Penciptaan Pendidikan untuk Semua isu

Penciptaan Pendidikan untuk Semua
Oleh: Anggi Afriansyah

Setiap warga negara tentunya memiliki keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang baik
dan berkualitas. Hak mendapatkan pendidikan memang hak seluruh warga negara seperti
diatur dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945, tapi secara faktual hak mendapatkan pendidikan
tersebut belum seluruhnya terpenuhi. Jika membaca Pembukaan UUD 1945 kita dapat
melihat bagaimana para pendiri bangsa ini sejak awal sudah sangat menyadari akan arti
pentingnya pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Salah satu tujuan negara “mencerdaskan
kehidupan bangsa” merupakan bukti sahih tentang keyakinan pendiri bangsa ini mengenai
perlunya pembentukan generasi cerdas. Tulisan ini berupaya menguraikan pendidikan dalam
konteks perubahan sosial serta bagaimana sesungguhnya dalam level yang lebih mikro
budaya sekolah sangat memegang peranan penting dalam penciptaan individu berkarakter.
Generasi bangsa berkarakter yang diharapkan akan memiliki kontribusi terhadap kemajuan
bangsa ini di masa yang akan datang.

Pendidikan dan Perubahan Sosial
Pendidikan di negeri ini tentu tidak bisa dilepaskan dari proses perubahan sosial yang terjadi
sangat cepat. H.A.R Tilaar (2002) menyatakan bahwa dalam proses perubahan sosial ada
beberapa kekuatan yang mengiringi yaitu demokratisasi, globalisasi, identitas, dan
masyarakat belajar. Variabel-variabel tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap konstruksi

pendidikan di negeri ini. Oleh karena itu sangat penting bagi para perumus kebijakan
pendidikan di negeri ini untuk memperhatikan variabel-variabel perubahan sosial tersebut.
Apalagi secara sosiologis masyarakat bergerak dinamis, akselerasinya sangatlah cepat dan
tentu saja diiringi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks dari pada masa-masa
sebelumnya. Maka salah satu tujuan pendidikan adalah menyiapkan individu yang siap
dengan perubahan. Jika bicara mengenai varibel-variabel yang disampaikan oleh Tilaar, maka
proses pendidikan harus menjadi ruang di mana terjadinya proses yang demokratis,
memperhatikan isu global, memahami dirinya, serta menciptakan peserta didik yang selalu
ingin menjadi pembelajar.

Visi pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla di bidang pendidikan termaktub pada poin
lima Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar". Salah satu program

yang diinisiasi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam memenuhi janji
kampanyenya adalah dengan meluncurkan Program Keluarga Produktif yang terdiri dari
Simpanan Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat melalui Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Peningkatan pemerataan di
bidang pendidikan ini patut diapresiasi. Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai
penanda dan digunakan untuk menjamin serta memastikan seluruh anak usia sekolah (6-21

tahun) dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera. Keluaraga pemegang Kartu
Keluarga Sehat tersebut mendapatkan manfaat Program Indonesia Pintar bila terdaftar di
Sekolah, Madrasah, Pondok Pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C) atau Lembaga
Pelatihan maupun Kursus. Target penerima KIP

seperti yang diungkap dalam website

TNP2K sebanyak 20,3 juta anak. Tentu saja implementasi program Kartu Indonesia Pintar
perlu dikawal oleh semua pihak. Salah satu hal yang menjadi penting dan krusial adalah
masalah koordinasi antar kementerian, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Kementerian Agama. Masalah pendataan Siswa yang layak mendapat bantuan KIP juga
menjadi sangat penting agar bantuan menjadi efektif dan benar-benar tepat sasaran.Selain itu
hal yang sering menjadi isu sensitif adalah pengalokasian anggaran. Total alokasi anggaran
untuk KIP berasal dari APBN dan APBNP 2015 sebesar Rp. 31.466.070. Jangan sampai dana
KIP yang besar diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Negara dalam
aspek ini harus tanggap menangkap perubahan jaman dan memformulasikan kebijakan
pendidikan yang memberikan perhatian pada keadilan, kesetaraan, serta kualitas yang baik
bagi setiap warganya. Tentu saja hal tersebut bukanlah hal mudah. Perlu komitmen bersama
untuk mewujudkan agar setiap warga negara di republik ini mendapatkan pendidikan yang
baik dan berkualitas.


Peningkatan kualitas pendidikan menjadi kebutuhan mutlak bagi tercapainya generasi masa
depan yang mumpuni. Jika tidak berbenah negara Indonesia akan semakin tertinggal bukan
hanya di dunia tapi juga di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara di kawasan ASEAN
sudah lama berbenah di bidang pendidikan.. Jika bicara tentang bagaimana proses pendidikan
merubah wajah bangsa, maka kita dapat melihat bagaimana melalui kebijakan pendidikan
yang terencana dan fokus Singapura menjadi salah satu negara yang sangat menjanjikan.
Padahal pada saat merdeka tahun 1965 Singapura adalah negara kecil dan miskin serta tak
memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Tapi saat ini, negara yang hanya memiliki luas
716,1 km² ini berhasil menjadi salah satu rujukan pengelolaan pendidikan berkelas
internasional. Universitas di Singapura seperti Nanyang Technological University (NTU)

maupun National University of Singapore (NUS) menjadi tujuan mengenyam pendidikan
tinggi berbagai mahasiswa dari beragam negara termasuk Indonesia. Salah satu kunci dari
keberhasilan Singapura seperti yang dirilis oleh OECD dalam laporannya adalah adanya visi
dan kepemimpinan yang efektif dari pemerintah. Visi dan kepemimpinan yang efektif
menjadi sangat penting karena melalui inilah arah pembangunan pendidikan mulai
direncanakan. Tentu saja tak sebatas rencana, eksekusi dari setiap rencana menjadi sangat
penting. Singapura menurut laporan OECD adalah negara yang memiliki semangat untuk
melakukan perubahan cepat dan terus menerus melakukan kinerja dengan kualitas tinggi

dalam setiap implementasi kebijakan pendidikannya. Indonesia perlu lebih bekerja keras jika
kita tak ingin semakin tertinggal.

Menciptakan Budaya Sekolah Unggul
Dalam konteks yang lebih mikro sekolah punya peranan penting dalam mentransmisikan
nilai-nilai agar para peserta didik siap menghadapi perubahan. Sekolah adalah salah satu
arena di mana ide-ide disebarluaskan kepada para peserta didik. Peserta didik memiliki hak
mendapatkan pendidikan terbaik dari sekolah tanpa melihat status sosial, ekonomi, agama,
maupun etnis sosial. Ketika datang ke sekolah pemenuhan hak belajar anak harus
diakomodasi oleh sekolah. Peserta didik perlu dikenalkan oleh beragam perbedaan, beragam
ide, dan hal-hal baru. Hal ini penting karena sekolah harus menjadi ruang di mana generasi
unggul dan berkualitas muncul. Budaya sekolah memegang peranan penting dalam
penciptaan sumber daya manusia unggul. Manusia yang tidak hanya cakap kemampuan
akademiknya tetapi juga kecerdasan sosialnya. Dalam hal ini budaya sekolah memengaruhi
apa yang menjadi saja yang menjadi fokus utama sekolah, komitmen sekolah, motivasi
sekolah, dan kadar produktivitas sekolah dalam menghasilkan karya (Deal and Paterson,
1999).

Sekolah berupaya sejelas mungkin memfokuskan diri pada hal-hal yang memang penting dan
bernilai seperti apa pencapaian yang harus diselesaikan peserta didik pada setiap level

pendidikan, karakter apa yang harus terinternalisasi pada peserta didik, juga apa saja yang
menjadi tugas guru dan staf sekolah. Sekolah juga harus membangun komitmen bersama juga
menentukan nilai utama yang akan diinternalisasikan kepada peserta didik. Juga tak kalah
penting agar sekolah selalu memotivasi para peserta didik, guru, dan staf untuk senantiasa
produktif dalam kegiatan pembelajaran maupun aktivitas sekolah lainnya. Tidak terelakan
bahwa budaya sekolah memegang peranan penting dalam penciptaan generasi berkualitas.

Karena target dari aktivitas di sekolah bukan hanya aspek kognitifnya saja. Yang terpenting
adalah bagaimana bukan hanya melahirkan generasi bangsa yang cerdas tapi juga generasi
bangsa yang memiliki karakter. Dalam beberapa tahun ini penguatan pendidikan karakter
menjadi isu dominan. Pembentukan karakter ini tentu bukan perkara mudah, tapi juga tentu
harus terus diupayakan. Tentu jangan sampai terjadi pola-pola pendidikan karakter normatif
yang kemudian akhirnya hanya menjadi hapalan dan tak menyentuh substansif. Pendidikan
karakter harus benar-benar implementatif. Internalisasi nilai-nilai positif seperti disiplin, kerja
keras, toleran, demokratis, integritas, dan nilai-nilai kejujuran harus setiap saat dipraktekan
bukan dihapalkan sebagai jargon-jargon.

Tentu menjadi harapan kita bersama agar di masa yang akan datang bangsa ini menjadi
bangsa besar yang disegani oleh bangsa-bangsa lain. Indonesia dapat menjadi partner yang
baik dan menguntungkan di dunia internasional. Langkah awal yang dapat ditempuh adalah

segera memperbaiki kebijakan pendidikan di negeri ini. Kebijakan pendidikan yang lebih
visioner, fokus, dan target yang jelas. Selain itu yang paling penting adalah kebijakan
tersebut berpihak pada warganya sehingga pendidikan untuk semua bukan hanya jargon
belaka.

Dimuat di Koran Berita Cianjur, Senin dan Selasa, 6-7 Juli 2015