LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FARMASI ANALISIS II
ANALISIS PENETAPAN KADAR AMOXICILLIN MENGGUNAKAN
METODE TITRASI IODOMETRI (Titrasi Tidak Langsung)
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Kimia Farmasi Analisis II

Disusun oleh :
Kelompok 14
Deni Safa’at

31114121

Neng Sri Herlina

31114146

Winarsih

31114168
Farmasi 3C


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2017

A. Judul : Senyawa Turunan Antibiotik
B. Tanggal Praktikum : Jum’at 21 April 2017
C. Sampel : 1B
D. Tujuan :
-

Untuk menentukan konsentrasi kadar Amoksisilin dengan menggunakan
metode titrasi iodometri tidak langsung.

-

Untuk mengetahui, memahami, cara menganalisis kadar suatu zat dalam
sediaan farmasi.


E. Prinsip Percobaan :
Prinsip dari titrasi iodometri dalama penentuan kadar amoksisilin adalah
sampel ditambahkan KIO3 yang dalam suasana asam akan mengalami reaksi
oksidasi menghasilkan I2 (Iodium). Iodium yang terbentuk atau iodium yang
dibebaskan akan bereaksi dengan Na2S2O3 dengan penambahan amilum (sebagai
indikator) akan menghasilkan warna biru kemudian dititrasi kembali dengan
larutan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.
F. Metode dan Alasan
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan kadar amoksisilin adalah
metode iodometri. Dengan menggunakan metode ini amoksisilin dalam suasana
asam bereduksi dengan iodida (yang terbentuk dari KI dalam suasana asam)
membentuk I2 (iodium) hasil oksidasi dari iodida.

G. Dasar Teori
Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam
konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh
mikroba lain. Pada perkembangannya bahan yang dapat dikelompokkan sebagai
antibiotik bukan hanya hasil alamiah saja, akan tatap bahan-bahan semisintetik
yang merupakan hasil modifikasi bahan kimia antibiotik alam (Sumadio dan
Harahap, 1994).

Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya
infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat
ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adanya sistem ini perlu ditunjang
oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba
penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya
antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk
hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan
manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia,
sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri
mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995).
Sampel yang diperoleh adalah amoksisilin. Berikut adalah struktur dari
amoksisilin :

Nama dan struktur kimia : asam (2S, 5R, 6R)-6[(R)-(-)-2-amino-2-(phidrosifenil)asetamido]-3-3-dimetil-7-okso-4-tia-1-azabisiklo[3,2,1]-heptana-2karboksilat trihidrat. C16N19N3NaO5S.
Sifat fisikokimia : mengandung tidak kurang dari 90% C 16N19N3NaO5S
dihitung sebagai anhidrat. Amoksisilin berwarna putih, tidak berbau, sukar larut
dalam air dan methanol, tidak larut dalam benzene, tidak larut dalam karbon
tetraklorida dan dalam kloroform. Secara umum amoksisilin terdapat dalam
bentuk trihidrat.

Amoksisilin adalah aminopenisilin yang berbeda dari strukturnya dengan
ampisilin yaitu terletak pada penambahan gugus hidroksil pada cincin fenil. pH
larutan 1% dalam air = 4,5,6.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi
kenaikkan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap
penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya
elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di
mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya,
pada reduktor atom yang terkandung mengalami kenaikkan bilangan oksidasi.

Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi
satu sama lain (Rivai, 1995).
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium
tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan larutan iodium baku secara
langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan
penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrais iodimetri titrasi oksidasi reduksinya
menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodimetri suatu laturan oksidator
ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara
dengan jumlah oksidator) dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rivai,

1995).
Bagan reaksi :
Ox + 2I-

I2 + red

I2 + 2S2O3=

2I- + S4O6=

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium
yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai.
Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan
larutan kanji sebagai indikator, karena amylum akan membentuk kompleks
dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amylum harus pada saat
mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amylum tidak membungkus I 2
yang menyebabkan sukar kepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru
sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam (Wunas, 1986).

Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksida

kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi
iodium yang dibebaskan. Karena bantak zat pengoksida yang menuntut larutan
asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai
titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk
menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksida oleh oksigen di udara :
4 H + + 4 I- + O 2

2 I2 + 2 H2O

Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan
asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam
suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksida larutan tidak boleh dibiarkan terlalu
lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh
reaksi tersebut di atas (Roth, 1988).
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam asam lemah atau netral karena
dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodat yang
merupakan reaksi mula-mula antara iodi dan ion hidroksida, sesuai dengan
reaksi :
I2 + O 2


HI + IO-

3 IO-

IO3- + 2 I –

H. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
- Gelas kimia
-

Gelas ukur

-

Erlenmeyer

-

Buret dan statif


-

Pipet volume

-

Alat destilasi

-

Pipet tetes

Bahan yang digunakan :
-

Na2S2O3

-


KI

-

I2

-

NaOH 0,1 N

-

Indikator Amylum

-

Aquadest

-


HCl 0,1 N

h
x
v
,
c
o
K
k
y
b
p
S
d
5
1
m
a
l

g
u
f
r
t
n
e
s
i
.
0
)
+
(
L
q
6
j
N
T
3
2
w

I. Prosedur Kerja
1.

Isolasi sampel (Serbuk Amoxicillin)

Filtat :
Di uji kualitatif
dengan pereaksi
HNO3 pekat (+)
kuning

2.

Residu :
Di uji kualitatif dengan
pereaksi HNO3 pekat (+)
kuning, jika masih terdapat
analit maka dilakukan
isolasi kembali sampai
analit tidak terdeteksi.

Pembakuan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 (Triplo)

3.

fPw
jH
y%
)oA
(+
bhkrudsgN
anlT
L
ipet10m
5O
cC
Penetapa Kadar Analit Amoxicillin (Triplo)

J. Data Hasil Pengamatan
1. Pembakuan Na2S2O3
Berat K2Cr2O7
(mg)
50
50
50
Rata-rata

Volume Na2S2O3
(mL)
10,6
10,6
10,5
10,567

mg K 2Cr 2O 7
BE K 2 Cr 2 O 7 x V Na 2 S 2 O 3

N Na2S2O3 =
=

50 mg
49,05 x 10,567

= 0,0965 N

2. Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Sampel
Volume sampel
(mL)
10
10
10
Rata-rata

Volume Na2S2O3
(mL)
1,5
1,5
1,4
1,467

Penetapan Kadar Sampel Amoksisilin
mgrek Na2S2O3
V Na2S2O3 x N Na2S2O3

= mgrek I2
= V I2 x N I2

1,467 x 0,0965

= mgrek I2

0,1351

= mgrek I2

mgrek I2

= mgrek Amoksisilin

0,1351

= V Amoksisilin x N Amoksisilin

0,1351

= 10 x N Amoksisilin

N Amoksisilin

= 0,0142 N

N

=

0,0142 =
Gram

gram
BE x Volume
gram
365,404 x 0,05

= 0.0142 x 365,404 x 0,05
= 0,259 gram

% Kadar

=

berat analit
x 100
berat sampel

=

0,259
x 100
2

= 12,95 %
Jadi, sampel dengan nomor 1B memiliki kadar 12,95 %

K. Pembahasan
Kimia analisis merupakan salah satu cabang ilmu dimana dalam kimia
farmasi analisis ini mencakup secara kualitatif maupun secara kuantitatif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi sampel serta mampu menetapkan kadar yang
dikandung oleh sampel nomor 1B tersebut.
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif senyawa amoxicillin.
Percobaan untuk mendapatkan kadar amoksisilin dalam sampel tersebut antara
lain dengan melakukan uji identifikasi struktur amoksisilin yang meliputi sifat
fisiko kimianya, isolasi amoksisilin dari matriksnya. Amoxicillin di analisis
dengan menggunakan metode iodometri, penetapan kadar amoxicillin dilakukan

dengan menggunakan metode titrasi iodometri ini didasarkan bahwa amoxicillin
memiliki sifat oksidator yang direduksi dengan KI berlebih dan akan
menghasilkan larutan iodium dan dititrasi dengan natrium tiosulfat, indikator
yang digunakan adalah indikator amylum.
Amoxicillin dalam bentuk murni tidak dapat bereaksi dengan iodium,
maka sebelum dilakukan titrasi, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan
menggunakan NaOH sehingga cincin beta laktam terbuka dan dapat bereaksi
dengan iodium. Golongan penisilin ini akan terhidrolisis dengan basa
menghasilkan asam penisiloat. Asam penisiloat inilah yang akan ditetapkan
kadarnya karena dapat mengikat iod (Sudjadi, 2008)
Dibawah ini adalah struktur kimia dari amoksisilin.

Berdasarkan struktur kimianya amoksisilin memiliki karakteristik
sebagai berikut.
1. Gugus karboksilat menyebabkan senyawa bersifat asam. Adanya gugus
fenolik pada amoksisilin mengurangi sifat kebasaan dari N heterosiklik.
2. Gugus betalaktam mudah dihidrolisis. Jika dihidrolisis keasaman akan
meningkat. Jika dihidrolisis dengan basa akan menghasilkan gugus
karboksil yang mudah untuk dioksidasi. Gugus betalaktam juga yang
mengakibatkan sifat antiinfeksi.
3. Gugus tiazolidin bersifat netral dan dapat dioksidasi.

4. Pada penisilin terdapat gugus R, dimana pada amoksisilin gugus R nya
mengikat gugus amin dan fenol. Gugus R ini akan mempengaruhi
kelarutannya, penyerapan, stabilitas terhadap asam. Pada amoksisilin
terdapat gugus benzen yang menyebabkan kepolaran menurun.
Dalam menggunakan metode iodometri kita menggunakan indikator
kanji dimana warna dari sebuah larutan iodine 0,1 N cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodine juga memberikan
warna ungu atau violet yang intens untuk zat pelarut seperti karbon tetra klorida
dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan,
karena warna biru gelap dari kompleks iodine kanji bertindak sebagai suatu tes
yang amat sensitive untuk iodine (Underwood,1992).
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungsi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik saat ini dibuat secara semi sintetik penuh. Namun dalam praktek
sehari hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dariproduk mikroba
(misalnya

sulfonamide

dan

kuinolon)

juga

sering

digolongkan sebagai antibiotik.
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan
kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari
kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam
itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat
untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer.

Natrium tiosulfat

merupakan suatu zat pereduksi (Sudjadi, 2008), dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
2S2O32

S4O62- + 2e-

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan
menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan
standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai
larutan standar sekundernya.

Indikator yang digunakan dalam proses

standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang
dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk
kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin,
hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang
terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang
dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas
perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum
memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada
titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi
dengan natrium thiosulfat (Abdul, 2008) maka :
I3- + 2S2O32-

3I- + S4O62-

S2O32- + I3-

S2O3I- + 2I-

2S2O3I- +

I- S4O62- + I3-

S2O3I- + S2O32-

S4O62- + I-

Sebelum dilakukan pengujian dengan titrasi iodometri terlebih dahulu di
lakukan pemisahan antara amoxiciclin dengan matrix nya yang dilakukan
dengan metode sentrifugasi dengan menggunakan pelarut aquadest atau air karna
amoxicillin sukar larut dalam air. Setelah di dapat analit yang di inginkan hasil
sentrifuge dilarutkan pada 50 ml air pada labu tentukur.
Kemudian dilakukan penetapan selanjutnya diambil masing-masing
sampel yang telah dilarutkan sebanyak 5 ml ke dalam erlenmeyer selanjutnya
ditambahkan 1 ml NaOH kemudian ditambahkan lagi H2SO4 8 ml didiamkan
selama 20 menit kemudian ditutupi erlenmeyer dengan plastik wrap agar tidak
terjadi penguapan lalu dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N selanjutnya
pengujian dengan amilum sampai menadakan tidak adalagi warna biru pada
larutan. Penambahan NaOH dimaksudkan agar amoxicillin di hidrolisis untuk
memecah cincin β-laktam karna ketika I2 di tambahkan pada amoxicillin yang
masih memiliki cincin penisilin I2 tidak dapa bereaksi dengan oksidator sehingga
harus di rubah dalam bentuk asam penisilatnya agar dapat bereaksi dengan I 2 dan
dapat di tentukan titik akhir titrasinya dan juga pada saat ditambahkan dengan
iod NaOH dan digunakan pula indikator iod dimana akan terjadi interaksi kimia
antara NaOH dengan indikator iod yang membentuk ikatan semu yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna, dari biru sampai warna kehijauan.

(Prof. Drs. sudjadi, 2012 .Hal 154)

Analit harus direaksikan dengan I2 berlebih karena I2 akan mengoksidasi
analit sehingga jika analit habis bereaksi dengan I 2 maka kelebihan dari I2 akan
direduksi oleh pentiter (Na2S2O3).
Titrasi iodimetri harus dilakukan dalam keadaan netral atau asam lemah.
Karena analit dilarutkan dalam NaOH maka pH-nya meningkat sehingga
menyebabkan analit menjadi bersifat basa. Oleh karena itu perlu ditambahkan
asam agar pH menjadi netral, asam yang ditambahkan yaitu H 2SO4 bukan HCl
karena jika menggunakan HCl maka HCl tersebut akan bereaksi dengan I 2
sehingga susah untuk menentukan titik akhir

titrasi. Selain itu perlu

ditambahkan bufer asetat agar pH stabil karena yang direaksikan merupakan
hasil dari hidrolisis yang tidak stabil.
Pada percobaan ini juga digunakan dappar asetat maksud dari
penggunaan merupakan asam pilihan dalam

titrasi untuk menentukan jumlah

basa. Asam yang lebih kuat akan memberikan hasil yang lebih baik karena titik
akhir yang jelas dapat berdisosiasi melepaskan satu H + hanya sekali hal ini
bermanfaat dalam menentukan hasil akhir dalam menganalisis (Gandjar, 2007).
Berdasarkan hasil praktikum maka sampel dengan nomor 1B didapatkan kadar
amoksisilin sebesar 12,95 %

L. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:


Penetuan kadar amoksisilin dilakukan dengan metode titrasi iodometri.
Dengan menggunakan metode ini amoksisilin dalam suasana asam bereduksi
dengan iodida (yang terbentuk dari KI dalam suasana asam) membentuk I2
(iodium) hasil oksidasi dari iodida. Iodium yang terbentuk atau iodium yang
dibebaskan akan bereaksi dengan Na2S2O3 dengan penambahan amilum
(sebagai indikator) akan menghasilkan warna biru kemudian dititrasi kembali
dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.



Kadar amoksisilin yang didapat adalah sebesar 12,95 %

M. Daftar Pustaka
Application : ChemBioDrawUltra.
Day, R. A dan A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
keenam. Jakarta: Erlangga.
Ghalib, Ibnu. (2007). Kimia Farmaasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope V. Jakarta;
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sudjadi. (2008). Analisis Kuantitatif Obat.Yoyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sudjadi. (2012). Analisis Farmasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Watson, David G. 2013. Analisis Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.