sosialisasi mengenai Zakat Produktif
Sosialisasi ini penting karena dengan adanya sosialisasi, masyarakat akan
mengetahui apa yang dimaksud dengan Zakat Produktif.
2. Pembinaan dan Pelatihan
Setelah program Zakat Produktif dilaksanakan, pihak-pihak yang terkait
dalam memberdayakan zakat hendaknya mengadakan pembinaan dan
pelatihan kepada mustahiq secara berkala.
3. Pengawasan
Pihak-pihak terkait pun hendaknya mengadakan pengawasan kepada usaha
mustahiq yang dananya berasal dari program Zakat Produktif agar para
mustahiq tersebut lebih bijak dalam penggunaan dananya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Dewi. (2013, 16 Oktober). “Faktor Ekonomi Pemicu
Terjadinya
Kasus
Trafficking
di
Aceh”.
Tersedia :http://www.tribunnews.com. [15 Desember 2013].
Al-Hadist.
Al-Qardawi,
Yusuf.
(1993).
Fiqhuz
Zakat.
Jakarta
:
Litera
AntarNusa.
Al-Qur’anul Karim.
Badan Pusat Statistik. (2013).
Badan Amil Zakat Nasional. (2013).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2013)
Beik,
Irfan
Syauqi.
(2009).
“Analisis
Peran
Zakat
dalam
Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa
Republika”.
Zakat & Empowering Jurnal Pemikiran dan
Gagasan – Vol II 200
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern.
Jakarta : Gema Insani Press
Lessy, Zulkipli. (2005). “Pemberdayaan Zakat Melalui Pendekatan
Pendidikan Penanaman Nilai”. Jurnal Pendidikan Agama
Islam Vol. 2, No. 1.
Muhamadi, Sani Insan. (2013). “Zakat Produktif, Solusi Entaskan
Kemiskinan”.
Tersedia
:
http://mizaninstitute.com.
[17
December 2013]
Maradona, Stevy. (2011, 19 Desember). “Ini Dia 20 Lembaga
Resmi Penerima Zakat Versi Ditjen Pajak”.
Republika.
[Online]
halaman 1, Tersedia : http://www.republika.co.id.
[30 Desember 2013].
Riza, Risyanti dan Roesmidi. (2006). Pemberdayaan Masyarakat.
Sumedang : Alqaprint Jatinagor.
Sukandi,
Sarip.
(2012).
Indonesia”.
“Kekayaan
Sumber
[Online].
Daya
Tersedia
Alam
:
http://saripedia.wordpress.com. [17 November 2013].
UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Wedhaswary, Inggried Dwi dan Indra Akuntono. (2011, 26
Desember).
Pendidikan”.
“Angka
Putus
Sekolah
dan
Komersialisasi
Kompas. [Online], halaman 1. Tersedia :
http://edukasi.kompas.com. [15 Desember 2013].