POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LA

1009

Unmas
Denpasar

POTENSI AKTIVITAS DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT SARGASSUM
CINEREUM TERHADAP BAKTERI PATOGEN ICE ICE PADA
GRACILARIA VERRUCOSA
1)

Nasmia, Syahir Natsir dan Eka Rosyida
Staf PengajarProgram Sudi Akuakultur Fakultas Peternakan dan Perikanan Untad
2)
Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako

ABSTRAK
Keanekaragaman hayati yang melimpah di Indonesia sangat mendukung
pengembangan tanaman potensial termasuk rumput laut yang dapat digunakan sebagai obat
atau antibiotik. Beberapa jenis rumput laut seperti Sargassum cinereum memiliki keragaman
produk metabolit sekunder dengan aktivitas antibakteri yang berbeda terhadap sel-sel uji.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi akitivitas ekstrak rumput laut Sargassum

cinereum terhadap bakteri patogen penyebab penyakit ice ice pada Gracilaria verrucosa
dengan metode difusi agar. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan senyawa antibakteri
yang aman digunakan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang patogen penyebab penyakit ice ice pada G.verrucosa yaitu Acinetobacter sp.,
Pseudomonas sp., dan Flavo-Cytophaga sp.
Hasil uji sidik ragam (ANOVA)
memperlihatkan bahwa ekstrak air dari Sargassum cinereum memiliki aktivitas antibakteri
tertinggi terhadap Pseudomonas sp. (20,43 mm), Acinetobacter sp., (19,37 mm ), dan bakteri
Flavo-Cythopaga (16,63 mm). Hasil isolasi senyawa menunjukkan bahwa ekstrak ini
mengandung senyawa Flavonoid.
Kata kunci : Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, ice ice, antibakteri
ABSTRACT
The richness of Indonesia biodiversity strongly supports the utilization of potential
plants including seaweed that can be used as a drug or antibiotic. Some types of seaweed
such as Sargassum cinereum produce a varity of secondary metabolites with a different
antibacterial activity against pathogens. This study aims to determine the potential activites
of Sargassum cinereum axtracts against bacteria causing ice ice disease on Gracilaria
verrucosa by the agar diffusion method. The outcome of this research are can produce
antibacterial compounds that are safe to be used and environmentally friendly. The results
showed that ice ice disease infected G.verrucosa caused by Acinetobacter sp., Pseudomonas

sp., and Flavo-Cytophaga sp., Analysis of Variance (ANOVA) showed that the Sargassum
cinereum water extract had the highest antibacterial activity on Pseudomonas sp. (20.43
mm), Acinetobacter sp., (19.37 mm), and Flavo-Cytophaga (16.63 mm), and the extract
contains flavonoid compounds
Keywords: Gracilaria verrucosa, Sargassum cinereum, Ice ice, antibacterial

PENDAHULUAN
Rumput laut Gracilaria sp. merupakan salah satu komoditas unggulan, karena
menghasilkan agar yang biasa digunakan dalam industri makanan, farmasi dan industri
kosmetik. Kebutuhan industri akan produk ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke

Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016

1010

Unmas
Denpasar


tahun (Akmal dkk., 2007). Namun seiring dengan semakin meningkatnya permintaan rumput
laut, pembudidaya kadang mengalami berbagai masalah dalam kegiatan budidaya.
Salah satu masalah yang dialami dalam proses budidaya rumput laut antara lain
penyakit. Penyakit merupakan masalah paling merugikan dalam budidaya rumput laut karena
sulit ditanggulangi dan waktu penyebarannya cepat. Daya rusaknya relatif cepat yaitu sekitar
satu minggu setelah infeksi. Fenomena demikian sangat merugikan bagi pembudidaya,
bahkan dapat menyebabkan kerugian yang cukup tinggi. Timbulnya penyakit pada rumput
laut diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan hubungan antara inang, patogen dan
lingkungan habitat media rumput laut (Lobban dan Horrison, 1994).
Meningkatnya intensitas aktivitas virulensi bakteri patogen memicu serangan penyakit
ice-ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa . Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput
laut di Indonesia belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi rumput
laut berkisar 70-100% (Vairappan dkk., 2008). Nasmia (2014) melaporkan bahwa salah
penyebab penyakit ice ice pada rumput laut Gracilaria verrucosa yaitu bakteri Acinetobacter
sp., Pseudomonas sp., dan Flavo-Cythopaga sp.
Keanekaragaman hayati yang ada di laut sangat melimpah dan jenisnya sangat
beragam. Sumber daya hayati laut menjadi sumber berbagai produk yang bermanfaat untuk
industri kimia, kosmetik, farmasi termasuk obat-obatan dan sebagainya. Salah satu sumber
daya alam yang ada di perairan Indonesia yang mulai banyak mendapat perhatian dalam

mengendalikan beberapa patogen tanaman adalah rumput laut.
Pemanfaatan potensi aktivitas alga laut termasuk rumput laut mulai dikembangkan
dalam mengatasi berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, riketsia, virus,
maupun jamur patogen. Pengendalian atau pencegahan penyakit dengan menggunakan
bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan. Oleh
karena itu penggunaan produk-produk alami sangat diperlukan. Penggunaan bahan-bahan
kimia khususnya antibiotik yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan, gangguan keseimbangan ekologis dan residu yang ditinggalkannya dapat bersifat
racun dan bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik, karena mutasi gen bahkan
dapat bersifat karsinogenik. Sedangkan antibiotik alami pada umumnya berasal dari metabolit
sekunder yang diperoleh dari ekstrak suatu tanaman yang memiliki khasiat untuk obat
termasuk rumput laut (Delattre dkk., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi
ekstrak rumput laut Sargassum duplicatum sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen ice
ice Gracilaria verrucosa .
METODE PENELITIAN
 Pengumpulan Sargassum cinereum
Rumput laut yang digunakan sebagai sampel adalah Sargassum cinereum Sampel
dimasukkan ke dalam kantong plastik dimasukkan ke dalam cool box yang telah diberi es
batu agar kesegaranya tetap terjaga selama pengangkutan.
 Pencucian Sargassum cinereum.

Setelah sampai di laboratorium sampel terlebih dahulu disortir sambil dibersihkan
dari batu kerikil dan kotoran-kotoran yang menempel. Setelah disortir dan dibersihkan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016

1011

Unmas
Denpasar

kemudian dicuci dengan air laut bersih yang bertujuan untuk mencegah terjadinya proses
osmosis, yaitu keluarnya cairan dari talus rumput laut. Selanjutnya Sargassum sp. dicuci
dengan air tawar untuk membersihkan garam-garam yang menempel. Terakhir sampel dibilas
dengan aquades untuk membersihkan kotoran dan garam yang masih menempel. Sargassum
sp. kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan selanjutnya
ditimbang berat basahnya selanjutnya dikeringkan tetapi tidak di bawah sinar matahari
langsung.
 Penghalusan Sargassum cinereum.

Untuk memudahkan dalam ekstraksi rumput laut, rumput laut kering terlebih dahulu
dihaluskan dengan blender. Tepung yang telah dihaluskan kemudian disaring untuk
mendapatkan butiran yang seragam. Setelah halus tepung rumput laut kemudian dimasukkan
dalam kantong plastik yang telah diberi label, ditimbang dengan timbangan elektrik dan
disimpan dalam kondisi kering, untuk proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi.
 Ekstraksi Sargassum cinereum.
Ekstraksi Sargassum cinereum diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
stirer (pengaduk) selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan secara berturut-turut dimulai dari
pelarut non polar sampai polar, yaitu dari n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol/air (1:1), dan air. Sebanyak 50 g simplisia direndam dengan 300 ml pelarut (1:6)
dalam labu erlenmeyer dan diekstraksi di atas magnetic stirrer dengan putaran sedang.
Ekstraksi dilakukan selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali. Setelah diekstraksi dengan
pelarut n-heksana, ampas dikeringkan terlebih dahulu sebelum diremaserasi dengan pelarut
kloroform dan begitu seterusnya hingga pelarut terakhir yaitu air. Setelah selesai proses
ekstraksi, pelarut organik diuapkan secara vakum dengan menggunakan rotavapor sampai
diperoleh ekstrak. Ekstrak yang belum kering sempurna, selanjutnya diuapkan airnya dengan
cara diliofilisasi/ pengeringan dengan menggunakan freeze dryer. Ekstrak yang telah
diuapkan pelarutnya kemudian dimasukkan ke dalam vial yang telah ditimbang beratnya,
kemudian dibiarkan mengering pada suhu kamar. Setelah pelarut kering, ekstrak kental
ditimbang beratnya dan disimpan pada suhu dingin sampai akan digunakan untuk pengujian.

 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar dengan
menggunakan paper disk. Ke enam ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol : air (1:1), dan air) ditimbang dengan konsentrasi 2 mg/disk/50 l, lalu dimasukkan
ke dalam tabung ependorf dan dilarutkan dengan masing-masing pelarutnya. Selanjutnya
dihomogenkan dengan menggunakan vortex dan siap untuk dilakukan pengujian. Isolat
bakteri patogen penyakit ice-ice dikultur kembali dalam media TSA miring, selanjutnya
diinkubasikan selama 24 jam. Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol 30
ppm. Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk ekstraksi (nheksana, kloroform, etil asetat, metanol, metanol/air (1:1), dan air).
Pembuatan suspensi mikroba uji dilakukan dengan cara mengambil 1 jarum ose
bakteri kultur murni, lalu dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml larutan NaCL
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016

1012

Unmas
Denpasar


fisiologis 0,9%, kemudian divortex dan dimasukkan sebanyak 200 µl ke dalam enam botol
yang berisi 20 mL media TSA hangat dan diratakan dengan gerakan memutar botol agar
bakteri tersebut merata. Setelah itu, media agar dalam botol yang masih cair dituang ke dalam
cawan petri dan dibiarkan hingga memadat.
Aktivitas daya hambat bakteri ditunjukkan dengan adanya zona penghambatan (zona
bening/zona halo) disekitar paper disc. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri diukur
dalam satuan mm dan dijadikan ukuran kuantitatif untuk ukuran zona hambat.


Senyawa Aktif Antibakteri dengan Metode KLT
Deteksi senyawa aktif antibakteri dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
menggunakan plat silika gel F254. Ekstrak yang memperlihatkan aktivitas antimikroba yang
tertinggi diambil sebanyak 0.5 mg selanjutnya dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
Selanjutnya ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis silika gel G-60 F254 yang
berfungsi sebagai fase tetap (stationary phase), kemudian lempeng tersebut dielusi dengan
menggunakan sistem pelarut (SP) sebagai fase gerak (mobile phase). Selama perendaman
bejana ditutup agar media jenuh dengan larutan eluen (Gambar 5). Ekstrak akan ditarik keatas
oleh eluen sampai jarak 1 cm dari bagian atas plat. Plat selanjutnya dikeringkan. Pembacaan
kromatogram dilakukan dengan sinar UV (254 nm dan 366 nm).

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Sargassum cinereum
Hasil analisis Anova dari 6 ekstrak (n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol,
metanol/air, air) terhadap masing-masing isolat bakteri (Acinetobacter sp., Pseudomonas sp.,
dan Flavo-cythopaga sp.,) memperlihatkan pengaruh yang signifikan (P